daulah syafawiyah

21
I. PENDAHULUAN Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang sangat drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik- cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk, sebagaimana telah tercatat dalam sejarah menghancurkan pusat- pusat kekuasaan Islam yang lain. Keadaan politik umat Islam secara keseluruahan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar. Tiga kerajaann tersebut adalah Utsmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Makalah ini akan berusaha mengkaji sejarah tentang kerajaan Shafawi yang ada di Persia. Dalam pengkajian sejarah dan peradaban Islam, sebenarnya ada dua dinasti yang sangat berperan dan dominan dalam menghidupkan dan menyebarkan paham syi’ah di Persia, yaitu dinasti Buwaihi dan dinasti Shafawi. Dinasti Buwaihi (932- 1055 M) berada pada periode klasik Islam, sedangkan dinasti Safawi (1501- 1722 M) hidup pada masa periode pertengahan lslam.

Upload: eka-citra

Post on 11-Dec-2014

142 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Daulah Syafawiyah

TRANSCRIPT

Page 1: Daulah Syafawiyah

I. PENDAHULUAN

Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol,

kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang sangat drastis. Wilayah kekuasaannya

tercabik- cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi.

Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan

bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk,

sebagaimana telah tercatat dalam sejarah menghancurkan pusat- pusat kekuasaan Islam yang

lain.

Keadaan politik umat Islam secara keseluruahan baru mengalami kemajuan kembali

setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar. Tiga kerajaann tersebut adalah

Utsmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Makalah ini akan berusaha

mengkaji sejarah tentang kerajaan Shafawi yang ada di Persia.

Dalam pengkajian sejarah dan peradaban Islam, sebenarnya ada dua dinasti yang

sangat berperan dan dominan dalam menghidupkan dan menyebarkan paham syi’ah di

Persia, yaitu dinasti Buwaihi dan dinasti Shafawi. Dinasti Buwaihi (932- 1055 M) berada

pada periode klasik Islam, sedangkan dinasti Safawi (1501- 1722 M) hidup pada masa

periode pertengahan lslam.

Page 2: Daulah Syafawiyah

II.PEMBAHASAN

A. Asal Mula Berdirinya Daulah Syafawiyah.

Mirip dengan asal usul Dinasti Murabithun dan Muwahhidun di Afrika Utara,

kerajaan Shafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota

di Azarbaijan.[1] Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang

hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Utsmani. Nama Safawiyah diambil dari

nama pendirinya, Safi Al- Din (1252- 1334 M) dan nama Safawi ini terus dipertahankan

sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, masih dipertahankan sampai gerakan

ini berhasil mendirikan kerajaan.[2]

Safi Al- Din yang lahir pada 1252/ 650 M, enam tahun sebelum Hulagu Khan

menghancurkan Baghdad, berasal dari keturunan yang memilh sufi sebagai jalan

hidupnya.[3] Ia keturunan Imam Syi’ah yang ke 6, Musa Al Kazhim. Gurunya bernama

Syaikh Taj Al- Din Ibrahim Zahidi (1216-1301) yang dikenal dengan julukan Zahid al-

Gilani. Kemudian Safi Al-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut. Ia mendirikan

tarekat Safawiyah setelah ia mengantikan guru sekaligus mertuanya yang wafat tahun

1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya

gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan memerangi orang- orang ingkar, dan golongan

yang mereka sebut ahli- ahli bid’ah. Tarekat ini menjadi semakin penting setelah Safi Al-

Din mengubah bentuk tarekat ini dari pengajian Tasawuf murni yang bersifat lokal

menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia. Di

luar negeri- negeri Ardabil Safi menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-

muridnya. Wakil itu dibri gelar Khalifah. Lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah

berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan, dan menentang setiap

orang yang bermadzab selain syi’ah.[4]

Kecenderungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud konkritnya pada masa

kepemimpinan Juneid (1447- 1460 M). Dinasti Safawi memperluas gerakannya dengan

menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini

menimbulkan konflik anatar Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu ( domba Hitam),

salah satu bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik itu Juneid kalah dan

Page 3: Daulah Syafawiyah

diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru itu ia mendapat perlindungan dari penguasa

