definisi, ruang lingkup, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri, serta klasifikasi...
DESCRIPTION
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, dan toileting) (Nurjannah, 2004).Penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus menerus.(Joyce M. Black, 2001). Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan.F. Etiologi / Penyebab LukaSecara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan dihentikan sebelum memulai perawatan luka, serta mengidentifikasi, mengontrol penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan sebelum mulai proses penyembuhan. Berikut ini akan dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :• Trauma• Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia• Gigitan binatang atau serangga• Tekanan• Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena• Immunodefisiensi• Malignansi• Kerusakan jaringan ikat• Penyakit metabolik, seperti diabetes• Defisiensi nutrisi• Kerusakan psikososial• Efek obat-obatanPada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktorTRANSCRIPT
Definisi, Ruang Lingkup, dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perawatan Diri, serta Klasifikasi Jenis-jenis, Proses, Faktor yang
Mempengaruhi dan Komplikasi Penyembuhan Luka
oleh Agustina Melviani, 1206218852
A. Pengertian Perawatan Diri
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, dan toileting)
(Nurjannah, 2004). Menurut Poter & Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan
kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah, 2000).
B. Jenis–Jenis/ Ruang Lingkup Perawatan Diri
1. Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan
aktivitas makan.
4. Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).
C. Faktor Penyebab
Menurut Dep Kes (2000), penyebab kurangnya perawatan diri adalah :
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah penurunan motivasi,
kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Tarwoto dan
Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada
kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan
gangguan interaksi sosial.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a) Fisik
Badan bau, pakaian kotor.
Rambut dan kulit kotor.
Kuku panjang dan kotor
Gigi kotor disertai mulut bau
Penampilan tidak rapi
b) Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif.
Menarik diri, isolasi diri.
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
Interaksi kurang.
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma
Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah :
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat
E. Definisi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses
pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi
secara terus menerus.(Joyce M. Black, 2001). Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel
sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang
berurutan dimana sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara
normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan
penampilan.
F. Etiologi / Penyebab Luka
Secara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan dihentikan sebelum memulai
perawatan luka, serta mengidentifikasi, mengontrol penyebab dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyembuhan sebelum mulai proses penyembuhan. Berikut ini akan
dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :
Trauma
Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia
Gigitan binatang atau serangga
Tekanan
Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena
Immunodefisiensi
Malignansi
Kerusakan jaringan ikat
Penyakit metabolik, seperti diabetes
Defisiensi nutrisi
Kerusakan psikososial
Efek obat-obatan
Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang mempengaruhi penyembuhan
luka dengan multifaktor.
G. Jenis-jenis luka
a. Berdasarkan Kategori
1. Luka Accidental
Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak, luka bakar; tepi
luka bergerigi; berdarah; tidak steril
Gambar 1. Luka bakar
2. Luka Bedah
Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle introduction; tepi
luka bersih; perdarahan terkontrol; dikendalikan dengan asepsis bedah
Gambar 2. Luka post op skin graft
b. Berdasarkan integritas kulit
1. Luka terbuka
Kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa; kemungkinan perdarahan disertai
kerusakan jaringan; risiko infeksi
2. Luka tertutup
Tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat kerusakan jaringan lunak;
mungkin cedera internal dan perdarahan
c. Berdasarkan Descriptors
1. Aberasi
Luka akibat gesekan kulit; superficial; terjadi akibat prosedur dermatologik untuk
pengangkatan jaringan skar.
2. Puncture
Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja oleh akibat alat-
alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di bawah kulit
3. Laserasi
Tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin terkontaminasi; risiko
infeksi
4. Kontusio
Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan tumpul; memar
d. Klasifikasi Luka Bedah
1. Luka bersih
Luka bedah tertutup yang tidak mengenai system gastrointestinal, , pernafasan atau
system genitourinary, risiko infeksi rendah
2. Bersih terkontaminasi
Luka melibatkan sistem gastrointestinal, pernafasan atau system genitourinari, risiko
infeksi
3. Kontaminasi
Luka terbuka, luka traumatic, luka bedah dengan asepsis yang buruk; risiko tinggi
infeksi
4. Infeksi
Area luka terdapat patogen; disertai tanda-tanda infeksi
Klasifikasi luka
a. Berdasarkan penyebab
1) Luka pembedahan atau bukan pembedahan
2) Akut atau kronik (misal, luka dekubitus)
Gambar 3. Luka Kronik
b. Kedalaman jaringan yang terlibat
1) Superficial
Hanya jaringan epidermis
2) Partial thickness
Luka yang meluas sampai ke dalam dermis
3) Full thickness
Lapisan yang paling dalam dari jaringan yang destruksi. Melibatkan jaringan
subkutan dan kadang-kadang meluas sampai ke fascia dan struktur yang
dibawahnya seperti otot, tendon atau tulang
H. Prinsip Dasar Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan perubahan
lingkungan luka dan status kesehatan individu. Fisiologi dari penyembuhan luka yang normal
adalah melalui fase hemostasis, inflamasi, granulasi dan maturasi yang merupakan suatu
kerangka untuk memahami prinsip dasar perawatan luka. Melalui pemahaman ini profesional
keperawatan dapat mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk merawat luka dan
dapat membantu perbaikan jaringan. Luka kronik mendorong para profesional keperawatan
untuk mencari cara mengatasi masalah ini. Penyembuhan luka kronik membutuhkan
perawatan yang berpusat pada pasien ”patient centered”, holistik, interdisiplin, cost efektif
dan eviden based yang kuat.
