crs. demam berdarah dengue

Upload: verdira-asihka

Post on 10-Jan-2016

168 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

dhfdemam berdarahcrs

TRANSCRIPT

I. TINJAUAN PUSTAKA1.1 DefinisiDemam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi, dapat disertai perdarahan spontan, dengan hasil laboratorium trombositopenia dan peningkatan hematokrit (Suhendro, 2006). Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1. 2. Epidemiologi

Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar didaerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini didaerah endemik (Gubler, 2002). Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian lebih besar dibanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi, tergantung dari aktifitas epidemiknya (WHO, 2000). Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875orang terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali,dan NTB.

1. 3. Faktor Risiko

Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan spektrum luas, berkisar dari demam biasa sampai penyakit perdarahan yang serius. Pada area endemik, infeksi dengue memiliki gejala klinis yang tidak spesifik, terutama pada anak-anak. Gejala yang tampak hanya seperti infeksi virus pada umumnya. Faktor risiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien yang mengalami gejala yang berat selama transmisi endemik di antaranya strain dan serotipe virus yang menginfeksi, status imunitas dari setiap individu, usia penderita, faktor genetik dari pasien (WHO, 1997; Gubler, 1998).

1. 4. Etiologi

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Suhendro, 2006). Virus ini termasuk genus flavivirus dari family Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.

Dengue merupakan penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor risiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur,status imunitas, dan predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain lain.

Jarak terbang 100 meter

Nyamuk betina bersifat multiple biters(mengigit beberapa orang karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)

Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi

1. 5. Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang tinggi.

Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :

1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a.C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan c5a agaknya perannya dalam proses terjadinya renjatan telah mendahului proses inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamin dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air seni 24 jam pada pasien DHF.

2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi intravaskular.

3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah.

Gambar 1.1 : Patogenesis Infeksi Sekunder Virus DengueDSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:

1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit mononukleus.

3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi.

4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC. 1.6 Patofisiologi Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi.

DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

Gambar 1.2 : Patofisiologi Infeksi Virus Dengue1.7. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam, demam berdarah dengue, atau syndrome syok dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikutioleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat (Suhendro, 2006). Bintik-bintik perdarahan di kulitsering terjadi, kadang disertai bintik-bintik perdarahan di faring dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri ditulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, ditandai oleh :

demam tinggi yang terjadi tiba-tiba\

manifestasi perdarahan

hepatomegali/pembesaran hati kadang-kadang terjadi syok manifestasi perdarahan pada DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintik-bintik perdarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae ini bisa terlihat di seluruh anggotagerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi perdarahan hidung, perdarahangusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam urin.

1.8. Diagnostik Kriteria klinis :

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.

3. Hepatomegali

4. Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah dan akral dingin.

Kriteria laboratoris :

1. Trombositopenia ( 100.000/l)

2. Hemokonsentrasi (kadar Ht 20% dari orang normal)

Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk menegakkan diagnogsis kerja DBD.Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),timbul gejala prodormal yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah. Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada tabel berikut:

DD/DBDDerajatGejalaLab

DDDemam disertai 2 atau lebih tanda : sakit kepala, nyeriretro-orbital,mialgia,artralgia Leukopenia

Trombositopenia,tidak ada kebocoran plasmaSerologi dengue(+)

DBDIGejala diatas,ditambah dgn uji bendung (+)Trombositopenia ( 20%

Gambar 1.4: Algoritma Tatalaksana DBD Derajat IIMeningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami deficit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 6 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infus dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian. Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan Ht dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infuse dinaikkan 15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditanangani sesuai protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan

Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikantampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atauhematoskesia), perdarahan saluran kencing ( hematuria, perdarahan otak atau perdarahan sembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberiancairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi, pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengankewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam. Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkantanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Tranfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan darah (PT dan aPTT) yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan massif dengan jumlah tromboit 20mmHg, frekuensi nadi