demensia pada lansia

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan kesedihan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, tidur terganggu, nafsu makan berubah dan energi rendah. Masalah ini dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam kemampuan seseorang untuk menjalankan tanggung jawab sehari-hari. 1,2 Gangguan depresif dapat terjadi pada orang usia lanjut. Hal ini berkaitan dengan proses penuaan maupun penyakit yang dideritanya baik secara fisik maupun psikologik. Gejala-gejala gangguan depresif maupun kriteria diagnostik yang dipakai hampir bersamaan dengan yang dijumpai pada kelompok usia lainnya. Selain itu beberapa faktor resiko untuk terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut harus dapat dideteksi sedini mungkin. Terapi yang diberikan terutama adalah terapi farmakologik dan psikoterapi Demensia merupakan suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. 4 Gangguan fungsi tersebut bersifat progresif dan irreversible. Prevalensi demensia bertambah seiring bertambahnya usia, 5% pasien di 1

Upload: muhammad-ikhwan-zain

Post on 12-Jan-2016

53 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kedokteran, demensia, lansia

TRANSCRIPT

Page 1: Demensia pada lansia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan kesedihan,

kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi,

tidur terganggu, nafsu makan berubah dan energi rendah. Masalah ini dapat

menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam

kemampuan seseorang untuk menjalankan tanggung jawab sehari-hari. 1,2

Gangguan depresif dapat terjadi pada orang usia lanjut. Hal

ini berkaitan dengan proses penuaan maupun penyakit yang

dideritanya baik secara fisik maupun psikologik. Gejala-gejala

gangguan depresif maupun kriteria diagnostik yang dipakai hampir

bersamaan dengan yang dijumpai pada kelompok usia

lainnya. Selain itu beberapa faktor resiko untuk terjadinya

gangguan depresif pada orang usia lanjut harus dapat dideteksi

sedini mungkin. Terapi yang diberikan terutama adalah terapi

farmakologik dan psikoterapi

Demensia merupakan suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual

progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga

mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.4

Gangguan fungsi tersebut bersifat progresif dan irreversible. Prevalensi demensia

bertambah seiring bertambahnya usia, 5% pasien di Amerika Serikat yang berusia

>65 tahun mengalami demensia berat. Pada populasi yang berusia >80 tahun, 20%

menderita demensia berat.4,5 Demensia diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu

demensia Alzheimer dan demensia vaskular. Demensia Alzheimer merupakan tipe

demensia yang paling sering dijumpai (50-60%), demensia vaskular (15-30%) dan

10-20% pasien yang menderita demensia Alzheimer dan vaskular yang terjadi

secara bersama-sama.4

Klinisi telah lama mencari hubungan antara depresi dengan gangguan

kognitif yang disebut pseudodemensia.6 40 % pasien lansia dengan depresi

mengalami gangguan kognitif dan 10-20% pasien lansia tanpa depresi mengalami

gangguan kognitif.6 Hasil penelitian Franginham, dari 949 pasien yang memiliki 1

Page 2: Demensia pada lansia

gejala depresi yang dilakukan studi kohort selama 17 tahun, 16,6% mengalami

demensia.7

1.2 Batasan masalah

Referat ini membahas tentang Depresi dan resiko terjadinya demensia

pada lansia tertua(oldest old) yang didahului dengan penjelasan mengenai definisi,

klasifikasi dan epidemiologi, etiologi, gejala klinis, diagnosis dan penatalaksanaan

serta prognosis dari depresi dan resiko terjadinya demensia pada lansia tertua

(oldest old).

1.3 Tujuan penulisan

1. Memahami tentang depresi dan resiko terjadinya demensia pada lansia

tertua (oldest old)

2. Meningkatkan kemampuan penulis di bidang kedokteran khususnya di

bidang psikiatri.

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan kepaniteraan klinik senior di

bagian ilmu psikiatri.

