dasar teori - polban
TRANSCRIPT
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-1
DASAR TEORI
II.1 Umum
Dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini, digunakan beberapa pedoman sebagai
penunjang dasar teori dan analisa perhitungan yang dilakukan dalam menyelesaikan
laporan Tugas Akhir ini. Pedoman yang digunakan, diantaranya:
1. Standar Pembebanan Untuk Jembatan (SNI 1725-2016)
2. Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan (RSNI T – 12-204)
3. SNI 2833:2008
4. Geoteknik
5. Pedoman penunjang lain seperti Bahan ajar Rekayasa Pondasi
II.2 Jembatan
Berdasarkan UU 38 Tahun 2004 bahwa, “Jalan dan jembatan sebagai bagian dari
sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam
mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan yang
dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai
keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah.”
Pengertian jembatan secara umum adalah jembatan merupakan bagian dari jalan
raya dan merupakan suatu konstruksi bangunan yang bertujuan untuk
menghubungkan antara jalan yang satu dengan yang lainnya yang terputus oleh
rintangan, seperti, sungai, rawa dan hal lain. Jembatan merupakan struktur yang
perlu direncanakan dengan baik agar dapat berfungsi dengan optimal. Jembatan
mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat kepentingannya tidak
sama bagi tiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan studi yang menarik.
Jembatan adalah jenis bangunan yang apabila akan dilakukan perubahan
konstruksi, tidak dapat dimodifikasi secara mudah, biaya yang diperlukan relatif
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-2
mahal dan berpengaruh pada kelancaran lalu lintas pada saat pelaksanaan
pekerjaan. Jembatan dibangun dengan umur rencana 100 tahun untuk jembatan
besar. Minimum jembatan dapat digunakan 50 tahun. Ini berarti, disamping
kekuatan dan kemampuan untuk melayani beban lalu lintas, perlu diperhatikan juga
bagaimana pemeliharaan jembatan yang baik.
Jembatan terbagi kedalam beberapa jenis yaitu berdasarkan lokasi, fungsi atau
kegunaannya, bahan konstruksinya, tipe struktur yang digunakan dan klasifikasi
jembatan menurut kelas muatan.
A. Berdasarkan lokasinya jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.
- Jembatan di atas sungai atau danau
- Jembatan di atas lembah
- Jembatan di atas jalan yang ada (fly over)
- Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert)
- Jembatan di dermaga (jetty)
B. Berdasarkan fungsi atau kegunaannya menurut Agus Iqbal Manu, 1995:9
jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.
- Jembatan jalan raya (highway bridge)
- Jembatan jalan kereta api (railway bridge)
- Jembatan jalan air (waterway bridge)
- Jembatan jalan pipa (pipeway bridge)
- Jembatan militer (military bridge)
- Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).
C. Berdasarkan bahan konstruksinya jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.
- Jembatan kayu (log bridge)
- Jembatan beton (concrete bridge)
- Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge)
- Jembatan baja (steel bridge)
- Jembatan komposit (composite bridge)
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-3
D. Berdasarkan tipe strukturnya menurut Bambang Supriyadi, 2007:18, jembatan
dapat dibedakan sebagai berikut.
- Jembatan plat (slab bridge)
- Jembatan plat berongga (voided slab bridge)
- Jembatan gelagar (girder bridge)
- Jembatan rangka (truss bridge)
- Jembatan pelengkung (arch bridge)
- Jembatan gantung (suspension bridge
- Jembatan kabel (cable stayed bridge)
- Jembatan cantilever (cantilever bridge)
E. Klasifikasi Jembatan menurut kelas muatan Bina Marga, didasarkan pada
persentase beban hidup yang dapat melewati jembatan dibandingkan dengan
kendaraan standar, yaiu terdiri atas:
- Jembatan Kelas Standar (A/I) : Merupakan jembatan kelas standar dengan
perencanaan 100 % muatan “T” dan 100 % muatan “D”. Dalam hal ini lebar
jembatan adalah (1,00 + 7,00 + 1,00) meter.
- Jembatan Kelas Sub Standar (B/II) : Merupakan jembatan kelas standar
dengan perencanaan 70 % muatan “T” dan 70 % muatan “D”. Dalam hal ini
lebar jembatan adalah (0,50 + 6,00 + 0,50 ) meter.
- Jembatan Kelas Low Standar (C/III) : Merupakan jembatan kelas standar
dengan perencanaan 50 % muatan “T” dan 50 % muatan “D”. Dalam hal ini
lebar jembatan adalah (0,50 + 3,50 + 0,50) meter.
Untuk kelas jembatan pada jalan tol dapat melihat kelas jalan tol tersebut
sebagaimana disebutkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan terdapat pada bagian kelima kelas jalan pada pasal 31 dan pasal 32 bahwa
kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokan atas
jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang dan jalan kecil.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-4
II.3 Bagian – Bagian Jembatan
Secara umum struktur jembatan dibagi menjadi dua bagian yaitu bangunan atas
(upper structure) dan bangunan bawah (sub structure).
II.3.1 Bangunan Atas Jembatan (Upper Structure)
Bangunan atas adalah konstruksi yang berhubungan langsung dengan beban-beban
lalu lintas yang bekerja. Bangunan atas terletak pada bagian atas konstruksi yang
menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati
tambahan, beban lalu lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dll. Yang
termasuk dalam bangunan atas adalah:
- Tiang Sandaran
- Trotoar
- Lantai Trotoar
- Lantai Kendaraan (Slab)
- Gelagar Induk
- Balok Diafragma
- Tumpuan (Bearing)
II.3.2 Bangunan Bawah Jembatan (Sub Structure)
Bangunan bawah adalah konstruksi yang menerima beban–beban dari bangunan
atas dan meneruskannya ke lapisan pendukung (tanah keras) di bawahnya.
Bangunan bawah pada umumnya terletak di bawah bangunan atas. Fungsinya
menerima/memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian
menyalurkannya ke pondasi (Agus Iqbal Manu, 1995:5). Yang termasuk dalam
bangunan bawah adalah:
a. Pangkal Jembatan (Abutment)
- Dinding Belakang (Back Wall)
- Dinding Penahan (Retaining Wall)
- Dinding Sayap (Wing Wall)
- Oprit, pelat injak (Approach Slab)
- Konsol Pendek untuk jacking (Corbel)
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-5
b. Pilar Jembatan (Pier)
- Kepala Pilar (Pier Head)
- Pilar (Pier), yang berupa dinding, kolom atau portal
- Konsol Pendek untuk jacking (Corbel)
c. Pondasi
- Pondasi Setempat (Spread Footing)
- Pondasi Sumuran (Caisson)
- Pondasi Tiang (Pile Foundation), dimana pondasi tiang terdir atas:
1) Tiang Pancang Kayu (Log Pile)
2) Tiang Pancang Baja (Steel Pile)
3) Tiang Pancang Beton (Reinforced Concrete Pile)
4) Tiang Pancang Beton Prategang (Prestessed Concrete Pile)
5) Tiang Pancang Komposit (Compossite Pile)
II.4 Pembebanan Jembatan
Secara umum beban-beban yang dihitung dalam merencanakan jembatan atau
struktur Overpass dibagi atas dua beban primer dan beban sekunder. Beban primer
jembatan mencakup beban mati dan beban hidup. Beban mati jembatan terdiri dari
berat masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non-struktural.
Sedangkan untuk beban sekunder meliputi aksi lingkungan dengan memasukkan
pengaruh angin dan gempa. Pembebanan pada struktur jembatan dibagi menjadi
aksi tetap, beban lalu lintas, aksi lingkungan, dan aksi-aksi lainnya. Besarnya beban
rencana yang diberikan dalam standar ini dihitung berdasarkan analisa statistik.
