demam berdarah dengue

33
PENDAHULUAN Pada negara tropis yang curah hujannya cukup banyak seperti Indonesia, saat peralihan dari musin hujan kemusim panas banyak terdapat genangan-genangan air. Lingkungan genangan air ini merupakan sarana tempat berkembangnya jentik nyamuk, diantaranya nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue (DBD) menjadi masalah utama kesehatan, hal ini bukan hanya di Indonesia tetapi di juga diseluruh negara di Asia Tenggara. Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh gangguan permeabilitas kapiler, dan hemostasis tubuh, dan pada kasus berat menebabkan sindrom syok kehilangan protein. Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis1. Sejak tahun 1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus DBD yang memerlukan rawat inap mencapai 350 000 kasus per tahun sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000 kasus . Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, dan DEN-3. Oleh karena ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti. 1 DBD merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan demam akut, trombositopenia, netropenia dan perdarahan. 1 Inffection & Immunity - DBD

Upload: delphine

Post on 22-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUANPada negara tropis yang curah hujannya cukup banyak seperti Indonesia, saat peralihan

dari musin hujan kemusim panas banyak terdapat genangan-genangan air. Lingkungan

genangan air ini merupakan sarana tempat berkembangnya jentik nyamuk, diantaranya

nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue (DBD)

menjadi masalah utama kesehatan, hal ini bukan hanya di Indonesia tetapi di juga diseluruh

negara di Asia Tenggara. Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering

mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh gangguan permeabilitas kapiler, dan

hemostasis tubuh, dan pada kasus berat menebabkan sindrom syok kehilangan protein.

Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga

Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis1. Sejak tahun 1956 sampai 1980 di seluruh

dunia kasus DBD yang memerlukan rawat inap mencapai 350 000 kasus per tahun sedang

yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000 kasus . Penyakit ini disebabkan oleh

virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4

serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, dan DEN-3. Oleh karena ditularkan

melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama

adalah nyamuk Aedes aegypti.1

DBD merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan demam akut,

trombositopenia, netropenia dan perdarahan. Permeabilitas vaskular meningkat yang ditandai

dengan kebocoran plasma ke jaringan interstitiel mengakibatkan hemokonsentrasi, efusi

pleura, hipoalbuminemia dan hiponatremia yang akan menyebabkan syok hipovolemik

Tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah:

1. Memperdalam ilmu mengenai infeksi dan sistem imun

2. Memperdalam ilmu mengenai infeksi Demam Berdarah Dengue (DBD)

3. Meningkatkan ilmu mengenai diagnosis, penanganan, serta dan pencegahan penularan

terhadap infeksi Demam Berdarah Dengur (DBD).

1 Inffection & Immunity - DBD

ISIA. Anamesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter

dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis),

keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis).

Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu

berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di

balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh

pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal

mengenai hal-hal berikut.1,2

1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien

(kemungkinan diagnosis)

2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya

keluhan pasien (diagnosis banding)

3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor

predisposisi dan faktor risiko)

4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)

5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien

(faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)

6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk

menentukan diagnosisnya

Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga

mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien

dan keluarganya untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis.

Lengkap artinya mencakup semua data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian

diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran

informasi yang diperoleh.1

B. Pemeriksaan Fisik

Penderita yang datang dengan gejala / tanda DBD, maka dilakukan pemeriksaan

sebagai berikut:2

2 Inffection & Immunity - DBD

1. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang

keluhan yang dirasakan, sehubung dengan gejala DBD.

2. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan. Observasi

kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut, dan paha.3

3. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda – tanda vital (kesadaran, tekanan darah,

nadi, dan suhu).4

4. Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit / nyeri pada ulu hati

dapat disebabkan karena adanya perdarahan di lambung.3

5. Perabaan hati

6. Hati yang lunak merupakan tanda pasien DBD yang menuju fase kritis.

7. Uji Tourniquet (Rumple Leede)4

8. Munculnya bintik-bitik merah lebih dari 10 pada luas 2,5x2,5 cm pada lengan

bawah bagian palmar.