1.4 Manfaat penulisan

1. Bagi masyarakat: memberi informasi mengenai depresi dan resiko

terjadinya demensia pada lansia tertua (oldest old)

2. Bagi ilmu psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Riau: membuka

wacana agar diadakan riset tentang depresi dan resiko terjadinya

demensia pada lansia terua (oldest old)

3. Bagi mahasiswa: menambah pengetahuan di bidang psikiatri khususnya

mengenai salah satu gangguan depresi dan resiko terjadinya demensia

pada lansia tertua (oldest old).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2

Page 3: Demensia pada lansia

2.1 Depresi 2.1.1. Definisi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,

kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010).

Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat

disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik

neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP

(terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2002).

Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang

ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya

penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari

seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan,

2010).

2.1.2 Klasifikasi dan etiologi

Depresi dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu, depresi ringan (F32.0),

depresi sedang (F32.1) dan depresi berat (F32.2), episode depresi lainnya

diklasifikasikan dibagian subdivisi gangguan depresi berulang (F33,-). 11 Etiologi

depresi dapat ditinjau dari beberapa faktor, antara lain yaitu faktor biologi,

psikologi dan sosial.4

1. Faktor biologi

Disregulasi endokrin dan neurotransmitter

Beberapa hasil penelitian menemukan adanya disregulasi neuroendokrin

pada pasien depresi. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis

neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung amin biogenik, dengan

demikian regulasi abnormal mungkin merupakan hasil dari fungsi abnormal

neuron yang mengandung amin biogenik. Neurotransmitter yang terkait dengan

patologi terjadinya depresi adalah norepinefrin, serotonin dan dopamin.

Penurunan aktivitas dari ketiga neurotransmitter tersebut dapat memicu terjadinya

depresi.4

3

Page 4: Demensia pada lansia

Faktor genetik

Faktor genetik merupakan suatu faktor penting dalam perkembangan

gangguan mood, tetapi pola penurunan secara genetik melalui mekanisme yang

sangat kompleks.4 Hasil penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa

resiko keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat

diperkirakan 2 hingga 3 kali lebih besar dibandingkan populasi umum.4

2. Faktor psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi depresi meliputi kepribadian,

psikodinamika, kegagalan yang berulang, dan teori kognitif.4

3. Faktor Sosial

- Peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan

Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului

episode pertama gangguan mood. Klinisi mempercayai bahwa peristiwa

kehidupan memegang peranan utama dalam depresi. Stressor lingkungan yang

paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan

pasangan.4

2.1.3 Gejala Klinis

Gejala klinis depresi yaitu : 12

1. Gejala utama

- Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata setelah sedikit bekerja) dan menurunnya

aktivitas.

2. Gejala lainnya

- Konsentrasi dan perhatian berkurang

- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

4

Page 5: Demensia pada lansia

- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

- Tidur yang terganggu

- Nafsu makan yang berkurang

Untuk ketiga tingkat keparahan (depresi ringan, sedang, berat) diperlukan

waktu sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, tetapi periode

yang lebih singkat dalam mendiagnosis dapat dibenarkan apabila terdapat gejala

yang berat dan berlangsung cepat.12

2.2 Lansia

Dalam Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia

menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu

dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN

1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami

proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya

tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat

menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur

dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari

pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua

tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan

bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban

keluarga dan masyarakat.

Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial

sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah

kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya

ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial

yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki

kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda.

5

Page 6: Demensia pada lansia

2.3 Klasifikasi Lansia

WHO dalam depkes RI mempunyai batasan usia lanjut sebagai berikut:

middle / young elderly usia antara 45-59 tahun, elderly usia antara 60-74 tahun,

old usia antara 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun. Pada

saat ini, ilmuwan sosial yang mengkhususkan diri mempelajari penuaan merujuk

kepada kelompok lansia: “lansia muda” (young old), “lansia tua” (old old). Dan

“lansia tertua” (oldest old). Secara kronologis, young old secara umum

dikategorikan kepada usia antara 65 sampai 74 tahun, yang biasanya aktif, vital

dan bugar. Old-old berusia antara 75 sampai 84 tahun, dan oldest old berusia 85

tahun ke atas, berkecenderungan lebih besar lemah dan tidak bugan serta memilki

kesulitan dalam mengelola aktivitas keseharian (Papalia dkk, 2005).