Untuk mendapatkan besarnya pembebanan dari struktur jembatan atau Overpass
berdasarkan SNI 1725-2016 tentang Pembebanan Jembatan dan untuk perhitungan
perancangan ketahanan -gempa jembatan bedasarkan SNI 2833:2008. Berikut ini
merupakan uraian beban – beban yang bekerja bedasarkan SNI 1725-2016.
II.4.1 Faktor Beban dan Kombinasi Pembebanan
Gaya terfaktor yang digunakan dalam perencanaan harus dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-6
Q = Σ𝜂𝑖 𝛾𝑖 𝑄𝑖 ...................................................................................................... (II-1)
Keterangan :
𝜂𝑖 = faktor pengubah respon sesuai persamaan (II-2) atau (II-3)
Untuk beban-beban dengan nilai maksimum 𝛾𝐼 lebih sesuai, maka:
𝜂𝑖 = 𝜂𝐷 𝜂𝑅𝜂𝐼 ≥0,95 .......................................................... ..................................(II-2)
Untuk beban-beban dengan nilai minimum 𝛾𝐼 lebih sesuai, maka:
𝜂𝑖 = 1𝜂𝐷 𝜂𝑅𝜂𝐼 ≤1 .................................................................................................. (II-3)
𝛾𝑖 = faktor beban
𝑄𝑖 = gaya atau beban yang bekerja pada jembatan
Faktor beban untuk setiap pembebanan dan kombinasi pembebanan harus diambil
seperti yang ditentukan pada Tabel II - 1 Setiap kombinasi pembebanan bertujuan
untuk memperhitungkan gaya-gaya yang timbul akibat kondisi tertentu, kombinasi
pembebanan beserta penjelasan kondisinya adalah sebagai berikut.
Kuat I : Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya yang timbul
pada jembatan dalam keadaan normal tanpa memperhitungkan beban angin. Pada
keadaan batas ini, semua gaya nominal yang terjadi dikalikan dengan faktor beban
yang sesuai.
Kuat II : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan jembatan
untuk memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan pemilik tanpa
memperhitungkan beban angin.
Kuat III : Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin
berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
Kuat IV : Kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan kemungkinan adanya
rasio beban mati dengan beban hidup yang besar.
Kuat V : Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal jembatan
dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126
km/jam.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-7
Ekstrem I : Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup 𝛾𝐸𝑄 yang
memperhitungkan bekerjanya beban hidup pada saat gempa berlangsung harus
ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan.
Ekstrem II : Kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara beban hidup
terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan kapal, tumbukan kendaraan,
banjir, atau beban hidrolika lainnya, kecuali untuk kasus pembebanan akibat
tumbukan kendaraan (TC). Kasus pembebanan akibat banjir tidak boleh
dikombinasikan dengan beban akibat tumbukan kendaraan dan tumbukan kapal.
Layan I : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional jembatan
dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta memeperhitungkan adanya
beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam. Kombinasi ini juga
digunakan untuk mengontrol lendutan pada gorong-gorong baja, pelat pelapis
terowongan, pipa termoplastik serta untuk mengontrol lebar retak struktur beton
bertulang; dan juga untuk analisis tegangan tarik pada penampang melintang
jembatan beton segmental. Kombinasi pembebanan ini juga harus digunakan untuk
investigasi stabilitas lereng.
Layan II : Kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya
pelelehan pada struktur baja dan selip pada sambungan akibat beban kendaraan.
Layan III : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada arah
memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya
retak dan tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan beton segmental.
Layan IV : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada kolom
beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.
Fatik : Kombinasi pembebanan fatik dan fraktur sehubungan dengan umur fatik
akibat induksi beban yang waktunya tak terbatas.
Tabel faktor dan kombinasi pembebanan dapat dilihat padat Tabel II – 1 di bawah
ini.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-8
Tabel II-1 Faktor dan Kombinasi Pembebanan
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-9
II.4.2 Beban Permanen
Massa setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera
dalam gambar rencana dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari bagian-
bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g).
Percepatan gravitasi yang digunakan adalah 9,81 m/detik2. Besarnya kerapatan
massa dan berat isi untuk berbagai macam bahan ditampilkan pada Tabel II - 2
berikut. Tabel II-2 Berat Isi untuk Beban Mati
No
Bahan
Berat/Satuan Isi Kerapatan Masa
(kN/m3) (kg/m3)
1 Lapisan permukaan beraspal 22,0 2245
(bituminous wearing surfaces)
2 Besi tuang (cast iron) 71,00 7240
3 Timbunan tanah dapat dipadatkan 17,2 1722
(compacted sand, silt or clay)
4 Kerikil dipadatkan (rolled gravel, 18.8-22.7 1920-2315
macadam or ballast)
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245
6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000
7 Beton f’c < 35 MPa 22.0-25.0 2320
35 < f’c < 105 MPa 22.0 + 0,022 f’c 2240 + 2,29f’c
8 Baja (steel) 78,75 7850
9 Kayu (ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125
Sumber: SNI 1725:2016
Beban permanen terdiri dari berat sendiri (MS), beban mati tambahan/utilitas (MA),
gaya horizontal akibat tekanan tanah (TA) dan beban yang terjadi akibat pengaruh
tetap pelaksanaan (PL). Faktor beban yang digunakan untuk ketiga beban tersebut
adalah.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-10
1. Berat Sendiri
Berat sendiri adalah berat dari bagian bangunan bagian dan elemen - elemen
struktural lain yang dipikulnya yaitu berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang
dianggap tetap. Beban mati jembatan memiliki faktor beban untuk berat sendiri dan
dapat dilihat pada Tabel II – 3.
Tabel II-3 Faktor Beban untuk Berat Sendiri
Tipe beban Faktor Beban
Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Layan
Keadaan Biasa Terkurangi
Tetap Baja 1,0 1,1 0,9
Alumunium 1,0 1,1 0,9
Beton pracetak 1,0 1,2 0,85
Beton dicor ditempat 1,0 1,3 0,75
Kayu 1,0 1,4 0,7
Sumber: SNI 17:252016
2. Beban mati tambahan
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah
selama umur jembatan. Beban mati tambahan ini memiliki faktor beban yang
disajikan dalam Tabel II - 4 berikut
Tabel II-4 Faktor Beban Untuk Beban Mati TambahN
Jangka Waktu Faktor Beban
Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Layan
Keadaan Biasa Terkurangi
Tetap Umum 1,0 (1) 2,0 0,7
Khusus (terawasi) 1,0 1,4 0,8
Catatan (1) Faktor beban daya layan1,3 digunakan untuk berat utilitas
Sumber: SNI 1725:2016
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-11
3. Beban Akibat Tekanan Tanah (TA)
Tekanan tanah lateral pada keadaan batas kekuatan dihitung dengan menggunakan
nilai nominal dari γs dan nilai rencana dari c serta ϕf . Nilai-nilai rencana dari c serta
ϕf diperoleh dari nilai nominal dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan.
Kemudian tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa nilai nominal dan
selanjutnya harus dikalikan dengan faktor beban yang sesuai seperti yang tercantum
pada Tabel II - 5. Tabel II-5 Faktor Beban Akibat Tekanan Tanah
II.4.3 Beban Lalu Lintas
Menurut SNI 1725: 2016 beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas
beban lajur “D” dan beban truk “T”. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar
lajur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan
suatu iringan-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D”
yang bekerja tergantung pada lebat jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk “T”
adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi
dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari 2 bidang kontak pembebanan
yang dimaksud sebaga simulasi pengaruh roda kendaraan berat.
