density slicing

31
Penginderaan Jauh Kelautan Pemetaan Substrat Dasar Perairan Pada kondisi tertentu pengamatan objek bawah air menggunakan citra satelit dapat dilakukan. Objek bawah air tersebut dapat berupa substrat dasar perairan seperti terumbu karang hidup, terumbu karang mati, pasir, lamun, dan lain sebagainya. Dengan dasar tersebut maka penggunaan citra satelit dapat dikedepankan untuk keperluan pemetaan sumberdaya hayati laut . Mengingat potensi sumberdaya hayati laut Indonesia yang melimpah maka diperlukanpemetaan sumberdaya hayati tersebut. Salah satu cara untuk mengekstraksi substrat dasar perairan dapat digunakan algoritma Lyzenga (1981) . Algoritma ini menerapkan algoritma pemetaan pada citra Landsat MSS dengan mempertimbangkan efek pantulan dasar dan atenuasi air. Penerapan algoritma ini dimaksudkan untuk mendapatkan citra baru dengan cara menggabungkan dua kanal tampak yang mampu penetrasi ke dalam tubuh air hingga kedalaman tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi obyek material penutup dasar perairan laut dangkal (termasuk di dalamnya terumbu karang ). Penurunan Algoritma Lyzenga Apabila dasar perairan laut dangkal dapat terlihat atau dengan kata lain cahaya dapat menembus hingga dasar laut dangkal, maka dapat dibentuk suatu hubungan antara kedalaman perairan dengan sinyal pantul yang diterima oleh sensor satelit . Rumus yang dijadikan acuan adalah Exponential Attenuation Model yang dikembangkan Lyzenga. Algoritma ini menggunakan dua saluran Band sinar tampak citra Landsat, yaitu TM band 1 dan band 2 yang dapat menembus ke dalam kolom perairan. Pembentukan diagram dua dimensi XTM1 dan XTM2 menjadikan regresi dari nilai pengukuran yang dilakukan pada suatu dasar perairan akan selalu berada pada garis lurus dengan kemiringan KTM1/KTM2 (Ki/Kj). Persamaan regresi Lyzenga untuk nilai a=(var TM1-var TM2/)(2 x covar TM1TM2), sedangkan nilai Ki/Kj =((a.a)+akar dari(a+1)) yang digunakan dalam operasi penggabungan dua kanal tampak TM1 dan TM2 dengan tujuan untuk mendapatkan citra baru yang lebih menampakkan variasi material penutup dasar perairan laut dangkal. Penentuan Koefisien Atenuasi Air Nilai KTM1/KTM2 dapat diperoleh melalui iterasi citra pada monitor komputer dengan cara: (1) penentuan training area (TA) pada area yang homogen, dan (2) pembentukan grafik dua dimensi untuk menghitung kemiringan garis regresi. Penentuan KTM1/KTM2 dengan ‘metode iterasi’ mempunyai kelemahan, yaitu bahwa hasilnya sangat dipengaruhi oleh nilai pantulan rata-rata TA yang digunakan sebagai acuan, karena proyeksi terhadap garis regresi dilakukan ke arah nilai tersebut. Bias garis regresi dapat dikurangi dengan meminimalkan jarak tegak lurus dari ‘nilai pendekatan’ yang digunakan terhadap garis regresi mengikuti persamaan berikut: Nilai a dihitung untuk setiap TA yang diambil, sehingga hasil perhitungan kTM1/kTM2 masih berupa koefisien atenuasi pada setiap TA. Nilai koefisien atenuasi untuk seluruh citra merupakan rerata koefisien atenuasi semua TA. Density Slicing Kumpulan obyek homogen pada satu scene citra akan menghasilkan sekumpulan kurva normal, sehingga pada umumnya histogram citra saluran tunggal merupakan kurva

Upload: winwin-sparkling

Post on 12-Aug-2015

280 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Density Slicing

Penginderaan Jauh Kelautan

Pemetaan Substrat Dasar Perairan

Pada kondisi tertentu pengamatan objek bawah air menggunakan citra satelitdapat

dilakukan. Objek bawah air tersebut dapat berupa substrat dasar perairan

seperti terumbu karang hidup, terumbu karang mati, pasir, lamun, dan lain sebagainya.

Dengan dasar tersebut maka penggunaan citra satelit dapat dikedepankan untuk

keperluan pemetaan sumberdaya hayati laut. Mengingat potensi sumberdaya

hayati laut Indonesia yang melimpah maka diperlukanpemetaan sumberdaya hayati tersebut.

Salah satu cara untuk mengekstraksi substrat dasar perairan dapat digunakan algoritma Lyzenga (1981) .

Algoritma ini menerapkan algoritma pemetaan pada citra Landsat MSS dengan mempertimbangkan efek

pantulan dasar dan atenuasi air.

Penerapan algoritma ini dimaksudkan untuk mendapatkan citra baru dengan cara menggabungkan dua kanal

tampak yang mampu penetrasi ke dalam tubuh air hingga kedalaman tertentu, sehingga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi obyek material penutup dasar perairan laut dangkal (termasuk di dalamnya terumbu karang).

Penurunan Algoritma Lyzenga

Apabila dasar perairan laut dangkal dapat terlihat atau dengan kata lain cahaya dapat menembus hingga

dasar laut dangkal, maka dapat dibentuk suatu hubungan antara kedalaman perairan dengan sinyal pantul yang

diterima oleh sensor satelit. Rumus yang dijadikan acuan adalah Exponential Attenuation Model yang

dikembangkan Lyzenga. Algoritma ini menggunakan dua saluran Band sinar tampak citra Landsat, yaitu  TM

band 1 dan band 2 yang dapat  menembus ke dalam kolom perairan. Pembentukan diagram dua dimensi XTM1

dan XTM2 menjadikan regresi dari nilai pengukuran yang dilakukan pada suatu dasar perairan akan selalu

berada pada garis lurus dengan kemiringan KTM1/KTM2 (Ki/Kj). Persamaan regresi Lyzenga untuk nilai a=(var

TM1-var TM2/)(2 x covar TM1TM2), sedangkan nilai Ki/Kj =((a.a)+akar dari(a+1)) yang digunakan dalam operasi

penggabungan dua kanal tampak TM1 dan TM2 dengan tujuan untuk mendapatkan citra baru yang lebih

menampakkan variasi material penutup dasar perairan laut dangkal.

