croup (fixed)
DESCRIPTION
CTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Obstruksi saluran nafas atas merupakan salah satu kedaruratan medis yang
dapat berakibat kematian jika tidak di tangani dengan cepat dan efektif. Hal ini
biasa disebabkan oleh infeksi seperti epiglotitis dan croup atau inhalasi benda
asing terutama biasanya pada bayi yang sering meletakkan objek kecil ke dalam
mulut mereka.(1)
Croup adalah istilah umum yang meliputi kelompok heterogen keadaan
yang relatif akut (kebanyakan infeksi) yang ditandai dengan batuk keras dan
kasar yang khas atau “croupy”, yang tidak atau dapat disertai dengan stridor
inspiratoir, suara parau, dan tanda-tanda kegawatan pernapasan yang disebabkan
oleh berbagai tingkat obstruksi laring. Infeksi ini jarang terbatas pada suatu
daerah saluran pernapasan, biasanya pada bayi dan anak kecil, mengenai sampai
beberapa tingkat laring, trachea dan bronkus. (2)
Salah satu infeksi atau radang akut saluran nafas atas yang akan dibahas
dalam referat ini adalah croup. Croup sering disebut juga laringotracheobronkitis
akut atau laringotracheobronchitis (LTB) atau viral croup atau viral
laringotracheitis atau laringotracheitis.(3),(4),(5),(6)
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
1
I. DEFINISI
Croup adalah suatu inflamasi virus yang bersifat akut pada laring, trachea dan
bronkus yang menyebabkan berbagai macam obstruksi saluran nafas atas. (4)
Croup (Laringotracheobronkitis) adalah suatu infeksi virus yang menyebabkan
peradangan dan pembengkakkan pada saluran pernapasan bagian atas (laring,
trakea dan bronkus).(7)
Radang yang meliputi plika vocalis dan struktur sebelah inferior plika disebut
laryngitis, laringotrakeitis atau laringotrakeobronkitis (croup). (2)
II. EPIDEMIOLOGI
Croup umumnya terjadi pada anak yang berusia diantara 6 bulan sampai 3 tahun,
tetapi dapat juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan sampai 15 tahun.
Dilaporkan, sindrom ini jarang terjadi pada orang dewasa. Insidensinya lebih
tinggi 1,4 sampai 1,5 kali pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dalam
Penelitian Alberta Medical Association, lebih dari 60% anak yang didiagnosis
menderita croup dengan gejala ringan, sekitar 4% dirawat di rumah sakit, dan
kira-kira 1 dari 4.500 anak yang di intubasi (sekitar 1 dari 170 anak yang
dirawat di rumah sakit). Di Amerika utara, insidens puncak selama 2 tahun
kehidupan sebanyak 5-6 kasus per 100 anak. Walaupun jarang pada usia diatas 6
tahun, croup juga dapat terjadi pada anak sebelum usia 10 tahun dan remaja. (2),(6)
Croup adalah penyakit pediatrik yang paling sering menyebabkan terjadinya
stridor akut, dengan jumlah rata-rata 15% kasus yang datang ke klinik dan
departemen emergensi. Di negara 4 musim, croup paling sering terjadi pada
akhir musim gugur dan awal musim dingin tetapi dapat pula terjadi pada waktu-
waktu tertentu sepanjang tahun. Sekitar 5% anak mengalami lebih dari satu kali
episode serangan.(6) Croup berulang dari usia 3-6 tahun dan menurun seiring
bertumbuhnya saluran pernapasan. Sekitar 15% pasien mempunyai riwayat
croup dalam keluarga.(8)
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
2
III. ETIOLOGI
Etiologi paling sering (± 75 % kasus) adalah Virus Parainfluenza types 1 dan 3.(4) Virus Parainfluenza bertanggung jawab terhadap 80% kasus croup dengan
virus parainfluenza tipe 1 dan 2 sekitar 66% kasus. Type 3 menyebabkan
