daftar isi - sinta.unud.ac.id · zaman globalisasi kejahatan yang beredar semakin marak terjadi di...
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN ...................................................................... i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR ......................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIANPENGUJI SKRIPSI ...................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN............................................................ viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
ABSTRAK ....................................................................................................... xii
ABSTRACT ....................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5
1.3 Ruang Lingkup Masalah ................................................................ 6
1.4 Orisinalitas Penelitian .................................................................... 6
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
1.5.1 Tujuan Umum ....................................................................... 7
1.5.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 8
1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
1.6.1 Manfaat Teoritis .................................................................... 8
1.6.2 Manfaat Praktis ..................................................................... 8
1.7 Landasan Teoritis ........................................................................... 9
1.8 Metode Penelitian ........................................................................... 16
1.8.1 Jenis Penelitian ...................................................................... 16
1.8.2 Jenis Pendekatan ................................................................... 16
1.8.3 Sifat Penelitian ...................................................................... 17
1.8.4 Data dan Sumber Data ........................................................... 18
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 18
1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian .................................... 19
1.8.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data................................... 19
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM PERADILAN
PIDANA ANAK DAN ANAK YANG BERKONFLIK
DENGAN HUKUM
2.1 Sistem Peradilan Pidana Anak ..................................................... 20
2.1.1 Pengertian Sistem Peradilan Pidana .................................... 20
2.1.2 Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak .......................... 25
2.2 Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum ....................................... 27
2.2.1 Pengertian Anak .................................................................. 27
2.2.2 Pengertian Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum ........... 30
2.3 Tindak Pidana Anak ..................................................................... 31
2.3.1 Pengertian Tindak Pidana ................................................... 31
2.3.2 Pengertian Tindak Pidana Anak .......................................... 34
BAB III PEMBINAAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN
HUKUM DI LPKA KLAS IIB KARANGASEM
3.1 Data Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Di LPKA Klas
IIB Karangasem .......................................................................... 36
1.2 Pelaksanaan Pembinaan Anak Yang Berkonflik Dengan
Hukum di LPKA Klas IIB Karangasem...................................... 41
BAB IV HAMBATAN LPKA KLAS IIB KARANGASEM DALAM
MELAKSANAKAN PEMBINAAN ANAK YANG BERKONFLIK
DENGAN HUKUM
4.1 Faktor Penghambat Dalam Penyelenggaraan Efektivitas
Pembinaan Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum ................... 55
4.2 Upaya Yang Dilakukan LPKA Klas IIB Karangasem Untuk
Meminimalisir Faktor Penghambat Dalam Pembinaan Anak
Yang Berkonflik Dengan Hukum ............................................... 57
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 60
5.2 Saran ............................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN
TINJAUAN TERHADAP PEMBINAAN ANAK YANG BERKONFLIK
DENGAN HUKUM DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KLAS
IIB KARANGASEM
Oleh :
Aditya Saputra
ABSTRAK
Lembaga pembinaan khusus anak, sebagai bagian akhir sistem peradilan
pidana anak mempunyai tugas melaksanakan pembinaan terhadap anak selama
menjalani masa pidana. Permasalahan yang diteliti ialah bagaimana kondisi antara
das sein dan das sollen pelaksanaan pembinaan terhadap anak yang berkonflik
dengan hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas IIB Karangasem, dan
hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan pembinaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris.
Sumber data dalam penelitian ini, yaitu data primer diperoleh secara langsung dari
penelitian lapangan berupa keterangan dari pihak yang terkait dalam penelitian,
sedangkan data sekunder berasal dari penelitian pustaka melalui peraturan
perundang – undangan, buku, dan dokumen hukum resmi.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembinaan
terhadap anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas IIB Karangasem
mengacu pada Proses Bisnis Pemasyarakatan Khusus Anak yang dijadikan dasar
bagi petugas pemasyarakatan dalam memberikan program pembinaan.
Kenyataannya dilapangan, beberapa program pembinaan yang dijabarkan dalam
Proses Bisnis Pemasyarakatan Khusus Anak tidak dapat diterapkan secara
maksimal. Hambatan yang dialami dalam melaksanakan pembinaan, yaitu
peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan pembinaan cendrung berubah
dalam waktu tidak terlalu lama, minimnya fasilitas serta tenaga pengajar
pembinaan, tidak tersedianya pendidikan formal, tidak terlaksananya program
asimilasi eksteren, dan masyarakat masih cendrung memberikan stigma negatif
terhadap mantan narapidana anak. Saran yang didapat berdasarkan penelitian ini,
yaitu dalam melaksanakan pembinaan wajib dilakukan kordinasi secara terpadu
antara instansi pemerintah serta lembaga yang terkait dengan pelaksanaan
pembinaan dan diperlukan penambahan tenaga pembina, serta fasilitas penunjang
pelaksanaan pembinaan.