1. Beban Lajur “D” (TD)
Beban lajur terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban garis
terpusat (BGT) dengan konfigurasi seperti Gambar II- 1 Beban terbagi rata (BTR)
ditempatkan sepanjang bentang jembatan, sedangkan beban garis terpusat
ditempatkan pada tengah bentang untuk mendapatkan reaksi maksimum pada
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-12
jembatan. Distribusi beban lajur dalam arah melintang digunakan untuk
memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan. Hal
ini dilakukan dengan mempertimbangkan beban lajur “D” tersebar pada seluruh
lebar balok (tidak termasuk parapet, kerb, dan trotoar) dengan intensitas 100%
untuk panjang terbebani yang sesuai.
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus
arah lalu lintas sebesar 49,0 kN/m. Beban terbagi rata mempunyai intensitas q (kPa),
dimana besarnya q bergantung kepada panjang total jembatan (L) yang dibebani,
seperti berikut:
L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa.......................................................................................(11-4)
L > 30 m : q = 9,0 (0,5 + 15/L) kPa..................................................................(11-5)
keterangan:
q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan.
L = panjang total jembatan yang dibebani (meter)
1 kPa = 0,001 MPa = 0,01 kg/cm2
Gambar II-1 Beban Lajur “D”
Sumber: SNI:2016
Faktor beban lajur untuk perhitungan dapat dilihat pada Tabel II - 6.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-13
Tabel II-6 Faktor Beban Lajur “D”
Tipe Jembatan Faktor Beban
Beban Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Ultimit
(ɤS TD) (ɤU TD)
Transien Beton 1,00 1,80
Boks Girder Baja 1,00 2,00 Sumber : SNI 1725:2016
2. Beban Truk “T” (TT)
Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan semi-trailer yang mempunyai susunan
dan berat as seperti terlihat pada Gambar II – 2. Berat masing-masing as
disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak
antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara dua as tersebut bisa diubah-ubah
antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah
memanjang jembatan.
Gambar II-2 Pembebanan Truk “T” (500 kN)
Sumber : SNI 1725:2016
Faktor yang digunakan dalam pembebanan Truk, dapat dilihat pada Tabel II – 7.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-14
Tabel II-7 Faktor Beban Lajur “T”
Tipe Jembatan Faktor Beban
Beban Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Ultimit
(ɤS TT) (ɤU TT)
Transien Beton 1,00 1,80
Boks Girder Baja 1,00 2,00 Sumber : SNI 1725:2016
3. Gaya Rem (TB)
Gaya rem harus diambil yang terbesar dari:
- 25% dari berat gandar truk desain atau,
- 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem tersebut harus ditempatkan di semua lajur rencana yang dimuati sesuai
dengan lajur lalu lintas rencana dan yang berisi lalu lintas dengan arah yang sama. Gaya
ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm diatas
permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih yang paling
menentukan. Untuk jembatan yang dimasa depan akan dirubah menjadi satu arah, maka
semua lajur rencana harus dibebani secara simultan pada saat menghitung besarnya
gaya rem. Faktor kepadatan lajur yang ditentukan berlaku untuk menghitung gaya rem.
II.4.4 Aksi Lingkungan
Beban lingkungan terdiri dari beban akibat angin, banjir, gempa dan penyebab-
penyebab alamiah lainnya. Besarnya beban lingkungan, dihitung berdasarkan
analisis statistik dari kejadian-kejadian umum di sekitar atau pada jembatan yang
tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang akan memperbesar pengaruh
setempat.
A. Beban Angin
Beban angin ditentukan berdasarkan asumsi kecepatan angin dasar rencana (Vs)
sebesar 90 hingga 126 km/jam. Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara
merata pada permukaan terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-15
adalah luas area dari semua komponen, termasuk sistem lantai dan railing yang
diambil tegak lurus terhadap arah angin. Arah ini harus divariasikan untuk
mendapatkan pengaruh yang paling berbahaya terhadap struktur jembatan atau
komponen lainnya. Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi rencana
lebih tinggi dari 10 meter di atas permukaan tanah/permukaan air, kecepatan angin
rencana, VDZ dihitung dengan persamaan berikut.
VDZ = 2,5 Vo (V10
VB) In ( Z
Zo) ............................................................................... (II-6)
Keterangan:
VDZ = kecepatan angin rencana pada elevasi rencana (km/jam);
V10 = kecepatan angin pada elevasi 10 meter di atas permukaan tanah/permukaan
air;
VB = kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi 10 meter;
Z = elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air dimana
beban angin dihitung (Z > 10 meter)
Vo = kecepatan gesekan angin yang merupakan karakteristik meteorologi dan
besarannya dapat dilihat pada Tabel II - 8;
Zo = panjang gesekan di hulu jembatan yang merupakan karakteristik meteorologi
dan besarannya dapat dilihat pada Tabel II - 8.
Nilai kecepatan angin pada elevasi 10 meter di atas permukaan tanah/permukaan
air dapat diperoleh dari:
- Grafik kecepatan angin untuk berbagai periode ulang;
- Survai angin pada lokasi jembatan; dan
- Jika tidak ada data yang lebih baik, dapat diasumsikan V10 = VB = 90 s/d 126
km/jam.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-16
Tabel II-8 Nilai Vo dan Zo untuk Berbagai Variasi Kondisi
Sumber : SNI 1725:2016
Beban angin diperhitungkan bekerja pada struktur dan pada kendaraan yang
melewati jembatan. Beban angin yang bekerja pada struktur (EWS) diperhitungkan
berdasarkan persamaan berikut.
PD = PB (VDZVB
)2 ................................................................................................... (II-7)
Keterangan:
PD = tekanan angin rencana (MPa);
PB = tekanan angin dasar yang nilainya ditentukan berdasarkan Tabel II - 9. Tabel II-9 Tekanan Angin Dasar
Sumber : SNI 1725:2016
Sedangkan beban angin yang bekerja pada kendaraan (EWL) diasumsikan sebagai
tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus, dan berkerja 1800 mm di atas
permukaan jalan.
B. Beban Gempa
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh
namun diperbolehkan mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan
terhadap pelayanan akibat gempa. Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal
yang ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien respon elastik (Csm) dengan
berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan faktor modifikasi
respon (Rd) dengan formulasi sebagai berikut.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-17
EQ = CsmRd
Wt ........................................................................................................ (II-8)
Keterangan:
EQ = gaya gempa horizontal statis (kN);
Csm = koefisien respons gempa elastis;
Rd = faktor modifikasi respon;
Wt = berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN).
Koefisien respons elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar dan
spektra percepatan sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang gempa rencana.
Perhitungan pengaruh gempa terhadap jembatan termasuk beban gempa, cara
analisis, peta gempa, dan detil struktur mengacu pada SNI 2883:2008.
Berdasarkan SNI 2833:2008, koefisien respons gempa elastis dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Celastis = A.R.S Wt .............................................................................................. (II-9)
dimana:
A = percepatan/akselerasi puncak PGA di batuan dasar
R = respons batuan dasar
S = amplifikasi di permukaan sesuai tipe tanah
Koefisien geser dasar elastis (A.R.S) diturunkan untuk percepatan/akselerasi
puncak (PGA) wilayah gempa Indonesia dari respon spektra “Shake” sesuai
konfigurasi tanah. Perkalian tiga faktor A, R dan S menghasilkan spektra elastis
dengan 5% redaman. Konfigurasi tanah terbagi dalam tiga jenis: tanah teguh
dengan kedalaman batuan (0 m sampai dengan 3 m), tanah sedang dengan
kedalaman batuan (3 m sampai dengan 25 m), tanah lembek dengan kedalaman
batuan melebihi 25 m. Fondasi pada tanah lembek harus direncanakan lebih aman
dari fondasi pada tanah baik (lihat Tabel II - 10).
