dalam negara kesatuan republik indonesia: asal...

82
BAB IV KERATON YOGYAKARTA DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL USUL DAN PERUBAHAN Uraian pada Bab ini menjelaskan periodisasi sejarah Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan Keraton dan kebudayaan lokal yang tumbuh di tengah perubahan dunia yang dihadapi, baik perubahan ekonomi, politik maupun kebudayaan, serta keterkaitannya dengan eksistensi agama Islam dan kebudayaan Jawa yang mempengaruhi pembentukan identitasnya. Perubahan- perubahan itu terjadi tidak saja karena faktor internal Keraton, seperti soal suksesi, tetapi juga faktor eksternal, yakni unsur-unsur asing yang masuk. Jadi perubahan- perubahan muncul selain karena dorongan yang bersifat lokal, juga karena lingkungan global, terutama kehadiran bangsa-bangsa asing, seperti India, Arab dan Barat, serta ide-ide nasionalisme di Indonesia. Penjelasan deskripstif ini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan bagaimana asal-usul Keraton Yogyakarta dan perkembangan sejarahnya, juga mempengaruhi kedudukan Masjid Pathok Negoro Plosokuning dengan komunitasnya dalam membentuk identitas sekaligus responsinya terhadap globalisasi.

Upload: dangthuy

Post on 15-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

BAB IV KERATON YOGYAKARTA

DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL USUL DAN PERUBAHAN

Uraian pada Bab ini menjelaskan periodisasi sejarah Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan Keraton dan kebudayaan lokal yang tumbuh di tengah perubahan dunia yang dihadapi, baik perubahan ekonomi, politik maupun kebudayaan, serta keterkaitannya dengan eksistensi agama Islam dan kebudayaan Jawa yang mempengaruhi pembentukan identitasnya. Perubahan-perubahan itu terjadi tidak saja karena faktor internal Keraton, seperti soal suksesi, tetapi juga faktor eksternal, yakni unsur-unsur asing yang masuk. Jadi perubahan-perubahan muncul selain karena dorongan yang bersifat lokal, juga karena lingkungan global, terutama kehadiran bangsa-bangsa asing, seperti India, Arab dan Barat, serta ide-ide nasionalisme di Indonesia. Penjelasan deskripstif ini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan bagaimana asal-usul Keraton Yogyakarta dan perkembangan sejarahnya, juga mempengaruhi kedudukan Masjid Pathok Negoro Plosokuning dengan komunitasnya dalam membentuk identitas sekaligus responsinya terhadap globalisasi.

Page 2: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

144 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

4.1. Yogyakarta dalam Sejarah Kerajaan Jawa Yogyakarta merupakan daerah istimewa setingkat

provinsi, sebagaimana Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa Aceh, Papua dan Papua Barat dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keistimewaan Yogyakarta terletak pada identitas politik dan kebudayaan lokalnya yang unik. Dalam politik lokal, daerah ini mempunyai kewenangan khusus, yaitu pertama, dalam hal pemilihan gubernur; berdasarkan peraturan yang diperbaharui, yaitu UU. Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta, jabatan gubernur tidak dipilih, melainkan ditetapkan oleh parlemen daerah dalam jangka waktu lima tahun, dan kemudian ditetapkan kembali, begitu seterusnya.1

1 Kelahiran undang-undang otonomi daerah pada masa reformasi,

yaitu UU. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kemudian diperbaharui dengan UU. No. 32 Tahun 2004, yang seharusnya disambut gembira, ternyata menyisakan polemik dan menjadi bahan kajian yang menguras energi para pakar. Berbagai persoalan muncul berkenaan dengan eksistensi daerah istimewa, mulai dari nilai kesejarahan, budaya, kesenjangan pembangunan sampai masalah politik. Berkaitan dengan itu, semua bentuk perundangan mengenai pemerintahan daerah, mulai dari UU. No. 1 tahun 1945, sampai UU. No. 22 Tahun 1999 memberi peluang bagi keberadaaan daerah istimewa. Sedangkan penjelasan status keistimewaan Yogyakarta dalam UU. No. 22 Tahun 1999, terdapat pada klausul yang berbunyi “pengangkatan gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Sultan Yogyakarta dan wakil gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Paku Alam”. Pada tahun 1998 timbul polemik hebat, Pemerintah Indonesia mengusulkan calon gubernur lain dan masyarakat menolak calon gubernur baru selain Sri Sultan Hemengkubuwono X dengan melakukan aksi penolakan kehadiran Menteri Dalam Negeri Letnan Jendral Syarwan Hamid ke Yogyakarta. Pada tahun 2003, peristiwa serupa terulang kembali di mana parlemen daerah dan pemerintah pusat melakukan tarik ulur terhadap penafsiran peraturan perundangan dengan berlarut-larutnya penyusunan tata tertib pemilihan gubernur. Kemudian timbul pro kontra, apakah gubernur dipilih, ditetapkan

Page 3: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 145

Gambar 4.1. Keraton Yogyakarta2

Pilihan penetapan itu terjadi karena jabatan

gubernur dirangkap oleh raja yang bergelar Sultan sebagai pemegang kedaulatan Keraton yang bersifat monarkhi; di mana kekuasaan diwariskan secara turun

atau diangkat oleh presiden. Puncaknya, sehubungan dengah status keistimewaan yang tidak jelas, dalam acara Pisowanan Ageng II pada tanggal 12 Juni 2007, Sri Sultan Hamengkubuwono X kembali menegaskan tidak bersedia dicalonkan sebagai gubernur berkaitan dengan diterbitkan UU. No. 62 Tahun 2007 yang tidak mempertegas kedudukan Keraton dalam pemerintahan daerah. Bersamaan dengan itu, gelombang aksi masyarakat yang menuntut penetapan Sri Sultan Hamengkubowono X sebagai gubernur meluas. Memang dalam sejarah NKRI, upaya menafikan keberadaaan keistimewaan Yogyakarta, sudah terasa sejak diberlakukan UU. No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan daerah di masa Orde Baru yang menghendaki penyeragaman, yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Lih., Suryo Sakti Hadiwijoyo, Menggugat Keistimewaan Jogjakarta, Tarik Ulur Kepentingan, Konflik Elit dan Perpecahan (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2009), 19-29.

2 www.ugm.ac.id/general information. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015.

Page 4: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

146 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

temurun dari leluhurnya di tengah corak awal masyarakat Jawa yang agraris dan tradisional.3 Pilihan “sistem monarkhi tradisional dalam konstitusi pemerintahan modern” tersebut disetujui oleh pemerintah dengan pertimbangan utama kedudukan Keraton yang memiliki andil besar dalam sejarah kelahiran Republik Indonesia.4

Dalam arti andilnya itu selain kerelaan Keraton yang lebih tua usianya sebagai negara untuk berkorban menggabungkan diri dalam negara baru pimpinan Presiden Soekarno, ia juga membantu melindungi dan membiayai awal berdirinya negara ini.5 Bahkan Ir. Soekarno sendiri pernah dilantik sebagai presiden di

3 Keraton tidak hanya dikenal sebagai ibukota Kesultanan Mataram di

Yogyakarta, akan tetapi juga tempat tinggal raja yang secara spiritual dipercaya sebagai figur penerima pulung, ndaru, cahya nurbuat, atau wahyu ilahi untuk menyampaikan kebajikan Tuhan kepada umat manusia. Kepercayaan tradisional Jawa yang menganggap raja adalah subyek yang mendapat pulung (keberuntungan), mempunyai kekuatan sakral dan diibaratkan sebagai raja-dewa yang bertahta atas alam semesta dan seisinya. Frans Magnis-Suseno, Etika Jawa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), 103.

4 Kebijakan Keraton Yogyakarta pasca pendudukan Jepang telah membawa perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara, diantaranya perubahan Yogyakarta yang semula menganut sistem pemerintahan feodal di bawah kontrol penguasa kolonial Belanda dan fasisme Jepang menjadi bagian dari kekuasaan Republik. Lih., Atmakusumah (ed.), Tahta Untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengkubuwono IX (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982), 64-65.

5 Sikap Sultan yang bergabung dengan RI membuahkan konsolidasi nasionalisme. Selain itu pemindahan ibukota negara RI ke Yogyakarta pada tanggal 5 Januari 1946 menjadi bukti sikap nasionalisme Keraton. Lih., Laksmi Kusuma Wardani, “Pengaruh Pandangan Sosio-Kultural Sultan Hamengkubuwono IX Terhadap Eksistensi Keraton Yogyakarta”, dalam Jurnal Masyarakat dan Kebudayaan Politik, Universitas Kristen Petra Surabaya, Vol. 25, No. 1, Tahun 2012., 57.

Page 5: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 147

Keraton, tepatnya di Bangsal Sitihinggil; tempat penobatan raja.6

Kedua, sebagai konsekuensi atas keistimewaan itu, daerah Yogyakarta memiliki keunikan lain, yaitu eksistensi Keraton sebagai lembaga adat dan kebudayaan Jawa.7 Sebagaimana diketahui daerah Yogyakarta dikenal

6Pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan sidang pemilihan Presiden

RIS di Gedung Kepatihan (gubernur sekarang) oleh wakil dari enam belas negara bagian. Sidang dipimpin oleh Mohammad Roem dan Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 14 Desember 1949 dilakukan pemilihan presiden dengan calon tunggal Ir. Soekarno yang kemudian terpilih dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949 di Bangsal Sitihinggil. Drs Moh. Hatta menjadi perdana menteri. Berdasarkan UUD RIS, DPR RIS terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Negara yang disebut Senat. Kekuasaan pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Presiden hanya berwenang mengesahkan keputusan kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Lih., http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id. Diunduh pada tanggal 15 November 2014.

7 Istilah Jawa sebagai kebudayaan dikenal bangsa asing sejak jauh sebelum kemerdekaan. Penjelajah Eropa pada abad ke-14 M, dari Venesia; Marco Polo karena kekagumannya memberi nama Jawa besar (Java Major) untuk menyebut pulau ini dengan membandingkan tetangganya, yaitu Sumatera dengan “Java Minor”. Meskipun Marco Polo belum penah singgah, tetapi ia mendengar berita dari para penjelajah lain tentang keindahan negeri ini yang menunjukkan kebesarannya, meskipun berpulau kecil, lebih kecil dari Sumatera yang pernah disinggahi. Diantara gugusan pulau di Nusantara, Jawa yang paling menonjol diberitakan oleh penjelajah asing. Bangsa Arab menyebut orang Nusantara yang pergi ke Timur Tengah pada zaman dulu disebut orang Jawi. Kenyataan ini menunjukkan Jawa menjadi arus utama kebudayaan Nusantara dalam proses pembentukannya. Bahkan sejak masa prasejarah, manusia purba berjenis pithecanthropus, ditemukan arkeolog Eropa di pulau ini, yaitu di Desa Trinil, Bengawan Solo. Namun istilah Jawa ditengarai berasal dari orang India berkasta tinggi yang pernah menguasai Jawa dan menyebut penduduknya dengan istilah “orang Jaba” atau “Jawa” (orang luar). Dalam teori geneologi kuno, nama Jawa berasal dari Jawadwipa; suatu gugusan pulau di wilayah Wetadwipa (Nusantara); yang semula merupakan bagian dari anak benua India. Timbulnya pulau Jawadwipa tidak terlepas dari bencana alam yang terjadi pada kurun waktu 20-60 juta tahun silam. Di mana anak benua India bertubrukan dengan lempengan utara, sehingga timbul Gunung Himalaya, dan wilayah selatan terendam air laut hingga muncul gugusan pulau. Sebagai bekas wilayah anak benua India, tanah Jawa disebut Jawata (dewata), atau Lemah Dewani (tanah dewata)

Page 6: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

148 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

juga menjadi jantung kehidupan agama dan kebudayaan Jawa sejak dahulu kala.8 Selain kaya nilai-nilai tradisional,

yang memberi kesuburan sekaligus menurunkan kerajaan-kerajaan besar yang saling menguasai (mempersatukan) wilayah dari gugusan pulau-pulau itu, baik ditempuh melalui cara halus, seperti perkawinan, negoisasi maupun dengan kekerasan, seperti penindasan atau perang. Namun kekerasan selalu menjadi jalan terakhir bagi raja, manakala cara halus maupun negoisasi gagal. Bdk., Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu, Bagian I Batas-Batas Pembaratan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), 8; Krisna Bayu Aji, dan Sri Wintala Achmad, Sejarah Perang di Bumi Jawa: Dari Mataram Kuno Hingga Pasca Kemerdekaan RI (Yogyakarta: Araska, 2014), 13-15.

8 Menurut kisah Serat Pustaka Raja Purwa, pada abad pertama Masehi, orang Jawa masih mengingkari adanya “Tuhan”, mereka masih menganut animisme, dinamisne dan paganisme. Angkara murka terjadi di mana-mana. Hukum rimba berlaku siapa yang merasa kuat akan menerkam, membunuh dan menguasai yang lemah. Suasana anomali moral ini digambarkan dengan kehadiran Prabu Dewata Cengkar yang sering memakan manusia (nguntal menungso). Dewata bermakna kedewaan atau “keilahian”, cengkar berarti ingkar. Nama prabu tersebut mengisaratkan orang Jawa pada waktu itu masih mengingkari ajaran Tuhan. Prabu Dewata Cengkar digambarkan sebagai raja atau dewa yang memiliki sifat-sifat dur angkara, nir tata nir wikrama, yang berarti “angkara murka, tidak mengenal aturan dan peradaban”. Dalam dunia seni pewayangan, secara fisik Prabu Dewata Cengkar digambarkan sebagai raksasa yang sangat besar badannya, memiliki gigi bertaring, rambut gimbal, perut besar dan wajah merah dengan mata melolot. Sifat raksasa ini menjadi semacam sekumpulan sifat buruk manusia, yaitu serakah, sombong dan sewenang-wenang (adigang adigung adiguna). Untuk meredakan sifat angkara murka, seorang kasta ksatria dari negeri India datang, dan menyebut dirinya Aji Saka. Ia adalah prototipe manusia yang dapat mengendalikan sifat angkara murka itu. Aji, artinya berharga tinggi, kuat atau raja, sedangkan saka artinya tiang, maka Aji Saka berarti tiang yang kokoh dan kuat atau berharga. Akhirnya Aji Saka berhasil membunuh keangkaramurkaan Prabu Dewata Cengkar. Hal ini mebuktikan bahwa kedatangan suatu agama di Jawa pada saat itu memiliki landasan yang kokoh untuk menghilangkan sifat keangkaramurkaan manusia. Sebagai imbalannya, Aji Saka kemudian dinobatkan oleh orang Jawa sebagai raja dan sesembahan mereka, dengan gelar Prabu Aji Saka. Sesembahan di sini berarti ratu, pepunden, gusti dan piandel yang dijunjung tinggi dan dihormati. Dari kisah-kisah Prabu Aji Saka yang diceritakan dalam berbagai kitab kuno ini yang diletakkan sebagai tokoh kunci sejarah agama di Jawa, dan dipercaya sebagai guru agung yang mengajarkan huruf Jawa pertama kali. Kepandaian baca tulis Prabu Aji Saka juga ditularkan kepada orang Jawa, ia dikenal juga sebagai peletak dasar tata pemerintahan pertama dengan membawa kitab-kitab dari negeri India. Dalam lakon (kisah) pertunjukan wayang kulit dan

Page 7: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 149

ia menjadi daerah yang banyak meninggalkan artefak kebudayaan, seperti candi, lingga, yoni, makam raja, masjid kuno, gereja, dan istana raja, baik di Kotagede, Ambarketawang, Plered, alun alun utara maupun istana (candi) Ratu Boko di Prambanan.9

Ketoprak, disebutkan orang Jawa mengenal cerita Dora dan Sembada yang menjadi murid setia Prabu Aji Saka. Tetapi dalam akhir lakon, kedua murid ini malah salah paham dalam menafsirkan wasiat (ajaran) Prabu Aji Saka sehingga keduanya mati terbunuh di tengah jalan. Untuk menjadi pelajaran umat manusia, Prabu Aji Saka mengabadikan tragedi itu dengan membuat mantra, yang disebut Mantra Aji Saka. Mantra ini berkembang menjadi sistem kalender tahun Saka pada masa awal pembentukan kebudayaan Jawa. Mantra Aji Saka berbunyi, Hana caraka; Data sawala; Padha jayanya; Magha bathanga, yang artinya, “Ada dua perutusan, terjadi pertengkaran hebat (di tengah jalan), keduanya bertarung sama-sama kuat, akhirnya keduanya tewas menjadi bangkai”. Mantra ini sangat padat kata dan bermakna mendalam. Masing-masing terdiri dari suku kata yang berbeda sehingga menjadi huruf Jawa yang masih dipakai sampai kini. Mantra Aji Saka hampir sama dengan Rajah Kalacakra yang arti harafiahnya adalah rajah roda yang berputar. Rajah ini juga dilogokan menjadi motif kain batik yang dipakai para raja. Rajah Kalacakra dikenal juga dengan istilah Mantra Wisnu sebagai doa penolak kejahatan Betara Kala (roh jahat), yang tersusun dalam tembang (musik) Jawa kuno Sekar Prawira Lalita, yang bunyi liriknya berirama a-a-, yakni, Yamaraja-jaramaya; Yamarani-niramaya; Yasilapa-palasiya; Yamidoro-rodomiya; Yamidosa-sadomiya; Yudauda-dayudaya; Yasyaca-caryasiya; Yasihama-mahasiya, yang artinya, “Hai niat jahat berhentilah; hai yang datang pergilah; hai yang membuat lapar kenyangkanlah; hai yang membuat melarat, cukupkanlah; hai yang menyengsarakan, hentikanlah; hai yang memerangi, damaikanlah; hai yang menipu daya, berbelas kasihilah; hai yang menjadi perusak, perbaikilah”. Lih., Budiono Hadisutrisno, Islam Kejawen (Yogyakarta: Eule Book, 2009), 13.

9Berdasarkan temuan arkeologi abad ke-9 M., yaitu prasasti Ratu Boko dan Siwagraha yang tersimpan di Museum Jakarta, diantara gugusan candi di Yogyakarta, Candi Prambanan atau disebut Candi Roro Jonggrang (gadis yang seksi) merupakan candi Hindu terindah dan terbesar se Asia Tengara, dibangun pada masa Sri Maharaja Rakai Pikatan (856 M.), sebagai tempat ibadah untuk memuliakan para dewa; Brahma, Wisnu dan Siwa. Ia adalah raja beragama Hindu, beristrikan Pramoda Wardani yang beragama Buddha, putri Raja Samaratungga. Rakai Pikatan berasal dari dinasti Sanjaya yang pernah menduduki pemerintahan Mataram Kuno. Ia sangat memperhatikan keamanan dan ketertiban negara. Ketika tentara Bala Putera Dewa menyerang Mataram, Rakai Pikatan mampu mempertahankan kedaulatan negara. Bahkan Bala Putera Dewa dapat dipukul mundur ke

Page 8: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

150 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Gambar 4.2. Candi Prambanan/Roro Jonggrang10

4.1.1. Majapahit, Demak-Pajang dan Mataram

Daerah Yogyakarta dahulu adalah kerajaan penting di Jawa yang disebut Kesultanan Yogyakarta, juga dikenal sebagai Kerajaan Mataram karena mewarisi peninggalan Mataram Kuno abad ke-9 M. Sebagai mata rantai dari kerajaan Jawa kuno, Kesultanan Yogyakarta adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak di pesisir Jawa Tengah, pewaris dari dinasti raja-raja Majapahit di Jawa Timur.11

Palembang. Berdasarkan prasati Tulang Air di Candi Perut, pada masa Rakai Pikatan, Kerajaan Mataram Kuno mencapai zaman kemakmuran. Bdk, Ageng Pangestu Rama, Kebudayaan Jawa: Ragam Kehidupan Kraton dan Masyarakat di Jawa 1222-1998 (Yogyakarta: Cahaya Ningrat, 2007), 3.