bronchiolitis dan pneumonia pada balita dan anak. (6) Virus lain termasuk virus
influenza A dan B, RSV(Respiratory Syncytial Virus), Adenovirus, Enterovirus,
Rhinovirus, Herpes Simplex Virus, Virus campak, Coronavirus, Reovirus,
Varicella.(4),(6) Mycoplasma Pneumoniae jarang ditemukan pada anak dengan
croup dan menimbulkan croup ringan.(8)Selain virus, croup bisa disebabkan oleh
bakteri apabila telah terjadi infeksi sekunder, dan pada umumnya infeksi
sekunder ini serangannya berat karena disebabkan oleh Streptococcus group A,
S. Pneumonia, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, Moraxella
catarrahlis.(9) PATOFISIOLOGI
Virus Parainfluenza yang menyebabkan
infeksi akut croup menyebar melewati
inhalasi langsung dari batuk atau bersin
atau kontaminasi tangan dari kontak
dengan bersin atau batuk, yang kemudian
menyentuh mukosa hidung dan atau
mulut. Jalan masuk (Port the entry) utama
adalah nasal dan nasopharinx. Infeksi
menyebar dan biasanya melibatkan laring
dan trakea.(6)
Laring disusun dari empat kartilago yaitu
kartilago tiroid, krikoid, aritenoid dan
epiglottis. Kartilago krikoid melingkari jalan napas tepat di bawah plika vokalis
dan membatasi bagian saluran pernapasan atas anak yang paling sempit. (2)
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
3
Inflamasi dan edema subglottic, laring dan trakea, terutama dekat kartilago
krikoid merupakan gejala klinik paling sering. Edema terjadi karena infiltrasi
seluler pada lamina propia, submucosa dan adventisia. Infiltrat terdiri dari
limfosit, histiosit, sel plasma, dan neutrofil. Virus parainfluenza mengaktifkan
sekresi klorida dan menghambat absorbsi natrium melewati epitel trakea
sehingga terjadilah udem saluran napas yang berdampak menjadi penyempitan
saluran napas anak, mengurangi diameter trakea, dan membatasi aliran udara
yang masuk dan keluar. Penyempitan saluran napas ini juga menyebabkan
terjadinya batuk keras yang menyalak, turbulensi aliran udara, stridor dan
retraksi dinding dada. Kerusakan endotel dan kehilangan fungsi silia dapat
terjadi karena eksudat fibrinous menyumbat sebagian lumen trakea. Penurunan
gerakan pita suara yang diakibatkan oleh edema berhubungan dengan timbulnya
suara serak.
Pada penyakit yang berat, eksudat fibrinous
dan pseudomembran dapat berkembang menyebabkan obstruksi jalan napas
yang lebih parah. Hipoksemia dapat terjadi akibat penyempitan progresif
luminal dan kegagalan ventilasi alveolar serta ketidakseimbangan antara
ventilasi dan perfusi. (6)
Area subglotik mudah terjadi edema karena pada saluran napas anak, secara
alamiah area tersebut sempit, area subglotik dikelilingi oleh kartilago, jaringan
ikat mudah terikat ke area subglotik sehingga mudah terjadi pembengkakan, dan
banyaknya kelenjar mukosa di area subglotik. (9)
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
4
IV. LANGKAH - LANGKAH DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Croup biasanya dimulai dengan gejala pernapasan yang tidak spesifik. Seperti
rhinorrhea, sakit tenggorokan, dan batuk. Demam pada umumnya subfebril
38-39 0C tetapi dapat mencapai 40 0C. Dalam 1-2 hari, timbul gejala suara
serak, batuk keras seperti anjing menyalak/menggonggong dan stridor
inspirasi. Sering juga secara tiba-tiba terjadi distress pernapasan dengan
tingkat keparahan yang berbeda-beda. Gejala-gejala tersebut memburuk
terutama saat malam dengan kejadian paling sering pada jam 10 pm dan 4
am. Gejala-gejala tersebut membaik dalam waktu 3-7 hari tetapi dapat pula