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-18
Tabel II-10 Koefisien Tanah (S)
Sumber : SNI 2833:2008
Peraturan gempa yang selama ini berlaku, menggunakan koefisien geser dasar
plastis (A.R.S/Z) dimana termasuk faktor daktilitas rata-rata sebesar 4 dan faktor
risiko 1 serta redaman 5%, sehingga langsung dapat digunakan oleh perencana
dalam menentukan nilai koefisien gempa untuk analisis statis (lihat Gambar II -
3).
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-19
Gambar II-3 Koefisien Dasar (C) Plastis Periode Ulang 500 Tahun
Sumber : SNI 2833:2008
Peta gempa untuk periode ulang 50 tahun, 100 tahun, 200 tahun, 500 tahun, dan
1000 tahun yang dapat dilihat pada Gambar II - 4, menunjukkan akselerasi di
batuan dasar sebagai berikut:
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-20
Tabel II-11 Akselerasi Puncak PGA di Batuan Dasar Sesuai Periode Ulang
Sumber : SNI 2833:2008
Gambar II-4 Wilayah Gempa Indonesia untuk Periode Ulang 500 Tahun
Sumber: SNI 2833:2008 Untuk faktor modifikasi respons (Rd) dapat ditentukan denga menggunakan Tabel
II - 12 di bawah ini.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-21
Tabel II-12 Faktror Modifikasi Respons (Rd)
Sumber : SNI 2833:2008
Gaya seismik rencana ditentukan dengan membagi gaya elastis dengan faktor
modifikasi respon Rd sesuai tingkatan daktilitas (lihat Tabel II - 12).
Untuk pilar kolom majemuk Rd = 5 untuk kedua sumbu ortogonal. Faktor Rd = 0,8
untuk hubungan bangunan atas pada kepala jembatan, Rd = 1,0 untuk hubungan
kolom pada cap atau bangunan atas dan kolom pada fondasi. Untuk perencanaan
fondasi digunakan setengah faktor Rd tetapi untuk tipe pile cap digunakan faktor
Rd. Untuk klasifikasi D yaitu analisis rinci, dianjurkan cara perhitungan gaya
maksimum yang dikembangkan oleh sendi plastis, sehingga faktor Rd tidak
digunakan dalam hal ini.
II.5 Pondasi
Menurut oleh Josep E. Bowles dalam Buku Analisis dan Desain Pondasi Edisi
Keempat menjelaskan bahwa pondasi jembatan adalah bagian dari jembatan yang
berfungsi memikul seluruh beban yang bekerja pada pilar atau kepala jembatan dan
gaya-gaya lainnya serta melimpahkannya ke lapisan tanah pendukung. Fungsi
pondasi ini adalah meneruskan bebean konstruksi ke lapisan tanah yang berada di
bawah pondasi
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-22
II.5.1 Jenis Pondasi
Buku Analisis dan Desain Pondasi Edisi Keempat oleh Josep E. Bowles
menjelaskan bahawa bentuk pondasi bermacam-macam, bisa dipilih sesuai dengan
jenis bangunan dan tanah dimana konstruksi akan dibangun. Secara umum, pondasi
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1. Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung antara
lain:
a. Pondasi setempat
Biasanya digunakan pada tanah yang mempunyai nilai daya dukung berbeda beda
di satu tempat pada suatu lokasi bangunan yang akan dibangun.
b. Pondasi menerus
Digunakan pada tanah yang mempunyai daya dukung yang seragam pada satu
lokasi pekerjaan yang akan dibangun. Pondasi ini dipakai pasangan batu kali untuk
pasangan pondasi bentuk trapesium dan plat beton untuk dasar pondasi.
c. Pondasi tikar
Jenis pondasi ini umumnya berlaku untuk tanah yang mempunyai nilai daya dukung
tanah yang sangat kecil. Nilai daya dukung yang kecil mengakibatkan kemampuan
tanah dalam memberikan daya dukung sangat kecil.
2. Pondasi Dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras
atau batu yang terletak jauh dari permukaan antara lain :
a. Pondasi sumuran
Pondasi sumuran digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman
yang relative dalam, dimana pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya
(B) lebih besar dari 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B≤1
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-23
b. Pondasi tiang
Pondasi tiang digunakan bila tanah pada kedalaman yang normal tidak mampu
mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat
dalam. Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dari panjangnya dibanding
dengan pondasi sumuran (Bowles, 1991).
II.5.2 Pondasi Tiang
Pondasi tiang dapat klasifikasikan ke dalam tiga kriteria pengelompokan yaitu:
1. Menurut cara pemindahan beban tiang dapat dibedakan menjadi 3 jenis, antara
lain:
a. Point bearing pile (end bearing pile), yaitu tiang dengan tahanan ujung. Tiang
jenis ini meneruskan beban melalui tahanan ujung ke lapisan tanah keras.
b. Friction pile, tiang jenis ini meneruskan beban ke tanah melalui gesekan kulit
(skin friction).
c. Gabungan
2. Menurut bahan yang digunakan, pondasi tiang terdiri dari:
a. Tiang pancang kayu (timber pile)
b. Tiang beton
- Precast reinforced concrete pile
- Precast prestressed concrete pile
- Tiang beton cor di tempat (cast in place)
c. Tiang pancang baja (steel pile)
- H-Pile
- Pipe pile
d. Tiang pancang komposit (composite pile)
3. Menurut jumlah tiang, klasifikasi pondasi tiang berdasarkan jumlah tiang
dalam satu satuan unit pendukung kolom (dalam jembatan Abutment atau pier),
antara lain:
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-24
a. Tiang tunggal (single pile)
b. Tiang gabungan/ kelompok (pile group)
II.5.3 Reaksi Tanah Terhadap Beban
Berdasarkan Bahan Ajar Rekayasa Pondasi, jika pondasi tiang dikenakan beban di
luar, maka reaksi terhadap beban ini tergantung dari besar, arah dan jenis beban
antara lain :
a. Gaya vertikal ke bawah c. Momen
b. Gaya vertikal ke atas d. Kombinasi gaya vertikal, Gaya
horizontal horizontal, dan momen
Gambar dari reaksi tanah terhadap beban dapat dilihat pada Gambar II - 5 dibawah ini.
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar II-5 (a)Gaya horisontal (b)Momen (c)Kombinasi gaya vertikal, horisontal dan momen
II.6 Metode Analisis Daya Dukung Tiang
Tahapan, metoda serta data yang diperlukan dalam analisa daya dukung tiang dapat
dilihat pada Tabel II - 13 Tabel II-13 Analisa Daya Dukung Tiang
Tahapan Metode Data yang diperlukan Desain
Statik
Salah satu dari data :
a. Tes Lab (φ,c,γ)
b. N SPT
c. Data sondir (qc dan JHP) Pelaksanaan (Khusus untuk
tiang pancang
Dinamik
Data pemancangan : Berat
pemukul, Tinggi jatuh
pemukul, Jenis alat,
Penurunan/pukulan Sudah terpasang Tes beban (Loading Test) Penurunan vs beban
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-25
II.7 Daya Dukung Tiang
II.7.1 Daya Dukung Tiang Tunggal
Dalam menghitung daya dukung tiang tunggal terdapat 3 prinsip dasar yang
digunakan, diantaranya :
1. Dengan menggunakan ketahanan lekat atau skin friction (Qs) permukaan
dimana beban ditahan oleh gesekan pada tanah non-kohesif atau adhesi
pada tanah kohesif.
2. Dengan menggunakan ketahanan dasar atau end bearing (Qp) dimana
beban ditahan pada dasar tiang.