10 www.initempatwisata.com. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015. 11 Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya atau disebut Bre

(dinasti) Wijaya dari Singosari. Pada awal kerajaan ini muncul, Raden Wijaya adalah penguasa lokal di tanah perdikan Desa Majapahit (Jawa Timur), pemberian Raja Jaya Katong bergelar Jayakatwang yang memerintah Daha

Page 9: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 151

Kerajaan Majapahit yang pernah menguasai kepulauan Nusantara sejak abad 12 sampai 14 M.,12 mengalami kemunduran akibat perebutan kekuasaan dari keturunan para istri selir.13 Setelah Kerajaan Demak juga mengalami (Kediri) tahun 1198 Saka. Kekacauan politik di Daha, mendorong Raden Wijaya melibatkan diri, meminta para menteri memihaknya, lalu menyerang Daha. Setelah dibantu utusan dari China pimpinan Shih Pie, Ike Mese dan Kau Hsing yang dikirim Kaisar Kubilai Khan, dan para prajurit Madura pimpinan Raden Ranggalawe, Raden Wijaya berhasil mengalahkan Raja Jaya Katong. Raden Wijaya menaiki tahta pada tahun 1216 Saka, bergelar Sri Maharaja Kertarajasa. Semasa menjadi raja, Raden Wijaya memiliki banyak istri, salah satunya Dara Petak yang menurunkan putra mahkota, Raden Kalagemet. Sementara istri lain dari dua anak perempuan Batara Siwabuddha (Tantrayana). Istri tua menjadi ratu di Kahuripan, sedangkan istri muda menjadi ratu di Daha. Pada tahun 1257 Saka, Raden Wijaya wafat dan dicandikan di Antapura. Ia digantikan oleh Raden Kalagemet bergelar Sri Maharaja Jayanegara. Namun di bawah Jayanegara, pemerintahan dilanda banyak pemberontakan, seperti Mandana, Pawagal, Ra Semi, Nambi dan Ra Kuti. Dari sekian pemberontakan, hanya pemberontakan Ra Kuti yang memaksa Jayanegara terusir dari istana. Melalui Gajah Mada, pemberontakan Ra Kuti dapat ditumpas. Kemudian Jayanegara digantikan oleh Ratu Tribhuana Tunggadewi, putri dari istri selir lain Raden Wijaya, yaitu Gayatri. Pada masa ini, Majapahit kembali disibukkan oleh perang, terutama pemberontakan Sadeng dan Keta, dan muncul kembali pada masa Sri Maharaja Hayam Wuruk, putra Tribhuana Tunggadewi, yakni pada saat meletusnya perang bubat di Surabaya akibat Dyah Pitaloka Citraresmi, putri Raja Sunda Linggabuana menolak menikah dengan Hayam Wuruk. Tragedi perang bubat menewaskan raja dan putri dari Priangan itu. Lih., Gamal Komandoko, Pararaton (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2008), 56-62; Krisna Bayu Aji, dan Sri Wintala Achmad, Sejarah Perang di Bumi Jawa...., 27-29.

12 Nusantara merupakan suatu wilayah yang terdiri dari gugusan pulau di selatan Asia Tenggara. Di pulau-pulau ini pernah berdiri banyak kerajaan, baik besar maupun kecil. Dalam catatan sejarah disebutkan terdapat seribu kerajaan yang pernah hidup, namun tidak semua dapat diketahui jejaknya. Diperkirakan terdapat sekitar 42 kerajaan besar dari Aceh sampai Papua yang pernah berdiri dengan 580 raja yang memerintah. Sri Wintala Achmad dan Krisna Bayu Adji, Ensiklopedi Raja-Raja Nusantara (Yogyakarta: Araska, 2014), 9.

13 Kemunduran Kerajaan Majapahit dimulai dari persoalan siapa pengganti kedudukan Sri Maharaja Hayam Wuruk yang tidak berhasil mendapatkan permaisuri, sehingga tidak mempunyai anak yang sah secara konstitusional untuk mewarisinya. Namun ia memiliki banyak istri selir. Anak-anak dari istri selir ini tumbuh besar dan berebut jabatan yang ditinggalkan oleh ayahnya yang hendak lengser keprabon (menjadi pendeta).

Page 10: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

152 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

keruntuhan,14 pusat kerajaan berpindah ke selatan, di daerah Pajang Surakarta yang selanjutnya disebut

Anak-anak dari istri selir yang terkenal itu, antara lain Bre (dinasti) Wirabumi (Adipati Blambangan) dan putri Kusuma Wardani yang diperistri Wikrama Wardana di Majapahit. Sikap Kusuma Wardani yang mendorong suaminya menjadi raja tidak disetujui oleh Wirabumi karena statusnya sebagai anak menantu. Akhirnya timbul konflik hebat, perang saudara meletus antara Majapahit dengan Blambangan yang dikenal sebagai perang Paregreg. Wirabumi tewas di tangan Raden Gadjah. Karena tidak rela ayahnya terbunuh, Putra Wirabumi, Adipati Daha membunuh Raden Gajah, sehingga ia menduduki tahta kerajaan. Namun belum lama memerintah, ia dipaksa turun oleh keturunan Wikrama Wardana, Dyah Suhita, dan terjadi lagi pergolakan, Dyah Suhita digantikan Bre Kertabumi (Brawijaya V). Pada masa ini, pemberontakan gagal dipadamkan. Bre Kertabumi juga tidak memiliki permaisuri, melainkan istri selir, salah satunya putri China yang melahirkan anak bernama Raden Patah bergelar Pangeran Jim Boen. Ditengah kemelut politik Majapahit yang berlarut-larut, Raden Patah diungsikan ke Palembang sejak kecil, tumbuh bersama pamannya; Arya Damar. Setelah dewasa, Raden Patah kembali ke Jawa diangkat menjadi Adipati Demak Bintara. Karena Raden Patah merasa bagian dinasti kerajaan, ia mengirim pasukan memulihkan keamanan, mengajak ayahnya, Bre Kertabumi mengungsi ke Demak dan meminta saudaranya, Girindra Wardana menggantikan ayahnya. Ibukota Majapahit dibangun kembali, namun Girindra Wardana memindahkan ibukota ke Kediri, sehingga kian pudar kewibawaan Majapahit. Akhirnya di bawah Girindra Wardana, Kerajaan Majapahit runtuh bersamaan dengan meluasnya para pemimpin daerah mendeklarasikan diri sebagai raja merdeka. Tahun itu tercatat sebagai tahun sangkala, “sirna ilang kertaning bumi”, yang artinya “runtuhnya imperium dunia”, atau tahun 1478 Saka. Bdk. Ageng Pangestu Rama, Kebudayaan Jawa: Ragam...., 110-111.

14 Pada abad ke-15, Raja Demak (Raden Patah) dengan penuh semangat berhasil menjadikan para penguasa daerah di lingkungan Majapahit mengakui supremasinya. Setelah ia meninggal dalam usia muda, penggantinya yang kurang gesit (Pati Unus) kehilangan kekuasaan atas raja-raja di Jawa Timur. Menantunya, Raja Pajang, berkat bantuan moril dari pemimpin rohani di Giri-Gresik, berhasil mempersatukan raja-raja di Jawa Timur dan Jawa Tengah dalam suatu ikatan formal, dengan tujuan antara lain menghadapi ancaman dari ujung timur Jawa yang dikuasai orang Bali. Warisan Raja Pajang ini jatuh ke tangan Ki Gede Mataram. Ia menjadi penguasa pertama Mataram baru di Yogyakarta. Pada dasawarsa terakhir abad ke-16 dan 17, hampir semua raja di Jawa berhasil ditaklukkan dinasti Mataram. Sejak saat itu wilayah Jawa Tengah menjadi pusat kebudayaan Keraton. Dinamika masyarakat, kesenian dan kesusasteraan berkembang mengikuti jalannya sendiri, kurang terbuka terhadap kebudayaan asing dari Nusantara, India, dan China. Hanya saja sejak abad ke-18 M., pengaruh

Page 11: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 153

Kerajaan Pajang.15 Akan tetapi Kerajaan Pajang memerintah dalam waktu singkat.16 Setelah penaklukan Panembahan Senopati, Kerajaan Pajang mengalami kemunduran dan beralih ke Kerajaan Mataram yang berpusat di Kotagede Yogyakarta.

Asal usul Kerajaan Mataram yang berdiri sejak abad ke-16 M. itu, bermula dari kisah sejarah yang bercampur dengan legenda akan kedatangan Yang Dipertuan Agung Ki Pemanahan, cucu Ki Ageng Selo dari Grobogan, yang mempunyai pertalian darah dengan dinasti Majapahit, telah dihadiahi tanah perdikan berupa hutan Mentoak oleh Raja Pajang (Sultan Hadiwijaya). Tanah Perdikan itu berada di kawasan membujur yang dibatasi oleh kali Opak dan kali Progo yang bermuara ke pantai selatan.

kebudayaan Eropa di bidang sosial dan politik menjadi kuat, terutama setelah kehadiran Pemerintah Hindia Belanda. H.J. De Graaf dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2003), 13-14.

15 Sesudah Sultan Trenggana dinobatkan sebagai raja pada tahun 1521 M., menggantikan Pati Unus yang gugur dalam ekspedisi militer melawan Portugis di Malaka, Kerajaan Demak diserbu oleh Girindra Wardana yang dibantu oleh tentara Portugis. Dalam perang itu, Girindra Wardhana tewas, Sultan Trenggana kemudian berusaha menaklukkan seluruh ujung timur, yaitu Jawa Timur. Namun di tangan putra adipati Surabaya, ia gugur dalam pertempuran melawan Blambangan. Ia digantikan oleh Raden Prawoto. Lih., Krisna Bayu Aji, dan Sri Wintala Achmad, Sejarah Perang di Bumi Jawa....., 33-34.

16 Raden Prawoto yang dinobatkan sebagai raja telah memindahkan ibukota Demak Bintara ke bukit Prawoto (Solo), sehingga mengubahnya menjadi Kerajaan Pajang. Dalam tiga tahun pemerintahan, ia terbunuh di tangan Arya Penangsang (Adipati Jipang). Namun berkat bantuan Ki Gede Mataram, dinasti Raja Pajang itu dapat menuntut balas, Arya Penangsang tewas dalam pertempuran di sungai Bengawan Solo. Sultan Hadiwijaya atau Raden Joko Tingkir, kemudian dinobatkan sebagai Raja Pajang pada tahun 1549 M. Ibid., 34-35.

Page 12: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

154 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Gambar 4.3. Wilayah Majapahit menurut Kitab Negarakertagama17

Daerah ini semula tanah pekapuran yang dikenal

dengan nama bumi Mataram.18 Yang Dipertuan Agung tidak mengetahui daerah itu merupakan kawasan bersejarah, peninggalan peradaban kuno yang telah

17 www.pendidikansejarah.blogspot.com. Diunduh pada tanggal 2

Maret 2015. 18 Di antara gugusan Gunung Sumbing, Sindoro sampai Lawu di

daerah selatan Jawa Tengah, disebut dalam atlas Jawa sebagai bumi Mataram, dan dianggap sebagai jantung tanah Jawa. Sebetulnya secara geografis kawasan ini sangat kompleks, tidak hanya terdiri atas dataran-dataran rendah areal pertanian padi yang luas, seperti dataran rendah Kedu di Magelang, Yogyakarta dan Surakarta, akan tetapi juga dataran tinggi dari sejumlah gunung api, seperti Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu dan gugusan bukit-bukit kapur (Gunung Sewu) di Gunung Kidul dan Kulonprogo yang kering, dan bahkan tidak mempunyai potensi alam sama sekali. Jadi kondisi alamnya bervariasi. Namun dari segi kebudayaan, daerah ini sangat homogen (Jawasentris), karena dari daerah ini asal mula kerajaan Jawa terbentuk pada abad ke-7 dan 8 M. sebelum berpindah ke Jawa Timur akibat letusan Gunung Merapi, dan meninggalkan sisa-sisa arsitektur besarnya yang pertama, seperti Candi Borobudur dan Prambanan pada abad ke-8 dan 9 M. Dari daerah ini pula kerajaan itu berkembang kembali setelah mengalami kemundurannya selama lima abad yang muncul sejak awal abad ke-16 M., dan bahkan bertahan sampai kini, yaitu Keraton Yogyakarta yang menjadi pewaris kekuasaan raja-raja dahulu kala. Denys Lombard, Nusa Jawa Silang....., 33.

Page 13: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 155

runtuh, diantaranya Istana Boko yang dibangun oleh orang Bali yang pernah menjadi raja di Prambanan.19

Gambar 4.4. Makam Raja-raja Demak di Jawa Tengah20

4.1.2. Panembahan Senopati dan Sultan Agung

Yang Dipertuan Agung mempunyai putra bernama Danang Sutowijoyo yang bergelar Penembahan Senopati. Panembahan Senopati adalah raja generasi kedua Mataram yang berhasil memperluas wilayahnya dari Jawa Timur sampai ke tanah Sunda, Kedu, Banyumas, dan pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sejak saat itu ia menjadi raja yang sangat berpengaruh di Jawa21 Setelah

19 H.J. De Graaf dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama...., 247-248. 20 www.photo.liputan6.com. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015. 21 Senopati Mataram yang masih muda dengan sengaja mengabaikan

kewajibannya terhadap Raja Pajang yang sudah tua. Ia tidak melakukan pisowanan agung (menghadap raja) sebagai penghormatan tahunan yang wajib diikuti para pemimpin daerah. Ia juga menggagalkan hukuman atas perintah raja terhadap keluarga Tumenggung Mayang. Menurut Raja Pajang, seharusnya ia dihukum karena pelanggaran yang dilakukan anaknya Raden

Page 14: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

156 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Panembahan Senopati wafat, ia diganti oleh putranya, Mas Jolang bergelar Panembahan Seda Ing Krapyak. Mas Jolang menjadi raja yang tidak berumur panjang, wafat di hutan Krapyak. Ia digantikan putranya, Adipati Martapura yang karena lemah memimpin diganti saudaranya, Raden Rangsang yang bergelar Sultan Agung Ing Alaga (1613-1646).22 Sultan Agung dikenal dicintai rakyat, pembangun benteng Matraman di Jakarta dan tokoh pembaharu kebudayaan Jawa hasil inovasi yang memadukan secara

Pabelan hingga menemui ajal. Senopati malah memberikan suaka kepada iparnya. Tindakan sewenang-wenang dan sikap membangkang dari bawahannya itu memaksa Raja Pajang menggunakan kekerasan. Sebelum terjadi pertempuran di Prambanan, tentara nasional kerajaan pecah tercerai berai akibat letusan Gunung Merapi. Raja Pajang dalam perjalanannya pulang dari Prambanan ke Pajang, dan saat bermalam di Tembayat Klaten merasa kerajaannya telah berakhir, dan akan diganti oleh dinasti Mataram yang akan memerintah seluruh Jawa. Tidak lama kemudian Raja Pajang wafat, dan putranya; Pangeran Benawa menyerahkan kekuasaan ke Mataram. Pada tahun 1588, setelah mendapat simpati dari para pemimpin daerah perdikan, Senopati menobatkan dirinya sebagai raja Jawa merdeka dengan gelar "Panembahan", yang artinya raja yang berhak disembah. Lih., H.J. De Graaf dan TH. Peageud, Kerajaan Islam Pertama...., 253.

22 Pada akhir abad ke-16 dan 17 M, Dinasti raja-raja pesisir utara Jawa mengalami konflik hebat yang mengakibatkan perubahan peta kekuasaan raja-raja Jawa dalam fase keruntuhan. Keruntuhan itu ditandai oleh dua faktor kejadian, yaitu pertama, ke dalam, Raja-raja pesisir kewalahan menghadapi serbuan pasukan raja-raja Mataram, seperti Panembahan Senopati dan Sultan Agung yang berambisi merebut sumber-sumber ekonomi pelabuhan, sehingga terjadi perang saudara, dan juga dengan tuduhan raja-raja pesisir telah bersekutu dengan bangsa asing (Barat). Kedua, keluar, raja-raja di pesisir, seperti Banten, Cirebon, Jepara, Tuban, Gresik dan Surabaya dihambat berniaga dengan daerah seberang, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Jalur perdagangan rempah-rempah di pesisir jatuh ke kapal-kapal dagang bangsa asing, yang paling kuat jaringan bisnis internasional berbendera VOC. VOC berhasil melemahkan kekuasaan raja-raja pesisir dan melalui kota Semarang, meringsek masuk ke jantung kota Mataram. Pimpinan VOC dengan raja-raja Mataram yang telah ditaklukkan menjalin kontrak dagang hasil pertanian, seperti tembakau, karet, cengkeh, kopi dan teh. Bdk., Ibid., 264-268.

Page 15: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 157

kontras unsur-unsur Jawa yang animistik, kebudayaan Hindu-Buddha dan Islam.23

Sultan Agung juga dikenal sebagai arsitek Keraton yang berporos pada garis mitologi utara-selatan, yaitu Kanjeng Ratu Kidul, dan rohaniawan penjaga gunung Merapi di utara, yaitu Kyai Sapujagad. Ia menempatkan diri sebagai pemimpin semua agama bergelar Sayidin Panatagama, dan menambahkan gelarnya lagi, Khalifatullah Ing Tanah Jawa, yang berarti wakil Tuhan di Jawa.24 Sisa kebesaran Sultan Agung masih terlihat dari

23 Sultan Agung dengan piawai berhasil mengatasi keterbelahan

masyarakat pada waktu itu, yaitu adanya jurang pemisah antara masyarakat pesantren di pesisir dengan Kejawen di pedalaman, terutama pada pedoman perhitungan tahun Hijriyah (sistem rembulan) dengan tahun Hindu Saka (sistem matahari). Untuk mengatasi instabilitas sosial, ia mengintegrasikan kedua sistem perhitungan (kalender) itu. Pada tahun 1663, Sultan Agung mengumumkan secara resmi keberlakuan tahun baru bagi penduduk Mataram, yakni Tahun Jawa. Tahun Jawa merupakan kompromi berdasarkan penanggalan sistem peredaran bulan, tetapi dimulai dengan tahun Saka, yakni 78 Masehi (zaman Aji Saka), dengan tambahan hari pasaran, yaitu kliwon, pahing, manis, wage, dan pon. Lih., Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita: Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat Jati (Jakarta: UI Press, 1988), 11-12.

24 Selain raja, Sultan Agung dikenal sebagai seorang filsuf. Melalui Serat Sastra Gendhing, ia berhasil merumuskan tujuh falsafah kepemimpinan, yaitu pertama, Swadana maharjeng tursita, artinya seorang pemimpin harus memiliki kecakapan intelektual, berilmu, jujur, dan pandai menjaga nama baik, serta menjalin komunikasi berdasarkan prinsip kemandirian. Kedua, Bahni bahna amurbeng jurit, artinya seorang pemimpin senantiasa berada di depan memberikan teladan dalam membela keadilan dan kebenaran. Ketiga, Rukti setya garba rukmi, artinya seorang pemimpin harus memiliki satu tekad menghimpun segala potensi demi kemakmuran dan keluhuran masyarakat. Keempat, Sripandayasih krani, artinya seorang pemimpin harus bertekad menjaga sumber-sumber kesucian agama dan kebudayaan. Kelima, Gaugana hasta, atinya seorang pemimpin harus mengembangkan seni sastra, suara, seni tari dan lain-lain guna menghiasi peradaban bangsa. Keenam, Stiranggana cita, artinya seorang pemimpin harus berperan sebagai pelestari dan pengembang budaya, pencetus ilmu dan pembawa obor kebahagiaan umat manusia. Ketujuh, Smara bumi adi manggala, artinya seorang pemimpin

Page 16: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

158 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

lokasi makamnya yang terbuat dari batu marmer berlapis kayu hitam, konon berasal dari Mekah.25 Ia dimakamkan di tengah raja-raja Mataram, bersemayam sebagai Maharaja Jawa.26

4.1.3. Palihan Nagari

Pada abad ke-18 M. sepeninggal Sultan Agung, Pemerintah Hindia-Belanda melakukan intervensi, memposisikan diri sebagai mediator atas konflik internal yang terjadi di lingkungan Keraton sehingga melahirkan kesepakatan Giyanti. Kesepakatan Giyanti atau disebut Palihan Nagari berisi keputusan membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.27 Kesunanan Surakarta dipimpin oleh

harus bertekad menjadi figur pemersatu berbagai kepentingan guna menciptakan perdamaian dunia. Lih., Sri Wintala Achmad dan Krisna Budi, Geger Bumi Mataram (Yogyakarta: Araska, 2014), 29-30.

25 Wawancara dengan Bapak Marto, juru kunci makam raja-raja Imogiri, Kabupaten Bantul pada tanggal 12 Agustus 2014.

26 Di bawah Sultan Agung, Kerajaan Mataram memiliki kekuasaan yang kian besar dan berwibawa. Ia berhasil memperluas wilayahnya di pesisir Jawa meneruskan leluhurnya. Pada tahun 1622 M., ia menaklukkan Sukadana di Kalimantan Barat. Pada tahun 1622, ia menundukkan Madura, giliran Surabaya dapat dikalahkan secara telak pada tahun 1625. Dengan demikian, wilayah kekuasaan Mataram pada masa ini membentang dari Jawa Barat, yaitu Sunda Priangan dan Kerawang di sebelah barat, seluruh Jawa Tengah, bagian timur Madura dan hampir seluruh Jawa Timur, kecuali Blambangan. Simuh, Mistik Islam Kejawen...., 11.