memanjang sampai 2 minggu. (10)
Kebanyakan penderita menderita infeksi saluran pernapasan atas selama
beberapa hari sebelum batuk menjadi jelas. Dengan gangguan saluran
pernapasan atas yang progresif dan terjadi serangkaian gejala-gejala dan
tanda-tanda khas. Mula-mula hanya batuk ringan, batuk keras dan kasar
dengan stridor inspiratoir yang intermiten. Ketika obstruksi bertambah,
stridor menjadi terus menerus dan disertai dengan perjelekan batuk, pelebaran
lubang hidung, dan retraksi suprasternal, infrasternal, dan interkostal. Ketika
radang meluas ke bronkus dan bronkiolus, kesukaran pernapasan bertambah
dan fase ekspirasi pernapasan juga menjadi berat dan lama. Suhu tubuh hanya
sedikit naik namun jarang mencapai 39-40 0C. Gejala-gejala secara khas
memburuk pada malam hari dan sering kambuh dengan intensitas yang
menurun selama beberapa hari. Biasanya anak yang lebih tua sakitnya tidak
serius. Anggota keluarga yang lain dapat menderita penyakit pernapasan
ringan.(2) Lama sakit berkisar dari beberapa hari sampai kadang-kadang
beberapa minggu, sering berulang sejak umur 3-6 tahun, berkurang sejalan
dengan pertumbuhan jalan napas.(2),(4) Perburukan pada sebagian besar
penderita croup hanya sejauh stridor dan sedikit dispnea sebelum mereka
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
5
mulai menyembuh. Pada beberapa kasus ada obstruksi yang lebih jelek.
Agitasi dan menangis sangat memperburuk gejala dan tanda-tanda dan anak
lebih suka duduk tegak di tempat tidur atau dipertahankan tegak. (2)
B. Pemeriksaan Fisik
Banyak anak yang batuk keras dan kasar (croupy) dan menangis dengan suara
serak. Beberapa ditemukan stridor hanya ketika beraktivitas atau agitasi, dan
ada yang stridor dapat langsung terdengar tanpa bantuan stetoskop saat
istirahat dan ini merupakan bukti distress pernapasan. Adapula anak dengan
stridor tenang (quiet) sekunder menjadi obstruksi saluran pernapasan yang
lebih berat. Anak dengan croup umumnya tidak terlihat toksik.
Gejala croup pada anak dapat bervariasi mulai dari stridor inspirasi minimal
sampai gagal napas sekunder yang berat dan obstruksi saluran napas. Pada
kasus yang ringan, suara napas saat istirahat normal, akan tetapi wheezing
juga dapat terdengar. (8)
Mungkin ada pengurangan suara pernapasan bilateral, ronchi dan krepitasi
tersebar. Pada gangguan jalan napas lebih lanjut, terjadi kekurangan udara
dan kegelisahan, dan kemudian digantikan hipoksemia berat, hiperkapnia,
dan kelemahan, disertai dengan pengurangan pertukaran udara dan stridor,
hipoksemia yang mungkin sianosis, pucat atau akut. Setiap manipulasi faring,
termasuk penggunaan penekan lidah, dapat mengakibatkan henti
kardiorespirasi. Karenanya pemeriksaan ini harus ditunda, dan oksigen harus
diberikan sampai penderita dipindahkan ke tempat di rumah sakit di mana
manajemen optimal jalan napas dan syok dimungkinkan. Kadang-kadang pola
laringotrakeobronkitis berat mungkin sukar dibedakan dari epiglotitis. (2)
C. Gambaran Klinik (4)
1. Tanda klinis yang khas untuk croup : Stridor inspiratoar, suara serak, dan
batuk keras seperti menggonggong.
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
6
2. Meneteskan liur, disfagia, demam tinggi dan tampak toksik tidak menonjol
pada viral croup dan biasanya dipikirkan diagnosis yang lain seperti
epiglottitis.
3. Gejala klinis croup yang lain : Demam sub febril, rhinorrhea, tidak tampak
toksik, tidak meneteskan liur.