3. Kombinasi dari ketahanan dasar dan ketahanan lekat Qijin = Qs + Qp.
Gambar II – 6 menggambarkan 3 prinsip dasar yang terjadi pada tiang.
Gambar II-6 Prinsip Dasar Daya Dukung Tiang Tunggal
Data yang didapatkan yaitu data SPT, maka daya dukung sebuah pondasi tiang
berdarkan Metode Terzaghi dan Peck (Meyerhof, 1956) dengan persamaan sebagai
berikut :
Qs = As x 0,04 N [kips/ft2]...............................................................................(II-10)
Qs = As x 0,20 N [ton/m2] ................................................................................(II-11)
Dimana :
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-26
Qs = Daya dukung akibat adhesi tanah dengan tiang (skin resistance)
As = Luas bidang kontak antara tanah dan tiang (m2)
As = [𝜋 x D x Z]
D = Diameter tiang (m)
Z = Panjang kontak antara tanah dan tiang (m)
N = Nilai SPT tanah
Untuk menghitung komponen ujung pondasi (end bearing) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Qb = Ab x pb [ton/m2] .....................................................................................(II-12)
Dimana :
Qb = Daya dukung dasar tiang
Ab = Luas dasar pondasi (m2) = [𝜋 x (D/2)2]
D = Diameter tiang (m)
Nilai pb tergantung dari jenis tanah seperti pada Tabel II - 14 berikut
Tabel II-14 Hubungan Nilai pb dengan jenis tanah
Jenis Tanah N < 15 N > 15
Ton/ft2 Ton/m2 Ton/ft2 Ton/m2
Pasir 4 N 40 N 60 + 2(N-15) 600 + 20(N-15)
Lanau 2,5 N 25 N 37,5 + 1,25(N-15) 375 + 10(N-15
Lempung 2 N 20 N 30 + (N-15) 300 + 10(N-15)
II.7.2 Daya Dukung Tiang Gabungan
Untuk menentukan daya dukung tiang gabungan (pile group) sangat bergantung
dengan komponen sebagai berikut :
1. Penentuan Jumlah Awal Tiang
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-27
Menurut Bahan Ajar Rekayasa Pondasi Polban, untuk mendukung kolom dengan
beban yang besar dimana tiang tunggal tidak mencukupi maka pondasi harus
merupakan lebih dari satu tiang (pile group). Jumlah tiang yang diperlukan
tergantung dari beban kolom (Pk) dan efisiensi Pile Group (Eg). Karena efisiensi
baru dapat dihitung setelah susunan tiang ditetapkan.
2. Jarak Antar Tiang dengan Pile Group
Jarak antara tiang dalam pile groups atau tiang grup sangat mempengaruhi
perhitungan kapasitas daya dukungnya. Untuk bekerja sebagai tiang grup jarak
antara tiang (spacing) “S” ini pada umumnya bervariasi antara lain :
• Jarak Minimum S = 2D
• Jarak Maksimum S = 6D
Apabila tergantung dari fungsi pile misalnya :
• Sebagai friction pile dengan jarak minimum S = 3D
• Sebagai end bearing pile dengan jarak minimum S = 2,5D
3. Efisiensi dan Daya dukung Pile Group
Bahan Ajar Rekayasa Pondasi Polban menjelaskan jika tiang gabungan bekerja
dengan efisiensi 100%, besarnya efisiensi tersebut tergantung dari jarak antar tiang
(S). Perhitungan efisiensi tiang grup dengan menggunakan metode Converse-
Labbre sebagai berikut:
eg = 1 – Ø n m 90)1()1( nmmn −+−
...............................................................(II-12)
Dimana:
eg = Efisiensi pile group
m = Jumlah baris
n = Jumlah kolom
Ø = arc tan sD
Maka, daya dukung pondasi grup adalah sebagai berikut:
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-28
Qpg = V = spQaJeg ...........................................................................(II-13)
Dimana:
eg = Efisiensi kelompok tiang (%)
J = Jumlah tiang Pancang pada 1 Pile Cap
Qasp = Daya dukung ijin single pile (ton)
4. Distribusi Gaya pada Pile Group
Didalam tiang grup terdapat gaya-gaya luar yang bekerja pada kepala tiang (kolom)
yang didistribusikan pada tiang grup berdasarkan rumus elastisitas sebagai berikut
𝑄𝑛 =𝑉
𝑛±
𝑀𝑥.𝑥
Σ𝑥2 ±𝑀𝑦.𝑦
Σ𝑦2 .....................................................................................(II-14)
Dimana :
Qn = Beban aksial untuk sembarang anggota tiang
V = Beban vertikal total yang bekerja pada titik pusat tiang grup
n = Banyaknya tiang dalam grup
Mx, My = Momen pada arah sebagai x dan sebagai y
x,y = Jarak dari tiang terhadap y dan sebagai x, sebagai y dan terhadap x melewati
titik pusat tiang grup
± = Diberikan sehubungan dengan hasil perklian x dan y terhadap sumbu x dan
sumbu y
Setelah mendapatkan nilai beban aksial setiap tiang tunggal (Qn) maka
dibandingkan dengan daya dukung ijin tiang tunggal dan harus memenuhi syarat
faktor keamanan pondasi tiang bor yang sesuai dengan persamaan sebagai berikut:
FK= FK = 𝑄𝑢
𝑄𝑎=
𝑄𝑎
𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠 , dengan FK (2,5 ~ 4)...............................................(II-15)
Dimana :
Qmaks= Beban aksial maksimum tiang tunggal
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-29
Qa = Daya dukung ijin tiang tunggal
FK = Faktor keamanan dengan syarat 2,5 ~ 4
II.7.3 Daya Dukung Tiang terhadap Beban Lateral
Menurut Paulus (2005), beban lateral dapat disebabkan antara lain oleh gaya
gempa, gaya angin pada struktur atas, tekanan tanah aktif (abutment jembatan), dan
tumbukan kapal (dermaga). Analisis yang dilakukan menggunakan metode Broms
dibedakan pada kriteria prilaku tiang (tiang pendek dan tiang panjang), kondisi
kepala tiang (kepala tiang bebas dan kepala tiang terjepit), dan jenis tanah (tanah
kohesif dan tanah non-kohesif). 1. Kriteria Perilaku Pondasi Tiang
Dalam perhitungan pondasi tiang yang menerima beban lateral, disamping
kondisi kepala tiang umumnya tiang juga perlu dibedakan berdasarkan
perilakunya sebagai pondasi tiang pendek (tiang kaku) atau pondasi tiang
pancang (tiang elastis). Pada pondasi tiang pendek, sumbu tiang masih tetap
lurus pada kondisi terbebani secara lateral. Dalam perhitungan pondasi tiang
yang menerima beban lateral, disamping kondisi kepala tiang umumnya tiang
juga perlu dibedakan berdasarkan perilakunya sebagai pondasi tiang pendek
(tiang kaku) atau pondasi tiang panjang (tiang elastis). Untuk tiang dalam tanah
kohesif pengkaitan tipe tiang dan jepitan tiang berdasarkan faktor tak berdimensi
β menurut Broms adalah sebagai berikut :
β = √ kD4 EI
4 .......................................................................................................(II-16)
Dimana: E = modulus elastisitas tiang bor (ton/m2)
Ip = Inersia tiang bor (m4)
B = diameter tiang (m)
k = koefisien reaksi tanah dalam arah melintang/berat jenis tanah (kg/m3) atau
k = ko x y-1/2
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-30
ko = 0,2 x Eo x D-3/4 (kg/cm3)
Eo = 0,2 x N rata-rata
Kriteria tiang pendek (tiang kaku) atau tiang panjang (tiang elastis) dapat ditentukan
berdasarkan nilai β yang telah dihitung seperti ditunjukkan pada Tabel di bawah
ini.