Lansia Tertua (Oldest old)

Lansia tertua didefinisikan sebagai usia yang lebih dari 85 tahun, namun

literatur lain menyatakan bahwa lansia tertua merupakan seseorang dengan usia

lebih dari 100 tahun.15,16

2.4 Demensia

2.4.1 Definisi

Demensia adalah suatu kondisi penurunan fungsi mental-intelektual

(kognitif) yang progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal

yang multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman,

berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan menilai yang

dapat disebabkan oleh penyakit organik difus pada hemisfer serebri (demensia

kortikal misal penyakit Alzheimer). 17,18

2.4.2 Epidemiologi

Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.

Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia.

Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat

mencapai 5%, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya

mencapai 20-40 %. Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50-60%

diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia

tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer

6

Page 7: Demensia pada lansia

meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun

prevalensinya adalah 0,6% pada pria dan 0,8% pada wanita. Pada usia 90 tahun,

prevalensinya mencapai 21%. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer

membutuhkan lebih dari 50% perawatan rumah (nursing home bed).17,18

Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia

vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler.

Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita

demensia. Demensia vaskuler meliputi 15-30 % dari seluruh kasus demensia.

Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60-

70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10-15 % pasien

menderita kedua jenis demensia tersebut. Penyebab demensia paling sering

lainnya, masing-masing mencerminkan 1-5% kasus adalah trauma kepala,

demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai jenis demensia yang

berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington dan

penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum dan

mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan

cermat pada seorang pasien dengan demensia untuk menegakkan penyebab pada

demensia.17,18

2.4.3 Etiologi

Sindrom demensia terjadi akibat disfungsi otak yang bermanifestasi

sebagai gejala-gejala defisit kognitif seperti kelemahan memori, hendaya

berbahasa, gangguan fungsi eksekutif, apraksia dan agnosia ( DSM IV ). Etiologi

demensia adalah semua penyakit yang menyebabkan disfungsi otak antara lain

demensia penyakit Alzheimer, Demensia Lewy body, Demensia Parkinson,

AIDS dan penyakit Pick's, Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan

penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti

kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya

defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat

depresi.5,17,18

Etiologi demensia :5

- Demensia Degeneratif

· Penyakit Alzheimer

7

Page 8: Demensia pada lansia

· Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick)

· Penyakit Parkinson

· Demensia Jisim Lewy

· Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr)

· Kelumpuhan supranuklear yang progresif

- Lain-lain

· Penyakit Huntington

· Penyakit Wilson

· Leukodistrofi metakromatik

- Trauma

· Dementia pugilistica, posttraumatic dementia

· Subdural hematoma

- Infeksi

· Penyakit Prion (misalnya penyakit Creutzfeldt-Jakob, bovine spongiform

encephalitis, Sindrom Gerstmann-Straussler)

· Acquired immune deficiency syndrome (AIDS)

· Sifilis

2.4.4 Demensia Alzheimer

Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang

selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia

menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia

progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan pada

pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer

biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain

telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.17,18

Demensia tipe Alzheimer mencapai hampir 50% dan semua tipe demensia.

Biasanya diagnosis dibuat dengan menyisihkan penyebab demensia lainnya.

Demensia tipe Alzheimer adalah demensia kortikal yang klasik sering didiagnosis

secara berlebihan. Demensia tipe Alzheimer dapat dimulai pada usia lima puluhan

(awitan dini, familial, bentuk pra-senil, sekitar 2% dari seluruh kasus).17,18

8

Page 9: Demensia pada lansia

2.4.5 Demensia vaskuler

Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang

menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki,

khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya.

Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan

sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multiple yang

menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh

plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup

jantung).17,18

2.4.6 Gejala klinis

- Kepribadian

Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya

akan mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin

dapat menonjol selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga

menjadi tertutup serta menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya.