Kata Kunci : Pembinaan, Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum, Lembaga
Pembinaan Khusus Anak
REVIEW OF COACHING FOR CHILDREN IN CONFLICT WITH THE
LAW IN CLASS IIB ON CHILDREN COACHING INSTITUTION
KARANGASEM
By :
Aditya Saputra
ABSTRACT
Children coaching institution as the final part of the juvenile criminal justice
system has the task of coaching children during their confinement period. The
problems studied is how the condition of das sein and das sollen in the coaching
of children in conflict with the law occur at Class IIB Children Coaching
Institution in Karangasem, and the obstacles encountered in implementing
coaching.
The research method used in this study is empirical legal research. The source
of the data in this study contains of primary data obtained directly from field
research in the form of statements from the parties involved in this study, while
secondary data derived from literature research through legislations, books, and
official legal documents.
From the result of the research, it can be concluded that the implementation of
coaching in Children Coaching Institute Class IIB in Karangasem refer to the
Children Correctional Business Process as the base for staff give coaching
program. In reality, some coaching program stated in Children Correctional
Business Process can’t be applied maximally. There are some obstacles
experienced in coaching implementation such as, coaching regulation tend to
change too fast in short time, minimum facilities and teaching staffs, formal
education isn’t available, external assimilation is not applicable and negative
stigma from society about ex-child convict. Suggestions based on this research
are there needs to be a coordination between government and institution in
coaching implementation, additional coaching staffs is needed as well as more
coaching implementation facilities.
Keywords : Coaching, Children in conflict with the law, Children Coaching
Institution
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.
Anak merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai calon generasi
penerus bangsa yang masih dalam masa perkembangan fisik dan mental.
Pengaturan mengenai hak anak tercantum dalam Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab XA Pasal 28B ayat 2 yang secara tegas
memberikan jaminan kepada setiap anak di Negara Indonesia atas
keberlangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Hak anak yang diatur dalam batang tubuh konstitusi Negara Indonesia
khususnya pada Bab XA Pasal 28B ayat 2 Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, tidak saja dimaksudkan untuk melindungi anak, tetapi
juga sebagai pernyataan sikap dan kesadaran bangsa Indonesia akan peran
strategis dan arti penting anak bagi keberlangsungan bangsa dan Negara
Indonesia.1
Zaman globalisasi kejahatan yang beredar semakin marak terjadi di sejumlah
kota – kota besar di Negara Republik Indonesia, bahkan seluruh dunia. Banyak
berbagai variasi dan motif kejahatan yang beragam pada masa ini, sehingga
pelaku dari kejahatan tidak hanya dari kalangan orang dewasa saja, melainkan
dari kalangan anak remaja atau anak yang usianya belum dewasa dapat melakukan
kejahatan.
1Azis Syamsudin, (Wakil Ketua Komisi III DPR RI), 2012, Makalah tentang
Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Undang – Undang Nomor: 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Jakarta, h.1.
Mental anak yang masih dalam tahap pencarian jati diri, kadang mudah
terpengaruh dengan situasi dan kondisi lingkungan disekitarnya, sehingga
jika lingkungan tempat anak berada tersebut buruk atau kurang baik, maka
dapat mempengaruhi pada tindakan anak yang mengarah terhadap
pelanggaran hukum. Tindak pidana pada anak – anak, dapat dikategorikan
sebagai suatu bentuk penyimpangan dari tingkah laku anak atau dikenal
sebagai kenakalan pada anak – anak.2
Timbulnya kenakalan pada anak tersebut, dapat disebabkan baik karena
kurangnya kasih sayang, perhatian, perlindungan, pembinaan, maupun
pengawasan terhadap anak terutama oleh orang tua. Keadaan diri anak yang tidak
memadai, secara sengaja maupun tidak sengaja sering menyebabkan anak
melakukan tindakan atau berperilaku yang dapat merugikan dirinya sendiri dan
masyarakat.
Penyimpangan tingkah laku pada anak atau kenakalan pada anak disebabkan
oleh berbagai faktor antara lain yaitu, dampak negatif dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, serta perubahan gaya dan
cara hidup sebagian orang tua, akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak sehingga pada akhirnya akan membawa perubahan sosial
yang mendasar terhadap pola pikir, perilaku, serta kepribadian anak itu
sendiri. Fakta menunjukan bahwa semua tipe kejahatan remaja itu semakin
bertambah jumlahnya dengan semakin lajunya perkembangan industrialisasi
dan urbanisasi.3
Berikut ini adalah kasus pencurian yang dilakukan oleh anak yang terjadi di
wilayah hukum Kabupaten Badung. Hari Sabtu tanggal 09 April 2016 sekitar
pukul 04.00 wita, telah terjadi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak
berinisial EU berumur 16 (enam belas) tahun asal Lombok Tengah NTB yang
merupakan seorang buruh. Saat melakukan tindak pidana pencurian terdakwa
dibantu oleh temannya yang berinisial AT (belum tertangkap).