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Labotarium3-5

Pemeriksaan trombosit

Semi kuantitatif (tidak langsung)

Langsung (Rees – Ecker)

Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi

Pemeriksaan hematokrit

Pemeriksaan hematokrit antara lain dengan mikro – hematokrit centrifuge.

Nilai normal hematokrit:

Anak – anak : 33 – 38 vol%

Dewasa laki – laki : 40 – 48 vol%

Dewasa perempuan : 37 – 43 vol%

Untuk puskesmas misalnya yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht,

dapat dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3x kadar Hb.

Pemeriksaan kadar hemoglobin6

Pemeriksaan kadar hemoglobin antara lain dengan cara:

Pemeriksaan kadar Hb dengan menggunakan Kalorimeter foto elektrik

(Klett – Summerson).

Pemeriksaan kadar hemoglobin metode Sahli

Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi

3 Inffection & Immunity - DBD

Contoh nilai normal hemoglobin (Hb):

Anak – anak : 11,5 – 12,5 gr / 100 ml darah

Pria dewasa : 13 – 16 gr / 100 ml darah

Wanita dewasa : 12 – 14 gr / 100 ml darah

SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)dapat meningkat.

Pemeriksaan Serologi

IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3,

menghilang setelah 60-90 hari.

IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada

infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

Uji HI (hemagglutination inhibition test): merupakan uji serologi yang

paling banyak dipakai secara rutin karena lebih sederhana, mudah,

murah serta sensitif. Antibodi HI ini dapat berada dalam kurun waktu

yang sangat lama hingga lebih dari 50 tahun begitu seseorang

mendapatkan infeksi demam berdarah. Antibodi ini timbal pada kadar

yang terdeteksi yaitu titer 10 pada hari kelima hingga hari keenam dari

jalannya penyakit. Kadarnya akan meningkat bila demam berdarah

terus berlanjut (dapat mencapai 640 pada infeksi primer dan 10240

pada infeksi sekunder). Pada infeksi akut, kadar titer yang mencapai

1280 dapat mengarahkan diagnosis pada dugaan adanya infeksi baru.

Titer HI yang tinggi ini akan bertahan hingga tiga bulan sesudah

infeksi dengan gejala penurunan yang tampak mulai pada hari ke – 30.6

Pada pemeriksaan darah pasien, didapatkan hasil Hb = 12 g/dL, Ht = 38%, Leukosit =

4.000/μL, trombosit = 125.000/μL, eritrosit = 5,5 juta/μL, MCV = 90 fL, MCH = 30

gr/dL, MCHC = 35 gr/dL, Hitung jenis basofil 1%, eosinofil 2%, batang 2%, netrofil

segmen 50%, limfosit 40%, dan monosit 5% .

D. Differential Diagnosis

1. Demam Typhoid7

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala

serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala,

pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak

enak di perut, batuk, dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu

tubuh meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama

4 Inffection & Immunity - DBD

pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih

jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput, hepatomegali,

splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,

delirium, atau psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang Indonesia.

2. Malaria7

Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan

splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium.

Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan,

malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan

tulang, demam ringan anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang

dingin. Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan:

periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode panas:

penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam,

diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita

berkeringat banyak dan temperature turun, dan penderita merasa sehat. Anemia

dan splenomegali juga merupakan gejala yang sering dijumpai pada malaria.

E. Working Diagnosis

Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan

melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada

sendi dan otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah

mempunyai ciri-ciri merah terang dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan

pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain

itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual,

muntah-muntah atau diare.5

Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak

demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam

berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan

hemokonsentrasi . Sejumlah kecil kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue

yang mempunyai tingkat kematian tinggi.8

Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai Ruam-ruam

makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan

demam ringan atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung

selama 2 - 7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan

5 Inffection & Immunity - DBD

otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi,

kadang kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan konjungtiva.6

Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang

rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-410C dan

terjadi kejang demam pada bayi. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya Demam

Berdarah Dengue tidak selalu ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada

kulit. Mendiagnosis secara dini dapat mengurangi resiko kematian daripada

menunggu akut. 9-10

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala

prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tukang belakang, dan persaaan

lelah.

Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997 diagnosis

ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:1,3

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:

Uji bending positif

Petekie, ekimosis, purpura.

Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi),

pendarahan dari tempat lain

Hematemesis atau melena

Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)

sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan niali hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD adalah

pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu perbedaan yang paling

utama adalah pada demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada

pasien. Pada kulit pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja

sementara pada pasien demam berdarah dengue akan tampak bintik bintik perdarahan.

6 Inffection & Immunity - DBD

Selain perdarahan pada kulit, penderita demam berdarah dengue juga dapat

mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus dan lain lain.

F. Etiologi

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus

Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Falivivrus merupakan virus dengan diameter 30 nm

terdiri dari asam ribonukleat ranati tunggal dengan berat molekul 4 x 106.

Terdapat 4 serotip virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang dapat

menyebabkan demam berdarah dengue. Keempat serotip tersebut ditemukan di

Indonesia, dengan DEN-3 merupakan serotip terbanyak.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan maamlia seperti tikus,

kelinci, anjing dan kelelawar. Penelitian etrhadap artropoda menunjukkan virus

dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes (stegomyia) dan toxorhynchites.

Faktor agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada

4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3 dan 4. Penelitian terhadap epidemi Dengue di

Nicaragua tahun 1998, menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda

tergantung pada daerah geografi dan serotipe virusnya. 3,4

1. Virus Dengue

Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus flavivirus, terdiri

dari 4 serotipe yaitu Den-1, 2, 3 dan 4. Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat

mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe

tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda

pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga didalam

serotipe itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Pada masing-

masing segmen codon, variasi diantara serotipe dapat mencapai 2,6 ? 11,0 % pada

tingkat nukleotida dan 1,3 ? 7,7 % untuk tingkat protein (Fu et al, 1992).

Perbedaan urutan nukleotida ini ternyata menyebabkan variasi dalam sifat biologis

dan antigenitasnya.

Virus Dengue yang genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb tersusun dari

protein struktural dan non-struktural. Protein struktural yang terdiri dari protein

envelope (E), protein pre-membran (prM) dan protein core (C) merupakan 25%

dari total protein, sedangkan protein non-struktural merupakan bagian yang

terbesar (75%) terdiri dari NS-1 ? NS-5. Dalam merangsang pembentukan

antibodi diantara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein

7 Inffection & Immunity - DBD

E, kemudian diikuti protein prM dan C. Sedangkan pada protein non-struktural

yang paling berperan adalah protein NS-1. 3,4

Gambar 1.

Perkembangbiakan virus

2. Vektor

Menurut WHO, Virus

Dengue ditularkan dari orang ke

orang melalui gigitan nyamuk

Aedes (Ae.) dari subgenus Stegomyia. Ae. Aegypti (kota) merupakan vektor

epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae. Albopictus (pedesaan),

Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex, dan Ae. (Finlaya) niveus

juga.3,4,8,13 dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae. aegypti semuanya

mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun

mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus Dengue, biasanya mereka

merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti. 3,4,8,13

DAUR HIDUP

Ae. aegypti sama seperti juga nyamuk ANOPHELINI lainnya mengalami

metamorphosis sempurna. Nyamuk betina meletakkan telurnya diatas permukaan

air dalam keadaan menempel pada tempat dinding perindukannya Seekor nyamuk

betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur.

Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan

pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi

dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa memerlukan waktu kira-kira 9

hari. 3,8

Di tempat perindukan sering kali ditemukan larva Ae. albopictus dan Ae.

aegypti hidup bersama-sama. 3,8

Ciri-ciri nyamuk aedes aegypti: 8

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris putih,(lyre form). 8

8 Inffection & Immunity - DBD

Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak

mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air

seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung, dan

lain-lain. 8

Jarak terbang ± 100 m. 8

Nyamuk betina bersifat ‘multiple biters’ (menggigit beberapa orang

karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat). 8

Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi.berduri lateral. 8

Telur

Ae.Aegypti mempunyai dinding yang bergaris dan membentuk bangunan

menyerupai bangunan kain kasa. Larva Ae. Aegypti mempunyai pelana yang

terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral. 8

Perilaku Nyamuk Betina :

Nyamuk dewasa betina menghisap darah manusia pada siang hari yang

dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah

dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah

matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00).