Penentuan Koefisien Atenuasi Air

Nilai KTM1/KTM2 dapat diperoleh melalui iterasi citra pada monitor komputer dengan cara: (1) penentuan

training area (TA) pada area yang homogen, dan (2) pembentukan grafik dua dimensi untuk menghitung

kemiringan garis regresi. Penentuan KTM1/KTM2 dengan ‘metode iterasi’ mempunyai kelemahan, yaitu bahwa

hasilnya sangat dipengaruhi oleh nilai pantulan rata-rata TA yang digunakan sebagai acuan, karena proyeksi

terhadap garis regresi dilakukan ke arah nilai tersebut. Bias garis regresi dapat dikurangi dengan meminimalkan

jarak tegak lurus dari ‘nilai pendekatan’ yang digunakan terhadap garis regresi mengikuti persamaan berikut:

Nilai a dihitung untuk setiap TA yang diambil, sehingga hasil perhitungan kTM1/kTM2 masih berupa koefisien

atenuasi pada setiap TA. Nilai koefisien atenuasi untuk seluruh citra merupakan rerata koefisien atenuasi semua

TA.

Density Slicing

Kumpulan obyek homogen pada satu scene citra akan menghasilkan sekumpulan kurva normal, sehingga pada

umumnya histogram citra saluran tunggal merupakan kurva multimodal. Pemilahan nilai kecerahan (density

slicing) dapat dilakukan dengan ‘mengiris’ kurva besar tersebut menjadi kurva-kurva kecil. Pemotongan ini

menjadikan seluruh julat nilai kecerahan (0 – 255) dipilah menjadi beberapa interval yang masing-masing

mewakili klas tertentu. Klasifikasi ‘sementara’ material penutup dasar perairan laut dangkal tersebut disimbolkan

dengan warna yang berbeda, sesuai dengan jumlah hasil pemilahan kurva. Klasifikasi akhir divalidasi dari data

lapangan hasil pengukuran in situ.

Oleh : Yogi Suardi

Referensi : http://sutikno.org/index.php?option=com_content&task=view&id=47&Itemid=2

Page 2: Density Slicing

Almost without exception, the image will be significantly improved if one or more of the functions called Enhancement are applied. Most common of these is contrast stretching. This systematically expands the range of DN values to the full limits determined by byte size in the digital data. For Landsat this is determined by the eight bit mode (28) or 0 to 255 DNs. Examples of types of stretches and the resulting images are shown. Density slicing is also examined.

Contrast Stretching and Density Slicing

We move now to two of the most common image processing routines for improving scene quality. These routines fall into the descriptive category of Image Enhancement or Transformation. We used the first image enhancer, contrast stretching, on most of the TM images we have looked at so far in the previous 11 pages to enhance their pictorial quality . Different stretching options are described next, followed by a brief look at density slicing We will then evaluate the other routine, filtering, shortly.

As we said on page 1-4, contrast stretching, which involves altering the distribution and range of DN values, is usually the first and commonly a vital step applied to image enhancement. Both casual viewers and experts normally conclude from direct observation that modifying the range of light and dark tones (gray levels) in a photo or a computer display is often the singlemost informative and revealing operation performed on the scene. When carried out in a photo darkroom during negative and printing, the process involves shifting the gamma (slope) or film transfer function of the plot of density versus exposure (H-D curve). This is done by changing one or more variables in the photographic process, such as , the type of recording film, paper contrast, developer conditions, etc. Frequently the result is a sharper, more pleasing picture, but certain information may be lost through trade-offs, because gray levels are "overdriven" into states that are too light or too dark.

Contrast stretching by computer processing of digital data (DNs) is a common operation, although we need some user skill in selecting specific techniques and parameters (range limits). The reassignment of DN values is based on the particular stretch algorithm chosen (see below). Values are accessed through a Look-Up Table (LUT).

Page 3: Density Slicing

The fundamental concepts that underlie how and why contrast stretching is carried out are summarized in this diagram:

From Lillesand & Kiefer, Remote Sensing and Image Interpretation, 4th Ed., 1999

In the top plot (a), the DN values range from 60 to 158 (out of the limit available of 0 to 255). But below 108 there are few pixels, so the effective range is 108-158. When displayed without any expansion (stretch), as shown in plot b, the range of gray levels is mostly confined to 40 DN values, and the resulting image is of low contrast - rather flat.

In plot c, a linear stretch involves moving the 60 value to 0 and the 158 DN to 255; all intermediate values are moved (stretched) proportionately. This is the standard linear stretch. But no accounting of the pixel frequency distribution, shown in the histogram, is made in this stretch, so that much of the gray level variation is applied to the scarce to absent pixels with low and high DNs, with the resulting image often not having the best contrast rendition. In d, pixel frequency is considered in assigning stretch values. The 108-158 DN range is given a broad stretch to 38 to 255 while the values from DN 107 to 60 are spread differently - this is the histogram-equalization stretch. In the bottom example, e, some specific range, such as the infrequent values between 60 and 92, is independently stretched to bring out contrasty gray levels in those image areas that were not specially enhanced in the other stretch types.

Commonly, the distribution of DNs (gray levels) can be unimodal and may be Gaussian (distributed normally with a zero mean), although skewing is usual. Multimodal distributions (most frequently, bimodal but also polymodal) result if a scene contains two or more dominant classes with distinctly different (often narrow) ranges of reflectance. Upper and lower limits of brightness values typically lie within only a part (30 to 60%) of the total available range. The (few) values falling outside 1 or 2 standard deviations may usually be discarded (histogram trimming) without

Page 4: Density Slicing

serious loss of prime data. This trimming allows the new, narrower limits to undergo expansion to the full scale (0-255 for Landsat data).

Linear expansion of DN's into the full scale (0-255) is a common option. Other stretching functions are available for special purposes. These are mostly nonlinear functions that affect the precise distribution of densities (on film) or gray levels (in monitor image) in different ways, so that some experimentation may be required to optimize results. Commonly used special stretches include:1) Piecewise Linear, 2) Linear with Saturation 3) Logarithmic, 4) Exponential 5) Ramp Cumulative Distribution Function, 6) Probability Distribution Function, and 7) Sinusoidal Linear with Saturation.

Now, to apply these ideas to the Morro Bay TM bands. For Landsat data, the DN range for each band, in the entire scene or a large enough subscene, is calculated and displayed as a histogram (recall the histogram for TM Band 3 of Morro Bay on page 1-1; there is a frequency peak at about DN = 10 and most of the pixels fall between DN 0 and DN 60).

To illustrate contrast stretching (also called autoscaling) we utilize several IDRISI STRETCH functions to enhance Band 3. Recall that the histogram of raw TM values shows a narrow distribution that peaks at low DN values. We might predict from this that we have a dark, flat image. This is indeed the case:

When IDRISI's standard linear stretch program was applied, this somewhat improved image resulted.