Tabel II-15 Kriteria Jenis Perilaku Tiang
Jenis Perilaku Tiang Kriteria
Pendek (Kaku) βL ≤ 2,25
Panjang (Elastis) βL ≥ 2,25
II.8 Faktor Keamanan (Safety Factor)
Faktor kemanaan (safety factor) didapatkan dengan cara membandingkan daya
dukung pile group (Qpg) dengan beban rencana (V). Menurut Bowles, faktor
keamanan untuk pondasi tiang biasanya adalah 2,0 sampai 4,0 tergantung kepada
hasil penyelidikan tanah dan perencananya sendiri. Berikut adalah penjelasan
mengenai besar faktor keamanan yang diambil:
1. Faktor keamanan 2,0 biasanya diambil ketika dilakukan penyelidikan tanah
secara menyeluruh.
2. Faktor keamanan 4,0 biasanya diambil ketika penyelidikan tanah yang
dilakukan sangat terbatas atau bahkan tidak ada.
3. Sedangkan, Faktor keamanan diantara 2,0 – 4,0 atau 3,0 diambil ketika
penyelidikan yang dilakukan terbatas (limited).
II.9 Penurunan Pondasi Tiang
Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan
tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan oleh
adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari
dalam pori, dan sebab-sebab lainnya.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-31
Settlement pada pondasi harus diperhitungan dengan perhatian yang besar terutama
untuk gedung, jembatan, menara, pembangkit tenaga listrik, atau struktur-struktur
lainnya yang membutuhkan biaya yang besar. Dalam menganalisa penurunan yang
terjadi dilakukan analisa penurunan pondasi tiang tunggal lalu dilanjutkan analisa
penurunan kelompok tiang.
II.9.1 Penurunan Tiang Tunggal
Penurunan merupakan keruntuhan yang terjadi pada pondasi. Dalam penurunan
tiang tunggal untuk perhitungan penurunan pondasi menggunakan metode semi
empiris yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
ST = SS + SP + SPS.............................................................................................(II-17)
Dimana :
ST = Penurunan total (total settlement) pondasi tiang
SS = Penurunan akibat deformasi aksial tiang
SP = Penurunan dari ujung tiang
SPS = Penurunan akibat beban yang dialihkan sepanjang tiang
Ketiga komponen tersebut dihitung secara terpisah dan kemudian dijumlahkan.
Untuk penurunan akibat deformasi aksial tiang (Ss) dengan persamaan berikut :
𝑆𝑠 =Qwb+α x Qws)x L
Ap x Ep ..................................................................................(II-18)
Dimana :
Qwb = Beban yang dipikul ujung tiang dibawah kondisi beban kerja = 𝑄𝑏
𝐹𝐾
Qws = Beban yang dipikul selimut tiang dibawah kondisi beban kerja = 𝑄𝑠
𝐹𝐾
α = Koefisien yang bergantung pada distribusi tahanan kulit sepanjang tiang
L = Panjang tiang
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-32
Ab = Luas penampang tiang = 𝜋 x 𝑟2
Ep = Modulus tiang (beton) = 4700 x √𝑓′𝑐
f’c = Mutu beton (Mpa)
Dalam Das M 1995, nilai α = 0,5 untuk distribusi gesekan yang seragam atau
parabolik sepanjang tiang dan nilai α = 0,67 untuk distribusi dalam bentuk segitiga.
Penurunan dari ujung tiang (Sp) dinyatakan dalam persamaan berikut :
SP = Cp x Qwb
𝐹D x qb....................................................................................................(II-19)
Dimana :
Qwb = Beban yang dipikul ujung tiang dibawah kondisi beban kerja
Cp = Koefisien empiris
D = Diameter tiang
qb = Tahanan ujung tiang = 𝑄𝑏
𝐴𝑏
Dalam perkiraan tersebut telah diasumsikan bahwa ketebalan lapis pendukung di
bawah ujung tiang sekurang-kurangnya 10 x diameter tiang. Nilai Cp menurut
ajaran Vesic (1977) dapat dilihat pada Tabel II – 16 berikut:
Tabel II-16 Nilai Koefisien Cp
Jenis Tanah Tiang Pancang Tiang Bor
Pasir (padat hingga lepas) 0,02 ~ 0,04 0,09 ~ 0,18
Lempung (teguh hingga lunak) 0,02 ~ 0,03 0,03 ~ 0,06
Lanau (padat hingga lepas) 0,03 ~ 0,05 0,09 ~ 0,12
Penurunan akibat pengalihan beban sepanjang tiang dinyatakan dalam persamaan
berikut :
𝑆𝑝𝑠Cs x Qws
𝐿 x qb............................................................................................................(II-20)
Dimana :
Qws = Beban yang dipikul selimut tiang (friksi) dibawah kondisi beban kerja
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-33
Cs = Nilai konstanta empiris = (0,93+0,16 √LD) x Cp ...................................(II-21)
L = Panjang tiang
qb = Tahanan ujung tiang
II.9.2 Penurunan Kelompok Tiang
Penurunan kelompok tiang menggunakan metode Vesic (1969) yang dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut :
Sg= √𝐵𝑔
𝐷𝑥𝑆𝑡 .....................................................................................................(II-21)
Dimana :
Sg = Penurunan pondasi tiang grup
ST = Penurunan pondasi tiang tunggal total
Bg = Lebar tiang grup
D = Diameter tiang
II.10 Pergeseran Kepala Tiang
Jika daya dukung satu tiang, daya dukung kelompok tiang, banyaknya tiang, dan
distribusi beban ke kepala tiang sudah diketahui maka kemudia dilakukan kontrol
kembali dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Daya dukung kelompok tiang harus lebih besar dari beban yang bekerja;
2. Penurunan kelompok tiang harus lebih kecil dari yang diijinkan;
3. Pergeseran pada kepala tiang tidak melibihi yang diijinkan;
Metoda perpindahan memiliki tujuan yaitu untuk menghitung perpindahan
horizontal, vertikal, dan rotasi (rocking) yang terjadi dipusat kelompok tiang selain
itu digunakan juga untuk mengetahui reaksi (gaya lintang, gaya normal dan
momen) dikepala tiang.
Sebelum dilakukannya perhitungan perpindahan perlu menghitung konstanta pegas
Kv dalam arah vertikal dan koefisien k dari reaksi tanah di bawah permukaan.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-34
Perkiraan konstanta pegas Kv dalam arah vertikal; Konstanta pegas (spring
constant) Kv dari tiang dalam arah vertikal adalah suatu konstanta elastis yang
dinyatakan sebagai gaya dalam arah vertikal yang menimbulkan pergeseran
(displacement) sebesar satu satuan dalam arah vertikal pada kepala tiang.
Kv dipakai untuk menghitung besarnya reaksi pada kepala tiang atau besarnya
penurunan elastis (elastic settlement). Untuk memperkirakan besarnya Kv lebih
dapat dipercaya jika perkiraan ini diambil berdasarkan kurva pembebaanan
penurunan (load settlement curve) dari percobaan pembebanan vertikal pada tiang.
Tetapi untuk pemakaian praktis, hal ini dilakukan berdasarkan perhitungan dengan
memakai konstanta tanah atau secara empiris dengan memakai cara statistic
berdasarkan data dari percobaan pembebanan.
Sebagai contoh, di bawah ini diberikan cara empiris yang dipakai untuk jalan raya
di Jepang.