4. Derajat obstruksi saluran napas atas, berikut gejala dan tandanya :
Tachypnea
Tachycardia (hypoxia,demam)
Stridor inspirasi dengan atau tanpa stridor ekspirasi (ada saat obstruksi
bertambah/meningkat)
Stridor saat istirahat
Penggunaan otot bantu pernapasan ( napas cuping hidung, retraksi
intercostal, subcostal, suprasternal, dan atau retraksi supraklavikular).
Penurunan udara yang masuk
Wheezing bisa ada
Gelisah, agitasi atau sianosis (tanda hipoksia yang dapat berlanjut
menjadi gagal napas)
Hipotoni ( tanda retensi CO2 yang dapat berlanjut menjadi gagal napas)
Sulit untuk dibangunkan atau letargi (tanda retensi CO2 yang dapat
berlanjut menjadi gagal napas)
D. Sistem Scoring
Westley Croup Score(3),(10)
Untuk menilai berat-ringannya croup, dinilai berdasarkan 5 faktor/hal,
dengan kisaran nilai antara 0-17. Penilaian ini sebagai petunjuk/protocol
untuk pengobatan croup.
Hal yang di nilai Penilaian Score
Tingkat KesadaranNormal (termasuk tidur) 0
Disorientasi 5
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
7
Sianosis
Tidak ada 0
Sianosis dengan agitasi 4
Sianosis saat istirahat 5
Stridor
Tidak ada 0
Saat agitasi 1
Saat istirahat 2
Air Entry
Normal 0
Menurun 1
Jelas menurun 2
Retraksi Tidak ada 0
Ringan 1
Sedang 2
Berat 3
Interpretasi Westley score :
a. Score < 3 : Croup ringan
b. Score 3-6 : Croup sedang
c. Score > 6 : Croup berat
1) Croup ringan : terdiri dari batuk keras (barking cough) yang kadang-
kadang, tidak ada stridor saat istirahat, retraksi ringan atau tidak ada
retraksi suprasternal atau subcostal.
2) Croup sedang : termasuk batuk sering, stridor yang terdengar saat
istirahat, dan retraksi yang jelas terlihat, tetapi sedikit ada distress atau
agitasi.
3) Croup berat : terdiri dari batuk sering, stridor inspirasinya lebih menonjol
(kadang-kadang stridor ekspirasi), retraksi sangat menonjol, penurunan
udara yang masuk saat auskultasi, dan distress dan agitasi yang
signifikan. Letargi, sianosis dan pengurangan retraksi menandakan akan
terjadi gagal napas.
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
8
Selain Westley Score, terdapat penilaian berat ringan croup yang
dikembangkan oleh Alberta Clinical Practice Guideline Working Group.
Dengan menggunakan klasifikasi skema ini, 85% anak memiliki croup ringan
dan < 1% dengan croup berat. Berikut ini penilaian menurut Alberta Clinical
Practice Guidline working Croup :(10)
1) Mild Severity : Kadang-kadang batuk keras (barking cough), stridor tidak
terdengar saat istirahat/tidur, dan tidak ada retraksi intercostals dan
suprasternal ringan.
2) Moderate Severity : Sering batuk keras (barking cough), Stridor
terdengar saat tidur/istirahat dan retraksi dinding sterna dan suprasternal
saat istirahat, dengan atau minimal agitasi.
3) Severe Severity : Sering batuk keras (barking cough), stridor inspirasi
lebih menonjol dibandingkan ekspirasi, retraksi dinding sterna yang
nyata, agitasi dan distress yang signifikan.
4) Impending Respiratory Failure (Gagal napas) : Batuk keras sering tapi
tidak menonjol, stridor yang terdengar jelas saat tidur/istirahat, retraksi
dinding sternal mungkin tidak terlihat jelas, letargi atau penurunan
kesadaran dan sering mukosa dan kulit bewarna lebih gelap atau
kehitaman tanpa bantuan oksigen.