2 Maidin Gultom, 2010, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak Di Indonesia, Cetakan ke dua, PT Refika Aditama, Bandung, h.55.
3 Kartini Kartono, 1998, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h.3.
Terdakwa melakukan pencurian pada Counter HP yang terletak di Jalan
Pratama, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
Terdakwa masuk kedalam Counter HP tersebut dengan cara memanjat tembok
yang berada dibelakang Counter HP, lalu terdakwa menjebol atap plapon Counter
HP tersebut. Tersangka lalu memotong kabel CCTV sedangkan AT (belum
tertangkap) tinggal dibawah untuk mengawasi situasi. Alat yang digunaka dalam
melakukan kejahatannya yaitu : Gergaji Kayu, Tang, Obeng, Pahat, Penutup
wajah. Adapun barang yang terdakwa ambil di dalam Counter HP yaitu :
- 5 (lima) buah HP merek Advan;
- 1 (satu) buah Tab merek Advan;
- 3 (tiga) buah HP merek Asus;
- 12 (dua belas) buah Batrey Samsung;
- 3 (tiga) buah Batrey Advan;
- 2 (dua) buah Batrey Asus;
- 7 (tujuh) buah Charger HP Samsung;
- 4 (empat) buah Charger HP Advan;
- 4 (empat) buah HP Charger HP Asus;
- 17 (tujuh belas) Handset;
- 15 (lima belas) Kabel data dan 23 (dua puluh tiga) koyak HP berbagai merek.
Berdasarkan Putusan Pengadilan Anak pada Pengadilan Negeri Denpasar
Nomor 12/Pid.Sus.Anak/2016/PN Dps, EU dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua)
bulan dan 15 (lima belas) hari yang disebabkan, karena perbuatan EU
menimbulkan kerugian bagi korban dan meresahkan masyarakat.
Anak yang telah dijatuhi putusan oleh hakim, akan ditampung pada Lembaga
Pemasyarakatan untuk lebih memantapkan upaya pembinaan dan pemberian
bimbingan terhadap anak. Dalam melaksanakan ketentuan Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak, Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIB Gianyar yang terletak pada
Kabupaten Karangasem, berubah menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Klas IIB Karangasem berdasarkan Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-09.OT.01.02 Tahun 2014 Tentang
Penetapan Sementara Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) / Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Sebagai Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) / Lembaga
Penempatan Anak Sementara (LPAS). Perubahan nomenklatur tersebut bertujuan
sebagai bentuk kepedulian seluruh bangsa Indonesia terhadap pemenuhan hak dan
perlindungan anak Indonesia, agar anak yang berkonflik dengan hukum tetap
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal demi mewujudkan hukum yang
ramah anak.
Lembaga Pembinaan Khusus Anak sebagai bagian akhir dari sistem peradilan
pidana anak mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan,
pelatihan keterampilan, pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan,
dan pelatihan terhadap anak yang telah dijatuhi hukuman pidana.4
Pembinaan anak di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya
disebut dengan (LPKA) menjadi perhatian yang sangat besar, mengingat anak
sebagai generasi penerus bangsa yang masih dalam masa pertumbuhan dan
4 M. Nasir Djamil, 2013, Anak Bukan Untuk Di Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.167.
perkembangan mental maupun fisik, maka harus dibina dengan baik agar berguna
bagi nusa dan bangsa. Harapan dari LPKA sebagai bagian akhir dari proses sistem
peradilan pidana anak khususnya LPKA Klas IIB Karangasem, yaitu hasil output
dari pembinaan anak yang berkonflik dengan hukum, dapat membentuk
kepribadian anak menjadi individu yang lebih baik, bertanggung jawab, bermoral,
serta bermartabat, sehingga dapat mewujudkan efektifitas dari pembinaan untuk
menanggulangi terjadinya pengulangan tindak pidana atau residivis.
Keberhasilan suatu sistem peradilan pidana dalam menanggulangi kejahatan
tidak hanya diukur dari adanya seperangkat norma hukum yang dijadikan
landasannya, melainkan harus dilihat sampai seberapa jauh norma tersebut
diaplikasikan dalam kenyataannya. Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
penulis tertarik untuk mengangkat skripsi yang berjudul “TINJAUAN
TERHADAP PEMBINAAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM
DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KLAS IIB KARANGASEM”
1.2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah antara das sein dan das sollen pelaksanaan pembinaan
terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di LPKA Klas IIB
Karangasem ?