27 Pada tahun 1746 Pemerintah Hindia Belanda menyepakati perjanjian baru dengan Kerajaan Mataram, yang semakin memperbesar bisnis VOC, di mana penarikan bea cukai dilakukan VOC. Raja tidak perlu bekerja tetapi mendapat imbalan 9000 rial setiap tahun. Pangeran Mangkubumi (adik Pakubuwono II) menentang perjanjian yang merugikan itu. Ia bersekutu dengan Raden Mas Said (putra adik Pakubuwono II yang lain), melawan Pakubuwono II. Perang saudara antara Pakubuwono II dengan Pangeran Mangkubumi pecah berlarut-larut, yang akhirnya dapat

Page 17: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 159

Susuhunan Pakubuwono. Sementara Kesultanan Yogyakarta dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono, yang kini telah berganti raja sebanyak sepuluh kali hingga Sri Sultan Hamengkubuwono X naik tahta sebagai raja.28 Status Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai raja sekaligus gubernur ditetapkan sejak tahun 1998, sepeninggal ayahnya yang wafat di Amerika Serikat. Kedudukan raja sekaligus gubernur diberikan karena status keistimewaan lokalnya sejak dulu, yang memberi

diselesaikan dengan suatu perjanjian yang dimediasi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Isi perjanjian itu, antara lain membagi kerajaan menjadi dua, yaitu sebagian wilayahnya tetap dalam kekuasaan Pakubuwono di Surakarta. Sebagiannya lagi diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi di Yogyakarta. Perjanjian ini ditandatangani di Surakarta pada tanggal 13 Februari 1755. Sementara perselisihan antara Pakubuwono II dengan Raden Mas Said juga berakhir dengan perjanjian yang digelar di Salatiga pada tahun 1757 M. Dalam isi perjanjian itu, Surakarta melepaskan sebagian daerahnya kepada Raden Mas Said, yang ditetapkan sebagai raja bergelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara. Tidak lama kemudian sebagian besar wilayah Mataram disewakan kepada Pemerintah Hindia Belanda, dan akhirnya menjadi daerah jajahan. Ageng Pangestu Rama, Kebudayaan Jawa: Ragam...., 368-370; Idem, Mistik Islam Kejawen...., 15.

28 Sri Sultan Hamengkubuwono X, sebelum menjadi raja bernama Bendara Raden Mas (BRM) Harjuno Darpito bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi. Pada tanggal 7 Maret 1989, ia dinobatkan sebagai raja. Sejak tahun 1998 ia ditetapkan sebagai gubernur hingga sekarang. Dalam biografinya, ia pernah terlibat pada sejumlah organisasi bisnis, politik dan kemasyarakatan, antara lain Ketua Umum KADIN DIY, Ketua KONI DIY, Direktur Utama PT Punokawan, Presiden Komisaris Pabrik Gula Madukismo. Ia juga pernah menjabat sebagai anggota MPR RI, Ketua DPD Golkar DIY, Tokoh Deklarasi Ciganjur bersama Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, dan Amien Rais. Pada tahun 2010, ia mendirikan organisasi kemasyarakatan bernama Nasional Demokrat bersama Surya Paloh. Selain aktif di berbagai organisasi, Raja Yogyakarta ini juga dikenal penulis karya ilmiah, diantaranya Menuju Indonesia Mulia Berbasis Keunggulan Budaya Nusantara; Hamemayu, Filosofi yang Mendasari Strategi Kebudayaan Membangun Martabat Bangsa, Revitalisasi Nasionalisme, Kerangka dan Konsepsi Politik Indonesia, dan Bercermin di Kalbu Rakyat. Lih., http://www.kerajaannusantara.com. Diunduh pada tanggal 21 Januari 2015.

Page 18: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

160 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

pengaruh pada kedudukan hukum dan hak asal-usulnya menurut UUD 1945.29

Berdasarkan mata rantai monarkhi tradisional yang relatif lama dari sisa-sisa wilayah Majapahit yang meliputi seluruh Nusantara, kebudayaan Jawa yang diteruskan oleh Mataram mempunyai andil dalam mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan lain. Hal ini menunjukkan status Mataram sebagai pusat monarkhi, sekaligus kebudayaan masyarakat.30 Menurut Kitab Kakawin Nagarakertagama Pupuh XIII-XV; naskah kuno yang ditemukan oleh Pemerintah Hindia-Belanda di Lombok NTB, wilayah Majapahit pada waktu itu meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua dan sebagian Kepulauan Filipina, serta mempunyai hubungan diplomatik dengan Kamboja, Thailand, Burma bagian selatan, Vietnam dan China.31

29 Tri Ratnawati, “Antara Otonomi Sultan dan Kepatuhan Pada Pusat

di Era Reformasi: Studi Khusus Daerah Istimewa Yogyakarta”, Yogyakarta, Jurnal Governance, Vol. 2, No. 1, Tahun 2011, 43.

30 Harry Sulastianto, dkk., Seni dan Budaya (Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2006), 41.

31 Amir Hendarsah, Cerita Kerajaan Nusantara Populer (Yogyakarta: Great Publisher, 2010), 45. Dalam Serat Pararaton (para ratu), disebutkan wilayah kekuasaan Majapahit yang begitu luas di kepulauan Nusantara, berkat sepak terjang Patih Gajah Mada yang bersumpah hendak mempersatukan Nusantara. Sebelumnya Gajah Mada sendiri tidak memenuhi syarat sebagai patih (perdana menteri), namun Sri Maharaja Hayam Wuruk bergelar Sri Kertarajasa menghendakinya. Utusan atau penasehat senior Hayam Wuruk; Arya Tadah kemudian memanggil Gajah Mada dan menggelar pertemuan di ruang tengah istana, ia diminta menjadi patih, meskipun tidak berpangkat Mangkubumi. Gajah Mada berkata, “ananda tidak sanggup jika menjadi patih. Jika sudah kembali dari Sadeng, ananda bersedia menjadi patih. Itu pun jika tuan sudi memaafkan segala kekurangan ananda”. Arya Tadah pun menjawab, “Nak, saya akan membantu dengan segala kesulitan dan dalam masalah-masalah yang luar biasa”. Akhirnya Gajah Mada bersedia

Page 19: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 161

4.2. Pengaruh Kerajaan Mataram dalam Kebudayaan Lokal

4.2.1. Perluasan Kebudayaaan Mataram Perintis Kerajaan Mataram sebagaimana diuraikan

di atas adalah Yang Dipertuan Agung Ki Pemanahan. Wilayah kerajaannya pada masa itu hanya tanah perdikan pemberian hadiah dari Kerajaan Pajang. Setelah Yang Dipertuan Agung wafat, kekuasaan diturunkan kepada anaknya, Danang Sutowijoyo. Pada tahun 1586 M., Danang Sutowijoyo atau Penembahan Senopati melakukan perluasan wilayah ke Madiun dan Ponorogo. Itu artinya hampir seluruh wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur di bawah monarkhi Mataram, kecual Panarukan dan Blambangan yang dikuasai orang Bali. Pada tahun 1595, ia memperluas wilayahnya sampai ke Jawa Barat, yaitu Cirebon dan Galuh (Garut). Ia wafat pada tahun 1601, digantikan oleh Mas Jolang. Pada masa pemerintahan Mas Jolang dari tahun 1601 hingga 1613 pemberontakan terjadi di wilayah Ponorogo, Demak dan Surabaya.32

dilantik menjadi patih, ia kemudian langsung bekerja mempersatukan Nusantara sampai tidak mengenal kata istirahat. Pada saat pelantikan, Gajah Mada berikrar dalam sumpahnya dihadapan para menteri Majapahit, “Jika pulau-pulau di luar Majapahit sudah tunduk, saya akan beristirahat. Nanti kalau sudah tunduk Gurun, Seran, TanjungPura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, baru saya akan menikmati buah pala (istirahat)”. Peristiwa pelantikan Gajah Mada itu terjadi pada tahun sangkala, Guntur-pabanyu-pindah atau 1256 Saka, dan dikenal sebagai Sumpah Palapa. Gamal Komandoko, Pararaton...., 69-70.

32 M. Junaidi Al Anshori, Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai Masa Kemerdekaan Islam, (Jakarta: PT. Mitra Aksara Panaitan, 2010), 52-53.

Page 20: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

162 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Setelah Mas Jolang wafat, kekuasaan diturunkan kepada Adipati Martapura yang memimpin tidak lama. Ia digantikan oleh saudaranya, Raden Rangsang atau Sultan Agung, yang berarti raja agung. Pada masa Sultan Agung, Kerajaan Mataram tumbuh pesat dan berwibawa dengan meluaskan wilayahnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti Mojokerto, Lasem, Tuban, Pasuruan, Surabaya dan Madura. Menyusul Sukadana di Kalimantan, Garut, Kerawang dan Cirebon. Ia juga hendak menguasai Banten, tetapi terhalang oleh Kerajaan Belanda yang bersekutu dengan Kerajaan Banten.33

Terhitung tiga kali Sultan Agung mengusir Belanda, namun selalu gagal. Pada tahun 1628 peperangan dengan Belanda gagal karena persenjataan dan logistik yang kuat dari pihak lawan, sedangkan prajurit Mataram kekurangan logistik. Pada tahun 1629, penyebab kegagalan diperbaiki dengan membuka lumbung (gudang) beras di Karawang dan Cirebon. Perlawanan kedua belum juga membuahkan hasil, sehingga ia membuka lahan persawahan yang lebih luas lagi. Sultan Agung juga menjalin kontak dengan Kerajaan Inggris dan Portugis, meski tidak berhasil merebut Banten hingga tahun 1645, ia wafat. 34

33 Ibid. 34 Ibid.

Page 21: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 163

4.2.2. Kebudayaan Sunda, Jawa Tengah dan Jawa Timur

Bermula dari Syarif Hidayatullah; pendatang dari Samudera Pasai (Aceh) yang diutus oleh Demak untuk mengabarkan agama Islam di Banten. Ia kemudian melepaskan dari Kerajaan Demak, dan mendeklarasikan diri sebagai raja Banten. Usaha memperluas wilayah berhasil hingga ke Cirebon dan Sunda Kelapa. Nama Sunda Kelapa diganti Jayakarta sesudah ia mengalahkan Kerajaan Portugis.35

Karena pengaruh dari kontak antar kerajaan masa lalu, wilayah Indonesia yang terdiri dari suku, agama dan budaya pada dasarnya mempunyai satu titik kebudayaan yang saling mempengaruhi.36 Pada kenyataannya, Kerajaan Mataram juga memperluas pengaruhnya sampai ke tanah Sunda, seperti budaya “kawih” yang dalam budaya Jawa disebut ‘tembang’, orang Sunda kemudian juga menyebut “tembang”.37 Pengaruh Hindu dan Mataram juga terdapat di Sunda bagian tengah, seperti Bandung, Sumedang, Garut dan Tasikmalaya, terutama dalam desain kebaya. Namun pengaruh yang lebih kuat dalam lapangan ekonomi dan sosial kebudayaan.38

35 Ibid., 54-55. 36 W.F. Wertheim, Masyarakat Indonesia dalam Transisi: Studi

Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), 1-2. 37 Dede Kosasih, “Kakawihan Barudak Sunda”, Didownload dari

file.upi.edu. Diunduh pada tanggal 13 Desember 20 14. 38 Irma Rusanti, “Desain Kebaya Sunda Abad ke-20: Studi di Bandung

Tahun 1910-1980”, Jurnal ITB J. Visual Art., Vol.1 D, No. 2, Tahun 2007, 196-210.

Page 22: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

164 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Pada arsitektur Sunda yang mempunyai komposisi penataan pusat desa dengan menyandingkan masjid, tanah lapang, tempat menumbuk padi (lisung), di mana di bagian barat masjid terletak bume ageung sebagai tempat yang dikeramatkan.39 Pengaruh Jawa juga terdapat dalam desain ruang kota yang digagas oleh Sunan Kalijaga, yaitu pedopo, alun-alun, pohon beringin dan tempat ibadah, yang juga terdapat di Madura.40 Pengaruh Jawa juga terdapat pada stratifikasi sosial Sunda yang semula tidak mengenal undak-usuk, lalu muncul dalam stratifikasi bahasa.41 Kemudian juga dalam perayaan Sekaten, di Cirebon disebut Gerebeg. Selain itu, pengaruh sastra yang ditulis dalam Babad, baik berbahasa Jawi maupun Arab.42 Pengaruh Mataram juga meluas ke Jawa Timur, terutama dalam budaya dan bahasa Jawa.43

39 Lebih rincinya lihat Utami, dkk.,”Kajian Pengaruh Aspek Mitologi

Pada Pola Tatanan Tapak di Kampung Naga”, dalam Jurnal Reka Karsa, Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, Teknik Arsitektur, No. 3, Vol. 2, Oktober 2014.

40Jhony Hadi Saputra, Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga: Dari Putra Adipati, Maling dan Perampok Sampai Seorang Wali (Surabaya: Pustaka Media, 2010), 23-24.

41 Rahmat Susatyo, Seni dan Budaya Politik Jawa (Surabaya: Koperasi Ilmu Pengetahuan, 2008), 73.

42 Shidqi Ahyani, “Islam Jawa: Varian Keagamaan Masyarakat Muslim Dalam Tinjauan Antropologi”, Vol. 15, No. 1, Juni 2012. Diunduh melalui ejournal.umm.ac.id, pada tanggal 12 Desember 2014.

43 Rahmat Susatyo, Seni dan Budaya Politik...., 74.

Page 23: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 165

4.3. Yogyakarta Pada Masa Pemerintahan Inggris dan Belanda

4.3.1. Pemerintahan Thomas Stamford Raffles Setelah Gubernur Jendral Daendels digantikan oleh

Gubernur Jendral Jansens, tentara Kerajaan Inggris di bawah pimpinan Lord Minto tiba-tiba menyerang Jawa, sehingga Belanda menyerah. Tentara Inggris semula mendapatkan dukungan simpatik dari raja-raja Jawa yang memudahkannya merebut Batavia.

Gambar 4.5. Kantor Gubernur Jendral Hindia Belanda Yogyakarta44

Pada tahun 1811 M., Gubernur Jendral Jansens

menyerah tanpa syarat di wilayah Tuntang (Salatiga), terjadi rekapitulasi perjanjian yang berisi, antara lain 1) seluruh kekuatan militer Belanda di Asia Tenggara diserahkan kepada Inggris, 2) hutang Belanda tidak

44 www.yogyakarta.panduanwisata.id. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015.

Page 24: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

166 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

diakui Inggris, dan 3) Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan militer Belanda menjadi milik Inggris.45

Semua bekas daerah jajahan Belanda oleh Inggris dibagi menjadi 4 wilayah, yaitu Sumatera Barat, Malaka, Maluku, dan Jawa serta daerah sekitarnya, di bawah kendali Gubernur Jenderal EIC (East Indian Company), Lord Minto yang berpusat di Calcutta (India). Pulau Jawa diserahkan kepada Thomas Stamford Raffles selaku wakil Lord Minto dengan pangkat Letnan Gubernur. Untuk melancarkan administrasi pemerintahan, Raffles membagi pulau Jawa menjadi 16 prefektur/keresidenan (pada masa Gubernur Jendral Daendels hanya 8 prefektur), dan mendirikan lembaga peradilan (landraad).46

Karena ancaman musuh tidak ada, kebijakan Raffles yang utama adalah memperbaiki nasib rakyat di mana pajak hasil bumi (kontingen) dan kerja paksa dihapus, diganti pajak tanah (landrente). Dengan pengertian semua tanah jajahan dihukumi milik negara (gubernemen) sehingga rakyat wajib membayar sewa tanah sebesar 2/5 dari hasil panen, boleh dibayar dengan hasil bumi atau uang. Disamping itu, Raffles menjual tanah gubernemen kepada orang-orang Eropa. Ia melarang perdagangan budak dan pandelingschap (membayar hutang dengan tenaga kerja), dan memonopoli perdagangan garam.

45 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900

dari Emporium Sampai Imperium (Jakarta: PT Gramedia, 1987), 291. 46 Ibid.

Page 25: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 167

Selain itu, ia juga memperhatikan kebudayaan, membantu lembaga Betawi dalam pengembangan seni dan pengetahuan dengan memberi bantuan kepada para ahli, seperti Horsfield, Crewford, dan Mackensie untuk melakukan riset. Setelah kedudukan Raffles semakin kuat, ia mengambil berbagai tindakan terhadap raja-raja Jawa, diantaranya 1) Sultan Banten dan Cirebon dijadikan raja yang digaji oleh Inggris. 2) Sultan Hamengkubuwono II diasingkan ke pulau Penang Malaysia dan puteranya dipaksa menggantikannya sebagai raja. 3) Beberapa daerah Kesultanan Yogyakarta diserahkan kepada Pangeran Notokusumo dengan gelar Paku Alam I, dan 4) Pakubuwono IV diharuskan menyerahkan daerah Banyumas dan Madiun kepada Kerajaan Inggris.47

Ide dasar politik kolonial Raffles bertolak dari liberalisme yang memberi kebebasan yang luas. Struktur tradisional dan feodalistik Jawa hendak dirombak dengan sistem baru yang liberal. Namun ia menemui hambatan budaya feodalistik dan sistem ekonomi tertutup, sehingga pembayaran pajak tidak dapat dilakukan dengan uang, tetapi in natura (hasil bumi). Kebijakan liberalisme ini menjadi tidak realistis.48

47 Ibid., 292. 48 Ibid., 293.

Page 26: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

168 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

4.3.2. Kebijakan Van der Capellen dan Johannes van den Bosch

Seiring dengan wilayah Mataram yang kian mengecil, terutama di pesisir Jawa,49 Pemerintah Hindia-Belanda mengeluarkan kebijakan mengirim peneliti, Snouck Hurgronye yang hasilnya, antara lain perluasan pendidikan Barat kepada para priyayi dan pegawai negeri kolonial.50 Hasil riset ini sangat besar pengaruhnya, sistem pendidikan nasional sampai kini dipengaruhi oleh sistem pendidikan Eropa. Pengaruh kebudayaan Eropa juga tampak dari arsitektur kantor, rumah sampai model jenjang tangga diatonik pada seni lokal, seperti angklung dengan 12 nada.51

Pada masa Gubernur Jendral van der Capellen (1819-1825), ia banyak mengabaikan aturan baru dan kembali ke sistem lama yang liberal.52 Namun Cornelius Elout yang ikut membuat aturan baru itu membelanya, di tengah daerah jajahan yang mengalami kesulitan ekonomi dan rakyat Jawa jatuh dalam kemiskinan, seiring

49 Dalam ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), Memorie van

Residen J.G. van den Berg in Jogjacarta 1799-1803, Bundel Yogyakarta, sebagaimana yang dikutip Jurnal Sosial Humaniora UGM, Vol. 12, No. 1, Juli, 2008, 27- 29.

50 A. Hasymi, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia: Kumpulan Prasaran Pada Seminar di Aceh (Bandung: Alma’arif, 1993), 122-126.

51 Harry Sulastianto, dkk., Seni dan Budaya...., 39. 52 Clive Day, The Dutch in Java (Kualalumpur: Oxford University Press,

1966), 233.