Penelitian pada luka akut dengan model binatang menunjukkan ada empat fase
penyembuhan luka. Sehingga diyakini bahwa luka kronik harus juga melalui fase yang sama.
Fase tersebut adalah sebagai berikut:
Hemostasis
Inflamasi
Proliferasi atau granulasi
Remodeling atau maturasi
Gambar proses penyembuhan luka
Hemostasis
Pada penyembuhan luka kerusakan pembuluh darah harus ditutup. Pada proses
penyembuhan luka platelet akan bekerja untuk menutup kerusakan pembuluh darah tersebut.
Pembuluh darah sendiri akan konstriksi dalam berespon terhadap injuri tetapi spasme ini
biasanya rilek. Platelet mensekresi substansi vasokonstriktif untuk membantu proses tersebut.
Dibawah pengaruh adenosin diphosphat (ADP) kebocoran dari kerusakan jaringan
akan menimbulkan agregasi platelet untuk merekatkan kolagen. ADP juga mensekresi faktor
yang berinteraksi dengan dan merangsang pembekuan intrinsik melalui produksi trombin,
yang akan membentuk fibrin dari fibrinogen. Hubungan fibrin diperkuat oleh agregasi platelet
menjadi hemostatik yang stabil. Akhirnya platelet juga mensekresi sitokin seperti ”platelet-
derived growth factor”. Hemostatis terjadi dalam waktu beberapa menit setelah injuri kecuali
ada gangguan faktor pembekuan.
Inflamasi
Secara klinik, inflamasi adalah fase ke dua dari proses penyembuhan yang
menampilkan eritema, pembengkakan dan peningkatan suhu/hangat yang sering dihubungkan
dengan nyeri, secara klasik ”rubor et tumor cum calore et dolore”. Tahap ini biasanya
berlangsung hingga 4 hari sesudah injuri. Pada proses penyembuhan ini biasanya terjadi
proses pembersihan debris/sisa-sisa. Ini adalah pekerjaan dari PMN’s
(polymorphonucleocytes). Respon inflamasi menyebabkan pembuluh darah menjadi bocor
mengeluarkan plasma dan PMN’s ke sekitar jaringan. Neutropil memfagositosis sisa-sisa dan
mikroorganisme dan merupakan pertahanan awal terhadap infeksi. Mereka dibantu sel-sel
mast lokal. Fibrin kemudian pecah sebagai bagian dari pembersihan ini.
Tugas selanjutnya membangun kembali kompleksitas yang membutuhkan kontraktor.
Sel yang berperan sebagai kontraktor pada penyembuhan luka ini adalah makrofag. Makrofag
mampu memfagosit bakteri dan merupakan garis pertahan kedua. Makrofag juga mensekresi
komotaktik yang bervariasi dan faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibrobalas
(FGF), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan
interleukin-1 (IL-1).
Proliferasi (proliferasi, granulasi dan kontraksi)
Fase granulasi berawal dari hari ke empat sesudah perlukaan dan biasanya
berlangsung hingga hari ke 21 pada luka akut tergangung pada ukuran luka. Secara klinis
ditandai oleh adanya jaringan yang berwarna merah pada dasar luka dan mengganti jaringan
dermal dan kadang-kadang subdermal pada luka yang lebih dalam yang baik untuk kontraksi
luka. Pada penyembuhan luka secara analoginya satu kali pembersihan debris, dibawah
kontraktur langsung terbentuk jaringan baru.