Diyar Bakr, Ak koyunlu ( Domba Putih) yang juga merupakan suku bangsa Turki. Ia

tinggal di Istana Uzu Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia. Perlu

diketahui juga bahwa dua kerajaan Turki, yakni Kara Koyunlu yang berkuasa di bagian

Timur beraliran syi’ah sedangkan Ak koyunlu yang berkuasa di bagian Barat beraliran

Sunni.[5]

Selama dalam pengasingan Junaed tidak tinggal diam. Ia menghimpun kekuatan

untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil

mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M,

Junaed berusaha merebut Ardabil tetapi gagal. Tahun 1460 M, ia mencoba merebut

Sircasia tetapi pasukan yang dipimpinya dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh

dalam pertempuran tersebut.

Ketika itu anak Juneid bernama Haidar masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan.

Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi

tahun 1470 M. Hubungan Haidar dan Uzun Hazan semakin dekat setelah Haidar

mengawini putri Uzun Hasan. Dari perkawinan itu lahirlah Ismail yang kemudian hari

menjadi pendiri kerajaan Safawi di Persia. Haidar membuat perlambangan baru dari

pengikut tarekatnya, yaitu serban merah mempunyai 12 jambul, sebagi lambang dari 12

imam yang diagungkan dalam mazhab Syi’ah Istna Asyariah.[6]

Kemenangan Ak koyunlu tahun 1476 M terhadap Kara Koyunlu, membuat

gerakan Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh Ak

koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Padahal sebelumnya Safawi adalah sekutu

Ak Koyunlu. Ak Koyunlu berusaha melenyapkan kekutan militer dan kekuasaan Dinasti

Safawi. Karena itu ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, Ak

Koyunlu mengirim bantuan pada pasukan Sirwan, sehinga pasukan Haidar kalah dan

Haidar terbunuh.

Ali, putra dan pengganti Haidar didesak oleh bala tentaranya untuk menuntut balas

atas kematian ayahnya, terutama terhadp Ak Koyunlu. Tetapi Ya’kub Pemimpin Ak

Koyunlu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail

Page 4: Daulah Syafawiyah

dan Ibunya di Fars selama empat setengah tahun ( 1489- 1493 M). Mereka dibebaskan

oleh Rustam, putra mahkota Ak Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi

saudara sepupunya. Setelah saudara sepupu Rustam dapat dikalahkan. Ali bersama

saudaranya kembali ke Ardabil. Akan tetapi, tak lama kemudian Rustam berbalaik

memusuhi dan menyerang Ali bersaudara, dan Ali terbunuh dalam serangan itu pada tahun

1494 M.[7]

Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada di tangan Ismail, yang saat itu

masih berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di

Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di

Azarbaijan, Syiria, Anatolia. Pasukan yang dipersiapkannya itu dinamai Qizilbash ( Baret

Merah).[8]

 Di bawah kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash

menyerang dan mengalahkan Ak Koyunlu di Sharur, dekat Nackhcivan. Pasukan ini terus

berusaha memasuki dan menaklukan Tabriz, ibu kota ak Koyunlu dan berhasil merebut

dan mendudukinya. Di kota ini Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama di

dinasti Safawi, yang kemudian disebut Ismail I.[9]

B. Perkembangan Daulah Syafawiyah.

Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya, kerajaan

Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini berkembang

dengan cepat. Nama Safawi ini terus di pertahankan sampai tarekat Safawiyah menjadi

suatu gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi. Dalam

perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani.

Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti

kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi'ah dan

dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Safawi dianggap sebagai

peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini.[10]

Ismail I berkuasa kurang lebih selam 23 tahun, yaitu antara tahun 1501- 1524 M.

Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaanya. Ia dapat

menghancurkan sisa- sisa kekuatan ak Koyunlu di Amadan (1503 M), menguasai propinsi

Page 5: Daulah Syafawiyah

Kaspia di Nazandaran, Gurgan, dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505- 1507 M), Baghdad

dan daerah barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M), dan Khurasan (1510 M).

[11] Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh

Persia dan bagian timur Bulan Sabit Timur ( Fortile Crescent).

Tidak sampai disitu, ambisi politik mendorongnya untuk terus melebarkan sayap

menguasai daerah- daerah lainnya, seperti ke Turki Utsmani. Namun, Ismail bukan hanya

menghadapi musuh yang sangat kuat, tetapi juga sangat membenci golongan Syi’ah.