2. Apa yang menjadi hambatan LPKA Klas IIB Karangasem dalam
melaksanakan pembinaan anak yang berkonflik dengan hukum ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah.
Dalam setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan tentang materi
yang diuraikan, hal ini disebabkan untuk mencegah agar materi yang dibahas
tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka ruang lingkup yang akan
dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Pembahasan terhadap permasalahan pertama dibatasi pada pelaksanaan
pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di LPKA Klas IIB
Karangasem.
Permasalahan kedua, dibatasi pada faktor – faktor yang menjadi
penghambat pelaksanaan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan
hukum di LPKA Klas IIB Karangasem.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul TINJAUAN
TERHADAP PEMBINAAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM
DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KLAS IIB KARANGASEM”
adalah sepenuhnya hasil dari pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis
sendiri dengan menggunakan 2 (dua) skripsi sebagai referensi. Beberapa
penelitian yang di telusuri berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan
sebagai berikut :
NO Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1. Resosialisasi Narapidana Anak
Berkaitan dengan Efektifitas
Pola Pembinaan Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan
Anak Klas II B Tanjung Pati
Sumatera Barat
ARIS
IRAWAN 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk
pola pembinaan narapidana anak
di Lembaga Pemasyarakatan
Anak Klas II B Tanjung Pati
dalam memenuhi upaya
resosialisasi narapidana anak ?
2. Bagaimanakah penerapan bentuk-
bentuk pola pembinaan
narapidana anak di Lembaga
Pemasyarakatan Anak Klas II B
Tanjung Pati berkaitan dengan
upaya resosialisasi narapidana
anak ?
3. Bagaimanakah bentuk evaluasi
yang dilakukan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Anak Klas II B
Tanjung Pati terhadap efektifitas
atau tidaknya upaya
resosialisasiyang diterapkan
melalui pola pembinaan
narapidana anak ?
2. Peranan Lembaga
Pemasyarakatan Dalam
Perspektif Kesatuan Konsep
Sistem Peradilan Pidana (Studi
Kasus Pembinaan Anak Pidana
di Lembaga Pemasyarakatan
Anak Kutoarjo)
MEGA
PRIHART
ANTI
1. Bagaimana peran Lembaga
Pemasyarakatan dalam
pembinaan anak di Lembaga
Pemasyarakatan Anak Kutoarjo
menurut persepektif kesatuan
konsep sistem peradilan pidana ?
2. Benarkah keberadaan Lembaga
Pemasyarakatan Anak Kutoarjo
dalam melaksanakan peranannya
telah mewujudkan tujuan akhir
sistem peradilan pidana?
1.5. Tujuan Penelitian.
Dalam suatu penulisan yang bersifat ilmiah, biasanya mempunyai suatu tujuan
yang sangat penting dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Demikian
pula dengan penulisan skripsi ini, yang juga mempunyai tujuan umum dan tujuan
khusus antara lain :
1.5.1. Tujuan Umum.
Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu untuk
memperoleh pemahaman mengenai efektivitas LPKA Klas IIB Karangasem
dalam memberikan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
1.5.2. Tujuan Khusus.
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis antara das sein dan das sollen
pelaksanaan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di
LPKA Klas IIB Karangasem.
2. Untuk mengidentifikasi hambatan – hambatan LPKA Klas IIB Karangasem
dalam melakukan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
1.6. Manfaat Penelitian.
Dalam suatu penulisan yang bersifat ilmiah, biasanya disamping mempunyai
suatu tujuan, juga mempunyai manfaat yang sangat penting bagi diri sendiri dan
orang lain. Demikian pula dengan penulisan skripsi ini, yang mempunyai dua
manfaat yaitu :
1.6.1. Manfaat Teoritis.
Sumbangan Ilmu Pengetahuan dalam bidang Sistem Peradilan Pidana Anak
mengenai pembinaa terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di LPKA
Klas IIB Karangasem
Membantu perkembangan dalam mengevaluasi efektivitas pelaksanaan
pidana pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
1.6.2. Manfaat Praktis.
Agar pemerintah memahami bahwa anak itu merupakan korban sebagai pelaku
dari tindak pidana, sehingga pemerintah diharapkan dapat lebih mengerti tentang
sistem pemidanaan anak yang mempunyai tujuan mendidik dan peran serta
pemerintah dalam melengkapi fasilitas – fasilitas yang menunjang pelaksanaan
pidana pembinaan anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Dengan adanya
informasi tersebut diharpkan juga dapat memberitahu kepada masyarakat untuk
selalu membantu dari segi pengawasan.
