csr syariah

8
CSR Syariah Setelah tenggelam sekian lama, kini ide untuk memasukan etika ke dalam dunia ekonomi (bisnis) mencuat kembali. CSR tidak lagi ditempatkan dalam ranah sosial dan ekonomi sebagai imbauan, tetapi masuk ranah hukum yang ‘memaksa’ perusahaan ikut aktif memperbaiki kondisi dan taraf hidup masyarakat. Disahkannya Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas (RUU PT) telah menuai pro-kontra, terutama terhadap Pasal 74 tentang Aturan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang rumusannya, “perseroan di bidang/berkaitan dengan SDA wajib melaksanakan CSR… Perseroan yang tidak melaksanakan wajib CSR dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Yang dimaksud SDA adalah sumber daya alam, sedangkan CSR adalah corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial korporat/perusahaan.Tanggung jawab sangat terkait dengan hak dan kewajiban, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kesadaran tanggung-jawab. Ada dua bentuk kesadaran: Pertama, kesadaran yang muncul dari hati nurani seseorang yang sering disebut dengan etika dan moral. Kedua, kesadaran hukum yang bersifat paksaan berupa tuntutan-tuntutan yang diiringi sanksi-sanksi hukum. Hukum Islam Al-Qur’an adalah suatu ajaran yang berkepentingan terutama untuk menghasilkan sikap moral yang benar bagi tindakan manusia. 1

Upload: farid-wajdi

Post on 26-Jun-2015

98 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: CSR Syariah

CSR Syariah

Setelah tenggelam sekian lama, kini ide untuk memasukan etika ke dalam dunia ekonomi

(bisnis) mencuat kembali. CSR tidak lagi ditempatkan dalam ranah sosial dan ekonomi sebagai

imbauan, tetapi masuk ranah hukum yang ‘memaksa’ perusahaan ikut aktif memperbaiki kondisi

dan taraf hidup masyarakat. Disahkannya Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas (RUU

PT) telah menuai pro-kontra, terutama terhadap Pasal 74 tentang Aturan Tanggung Jawab Sosial

dan Lingkungan, yang rumusannya, “perseroan di bidang/berkaitan dengan SDA wajib

melaksanakan CSR… Perseroan yang tidak melaksanakan wajib CSR dikenai sanksi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan”. Yang dimaksud SDA adalah sumber daya alam,

sedangkan CSR adalah corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial

korporat/perusahaan.Tanggung jawab sangat terkait dengan hak dan kewajiban, yang pada

akhirnya dapat menimbulkan kesadaran tanggung-jawab. Ada dua bentuk kesadaran: Pertama,

kesadaran yang muncul dari hati nurani seseorang yang sering disebut dengan etika dan moral.

Kedua, kesadaran hukum yang bersifat paksaan berupa tuntutan-tuntutan yang diiringi sanksi-

sanksi hukum.

Hukum Islam

Al-Qur’an adalah suatu ajaran yang berkepentingan terutama untuk menghasilkan sikap

moral yang benar bagi tindakan manusia. “Moral” menurut intelektual asal Pakistan Fazlur

Rahman (2000: 354), merupakan esensi etika al-Qur’an yang akhirnya menjadi esensi hukum

dalam bentuk perintah dan larangan. Nilai-nilai moral adalah poros penting dari keseluruhan

sistem yang menghasilkan hukum. Dalam aktivitas kehidupannya, umat Islam dianjurkan

mengutamakan kebutuhan terpenting (mashlahah) agar sesuai dengan tujuan syariat (maqashid

al-syari’ah). Mengikuti al-Syatibi, M. Fahim Khan, (1992: 195), mengatakan mashlahah adalah

pemilikan atau kekuatan barang/jasa yang mengandung elemen dasar dan tujuan kehidupan umat

manusia di dunia ini (dan peroleh pahala untuk kehidupan akhirat). Maslahah ini tidak bisa

dipisahkan dengan maqashid al-syari’ah. Al-‘Izz al-Din bin Abd al-Salam diikuti Sobhi

Mahmassani (1977: 159), mengutarakan maqashid al-syari’ah ialah perintah-perintah yang pada

1

Page 2: CSR Syariah

hakikatnya kembali untuk kemaslahatan hamba Allah dunia dan akhirat. Abu Ishaq al-Syatibi (w.

790 H) dalam al-Muwafaqat, tujuan pokok syari’at Islam terdiri atas lima komponen:

pemeliharaan agama (hifdh al-din), jiwa (hifdh al-nafs), akal (hifdh al-aql), keturunan (hifdh

nasl) dan harta (hifdh al-maal). Lima komponen pokok syari’ah itu disesuaikan dengan tingkat

kebutuhan dan kepentingan manusia (mashlahah), yaitu kebutuhan primer (dharuriyyah),

skunder (hajiyyah) dan tertier (tahsiniyyah).

Dalam konteks ini, kebutuhan primer (dharuriyyah) adalah sesuatu yang harus ada untuk

mewujudkan kemaslahatan agama dan dunia. Jika kebutuhan itu hilang, maka kemaslahatan

manusia sulit terwujud. Bahkan, dapat menimbulkan keruksakan, kekacauan dan kehancuran.