Peperangan dengan Turki Utsmani terjadi pada tahun 1514 M, di Chaldiran, dekat Tabriz.

Karena keunggulan organisasi militer kerajaan Utsmani, Ismail I mengalami kekalahan,

malah Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan

Safawi terselamtkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan

di kalangan militer Turki di Negerinya. Peperangan ini, seperti para sejarawan menduga,

bisa jadi berasal dari kebencian Sultan Salim dan pengejaran terhadap seluruh umat

muslim Syi’ah di daerah kekuasaannya. Fanatisme Sultan Salim memaksanya membunuh

40.000 orang yang didakwa telah mengingkari ajaran- ajaran Suni.[12]

Secara militer, Syah Ismail dan para penerusnya harus menghadapi permusuhan

sengit dari tetangga- tetangga mereka yang sunni, Utsmaniyah di barat dan Ozbeg

Turkmen di timur laut. Di tapal batas Oxuz, para syah cukup dapat mempertahankan milik

mereka meskipun kota- kota batas batas seperti Heart, Masyhad dan Sarakh sering

berpindah tangan; tapi serangan Turkmen untuk melakukan penjarahan untuk

mendapatkan budak terus terjadi hingga abad ke 19. Utsmaniyah lebih berbahaya, ketika

berada pada puncak kekuasaan mereka pada abad ke 16; kemenangan Salim si Kejam atas

Shafawiyah di Chaldiran pada tahun 1514 merupakan suatu kemenangan logistik bagi

Utsmaniyah, dan juga merupakan peragaan keunggulan persenjataan. Tak lama kemudian,

Kurdistan, Diyarbakr, dan Baghdad jatuh ke tangan Utsmaniyah, dan Azarbayjan sendiri

sering diserbu; kemudian ibukota Shafawiyah dipindahkan ke Tabriz ke Qazwin dan

kemudian ke Ishfahan.[13]   

Kekalahan tersebut meruntuhkan kebnaggaan dan kepercayaan diri Ismail.

Akibatnya, kehidupan Ismail berubah. Ia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan

hura- hura dan berburu. Keadaan ini menimbulkan dampak negative bagi Kerajaan

Page 6: Daulah Syafawiyah

Safawi, yaitu terjadinya persaingan segitiga antara pemimpin suku- suku Turki, pejabat-

pejabat keturunan Persia, dan Qizilbash dalam merebut pengaruh unutk memimpin

kerajaan Safawi.[14]

Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi : 

1. Isma'il I (1501-1524M) 

2. Tahmasp I (1524-1576M) 

3. Isma'il II (1576-1577M) 

4. Muhammad Khudabanda (1577-1587M) 

5. Abbas I (1587-1628M) 

6. Safi Mirza (1628-1642M) 

7. Abbas II (1642-1667M) 

8. Sulaiman (1667-1694M) 

9. Husein I (1694-1722M) 

10. Tahmasp II (1722-1732M) 

11. Abbas III (1732-1736 M) [15]

C. Kemajuan dan Kejayaan Daulah Syafawiyah.

Rasa permusuhan dengan kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggalan Ismail

I. Peperangan- peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada

zaman pemerintahan Tahmasp I ( 1524- 1576 M), Ismail II ( 1576- 1577 M), dan

Muhammad Khudabanda ( 1577- 1587 M). Pada massa tiga kerajaan tersebut, kerajaan

Safawi dalam keadaan lemah.[16]

Kondisi memprihatinkan ini baru bisa diatasi setelah raja Shafawi kelima, Abbas I

naik tahta. Ia memerintah dari tahun 1588- 1628 M. Popularitas Abbas I ditopang oleh

sikap keagamaannya. Ia terkenal sebagai seorang Syi’ah yang shaleh. Sebagai bukti atas

kesalehannya adalah bahwa dia sering berziarah ketempat suci Qum dan Masyhad.

Disamping itu Ia pun melakukan perubahan struktur birokasi dalam lembaga politik

keagamaaan. Abbas 1 telah berhasil menciptakan kemajuan pesat dalam bidang

Page 7: Daulah Syafawiyah

keagamaan, yang membuat ideologi Syi’ah semakin dikukuhkan.[17] Langkah- langkah

yang diambil Abbas I dalam memulihkan kerajaan Safawi adalah:

1.  Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk

pasukan baru yang anggotanya terdiri dari budak- budak, berasal dari tawanan bangsa

Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak raja Tahmasp I.