1.7. Landasan Teoritis.
Mulyatno dalam Teguh Prasetyo, mendefinisikan perbuatan pidana (strafbaar
feit) yaitu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang
hukum di mana pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana.5
Pelaku tindak pidana tidak hanya dilakukan oleh kalangan orang dewasa saja,
melainkan dari kalangan anak – anak juga bisa melakukan tindak pidana. Dalam
ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan batas umur anak yang dapat diadili
dalam sidang anak, yaitu anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi
belum berumur 18 (delapan belas) tahun.
Orang dewasa yang melakukan suatu tindak pidana pasti mempunyai
motivasi atau faktor pendorong yang menyebabkannya melakukan tindak
pidana. Sama halnya dengan anak – anak yang melakukan tindak pidana,
mereka juga memiliki motivasi atau faktor pendorong untuk melakukan
tindak pidana. Berkaitan dengan hal ini Nashriana menyatakan, bahwa latar
belakang anak melakukan kenakalan, tentu tidak sama dengan latar belakang
orang dewasa dalam melakukan kejahatan.6
Romli Atmasasmita dalam Wagiati Soetodjo, memberikan pendapatnya
mengenai motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari kenakalan anak :
1. Yang termasuk motivasi intrinsik dari pada kenakalan anak adalah yaitu :
a. Faktor intelegensi;
b. Faktor usia;
c. Faktor kelamin dan Faktor kedudukan anak dalam keluarga.
5 Teguh Prasetyo, 2012, Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.48.
6 Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Rajawali Pers,
Jakarta, h.35.
2. Yang termasuk motivasi ekstrinsik adalah yaitu :
a. Faktor rumah tangga;
b. Faktor pendidikan dan sekolah;
c. Faktor pergaulan anak dan media masa.7
Dalam fakta dan kenyataannya yang terjadi di dalam masyarakat, hampir
sebagian orang tua tidak menyadari bahwa anak yang dibesarkan dalam suasana
konflik cenderung mengalami keresahan jiwa yang dapat mendorong anak
melakukan tindakan negatif, hal ini dapat di kategorikan sebagai kenakalan anak
(juvinile delinquency).
Kenakalan anak bukan hanya merupakan gangguan keamanan dan ketertiban di
tatanan masyarakat, tetapi juga mengancam masa depan bangsa dan negara. Yang
dimaksud dengan anak nakal ialah anak :
a. Melakukan tindak pidana.
b. Yang tidak dapat diatur dan tidak taat kepada orang tua/ wali/ pengasuh.
c. Yang sering meninggalkan rumah tanpa izin/ sepengetahuan orang tua/ wali/
pengasuh.
d. Yang bergaul dengan penjahat – penjahat atau orang – orang yang tidak
bermoral, sedangkan anak tersebut mengetahui hal itu.
e. Yang kerap kali mengunjungi tempat – tempat yang terlarang bagi anak.
f. Yang sering mempergunakan kata – kata kotor.
g. Yang melakukan tindak perbuatan yang mempunyai akibat tidak baik bagi
perkembangan pribadi, sosial, rohani, dan jasmanai anak itu8
Kenakalan anak sebenarnya dapat dicegah dengan mengefektifkan hubungan
yang harmonis antara orang tua dengan anak. Hakikat yang terkandung dalam
setiap proses hubungan antara orang tua dan anak, seyogianya ada 4 (empat)
unsur yang selalu tampil dalam setiap proses interaksi antara orang tua dengan
anak, yaitu:
7 Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, h.17.
8 Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Offset Alumni, Bandung, h.135.
a. Pengawasan melekat.
Pengawasan melekat terjadi melalui perantara keyakinan anak terhadap
suatu hal. Pengawasan tipe ini meliputi usaha penginternalisasian nilai dan
norma yang dikaitkan erat dengan pembentukan rasa takut, rasa bersalah
pada diri anak melalui proses pemberian pujian dan hukuman oleh orang tua
atas perilaku anak yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki;
b. Pengawasan tidak langsung.
Pengawasan tidak langsung melalui penanaman keyakinan pada diri anak,
agar timbul perasaan dan kehendak untuk tidak melukai atau membuat malu
keluarga, melalui keterlibatan anak pada perilaku yang bertentangan dengan
harapan orang tua dan keluarga. Jenis pengawasan ini sangat menentukan
adanya pembentukan rasa keterikatan anak pada orang tua dan keluarga;9
c. Pengawasan langsung.