Skunder (hajiyyah) adalah segala hal yang dibutuhkan untuk memberikan kelonggaran dan

mengurangi kesulitan yang biasanya menjadi kendala dalam mencapai tujuan. Sedangkan tertier

(tahsiniyyah) ialah melakukan tindakan yang layak menurut adat dan menjauhi perbuatan-

perbuatan ‘aib yang ditentang akal sehat. Tujuan syari’ah itu dapat menentukan tujuan perilaku

konsumen dalam Islam dan tercapainya kesejahteraan umat manusia (maslahah al-‘ibad). Semua

barang dan jasa yang dapat memiliki kekuatan untuk memenuhi lima komponen pokok (dharury)

telah dapat dikatakan memiliki maslahat bagi umat manusia.

Lebih lanjut, Khan (1992: 195), mengutarakan semua kebutuhan tidak sama penting.

Kebutuhan itu meliputi: tingkat di mana lima elemen pokok di atas dilindungi secara baik;

tingkat di mana perlindungan lima elemen pokok di atas, dilengkapi untuk memperkuat

perlindungannya dan tingkat di mana lima element pokok di atas secara sederhana diperoleh

secara jelas. Berkaitan dengan corporate sosial responsibility (CSR), kelima komponen itu perlu

mendapat fokus perhatian. Dalam skala primer, perusahaan atau badan-badan komersial perlu

menghargai agama yang dianut masyarakat. Jangan sampai kepentingan masyarakat terhadap

agamanya diabaikan, seperti perusahaan yang mengabaikan atau mengganggu peribadatan warga

setempat. Bahkan, semestinya pihak perusahaan atau badan-badan komersial harus mampu

mengembangkan jiwa usahanya dengan spiritualitas Islam.

Dalam pemeliharaan jiwa seperti makan dan minum ditujukan agar hidup dapat lebih

bertahan dan mencegah ekses kepunahan jiwa manusia. Ironisnya, kini, banyak perusahaan air

mineral telah menyebabkan kekeringan air di daerah atau kondisi udara di Jakarta telah

2

Page 3: CSR Syariah

mengandung zat pencemar udara yang sebagian besar sulfur dioksida, karbon monoksida,

nitrogen dioksida dan partikel debu. Sekitar 70 persen polusi udara di Jakarta akibat asap

transportasi. Menurut staff pengajar Fakultas Teknologi Kelautan Universitas Darma Persada

Jakarta Agung Sudrajad (Inovasi, Vol. 5, 2005), di Jakarta pertambahan kendaraan tercatat 8.74

persen per tahun sementara prasarana jalan meningkat 6.28 persen per tahun. Ini tentu

menambah semakin terpuruknya kondisi lingkungan udara kita. Begitu juga, pihak korporasi

harus mampu menjaga keutuhan dan kehormatan (rumah tangga) warga masyarakat terkait atau

internal perusahaan. Perusahaan dilarang memberikan ekses negatif dalam kegiatannya yang

akan mengganggu rusaknya akal pikiran manusia. Islam melarang umatnya mengkonsumsi atau

memproduksi makanan dan minuman yang dapat merusak akal karena akan mengancam

eksistensi akalnya.

Dalam pemeliharaan harta, transaksi jual beli harus dilakukan secara halal. Jika tidak,

maka eksistensi harta akan terancam, baik pengelolaan atau pemanfaatannya. Karena itu, pihak

perusahaan dilarang melakukan kegiatan yang secara jelas melangar aturan syara’.

Dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR),

maqashid as-yari’ah ditujukan agar pelaku usaha atau pihak perusahaan mampu menentukan

skala prioritas kebutuhannya yang terpenting. Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya

diorientasikan untuk jangka pendek, tetapi juga jangka panjang dalam mencapai ridha Allah.

Kegiatan ekonomi tidak saja melibatkan aspek materi, tapi juga kualitas keimanan seorang

hamba kepada Allah Swt.

Oleh karena itu, konsep pembanguan yang melibatkan maqashid as-yari’ah dimaksudkan

agar terbentuk pribadi-pribadi muslim yang memiliki keimanan dan ketakwaan. Tentu saja sikap

ini tidak saja didapatkan dari lubuk hati yang dalam. Tetapi, dilandasi juga dari kesadaran

manusia untuk melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba-Nya. Kewajiban

mengaplikasikan tanggung jawab seorang hamba untuk melakukan kejujuran, kebenaran,

kebajikan dan kasih sayang terhadap seluruh data kehidupan aktual. Islam mengajarkan tanggung

jawab agar mampu mengendalikan diri dari tindakan melampaui batas kewajaran dan

kemanusiaan. Tanggung jawab ini mencakup tanggung jawab kepada Allah, kepada sesama dan

lingkungannya.