Page 27: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 169

meletusnya perang Jawa.53 Kebijakan ia memperlihatkan praktek liberalismenya telah gagal. Sekalipun begitu di

53 Setelah Hamengkubowono IV wafat, Hamengkubuwono V yang

berusia 3 tahun dinobatkan sebagai raja. Karena raja masih kecil, pemerintahan dikendalikan Patih Danuredjo yang tunduk kepada Pemerintah Belanda. Pada pertengahan Mei 1825, Pemerintah Belanda menginstruksikan membangun jalan baru dari Yogyakarta munuju Semarang. Namun membelokkan rencana ke Tegalrejo, melintasi tanah leluhur Diponegoro, eyang putri Ratu Ageng Tegalrejo; permaisuri Hamengkubowono I. Persoalan awal ini yang menyinggung harga diri Pangeran Diponegoro sebagai putra Hamengkubuwono III dari istri selir R.A. Mangkarawati, dan memberontak melawan Belanda. Pengeran Diponegoro memerintahkan bawahannya mencabut patok-patok yang ditancapkan di tanah makam leluhurnya. Mengetahui patok-patok itu dicabut, Pemerintah Belanda kembali menancapkan patok-patok baru. Lantaran kesal, Pengeran Diponegoro kembali mencabut patok-patok itu dan menggantinya dengan tombak-tombak yang menyimbolkan perlawanan. Bermula dari sikap itu, Belanda menangkapnya pada tanggal 20 Juli 1828 M. Namun Pangeran Diponegoro beserta pengawalnya menyelamatkan diri ke Desa Dekso (Kulonprogo), dan kemudian ke Goa Selarong (Bantul). Gagal mengejar, Belanda membakar habis rumah kediaman Diponegoro di Tegalrejo. Pasca kegagalan penangkapan itu, pecah perang besar yang berlangsung selama 5 tahun, yang disebut perang Jawa. Rakyat Mataram bersatu padu dengan Diponegoro dalam perjuangan melawan Belanda. Pangeran Diponegoro mendapat dukungan 19 Pangeran, dan Kyai Maja ditetapkan sebagai pemimpin spiritual pemberontakan. Ia juga berkoordinasi dengan Pakubuwono VI di Solo dan Tumenggung Prawidigdoyo, adipati Gagatan. Dalam peperangan ini, Belanda mengerahkan 32.000 serdadu, terbesar sepanjang sejarah pertempuran di Jawa. Dari sudut kemiliteran, konflik ini merupakan perang pertama yang melibatkan semua metode dan strategi perang modern, baik strategi urat syaraf, provokasi ideologi dan agama maupun kelengkapan senjata dan kavaleri. Pada tahun 1827 M., Belanda melakukan penyerangan terhadap pasukan Diponegoro dengan menggunakan strategi benteng hingga terkepung. Pada tahun 1829 M., Kyai Mojo tertangkap, menyusul Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya, Alibasah Sentot Prawirodirjo. Pada tanggal 28 Maret 1830 M., Jendral De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro dengan membangun benteng pertahanan di Magelang, sehingga ia menyerahkan diri dengan syarat sisa pasukannya dibebaskan. Namun justru ia ditangkap, dibawa ke Semarang, diasingkan ke Manado, dan dipindahkan ke Makasar hingga wafat dalam masa tahanan di Benteng Rotterdam pada tanggal 8 Januari 1855 M. Berakhirnya perang ini menandai akhir perlawanan priyayi Jawa. Perang ini telah menelan ribuan korban manusia, baik dari pihak Belanda maupun kaum pribumi, sehingga setelah perang diperkirakan penduduk Mataram berkurang separoh. Karena desakan Belanda, semua keturunan Diponegoro

Page 28: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

170 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

antara ide pembaruannya ialah perdagangan protektif yang justru mengundang kemarahan orang-orang Eropa, terutama warga Belanda. Pada tahun 1821, ia mengeluarkan aturan yang melarang segala bentuk perdagangan Eropa di daerah penghasil kopi di Sunda (Priangan), kecuali telah memiliki izin khusus dari pemerintah, dengan harapan dapat melindungi petani agar tidak tertipu oleh para pedagang Eropa, dan juga untuk memperbesar keuntungan Pemerintah Belanda.54 Pada masa ini, ia juga berusaha keras menghilangkan jabatan bupati (adipati), bahkan kebijakannya lebih keras dari yang pernah dilakukan oleh VOC di masa lalu. Hanya saja kebijakan menghapus jabatan bupati ini pada akhirnya tidak dapat diterapkan, karena mendapat perlawanan kultural masyarakat Jawa yang masih menghormati kedudukan bupati sebagai pemimpin daerah.55

Sementara kegagalan peningkatan perdagangan di bidang pertanian pada masa Letnan Gubernur Raffles dan Gubernur Jendral Du Bus de Gisignies mendorong Gubernur Jendral Johannes van den Bosch (1830) diberlakukan statusnya sebagai pemberontak, anak cucunya dilarang memasuki Keraton. Namun pada masa Hamengkubuwono IX, alm. Pengeran Diponegoro diberi amnesti dengan pertimbangan nilai-nilai kebangsaan (kerakyatan) perang itu, keturunannya diperbolehkan kembali memasuki Keraton. Pemerintah RI kemudian menetapkannya sebagai pahlawan nasional. Bdk., Krisna Bayu Aji, dan Sri Wintala Achmad, Sejarah Perang di Bumi Jawa....,184-188.

54 Ibid. 55 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah

Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), 348-349.

Page 29: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 171

menerapkan sistem tanam paksa bagi penduduk Jawa. Kebijakan tanam paksa sebelumnya telah dilakukan VOC dengan sistem Cultuurstelsel. Sistem tanam paksa mewajibkan para petani Jawa untuk meningkatkan produksi hasil pertanian melalui pembayaran pajak yang ditukar dengan barang (ijon), berupa hasil pertanian yang akan diekspor ke Amerika dan Eropa.56

4.3.3. Kedatangan Gereja-gereja Barat

Pada abad ke-19 M. sejumlah utusan gereja datang seiring dengan. kedudukan Pemerintah Hindia Belanda yang semakin kokoh. Misi pertama yang datang dari Gereja Katolik yang dipimpin antara lain oleh Mgr. Petrus Maria Francken dengan dibantu oleh lima orang pastur dari Serikat Jesuit.57 Para utusan Gereja Katolik juga mendirikan sekolah pastoran di Muntilan. Mereka

56 Ibid., 353. 57 Pada masa Perang Diponegoro, Pemerintah Hindia-Belanda

menempatkan seorang pastor bernama Scholtes yang bertugas memberikan konseling kapada para prajurit Belanda. Ia juga mengadakan perjalanan inspeksi ke wilayah Sulawesi dan pulau Maluku, kemudian melaporkan hasil penyelidikannya kepada Sri Paus. Berdasarkan laporan itu Sri Paus yang bertahta di Vatican memandang sudah tiba waktunya untuk membantu dan meningkatkan status Gereja Katolik menjadi Vicariat (perwakilan), lalu Paus mengirimkan Mgr. Jacob Croaff selaku pemimpin. Pada tahun 1848, ia digantikan oleh Mgr. Peterus Maria Francken. Di bawah kepemimpinannya, misi mengalami kemajuan. Dari pulau-pulau luar Jawa berdatangan permintaan umat di daerah terpencil. Pada tahun 1859 kaum Serikat Jesuit membantu menyekolahkan para misionaris ke Jawa, lalu menempatkan mereka di Flores dan kepulauan lain di Nusantara. Pada tahun 1898 selama Mgr. E.S. Luypen S.J bertugas, Gereja Katolik tumbuh dengan jalan pembangunan lembaga pendidikan, rumah sakit dan rumah yatim piatu di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Pada waktu itu, peran Gereja Katolik yang paling unggul dalam lapangan sosial dan pendidikan. Lih., http://kristologi.forumandco.com. Diunduh pada tanggal 16 Desember 2014.

Page 30: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

172 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

mengembangkan seminari, rumah sakit dan panti sosial di wilayah Yogyakarta, menjadi agen modernisasi yang paling sukses saat itu.58

Gambar 4.6. Gereja Katolik pribumi pertama di Yogyakarta59

Tidak lama kemudian misi menghadapi kompetitor

baru, yaitu zending Gereja Protestan yang

58 Selain lembaga pendidikan yang dibentuk oleh gereja, Keraton

Yogyakarta pada tahun 1890 juga mendirikan sekolah yang serupa, yaitu “Srimanganti”. Sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak pejabat Keraton yang akan menggantikan kedudukan ayahnya. Selain Srimanganti, beberapa organisasi partikelir juga mendirikan sekolah di luar ibukota Mataram, seperti di Kalasan, Kejambon, Jejeran, Wonogiri, Bantul, Kreteg, Sleman, Klegung dan Godean. Dalam perkembangannya mengikuti kebijakan Pemerintah kolonial, sekolah-sekolah itu terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan strafikasi sosial masyarakat Jawa pada waktu itu, yaitu, HIS (Hollandshe Inlandshe School) yang diperuntukkan bagi priyayi, Sekolah Bumiputera kelas dua untuk priyayi rendah, dan Sekolah Bumiputera untuk wong cilik. Lih., Abdurrachman Surjomiharjo, Kota Yogyakarta Tempo Doeloe Sejarah Sosial 1880-1930 (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), 67-72.

59 www.albertusgregory.blogspot.com. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015.

Page 31: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 173

mengembangkan agama di wilayah Purworejo, Kedu, Banyumas, Surakarta dan wilayah Yogyakarta dalam suatu organisasi gereja suku, disebut Gereja Kristen Jawa.60 Penyiaran misi Gereja Katolik dan disusul oleh

60 Gereja Kristen Jawa atau Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (disingkat GKJ) merupakan mata rantai Gereja-gereja Reformasi di Eropa abad ke-15 M yang mencari tanah persemaiannya yang baru dalam kebudayaan Jawa. Gereja Kristen Jawa ini didirikan pada tanggal 17 Februari 1931 sebagai persyarikatan religius yang seluruhnya berjumlah 307 anggota gereja yang terhimpun dalam 32 klasis dan tersebar di 6 provinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Dalam sejarah perkembangannya, gereja ini dirintis pertama kali oleh kehadiran 9 orang dari kalangan bawah masyarakat Jawa dengan profesi sebagai buruh tukang batik yang menjadi pembantu Ny. Van Oostrom Phillips di Banyumas pada waktu itu. Mereka bertekad berjalan kaki menerabas desa-desa, melewati hutan dan menaiki wilayah pegunungan menuju kota Semarang, hanya untuk mendapatkan sertifikasi baptis dari organisasi Zendeling NZG W. Hoezoo pada tanggal 10 Oktober 1858, karena pemberian sertifikasi baptis di Karesidenan Banyumas oleh Pemerintah kolonial setempat dilarang. Mereka ini yang menjadi cikal bakal GKJ di Banyumas. Cikal bakal kedua, terdiri dari dua orang lelaki dan tiga orang perempuan batur (pembantu rumah tangga) dari Ny. Christina Petronella Phillips Stevens di Ambal, Purworejo Jawa Tengah yang menerima sertifikasi baptis di Gereja Indische Kerk Purworejo pada tanggal 27 Desember 1860. Dengan demikian, cikal-bakal itu yang membentuk gereja kaum Boemipoetera pertama, disebut sebagai orang Kristen Jawa. Dengan memasukkan golongan Kristen “Jowo” kang merdhiko asuhan Kyai Sadrach Suropranoto sebagai embrio berkembangnya Kekristenan di Jawa di kawasan pegunungan Menoreh, Kedu, Sindoro Sumbing dan daerah Dieng Jawa Ttengah, disusul kelompok Kristen Simo yang kemudian pindah ke Nyemoh (dekat Bringin Salatiga) binaan Ny. E.J.Le Jolle de Wildt dan Petrus Sadaja (dibaptis pada tahun 1855, tiga tahun lebih awal dari Banyumas), yang terdiri dari kaum rendahan di masyarakat Jawa. Namun tumbuhnya kelompok-kelompok Kristen awal ini segera disusul oleh kelompok lain hasil pekabaran Injil yang dilakukan oleh Nederlandche Gereformeerde Zendingvereniging (NGZV) yang mulai bekerja sejak 1865 di Tegal (Muaratuwa) dan Purbalingga (plus Bobotsari dan Bojong) yang diambil-alih oleh Zending Gereformeerd Kerken (ZGK) sejak tahun 1896 dan dikembangkan pembinannya dari Gereja-gereja di Purworejo, Temon, Kebumen, Yogyakarta, Surakarta, Banyumas, Purbalingga, Magelang dan Temanggung di Jawa Tengah bagian Selatan, sedangkan Jawa Tengah bagian utara menjadi daerah pelayanan Salatiga Zending. Sejak saat itu muncul puluhan pepanthan di tiap-tiap pusat pelayanan Injil di luar kelompok lama maupun kelompok "Wong Kristen Merdhiko". Namun hampir semua warga gereja awal itu berlatar belakang petani miskin dan buta aksara. Hanya

Page 32: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

174 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

kehadiran Gereja-gereja Protestan, terutama dilakukan ke para petani yang miskin dan kalangan priyayi Jawa. Namun mengalami hambatan kultural untuk menembus lingkungan masyarakat pondok pesantren. Pada masa kemerdekaan Indonesia, Gereja-gereja Protestan (Reformasi) dan Gereja Katolik juga terlibat aktif dalam pergumulan revolusi nasionalisme Indonesia.61 Pada tahun 1949, misalnya Gereja Katolik di Yogyakarta mendirikan Partai Katolik Indonesia yang disingkat Parkindo. Sebelumnya, Muhammadiyah, NU dan organisasi kemasyarakatan Islam yang sejenis

berkat jasa pelayanan sekolah dan rumah sakit yang diselenggarakan oleh zending, sebagian generasi kedua ini beralih profesi menjadi guru, perawat dan pegawai negeri, termasuk dalam pemerintahan desa. Dari generasi kedua ini lahir generasi ketiga gereja Jawa pra dan pasca kemerdekaan Indonesia yang semakin berjiwa nasionalistik. Bdk., H. Berkhof, dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 312-317.

61 Pergumulan Gereja-gereja Reformasi (Protestan) dalam revolusi Indonesia tahun 1945 yang dimotori oleh Soekarno, muncul ketika terjadi perdebatan antara Leimena dengan Tambunan dalam Parkindo di satu sisi, dan Leimena dengan Tina Frans dan Simatupang di Dewan Gereja Indonesia di sisi lain. Perdebatan muncul di sekitar persoalan dukungan Leimena terhadap revolusi nasionalisme Indonesia dengan menegaskan bahwa revolusi yang diusung oleh Soekarno itu sejalan dengan panggilan Kekristenan. Ini artinya bahwa revolusi nasionalisme merupakan suatu tindakan radikal untuk mengubah susunan tata kehidupan masyarakat berdasarkan Pancasila. Suatu revolusi untuk mencapai tata kehidupan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, tanpa eksploitasi atas sesama umat manusia. Hal ini sejalan dengan tugas dan panggilan gereja dalam memperjuangkan kemerdekaan, kebenaran, keadilan dan kasih Tuhan di muka bumi. Untuk mencapai hal itu diperlukan perubahan mental dan spiritual. Leimena menunjuk secara khusus bahwa pemahaman atas penafsiran Alkitab yang sekan-akan Kerajaan Tuhan hanya bisa dihadirkan pada akhir zaman, tidak pada saat ini, adalah tidak tepat. Gereja dengan demikian harus ikut terlibat menyebarkan kasih Tuhan dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Lih., John A. Titaley, Religiositas di Alenia Tiga: Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi Agama-Agama (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2013), 76.

Page 33: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 175

mendirikan partai politik serupa di Yogyakarta, dinamai Masyumi yang artinya majelis permuswaratan kaum Muslimin Indonesia.62

4.3.4. Modernisasi dan Perubahan Sosial

Pengaruh kolonialisme bangsa-bangsa Barat terhadap masyarakat Jawa, khususnya di wilayah Yogyakarta di kemudian hari menghasilkan dampak “westernisasi” yang secara positif dinilai sebagai proses modernisasi. Modernisasi yang diakibatkan secara tidak langsung oleh kolonialisme ini, di satu pihak menimbulkan banyak perubahan sosial dan budaya di Jawa.63 Namun di lain pihak, ia juga menghasilkan

62 Pada waktu timbul antusiasme umat Katolik dalam berjuang

melawan agresi Belanda di Yogyakarta, tahun 1949 digelar Kongres Umat Katolik seluruh Indonesia yang melahirkan partai Katolik Indoenesia dengan pimpinan I.J. Kasimo. Perjuangan nasionalisme umat bermula di Gereja Katolik Santo Yusup Bintaran; gereja pertama yang didirikan orang Jawa. Arsitektur gereja ini dibangun dengan gaya Belanda yang dipadukan dengan Jawa. Namun keistimewaan gereja ini ternyata tidak hanya dilihat dari aritekturnya, melainkan peran perjuangan bangsa dalam kurun waktu 1945-1949. Sejak kedatangan Mgr. Soegijapranata S.J tahun 1947 sebagai pastor pembantu, gereja ini menjadi tempat berkumpul para pejuang Katolik. Menurut FX. Agus Suryana Gunadi, Pastor Gereja Santo Yusup, gereja pernah menjadi tempat pertemuan rutin Presiden Soekarno dan Uskup Soegijapranata. "Mereka membahas strategi melawan Belanda," kata Romo Agus. Saat itu ketika Yogyakarta menjadi ibukota negara, Presiden Soekarno menunjuk Gereja Bintaran sebagai mediator. Berkat Soegijapranata, gereja menjadi basis pers Katolik yang mendukung perjuangan Indonesia. Pers dinilai sebagai media komunikasi strategis bagi masyarakat. Beberapa pers yang didirikan, seperti Majalah Swara Tama, Peraba, Semangat, serta radio Bikima. Lih., http://nationalgeographic.co.id. Diunduh pada tanggal 20 Januari 2015.

63 Pada akhir abad ke-19 M, listrik diperkenalkan, lampu penerang jalan didatangkan dari negeri Eropa, bahkan Belanda memperkenalkan pakaian Indo bagi para bangsawan dan raja sebagai gaya hidup baru yang terkesan modern. Pada masa ini anak-anak priyayi dianjurkan untuk sekolah

Page 34: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

176 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

diversifikasi dan diferensiasi fungsi serta unsur-unsur komunitas yang mendorong transformasi struktural, antara lain birokrasi, komersialisasi, komunikasi, sekulerisasi, dan industrialisasi. Selain tentu timbulnya transformasi budaya baru dalam kehidupan masyarakat, seperti bahasa, ilmu pengetahuan, sistem pendidikan dan teknologi.64

Arus modernisasi yang kompleks dan multidimensional pada masa kolonial ternyata menghasilkan banyak perubahan sosial di Jawa, diantaranya pertama, modernisasi sosio-demografis dan struktural yang menyebabkan diferensiasi dan interdependensi kelembagaan yang terkait dengan sistem sosial dan budaya. Ia mencakup inovasi organisasi dan pergantian struktur akibat transformasi semua sistem kehidupan dalam mengorganisasikan masyarakat, seperti politik, ekonomi, sosial, intelektual dan agama.65

dengan sistem Barat. Diantara anak-anak muda yang mempunyai asal-usul keturunan yang dianggap terbaik di Jawa itu mengetahui mereka dapat menjadi penerus ayahnya sebagai bupati, tetapi beberapa diantaranya tidak berminat meniti karir sebagai bupati, mereka lebih menyukai profesi bebas. Selain itu golongan priyayi rendah juga diberi kesempatan bersekolah agar kelak dapat menduduki jabatan-jabatan bawahan sebagai asisten atau sekretaris yang dibutuhkan dalam Pemerintahan Hindia Belanda. Golongan terakhir ini yang kelak melahirkan generasi nasionalis-nasionalis pertama yang bersikap kritis terhadap cita-cita kebangsawanan kuno yang dianggap sudah ketinggalan zaman dan menjaga jarak dengan penguasa kolonial. Namun mereka mempelajari resep-resep pemikiran politik Barat, terutama konsep “nation state”. Denys Lombard, Nusa Jawa Silang....., 110.

64 Ibid., xii-xiii. 65 M. Francis Abraham, Modernisasi Di Dunia Ketiga: Suatu Teori

Umum Pembangunan, diterjemahkan oleh M. Rusli Karim (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), 17.

Page 35: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 177

Kedua, modernisasi juga menjadi bagian perubahan proses, fungsi-fungsi lembaga dan status individu, sehingga muncul profesi baru dan diferensiasi kerja di masyarakat. Kemajuan teknologi, pertumbuhan industri manufaktur dan jasa, revolusi ilmu pengetahuan dan inovasi oganisasi dalam prosesnya mendorong ke spsesialisasi fungsi-fungsi, seperti fungsi tradisi dalam keluarga, suku dan agama yang dijalani masyarakat mengalami perubahan peranan.66

Ketiga, modernisasi menjadi bagian dari perubahan sikap yang dihasilkan, di mana terjadi peningkatan diferensiasi, sistem sosial yang menciptakan perubahan sikap modern, dicirikan dari keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempercayai tujuan inovasi, berorientasi pada progresifitas dan memiliki pandangan bahwa tindakan duniawi merupakan cara terbaik untuk melakukan perubahan.67

Keempat, modernisasi mendorong perubahan timbul di mana pengaturan lembaga baru, pola tingkah laku, konsep dan keyakinan dalam hubungan sosial muncul secara bersamaan. Perubahan timbul modernisasi bukan proses evolusi, melainkan tranformasi total dalam stuktur sosial atau politik guna menjalankan fungsinya mengubah kehidupan sosial, ekonomi, bahkan ke kehidupan yang bersifat individual. Perubahan timbul dihasilkan dari pembangunan secara terencana melalui

66 Ibid., 19-20. 67 Ibid., 21.

Page 36: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

178 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

kehadiran agen-agen perubahan yang bekerjasama dengan masyarakat.68

Kelima, modernisasi merupakan proses yang mendasari perubahan sosial budaya menjadi universal. Urbanisasi, industrialisasi, birokratisasi dan mobilisasi politik merupakan bentuk perubahan universal dalam nilai-nilai dan kebudayaan. Agama sebagai sistem nilai menjadi institusi yang semakin terasing dari kehidupan sosial, ekonomi dan politik modern. Manusia-manusia modern menjadi berorientasi pada kehidupan yang bersifat dunawi untuk bertindak atas dirinya sendiri.69

4.4. Yogyakarta Pada Masa Kemerdekaan Indonesia

Pada masa revolusi nasionalisme Indonesia, Keraton Yogyakarta turut aktif berkontribusi, sehingga mendorongnya memperoleh kewenangan khusus yang disebut daerah istimewa.70 Puncak revolusi nasionalisme

68 Ibid., 22-24. 69 Ibid., 25-26. 70 Status Daerah Istimewa Yogyakarta sebenarnya merupakan

warisan sejarah sebelum era kemerdekaan. Keraton Yogyakarta sebagai pemerintahan daerah, sejak dulu berstatus “kerajaan vasal/negara bagian/dependent state” pada masa kolonial, mulai dari VOC, Hindia-Perancis (Republik Batavia Belanda Perancis), India Timur (Kerajaan Inggris), Hindia-Belanda, dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI (Kekaisaran Jepang). Oleh Pemerintah Hindia-Belanda status itu disebut “Zelfbestuurende Lanschappen”, dan Kekaisaran Jepang menyebut Koti/Kooti. Status istimewa membawa konsekuensi hukum dan politik dalam kewenangan mengatur wilayah sendiri. Dari status ini, Bapak pendiri bangsa, Ir. Soekarno yang duduk dalam Panitia BPUPKI dan PPKI menetapkan Yogyakarta sebagai daerah khusus, bukan negara atau negara bagian. Pada tanggal 19 Agustus 1945, dua hari setelah kemerdekaan, terjadi perdebatan yang membahas kedudukan Kooti Yogyakarta dalam sidang PPKI. Sebetulnya kedudukan Kooti telah dijamin oleh UUD, namun belum diatur secara rinci.