2.  Pemindahan ibukota ke Isfahan.[18]

3.   Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani. Untuk mewujudkan perjanjian

damai Abbbas I terpaksa harus menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan

sebgaian wilayah Luristan. Abbas I juga berjanji tidak akan menghina tiga khalifah

pertama dalam Islam, yakni, Abu Bakar, Umar, dan Utsman dalam khotbah- khotbah

Jum’at. Bahkan sebagai jaminan, ia menyerahkan saudara sepupunya, Haidar Mirza

sebagi sandera di Istambul.

 Usaha- usaha yang dilakukan Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan Shafawi

kuat kembali. Kemudian Abbas I mulai memusatkan perhatiannya keluar dengan berusaha

merebut kembali wilayah- wilayah kekuasaannya yang hilang. Tahun 1598 M, ia

menyerang dan menaklukkan Heart. Dari sana ia melanjutkan serangan merebut Marw dan

Balkh. Setelah kekuasaan terbina dengan baik ia juga berhasil mendapatkan kembali

wilayah kekuasaannya dari Turki Utsmani. Rasa permusuhan antara dua kerajaan yang

berbeda aliran agama ini memang tak pernaha padam. Abbas I mengarahkan serangan-

serangannya ke wilayah kekuasaan kerajaan Utsmani. Pada tahun 1602 M, disaat Turki

Utsmani berada dibawah pimpinan Sultan Muhammad III, pasukan Abbas I menyerang

dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Sedangkan kota- kota Nakhchivan,

Erivan, Ganja, Tiflis dapat dikuasai tahun 1605- 1606 M. Selanjutnya pada tahun 1622 M,

pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gurmun

menjadi pelabuhan Bandar Abbas.[19]

Pada tahun 1902 M, pecahlah perang Turki dengan Austria dan tentara Turki yang

lain terpaksa pergi memadamkan pemberontakan kaum tarekat Jalaliah ( Maulawiyah) di

Asia kecil. Kesempatan ini diambil oleh Syah Abbas dan berhasil merebut kembali Tibriz

Page 8: Daulah Syafawiyah

dari tangan Turki. Setelah itu, dirampas juga Sirwan dan akhirnya diambilnya Baghdad

kembali yang sudah berkali- kali jatuh ke tangan Turki.[20]

Pemerintahan Syah Abbas I, yang hampir sewaktu dengan penguasa besar seperti

Elizabeth I dari Inggris, Philip II dari Spanyol, Ivan si mengerikan dari Rusia dan kaisar

Mughal Akbar menandai puncak kekuasaan politik Shafawiyyah dan juga kultur serta

peradaban Shafawiyyah, yang sebagian prestasi besarnya terlihat dalam keindahan

arsitektur Ishfahan yang tiada tandingannya. Pada masa ini Utsmaniyyah disingkirkan dari

Azarbyjan dan kendali Persia atau Caucacus timur dan teluk Persia menjadi kuat.

Hubungan diplomatik dengan Eropa dibina meski rancangan persekutuan bersar

Shafawiyyah- Eropa untuk melawan Utsmaniyah tidak pernah termanifestasikan., dan

tumbuh pula kontak perdagangan secara kultural.[21] 

Pada Masa Abbas I inilah kerajaan Shafawi mengalami masa kejayaan yang

gemilang. Diantara bentuk kejayaannya adalah :

1. Bidang Politik.

Secara politik ia mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu

stabilitas Negara dan berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh

kerajaan lain pada masa sebelumnya.

 Di bawah pemerintahan Abbas I Kerajaan Safawi mencapai kekuasan

politiknya yang tertinggi. Pemerintahannya merupakan sebuah pemerintahan keluarga

yang sangat dihormati dengan seorang penguasa yang didukung oleh sejumlah

pembantu, tentara administrator pribadi. Sang penguasa saecara penuh mengendalikan

birokrasi dan pengumpulan pajak, memonopoli kegiatan industri dan penjualan bahan-

bahan pakaian dan produk lainnya yang penting, membangun sejumlah kota besar, dan

memugar sejumlah tempat keramat dan jalan-jalan sebagai ekspresi dari kepeduliannya

terhadap kesejahteraan rakyatnya.[22]

2.Bidang Ekonomi.