E. Pemeriksaan Penunjang (11)
Tes laboratorium jarang berkontribusi untuk mengkonfirmasi diagnosis
croup. Tes darah lengkap (CBC) biasanya tidak spesifik, walaupun sel darah
putih (WBC) menunjukkan limfositosis. Indentifikasi etiologi viral spesifik
(seperti Parainfluenza virus, RSV) melalui bilas nasal sebenarnya tidak
terlalu penting tetapi berguna untuk memutuskan perawatan di rumah sakit
atau pada kasus influenza A, untuk memutuskan antivirus apa yang dapat
diberikan.
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
9
Dengan pemeriksaan pulse oximetry hasil pemeriksaan biasanya normal.
Namun, pemeriksaan ini membantu untuk monitor pemberian oksigen dan
perburukan pernapasan seperti takipnu dan saturasi oksigen yang menurun.
Secara standar, Analisis gas darah tidak begitu penting, dan tidak dapat
diketahui keadaan hipoksia atau hiperkabia.
Evaluasi status hidrasi untuk pasien dengan demam, takipnu dan riwayat
penurunan intake cairan.
Pemeriksaan direct laryngoskopy jika anak tidak dalam keadaan distress
napas akut.
Bronchoscopy atau Endoskopy untuk kasus croup berulang untuk
menyingkirkan gangguan jalan napas yang lain.
Pemeriksaan radiologi untuk menegakkan diagnosis croup dan
menyingkirkan gangguan lain yang juga menyebabkan stridor dan gejala
menyerupai croup. Biasanya foto leher posisi lateral dapat membantu
mendeteksi dan menyingkirkan aspirasi benda asing, benda asing
esophagus, stenosis subglotik congenital, epiglotitis, abses retrofaringeal,
atau tracheitis bacterial (penebalan trakea). Pada foto leher posisi AP
(Anteroposterior), untuk croup pada jaringan soft tissue leher khas terlihat
steeple sign (biasa juga disebut pencil point sign) yang menunjukkan
penyempitan subglotik yang dari lateral leher terlihat distensi hipofaring
(ballooning) selama inspirasi. (11)
Laryngotracheobronchitis (Croup)
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
10
Anteroposterior radiograph of the neck showing typical steeple sign
(subglottic narrowing) in a patient with croup. (4)
V. DIFERENTIAL DIAGNOSIS
Differential Diagnosis of Infectious Causes of Upper Airway Obstruction (4)
Clinically
Croup Epiglottitis
Spasmodic croup
Bacterial tracheitis
Etiology Viral Bacterial Viral or allergic
Bacterial
Age 1–3 years 2–7 years 1–3 years 5
Onset Gradual Sudden Sudden at night
Gradual
Viral prodrome Present Absent Usually absent
Present
Involvement Subglottic Supraglottic Subglottic Subglottic
Fever Low-grade
High Absent High
Toxicity Absent Present Absent Present
Barking/brassy cough Present Usually absent
Present Absent
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
11
Croup Epiglottitis
Spasmodic croup
Bacterial tracheitis
Dysphagia Absent Present Absent Present
Drooling Absent Present Absent Present
Voice Hoarse Muffled Hoarse
Inspiratory/expiratory stridor
Present Present Present Present
Stridor intensity Mild–severe
Moderate–severe
Moderate–severe
Moderate–severe
Posture preference Absent Present ("tripod posture")
Absent Absent
Radiology Subglottic narrowing
Enlarged epiglottis; thick aryepiglottic folds
Subglottic narrowing
Subglottic narrowing; irregular tracheal border
Endoscopy Deep red mucosa; subglottic narrowing
Cherry-red epiglottis; aryepiglottic swelling
Pale mucosa; subglottic narrowing
Deep red mucosa; copintous tracheal secretions
Diferential diagnosis berdasarkan gejala stridor, sebagai berikut :
Berdasarkan waktu kejadiannya, stridor dibedakan menjadi stridor akut dan