Page 37: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 179

ditandai dengan lahirnya Republik Indonesia dengan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian disusul dengan pengesahan ideologi dan konstitusi baru, yaitu Pancasila dan UUD 1945 yang mempertegas tujuan dasarnya membentuk negara yang baru. Namun menurut Prof. John A. Titaley, pernyataan teks proklamasi itu tidak hanya menunjukkan pernyataan politik mengenai pembentukan negara yang merdeka, tetapi juga pernyataan kebudayaan pembentukan bangsa baru. Bangsa baru itu lahir bukan dipaksakan, melainkan ia lahir dari kesadaran sebagai bangsa. Ia lahir menjadi ada dan mengada karena manusia-manusia pra-Indonesia menghendaki menjadi Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Jadi teks proklamasi bukan saja pernyataan merdeka, tetapi juga pernyataan pembentukan bangsa baru yang dilakukan secara sadar.

Pada sidang itu, Pangeran Purboyo yang mewakili Keraton meminta Pemerintah RI agar Kooti dijadikan 100 % otonom, dan hubungan dengan pemerintah pusat akan diatur sebaik-baiknya. Usul itu langsung ditolak oleh Presiden Soekarno karena bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan RI yang telah disahkan pada sidang sehari sebelumnya. Namun pada hari itu juga, Presiden Soekarno mengeluarkan piagam penetapan kedudukan khusus bagi pemimpin Keraton. Piagam itu diserahkan oleh presiden pada tanggal 6 September 1945, setelah menunggu sikap resmi Keraton. Sikap resmi Keraton dikeluarkan setelah mempelajari reaksi masyarakat terhadap proklamasi kemerdekaan, sehingga raja mengeluarkan “dekrit kerajaan” yang dikenal dengan “Amanat 5 September 1945”. Isi dekrit menyangkut integrasi monarkhi Yogyakarta ke Republik Indonesia. Dekrit integrasi semacam ini sebenarnya juga dikeluarkan oleh beberapa monarkhi di Nusantara, seperti yang dilakukan Raja Luwu di Sulawesi yang mengeluarkan dekrit mendukung kemerdekaan Indonesia, meskipun ia harus meninggalkan istana, melawan tentara Sekutu dan NICA. Lih., http://karolalnet.blogspot.com. Diunduh pada tanggal 27 Desember 20014.

Page 38: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

180 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Sudah tentu bangsa yang baru lahir itu berasal dari suku bangsa yang majemuk, sehingga kebudayaan suku bangsa yang majemuk itu menjadi modal bagi berkembangnya bangsa ini dalam kebudayaan nasional.71

Masalahnya, apakah hanya satu kebudayaan suku bangsa yang menjadi kebudayaan Indonesia sebagai bangsa yang baru? Tentu tidak, selain kebudayaan daerah, terdapat pula pengetahuan dan informasi yang membentuk kebudayaan bangsa Indonesia. Pengetahuan dan informasi itu dapat diketahui dari gagasan-gagasan bernegara yang tumbuh bersama tumbuhnya bangsa Indonesia. Berbagai gagasan bernegara yang tumbuh sebelum kemerdekaan itu ialah gagasan bernegara Islam, gagasan bernegara modern Barat dalam ide-ide Marxis-Sosialis, dan gagasan bernegara nasionalistik bersifat kedaerahan. Selain itu, berbagai informasi akibat arus globalisasi, seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem informasi yang terbuka dan kapitalisme juga ikut membentuk bangsa baru.72

71 Lih., John A. Titaley, “Strategi Pengembangan Kebudayaan Nasional

dan Peran Agama-Agama di Indonesia”, dalam Djam’annuri, dkk., 70 Tahun H.A.Mukti Ali: Agama dan Masyarakat (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1993), 269.

72 Ibid., 270,

Page 39: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 181

Gambar 4.7. Presiden Soekarno di Gedung Agung Yogyakarta73

4.4.1. Integrasi Keraton dengan Republik Indonesia Pernyataan proklamasi kemerdekaan juga disambut

meriah oleh segenap masyarakat di tanah air dengan kelahiran negara baru multi etnik.74 Begitu pula Sri Sultan

73 www.ayogitabisa.com. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015. 74 Politik kebudayaan Pemerintah Orde Baru yang menekankan

homogenitas telah terbukti gagal mereduksi keragaman budaya dan etnik yang hidup di Indonesia, yang waktu itu hanya dilihat sebagai satu entitas (suku) saja. Indonesia hanyalah, meminjam istilah Anderson sebagai komunitas imajiner, karena para anggota bangsa yang terkecil sekalipun tidak bakal mengetahui dan tidak akan mengenali sebagian besar anggota lain, bahkan mungkin tidak pernah mendengar kisah hidup mereka hingga ajal menjemput. Jika Indonesia masih dilihat sebagai “state” yang berpusat di Jakarta dalam bayang-bayang imajinasi seperti itu, maka secara politik ia akan semakin jauh dari kepentingan yang ada di daerah. Banyak pejabat tinggi yang mengusung gagasan “utopia” menggambarkan konsep Indonesia tanpa pernah menyentuh kebutuhan seluruh masyarakatnya. Padahal harus diakui Indonesia merupakan konsep multietnik yang masing-masing

Page 40: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

182 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Hamengkubuwono IX ketika mendengar kabar kemerdekaan Indonesia, ia mengirimkan telegram kepada Ir. Soekarno, memberikan ucapan selamat dan mendukung eksistensi Republik Indonesia sebagai negara baru. Sebagai raja Jawa, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII menegaskan bergabung dengan Republik dan mendukung deklarasi kemerdekaan di Jakarta.75

Peran Keraton pada masa transisi dari penjajahan menuju kemerdekaan sangat menentukan kehadirannya. Pada tanggal 7 Mei 1949 Van Royen dan Roem berunding dan memutuskan mengembalikan ibukota negara di Yogyakarta. Keputusan ini diambil ketika Syafrudin Prawiranegara menjalankan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera. Perundingan juga memutuskan menggelar Konferensi Meja Bundar (KMB)

mengembangkan sifat komunalismenya secara otonom. Masyarakat berciri komunal ini memiliki karakteristik, yaitu pertama pola interaksi yang tinggi dalam semua dimesi kehidupan komunal. Kedua, ketergantungan pada kekuatan alam (super natural power) yang bersifat ilahiah. Ketiga, ikatan teritorial dan kekerabatan yang kuat yang semakin mempertegas batas kebudayaan yang dimiliki. Dari Sabang sampai Merauke, masing-masing etnik ini mempunyai perilaku budayanya sendiri yang hidup dan berkembang secara alamiah dalam bentuk-bentuknya yang spesifik. Masing-masing etnik saling berinteraksi, melakukan mobilitas sosial yang tinggi karena desakan kebutuhan ekonomi melalui jalaur-jalur perdagangan antar pulau, perkawinan dan jalur penyebaran tenaga kerja. Masing-masing etnik ini berinteraksi sosial dengan pola yang intensif sehingga menghasilkan tata pergaulan yang beragam yang dikenal dengan istilah “hetero-cultural society”. Lih. Agus Salim, Stratifikasi Etnik Kajian Mikro Sosiologi: Interaksi Etnik Jawa dan China (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), 2-3.

75 Dian Putri Pratama, dkk., “Kajian tentang Politik Hukum Undang-undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta”, dalam Jurnal Diponegoro Law Review, Vo. 1, No. 2, Tahun 2013, 23.

Page 41: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 183

di Denhaag, dan Kerajaan Belanda akhirnya menyerahkan kedaulatan Indonesia.76

Namun walaupun kedaulatan negara telah disepakati, masyarakat Indonesia belum puas karena pemerintahan berbentuk serikat, sehingga mendorong M. Natsir mengambil insiatif agar kembali ke bentuk negara kesatuan. Insiatif ini diterima secara aklamasi oleh semua tokoh nasional pada waktu itu. M. Natsir kemudian ditunjuk oleh Presiden Soekarno membentuk kabinet. Pada penyusunan kabinet, M. Natsir duduk sebagai perdana menteri dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX ditetapkan sebagai wakilnya.77

4.4.2. Masa Pascakemerdekaan

Salah satu pekerjaan rumit pasca-kemerdekaan adalah menentukan wilayah Indonesia. Pada akhir Agustus 1945 keputusan proklamasi kemerdekaan telah dirancang oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada waktu itu Pemerintah Kekaisaran Jepang belum menyerah kepada sekutu. Berdasarkan keputusan itu, Ir. Soekarno diangkat sebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Dalam menentukan wilayah, Indonesia secara de jure mengakui bekas wilayah Pemerintah Hindia Belanda sebagai wilayahnya. Sedangkan, beberapa wilayah yang bukan wilayah

76 Insan Fahmi Siregar,“Pasang Surut Politik Masyumi dalam

Pemerintahan”, Forum Ilmu Sosial Yogyakarta, Vol. 35, No. 1, Juni 2008, 22. 77 Insan Fahmi Siregar, Ibid.

Page 42: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

184 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Pemerintah Hindia Belanda belum ditetapkan. Sedangkan wilayah yang tidak berada langsung di bawah kekuasaan Hindia Belanda adalah Surakarta dan Yogyakarta yang disebut Voorstenlanden, artinya wilayah yang dipertuan oleh Keraton Surakarta, Mangkunegaran, Keraton Yogyakarta dan Pakualaman.78

Pada masa transisi kedaulatan itu Keraton juga turut mengambil peranan, yakni dalam penyerahan kedaulatan antara Kerajaan Belanda dengan Indonesia. Penyerahan dilaksanakan di Koningsplein atau Istana Negara. Dari pihak Indonesia diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubwono IX, dari pihak Belanda diwakili oleh Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan, yaitu Dr. A.H.J Lovink.79

4.5. Yogyakarta Pewaris Kebudayaan Jawa Yogyakarta dikenal sebagai pewaris kebudayaan

Jawa.80 Bukan tanpa sebab predikat itu dilekatkan, tetapi pada kenyataannya berbagai jenis kebudayaan, seni dan tradisi masih eksis dan hidup. Ini artinya masyarakat Yogyakarta dikenal berkebudayaan tinggi, memiliki kekayaan tradisi yang diwariskan sejak dulu, dan

78 Sutrisna Kutoyo, Sri Sultan HB IX Riwayat Hidup dan Perjuangan

(Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995), 38. 79 ANRI, Arsip Kemerdekaan dan Kebebasan Memperoleh Informasi,

Majalah ARSIP, Edisi 61, Mei-Agustus 2013 (Arsip Nasional Republik Indonesia, 2013), 21.

80 Dinas Kebudayaan DIY Tahun Anggaran 2004, Pembinaan dan Pengembangan Living Museum di KCB Kotegede (Yogyakarta: Dinas Kebudayaan DIY, 2004), 3.

Page 43: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 185

berkembang hingga kini dalam topangan kepemimpinan Keraton.

4.5.1. Upacara Sekaten dan Grebeg

Upacara Sekaten merupakan tradisi tahunan yang menggabungkan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Jawa dalam rupa mengusung makanan hasil pertanian yang dirangkai menjadi gunungan; melambangkan konsepsi ketuhanan masyarakat Jawa. Gunungan yang terbuat dari makanan ini diarak dari pintu gerbang Keraton ke alun-alun utara, dan kemudian disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman untuk didoakan bersama, diiringi dengan suara musik gamelan bernama Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kyai Naga Wilaga. Upacara Sekaten dirayakan sebulan penuh hingga puncaknya pada tanggal 12 bulan Mulud setiap Tahun Jawa.81

Upacara Sekaten dikenal juga dengan istilah Grebeg Mulud. Ada tiga jenis grebeg, yaitu Grebeg Mulud (Sekaten), Grebeg Besar dan Grebeg Sawal. Grebeg Sawal dilaksanakan pada saat Lebaran dan raja membuka pintu gerbang Keraton (open house) untuk menerima masyarakat yang hendak sungkem (menghadap raja). Sedangkan Grebeg Besar dilaksanakan pada Hari Raya Korban. Grebeg itu sendiri merupakan istilah Jawa yang artinya, “diiringi para pengikut” (prajurit).82

81 Ageng Pangestu Rama, Kebudayaan Jawa Ragam....., 396. 82 Ernawati Purwaningsih, Upacara Tradisional Sekaten (Yogyakarta:

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, tt), 2.

Page 44: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

186 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Upacara Sekaten bermula sejak zaman kuno, dan diteruskan oleh raja-raja beragama Hindu berwujud sesaji untuk arwah leluhur, namun mengalami “pengislaman” setelah agama Islam masuk di Jawa. Asal usul kata Sekaten, terdapat beberapa pendapat, yaitu. pertama, sekaten berasal dari kata sekati diambil dari nama perangkat gamelan pusaka Keraton yang dibunyikan dalam upacara Sekaten. Kedua, sekaten berasal dari kata suka dan ati yang berarti senang hati. Ketiga, sekaten berasal dari kata sesek dan ati yang berarti sesak hati. Ada juga yang berpendapat kata sekaten berasal dari syahadatain yang artinya dua kalimat syahadat (kredo), di mana raja datang ke Masjid Gedhe mendengarkan pembacaan riwayat hidup Kanjeng Nabi Muhammad.83

Pada waktu dua gamelan pusaka warisan Kerajaan Majapahit dan Demak, dibunyikan pertama kali, dilakukan acara udhik-udhik, yaitu penyebaran kepingan uang logam oleh raja. Penyebaran uang logam sebagai perlambang anugerah Tuhan berwujud harta dan kekeramatan raja yang memakmurkan rakyatnya. Kyai Guntur Madu (petir dari langit yang terasa madu), nama salah satu perangkat gamelan pusaka Keraton, melambangkan wahyu Tuhan yang turun dari langit. Kyai Naga Wilaga (naga yang berperang), nama perangkat

83 Ibid.

Page 45: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 187

gamelan Sekaten yang mengandung makna kemenangan abadi dalam membela ajaran Tuhan.84

Gambar 4.8. Upacara Sekaten di Masjid Gedhe85

Dalam soal menabuh gamelan, terdapat pantangan-

pantangan yang mengandung ajaran local wisdom yang harus dipatuhi oleh niyaga (penabuh gamelan). Pantangan-pantangan itu, ialah para abdi dalem niyaga yang memukul gamelan pusaka Kyai Sekati (Naga Wilaga) dilarang melakukan hal-hal yang tercela, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Selain itu mereka pantang melangkahi gamelan pusaka, dilarang menabuh atau memukul gamelan sebelum menyucikan diri dengan berpuasa dan mandi jamas (bersuci). Pantangan lain adalah, para abdi dalem niyaga pantang membunyikan

84 Ibid., 5. 85 www.krjogja.com. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015.

Page 46: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

188 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

gamelan pada malam Jum’at dan hari Jum’at sebelum melewati waktu dhuhur. Rententan pantangan yang bersifat simbolis itu menunjukkan perayaan Sekaten mengandung ajaran etik sekaligus estetik yang dapat dipedomi publik.86

4.5.2. Upacara Labuhan

Labuhan merupakan ritual melempar (nglarung) sesaji dan benda-benda keramat yang dimiliki oleh Keraton ke laut selatan untuk dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Kidul; penguasa laut Selatan (Samudera Hindia). Ritual ini bermula sejak zaman Panembahan Senopati, sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilannya memimpin kerajaan, yang kemudian dilestarikan oleh raja-raja sesudahnya. Ada tiga jenis labuhan, yaitu Labuhan Ageng (besar), Labuhan Tengahan (sedang), dan Labuhan Alit (kecil). Meskipun upacara Labuhan digelar oleh Keraton, namun masyarakat umum boleh turut serta. Upacara labuhan yang resmi diselenggarakan oleh Keraton berada di empat tempat, yaitu pertama, di Dlepih Kahyangan terletak di Kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri Jawa Tengah. Kedua, Parangkusumo Bantul, di pantai laut Selatan. Ketiga, di puncak Gunung Lawu, di perbatasan Surakarta dan

86 Ibid., 4.

Page 47: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 189

Madiun, dan keempat, di puncak Gunung Merapi, di wilayah Sleman.87

Secara umum upacara Labuhan merupakan persembahan (pisungsung) yang dilakukan di tempat-tempat tertentu, sesuai dengan kepercayaan lokal bahwa di tempat itu pernah terjadi peristiwa religius di mana para leluhur raja berhubungan secra spiritual dengan makhluk-makhluk halus yang “berkuasa” di Jawa. Pada prakteknya, upacara itu dipadukan secara estetik dengan unsur-unsur agama Islam. Ada mantra-mantra (doa) yang diucapkan dalam bahasa Arab dan menurut kaidah-kaidah yang berlaku di masyrakat. Ada pula yang dibacakan bercampur antara bahasa Jawa dan Arab.88

Salah satu doa yang dipanjatkan dalam upacara ini yang dibacakan oleh juru kunci setelah iring-iringan uba rampe (benda keramat) dan sesaji dibawa ke pantai selatan. Si juru kunci memanjatkan doa dengan kalimat sebagai berikut; “Kawula nuwun Gusti Kanjeng Ratu Kidul, nyaosaken labuhanipun wayah Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Kaping....Ing Ngayogyakarta Hadiningrat, wayah dalem nyuwun pangestu dadalem, sugengipun slira dalem, wilujengipun nagari dalem ing Ngayogyakarta Hadiningrat, yang artinya “Hamba menghadap Gusti Kanjeng Ratu Kidul, hendak mempersembahkan labuhan dari cucunda, Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan, raja ke....di

87http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/upacara-labuhan-

kesultanan-yogyakarta. Diunduh pada tanggal 10 Januari 2015. 88 Ibid.

Page 48: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

190 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Yogyakarta Hadiningrat. Cucunda mohon doa restu dan keselamatan untuk negeri baginda di Yogyakarta Hadiningrat”.89

Upacara Labuhan dilakukan atas perintah raja sebagai kepala kerajaan, kepala pemerintahan dan pemangku adat. Tahap-tahap persiapan labuhan yang dilakukan di lingkungan istana, segala sesuatunya dikerjakan para sanak keluarga raja, dibantu para punggawa dan abdi dalem. Namun pada pelaksanaan di luar istana sampai di tempat upacara, dapat diikuti masyarakat dengan prosesi yang ketat. Juru kunci adalah pelaksana yang bertindak atas nama raja. Ia juga adalah punggawa Keraton yang diangkat dari rakyat setempat. Juru kunci selain digaji tiap bulan, juga diberi hak untuk memiliki benda-benda yang dilabuh, tetapi dalam prakteknya benda-benda itu sering diperebutkan oleh para pembantu juru kunci. 90 Menurut Keraton, upacara ini dilakukan dalam rangka penobatan raja; peringatan ulang tahun penobatan raja, disebut Tinggalan Panjenengan, Tinggalan Dalem Panjenengan atau Tinggalan Jumenengan; peringatan hari "windo" hari ulang tahun penobatan raja setiap delapan tahun, dan juga dalam rangka Keraton memenuhi hajat tertentu, seperti menikahkan putera-puteri raja.91

89 Hamam Supriyadi, “Upacara Loy Kratong di Thailand dan Upacara

Labuhan di Daerah Istimewa Yogyakarta”, dalam Jurnal Humaniora UGM, No. 1, Tahun 2000, 135.

90http://kebudayaanindonesia.net..... 91 Ibid.