Kv = α Ap x Epl
....................................................................................................(II-23)
Untuk tiang yang dicor ditempat
α = 0,022 (LD
) - 0,05........................................................................................(II-24)
Dimana:
Ap = Luas penampang netto dari tiang (cm2)
Ep = Modulus elastisitas tiang (kg/cm2)
𝑙 = Panjang tiang (cm)
D = Diameter tiang (cm)
Rumus di atas dapat dipakai bila 𝑙/D ≥ 10
Perkiraan koefisien k dari reaksi tanah di bawah permukaan, dalam arah mendatar;
menurut standar teknik di Jepang, koefisien reaksi tanah di bawah permukaan
dalam arah mendatar diperkirakan berdasarkan persamaan berikut ini.
k = k0 x y-1/2
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-35
k0 = 0,2 x E0 x D-3/4
Dimana:
k0 = Harga k bila pergeseran pada permukaan dibuat sebesar 1 cm (kg/cm3)
y = Besarnya pergeseran yang akan dicari (cm)
E0 = Modulus deformasi tanah pondasi, biasanya diperkirakan dari
E0 = 28 x N dengan memakai harga N dari percobaan Standard Penetration Test
D = Diameter tiang (cm)
Asumsi yang digunakan dalam analisa perpindahan (displacement) yaitu sebagai
berikut :
- Sistem pondasi tiang berada pada struktur 2 dimensi
- Sifat tiang elastis linier ketika melawan beban tekan, tarik, dan momen.
Konstanta pegas dalam arah vertikal, horizontal dan rotasi pada kepala tiang
dianggap konstan.
- Pondasi/pelat/pilecap dianggap kaku (rigid) dan rotasi terjadi dipusat pile grup.
Displacement merupakan perpindahan pada tumpuan yang disebabkan oleh gaya-
gaya luar berada dalama kesetimbangan. Pada fondasi gaya yang biasanya bekerja
yaitu gaya vertikal (Vo), gaya mendatar (Ho), dan gaya momen (Mo). Gaya-gaya
yang terjadi pada tumpuan tiang terdapat pada Gambar II - 7.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-36
Gambar II-7 Perpindahan Pada Tumpuan Tiang
Dimana :
Ho = Beban lateral
Vo = Beban vertikal
Mo = Momen
δx = Perpindahan mendatar
δy = Perpindahan vertical
α = Sudut rotasi tumpuan
θ1 = Sudut yang dibuat oleh tiang ke – i dengan sumbu vertikal, dengan
pemakaian tanda ( + / - )
hi = Tinggi kepala tiang dari tanah
Perhitungan berdasarkan cara perpindahan dimulai dengan membuat sistem koordinat
seperti pada Gambar II – 7 dan titik 0 sebagai titik pusat dasar tumpuan. Kemudian
gaya yang bekerja pada titik 0 ditetapkan seperti yang terlihat pada gambar, dan
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-37
perpindahan titik 0δx dan δy ke arah sumbu koordinat, juga rotasinya α diukur seperti
pada gambar.
Persamaan tiga dimensi digunakan untuk menentukan titik pusat. Persamaan tiga
dimensi sebagai berikut :
Axx . δx + Axy . δy + Axα . α = Ho .................................................................(II-25)
Ayx . δx + Ayy . δy + Ayα . α = Vo .................................................................(II-26)
Aαx . δx + Aαy . δy + Aαα . α = Mo ................................................................(II-27)
Anggaplah bahwa alas tumupan adalah mendatar, dan setiap koefisien diperkirakan
berdasarkan persamaan berikut:
Axx = Σ( K1.cos2 θi + Kv.sin2 θi) .........................................................................(II-28)
Axy = Ayx = Σ(Kv − K1) sin θi .cos θi....................................................................(II-29)
Axα = Aαx = Σ{(Kv −𝐾1) 𝑥𝑖 sin θ𝑖 .cos θ𝑖 − K2.cos θ𝑖}....................................(II-30)
Ayy = Σ( Kv.cos2 θi + K1.sin2 θi) .........................................................................(II-31)
Ayα = Aαy = Σ{( Kv.cos2 θi + K1.sin2 θi) xi + K2.sin θ𝑖} .......................................(II-32)
Aαy = Σ{( Kv.cos2 θi + K1.sin2 θi) xi 2+( K2+ K3) xi sin θ𝑖 + K4}..........................(II-33)
Keterangan :
Ho = beban mendatar yang bekerja diatas basement tumpuan
Vo = beban vertikal yang bekerja diatas basement tumpuan
Mo = momen luar terhadap titik pusat dasar tumpuan 0
δx = perpindahan mendatar terhadap titik pusat 0
δy = perpindahan vertikal terhadap titik pusat 0
α = sudut rotasi tumpuan (radial)
xi = koordinat x untuk kepala tiang ke – i (m) atau jarak pusat pile ke – i pusat pile
group(m)
θ𝑖 = sudut kemiringan pile,searah momen(-),berlawanan(+)
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-38
Konstanta pegas K1,K2,K3 dan K4 pada arah orthogonal ke sumbu tiang
diperkirakan berdasarkan Tabel II - 18, jika koefisien k dari reaksi tanah dibawah
permukaan dalam arah tegak lurus padanya adalah konstanta, tanpa menghiraukan
kedalaman dan tiang dipancang cukup dalam (l)3/B. Bila satuan gaya (ton),
panjang(m), dan sudut(radial) maka satuan konstanta pegas adalah sebagai berikut:
K1 = ton/m ;
K2 = ton/radial ;
K3 = ton.m ;
K4 = ton.m/radial Tabel II-17 Koefisien Pegas Tiang dalam Arah Sumbu Orthogonal
Sumber: Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi Suyono Sosrodarsono
Keterangan :
β = nilai karakteristik tiang = angka flesifibiltas (m-1) .....................................(II-34)
Dimana :
K = koefisien daya tangkap reaksi permukaan (ton/m3)
D = diameter tiang (m)
EI = kekakuan lentur tiang (ton.m2)
H = panjang aksial bagian atas dari permukaan tanah pondasi tiang(m).
Catatan : bila k dinyatakan dalam kg/m3, seyogyanya harga tersebut digandakan
seribu kali.
θi = sudut kemiringan pile,searah momen(-),berlawanan(+)
Kriteria tiang panjang bila β.L> π.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-39
Berdasarkan pergeseran awal pada tumpuan (δx,δy,α) yang diperkirakan dari
perhitungan diatas, maka gaya aksial PNI yang bekerja pada kepala tiang, gaya
menurut sumbu orthogonal Phi dan momen Mti diperkirakan dari persamaan ini.
PNi = Kv {δx.sin𝜃i + (δ𝑦+ 𝛼xi)𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖}..................................................................(II-35)
PHi = Kv [δx.sin𝜃i + (δ𝑦+ 𝛼xi)𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖] – K2𝛼........................................................(II-36)
Mti = −K3[δx.sin𝜃i + (δ𝑦+ 𝛼xi)𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖] + K4𝛼 .....................................................(II-37)
Dimana :
δ𝑥=pergeseran kepala tiang yang ke−i,menurut sumbu orthogonal
δ𝑦=pergeseran kepala tiang yang ke−i,dalam arah aksial
Kv = konstanta pegas dalam arah aksial untuk tiang (ton/m)
Mti adalah momen yang diperhitungkan sebagai gaya luar yang didistribusikan ke
kepala tiang, momen lentur Mbi adalah gaya dalam kepala tiang, setelah mengalami
perubahan tanda (Mbi = Mti). Reaksi vertikal Vi dan reaksi mendatar Hi pada
kepala tiang didapatkan dari persamaan berikut ini, dan dipakai untuk
memperkirakan jumlah penulangan pada tumpuan.