Tempat istirahat Ae.aegypti berupa semak dan tanaman rendah termasuk

rerumputan yang terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa

benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah

dan sebagainya. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas kira-kira 10 hari,

sedangkan di Laboratorium mencapai umur dua bulan, Ae.aegypti mampu

terbang sejauh 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya adalah

pendek yaitu kurang dari 40 meter. 8

G. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di seluruh dunia di daerah tropis dan

subtropics, khususnya di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia. Perang

dunia II menimbulkan penyebaran dengue dan Asia Tenggara ke Jepang dan

kepulauan Pasifik.

9 Inffection & Immunity - DBD

Selama 20 tahun terakhir, endemic dengue telah menimbulkan masalah di

Amerika. Pada tahun 1995, lebih dari 200.000 kasus demam dengue dan lebih dari

5.500 kasus demam berdarah dengue terjadi di Amerika selatan dan tengah.

Diperkirakan sekitar 50 juta atau lebih kasus dengue terjadi setiap tahun di seluruh

dunia dengan 400.000 kasus demam berdarah dengue. Kasus demam berdarah dengue

merupakan penyebab utama kematian pada anak di beberapa negara di Asia.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh tanah air.

Pada tahun 1989-1995, insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk ,

dan pernah meningkat tajam saat keadaan luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk

pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai

2% pada tahun 1999.

Pada komunitas urban, epidemic dengue bersifat eksplosif dan melibatkan

populasi dalam jumlah yang cukup banyak. Penularan infeksi virus dengue terjadi

melalui vector nyamuk genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Epidemi dengue umumnya dimulai pada musim hujan ketika terdapat banyak vector.

Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan

tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina.

Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan

virus dengue, yaitu:7

1. Vektor

Meliputi perkembangbiakan vector, kebiasaan menggiti, kepadatan vector di

lingkungan, dan transpotasi vector dari satu tempat ke tempat lain.

2. Host

Meliputi terdapatnya penderita di lingkungan, atau keluarga mobilisasai dan

pemaparan terhadap vector, usia, dan jenis kelamin.

3. Lingkungan

Meliputi curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil dari nyamuk Culex

quinquefasciatus, mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih, terutama

pada kakinya. Morfologinya khas, yaitu memiliki gambaran lira atau harpa (lyra-

10 Inffection & Immunity - DBD

form) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Aedes aegypti mempunyai

dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Aedes

aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.

Nyamuk betina meletakan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2cm di

atas permukaan air.Seekor nyamuk betina dapat meletakan rata-rata 100 butir telur

setiap kali bertelur. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas menjadi larva, lalu

mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya

menjadi dewasa.Pertumbuhan dari telur hingga menjadi dewasa memerlukan waktu

kira-kira 9 hari.13

Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang berisi air

bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi

jarak 500 meter dari rumah penduduk. Tempat perindukan tersebut berupa tempat

perindukan buatan manusia, seperti tempayan atau gentong tempat penyimpanan air

minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di

halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan, juga tempat perindukan alamiah

sepeti kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, tonggak bamboo dan lubang pohon

yang berisi air hujan. Di tempat perindukan Aedes aegypti sering ditemukan larva

Aedes albopictus yang hidup bersama-sama.

Nyamuk Aede betina menghisap darah manusia pada siang hari yang

dilakukan baik di luar maupun di dalam rumah.Penghisapan darah dilakukan dari pagi

sampai petang dengan dua puncak waktu, yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00)

dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). Tempat istirahat Aedes aegypti berupa

semak-semak atau tanaman rendah, dan juga berupa benda-benda yang tergantung di

dalam rumah seperti pakaian. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas kira-kira 10

hari. Walaupun berumur pedek yaitu kira-kira 10 hari, Aedes aegypti dapat

menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.