Page 5: Density Slicing

Most of the DN values, however, lie between 9 and 65 (there are values up to 255 in the original scene but few of them). We can perform a selective linear stretch so that 9 goes to 5 and 65 goes to 255, with all values in between getting stretched proportionately. We show this expanded histogram, and the resulting new image below it.

Now, most of the scene features are discriminable. But the image still is rather dark. Let's try instead to choose new limits in which we take DNs between 5 and 45 and expand these to 0 to 255. The procedure is like (special) case e in the diagram near the top of this page. This stretch results in the following histogram and image:

Page 6: Density Slicing

The histogram for this image is polymodal, with a lower limit near 25 and a large number of DN pixels at or near 255. This accounts for the greater scene brightness (light tones).

Next we try a Linear-with-Saturation stretch. Here we assign the 5% of pixels at each end (tail) of the histogram to single values. The consequent histogram and image are:

The image appears as a normal and pleasing one, not much different from the others. But, comparing this one with either of the linear-stretched versions shows that real and informative differences did ensue.

Histogram Equalization is a stretch that favorably expands some parts of the DN range at the expense of others by dividing the histogram into classes containing equal numbers of pixels. For instance, if most of the radiance variation occurs in the lower range of brightness, those DN values may be selectively extended in greater proportion to higher (brighter) values. Here, we carry out a Histogram Equalization stretch, with these results:

The image is similar to the Saturation version. Note that pixel frequencies are spread apart at low DN levels and (closely-spaced) at high intervals.

Let us reiterate. Probably no other image processing procedure or function can yield as much new information or aid the eye in visual interpretation as effectively as stretching. It is the first step, and most useful function, to apply to raw data.

Page 7: Density Slicing

1-12: Comments have been made above about the relative quality and information content of each of the stretches displayed. In your opinion, which seems best and is most pleasing to the eye. ANSWER

Another straightforward form of enhancement results from the combining ("lumping together") of DNs of different values within a specified range or interval into a single value. This density slice (also called "level slice") method works best on single band images. It is especially useful when a given surface feature has a unique and generally narrow set of DN values. The new single value is assigned to some gray level (density) for display in a photo or on the computer monitor (or in an alphanumeric character printout). All other DNs can be assigned another level, usually black. This yields a simple map of the distribution of the combined DNs. If several features each have different (separable) DN values, then several gray level slices may be produced, each mapping the spatial distribution of its corresponding feature. The new sets of slices are commonly assigned different colors in a photo or display.

Version 2.0 of IDRISI FOR WINDOWS unfortunately does not have a simple density slicing routine, so the Morro Bay scene cannot be used here to illustrate this type of enhancement. But below is a good substitute showing two multi-level color slices of a subscene around Harrisburg, PA (this scene will be considered in detail during the "Exam" that you are encouraged to work through at the end of this Section). The sliced subscenes are from MSS Band 6 (vegetation bright) acquired in July 1975:

The upper map has four levels or slices. The lavender tends to demarcate a gray level (DN 43 to 48) that associates with urban areas. The lower map (pixels enlarged) covers part of the northern reaches of Harrisburg (the bridge is Interstate 81). Six gray levels (each representing a DN range) have been colorized as follows: Black = (DN) 0-19; Blue = 20-34; Red = 35-44; White = 45-54; Brown = 55-69; Green = 70+. The black pattern is almost entirely tied to water; the blue denotes heavily

Page 8: Density Slicing

built up areas; the green marks vegetation; the other colors indicate varying degrees of suburbanization and probably some open areas.

http://www.fas.org/irp/imint/docs/rst/Sect1/Sect1_12a.html

TranslateHampir tanpa kecuali, gambar akan meningkat secara signifikan jika satu atau lebih dari fungsi yang disebut Peningkatan diterapkan. Paling umum ini adalah kontras stretching. Ini sistematis memperluas rentang nilai DN ke batas penuh ditentukan oleh ukuran byte dalam data digital. Untuk Landsat ini ditentukan oleh modus delapan bit (28) atau 0 sampai 255 dns. Contoh jenis peregangan dan gambar yang dihasilkan akan ditampilkan. Kepadatan mengiris juga diperiksa.

Kontras Peregangan dan Kepadatan Mengiris

Kami bergerak sekarang untuk dua dari rutinitas gambar yang paling umum pengolahan untuk meningkatkan kualitas scene. Rutinitas ini jatuh ke dalam kategori deskriptif Image Enhancement atau Transformasi. Kami menggunakan gambar pertama penambah, kontras stretching, pada sebagian gambar TM kita telah melihat begitu jauh dalam 11 halaman sebelumnya untuk meningkatkan kualitas bergambar mereka. Pilihan peregangan yang berbeda dijelaskan berikutnya, diikuti oleh sekilas kepadatan mengiris Kami kemudian akan mengevaluasi rutin lainnya, penyaringan, tak lama.

Seperti yang kami katakan pada halaman 1-4, kontras stretching, yang melibatkan mengubah distribusi dan rentang nilai DN, biasanya yang pertama dan umumnya langkah penting diterapkan untuk perbaikan citra. Kedua pemirsa kasual dan ahli biasanya menyimpulkan dari pengamatan langsung yang memodifikasi berbagai nada terang dan gelap (tingkat abu-abu) dalam foto atau layar komputer sering operasi informatif dan mengungkapkan singlemost dilakukan di tempat kejadian. Ketika dilakukan dalam kamar gelap foto selama negatif dan pencetakan, proses melibatkan menggeser gamma (slope) atau film fungsi transfer dari plot densitas terhadap paparan (HD kurva). Hal ini dilakukan dengan mengubah satu atau lebih variabel dalam proses fotografi, seperti, jenis film rekaman, kontras kertas, kondisi pengembang, dll Sering hasilnya adalah gambar, menyenangkan tajam lebih, namun informasi tertentu mungkin akan hilang melalui

Page 9: Density Slicing

perdagangan -off, karena tingkat abu-abu "overdrive" ke negara-negara yang terlalu terang atau terlalu gelap.

Kontras peregangan oleh pengolahan komputer data digital (DNS) adalah operasi yang umum, meskipun kita memerlukan beberapa keterampilan pengguna dalam memilih teknik-teknik khusus dan parameter (batas jangkauan). The penugasan kembali nilai-nilai DN didasarkan pada algoritma peregangan tertentu yang dipilih (lihat di bawah). Nilai diakses melalui Tabel Look-Up (LUT).

Fundamental konsep yang mendasari bagaimana dan mengapa kontras stretching dilakukan dirangkum dalam diagram ini:

Dari Lillesand & Kiefer, Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, 4th Ed, 1999.