Dalam bidang ekonomi terjadi perkembangan ekonomi yang pesat setelah

kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Hal

Page 9: Daulah Syafawiyah

ini dikarenakan Bandar ini merupakan salah satu jalur dagang antaraTimur dan Barat

yang biasanya diperebutkan oleh Belanda, Inggris dan Perancis sepenuhnya menjadi

milik kerajaan Safawi. Selain itu Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian

terutama didaerah Bulan sabit subur (Fortile Crescent).[23]

Sedangkan di utara, di sekitar laut Kaspia, Shafawi juga menjalin hubungan

dagang dengan Rusia. Perdagangan di darat dari sentral Asia, tetapi melalui kota- kota

penting Shafawi, seperti Heart, Merv, Noshafur, Tbriz dan Baghdad.[24]

3.Bidang lmu Pengetahuan.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, Persia dikenal sebagai bangsa yang

berperadaban tinggi dan berjasa dam mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa

ilmuwan yang hadir di majlis istana antara lain, Baha al-Din al- Syaerazi (generalis

ilmu pengetahuan), Sadar al Din al- Syaerazi, filosof, dan Muhammad Baqir ibn

Muhammad Damad (teolog, filosof, observatory kehidupan lebah). Dalam bidang ilmu

pengetahuan, mungkin dapat dikatakan  Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada

kerajaan Mughal dan Turki Usmani.

4.Bidang Pembangunan Fisik dan Seni.

Dalam bidang Pembangunan Fisik dan Seni. Para penguasa kerajaan

menjadikan Isfahan menjadi kota yang sangat indah. Disana terdapat bangunan-

bangunan besar dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan rakasasa di

atas Zende Rudd dan istana Chilil Sutun.

Dalam hal seni, terdapat dalam kemajuan pada arsitektur bangunan yang terlihat

pada mesjid Shah yang dibangun pada 1611 M dan mesjid Lutf Allah yang dibangun

pada 1603 M. Terlihat pula adanya peninggalan berbentuk kerajinan tangan, keramik,

karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan lain- lain. Seni lukis

mulai dirintis pada masa raja Tahmasp I. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162

Masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum. (144-145).[25]

Page 10: Daulah Syafawiyah

D. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Shafawi.

Sepeninggal Abbas I, Shafawi diperintah oleh raja-raja yang lemah dan memiliki

perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang respon dan timbul

sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Raja-raja yang memerintah setelah Abbas I

adalah :

Safi Mirza. Ia adalah raja yang kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Pada

pemerintahannya kota Qandahar ( sekarang termasuk wilayah Afghanistan) jatuh ketangan

kerajaan Mughal dan Baghdad direbut Turki Usmani.

Abbas II. Ia adalah raja yang suka mabuk, minum-minuman keras sehingga jatuh

sakit dan meninggal. Sepeninggalnya kota Qandahar dapat direbut kembali oleh wazir-

wazirnya.

Sulaiman. Ia juga seorang pemabuk dan sering bertindak kejam terhadap para

pembesar yang dicurigainya.

Shah Husein. Ia adalah pemimpin yang alim. Ia memberi kesempatan kepada para

ulama Syi’ah yang sering memaksakan kehendak terhadap penganut aliran sunni. Pada

masa pemerintahannya terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang dipimpin oleh Mir

Vays yang kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir

Mahmud ini, kota Qandahar lepas dari Safawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada 12

Oktober 1722 M Shah Husein menyerah.[26]

Tahmasp II. Dengan dukungan dari suku Qazar Rusia, ia memproklamirkan diri

sebagai raja yang berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaannya di Astarabad.

Kemudian ia bekerja sama dengan Nadhir Khan  untuk memerangi bangsa Afghan yang

menduduki kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Safawi kembali berdiri. Kemudian

Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M.

Abbas III. Ia adalah pengganti Tahmasp II yang diangkat pada saat masih kecil.