stridor kronik.(1)
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
12
Berdasarkan patomekanisme terjadinya, stridor dibedakan menjadi : (4)
1) Stridor karena mekanisme inflamasi
Penyakit-penyakit dengan stridor karena mekanisme inflamasi, diantaranya :
Laryngotracheobronchitis
Epiglottitis
Retropharyngeal abscess
Bacterial tracheitis
Diphtheria
Papillomatosis
Inhalation injury
Peritonsillar abscess
2) Stridor yang noninflamasi
Penyakit-penyakit dengan stridor yang noninflamasi, diantaranya :
Foreign body (airway,
esophageal)
Postintubation (edema,
stenosis, granuloma)
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
13
Ingestion (e.g., caustic)
Gastroesophageal reflux
Hypocalcemic tetany
Facial trauma
Retropharyngeal hematoma
Laryngeal/tracheal fracture
or swelling
Anaphylaxis (angioedma,
laryngospasm)
Tumors (e.g.,
rhabdomyosarcoma,
lymphoma, lymphangioma)
Kartagener's syndrome
Hysterical stridor
Hereditary angioneurotic
edema
3) Stridor Kongenital
Penyakit-penyakit dengan stridor congenital, diantaranya :
Laryngomalacia
Tracheomalacia
Tracheal stenosis
Vocal cord paralysis
Vascular ring
Laryngeal or tracheal webs
Laryngeal papilloma
Tracheoesophageal fistula
Cystic hygroma
CNS malformation
VI. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip terapi pada croup termasuk terapi suportif (hidrasi yang adekuat dan
control demam) dan mengurangi obstruksi jalan napas. (4)
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
14
2. Pada croup ringan dengan perawatan yang lebih mudah (dapat menentukan
tanda perburukan distress pernapasan) dapat dilakukan rawat jalan dengan
follow-up yang teratur. Pengaturan udara dingin atau hangat dengan alat
penghangat ruangan juga dapat dilakukan. Mandi uap dengan air panas juga
sangat membantu menhilangkan obstruksi (meredakan inflamasi mukosa dan
mengurangi sekresi).(4)
3. Pasien dengan distress napas sedang sampai berat (jika mungkin, perbolehkan
orangtua untuk memegang anak di pangkuannya ketika sedang diterapi agar
mengurangi agitasi anak yang bisa memperburuk obstruksi jalan napasnya.)
tindakan yang harus diambil : (4)
a. Pasang oksigen yang sudah dilembabkan dan pulse oksimetry
b. Beri corticosteroid untuk mengurangi subglottic edema (4):
1) Dexamethasone 0.6 mg/kg peroral atau IM dosis tunggal atau
2) Aerosol Budesonide dosis 2 - 4 mg
Selain untuk mengurangi subglotic edema, kortikosteroid dapat mencegah
destruksi epitel bersilia. Meta analisis dan review lain terhadap 10-13
penelitian berbahasa inggris memberi kesan adanya beberapa pengaruh
steroid sistemik yang bermanfaat, terutama jika digunakan dosis
deksametason fosfat lebih besar daripada 0,3 mg/kg.(2) Kortikosteroid
direkomendasikan untuk croup sedang sampai berat. Kortikosteroid oral,
nebulisasi, intramuscular maupun intravena semuanya terbukti efektif. Pada
croup ringan, pada suatu penelitian menunjukkan bahwa deksametason
dosis tunggal dapat mengurangi jumlah pasien yang seharusnya dirawat
selama 7-10 hari. Dosis deksametason yang efektif adalah 0,15 – 0,6
mg/kgBB, tetapi yang banyak digunakan dosisnya 0,15 – 0,3 mg/kgBB. (12)
c. Nebulisasi dengan racemic epinefrin 2,25 % solution ( untuk vasokontriksi
mukosa sehingga mengurangi udema):(4)
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
15
1) Dosis: 0.25 mL untuk BB <10 kg, 0.5 mL untuk 10 - 20 kg, and 0.75 mL
untuk >20 kg, dicampur dengan 3.5 mL Normal saline (NaCl) dan
berikan selama 10 menit.