Dalam plot atas (a), DN nilai berkisar antara 60 sampai 158 (keluar dari batas yang tersedia dari 0 sampai 255). Tetapi di bawah 108 ada beberapa piksel, sehingga jangkauan efektif adalah 108-158. Ketika ditampilkan tanpa ekspansi (stretch), seperti yang ditunjukkan pada b plot, kisaran tingkat abu-abu sebagian besar terbatas pada nilai DN 40, dan gambar yang dihasilkan adalah kontras rendah - agak datar.

Dalam c plot, hamparan linier melibatkan memindahkan nilai 60 ke 0 dan DN 158-255, semua nilai menengah dipindahkan (membentang) secara proporsional. Ini adalah peregangan linear standar. Tapi tidak ada akuntansi distribusi frekuensi pixel, ditampilkan dalam histogram, dibuat dalam peregangan ini, sehingga banyak variasi tingkat keabuan diterapkan pada langka untuk pixel hadir dengan DNS rendah dan tinggi, dengan gambar yang dihasilkan sering tidak memiliki terbaik kontras rendisi. Di d, pixel frekuensi dipertimbangkan dalam menentukan nilai stretch. Rentang DN 108-158 diberikan hamparan luas untuk 38-255 sedangkan nilai dari DN 107-60 tersebar berbeda - ini adalah peregangan histogram-pemerataan. Dalam contoh bawah, e, beberapa rentang tertentu, seperti nilai-nilai jarang antara 60 dan 92, secara independen membentang untuk membawa keluar tingkat abu-abu kontras di daerah gambar yang tidak khusus ditingkatkan dalam jenis peregangan lainnya.

Page 10: Density Slicing

Umumnya, distribusi dns (tingkat abu-abu) dapat unimodal dan mungkin Gaussian (didistribusikan secara normal dengan mean nol), meskipun skewing adalah biasa. Multimodal distribusi (paling sering, bimodal tetapi juga polimodal) hasil jika adegan berisi dua atau lebih kelas dominan dengan rentang jelas berbeda (sering sempit) dari reflektansi. Batas atas dan bawah dari nilai kecerahan biasanya terletak dalam hanya sebagian (30 sampai 60%) dari rentang tersedia total. (Beberapa) nilai jatuh di luar 1 atau 2 standar deviasi biasanya dapat dibuang (histogram pemangkasan) tanpa kehilangan serius data primer. Ini pemangkasan memungkinkan, baru batas sempit untuk menjalani ekspansi ke skala penuh (0-255 untuk data Landsat).

Ekspansi linear dari ini DN ke dalam skala penuh (0-255) adalah pilihan yang umum. Fungsi peregangan lain yang tersedia untuk tujuan khusus. Ini adalah sebagian besar fungsi nonlinear yang mempengaruhi distribusi tepat dari kepadatan (pada film) atau tingkat abu-abu (dalam gambar monitor) dengan cara yang berbeda, sehingga beberapa eksperimen mungkin diperlukan untuk mengoptimalkan hasil. Peregangan khusus Umumnya digunakan meliputi: 1) Piecewise Linear, 2) Linear dengan Kejenuhan 3) Logaritma, 4) Eksponensial 5) Ramp Fungsi Distribusi Kumulatif, 6) Fungsi Probabilitas Distribusi, dan 7) Sinusoidal Linear dengan Saturasi.

Sekarang, untuk menerapkan ide-ide ini ke Teluk Morro band TM. Untuk data Landsat, kisaran DN untuk setiap band, dalam adegan seluruh atau Subscene cukup besar, dihitung dan ditampilkan sebagai histogram (histogram untuk mengingat Band TM 3 dari Morro Bay pada halaman 1-1, ada puncak frekuensi di sekitar DN = 10 dan sebagian besar piksel jatuh antara 0 dan DN DN 60).

Untuk menggambarkan kontras stretching (juga disebut autoscaling) kami menggunakan beberapa fungsi Idrisi STRETCH untuk meningkatkan Band 3. Ingat bahwa histogram nilai TM baku menunjukkan distribusi sempit yang puncak pada nilai DN yang rendah. Kita mungkin memprediksi dari hal ini bahwa kita memiliki gambar, gelap datar. Ini memang kasus:

Page 11: Density Slicing

Ketika program peregangan standar linear Idrisi yang diterapkan, gambar ini agak membaik dihasilkan.

Sebagian besar nilai DN, bagaimanapun, terletak antara 9 dan 65 (ada nilai sampai dengan 255 dalam adegan asli tapi beberapa dari mereka). Kita bisa melakukan peregangan linier selektif sehingga 9 pergi ke 5 dan 65 pergi ke 255, dengan semua nilai-nilai di antara semakin membentang proporsional. Kami menunjukkan histogram ini diperluas, dan gambar baru yang dihasilkan di bawahnya.

Sekarang, sebagian besar fitur scene yang discriminable. Namun gambar masih agak gelap. Mari kita coba bukan untuk memilih batas baru di mana kita mengambil dns antara 5 dan 45 dan memperluas ini untuk 0 sampai 255. Prosedur seperti (khusus) e kasus dalam diagram di dekat bagian atas halaman ini. Hal ini menyebabkan peregangan dalam histogram berikut dan gambar:

Histogram untuk gambar ini polimodal, dengan batas bawah dekat 25 dan sejumlah besar piksel DN di atau dekat 255. Ini account untuk kecerahan adegan yang lebih besar (nada ringan).

Selanjutnya kita mencoba hamparan Linear-dengan-Saturation. Di sini kita menetapkan 5% dari piksel pada setiap akhir (ekor) dari histogram ke nilai tunggal. Histogram konsekuen dan gambar adalah:

Page 12: Density Slicing

Gambar muncul sebagai yang normal dan menyenangkan, tidak jauh berbeda dari yang lain. Namun, membandingkan satu ini dengan salah satu dari linear-membentang versi menunjukkan bahwa perbedaan nyata dan informatif tidak terjadi.

Persamaan histogram adalah peregangan yang menguntungkan memperluas beberapa bagian dari kisaran DN dengan mengorbankan orang lain dengan membagi histogram ke dalam kelas yang berisi jumlah yang sama piksel. Misalnya, jika sebagian besar dari variasi cahaya terjadi dalam kisaran yang lebih rendah dari kecerahan, nilai-nilai DN dapat diperpanjang selektif dalam proporsi yang lebih besar untuk nilai yang lebih tinggi (terang). Di sini, kita melaksanakan peregangan Persamaan Histogram, dengan hasil ini:

Gambar ini mirip dengan versi Saturation. Perhatikan bahwa frekuensi pixel menyebar terpisah pada tingkat rendah dan DN (erat-spasi) pada interval tinggi.