Page 11: Daulah Syafawiyah

Pada 1736 M, Abbas III dilengserkan kemudian Kerajaan safawi diambil alih oleh

Nadir Khan. Dengan begitu, maka berakhirlah kerajaan Shafawi. Hanya satu abad setelah

ditinggal Abbas I, kerajaan ini mengalami kehancuran.[27]

Faktor-faktor yang menyebabkan berakhirnya kerajaan Shafawi :

1.  Konflik panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan

mazhab antara kedua kerajaan.

2.  Adanya dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin Safawi.

3.  Pasukam Ghulam yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang seperti

Qilzibash yang dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak

melalui proses pendidikan rohani.

4.  Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan

keluarga istana.[28]

Page 12: Daulah Syafawiyah

III. PENUTUP

  Safawi adalah salah satu dari ketiga kekhilafahan atau kerajaan Islam yang

dikategorikan besar di masa sejarah Islam pertengahan. Kekhilafahn ini berpusat di Persia

(sekarang, Iran). Dinasti Safawi berasal dari gerakan tarekat Safawiyah di Ardabil, sebuah

kota di Azarbaijan. Nama Safawi diambil dari nama pemimpin tarekat Safi al- Din. Kerajaan

Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti kerajaan Turki

Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi'ah dan dijadikan sebagai

madzhab Negara.

 Dibanding dengan masa Turki Utsmani, masa pemerintahan Safawi tidak terlalu

lama, sekitar dua setengah abad kurang sedikit. Sekalipun dinasti Safawi tidak setaraf dengan

kemajuan yang dicapai Islam pada masa klasik, tetapi kerajaan ini telah meberikan

sumbangan kontribusi yang cukup besar dalam bidang peradaban melalui kemajuan-

kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, arsitektur, kesenian dan tarekat.

           

Page 13: Daulah Syafawiyah

IV. DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Azmah. 2009.

Bosworth, C.E.  Dinasti- Dinasti Islam.Bandung: Mizan. 1993.

Hakim, Moh. Nur. Sejarah dan Peradaban Islam. Malang: UMM Press. 2004.

Lapidus,Ira m. Sejarah Sosoial Umat Islam. Jakarta: Rajawalipers. 1999.

Saepudin, Didin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Uin Jakarta Press. 2007.

Supriyadi, Dedi. Sejarah dan Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2008.

Yatim, Badri. Sejarah dan Peradaban Islam. Jogjakrta: PT Raja Grafindo Persada. 1998.

Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar

Sejarah, Sosial ,Polotik dan Budaya  Umat islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

2004.

Page 14: Daulah Syafawiyah

[1]  Moh. Nur Hakim, Sejarah dan Peradaban Islam, ( Malang: UMM Press, 2004), hal. 141.

[2]  Dr. Badri Yatim, MA., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004),

hal. 138.

[3]  Ajid, Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada. 2004), hal. 167.

[4]  Dr. Badri Yatim, hal. 139.

[5]  Ajid Thohir, hal. 170.

[6]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Azmah, 2009), hal. 188.

[7]   Dr. Badri Yatim, hal. 140

[8]   Samsul Munir Amin, hal. 189.

[9]   Ibid.

[10]  Dr. Badri Yatim, MA., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004),

hal. 138.

[11]  Ibid, hal. 143.

[12]  Samsul Munir, hal. 190.

[13]  Bosworth, hal. 197.

[14]  Didin Saepudin, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Uin Jakarta press,2007), hal. 179.

[15]  Nur Hakim, hal. 142.

[16]  Dr. Badri Yatim, hal. 142.

[17]  Didin Saepudin, hal. 180.

[18]  Dedi Supriyadi,  Sejarah dan Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 255.

Page 15: Daulah Syafawiyah

[19]  Dr. Badri Yatim, hal. 143.

[20]  Dedi Supriyadi, hal. 255.

[21]  Bosworth, hal. 198.

[22]  M. Ira Lapidus, Sejarah Sosoial Umat Islam, (Jakarta: Rajawalipers,1999), hal. 452.

[23]  Dr. Badri Yatim, hal. 144.

[24]  Ajid Thohir, hal. 176.

[25]  Dedi Supriyadi, hal. 257.

[26]  Dr. Badri Yatim, hal. 157.

[27]  Dr. Badi Yatim, hal. 156

[28]  Ibid, hal.158