Aedes aegypti tersebar luas diseluruh Indonesia. Walaupun spesies ini

ditemukan di kota-kota pelabuhan yang oenduduknya padat, nyamuk ini juga

ditemukan di pedesaan. Penyebaran Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan

larva Aedes aegypti terbawa melalui transportasi.

11 Inffection & Immunity - DBD

Vektor potensial penyebaran demam berdarah dengue selain Aedes aegypti

adalah Aedes albopictus. Spesies ini tersebar luas diseluruh kepulauan Indonesia.

Spesies ini sepintas tampak seperti Aedes aegypti yaitu mempunyai warna dasar

hitam dengan bintik-bintik putih, tetapi pada mesonotumnya terdapat garis tebal putih

vertical. Walaupun kadang-kadang larva Aedes albopictus sering ditemukan hidup

bersama dalam satu tempat dengan tempat perindukan larva Aedes aegypti, namun

larva Aedes albopivtus ini lebih menyukai tempat-tempat perindukan alamiah (plant

containers) seperti kelopak daun, tonggak bamboo, dan tempurung kelapa yang

mengandung air hujan. Perilaku nyamuk Aedes albopictus boleh dikatakan sama

dengan Aedes aegypti meskipun nyamuk Aedes albopictus lebih senang beristirahat di

luar rumah

H. Patogenesis

Terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam

terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD ialah :

1. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan mempercepat

replikasi virus pada monosit atau makrofag.

2. Limfosit T baik T-helper dan T sitotoksik berperan dalam respon imun

selulerterhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan

memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2

memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10

3. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibody. Namun proses fagositosis ini meyebabkan peningkatan replikasi

virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

4. Selain itu aktivitas komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan

terbentuknya C3a dan C5a.

Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivaasi T helper

dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon

gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi

12 Inffection & Immunity - DBD

seperti TNF-α, IL-1, PAF, IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadnya

disfungsi sel endotel dan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :

1. Supresi sumsum tulang

2. Destruksi dan pemendekkan masa hidup trombosit

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5hari) menunjukkan keadaan

hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan trjadi

peningkatan proses hematopoisis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin

dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini

menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi

terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan

fragmen C3g, terdapatnya antibody VD, konsumsi trombosit selama proses

koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui

mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4

yang merupakan petanda degranulasi trombosit2-4.

Pasien penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) pada umumnya disertai dengan

tanda-tanda berikut :

Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. 3,4

Manisfestasi pendarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie

(bintik”merah) (+) sampai pendarahan spontan seperti mimisan, muntah darah,

atau bercak darah hitam. 3,4

Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal: 150.000-300.000 µL), hematokrit

meningkat (normal : pria < 45, wanita < 40). 3,4

Akral dingin, gelisah, tidak sadar ( DSS, dengue shock syndrome). 3,4

I. Penatalaksaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah terapi

suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan

hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan

yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap

dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu

dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah

dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.7

13 Inffection & Immunity - DBD

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana dengan Divisi

Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD

pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas

indikasi.

Praktis dalam pelaksanaannya.

Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1

Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok

2. Protokol 2

Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

3. Protokol 3

Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

4. Protokol 4

Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa

5. Protokol 5

Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan

pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan

juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan

pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 – 150.000 pasien

dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam

waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit

tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalansi

Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

14 Inffection & Immunity - DBD

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok

maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus

berikut ini :

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}

Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10 – 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian

cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan

tiap 12 jam.

Bila HB, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan

sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%

Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan

sebanyak 5%. Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan

memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6 – 7 ml/kg/jam. Pasien kemudian

dipantau setelah 3 – 4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai

dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,

produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam. 2

jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan

dapat dihentikan 24 - 48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 – 7ml/kgBB/jam tadi keadaan

tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan

darah menurun , 20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan

jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan

kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi

menjadi 5 ml/kgBb/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka

jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam

perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda – tanda syok

maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada

dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi

pemberian cairan awal.

15 Inffection & Immunity - DBD

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :

perdarahan hidung / epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon

hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia),

perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan

tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 – 5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan

seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa

syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan

sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostase harus

segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulangi setiap 4 –

6 jam.

Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan

tanda-tanda koagulasi intravaskulat diseminata (KID). Transfusi komponen darah

diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor

pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari

10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan

spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa

Bila kita berhadapan dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama

yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu

penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian

sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa

renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan

pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya

kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang

tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain

resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 – 4 liter/menit. Pemeriksaan-

pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),

hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan

kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 – 20 ml/kgBB dan

dievaluasi setelah 15 – 30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan

16 Inffection & Immunity - DBD

darah sistolik 100 mHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang

dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit

tidak pucat disertai diuresis 0,5 – 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7

ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 – 120 menit kemudian tetap stabil pemberian

cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 – 120 menit kemudian keadaan

tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24 - 48 jam setelah

renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup

maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan

plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya

hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau

gagal jantung dapat terjdi.)

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang terus dilakukan

terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses

patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20%

saja yang menetap dalam pembuluih darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena

untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan

tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung

dan naps, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik,

serta jumlah diuresis.diuresis diusahak 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar

hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan

perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka

pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20 – 30 ml/kgBB/jam dan

kemudian dievaluasi setelah 20 – 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka

perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan

plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi

bila nilai hematokrit menurun, berati terjadi perdarah (internal bleeding) maka

penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai

kebutuhan.

Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-

sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan

cepat 10 - 20ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan tetap belum

teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena

sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB

17 Inffection & Immunity - DBD

(maksimal 1 - 1,51/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H20. Bila

keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap

gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila

tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum

teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.1

J. Prognosis

Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi

lebih dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit

dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit <100.000/ul dan

hematokrit meningkat waspadai DSS.13

K. Preventif

1. Pembersihan jentik3,4

Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN). 3,4

Larvasidasi . 3,4

Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat). 3,4

Gambar 2. Pencegahan penyebaran DBD

2. Pencegahan gigitan nyamuk

Menggunakan kelambu3,4

Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles). 3,4

Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)

Penyemprotan. 3,4

18 Inffection & Immunity - DBD

3. Penanggulangan KLB :

Penemuan dan pertolongan penderita. 3,4

Penyuluhan. 3,4

PSN dengan gerakan 3M. 3,4

Fogging (Pengasapan). 3,4

Abatisasi atau larvasidasi. 3,4

PENUTUP

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.

19 Inffection & Immunity - DBD

Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat

serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat

reaksi silang anatara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese

encehphalitis, dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,

kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan

antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda

menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan

Toxorhynchites.

Fokus utama pada masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah pencegahan.

Pembenahan kebersihan sekitar lingkungan sekitar kita akan sangat membantu pencegahan

terjadinya Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue. Dengan lingkungan bersih, maka

akan tercipta hidup sehat tanpa adanya penyakit baik DBD ataupun penyakit lainnya.

DAFTAR PUSTAKA1. Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al, Pitoyo PD, dkk.

Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah

Dengue. Jakarta: WHO dan Departemen Kesehatan RI; 2001.

20 Inffection & Immunity - DBD

2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan

Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.

3. Satari, Hindra I., Meiliasari,Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara, 2004.h.28-

31.

4. Nadesul, Handrawan. Cara mudah mengalahkan demam berdarah. Jakarta: Penerbit

Buku Kompas; 2007.h.7-8.

5. Bastiansyah, Eko. Panduan lengkap: membaca hasil test kesehatan. Jakarta: Penebar

Plus; 2008.h.45-7.

6. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah

dengue:panduan lengkap. Jakarta: EGC; 2005.h.41-5.

7. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 – 9.

8. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. h.428-433

9. World Health Organization. Demam berdarah dengue: diangnosis, pengobatan,

pencegahan, dan pengendalian. Jakarta: EGC; 2001. h.101-6.

10. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor. Dalam : Buku

Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2009. h.275-7.

11. WHO. Diagnosis Klinis. Dalam : Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Jakarta :

Penerbit buku kedokteran EGC. 2003. H. 22-3.

12. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Hipoksia. Dalam : Prinsip-

prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2002. H. 207

13. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Morfologi, Daur Hidup dan Perilaku

Nyamuk. Dalam : Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. h.250.

21 Inffection & Immunity - DBD