Mari kita tegaskan. Mungkin ada pengolahan gambar lainnya prosedur atau fungsi dapat menghasilkan informasi baru sebanyak atau membantu mata dalam interpretasi visual seefektif peregangan. Ini adalah langkah pertama, dan fungsi yang paling berguna, untuk diterapkan ke data mentah.

1-12: Komentar telah dibuat diatas tentang kualitas relatif dan isi informasi dari masing-masing peregangan ditampilkan. Menurut pendapat Anda, yang tampaknya terbaik dan paling menyenangkan untuk mata. JAWABAN

Bentuk lain langsung dari hasil peningkatan dari kombinasi ("lumping bersama-sama") DNS nilai-nilai yang berbeda dalam kisaran tertentu atau interval menjadi nilai tunggal. Ini sepotong density (juga disebut "tingkat slice") metode yang terbaik pada gambar single

Page 13: Density Slicing

band. Hal ini terutama berguna ketika fitur permukaan tertentu memiliki seperangkat unik dan umumnya sempit nilai DN. Nilai single baru ditugaskan untuk beberapa tingkat abu-abu (density) untuk ditampilkan di foto atau di monitor komputer (atau dalam cetakan karakter alfanumerik). Semua DNS lain dapat diberikan tingkat lain, biasanya hitam. Ini menghasilkan peta sederhana dari distribusi dari DNS gabungan. Jika beberapa fitur masing-masing memiliki nilai DN yang berbeda (terpisah), maka beberapa iris tingkat abu-abu dapat diproduksi, masing-masing pemetaan distribusi spasial fitur yang sesuai. Set baru irisan biasanya diberikan warna yang berbeda dalam foto atau layar.

Versi 2.0 dari Idrisi FOR WINDOWS sayangnya tidak memiliki kepadatan sederhana mengiris rutin, sehingga Morro Bay adegan tidak dapat digunakan di sini untuk menggambarkan jenis perangkat tambahan. Tetapi di bawah ini adalah pengganti yang baik menunjukkan dua potong warna multi-level dari Subscene sekitar Harrisburg, PA (adegan ini akan dipertimbangkan secara rinci selama "Ujian" bahwa Anda didorong untuk bekerja melalui pada akhir Bagian ini). Para subscenes iris berasal dari MSS Band 6 (vegetasi terang) yang diperoleh pada bulan Juli 1975:

Peta atas memiliki empat tingkatan atau irisan. Lavender cenderung untuk membatasi tingkat abu-abu (DN 43-48) yang mengaitkan dengan daerah perkotaan. Peta rendah (pixel diperbesar) meliputi bagian dari bagian utara dari Harrisburg (jembatan adalah Interstate 81). Enam tingkat abu-abu (masing-masing mewakili berbagai DN) telah colorized sebagai berikut: Hitam = (DN) 0-19, 20-34 = Biru, Merah = 35-44, 45-54 = Putih, Brown = 55-69; Hijau = 70 +. Pola hitam hampir seluruhnya terkait dengan air, biru menunjukkan banyak dibangun daerah, vegetasi tanda hijau, warna lain menunjukkan berbagai tingkat suburbanisasi dan mungkin beberapa daerah terbuka.

http://www.cdioinstitute.org/papers/Day2/basic%20image%20processing.pdf

29

Page 14: Density Slicing

Single image classification: density slicingDensity slicing - what is it?DNs of a single band are divided into a number of user-defined intervals or slices.the number of slices and boundaries between them depend on type of land covers of the area.obtained map is displayed as thematic map (i.e. pixels are no longer characterized by DNs, but by class names, e.g. water, snow, dense vegetation)

30

Density slicing - what does it do?

Page 15: Density Slicing

• Basic way of classifying single band images• only classes that strongly differ in spectral responsethree classes: water, vegetation, bare soil

Gambar tunggal klasifikasi: kepadatan mengiris

Kepadatan mengiris - apa itu?

Dns dari satu band dibagi menjadi beberapa user-defined interval atau irisan.

jumlah irisan dan batas-batas antara mereka tergantung pada jenis penutup tanah

daerah.

Peta yang diperoleh ditampilkan sebagai tematik peta (yaitu piksel tidak lagi ditandai dengan

Dns, tetapi dengan nama kelas, misalnya air, salju, vegetasi yang lebat)

Page 16: Density Slicing

30

Kepadatan mengiris - apa gunanya?

• Dasar cara mengelompokkan gambar single band

• satunya kelas yang sangat berbeda dalam respon spektral

tiga kelas: air, vegetasi, tanah gundul

http://viplab.if.its.ac.id/pcd_online/Chapter%206.html

CHAPTER 6 - COLOR IMAGE PROCESSING

Spektrum warna terbagi menjadi  6 bagian : violet, biru, hijau, kuning, oranye, dan merah.

Chromatik cahaya mengitari spectrum elektromagnetik dengan kecepatan antara 400-700 nm.

Tiga kuantitas dasar yang digunakan untuk mendeskripsikan kualitas dari sumber cahaya

chromatic: penyinaran (radiance), pencahayaan (luminance), dan kecerahan (brightness).

Radiance (penyinaran) adalah jumlah total energi yang berasal dari sumber cahaya dan diukur

dalam watts (W). Luminance diukur dalam lumens(lm).

Cone(kerucut) adalah sensor pada mata yang bertanggung jawab untuk tampilan warna. Penelitian

menjelaskan 6-7 milyar kerucut pada mata manusia dapat dibagi menjadi 3 prinsip kategori

penyensoran secara kasar yaitu merah, hijau, dan biru. 65% pada cone sensitive pada warna

merah, 33% pada cahaya hijau, dan 2% pada cahaya biru ( tetapi cone biru adalah yang paling

sensitive). Pada karaekteristik mata manusia warna terlihat sepaerti kombinasi warna variable

yang disebut warna primer, red(R), green(G), blue(B).

Warna primer dapat digunakan untuk menghasilkan untuk menghasilkan warna sekunder :

Magenta (red+blue), Cyan (green+blue) dan Yellow (res+green). Mencampur 3 warna primer atau

sekunder dengan warna lawannya akan menghasilkan warna putih.

Perbedaan antara warna primer dari cahaya dan warna primer dari pigments atau colorants adalah

penting. Warna primer didefinisikan sebagai sebuah substract atau absorb dari warna primer dari

cahaya dan mereflesikan atau mentransmisikan 2 lainnya. Sedangkan warna primer dari pigments

adalah magenta, cyan, dan yellow. Warna sekunder adalah merah, hijau, dan biru.