Seseorang dengan demensia yang memiliki waham paranoid umumnya lebih

cenderung memusuhi anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang

mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis biasanya mengalami

perubahan kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif.17

- Halusinasi dan Waham

Diperkirakan sekitar 20-30 % dengan demensia (terutama pasien dengan

demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30-40 % memiliki waham,

terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun waham yang

sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk

kekerasan lainnya lazim ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga

memiliki gejala-gejala psikotik.17

- Mood

Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi

dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40-50 % pasien

9

Page 10: Demensia pada lansia

dengan demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10-

20 % pasien. Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan emosi

yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya tertawa dan menangis yang

patologis).17

- Perubahan Kognitif

Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia

dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-

tanda neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu

ditemukan kira-kira pada 10 % pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20%

pada pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks

menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, reflex tonus kaki serta

refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5-10

% pasien. Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The

Mini Mental State Examination (MMSE).17,18

- Perjalanan penyakit

Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang

dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau

10 tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan

perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik

masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe

Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1-20 tahun. Data penelitian

menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan

riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit

yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit

Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia

didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap,

karena 10-15 % pasien dengan demensia potensial mengalami perbaikan

(reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang

permanen terjadi.17,18

Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang

samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang

10

Page 11: Demensia pada lansia

yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan

gejala-gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer,

demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme.

Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung dengan

hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-

gejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat

menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi

berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan

benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu

agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari demensia

pasien dapat menjadi ibarat “cangkang kosong” dalam diri mereka sendiri, pasien

mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan

inkontinensia alvi. Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga

oleh karena perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada

demensia dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga

berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel

(misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus, dan tumor otak) setelah

dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang

stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan

perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang

stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala).17,18

Tabel 2.1 Gambaran klinis utama yang membedakan pseudodemensia dan

demensia4

Pseudodemensia Demensia

Perjalanan klinis dan riwayat penyakit

Keluarga selalu menyadari disfungsi dan keparahannya Onset dapat ditentukan dengan tepatGejala terjadi singkat sebelum dicari bantuan medisPerkembangan gejala yang cepat setelah onsetRiwayat disfungsi psikiatri sebelumnya sering ditemukan

Keluarga sering tidak menyadari disfungsi dan keparahannyaOnset dapat ditentukan dalam batas yang luasGejala biasanya berlangsung lama sebelum dicari bantuan medisPerkembangan gejala yang lambat pada

11

Page 12: Demensia pada lansia

Keluhan dan prilaku klinis

Gambaran klinis yang berhubungan dengan daya ingat, kognitif dan disfungsi intelektual

Pasien biasanya lebih mengeluh kehilangan kognitif Keluhan disfungsi kognitif biasanya terinciPasien menekankan ketidakmampuanPasien menonjolkan kegagalanPasien melakukan sedikit usaha untuk melakukan tugas yang sederhana sekalipunPasien biasanya mengkomunikasikan perasaan penderitaan yang kuatPerubahan afektif sering perfasifHilangnya keterampilan sosial sering awal dan menonjolPerilaku seringkali tidak sesuai dengan keparahan disfungsi kognitifPerlemahan disfungsi nokturnal jarang

Atensi dan konsentrasi dipertahankan dengan baikTidak tahu adalah jawaban yang seringPada pemeriksaan orientasi, pasien sering memberikan jawaban tidak tahuKehilangan daya ingat untuk kejadian yang baru dan agak lama biasanya parahKehilangan daya ingat untuk periode atau kejadian spesifik sering ditemukanVariabilitas yang jelas dalam kinerja tugas dengan kesulitan yang sama.

perjalanan penyakitRiwayat disfungsi psikiatrik sebelumnya adalah jarangPasien baisanya sedikit mengeluhkan kehilangan kognitifKeluhan disfungsi kognitif pasien biasanya tidak jelasPasien menyangkal ketidakmampuanPasien senang akan pencapaian, tetapi menyepelekanPasien berusaha untuk melakukan tugasPasien menggunakan catatan, kalender dll untuk tetap ingatPasien sering tampak tidak khawatirAfek labil dan dangkalKeterampilan sosial biasanya dipertahankanPrilaku biasanya sesuai dengan keparahan disfungsi kognitifPerlemahan disfungsi nokturnal seringAtensi dan konsentrasi tergangguSering jawaban yang hampirPada pemeriksaan orientasi, pasien sering keliru jarang dengan seringKehilangan daya ingat untuk kejadian yang baru biasanya lebih parah dibandingkan kejadian yang lamaKekosongan daya ingat untuk periode adalah jarang*Kinerja yang buruk secara konsisten pada

12

Page 13: Demensia pada lansia

tugas dengan kesulitan yang serupa.