2) Observasi pasien kurang lebih tiap 2 jam (kekambuhan setelah di
nebulisasi hanya merupakan mitos, pasien tidak bertambah buruk tetapi
bisa kembali ke keadaan awalnya sehingga perlu terapi tambahan).
Epinefrin terbukti efektif untuk croup sedang dan croup berat. Nebulisasi
dengan racemic epinefrin menstimulasi reseptor alpha-adrenegik untuk
konstriksi kapiler dan resorbsi cairan sehingga mengurangi edema mukosa
laring.(12)
d. Nebulisasi L-epineprin 1:1000 (ini apabila nebulisasi dengan racemic
epinefrin tidak memberikan efek berarti): 2.5 mL untuk anak BB <10 kg, 5
mL untuk anak BB >10 kg. (4)
4. Indikasi untuk rawat nginap adalah : (4)
a. Gejala distress pernapasan menetap atau memburuk walaupun sudah
diterapi.
b. Tanda akan terjadi gagal napas atau kompensasi gagal napas
c. Stridor saat istirahat/tidur
d. Tidak ada pengawas
e. Intake cairan peroral kurang
Menurut Orenstein, Anak dengan croup harus dirawat nginap bila dijumpai
satu dari gejala berikut :(2)
a. Dicurigai ada epiglotitis atau telah menderita epiglotitis yang sebenarnya
b. Stridor bertambah progresif
c. Stridor bertambah berat saat istirahat
d. Kegawatan pernapasan yang ditandai dengan hipoksemia, gelisah,
sianosis, pucat
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
16
e. Demam tinggi pada anak yang tampak toksik.
Di rumah atau di rumah sakit, penderita croup harus diamati dengan cermat
untuk penguatan gejala obstruksi pernapasan. Anak yang dirawat inap di
rumah sakit biasanya ditempatkan di atmosfer dengan kelembapan yang sejuk
untuk mengurangi iritasi dan pengeringan sekresi dan mungkin mengurangi
edema. Pemantauan frekuensi pernapasan yang sering atau terus menerus
adalah sangat penting, karena peningkatan takipnea mungkin merupakan
tanda awal dari hipoksemia dan sering mendekati obstruksi saluran
pernapasan total. Pada kasus kegawatan sedang atau berat, cairan parental
harus diberikan untuk mengganti kehilangan air baik yang insensible maupun
lewat pernapasan dan mengurangi resiko muntah-muntah yang berpotensi
menimbulkan aspirasi. Oksigen harus digunakan untuk mengurangi
hipoksemia dan ketakutan, dan mengurangi stenosis, yang merupakan
indikasi trakeotomi atau intubasi nasofaring, sehingga penderita ini harus
terutama diamati secara ketat. Agen ekspektorans, bronkodilator dan
antihistamin tidak membantu.(2)
5. Indikasi untuk intubasi (dan masuk ICU) termasuk pasien yang gagal
berespon dengan racemic epinefrin dan dexamethasone dan dalam progresif
hipoksia, sianosis, hiperkabia dan peningkatan distress pernapasan dan
takikardia (tanda dari gagal napas).(4) Proses trakeotomi pada croup dapat
dilakukan apabila sianosis dan kegelisahan berat telah berkembang, frekuensi
nadi >150 kali/menit dan semakin naik, PCO2 naik terutama pada anak yang
sedang lelah, merupakan petunjuk bahwa kegagalan pernapasan akan segera
terjadi. Pipa endotrakea dan trakeostomi harus tetap terpasang di tempatnya
sampai edema dan spasme telah berkurang dan penderita mampu menangani
sekresi secara memuaskan. Mereka selalu harus diambil sesegera mungkin,
biasanya dalam beberapa hari.(2)
VII. PROGNOSIS
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
17
Prognosis croup baik dan penyembuhan biasanya sembuh sempurna. Mayoritas
pasien di rawat jalan tanpa harus di rawat nginap. Jumlah pasien yang dirawat di
rumah sakit sekitar 1,5-30 % dan secara tipikal rata-rata 2-5%. Sepanjang tahun
1990, Pasien yang dirawat di rumah sakit Amerika Serikat rata-rata sekitar
41.000 per tahun. Sekitar < 2% anak-anak yang di rawat mendapat intubasi.