Pengawasan langsung lebih menekankan pada larangan dan pemberian
hukuman pada anak. Misalnya aturan – aturan tentang penggunaan waktu
luang sebaik – sebaiknya, baik pada saat orang tua tak ada di rumah maupun
pada saat anak di luar rumah. Memilih teman – teman bermain sesuai
dengan perkembangan jiwa yang sehat pada anak dan tidak membahayakan
diri anak di luar rumah.
d. Pemuasan kebutuhan.
Pemuasan kebutuhan berkaitan dengan kemampuan orang tua dalam
mempersiapkan anak untuk sukses, baik di sekolah, dalam pergaulan dengan
teman – teman sebayanya maupun di masyarakat luas.10
Teori yang dapat di pergunakan dalam menganalisis permasalahan –
permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan oleh anak – anak
atau penyebab timbulnya suatu kenakalan anak – anak (juvinile delinquency)
diantaranya, yaitu :
Differential Association Theory.
Sutherland menemukan istilah differential association, untuk menjelaskan
proses belajar tingkah laku kriminal melalui interaksi sosial. Rasio dari definisi
atau pandangan tentang kejahatan ini, apakah pengaruh kriminal atau non-
9 Paulus Hadisuprapto, 1997, Juvenile Delinquency (Pemahaman dan
Penanggulangannya), Citra Aditya Bakti, Bandung, h.132.
10 Ibid, h.133.
kriminal lebih kuat dalam kehidupan seseorang menentukan ia menganut atau
tidak kejahatan sebagai satu jalan hidup yang diterima.11
Prinsip kunci (key principle) dari differential association, yaitu mempelajari
tingkah laku kriminal bukanlah semata – mata persoalan dengan kawan atau
teman yang buruk, tetapi mempelajari tingkah kriminal tergantung pada
beberapa banyak definisi yang kita pelajari yang menguntungkan untuk
pelanggaran hukum sebagai lawan dari definisi yang tidak menguntungkan
untuk melanggar hukum. Walaupun tingkah laku kriminal merupakan
ungkapan dari kebutuhan dan nilai umum, tingkah laku kriminal itu tidak
dijelaskan oleh kebutuhan dan nilai umum tersebut, karena tingkah laku non-
kriminal juga ungkapan dari kebutuhan dan nilai yang sama. Pencuri toko
mencuri untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang lain bekerja
untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Motif frustasi, nafsu untuk
mengumpulkan harta, status sosial, serta konsep diri yang rendah mendorong
orang akan melakukan kriminal atau non-kriminal. Dari teori tersebut pada
hakekatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan hal – hal yang
berkaitan dengan penyebab anak melakukan tindak pidana. 12
Hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai macam
tindakan yang menimbulkan kerugian fisik, mental, maupun sosial dalam berbagai
bidang kehidupan. Dalam hal ini, Pemerintah dan para penegak hukum wajib
menerapkan pelaksanaan sistem peradilan pidana anak, agar berjalan sesuai
dengan kondisi yang ada baik itu di lapangan maupun di luar lapangan.
Proses peradilan pidana anak merupakan suatu peradilan khusus yang
menangani perkara pidana anak. Sistem pelaksanaannya hampir sama seperti
hukum acara pidana pada umumnya, akan tetapi di khususkan hanya pada anak –
anak, yaitu mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, sidang pengadilan, dan tahap
pemasyarakatan wajib dilakukan oleh petugas profesional khusus yang memahami
tentang masalah anak.
11 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2012, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h.74.
12 Ibid, h.77.
Penyelesaian perkara anak nakal (juvenile delinquency), dalam hal ini hakim
wajib mempertimbangkan hasil laporan kemasyarakatan mengenai data pribadi,
maupun data keluarga dari anak yang bersangkutan, dengan adanya laporan
tersebut diharapkan hakim dapat memperoleh gambaran yang tepat dalam
memberikan putusan pemidanaan yang seadil – adilnya bagi anak, tanpa
mengesampingkan unsur kepentingan terbaik bagi anak.