Karakteristik umumnya digunakan untuk membedakan satu warna dengan warna lainnya adalah

brightness, hue, dan saturation. Brightness merupakan kandungan intensitas chromatic, hue

adalah atribut yang diasosiasikan dengan dominant wavelength. Hue dan saturation yang

Page 17: Density Slicing

digabung disebut chromaticity. Jumlah merah(R), green(G), dan blue(B) yang dibutuhkan untuk

menentukan warna disebut tristimulus value, yang dinotasikan X, Y, Z.

Warna dispesifikasikan oleh trichromatic koefisien yang didefinisikan sbb:

x=X/X+Y+Z

Color Models

Tujuan dari sebuah pemodelan warna adalah untuk memfasilitasi spesifikasi warna, model warna

digunakan untuk menspesifikasikan sebuah sistem koordinat 3D untuk representasi warna. Pada

digital image processing pemodelan berorientasi hardware biasanya dipakai dalam bentuk model

RGB (Red, Green, Blue) untuk monitor dan kamera video, model CMY (Cyan, Magenta, Yellow)

untuk printer warna, dan model HSI (Hue, Saturation, Intensity) yang mendekati cara manusia

menjabarkan dan menginterpretasikan warna.

Model RGB

Pada model ini, banyak system terbatas pada 256 warna walaupun 24-bit citra RGB tersedia. Dari

256 warna tersebut, 40 warna diproses dengan cara yang berbeda oleh bermacam OS, sisanya

tinggal 216 warna yang berlaku umum bagi semua sistem. 216 warna ini telah menjadi standar de

facto untuk safe colors, terutama untuk aplikasi internet. Setiap 216 warna ini terdiri dari 3

komponen RGB, tapi masing-masing hanya boleh bernilai 0,51,102, 153, 204, 255 (lihat tabel di

bawah). Warna merah murni: FF0000, biru murni: 0000FF, hitam: 000000, putih: FFFFFF.

Model CMY dan CMYK

Asumsikan semua nilai warna dinormalisasi menjadi [0,1]. Model CMY digunakan untuk membuat

output hardcopy. CMYK à K adalah warna keempat: hitam; karena CMY yang dicampur tidak dapat

Page 18: Density Slicing

menghasilkan warna hitam pekat, sedangkan seringkali kita harus mencetak dengan warna hitam

pekat. Rumusan:

C = 1 – R

M = 1 – G

Y = 1 – B

Model HSI

RGB dan CMY tidak cocok untuk mendeskripsikan warna berdasarkan interpretasi manusia. Berasal

dari kata Hue (H), Saturation (S), Intensitas (I), dimana Hue mendeskripsikan warna murni, Saturasi

mendeskripsikan derajat banyaknya warna murni dilunakkan dengan warna putih, dan Intensitas

menggabungkan informasi warna dari H dan S. Semua titik pada bidang yang dibatasi oleh titik

black, white dan warna-x, memiliki hue yang sama, yaitu warna-x, contoh warna-x: cyan. Untuk

menentukan saturasi (kemurnian) dari warna-x: buat bidang dari titik warna-x tegak lurus dengan

sumbu intensitas dan memiliki hue yang sama. Saturasi adalah jarak terdekat antara titik warna-x

dengan sumbu intensitas.

Pseudocolor Image Processing

Pseudocolor image processing atau bisa juga disebut false color merupakan suatu proses

pemberian / penentuan warna pada suatu image (image monokrom) berdasarkan nilai level

keabuan. Pseudocolor ini digunakan untuk membedakan proses penentuan warna image

monokrom dari proses yang berhubungan dengan image warna. Pada dasarnya ini sangat berguna

untuk visualisasi dan interpretasi gray-scale pada sebuah image atau urutan suatu image. Ada 2

metode, yaitu :

Intensity Slicing (Density Slicing) dan Color Coding

Density slicing merupakan contoh yang paling sederhana dari pseudocolor. Secara garis besar,

sebuah image nantinya akan di slice atau diiris/disegmentasikan, kemudian setiap irisan diberi

warna yang berbeda – beda atau diatur brightnessnya yang lebih spesifik. Agar lebih mudah

gambarannya seperti berikut :

Page 19: Density Slicing

Dari gambar di atas nampak bahwa image 3D dilakukan proses slicing (slicing plane) menjadi 2

irisan, irisan yang berada di atas slicing plane diberi satu warna tertentu dan irisan yang bawahnya

diberi warna lainnya. Metode ini sangat berguna di berbagai bidang, contohnya :

Meteorologi -> mengetahui rata - rata curah hujan di suatu wilayah dengan periode

tertentu. Perbedaan curah hujan di setiap wilayah ditandai dengan warna yang berbeda –

beda, meskipun terkadang hanya tipis perbedaan warnanya.

Kesehatan -> picker thyroid phantom (radiation test pattern) akan nampak lebih jelas

regionnya (setelah dilakukan density slicing) dibanding saat masih berupa image

monokrom

Untuk mengetahui beberapa keretakan dan keporosoan suatu besi yang disambung

dengan cara dilas akan jauh lebih mudah jika dilakukan color coding

Metode ini memang sederhana tetapi bermanfaat karena membuat visualisasi yang sangat kuat,

khususnya jika banyak image yang terlibat didalamnya.

Gray-level to Color Transformation

Pada intinya dalam metode ini dilakukan 3 transformasi independen pada gray level dari input

pixel apa saja dan mengkombinasikan ketiga hasil tersebut. Contohnya, untuk monitor televisi

warna membutuhkan input berupa 3 hasil transformasi secara terpisah (merah, hijau dan biru).

Metode ini merupakan generalisasi dari intensity slicing. Beberapa image grayscale dapat

divisualisasikan sebagai image satu warna. Selain itu, metode ini sangat berguna untuk visualisasi

analisa data multiresolusi. Jika terdapat beberapa image monokrom maka dapat dilakukan

pendekatan pseudocolor dan ada beberapa proses tambahan yang dapat dilakukan, contohnya

color balancing atau image data selection berdasarkan informasi sensor tambahan.

Basic of Full-Color Image Processing

Pendekatan untuk melakukan Full-Color Image Processing ada dua cara yaitu pertama dengan

memproses masing-masing komponen gambar secara terpisah kemudian digabungkan menjadi

gambar gabungan yang berwarna sedangkan cara yang kedua kita mengerjakan pixel dari gambar

tersebut secara langsung.