Vi = Pni.cosθ - Phi.sinθ....................................................................................(II-38)
Hi = Pni.sinθ + Phi.cosθ...................................................................................(II-39)
Distribusi gaya-gaya di masing-masing kepala tiang bila dijumlahkan haruslah :
ΣHi = Ho..........................................................................................................(II-40)
ΣVi = Vo..........................................................................................................(II-41)
Σ ( Mti + Vi xi )= Mo........................................................................................(II-42)
Persamaan diatas merupakan kontrol perhitungan – perhitungan sebelumnya.
Jika tiang – tiang disusun secara simetris dan tegak lurus : θi = 0 ➔ semua tiang
mempunyai K1,K2,K3,K4 dan Kv yang sama besar.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-40
Disamping dilakukan perhitungan pergeseran pada tumpuan kepa tiang, dihitung
pula besarnya pergeseran yang terjadi pada struktur atas. Besarnya pergeseran
struktur atas dapat menggunakan persamaan berikut :
Δ’xA = δx + H x α.............................................................................................(II-43)
Δ’yA = δy + H x α.............................................................................................(II-44)
Dimana :
α = Perpindahan rotasi yang terjadi pada tumpuan
H = Tinggi Struktur di atas Pile Cap
δx = Perpindahan arah horisontal pada tumpuan
δy = Perpindahan arah vertikal pada tumpuan
II.11 Penulangan Pondasi Bored pile
Setelah menganalisa dan menghitung kekuatan dari pondasi bored pile kemudian
dilakukan analisa perhitungan tulangan yang akan digunakan. Dalam upaya
perancangan pondasi bored pile telah dikembangkan berbagai cara guna
menganalisa perhitungan dengan menggunakan alat bantu salah satunya dengan
menggunakan software PCA Coloumn.
Software PCA coloumn dapat digunakan untuk mendesain atau menginvestigasi
struktur kolom, dan merencakan penulangan pada kolom tersebut. pada
perencanaan tulangan bored pile ini penulis menggunakan software PCA coloumn
untuk menentukan nilai r, selanjutkan dilakukan perhitungan manual dengan
langkah sebagai berikut:
1. Data yang diperlukan antara lain Mu, Pu, Agr, f’c, fy, Φ.
Dimana : Mu = Momen Ultimate (kNm)
Agr = Luas alas pondasi bored pile (m2)
f’c = Mutu Beton (Mpa)
fy = Mutu Baja (Mpa)
Φ = faktor reduksi untuk kolom bersengkang = 0,65
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-41
Perhitungan nilai dari ordinat dan absis.s
Arah sumbu y (ordinat) = Pu
Φ 𝑥 Agr 𝑥 0,85 𝑥 𝑓′𝑐 ......................................................(II-45)
Arah sumbu x (absis) = Pu
Φ 𝑥 Agr 𝑥 0,85 𝑥 𝑓′𝑐 (
efΦ
).................................................(II-46)
Dari kedua nilai tersebut plot pada grafik gideon. Namun pada perancangan
tulangan ini penulis tidak menggunakan grafik gideon melaikan menggunakan
bantuan software PCA Coloumn untuk mendapatkan nilai ρ dan selanjutnya dapat
diketahui nilai dari r.
2. Perhitungan nilai ρ dengan persamaan sebagai berikut :
ρ = r . β .................................................................................................................(II-47)
3. Perhitungan nilai As total dengan persamaan sebagai berikut :
As total = ρ . Agr ......................................................................................................(II-48)
3. Menentukan kebutuhan jumlah tulangan dengan persamaan sebagai berikut
:
n = As total0,25 x π xD2.........................................................................................................(II-49)
4. Selain menghitung tulangan memanjang pada pondasi bored pile kemudian
dilakukan perhitungan tulangan sengkang. Berikut persamaan perhitungan tulangan
sengkang :
Ф= Vn ≥ Vu........................................................................................................(II-50)
Vn = Vc + Vs ..................................................................................................(II-51)
Vc = (1 +𝑃𝑢
14 𝐴𝑔) (
√𝑓′𝑐
6) 𝑏𝑤. 𝑑...............................................................................(II-52)
Vs = 𝐴𝑣 .𝑓𝑦 .𝑑
𝑠...........................................................................................................(II-53)
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-42
II.12 Pile Cap
Menurut Suyono Sosrodarsono dalam Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi
menjelaskan bahwa pile cap merupakan konstruksi penggabung antara tiang-tiang
bor sehingga menjadi tiang kelompok (pile group) dan penghubung antara pondasi
dengan kolom. Pile cap mempunyai fungsi untuk menyebarkan beban ke pile group.
Fungsi dari pile cap adalah untuk menerima beban dari kolom yang kemudian akan
terus disebarkan ke tiang pancang dimana masing-masing pile menerima 1/N dari
beban oleh kolom dan harus ≤ daya dukung yang diijinkan (Y ton) (N= jumlah
kelompok pile). Jadi beban maksimum yang bisa diterima oleh pile cap dari suatu
kolom adalah sebesar N x (Y ton).
Pile cap ini bertujuan agar lokasi kolom benar-benar berada dititik pusat pondasi
sehingga tidak menyebabkan eksentrisitas yang dapat menyebabkan beban
tambahan pada pondasi. Selain itu, seperti halnya kepala kolom, pile cap juga
berfungsi untuk menahan gaya geser dari pembebanan yang ada. Bentuk dari pile
cap juga bervariasi dengan bentuk segitiga dan persegi panjang. Jumlah kolom yang
diikat pada tiap pile cap pun berbeda tergantung kebutuhan atas beban yang akan
diterimanya.
Beberapa tahapan untuk perhitungan penulangan pile cap menurut Bahan Ajar
Struktur Beton Jembatan 1 Polban di uraikan sebagai berikut :
a) Menentukan jarak bersih pada pile cap (d) dengan persamaan :
d = Tebal pilecap – P – ½ D .................................................................................(II-54)
Dimana :
d = jarak bersih tebal pile cap (mm)
P = selimut beton (mm)
D = diameter tulangan yang akan digunakan (mm)
Syarat: Tebal efektif pile cap pada bagian tepi tidak boleh diambil kurang dari 300
mm.
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dara Kadilla A, Indah Puspa W, Perancangan Detail Struktur ..... II-43
b) Menentukan ρ dengan persamaan :
ρ = Mx . yf'c.b.d2..........................................................................................................(II-55)
Dimana:
Mx,y = Momen pada pile cap arah x atau arah y (Nmm)
b = lebar dari pile cap dalanm arah x atau arah y (mm)
d = jarak bersih tebal pile cap (mm)
c) Menentukan z (panjang penyaluran) dengan persamaan:
z = (0,5+√0,25- ρ
0,9 )........................................................................................(II-56)
d) Menghitung luasan tulangan total (Ast) digunakan persamaan:
Ast = Mxy0,85.fy.z
......................................................................................................(II-57)
e) Banyaknya tulangan yang akan digunakan
n = AstAs
...............................................................................................................(II-58)
Dimana:
As = 1
4 π 𝐷2.......................................................................................................(II-59)
f) Jarak antar tulangan yang digunakan dengan persamaan:
Jarak antar tulangan = Lebar pile capjumlah tulangan
...................................................................(II-60)
g) Menghitung tahanan dari beton dengan menggunakan persamaan berikut:
Vc = 16
√f'c . b.d...............................................................................................(II-61)
Ф = 0,85 x Vc...............................................................................................(II-62)
Bandingkan hasil ΦVn dan Vu, jika ΦVn < Vu maka harus menggunakan tulangan
sengkang sedangkan jika ΦVn > Vu maka tidak diperlukan tulangan sengkang
karena gaya gesr telah dipikul oleh tulangan utama.