Pemidanaan pada anak adalah suatu penjatuhan hukuman kepada anak yang
melakukan tindak pidana, dengan tujuan untuk mendidik dan menempa anak agar
menjadi pribadi yang disiplin. Seluruh komponen sistem peradilan pidana anak
diharapkan memberikan arahan yang tepat dalam pembinaan dan perlindungan
terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
Dalam mengoptimalkan upaya pembinaan dan pemberian bimbingan bagi anak
yang berkonflik dengan hukum yang telah mendapatkan putusan pengadilan,
maka anak tersebut akan ditampung pada LPKA sesuai dengan ketentuan Pasal 1
Angka (20) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pembinaan atau bimbingan merupakan sarana yang mendukung keberhasilan
negara menjadikan anak yang berkonflik dengan hukum menjadi anggota
masyarakat kembali. Kepribadian anak perlu dibina, untuk membangkitkan
rasa harga diri dan mengembangkan rasa tanggung jawab, serta
menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dalam masyarakat,
sehingga potensial menjadi manusia yang berpribadi dan bermoral tinggi.13
LPKA sebagai ujung tombak pelaksana pembinaan dan pembimbingan
terhadap anak, memiliki tujuan untuk mengembalikan anak yang berkonflik
dengan hukum sebagai warga masyarakat yang baik, serta bertujuan untuk
13 Maidin Gultom, Op.cit, h.172.
melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh
anak (residivis).
Hukum pidana mengenal teori penjatuhan pidana, ada tiga teori untuk
membenarkan penjatuhan pidana yaitu :
1. Teori absolute atau teori pembalasan (Vergeldings theorien)
Teori ini mengatakan, bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis,
seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung
unsur – unsur untuk dijatuhkan pidana. Pidana secara mutlak ada, karena
dilakukan suatu kejahatan. Pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya
sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, karena hakikat
suatu pidana adalah pembalasan. Dalam ajaran teori absolute terdapat
keyakinan yang mutlak atas pidana itu sendiri, sekalipun penjatuhan pidana
sebenarnya tidak berguna bahkan memiliki dampak yang lebih buruk
terhadap pelaku kejahatan. Tindakan pembalasan didalam penjatuhan
pidana mempunyai 2 (dua) arah yaitu :
Ditujukan pada penjahatnya (sudut subjektif )
Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam di kalangan masyarakat.14
2. Teori relative atau tujuan (Doeltheorien)
Teori ini berpangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakan
tata tertib (hukum) dalam masyarakat, sehingga dapat mencegah timbulnya
suatu kejahatan dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara.
Dalam teori relatif penjatuhan pidana tergantung dari efek yang diharapkan
dari penjatuhan pidana itu sendiri, yakni agar seseorang tidak mengulangi
perbuatannya. Sifat pencegahan dari teori relatif ada 2 (dua) macam yaitu :
Teori pencegahan umum. Menurut teori ini, pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar
orang – orang menjadi takut untuk berbuat kejahatan. Penjahat yang
dijatuhi pidana dijadikan contoh oleh masyarakat agar masyarakat tidak
meniru dan melakukan perbuatan yang serupa dengan penjahat tersebut.
Teori pencegahan khusus Menurut teori ini, tujuan pidana ialah mencegah pelaku kejahatan yang
telah dipidana agar tidak mengulangi melakukan kejahatan dan
mencegah orang yang berniat buruk mewujudkan niatnya kedalam
bentuk nyata.15
14 Andi Hamzah, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, PT Pradnya Paramita,
Jakarta, h.22.
15 Ibid, h.23.
3. Teori gabungan (Verenigings theorien)
Teori ini mendasarkan pidana pada pembalasan dan pertahanan tata tertib
masyarakat, alasan tersebut menjadi dasar dalam penjatuhan pidana. Dalam
teori gabungan penjatuhan pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk
mempertahankan tata tertib di masyarakat.
Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib
masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih
berat dari pada perbuatan yang dilakukan terpidana. 16
Pelaksanaan pembinaan terhadap anak LPKA Klas IIB Karangasem,
diharapkan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku sehingga antara
peraturan perundang – undangan dengan praktiknya di lapangan dapat berjalan
dan diterapkan dengan baik. Efektivitas suatu peraturan harus terintegrasinya
ketiga elemen hukum baik penegak hukum, substansi hukum dan budaya hukum
masyarakat, sehingga tidak terjadi ketimpangan antara das solen dan das sein.
Menurut Teori Efektivitas hukum dari Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa
efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang – undangan atau norma hukum
ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri (Undang- Undang);
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum;
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.17
16 Ibid, h.24.
17 Soerjono Soekanto, 2008, Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT
Raja Grafindo Persada, h.8.
1.8. Metode Penelitian.
Metode penelitian adalah tata cara atau langkah yang digunakan untuk
menganalisis atau menjawab suatu permasalahan yang diteliti. Menurut Soerjono
Soekanto metode penelitian, merupakan proses, prinsip – prinsip, dan tata cara
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.18
1.8.1. Jenis Penelitian.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, digunakan jenis penelitian hukum empiris,
yaitu jenis penelitian di lapangan (field research) yang dilakukan langsung di
LPKA Klas IIB Karangasem sebagai satu – satunya LPKA yang dimiliki oleh
Provinsi Bali. Penelitian empiris hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala
sosiologis atau gejala sosial yang dapat diamati melalui fakta dilapangan.