Page 49: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 191

Gambar 4.9. Upacara Labuhan di Pantai Parangkusumo

Yogyakarta92

4.5.3. Upacara Pernikahan Ageng

Selain Sekaten dan Labuhan, terdapat Pernikahan Ageng. Pernikahan Ageng adalah upacara perkawinan keluarga raja yang tidak hanya dilihat sebagai peristiwa teologis, tetapi juga peristiwa kebudayaan sebagaimana umumnya masyarakat Jawa melangsungkan. Upacara Pernikahan Ageng dilakukan dengan berbagai rentetan ritual simbolik yang rumit, namun memiliki kedalaman makna budaya dan estetika. Prosesi upacara dimulai dari; pertama, Nyantri, yaitu menitipkan calon pengantin laki-laki kepada keluarga pengantin perempuan untuk menjadi santri sebelum hari pernikahan. Nyantri

92 www.antarafoto.com. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015.

Page 50: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

192 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

dilakukan di beberapa lokasi lingkungan Keraton. Nyantri melambangkan makna kehidupan suci seorang santri atau murid yang tunduk mempelajari ilmu agama dan spiritualitas, adat istiadat, kesopanan dan tata aturan Keraton sehingga ia dapat menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Kedua, Majang atau Pasang Tarub, yaitu menghias keindahan dunia dengan mendekorasi rumah pemangku hajat yang dilakukan oleh keluarga raja, termasuk menghias pasren (kamar pengantin) yang disusul dengan Pasang Tarub di mana permaisuri raja dan bendara putri (bangsawan putri) memasang pajangan (dekorasi janur kuning) di emper Kagungan Dalem Bangsal Prebayeksa Kidul sebelah timur istana. Sedangkan para abdi dalem yang sudah ditentukan jumlahnya, memasang tarub dan tetuwuhan (rangkaian bunga) di lingkungan keputren (ruang bangsawan putri). Prosesi Majang, Pasang tarub, dan Tetuwuhan dilakukan di kompleks Kesatriyan dan Bangsal Kencana.93

Ketiga, Siraman yang dibedakan menjadi dua, yaitu siraman putri untuk calon mempelai perempuan, dan siraman kakung untuk calon mempelai laki-laki. Dalam acara siraman putri yang diberi kewenangan masuk hanya bendara putri, dilakukan dengan cara pengangkatan kendi (teko) berisi tujuh sumber mata air yang ditaburi bunga melati oleh permaisuri seraya berdoa, sambil memecah kendi ke tanah. Begitu juga

93 http://www.kerajaannusantara.com. Diunduh pada tanggal 10 Januari 2015.

Page 51: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 193

siraman kakung juga dilakukan oleh permaisuri dan diikuti oleh bendara putri, ibu mempelai laki-laki, istri abdi dalem penghulu, dengan tambahan potong rambut dan ngerik (cukur). Keempat, Tantingan dan Midodareni, yakni ritual (tantingan) yang dilakukan di emper Kagungan Dalem Bangsal Prabayeksa pada malam hari. Raja selaku orang tua menanyakan secara resmi kesediaan putrinya untuk dinikahkan. Setelah sang putri menyatakan kesediaan dengan menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuan, dilanjutkan midodareni yang secara simbolis menurut kepercayaan Jawa, para bidadari akan turun dari kahyangan (langit) untuk memanjatkan doa sekaligus menemui calon pengantin perempuan, sehingga ia akan berubah seperti bidadari cantik dengan wajah yang berseri-seri, tetapi tidak boleh tidur semalam suntuk. Kelima, Ijab-Kabul, yakni upacara peneguhan janji suci yang bertempat di Kagungan Dalem Masjid Panepen. Raja atas nama calon mempelai perempuan menikahkan putrinya, dengan serta merta membawa syarat sanggan lampah panyuwuning pengantin (permintaan pengantin perempuan) dan senggan tebusan pengantin (tebusan pernikahan). Setelah pengantin perempuan diserahkan kepada pengantin laki-laki, abdi dalem Kaparak dan abdi dalem Sahositi membuang kembar manyang (pohon sepasang) di luar Masjid Panepen sebagai tanda yang

Page 52: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

194 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

memberitahukan kepada publik bahwa telah terjadi perkawinan.94

Ketujuh, Beksan Edan-Edanan, yaitu gerak tari yang dilakukan pada saat bersamaan waktunya dengan upacara Panggih (pertemuan kedua mempelai) di emper Kagungan Dalem Bangsal Kencana, yang digelar sesudah ijab-kabul. Diawali dengan tarian Beksan Edan-Edanan, sejenis tari gila-gilaan yang dimainkan oleh beberapa pasang penari dengan gerakan tubuh seperti orang mabok di sepanjang jalur yang dilalui oleh kedua pengantin. Tarian ini dilakukan secara simbolik sebagai sarana mengusir lelembut (makhluk halus), seperti dedemit yang hendak mengganggu kesuksesan acara Panggih. Masih dalam rangkaian Panggih, juga dilakukan upacara Balangan Gantal (saling melempar daun sirih) diantara kedua pengantin. Mempelai laki-laki melempar daun sirih terlebih dahulu ke arah mempelai perempuan dalam jarak yang tidak terlalu jauh, namun arah lemparan harus tertib dan berurutan (sistematik) sesuai dengan syarat dan rukunnya. Dimulai dari lemparan daun sirih yang diarahkan menyentuh ke dahi (wajah), disusul lemparan ke arah sentuhan dada, dan terakhir lemparan ke arah bawah, yaitu sentuhan kedua lutut kaki mempelai perempuan. Kemudian mempelai perempuan berganti melakukan lemparan daun sirih ke arah sentuhan dada dan kedua lulut kaki mempelai laki-laki.

94 Ibid.

Page 53: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 195

Dalam rangkaian Panggih, juga dilakukan Wijikan atau Runupada, yaitu upacara yang dilakukan oleh mempelai perempuan untuk membasuh kaki mempelai laki-laki. Upacara Runupada ini melambangkan makna bahwa sang istri rela membaktikan diri kepada suami. Selain itu ia juga merupakan simbol membasuh Sukerta (rintangan) hidup agar dalam perjalanan membentuk keluarga bahagia dapat tercapai, dan sekaligus bermakna bahwa semua langkah kaki (perbuatan) yang telah dibasuh itu didasarkan pada cita-cita untuk menjaga keluhuran keluarga, sehingga kelak menjadi teladan masyarakat. Setelah Runupada dalam rangkaian Panggih, dilanjutkan dengan upacara Mecah Tigan. yakni prosesi memecah telur yang diletakkan di bokor (baskom) air yang telah tersentuh oleh dahi kedua mempelai. Setelah itu, telur diambil dan dibanting sampai pecah ke tanah. Upacara ini melambangkan kedua mempelai telah kehilangan statusnya sebagai jejaka dan gadis, serta siap menumbuhkan benih kehidupan dalam rangkaian tugas reproduksi seksual manusia di dunia.95

Kedelapan, Pandhongan, yaitu prosesi menggendong pengantin perempuan oleh pengantin laki-laki, disebabkan pengantin perempuan berstatus sosial dan derajatnya lebih tinggi. Upacara Pandhongan dilakukan dengan cara pengantin perempuan duduk di atas kedua tangan pengantin laki-laki yang dibantu kerabat Keraton

95 Ibid.

Page 54: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

196 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

yang telah diberi kewenangan khusus oleh raja. Kedua tangan pengantin laki-laki bergandengan dengan tangan kerabat Keraton dalam posisi berhadapan, dan pengantin laki-laki berdiri di sebelah kiri pengantin perempuan. Sementara pengantin perempuan berpegangan pada bahu pengantin laki-laki. Dengan formasi itu pengantin laki-laki berjalan kaki menggendong pengantin perempuan, dimulai dari arah timur menuju ke arah barat sepanjang kurang lebih 15 meter, dan berhenti duduk di Tratag Prabayeksa di istana. Terakhir adalah upacara Tampa Kaya dan Dhahar Klimah. Tampa Kaya merupakan prosesi penerimaan kekayaan dan harta benda dari pengantin laki-laki, seperti kacang tanah, kedelai, jagung, gabah, beras, bunga siraman, uang logam sebagai perlambang seorang suami tidak boleh bersifat picik, semua hasil jerih payahnya bekerja diserahkan ke istri, dan sebaliknya istri berwenang penuh menjaga harta benda itu. Sedangkan upacara Dhahar Klimah adalah upacara menikmati makanan pokok disertai rangkaian minum air putih yang dilakukan dengan cara pengantin laki-laki mencuci tangan kanan terlebih dulu, kemudian mengambil nasi yang dikepal-kepal menjadi tiga bulatan kecil untuk diberikan kepada pengantin perempuan, begitu juga sebaliknya. Upacara Dhahar Klimah melambangkan makna dua hati dalam satu tekad (manunggal); suami dalam keteguhan hati, dan istri menyimpan rahasia hati.96

96 Ibid.

Page 55: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 197

Gambar 4.10. Upacara Pernikahan Ageng97

4.5.4. Seni Tari Jathilan

Seni Jathilan adalah tarian paling tua di Jawa,98 merupakan warisan animistik yang pada awalnya digunakan untuk mendatangkan roh-roh halus yang nyangkut (bersemayam) di pepohonan di sekitar pertunjukan tarian itu digelar.99 Roh-roh halus itu ikut menari dengan cara masuk ke dalam tubuh penari setelah diundang resmi secara magis oleh dukun lokal (ahli metafisika), sehingga mereka kehilangan kesadaran dirinya (kesurupan), mengikuti gerakan roh-roh itu. Para penari yang sudah kemasukan roh itu menari dengan gerakan tubuh seperti orang mabok, sesuai dengan irama

97 http://zonadamai.com. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015. 98 Soedarsono (ed.), Tari-Tarian Rakyat Yang Ada di Daerah Istimewa

Yogyakarta (Yogyakarta: Akademi Seni Tari Yogyakarta, 1976), 10. 99 Kuswarsantyo, Seni Jathilan: Bentuk, Fungsi dan Perkembangannya

(1986-2013) (Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni UNY, 2013), 4- 5.

Page 56: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

198 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

musik gamelan yang dibunyikan; semakin keras musik gamelan dipukul, semakin menggila mereka menari. Konon tanpa iringan musik gamelan, para penari tidak dapat melakukan ritus tarian. Tarian Jathilan diakhiri dengan menghidupkan kesadaran kembali para penari oleh dukun dengan doa-doa dan gerakan tubuh tertentu setelah pertunjukan ditutup. Tarian Jathilan sama dengan Kuda Lumping di mana para penari melakukan atraksi menunggang kuda yang terbuat dari anyaman bambu seraya memakan pecahan kaca, kulit buah kelapa, batu genting dan jenis makanan yang tidak lazim dikonsumsi oleh masyarakat.100

Seni Jathilan merupakan seni tari yang paling membudaya, memberi pesan moral bahwa manusia yang kerasukan roh jahat (kesurupan) atau perbuatan tidak baik harus diruwat dengan penyadaran dan doa keselamatan. Meskipun masyarakat yang menonton tarian ini tidak memahami pesan itu, namun mereka memperoleh hiburan estetik di tengah penderitaan sosial.101

100 Istilah Jathilan populer di Yogyakarta dan Jawa Tengah, di Jawa

Barat disebut tarti kuda lumping dan di Jawa Timur identik dengan seni reog. Claire Holt, Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia (Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 1988), 127.

101Berdasarkan peta kemiskinan DIY, sebaran terbesar terdapat di Gunung Kidul (34,80%) dan terkecil di kota (7,15%), sebagian besarnya berada di wilayah pedesaan, yakni petani. Statistik penduduk miskin di DIY menunjukkan angka sebesar 942.129 jiwa (275.110 keluarga miskin). Dipastikan musibah gempa bumi 27 Mei 2006 mengakibatkan angka kemiskinan di DIY meningkat. Lih., Moch. Faried Cahyono dan Lukman Hakim, Laporan Tata Kelola Pemerintahan Provinsi Di Yogyakarta (Yogyakarta: Pemerintah DIY, 2008), 13.

Page 57: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 199

Gambar 4.11. Seni Tari Jathilan102

4.5.5. Seni Pertunjukan Wayang Kulit

Wayang kulit adalah seni pertunjukan tradisi yang populer di Jawa. Wayang kulit tumbuh sebagai produk budaya dalam pusat-pusat kebudayaan Keraton (court culture). Kemunculan wayang kulit mempunyai hubungan erat dengan perkembangan sejarah kekuasaan di Jawa sejak masa sebelum agama Hindu dari negeri India datang sampai Indonesia merdeka.103 Kata wayang itu sendiri berasal dari kata Ma Hyang yang artinya “menuju kepada roh dewa atau keilahian”.104 Ada juga yang mengartikan

102 www.lantikaa.blogspot.com. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015. 103 Haryanto, S., Pratiwimba Adiluhung: Sejarah dan Perkembangan

Wayang (Jakarta: Djambatan, 1998), 24. 104Seni pertunjukan wayang kulit merupakan sisa-sisa upacara

keagamaan orang Jawa kuno. Pada saat itu orang Jawa telah membuat benda-benda pemujaan; totem, seperti arca sebagai sarana memanggil roh-roh atau

Page 58: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

200 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

sebagai “bayangan”, karena penonton menyaksikan seni pertunjukan itu duduk di belakang layar (kelir) yang ditancapi tokoh-tokoh wayang dengan melihat gerakan bayangan yang dimainkan oleh dalang. Dalang juga menjadi narator dialog, dengan suara dan logat yang berbeda-beda tergantung nama tokoh wayang yang dimainkan. Pada setiap pertunjukan, di awal, di tengah dan di akhir selalu diiringi musik gamelan yang ditabuh sekelompok niyaga dan tembang yang dinyanyikan pesinden (biduanita Jawa).105

Dalang sebagai sutradara berada di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang tokoh-tokoh wayang. Secara umum wayang mengambil cerita dari Kitab Mahabharata dan Ramayana dari India, terutama mengisahkan tentang kehidupan asmara para raja dan ksatria, serta peperangan yang terjadi diantara dua kerajaan atau lebih, seperti perang

arwah nenek moyang yang dinamakan “Hyang” asal mula kata wayang. Hyang dipercaya dapat memberikan pertolongan dan perlindungan, tetapi terkadang juga menghukum dan mencelakakan manusia. Dalam tradisi yang dianggap keramat itu, orang Jawa menggunakan media perantara, yaitu orang sakti dan mencari tempat dan waktu khusus untuk mempermudah proses pemujaan tersebut. Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial (Jakarta: Dian Rakyat, 1992), 253.

105 Ibid.

Page 59: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 201

Baratayudha, yakni perang saudara antara keluarga Pendawa (ksatria) dan keluarga Kurawa (pemberontak) pada beberapa periode pementasan.

Pada saat pertunjukan digelar, dalang tidak hanya menceritakan perang dan kehidupan pribadi ksatria, tetapi juga membawa pesan kepahlawanan, moral religius dan kemanusiaan. Pada zaman Orde Baru, pertunjukan wayang kulit sering dimanfaatkan untuk mengkampanyekan pesan-pesan pembangunan dan modernisasi masyarakat desa.

Gambar 4.12. Pertunjukan Wayang Kulit106

4.5.6. Seni Teater Ketoprak

Ketoprak adalah jenis seni teater tradisional yang juga hidup di masyarakat Yogyakarta. Kesenian Ketoprak yang menggabungkan antara seni drama dan tari

106 www.youtube.com. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015.

Page 60: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

202 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

dimainkan oleh sekelompok orang yang menggunakan kostum, seperti tokoh-tokoh pewayangan untuk memainkan kisah mengenai “kebesaran” Kerajaan Mataram. Seni Ketoprak dimainkan di atas panggung, dengan banyak layar yang terbuat dari kain putih yang dilukisi gambar-gambar istana kerajaan, kadipaten, pegunungan, persawahan, hutan dan bahkan laut. Para pemain Ketoprak memerankan diri sebagai raja, kesatria, tumenggung, adipati, abdi dalem, punokawan, dan seterusnya berdasarkan strafikasi sosial masyarakat Jawa masa lampau. Setiap pertunjukan Ketoprak digelar, diiringi musik gamelan yang dimulai dari pembacaan naskah cerita dari pimpinan ketoprak (skenario). Namun dalam perkembangan, Ketoprak merupakan seni tradisi yang terbuka menerima unsur-unsur asing. Kini cerita Ketoprak tidak hanya mengisahkan tentang kebesaran Kerajaan Mataram, tetapi juga dari negeri-negeri asing, seperti kisah 1001 malam dari negeri Baghdad, India, Roma, Turki, Kamboja dan China.107

Jika dibanding dengan seni lain, seni Ketoprak memiliki ciri-ciri, antara lain tidak menggunakan skenario atau naskah penuh, dramatika lakon mengacu pada wayang kulit, dialog bersifat improvisasi, akting dan bloking bersifat intuitif, tata busana dan tata rias realistik, musik penggiring menggunakan gamelan Jawa (slendro dan pelog), serta menggunakan keprak dan tembang,

107 Handung Kus Sudyarsana, Ketoprak (Yogyakarta: Kanisius, 1989), 16-22.

Page 61: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 203

lama pertunjukan sekitar 6 jam atau lebih, dan tema cerita dan alur bersifat lentur108

Gambar 4.13. Ketoprak Ki Sageng Suryomentaran Yogyakarta109

Selain upacara adat istiadat dan kesenian lokal

tersebut, terdapat banyak bentuk seni dan tradisi yang masih eksis di daerah Yogyakarta, seperti seni kubrosiswo, pertunjukan wayang orang, upacara ruwatan, acara kenduri, seni pahat batu, seni ukir kayu, seni pembuatan patung, dan upacara penjamasan benda-benda pusaka warisan leluhur. Berdasarkan catatan dari Museum Kotagede Yogyakarta, hingga kini terdapat sekitar 71 jenis kesenian dan tradisi yang masih hidup

108 Bondan Nusantara, “Format Garapan dan Problematika Ketoprak”,

dalam Lephen Purwa Raharja (ed.), Ketoprak Orde Baru (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1997), 56.

109 www.tempo.com. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2015.

Page 62: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

204 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

dan menjadi kekayaan kebudayaan di Kotagede.110 Jika dalam kontek Kotagede saja yang kedudukan wilayahnya setingkat kecamatan mempunyai 71 jenis kesenian dan tradisi yang hidup, dapat diasumsikan bahwa ada sejumlah kesenian dan tradisi lain yang mempunyai identitas yang hampir sama dan mungkin dengan jumlah yang hampir sama di seluruh daerah Yogyakarta. Berbagai kesenian dan bentuk kebudayaan lokal ini membuktikan bahwa daerah Yogyakarta dikenal sebagai pewaris kebudayaan Jawa. Bahkan Kotagede merupakan wilayah yang paling banyak menyumbangkan daya tarik pariwisata, karena ia mewarisi kebudayaan Jawa dengan peninggalan artefaknya, terutama pada waktu Kotagede berkedudukan sebagai ibukota pertama Kerajaan Mataram yang menggantikan Kerajaan Pajang di Solo.111

Bermula dari berbagai potensi lokal tersebut, Yogyakarta tumbuh menjadi daerah yang menjunjung tinggi kebudayaan, bahkan mendorongnya memberi perhatian yang serius pada kearifan lokal (local wisdom) yang sarat dengan nilai-nilai local genius yang hidup di masyarakat. Menurut Moendardjito sebagaimana dikutip oleh Sartini, local genius dalam kearifan budaya lokal yang kuat dapat diketahui dengan ciri-ciri sebagai berikut, yaitu pertama, ia memiliki kemampuan bertahan terhadap serangan kebudayaan luar yang masuk. Kedua,

110 Dinas Kebudayaan DIY Tahun Anggaran 2004, Pembinaan dan

Pengembangan...., 27-30. 111 Ibid., 5.

Page 63: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 205

ia mampu mengakomodasi unsur-unsur kebudayaan luar ketika terjadi perubahan kebudayaan di lingkungannya. Ketiga, mampu mengintegrasikan unsur kebudayaan luar dalam kebudayaan asli. Keempat, mampu mengendalikan perubahan kebudayaan, dan kelima, ia memberi arah atau dasar filosofis dari perkembangan kebudayaan.112

Selain berbagai bentuk kebudayaan, hal lain yang menarik adalah legalitas Keraton yang mendorong kebudayaan lokal terlindungi. Berdasarkan tinjauan yuridis UUD 1945, terdapat beberapa poin yang memperkuat kebudayaan lokal, yaitu Pasal 18 B ayat (2), pasal 28I ayat (3), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2). Beberapa pasal itu terkait dengan tata pemerintahan, hak asasi manusia dan kebudayaan.113 Pemerintah merupakan unsur tertinggi yang menjamin hak asasi yang secara potensial membentuk kebudayaan masyarakat. Penjabaran pasal itu sejalan dengan kedudukan Yogyakarta sebagai pelestari kebudayaan lokal. Sementara legalitas kepemimpinan Keraton yang mampu mendialogkan agama Islam dengan etnik Jawa dalam sejarah juga memperkuat kebudayaan Jawa. Meskipun demikian kebudayaan Jawa tidak terlepas dari pasang

112 Sartini, “Menggali Kearifan Lokal”, Jurnal Filsafat UGM, Jilid 37, No.

2, Agustus 2004, 114. 113 Yance Arizona, Satu Dekade Legislasi Masyarakat Adat: Trend

Legislasi Nasional tentang Keberadaan dan Hak-hak Masyarakat Adat atas Sumber Daya Alam Indonesia (1999-2009), Kertas Kerja EPISTEMA No. 07/2010 (Yogyakarta: Epistema Insitute dan HUMA, 2010), 5.