Page 20: Density Slicing

Color Transformations (Perubahan Warna)

Color Transformation melakukan proses terhadap komponen sebuah gambar berwarna pada

konteks model warna tunggal, yang tentunya berlawanan dengan konversi model-model warna

tersebut seperti ( RGB ke HSI atau sebaliknya). Metode-metode yang digunakan adalah :

Formulation

Untuk melakukan transformasi warna pada gambar kita membutuhkan formula-formula

tertentu. Sebagai contoh untuk melakukan transformasi warna kita menggunakan

persamaan :

St = T1(r1.r2.....rn)                      i = 1,2,.....n

Dimana r dan s adalah variabel yang menampung komponen warna f(x,y) dan g(x,y) pada

sembarang titik (x,y), n adalah jumlah komponen warna dan {T1,T2,.....,Tn} adalah

himpunan dari fungsi-fungsi transformasi atau color mapping yang akan diberlakukan pada

r dan akan menghasilkan s.

Formula diatas akan menghasilkan proses komputasi yang berbeda-beda pada masing-

masing model warna (RGB, CMYK, HSI).

Color complements

Pada lingkaran warna, warna-warna yang saling berseberangan saling berlawanan antara

satu dengan yang lainnya dan dikenal dengan nama Color Complement. Metode berguna

untuk memperbaiki atau memperjelas detail yang terdapat pada wilayah gelap pada

sebuah gambar berwarna, terutama ketika bagian tersebut dominan.

Metode ini dapat dilihat pada konsep negative filem kamera konvensional. Warna merah

pada gambar sebenarnya digatikan oleh cyan, ketika warna sebenarnya hitam

penggantinya adalah putih dan seterusnya. Setiap warna pada gambar complement dapat

diprediksikan denga menggunakan lingkaran warna.

Color Slicing

Menghighlight specific range dari warna pada gambar sangat berguna untuk memisahkan

objek dari sekitarnya.ide dasarnya itu (1) menampilkan warna yang paling mencolok

sehingga lebih menonjol dibanding backgroundnya. (2)  gunakan daerah yang

digambarkan oleh warna sebagai mask untuk proses lebih lanjut

Pendekatan yang paling langsung adalah memperluas gray-level slicing technique dari

section 3.2.4 karena pixel warna adalah n-dimensional quantity,bagaimanapun, hasil dari

fungsi transformasi warna lebih kompleks dari gray-scale counterparts

Page 21: Density Slicing

Salah satu cara simple untuk memecah-mecah warna pada gambar adalah dengan

memetakan warna-warna luar beberapa bagian yang menonjol dari warna netral yang

tidak menonjol.

Koreksi tone dan warna

Transformasi warna dapat ditampilkan hampir pada smua desktop comp. dengan

sambungan digicam, flatbed scanner, printer, semua itu dapat membuat PC menjadi digi

darkroom, memberikan penyesuaian tone dan perbaikan warna. Arus utama dari high end

color reproduction system ditampilkan tanpa butunya fasilitas tradisional ‘outfitted wet

processing.

Warna dari monitor sebaiknya mewakilkan scara akurat apapun sumber image yg discan,

sbagaimana hasil akhir printnya. Ini dapat dipenuhi dengan ‘alat independent color model’.

Kesuksesan dari pendekatan ini adalah fungsi dari kualitas ‘color profile’ yg digunakan

untuk memetakan stiap alat ke model dan model itu sendiri. Pilihan model untuk banyak

CMS adalah CIE L*a*b model, yg juga dikenal dengan naman CIELAB.

Komponen warna dari L*a*b* (L* =Lightness , a* untuk merah minus hijau, b* hijau minus

biru.). Prinsip yang menguntungkan dari imaging system yg terkalibrasi adalah pengizinan

tonal dan color yg tidak seimbang untuk dibetulkan scara interaktif dan independently,

dalalm 2 operasi sekuel. masalah yg terliput dalam range image’s tonal akan dibetulkan,

sebelum memisahkan ketidakteraturan color, seperti over- dan under-saturated colors.

Tonal range dari sbuah image

Trasnformasi untuk memodifikasi image tones normalnya dipilih scr interaktif., ini berarti

pemetaan dari ketiga (ato keempat) komponen warna dengan fungsi transformasi yg

sama, di HSI color area, hanyalah itensitas komponen yg dimodifikasi.

Histogram Processing

Gray-level histogram memproses transformasi dari section 3.3 dapat diterapkan ke gambar

berwarna dengan otomatis .memanggil kembali hasil histogram secara otomtis

menentukan transformasi yang mencari hasil dari gambar dengan histogram yang sama

dari nilai intensitas. Pendekatan yang lebih logis adalah memisahkan intensitas warna

secara uniform, menyisakan warna tersebut dengan tidak merubahnya. Contohnya

ditunjukan pada HIS color space idealnya sesuai dengan pendekatan tipe ini.

Smoothing and Sharpening

Smoothing & sharpening merupakan salah satu transformasi yang melibatkan hubungan suatu

piksel dengan piksel tetangganya. Caranya sama dengan smoothing (averaging) dan sharpening

(Laplacian operator) pada citra monokrom, hanya saja filtering dilakukan pada vektor [R,G,B]

Page 22: Density Slicing

Color Image Smoothing

xy merupakan sekumpulan koordinat yang mendefinisikan sebuah neighborhood yang

berpusat di (x,y) dalam sebuah citra berwarna RGB. Rata – rata komponen vector – vector

RGB dalam neighborhood ini adalah

Kita mengenali komponen – komponen vector ini sebagai citra – citra scalar yang akan

diperoleh dengan penghalusan secara bebas setiap bidang untuk mengawali citra RGB

dengan menggunakan proses tingkat keabuan neighborhood yang konvensional.

Demikianlah, dapat kita simpulkan bahwa penghalusan dengan neighborhood averaging

dapat diselesaikan pada dasar tiap bidang berwarna. Hasilnya sama dengan ketika rata –

rata dilakukan menggunakan vector – vector warna RGB.

Berdasarkan citra berwarna yang ditunjukkan pada gambar 6.38(a). Bidang merah, hijau

dan biru dari citra tersebut dilukiskan dalam gambar 6.38(b) – (d). Gambar 6.39(a) – (c)

menunjukkan komponen – komponen citra HSI. Kita dapat menghaluskan citra RGB dalam

gambar 6.38 menggunakan rata – rata tingkat keabuan mask berukuran 5x5. Kita

menghaluskan tiap – tiap bidang warna RGB secara bebas dan mengkombinasikan bidang –

bidang yang terproses ke dalam hasil yang sudah diperhalus dengan penuh warna. Citra

yang telah dikalkulasi ditunjukkan dalam gambar 6.40(a).