Kerangka dipenuhi oleh fibroblas yang mensekresi kolagen pada dermal yang
kemudian akan terjadi regenerasi. Peran fibroblas disini adalah untuk kontraksi. Serat-serat
halus merupakan sel-sel perisit yang beregenerasi ke lapisan luar dari kapiler dan sel
endotelial yang akan membentuk garis. Proses ini disebut angiogenesis. Sel-sel ”roofer” dan
”sider” adalah keratinosit yang bertanggungjawab untuk epitelisasi. Pada tahap akhir
epitelisasi, terjadi kontraktur dimana keratinosit berdifrensiasi untuk membentuk lapisan
protektif luar atau stratum korneum.
Remodeling atau maturasi
Setelah struktur dasar komplit mulailah finishing interior. Pada proses penyembuhan
luka jaringan dermal mengalami peningkatan tension/kekuatan, peran ini dilakukan oleh
fibroblast. Remodeling dapat membutuhkan waktu 2 tahun sesudah perlukaan.
Tabel 1. Fase penyembuhan luka
Fase
penyembuhanWaktu
Sel-sel yang
berperan
Analogi membangun
rumah
Hemostasis
Inflamation
Proliferation
Granulation
Contracture
Remodeling
Segera
Hari 1-4
Hari 4 – 21
Hari 21 – 2
tahun
Platelet
Neutrofil
Makrofag
Limfosit
Angiosit
Fibroblas
Keratinosit
Fibrosit
Capping off conduits
Unskilled laborers to clean
uap the site
Supervisor Cell
Specific laborers at the site:
Plumber
Electrician
Framers
Roofers and Siders
Remodelers
Pada beberapa literatur dijelaskan juga bahwa proses penyembuhan luka meliputi dua
komponen utama yaitu regenerasi dan perbaikan (repair). Regenerasi adalah pergantian sel-sel
yang hilang dan jaringan dengan sel-sel yang bertipe sama, sedangkan repair adalah tipe
penyembuhan yang biasanya menghasilkan terbentuknya skar. Repair merupakan proses yang
lebih kompleks daripada regenerasi. Penyembuhan repair terjadi oleh intention primer,
sekunder dan tersier.
Intension primer
Fase-fase dalam penyembuhan Intension primer :
1. Fase Inisial (3-5 hari)
2. Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel, mulai pertumbuhan sel
3. Fase granulasi (5 hari – 4 minggu)
Fibroblas bermigrasi ke dalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama fase
granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah. Tampak
granula-granula merah. Luka berisiko dehiscence dan resisten terhadap infeksi.
Epitelium permukaan pada tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan
epitelium yang tipis bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan
mulai matur dan luka merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi selama 3 – 5
hari.
4. Fase kontraktur scar ( 7 hari – beberapa bulan )
Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling. Pergerakan
miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area penyembuhan, membentu
menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup bersama-sama. Skar yang matur
selanjutnya terbentuk. Skar yang matur tidak mengandung pembuluh darah dan pucat
dan lebih terasa nyeri daripada fase granulasi
Intension sekunder
Adalah luka yang terjadi dari trauma, elserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah besar
eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup luas
menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar daripada
penyembuhan primer.
Intension Tersier
1. Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringa granulasi
dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi terbuka dan dijahit rapat
setelah infeksi dikendalikan. Ini juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi,
terbuka dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension tersier
biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam daripada intension primer
atau sekunder.
I. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena
merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan.
Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal
saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
(InETNA,2004:13).
1) Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses
penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi
jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
2) Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi, stres
psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA,2004:13).
J. Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-
beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat,
keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan juga akibat
komplikasi post operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis
jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka
(InETNA,2004:6).
Daftar pustaka
Berman, Audrey; Snyder, Shirlee; Kozier , Barbara; Erb, Glenora. (2009). Kozier and Erb,
Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis, Ed.5. jakarta: EGC
Depkes. (2000). Standar Pedoman Perawatan jiwa.
http://www.clevelandclinic.org/health/healthinfo/docs/3800/3820.asp?
index=12223&src=newsp diakses pada 2 Desember 2013
http://www.worldwidewounds.com/2004/september/Ryan/Psychology-Pain-Wound-
Healing.html, diakses pada 2 Desember 2013
http://www.woundheal.org/ diakses pada 2 Desember 2013
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. (2004). Perawatan Luka. Jakarta: Makalah Mandiri
Mansjoer.Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI.
Nurjanah, Intansari. (2004). Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia.
Perry & Potter. (2005) . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.