3

Page 4: CSR Syariah

MENGGERAKKAN SEKTOR RIEL LEWAT PERAN SOSIAL PERUSAHAAN

CSR atau disebut dengan Corporate Social Responsibility merupakan suatu tanggung

jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar perusahaan, fungsi CSR tidak hanya

sebagai suatu kewajiban menjalankannya saja, namun berproses kepada dampak yang lebih

dalam lagi yakni bagaimana CSR bisa menuntaskan kemiskinan dan berhasil menggerakan

sektor reil, namun perlu dikaji lagi apabila perusahaan telah menjalankan fungsi CSR ini ada

baiknya pemerintah untuk mengurangi pajak sama perlakukannya seperti zakat, dimana CSR

secara nyata telah membangun suatu daerah apalagi daerah tersebut merupakan daerah tempatan

tempat perusahaan tersebut beroperasi.

Oleh sebab itu ada baiknya CSR harus dikelola secara baik dan benar, dimana

penempatan CSR tersebut harus berimbang, 20 % untuk pendidikan, 30 % untuk pembangunan

daerah setempat dan selebihnya untuk menggerakkan sektor riel, dimana keuntungan yang

diperoleh dari kredit bergulir tersebut harus digulirkan lagi tidak boleh dianggap sebagai laba

perusahaan namun diakumulasikan dengan dana CSR untuk tahun depan apabila konsep ini

dijalankan untuk seluruh perusahaan di Indonesia makaa dipastikan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi Indonesia hanya sebesar 7 % yang tentunya menciptakan pengurangan pengangguran

sebesar 300 – 400 ribu orang angkatan kerja baru.

Konsep Penggerakan Sektor Riel

Dengan adanya program CSR tentunya dapat menghidupkan sektor riel, dengan memberikan

dananya yang dapat dilakukan dengan dua cara :

1. Konsep pertama

Bekerjasama dengan pihak perbankan lewat penempatan dana CSR dengan penempatan

deposito sebagai jaminan untuk disalurkan kepada sektor riel, dimana pihak perbankan harus

menyalurkan kredit dengan bunga sebesar SBI yakni sebesar 10 % - 11 %. Pihak perbankan

menyalurkan dengan sangat selektif dengan memperhatikan aspek kelayakan (4 C) tanpa

Collateral si debitur yakni jaminan fixed asset si nasabah tersebut , nah keuntungan dari bunga

yang diperoleh harus diputar kembali untuk menyalurkan kredit yang baru, sedangkan apabila

tejadi default kepada debitur dikarenakan faktor-faktor binis dan ekonomi dan bencana alam

maka pihak bank dapat membreak deposito tersebut sebagai jaminan. Pihak bank harus

4

Page 5: CSR Syariah

memberikan laporan setiap 6 bulan tentang perkembangan nasabah, sebagai bentuk tanggung

jawab pihak bank dalam memberikan kredit kepada nasabah, serta menghindari side streaming

pemberian kredit kepada debitur.

2. Konsep Kedua

Bekerjasama dengan pihak perbankan lewat penempatan dana CSR yakni 30 % sebagai

bentuk deposito dan 70 % lewat giro. 70 % ini diberikan dalam bentuk tunai lewat kredit dan 30

% dalam bentuk deposito sebagai dana jaga-jaga dimana bunga dari deposito tidak dianggap

sebagai pendapatan perusahaan namun diputar kembali dalam bentuk tunai ditambah dengan

fixed asset si debitur, untuk besar bunga sebesar SBI 10 % -11 %. Dalam hal ini pihak

perusahaan memberikan referensi kepada Bank, terhadap perusahaan lokal yang hanya

mengerjakan proyek-proyek di lingkungan perusahaan PT. X, dimana perusahaan lokal tersebut

sudah berhubungan lama dengan perusahaan dalam mengerjakan projek paling tidak sudah 2

tahun. Perusahaan lokal tersebut dapat kredit dalam bentuk tunai 100 %, dan dia hanya

memberikan assetnya hanya sebesar 70 %

contoh illustrasi :

PT. A dalah kontraktor PT. X bermaksud mengerjakan proyek di lingkungan PT. X sebesar Rp.

100 Juta maka PT. A dapat uang tunai dari Bank X sebesar Rp. 100 Juta dengan fixed asset

senilai Rp. 70 Juta.

3. Konsep Ketiga

Perusahaan secara langsung mengelola CSR lewat divisi CSR dengan menyalurkan kredit

lunak kepada sektor UKM, pihak divisi CSR dapat melakukan analis kredit dan verifikasi

terhadap sektor UKM dengan memperhatikan aspek-aspek kelayakan nasabah UKM tersebut,

yakni kepada UKM-UKM lokal yang harus diberdayakan. Untuk mengindari adanya side

streaming dalam penggunaan dana tersebut, pihak CSR harus melihat kondisi UKM tersebut

misalnya telah menjadi rekanan pengerjaan kontraktor PT. X atau UKM yang telah menjalankan

usahanya selama 2 tahun, sedangkan untuk menghindari adanya kredit macet dari CSR yang ada,

maka pihak divisi CSR PT. X meminta collateral sebesar 60 % – 70 % , meminta collateral ini

sebagai itikat baik dari si UKM dalam mengelola amanah yang diberikan. Keuntungan dari

penyaluran kredit tersebut dapat digulirkan kembali kepada sektor riel lainnya dalam bentuk

kredit.

5