Keterangan : *kecuali bila disebabkan oleh delirium, trauma, kejang, dll

2.5 Depresi dan resiko terjadinya demensia pada lanjut usia

Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada

tahun-tahun terakhir kehidupan individu. Depresi pada lanjut usia muncul dalam

bentuk keluhan fisik seperti insomnia, kehilangan nafsu makan, masalah

pencernaan dan sakit kepala. Depresi merupakan kondisi yang mudah membuat

lansia putus asa karena kehidupan kelihatan lebih suram. Lansia dengan depresi

biasanya lebih menunjukkan keluhan fisik daripada keluhan emosi. Keluhan fisik

yang muncul sulit dibedakan faktor fisik atau psikis, sehingga depresi sering

terlambat untuk dideteksi dan dalam penanganannya.

2.5.1 Epidemiologi

Gangguan afektif umumnya sering terjadi pada lansia. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan Spira dkk, dalam 1 bulan prevalensi depresi pada lansia

dengan usia > 70 tahun sebesar 11% dan lebih banyak terjadi pada wanita

daripada laki-laki. Gangguan kognitif juga sering terjadi pada lansia dengan

frekuensi rata-rata 14% pada usia >70 tahun dan 37% pada usia >90 tahun.19 Hasil

penelitian Franginham, dari 949 pasien yang memiliki gejala depresi yang

dilakukan studi kohort selama 17 tahun, 16,6% mengalami demensia.7 Gangguan

afektif umumnya sering terjadi pada lansia, 10-20% merupakan gejala depresi

yang membutuhkan intervensi psikiatri. Sebagian besar lansia yang memiliki

penyakit kronis merespon penyakitnya dengan reaksi depresi dan diperkirakan

0,5-2,5% lansia tersebut mengalami depresi berat.20,21

2.5.2 Gejala depresi pada demensia

Gangguan depresi harus dipertimbangkan ketika ada satu atau lebih

kondisi berikut ini:20

- mood depresi yang meresap dan anhedonia

- pernyataan menyalahkan diri dan menyatakan keinginan untuk mati

- riwayat depresi pada keluarga atau pasien sebelum timbulnya demensia.

13

Page 14: Demensia pada lansia

Depresi juga dapat memperburuk gejala demensia secara progresif.

Depresi dan demensia memiliki kaitan yang kompleks. Suatu gejala depresi berat

dapat muncul seperti gejala pada demensia yang disebut “pseudodemensia”, tetapi

sekarang dikenal dengan “depresi demensia”. Pada demensia yang sebenarnya,

gangguan intelektual biasanya bersifat umum dan defisit bersifat menetap. Pada

pseudodemensia didapatkan defisit pada atensi dan konsentrasi yang bersifat

bervariasi. Dibandingkan dengan pasien yang menderita demensia , pasien dengan

pseudodemensia lebih jarang memiliki gangguan bahasa dan berkonfabulasi.5

Gejala depresi dan demensia dapat muncul secara bersamaan, tetapi gejala

depresi juga dapat muncul sebelum timbulnya demensia. Adanya gejala depresi

sebelumnya pada pasien dengan demensia mungkin memperburuk defisit kognitif

pasien.14 Pasien lansia yang mengalami depresi memperlihatkan gejala yang

berbeda dengan dewasa muda. Pasien lansia yang mengalami depresi lebih

banyak mengalami keluhan somatik.5

Depresi berat pada pasien demensia dinyatakan berkaitan dengan

peningkatemensgenerasi nukleus aminergik batang otak khususnya nukleus

seruleus demeraphe midbrain. Sultzer (1996) menyatakan bahwa terdapat

hubungemeantara gejala mood dengemehipometabolisme pada korteks parietal.15

Pasien lansia dengan Perasaan kesepian, tidak berharga, tidak berdaya demetidak

ada harapan merupakan gejala depresi yang meningkatkan resiko buuh diri.