Page 64: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

206 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

surut zaman yang terus menghadapi gelombang perubahan.114

4.6. Agama Islam, Masjid dan Kebudayaan Jawa 4.6.1. Situasi Agama Islam

Watak kebudayaan Jawa yang fleksibel yang memberi tempat bagi unsur-unsur asing yang masuk mendorong kebudayaan ini tumbuh dan berkembang secara dinamis. Watak fleksibelitas yang lahir dari pandangan dunia kosmik Jawa yang menyatu ini yang mengilhami eksistensi Keraton tumbuh dalam bentukan unsur-unsur baru yang datang di kemudian hari. Pada waktu timbul gerakan pembaharuan agama Islam dari Timur Tengah pada abad ke-20 M., seiring dengan kian berkobarnya sentimen nasionalisme, Keraton Yogyakarta juga memberi tempat yang layak. Di alun-alun utara, tepatnya di perkampungan Kauman belakang Masjid Gedhe, Muhammadiyah mendapatkan dukungan moral dalam menerjemahkan gerakan pembaharuannya. Lokasi gerakannya yang muncul pertama kali di bagian utara Keraton menyimbolkan secara teologis dan mitologis bahwa arus keislaman yang dicanangkan oleh organisasi Muhammadiyah sejalan dengan misi awal penyebaran agama ini yang secara simbolis ditandai dari legenda tokoh berkebangsaan Arab yang dimakamkan di Bukit Turgo, sekitar dua kilometer dari puncak Gunung

114 Sartini, “Menggali Kearifan Lokal”....., 115.

Page 65: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 207

Merapi.115 Sementara gerakan Nahdlatul Ulama; sayap organisasi kompetitornya, ditempatkan di bagian selatan

115Muhammadiyah didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan pada tanggal 8

Dzulhijjah 1330 H., atau 18 November 1912. Ia lahir di Kauman, putra Kyai Abu Bakar, imam dan khatib Masjid Gedhe dan Siti Aminah, putri Kyai Ibrahim penghulu besar Keraton. Kepergian Ahmad Dahlan pada tahun 1890 ke Mekah telah mempertemukannya dengan ulama-ulama Nusantara, seperti Syaikh Akhmad Khatib Minangkabau, Syaikh Jamil Jambek (Minangkabau), Syaikh Muhammad Nawawi (Banten), Kyai Nahrowi (Banyumas) dan beberapa ulama Timur Tengah. Interaksi yang dibangun saat itu tentang keagamaan dan keilmuan membuka cakrawala pemikiran Dahlan, sehingga mempengaruhi gagasannya tentang modernisme Islam hasil sintesis pendidikan “tradisonalisme-nya”, dengan pergulatan pemikirannya sendiri yang mendalam atas masalah-masalah sosial-keagamaan. Ketika pada pertengahan abad ke-20, di Timur Tengah timbul gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani. Gerakan ini memiliki pengaruh besar terhadap Dahlan, terutama keharusan kembali ke ortodoksi dan perhatiannya dalam memajukan kualitas pendidikan umat. Hal itu dapat diketahui dari pokok-pokok fikiran Dahlan, yakni pertama, sumber pokok Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, tindakan nyata adalah wujud dari hasil penerjemahan al-Qur’an, sedangkan organisasi adalah wadah tindakan. Ketiga, program pendidikan dan sosial modern yang dipadukan dengan agama. Dalam melancarkan gerakannya, Dahlan memperoleh dukungan Budi Utomo yang dekat dengan pemerintah kolonial. Pada akhir tahun 1912, pertemuan intensif memutuskan membentuk perkumpulan baru. Dahlan berhasil mengumpulkan 6 orang dari Kauman, yaitu Sarkawi, Abdulgani, Syuja, M. Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk menjadi anggota Budi Utomo, sehingga memudahkannya memperoleh pengesahan yuridis dari pemerintah kolonial. Secara etimologi, istilah Muhammadiyah berasal dari kata Muhammad yang berarti pengikut Kanjeng Nabi Muhammad, sehingga dimaknai setiap anggotanya dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan Nabi Saw. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah menjadi gerakan Islam modern tertua dan terbesar di Indonesia saat ini, sering disebut representasi Islam perkotaan. Organisasi ini memiliki kepeloporan membangun institusi pendidikan dan sosial modern di masyarakat Islam bersamaan dengan kemunculan ide-ide nasionalisme abad 20 M. Melalui penyelenggaraan pendidikan yang memadukan sekolah umum dan pesantren, keduanya menjadi ciri utama pendidikan Muhammadiyah. Di bidang sosial, pembangunan rumah sakit, panti asuhan yang terinspirasi dari kompetitornya; Gereja Kekristenan di Jawa membuat organisasi ini terdepan dalam kelembagaan sosial modern di masyarakat Islam. Dahlan sendiri semula merupakan anggota aktif Sarekat Islam dan bergabung dengan organisasi kaum nasionalis; Budi Utomo. Seiring dengan keterlibatan Sarekat Islam menjadi partai politik, pada kongresnya di Randoeblatung tahun 1926 timbul persoalan yang akhirnya mengeluarkan keputusan melarang anggota partai merangkap jabatan.

Page 66: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

208 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Keraton, yaitu di Krapyak yang mengambil poros pantai selatan, simbol mitologi kebesaran kebudayaan Jawa masa lampau.116

Keputusan itu menimbulkan dilema bagi warga Muhammadiyah, sebagian keluar dari partai. Demikian pula dengan kedudukannya sebagai anggota istimewa Masyumi, karena muncul masalah, pada Sidang Tanwir di Kaliurang tanggal 31 Mei-3 Juni 1955, diputuskan, yaitu pertama Muhammadiyah tetap meneruskan khittahnya sebagai oganisasi keagamaan, namun dalam berpolitik disalurkan ke Masyumi. Kedua, anggota Muhammadiyah yang terjun ke politik praktis dianjurkan ke Masyumi, ketiga disepakatinya statemen bersama dalam menyelesaikan konflik internal rangkap jabatan. Pada tahun 1955, agenda politik tetap menjadi perbincangan krusial, namun organisasi kembali pada gerakan keagamaan murni. Dalam gerakan teologinya yang juga diwarnai oleh ide-ide purifikasi keagamaan di Mekah, gerakan Muhammadiyah sering berseberangan dengan NU, terutama soal ketidakabsahan dalam bermazhab. Bdk. Haidar Nashir, Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta: CV Adipura, 2000), ix-xxii; M. Mukhsin Jamil, dkk., Nalar Islam Nusantara (Jakarta: Departemen Agama RI, 2007), 19-25; Munir Mulkan, Warisan Intelektual KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1990), 61.

116 Pada awal abad ke-20 M., Kyai Wahab Hasbullah; anak kyai lokal yang pernah belajar di Mekah mengorganisir agama Islam yang berbasis pesantren dengan dukungan kyai kharismatik dari Jombang Jawa Timur, yaitu Kyai Hasyim Asy’ari. Sejak mondok di Mekah, Wahab aktif di organisasi Sarekat Islam; sebuah perkumpulan para saudagar yang didirikan di Surakarta pada tahun 1912 sebagai reaksi dari persaingan bisnis antara orang Islam Arab dan Jawa dengan pedagang China di wilayah Hindia Belanda. Wahab juga aktif berdiskusi dengan tokoh nasionalis Budi Utomo, yaitu Dr. Soetomo dalam sebuah kelompok diskusi “Islam Studie Club” seiring dengan ide-ide nasionalisme yang digelorakan oleh para priyayi Jawa. Menjelang Tahun 1919, timbul perdebatan diantara tokoh-tokoh Sarekat Islam, Kyai Wahab, dan orang-orang PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) berhadapan dengan Achmad Surkati, pendiri organisasi orang Arab Al Irsyad; dan juga pendiri Muhammadiyah, yaitu Kyai Ahmad Dahlan tentang isu-isu pembaharuan dan modernisasi Islam di lingkungan Sarekat Islam, akibat kontaknya dengan Kekristenan dalam membangun lembaga pendidikan modern di Jawa. Kyai Wahab tidak menutup diri terhadap gagasan itu, terutama modernisasi pendidikan Islam. Akan tetapi ia menolak keras untuk tidak bermazhab dalam beragama Islam. Pada Kongres Islam di Cirebon tahun 1922 terjadi puncak perdebatan, terutama kritik keras yang dilancarkan para pembaharu terhadap tradisi-tradisi keagamaan yang dijalankan oleh pesantren yang dianggap sudah tidak sejalan dengan agama Islam. Selain itu, situasi di Timur Tengah yang bergolak akibat keruntuhan Kekhalifahan Turki Ottoman disusul dengan faham teologi baru yang muncul, yaitu Wahabi yang juga telah menguasai kota Mekah karena berseketu dengan Raja Saud, memicu Kyai Wahab mendirikan organisasi Islam baru yang berbeda dengan Sarekat Islam. Pada bulan Januari 1926, sebelum pelaksanaan Kongres Islam di Bandung, para pembaharu mengutus dua orang ke Mekah menyampaikan gagasan-gagasan otentiknya tentang Islam. Namun tidak menyambut baik usulan Kyai Wahab yang menuntut

Page 67: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 209

4.6.2. Masjid-Masjid Kerajaan Namun jauh sebelum abad ke-20 M, masyarakat

Yogyakarta telah beragama Islam, disusul Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan bahkan mengeliatnya aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Corak “keislaman” masyarakat pada waktu itu merupakan akibat sosial dari kedudukan Keraton yang juga mendirikan sejumlah masjid dengan spesifikasi yang berbeda, yaitu Masjid Panepen, Masjid Gedhe, Masjid

agar keabsahan tradisi keagamaan yang dijalankan pesantren tetap dijaga dan dilestarikan. Karena reaksi yang tidak baik dari para pembaharu, pada tanggal 31 Januari 1926 Kyai Wahab dengan dukungan Kyai Hasyim Asy’ari memutuskan membentuk oganisasi Islam modern dengan “roh” lama, yaitu Nahdlatul Ulama di Surabaya. Pada muktamar sebulan kemudian, yakni bulan Oktober, Nahdlatul Ulama atau disingkat NU mengirim delegasi ke Mekah untuk menyampaikan aspirasinya. NU didirikan sebagai upaya “membangkitkan kesadaran kembali para ulama” dalam menjaga tradisi Islam dan pesantren melalui gerakan yang berteologi Ahlusunnah Waljamaah (Sunni), yaitu golongan Islam yang mengikuti Hadits Nabi (Sunnah) dan tradisi keagamaan mayoritas kaum Muslimin. Sementara NU masuk ke Yogyakarta pada tahun 1930-an dimotori oleh Kyai Imam Wonokromo, Plered, Bantul, yang kemudian ditetapkan menjadi ketua pertama NU Cabang Istimewa oleh Kyai Wahab mewakili HBNO (Hofdbestuur NU). Pada masa awal NU masuk ke Yogyakarta tidak mudah, berbagai hambatan muncul. Hal ini karena harus merebut hati masyarakat Yogyakarta yang menjadi pusat Kerajaan Mataram, sekaligus pusat gerakan Muhammadiyah. Pada sisi lain, kepengurusan NU masih belum terorganisir rapi dan profesional. Pada masa awal, NU DIY belum memiliki kepengurusan Syuriah (Syuriah adalah pimpinan tertinggi, seperti MPR; pemegang konstitusi yang terdiri dari Rais Aam, wakil Rais Aam, beberapa Rais, Katib Aam, beberapa Wakil katib, A’wan) dan Tanfidziah (Tanfidziyah atau eksekutif adalah pelaksana konstitusi dari organisasi yang terdiri dari Ketua Umum, Beberapa Ketua, Sekretaris Jendral, beberapa wakil sekjen, Bendahara, beberapa wakil bendahara) keduanya dirangkap oleh Kyai Imam. Dan hal lain yang diperjuangkan NU pada masa awal adalah ketulusan dan kesabarannya dalam mengajak masyarakat dengan prasarana yang minim. Namun berkat perjuangan yang tidak mengenal kata lelah, akhirnya NU dapat diterima di bumi Mataram, bahkan dalam perkembangannya kini, muncul pesantren-pesantren NU di daerah Yogyakarta, seperti Pesantren Krapyak sebagai pusat dinamika gerakannya. Bdk., Andree Feillard, NU Vis a Vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna (Yogyakarta: LKiS, 1999); 8-13; https://www.pwnudiy.or.id. Diunduh pada tanggal 24 Januari 2015; Imam Subkhan, Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di Yogya (Yogyakarta: Kanisius, Cet I, 2007), 52.

Page 68: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

210 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Pathok Negoro, dan Masjid Jami’.117 Masjid Panepen terletak di kompleks Keraton, hanya dikhususkan bagi keluarga raja dengan fungsi utama sebagai tempat menyepi raja. Masjid Penepen secara harafiah berarti masjid itu tempat ibadah, dan penepen berarti sepi sunyi atau raja sedang menyepi dari keramaian manusia guna mendekatkan diri kepada Tuhan. Masjid Penepen didirikan dalam bangunan kecil, seperti (gereja) kapel. Selanjutnya Masjid Gedhe yang berfungsi sebagai tempat beribadah dan tempat pertemuan raja dengan masyarakat dalam membahas masalah sosial-keagamaan dan merayakan peristiwa kebudayaan, seperti Sekaten. Disebut Masjid Gedhe karena berbentuk bangunan besar yang dikepalai oleh penghulu ageng (rohaniawan agung).

Kemudian Masjid Pathok Negoro yang dibangun sebagai tugu pembatas antara Keraton dengan masyarakat luar. Masjid Pathok Negoro, selain untuk beribadah juga berfungsi untuk menyelesaikan sengketa atau musyawarah dari masyarakat yang sering bertikai pada saat itu, seperti sengketa harta warisan, perselisihan keluarga dan kericuhan antar kelompok sosial.118 Masjid Pathok Negoro dibangun sebanyak empat buah, yaitu di

117 Wawancara dengan Bapak Raden Mas (RM) Kamaluddin Purnomo

SH., Ketua Takmir Masjid Pathok Negoro Plosokuning, pada tanggal 24 Januari 2015.

118 Wawancara dengan Rr. Salma Mumtaza, Komunitas Plosokuning Jero, pada tanggal 15 Desember 2014.

Page 69: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 211

Plosokuning, Dongkelan, Mlangi dan Babadan Wonokromo.119

Terakhir Masjid Jami’ yang artinya masjid persatuan, yang terletak jauh di luar Keraton, berada di daerah-daerah perdikan (kabupaten). Fungsi utama masjid ini sebagai tempat mempersatukan umat, seperti bagaimana mempertemukan umat akibat keributan dalam soal menentukan hari raya. Kini Masjid Jami’ berangsur-angsur kehilangan fungsi sosialnya, karena masyarakat dengan bebas mendirikan tempat ibadah sesuai dengan aliran teologianya masing-masing.120

4.6.3. Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa

Dalam proses pertumbuhan agama Islam di Yogyakarta, kehadiran agama ini rupanya tidak berjalan mulus sebagaimana kuantitas atas masyarakat yang

119 http://www.kerajaannusantara.com..... 120 Kecenderungan pembangunan tempat ibadah saat ini, seperti

masjid, gereja, pura dan monumen-monumen religus yang besar dan mahal di Indonesia, yang berjajar di banyak tempat di daerah-daerah yang berpenduduk miskin, --menurut I Made Pratama dalam kritiknya-- tidak sanggup menyembunyikan motivasi dan strategi dari masing masing agama dibalik pembangunan itu bahwa mereka hendak memperlihatkan diri sebagai komunitas besar yang selalu tampak menjadi megah. Demikian pula, kegiatan-kegiatan keagamaan yang berjumlah tidak sedikit dan diselenggarakan selalu dengan biaya mahal, tidak terkecuali pada saat sebagian besar penduduk dalam keprihatinan, dengan mudah memproyeksikan tujuan dari masing-masing agama di belakang kegiatan tersebut, bahwa mereka hendak menunjukkan diri sebagai komunitas yang tidak hanya eksis, namun juga menjadi komunitas yang merasa unggul dibanding yang lain. Lih., I Made Priana, “Pemahaman dan Pemaknaan Pancasila Sebagai Agama Sipil Indonesia dalam Pelaksanaan Misi Agama-Agama”, dalam Waskita Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Program Pascasarjana Sosiologi Agama Fakultas Teologi UKSW, Vol. II, No.1, April 2014, 1-2.

Page 70: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

212 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

memeluknya. Ada ketegangan antara Islam yang bercorak fikih dan dogmatisme dengan kebudayaan Jawa yang bersifat mistik-animistik. Pertentangan ini berakar dari adanya asumsi bahwa agama yang dogmatik dianggap lebih rendah dari Kejawen yang merasa tinggi nilai spiritualitasnya.121 Karena Kejawen adalah pengikut mistik asli kebudayaan Jawa.122

Menurut Endraswara, pengikut Kejawen adalah fenomena kebatinan yang rahasia, misterius, sulit dimengerti dan seterusnya.123 Berdasarkan keputusan BKKI (Badan Kerjasama Kebatinan Indonesia), makna kebatinan adalah sepi ing pamrih, rame ing gawe, mamayu hayuning bawono, yang artinya berhati tulus dalam membangun dunia. Slogan ini diganti menjadi pembentukan kepribadian luhur pada Kongres BKKI II, yakni, “Kebatinan ialah sumber asas Ketuhanan Yang Maha Esa, guna mencapai budi luhur, dan kesempurnaan hidup”.124

121 Pada saat ini di wilayah Yogyakarta terdapat 71 aliran Kejawen

atau Penghayat Kepercayaan yang terdaftar di Kanwil Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, diantaranya Pengestu, Sapta Dharma, Ngudi Utomo, Subud, dan Sumarah, kesemuanya menekankan ajaran spiritual akan kepercayaan kepada Tuhan dalam konsepsi teologi dan ritual pribadi yang berbeda pula. Djoko Dwiyanto, Bangkitnya Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa: Hasil Studi di Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta: Ampera Utama, 2011), 103.

122 Samidi Khalim, “Ajaran Islam dalam Naskah Serat Sittin: Islamic Teaching in Serat Sittin”, Jurnal PENAMAS, Vol. 27, No. 1, April-Juni 2014, 33-46.

123 Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2006), Xii.

124 Kiki Muhammad Hakiki, “Politik Identitas Agama Lokal: Studi Kasus Aliran Kebatinan”, Jurnal Analisis, Vol. XI, No. 1, Juni 2011, 168.

Page 71: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 213

4.6.4. Ketegangan Agama Islam dengan Kejawen Dalam Kejawen ada ajaran khasnya, yaitu

penghormatan kepada tokoh-tokoh spiritual, seperti Sunan Kalijaga, beberapa raja yang diagungkan nilai kerohaniannya, semisal Sultan Agung, Panembahan Senopati, Pangeran Purbaya, dan sebagainya.125 Pada masa Sultan Hamengkubuwono V, ia memerintahkan penyusunan naskah Serat Sittin yang mencoba mendamaikan antara pandangan Islam dengan Kejawen. Naskah itu merupakan catatan kitab kuning yang berjudul, Sittuna Mas’alah atau 60 masalah akidah, fikih (liturgi) dan tasawuf (mistik).126

Konflik antara Islam dengan Kejawen dapat berupa konflik laten yang dapat berubah menjadi manifes, yang merambah ke dimensi sosio-kultural, meliputi sastra, seni, dan tradisi. 127 Konflik antara Islam dan Kejawen bertumpu pada klaim teologis, bahwa Kejawen tidak mempunyai sentral dan personifikasi Tuhan yang jelas, ia erat dengan primbon, mantra dan laku.128 Hal itu

125 Marzuki, “Tradisi dan Budaya Masyarakat Jawa dalam Perspektif Islam”, dalam http://eprints.uny.ac.id., 5. Diunduh pada tanggal 10 November 2014.

126 Samidi Khalim, Ajaran Islam dalam Naskah..... 127 Suwardi Endraswara, “Gerakan Agamisasi di Kawasan Menoreh

Yogyakarta: Sebuah Kajian Antropologi Sastra”, Jurnal Analisis, Vol. XIII, No. 1, Juni 2013, 176.