Penggunaan nebulisasi epinefrin saat ini untuk mengobati pasien dengan croup
mengurangi penggunaan intubasi. Pada penelitian kohort prospektif selama 10
tahun menemukan angka kematian < 0,5% untuk pasien yang diintubasi,
walaupun jumlah kasus kematian secara keseluruhan tidak diketahui.
Beberapa bukti mengatakan bahwa kasus croup yang dirawat inap berhubungan
dengan kejadian asma di masa yang akan datang. Pada penelitian di salah satu
anak yang di rawat inap karena croup, setelah diikuti terlihat peningkatan
hiperresponsif bronchial dan respon alergi terhadap tes provokasi kulit. (6)
Kriteria sembuh (discharge) croup adalah apabila : (12)
Tidak ada stridor saat istirahat
Tidak mendapat recemic epinefrin paling kurang 4 jam terakhir
Pernapasan normal
Dukungan dan edukasi dari orangtua baik
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi croup jarang terjadi. Pada banyak kasus, < 5% anak yang didiagnosis
croup di rawat inap dan <2% yang di rawat inap dengan intubasi. Kematian terjadi
pada sekitar 0,5% pasien dengan intubasi.
Apabila ada infeksi sekunder bakteri akan menjadi pneumonia atau tracheitis
bacterial, infeksi yang membahayakan dapat timbul setelah timbulnya infeksi
pernapasan akut karena virus.
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
18
Udem pulmonal, pneumothoraks, limfadenitis, dan otitis media dapat terjadi
akibat croup. Apabila intake cairan peroral kurang ditambah peningkatan cairan
tubuh yang hilang maka biasa menyebabkan dehidrasi. (6)
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Miall Lawrence, Rudolf Mary, Levene Malcolm. Acute Upper Airway
Obstruction. Pediatrics At a Glance. Blackwell Science. 2003. Chap.14: 41,
Chap.21: 56.
2. Orenstein M. Donald. Obstruksi Radang Akut Saluran Pernapasan Atas. Ilmu
kesehatan Anak. Ed.15. Vol. 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.332:1472-3,
1475-6
3. Feldmann Elliott Mark. Croup. Evidence Based Pediatric. B.C. Decker Inc.
2000. Chap. 9:178-80.
4. Syah R. Binita, Lucchesi Michael. Respiratory Disorders - Croup. Atlas of
Pediatric Emergency Medicine. Chap. 6: 8-17.
5. Chan D. Paul, Gennrich L. Jane. Viral Laryngotracheitis (Croup). Current
Clinical Strategies. Pediatrics. Ed. 2004. Current Clinical Strategies
Publishing. 2004:52.
6. Defendi L. Germaine. Croup. Overview. Medscape. Drug Disease and
Procedure.(http:www.emedicine.medscape.com). Updated Mar. 22, 2013.
7. Croup (Laringoteakeobronkitis). Definisi. Ilmu Kesehatan Anak. Aplikasi
Buku Saku Dokter. www.medikastore.com.
8. Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Infectious Upper Airway
Obstruction.Copyright © 2007 Saunders, An Imprint of Elsevier
9. Sakkai Debbie. Croup. LPCH General Pediatrics Hospitalist Program. May
2010:1.
10. Defendi L. Germaine. Croup. Presentation. Medscape. Drug Disease and
Procedure.(http:www.emedicine.medscape.com). Updated Mar. 22, 2013.
11. Defendi L. Germaine. Croup. Workup. Medscape. Drug Disease and
Procedure.(http:www.emedicine.medscape.com). Updated Mar. 22, 2013.
12. Croup. Inpatient Curriculum 2005-2006: 2.
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Refarat “CROUP”
20