Bunuh diri merupakan salah satu penyebab kematian pada lansia di Amerika

serikat, sedemgkan di Indonesia jarang terjadi. Kesepian merupakan alasan paling

sering bagi lansia untuk bunuh diri.5

2.5.3 Penatalaksanaan

Langkah pertama delam menangani kasus demensia adalah melakukan

verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas

penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat

diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahameadalah penting terutama pada

demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga,

demepengontrolan terhadap diabetes demehipertensi. Obat-obatan yang diberikan

dapat berupa antihipertensi,eantikoagulan,eatau antiplatelet. Pengontrolan

14

Page 15: Demensia pada lansia

terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat

dijaga agar berada delam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya

perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang

berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara

lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihameobat antihipertensi

delam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor b-2 dapat

memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE)

inhibitor demediuretik telah dibuktikemetidak berhubungemedengan perburukan

fungsi kognitif demediperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan

darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk

mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada

pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara

umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan

medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi

farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang

merugikan.17

Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)

Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD) penting

untuk diperhatikan karena merupakan satu akibat yang merepotkan bagi pengasuh

dan membuat kesulitan bagi sang pasien karena ulahnya yang amat mengganggu:5

Beberapa prinsip tatalaksana yang perlu diperhatikan adalah :

1. Kualitas hidup orang dengan demensia

2. Kemunduran kognitif terjadi pelan berangsur-angsur, tidak sekaligus

hilang.

3. Kenikmatan tidak memerlukan memori yang utuh.

4. Selesaikan masalah secara kreatif.

5. Sikap keluargaeatau pelakuerawat berpengaruh terhadap kondisi

demensia.

2.5.3.1 Terapi suportif

Terapi suportif yang dapat dilakukan pada pasien demensia :5

15

Page 16: Demensia pada lansia

1. Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang baik, alat-alat

proteksi dan lainnya

2. Pertahamkan pasien berada delam kondisi lingkungan yang sudah

dikenalinya dengan baik. Jika memungkinkan usahakan pasien dikelilingi

oleh teman-teman lamanya dan benda-benda yang biasa ada didekatnya.

Tingkatkan pengertian dan partisipasi anggota keluarga.

3. Pertahamkan keterlibatan pasien melalui kontak personal, orientasi yang

sering (mengingat nama hari, jam, dsb), diskusikan berita terkini bersama

pasien. Pergunakan alat-alat seperti kalender. Televisi,eradio dan aktivitas

hariamedilakukan terstruktur dan terencana

4. Bantu pasien untuk mempertahamkan rasa percaya dirinya

5. Hindari stimulasi yang berlebihamedamehindari suasana yang tidak biasa

dirasakan pasien

2.4.3.2 Terapi simtomatik

PertimbangamepemberiameSSRI dan anti-depresamelainnya dengan

golongametrisiklik yang dimulai dari dosis minimalehingga ditimgkatkan untuk

mencapai dosis optimal.5

2.5.3.3 Prognosis

Prognosis demensia bervariasi tergamtung penyakit atau kondisi medik

yang mendasarinya. Penyebab demensia dapat dikoreksi atau disembuhkan maka

prognosis baik, namun untuk jenis penyakit degeneratif yang belum ada obatnya

maka prognosis tidak baik.5

16

Page 17: Demensia pada lansia

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,

kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. Demensia adalah

suatu kondisi penurunan fungsi mental-intelektual (kognitif) yang progresif serta

terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk daya

ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar,

berbahasa, dan daya kemampuan menilai.yang dapat disebabkan oleh penyakit

organik difus pada hemisfer serebri

Depresi dan demensia memiliki kaitan yang kompleks. Suatu gejala

depresi berat dapat muncul seperti gejala pada demensia yang disebut

17

Page 18: Demensia pada lansia

“pseudodemensia”, tetapi sekarang dikenal dengan “depresi demensia”. Gejala

depresi dan demensia dapat muncul secara bersamaan, tetapi gejala depresi juga

dapat muncul sebelum timbulnya demensia. Adanya gejala depresi sebelumnya

pada pasien dengan demensia mungkin memperburuk defisit kognitif pasien.