128 Dalam Kejawen, ajaran laku menjadi penting dilakukan untuk membentuk kepribadian para pengikutnya sehingga memperoleh kesejatian hidup dan keluhuran budi, seperti laku tarak brata (menghindari berbuat sesuatu), laku tapa brata (bertapa atau meditasi), laku kungkum (berendam di air) dan olah rasa yang terkait dengan pencapaian ilmu kesempurnan hidup, dan kanuragan, yaitu ilmu untuk memperoleh pengetahuan mengenai jimat, mantra dan aji-aji (kesaktian) hidup. Tujuan laku biasanya untuk

Page 72: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

214 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

menyesatkan karena tidak tercantum dalam kitab suci. Sedangkan Kejawen melihat Islam telah melanggar keyakinannya, ia sebagai agama asing dari tanah Arab.129

Kemunculan Kejawen dikarenakan unsur pelatihan batin lebih diutamakan dari ajaran lahiriah dalam mencapai kebenaran substansial agama, yakni mengetahui hakikat ketuhanan yang tidak terdogmakan dan terpersonifikasikan. Menggeliatnya agama lokal ini muncul karena dua faktor utama yang menjadi penyebab, yaitu pertama zaman kolonialisme yang terlalu lama menimpa masyarakat Jawa sehingga memerlukan ruang ketenangan batin khusus dari seluruh penderitaan sosial yang dilalui, lebih lagi ketika semua agama formal bertendensi politik dan ekonomi. Kedua, arus globalisasi mendapatkan ilmu kesaktian atau pengetahuan tertentu sehingga dipakai sebagai pegangan hidup sehari-hari. Sedangkan ajaran primbon atau mantra yang dipakai pengikut Kejawen terdapat dalam buku Batal Jemur yang berisi mantra-mantra yang dibaca untuk meneguhkan keyakinan dalam menghadapi peristiwa tertentu berdasarkan perhitungan alam dan wetonan. Mantra berbeda dengan Mujarabat yang berisi doa-doa keselamatan dengan kalimat pendek dalam bahasa Jawa. Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), 63- 69.

129Agama asli atau Kejawen di sepanjang sejarahnya selalu mengalami krisis eksistensi dan identitas. Ia terancam setiap kali agama-agama asing, seperti Hindu, Buddha, Islam dan Kekristenan memperluas pengaruhnya ke wilayah desa tempat penduduk beragama asli tinggal. Agama-agama pendatang itu tidak saja unggul dalam perlengkapan doktriner, tetapi juga di bidang kenegaraan, dan lambat laun doktrin mereka menguasai alam politik dan menjadi pandangan ideologi negara. Penduduk yang tetap memeluk agama asli walaupun mayoritas tetap digolongkan out-group; mereka disebut orang Jawa atau Jaba (orang luar) pada zaman Hindu, dan disebut abangan selama Jawa dipimpin oleh raja-raja beragama Islam, bahkan sampai era “nation state” saat ini. Biar pun tampak “diskriminasi resmi” terhadap agama ini dari masa ke masa peralihan di Jawa terus berlangsung, tetaplah ia tidak berhasil mengubah faham asli rakyat kebanyakan, bahkan fikiran-fikiran spiritualnya merembes (penetration) ke agama-agama asing tersebut. Djoko Dwiyanto, Bangkitnya Penghayat Kepercayaan...., 67.

Page 73: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 215

yang telah menghancurkan nilai spiritualitas, sehingga umat terjerumus dalam lembah kehidupan materialisme dunia,130 seperti kemunculan aliran Sumarah di Yogyakarta.131

Ditinjau dari ajaran Kejawen dengan sejumlah variasinya, sejumlah penganut Islam mengkritik keras ajarannya. Menurut Islam, kebenaran ajaran agama hanya terdapat pada liturgi, dan ajaran yang menegaskan kepercayaan teologis (tauhid) dalam kitab suci yang dipedomani. Sedangkan Kejawen malah mengambil sisi

130 Kiki Muhammad Hakiki, Politik Identitas Agama...., 166. 131 Sumarah atau Sumarah Purbo adalah aliran Kejawen yang

didirikan oleh Bapak Sukisman, ia lahir pada tahun 1901 di Desa Demakijo Yogyakarta. Ia meninggal pada hari Minggu Pahing 29 Agustus 1982 di Desa Pandak Bantul. Semasa hidup, Sukisman gemar melakukan laku spiritual mencari rahasia hidup agar mengetahui sejatining urip (kehidupan sebenarnya). Salah satu laku spiritual yang dipraktekkan ialah kungkum (berendam di air) dan laku-laku lain yang bersifat manages (mencari keteguhan jiwa). Alkisah pada tanggal 16 Juni 1929 M (9 Suro Tahun 1860/Ehe/Saka) hari Minggu Kliwon (tepat waktu tengah malam), bertepatan dengan hari weton-nya (kelahiran), sewaktu menyepi dengan mandi “kungkum’ di Tempuran Sungai Bedhog dan Sungai Progo, di Tempuran “Ngancar” perbatasan Dusun Mangir dan Siyangana, ia mendapat bisikan dunia gaib yang berisi akan kehadiran Pengeran Ingkang Murbo Dumadi (Tuhan semesta alam), ia semakin mantab melakukan laku spiritualnya itu. Sejalan dengan perkembangan waktu; keluarga, kerabat dan orang-orang di sekitarnya mulai berminat mengikuti ajarannya, sehingga terbentuk Paguyuban Sumarah Purbo, yang artinya orang-orang yang pasrah kepada Tuhan. Filosofi ketuhanan terpenting dari Sumarah, ialah bahwa sebelum ada jagad gumelar (alam semesta), di sana ada alam yang disebut alam sunyi nan sepi dan di sanalah ada zat yang bertahta. Zat itu disebut Gusti Ingkang Murbo Ing Dumadi; yang merupakan sumber dari semua sumber kehidupan. Namun pengertian wujudiah (oknum) Gusti Ingkang Murbo Ing Dumadi itu tidak dapat dijangkau oleh akal fikiran manusia, tetapi hanya dapat dihayati dalam relung dunia batin. Tuhan itu ada dalam alam suwung (kosong), Tuhan menjadi ada diantara ketiadaan (suwung), tetapi mutlak keberadaan-Nya. Hal ini dapat dibuktikan dengan segala ciptaan-Nya yang terpancar secara lahiriah, yaitu alam semesta beserta segala macam isinya. Lih., Djoko Dwiyanto, Bangkitnya Penghayat Kepercayaan...., 159-160.

Page 74: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

216 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

spiritualitasnya untuk mencapai keluhuran budi pekerti melalui perenungan ketuhanan yang mendalam dan bersifat sinkretik.132

132 Perdebatan interaksi agama dengan kebudayaan lokal selalu saja

terjadi di sepanjang sejarah masuknya agama-agama asing ke Indonesia. Dalam menganalis hubungan Islam dengan Kejawen, misalnya masih seringkali dilihat sebagai sinktrerisme, yakni mencampurkan adukkan antara agama dengan unsur-unsur lokal. Sebutan sinkretisme sebetulnya mengandung ironi, bahwa Islam di sini tidak lagi tampil dalam wujud yang asli (otentik), tetapi telah bercampur dari yang eksternal, yang disebut Islam Kejawen. Selain itu, sebutan sinkretik mengandung tendensi tersembunyi bahwa seolah-olah unsur yang utama dari situ adalah Islam, sementara Kejawen adalah unsur tambahan yang menyebabkan unsur utama mengalami reduksi. Kejawen dianggap sebagai unsur eksternal dalam dunia sosialnya sendiri, yang kehadirannya harus diwaspadai. Pendekatan sinkretisme dalam melihat hubungan antara Kejawen dan Islam muncul karena perhatian utama ditujukan kepada Islam sebagai tradisi besar yang mempunyai elemen-elemen kanonik bersifat universal. Baru kemudian datang Kejawen sebagai unsur lokal yang mencerminkan tradisi kecil yang terbatas jangkauan universalitasnya. Pendekatan teoritis ini juga dilakukan oleh Geertz dalam risetnya tentang Agama Jawa (Religion of Java). Geertz melihat Kejawen sebagai unsur eksternal yang membuat Islam mengalami transformasi bentuk. Tetapi sebenarnya terdapat pandangan berbeda dan menarik dibanding teori sinkterisme. Pandangan ini justru bertolak dari telah terjadi “penaklukan” masyarakat Jawa terhadap Islam yang dianggap sebagai tradisi kecil. Kejawen adalah elemen dasar pembentuk “kosmos” Jawa; sebagai tradisi besar yang unsur-unsurnya dibangun melalui percampuran berbagai elemen asing yang masuk. Pendekatan ini pernah digunakan oleh Harry J. Benda. Dalam studinya yang dibukukan dengan judul; The Cresent and Rising Sun, Benda justru mengemukakan teori baru bahwa penjinakan Islam oleh masyarakat Jawa telah menghasilkan suatu “kebudayaan”. Benda mendasarkan teori mengenai perkembangan agama Islam pada kurun abad ke-16 sampai 18 M. Pada masa ini berlangsung pasang surut hubungan Islam dengan Kejawen yang tercermin dari persaingan dua kerajaan pewaris Majapahit, yaitu Demak yang memegang bentuk “ortodoksi” agama, dengan Mataram yang cenderung heterodok. Sebetulnya dalam lingkup Kerajaan Demak sendiri juga terdapat persaingan keras antara ortodoksi agama yang tercermin dari figur walisanga dengan Syekh Siti Jenar yang Njawani. Pandangan teoritik ini juga dikemukakan oleh Akbar S. Ahmad dalam studi mengenai Islam dan Posmodernisme, di mana Islam tidak harus berposisi sebagai “penakluk” kebudayaan lokal, melainkan ekpresi dari keragamaan beragama dari unsur-unsur lokal. Sebagaimana juga dengan kebudayaan populer, kebudayaan lokal tidak dipandang sebagai unsur rendah yang harus selalu mengalah pada Islam, bisa jadi unsur-unsur setempat dapat menolak

Page 75: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 217

4.7. Yogyakarta dalam Arus Globalisasi Fenemoma arus globalisasi di daerah Yogyakarta

ditandai dari dua hal, yaitu pertumbuhan industri pariwisata dunia, dan kehadiran pusat-pusat ilmu pengetahuan modern dalam bentuk perguruan tinggi. Potensi kepariwisataan Yogyakarta kemudian tumbuh menjadi industri komersial yang terlihat dari daya tarik kondisi alamnya yang eksotik dan natural karena diapit oleh dataran tinggi pegunungan dan gugusan pantai di laut selatan, yaitu Samudera Hindia. Salah satu pantai yang menarik para turis adalah Parangtritis dan Depok di Bantul, disusul pantai Krakal dan Baron di Gunung Kidul, serta pantai Kukup di Kulonprogo, Wisata alam eksotik selain pantai, ialah daerah pegunungan di sekitar Gunung Merapi yang merupakan taman wisata dan hutan lindung. Sementara tempat wisata yang bernilai sejarah dan kebudayaan kuno juga dijumpai, seperti peninggalan-peninggalan artefak betupa candi, Keraton, pasar Beringharjo dan seterusnya. Dari berbagai jenis kepariwisataan itu, Yogyakarta tumbuh menjadi industri tourism dengan dukungan masuknya perusahan-perusahaan besar yang beroperasi, seperti ditunjukkan dari kehadiran hotel, villa dan cottage dengan berbagai produk wisata yang ditawarkan, di tengah masyarakatnya yang masih terikat dengan budaya petani. terhadap unsur luar yang masuk. Karena itu Islam, Kristen atau Hindu Kejawen, misalnya tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang pejoratif, justru memperlihatkan adanya dialog budaya yang tidak diskriminatif. Bdk., Budiono Hadisutrisno, Islam Kejawen...., 170-171.

Page 76: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

218 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Gambar 4.14. Pertumbuhan Industri Pariwisata di Yogyakarta133

Selain pertumbuhannya sebagai kawasan

pariwisata, terdapat beragam jenis perguruan tinggi yang mengantarkan Yogyakarta berpredikat sebagai kota pendidikan yang utama di Indonesia. Kondisi ini juga mendorong tumbuhnya pluralitas budaya dan agama, seiring dengan kehadiran masyarakat dari beragam etnik, agama dan budaya untuk belajar dan bertempat tinggal di daerah ini.134

Sedikitnya terdapat lima perguruan tinggi negeri di Yogyakarta, yaitu UGM, UNY, UIN Sunan Kalijaga, UPN, dan ISI dan terdapat kampus-kampus yang dikenal masyarakat luas sebagai pusat ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti Univeristas Teknologi Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, Universitas Kristen Duta Wacana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

133 www.forum.detik.com. Diunduh pada 2 Maret 2015. 134 www.kamusbesar.com. Diunduh pada tanggal 13 November 2014.

Page 77: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 219

Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Cokromanito, Universitas Proklamasi 1945, Universitas PGRI, Universitas Janabadra, Universitas Atmajaya, Universitas Kristen Immanuel, Universitas Islam Indonesia, Universitas Mercu Buana, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, dan Universitas Widya Mataram. Jumlah perguruan tinggi di Yogyakarta dapat diketahui dari tabel berikut:

LEMBAGA PTN PTS KEDINASAN JUMLAH

UNIVERSITAS 4 18 0 22 INSTITUT 1 4 0 5 SEKOLAH TINGGI 0 46 4 50 POLITEKNIK 0 6 1 7 AKADEMI 0 44 2 46 JUMLAH 4 119 7 130

Tabel 4.1. Jumlah Perguruan Tinggi di DIY135

Selain perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, relasi-relasi kultural khas lokal, seperti nilai keramahan maupun kekeluargaan masyrakat mendorong daerah ini memiliki daya tarik yang penting bagi tumbuhnya urbanisasi. Lebih dari itu faktor peningkatan urbanisasi di Yogyakarta ini juga terlihat adanya kebijakan mengenai kebebasan meningkatkan taraf hidup masyarakat dari menempuh pendidikan yang lebih

135 www.pendidikan-diy.go.id. Diunduh pada tanggal 16 Agustus

2014.

Page 78: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

220 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

tinggi.136 Kebijakan ini membuka ruang masyarakat di berbagai daerah untuk menuntut ilmu, dan bekerja di dunia pendidikan. Secara ideal agen-agen institusi pendidikan tersebut menjadi sumber ilmu pengetahuan yang dapat mengantarkan manusia pada peradaban progresif, meskipun secara normatif menimbulkan masalah bagi eksistensi kebudayaan lokal, seperti memudarnya sikap sopan santun dan keramahan. Ini artinya globalisasi juga menimbulkan perubahan kebudayaan, bahkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan yang lebih rasionalistik sebagai konsekuensi dari timbulnya gagasan-gagasaan modernisasi.137

Menurut Virginia Woolf, perubahan yang timbul di masyarakat sebagai konsekuensi dari modernisasi adalah perubahan ke arah “human character changed”. Perubahan karakter tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi bertahap dan kadangkala masyarakat tidak menyadari.138 Sebagai gejala perubahan, globalisasi menjadi bagian perubahan historis yang paling menonjol dalam modernitas.139 Hasil globalisasi adalah ketertunggalan

136 Wawancara dengan Faiz, mahasiswa PTN Yogyakarta, pada tanggal

20 Agustus 2014. 137 Johan Hendrick Maulemen (ed.), Islam in the Era of Globalization:

Muslim Attitudes Toward Modernity and Identity (London: Routledge Courzon, 2002), 80.

138 John A. Guidry (ed.), Globalization and Social Movement: Culture, Power and the Transnational Public Sphere (USA: The University of Michigans Press, 2003), 393.

139 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: Prenada Media Group, 2004), 101.

Page 79: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 221

masyarakat dalam tata dunia yang saling tergantung.140 Ketergantungan dunia menjadi keharusan sejarah sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang memberi kemudahan masyarakat berinteraksi. Namun, ia juga berdampak bagi timbulnya nilai-nilai baru yang mengguncang nilai-nilai lama yang telah mengakar.

Ini artinya globalisasi juga menumbuhkan keterbukaan interaksi kebudayaan antar negara dan antara bangsa. Keterbukaan lahir sebagai konsekuensi yang melihat globalisasi sebagai sistem dunia yang menyatu. Dalam kontek kebudayaan, globalisasi mengantarkan masyarakat menghadapi tantangan bagi eksistensi kebudayaannya. Geertz menjelaskan kebudayaan merupakan pola dari pengertian atau makna-makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol yang ditransmisikan secara historis dan normatif, sehingga mempunyai kekuatan dalam praktek-praktek sosial. Kenyataan ini hadir karena kebudayaan bersumber dari etos dan pandangan dunia yang menjadi unsur terpenting manusia dalam membangun jaringan makna yang terkait.141

140 Ibid. 141 Clifford Geertz, Abangan Santri Priyayi dalam Masyarakat Jawa,

diterjemahkan oleh Aswab Mahasin (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), xi.

Page 80: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

222 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

Gambar 4.15. Festival Kampung Batik Prawirotaman142

Kebudayaan mempunyai arti yang kompleks seperti

manusia menenun jejaring laba-laba untuk menghadirkan makna bagi dirinya sebagai makhluk sosial. Makna kebudayaan tidak hanya dipahami dalam satu dimensi. Berbagai hal yang menjadi pemahaman masyarakat baik simbol yang terlihat maupun dipahami abstrak dalam pandangan dunianya membentuk beragam makna substantif dari hasil interaksi simbolik.143

Sebagai sistem simbol atau perlambangan, kebudayaan merupakan proses sosial yang dipahami, diterjemahkan dan diinterpretasi. Dalam hal ini kebudayaan digambarkan sebagai simbol yang mempengaruhi dan menentukan realitas sosial. Simbol adalah realitas yang menjadi wahana dari konsepsi,

142 www.paketwisatajogja.net. Diunduh pada tanggal 10 Maret 2015 143 Clifford Geertz, Abangan Santri Priyayi.....,

Page 81: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

Keraton Yogyakarta dalam Negara Kesatuan… 223

kebudayaan dapat memberikan unsur-unsur intelektual dalam proses sosial. Selain itu, kebudayaan memberi pedoman tindakan sosial karena ia menyediakan model yang dipandang sebagai realitas dan pola-pola dalam memasuki tindakan sosial144

Dengan demikian arus globalisasi yang masuk telah mendorong kawasan Yogyakarta yang semula merupakan pusat kekuasaan militer, agama dan kepemimpinan politik yang absolut dari raja di masa lalunya, kini mengalami transformasi besar-besaran mengubah jatidirinya menjadi pusat pendidikan, kepariwisataan dan kebudayaan lokal yang adiluhung.145 Perubahan ini terjadi berkat peran yang dimainkan oleh Keraton, seperti yang ditunjukkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang mampu melewati masa transisi dari zaman kolonialisme dan feodalisme ke era kebangsaan, dengan pernyataan bergabung ke negara Indonesia.146 Sikap bijak ini semakin

144 Retnowati, “Kepemimpinan dan Perubahan Budaya: Refleksi Gaya

Kepemimpinan di Era Global, Perspektif Teori Kebudayaan”, dalam Jurnal Waskita Studi Agama dan Masyarakat, Program Pascasarjana Sosiologi Agama Fakultas Teologi UKSW, Vol. IV, No. 1, Oktober 2012, 39.

145 Laksmi Kusuma Wardani, Pengaruh Pandangan Sosio-Kultural...., 62.

146 Sikap Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam amanat yang dikeluarkan pada tanggal 5 September 1945, ialah sebagai berikut: Kami Hamengkubuwono IX, Sultan Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat, menjatakan: 1) Bahwa Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat jang bersifat Keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia; 2) Bahwa Kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat mulai saat ini berada di tangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnya Kami pegang seluruhnya; 3) Bahwa perhubungan antara Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat dengan Pemerintahan Pusat Negara Republik Indonesia bersifat

Page 82: DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA: ASAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12411/4/D_762008001_BAB IV.pdfini memiliki siginifikansi argumentatif untuk menjawab pertanyaan

224 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi

kokoh diperlihatkan dengan pembaharuan-pembaharuan untuk memaknai keistimewaan daerah ini yang dilakukan oleh Sri Sultan Hemengkubuwono X dalam kapasitasnya sebagai gubernur dan raja. Dengan memadukan antara warisan sejarah masa lampau yang hidup dan dipelajari, didialogkan dengan perubahan global, Yogyakarta telah mentransformasikan jati dirinya sebagai pusat pendidikan, kepariwisataan dan kebudayaan lokal yang adiluhung di Indonesia.

langsung dan Kami bertanggung-djawab atas Negeri Kami langsung kepada Republik Indonesia. Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat mengindahkan amanat Kami ini. Lih., Atmakusumah (ed.), Tahta Untuk Rakyat...., 301.