Penelitian empiris memuat tentang kesenjangan antara peraturan perundang –
undangan dengan kenyataan fakta di lapangan, yang dalam hal ini diartikan terjadi
kesenjangan antara pelaksanaan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, mengenai pemenuhan
pemberian pembinaan terhadap anak di LPKA Klas IIB Karangasem.
1.8.2. Jenis Pendekatan.
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Pendekatan Perundang – Undangan (Statue Approach)
Pendekatan perundang – undangan dilakukan dengan menelaah semua
peraturan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang
18 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h.6.
ditangani.19 Peraturan perundang – undangan yang dimaksud dalam skripsi
ini adalah Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Pendekatan Fakta (The Fact Approach)
Pendekatan Fakta dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa mengenai
pelaksanaan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di
LPKA Klas IIB Karangasem.
3. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach)
Pendekatan Analisis untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-
istilah yang digunakan dalam aturan perundang – undangan secara
konsepsional, sekaligus mengetahui mengetahui penerapan dalam praktek
dan putusan – putusan hukum.20
1.8.3. Sifat Penelitian.
Dalam penelitian hukum empiris ini, menggunakan penelitian deskriptif, yaitu
menggambarkan suatu keadaan atau gejala untuk menentukan ada atau tidaknya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Skripsi ini
menggambarkan tentang das sein dan das sollen pelaksanaan pembinaan terhadap
anak yang berkonflik dengan hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas
IIB Karangasem dan kendala Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas IIB
Karangasem dalam mengefektifitaskan pembinaan agar mencapai tujuan dari
pemidanaan.
19 Subekti, 2008, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, h.93.
20 Johnny Ibrahim, 2012, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif cet.6,
Bayumedia Publising, Malang, h.310.
1.8.4. Data dan Sumber Data.
Data yang diteliti dalam skripsi ini adalah :
1. Data Primer adalah data yang didapat langsung dari Lembaga Pembinaan
Khusus Anak Klas IIB Karangasem sebagai sumber pertama dengan melalui
penelitian lapangan atau field research, dilakukan baik melalui wawancara
atau interview.21
2. Data Sekunder adalah data yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum skunder dan tersier, yaitu :
1. Bahan hukum primer yang bersumber dari peraturan perundang –
undangan dan dokumen hukum.
2. Bahan hukum sekunder yang bersumber dari buku – buku ilmu hukum
dan tulisan – tulisan lainnya
3. Bahan hukum tersier yaitu data yang terdiri dari kamus – kamus baik
Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia, merupakan bahan yang
memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder.22
1.8.5. Teknik Pengumpulan Data.
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam menyusun skripsi
ini adalah sebagai berikut :
1. Teknik Studi Dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam
setiap penelitian ilmu hukum, baik dalam penelitian hukum normatif
maupun dalam penelitian hukum empiris, karena meskipun aspeknya
berbeda namun keduanya merupakan penelitian ilmu hukum yang bertolak
dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan – bahan hukum
yang relevan dengan permasalahan penelitian.23
2. Teknik Wawancara (interview) yakni melakukan wawancara langsung
dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan kepada responden maupun
informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk
21 Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h.6.
22 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.202. 23 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Buku Pedoman Pendidikan Fakultas
Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.70.
memperoleh jawaban – jawaban yang relevan dan mendukung
permasalahan yang diajukan dalam penelitian, dan dari jawaban ini
diadakan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan dianalisa.24
1.8.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian.
Dalam penelitian ini, teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah
teknik Non Probability Sampling, yaitu dalam hal ini tidak ada ketentuan yang
pasti berapa sampel harus diambil agar dapat dianggap mewakili populasinya
sebagaimana halnya dalam teknik random sampling.
Bentuk dari Non Probability Sampling yang digunakan adalah Purposive
Sampling, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti, yang mana
penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah
memenuhi kriteria dan sifat – sifatnya atau karakteristik tertentu yang merupakan
ciri utama dari populasinya.
1.8.7. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data.
Pengelolaan data adalah kegiatan merapikan data hasil dari pengumpulan data
sehingga siap dipakai untuk dianalisa.25 Semua data terkumpul, baik data
lapangan maupun data kepustakaan selanjutnya diklasifikasikan secara kualitatif
sesuai dengan masalah, data tersebut dianalisis dengan teori – teori yang relevan,
kemudian ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang diajukan,
sehingga akhirnya data tersebut disajikan secara deskriptif dan analisis.
24 Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum Cet. II, Rineka Cipta, Jakarta, h.98. 25 Bambang Waluyo, Op.Cit, h.72.