Page 23: Density Slicing

Keuntungan yang paling penting dari model warna HSI adalah ia memiliki intensitas

tunggal (berhubungan erat pada tingkat keabuan) dan informasi warna. Ini memudahkan

bagi banyak teknik proses tingkat keabuan dan menyarankan bahwa hal tsb mungkin akan

lebih efisien hanya untuk menghaluskan intensitas gambaran komponen HSI dalam

gambar 6.39. Untuk mengilustrasikan manfaat dan konsekuensi dari pendekatan ini,

selanjutnya kita hanya menghaluskan komponen intesitas (mengabaikan corak warna dan

komponen – komponen saturation yang tidak termodifikasi) dan mengubah hasil proses

menjadi sebuah citra RGB untuk tampilan. Citra berwarna yang diperhalus ditunjukkan

dalam gambar 6.40(b). Citra ini mirip dengan gambar 6.40(a), akan tetapi seperti yang

terlihat dari perbedaan gambar dalam 6.40(c), adalah tidak sama persis.

Oleh karenanya fakta bahwa rata – rata 2 pixel dari warna yang berbeda adalah

percampuran 2 warna, namun bukan warna aslinya. Dengan penghalusan intensitas citra

saja, pixel – pixel dalam gambar 6.40(b) mempertahankan warna  dan saturation mereka

yang sesungguhnya – dan itulah warna mereka yang sesungguhnya. Pada akhirnya, kita

catat bahwa perbedaan antara hasil – hasil yang dihaluskan dalam contoh ini akan

menambah ukuran dari peningkatan smoothing mask.

Color Image Sharpening

Dari analisis vector, kita tahu bahwa Laplacian sebuah vector dibatasi sebagai sebuah

vector yang komponen – komponennya sama dengan Laplacian dari komponen scalar

tunggal dari vector input. Dalam system warna RGB, Laplacian dari vector c adalah

v2[c(x,y)] = V2G(x,y)

                V2B(x,y)

Page 24: Density Slicing

yang mana, seperti dalam bab sebelumnya, mengatakan bahwa kita bisa

memperhitungkan Laplacian dari citra penuh warna dengan menghitung Laplacian dari

setiap komponen citra yang terpisah.

Gambar 6.41(a) diperoleh dengan menggunakan persamaan (3.7-6) untuk menghitung

Laplacian dari citra  komponen RGB dalam gambar 6.38 dan mengkombinasikannya untuk

mendapatkan hasil full color yang tajam. Gambar 6.41(b) menunjukkan citra yang sama

dipertajam berdasarkan pada komponen – komponen HSI dalam gambar 6.39. Hasil ini di-

generate dengan mengkombinasikan intensitas komponen Laplacian dengan komponen –

komponen warna dan saturation. Perbedaan hasil berdasarkan RGB dan HSI ditunjukkan

dalam gambar 6.41(c).

Color Segmentation

Segmentasi adalah proses mempartisi image menjadi region-region.

Segmentation in HSI Color Space

Bila kita ingin menyegmen warna dan membawa keluar proses pada individual planes,

pikirkan HSI space karena warna direpresentasikan dengan baik pada hue image.

Intensitas image digunakan kurang sering untuk segmentasi image berwarna sebab

membawa no color information. Contoh berikut memperlihatkan segmentasi dilakukan

pada sistem HSI.

Misal ingin disegmentasi reddish region pada bagian bawah image di fig.6.42(a), meski

digeneralisai oleh metode pseudocolor, image ini dapat disegmentasi sebagai full color

tanpa loss in generally. Fig 6.42(a)-(d) adalah HSI component image. Bandingkan Fig.

6.42(a) dan (b), wilayah yang diperhatikan relatif memiliki nilai hue yang tinggi,

menandakan warnanya ialah  blue-magenta side of red gfig.6.13. Fig 6.42(c) menunjukkan

binary mask yang digeneralisasi by thresholding the saturation image. Nilai pixel yang

lebih besar dari (1), threshold diset 1 (putih), selainnya diset 0 (hitam ).

Fig 6.42(f) is product of a mask with hue image, dan fig 6.42(g) merupakan histogram dari

produk image (catatan, range gray-scale (0,1))

Page 25: Density Slicing

Segmentation on RGB Vector Space

Meski ada HSI namun segmentasi mendapatkan hasil lebih baik dengan menggunakan RGB

Color Vector. Misal kita akan menyegmen obyek dengan range warna tertentu pada RGB

image. Diberikan contoh himpunan warna yang dinginkan, maka kita dapatkan rata-rata

estimasi warna yang diinginkan. Warna rata-rata ini menunjukkan RGB vector a. Tujuan

segmentasi untuk menspesifkasi pixel RGB pada image apakah memiliki warna yang ada

dalam range warna atau tidak .dalam melakukan perbandingan, pentinhg untuk mengukur

kesamaan. Pengukuran yang paling mudah menggunakan jarak euclidean. z menunjukkan

titik arbitrary pada RGB space. Katakan z mirip dengan a, bila jaraknya kurang dari

specified threshold, D0. Jarak euclidean antara z dan a adalah

R,G,B menunjukkan komponen RGB pada vektor a dan z. Letak titik titik dimana D(z,a) <=

D0 merupakan bola pejal dengan radius D0.Fig 6.43.

Page 26: Density Slicing

 

Noise in Color Images

Beberapa jenis noise yang berlaku untuk citra berwarna adalah /Gaussian Noise, Rayleigh Noise,

Gamma Noise, Exponential Noise, Uniform Noise, Impulse (Salt and Pepper) Noise.

Konten dari noise tersebut memiliki karakteristik yang sama di setiap kanal warna. Perbedaan level

noise, biasanya disebabkan oleh perbedaan kekuatan relatifitas dari pencahayaan yang ada dari

setiap kanal warna.

Noise yang terjadi dalam sebuah kanal RGB, akan tesebar pula ketika citra tersebut dikonversikan

ke bentuk komponen HSI.

Color Images Compression

Kompresi data berperan sangat penting dalam melakukan penyimpanan dan transmisi warna-

warna dari sebuah citra, dimana bit-bit dibutuhkan untuk merepresentasikan warna semakin

berlipat ganda dari bit-bit yang digunakan untuk merepresentasikan grey level.

Dalam hal ini, yang dimaksud data adalah komponen-komponen dari setiap piksel-piksel warna

yang ada dalam sebuah citra. Contohnya dalam RGB, yang dimaksud data adalah komponen

warna merah, hijau, atau biru dalam setiap piksel yang membentuk citra tersebut.

Kompresi sendiri adalah sebuah proses untuk mereduksi redundansi data dan mengeliminasi data-

data yang tidak relevan lagi.