Pasien lansia yang mengalami depresi memperlihatkan gejala yang berbeda

dengan dewasa muda. Pasien lansia yang mengalami depresi lebih banyak

mengalami keluhan somatik.

Penatalaksanaan dapat dilakukan melalui tindakan suportif dan

penatalaksanaan simtomatik berupa pertimbangan pemberian SSRI dan anti-

depresan lainnya dengan golongan trisiklik yang dimulai dari dosis minimal

hingga ditingkatkan untuk mencapai dosis optimal

3.2 Saran

1. Diharapkan kepada dokter maupun paramedis mempunyai keterampilan

dan assesment serta teknik evaluasi yang baik untuk membuat diagnosis

kerja pada pasien depresi dan demensia.

2. Kepada pihak Rumah Sakit untuk dapat memfasilitasi peningkatan

keterampilan tenaga kesehatan dalam penegakan diagnosis dan

penatalaksanaan yang tepat pada pasien depresi dan demensia.

18

Page 19: Demensia pada lansia

DAFTAR PUSTAKA

1. Atkinson RL. Pengantar Psikologi. Jakarta: Airlangga; 1993

2. World Health Organization Regional Office For South-East Asia. Qonquering Depression; 2001

3. World Health Organization . Depression : Mental health. WHO [serial on the internet]. 2012 [cited 2012 Jan 27]. Available from : http://www.who.int/mental_health/management/depression/definition/en/index.html

4. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA. Demensia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed 7, vol 1, 1997 : 515-533

5. Elvira SD. Buku ajar psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010

6. Mitchell AJ. Depression as a risk factor for later dementia:a robust relationship?. British : Oxford university press on behalf of the british geriatrics society; 2005: 207-209.

19

Page 20: Demensia pada lansia

7. Saczynski JS et al. Depressive symptoms and risk of dementia. 2010; 1 (75): 35-41

8. Paul ST, Minn. Depression may nearky double risk of dementia. Jorunal of the American Academy of Neurology [serial on the internet]. July 2010 [cited 2013 Jan 5]. Available from : http://www.aan.com/press/index.cfm?fuseaction=release.view&release=847

9. Maramis WF, Maramis AA. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi 2. Surabaya : Airlangga university press; 2009

10. Kimmel PL, Peterson RA. Depression in patients with end - stage renal disease treated with dialysis : has the time to treat arrived?. CJASN [serial on the internet]. 2006 may [cited 2011 nov 28] ; 349-352 (1)

11. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, I. Jakarta: Departemen Kesehatan, 1993. 105-118.

12. Tomb DA. Buku saku psikiatri. Edisi 6. Mahatma Tiara N, editor. Jakarta : EGC ; 2003

13. World Health Organization. Definition of an older or elderly person. [serial on the internet]. 2013. [cited 2013 Jan 5]. Available from : http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/index.html

14. Maryam RS dkk. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta : Salemba medika ; 2008

15. Adersen RL et al. New england centerian study. New england. [serial on the internet] 2012 [cited 2013 jan 11]. Available from : http://www.bumc.bu.edu/centenarian/

16. Hinck, Susan M. The Meaning of Time in Oldest-Old Age. [serial on the internet] 2007 [cited 2013 jan 11]. Available from : http://journals.lww.com/hnpjournal/Abstract/2007/01000/The_Meaning_of_Time_in_Oldest_Old_Age.7.aspx

17. Riri J dan Ari Budiono. Demensia . Pekanbaru : Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSJ Tampan Pekanbaru. 2008. Dikutip dari http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/demensia-riri-aridocx.pdf.

18. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67

20

Page 21: Demensia pada lansia

19. Brauser D. Depression and risk for dementia in oldest old. [serial on the internet]. 2012 Oct 10. [cited 2013 Jan 5]. Available from : http://www.medscape.org/viewarticle/775314

20. Derix MMA, Jolles J. Neuropsychological abnormalities in depression: Relation between brain and behaviour. Netherland : University of maastricht;1997.

21. Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2010.

21