dental record
TRANSCRIPT
Dental Record (Rekam Medik Kedokteran Gigi)
Merupakan catatan mengenai apa yang ditemukan oleh dokter gigi/ perawat gigi pada
saat pasien datang dan tindakan apa yang dilakukan termasuk perawatan yang dilakukan pada
gigi dan mulut pasien tersebut. Pencatatan data tentang keadaan gigi geligi semasa hidup disebut
dengan data antemortem, sedangkan data tentang gigi geligi yang ditemukan pada jenazah
korban disebut data postmortem.
Identifikasi keadaan gigi dan mulut seseorang dilakukan dengan acuan perbandingan
antara data antemortem dan data postmortem. Identifikasi ini dapat menghasilkan hasil yang
akurat mengingat manusia memiliki variasi bentuk permukaan gigi yang berbeda pada setiap
individunya. Belum lagi kondisi seperti restorasi, gigi impaksi, kehilangan tulang periodontal,
pengisian saluran akar, dan kondisi patologis lain yang terlihat spesifik pada tiap individu. Dapat
disimpulkan bahwa tidak aka nada kondisi gigi geligi yang identik antara dua orang individu,
sehingga rekam mediknya dapat digunakan untuk identifikasi.
1. Pencatatan Data Antemortem
Pencatatan data gigi dan rongga mulut semasa hidupnya, biasanya berisikan data seperti
berikut ini:
a. Identitas pasien
b. Keadaan umum pasien
c. Odontogram (data gigi yang menjadi keluhan)
d. Data perawatan kedokteran gigi
e. Nama dokter gigi yang merawat
f. Hanya sedikit sekali dokter gigi yang membuat surat persetujuan tindakan medik (informed
consent) baik praktek pribadi atau rumah sakit
Untuk pencatatan data antemortem, terdapat buku panduan yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2004 dengan judul Standar Nasional
Rekam Medik Kedokteran Gigi. Dalam buku tersebut terdapat pedoman penulisan data gigi dan
rongga mulut yang berisikan standar baku mutu nasional, antara lain:
a. Pencatatan identitas pasien mulai dari nomor file sampai dengan alamat pekerjaan serta
kelengkapan alat komunikasinya
b. Keadaan umum pasien yaitu berisikan tentang golongan darah, tekanan darah, kelainan-
kelainan darah, kelainan penyakit sistemik, kelainan penyakit hormonal, kelainan alergi
terhadap makanan dan obat-obatan, alergi terhadap debu, serta kelainan virus yang
berkembang saat ini.
c. Odontogram – Semua data gigi dicatat dalam formulir odontogram dengan denah dan
nomenklatur yang baku nasional.
d. Data perawatan kedokteran gigi yaitu berisikan waktu awal perawatan, runtut waktu
kunjungan, keluhan dan diagnosa, gigi yang dirawat, tindakan lain yang dilakukan oleh
dokter tersebut.
e. Foto radiograf, yang dimaksud adalah baik
intra oral maupun ekstra oral. Radiograf intra
oral antara lain: periapikal, proksimal, dan
oklusal, sedangkan ekstra oral terdapat
banyak sekali teknik foto radiografi yang
dapat dilakukan tetapi yang umum yaitu
panoramik, lateral oblique tulang rahang,
cephalogram, kemungkinan terdapat pula
foto postero-anterior untuk sinus maxillaris
yang terkenal dengan proyeksi “Water”.
Apabila terjadi fraktur tulang zygomaticus
baik kiri maupun kanan maka foto
radiografnya dibuat dengan proyeksi George
Fuller.
f. Pencatatan status gigi, mempunyai kode tertentu sesuai dengan standar Interpol, dengan kata
lain Kodifikasi Informasi Gigi menurut Interpol (International Police). Kode-kode
pencatatan gigi ini selain dengan huruf-huruf, istilah-istilah, warna, dan gambar yang
berbeda-beda untuk pengisian odontogram.
g. Formulir data antemortem dalam buku Depkes
ditulis dengan warna kertas kuning. Di
dalam formulir ini terdapat pula catatan data
orang hilang.
2. Pencatatan Data Postmortem
Pencatatan data postmortem menurut formulir Depkes berwarna merah dengan
catatan Victim Identification (identifikasi korban) pada mayat atau dead body (tubuh korban).
Pencatatan data postmortem ini mula-mula dilakukan fotografi kemudian proses
pembukaan rahang bila kaku mayat untuk memperoleh data gigi dan rongga mulut, dilakukan
pencetakan rahang atas dan rahang bawah. Apabila terjadi kaku mayat maka lidah yang kaku
tersebut diikat dan ditarik ke atas sehingga lengkung rahang bebas dari lidah, baru dilakukan
pencetakan. Untuk rahang atas tidak bermasalah karena lidah kaku arahnya ke bawah.
Kemudian studi model rahang korban ini juga menjadi salah satu barang bukti.
Pencatatan gigi ditulis pada formulir odontogram sedangkan kelainan-kelainan di
rongga mulut dicatat pada kolom-kolom tertentu. Catatan ini merupakan lampiran dari visum
et repertum korban.
Kemudian dilakukan pemeriksaan sementara dengan formulir baku mutu nasional dan
internasional, setelah itu ditulis surat rujukan untuk pemeriksaan laboratories dengan
formulir baku nasional juga.
Setelah diperoleh hasil dari pemeriksaan laboratories, maka dilakukan pencatatan ke
dalam formulir lengkap barulah dapat dibuatkan suatu berita acara sesuai dengan KUHAP
demi proses peradilan dalam menegakkan keadilan. Visum yang lengkap ini sangat penting
dengan lampiran-lampirannya serta barang bukti dapat diteruskan ke jaksa penuntut
kemudian ke sidang acara hokum pidana.
Perbandingan Data Antemortem dan Data Postmortem dalam Identifikasi
Perlu diperhatikan bahwa dalam identifikasi akan sangat jarang ditemukan data yang
benar-benar cocok antara antemortem dan postmortem. Hal ini dikarenakan beberapa dokter gigi
mungkin melewatkan pencatatan data restorasi atau struktur gigi geligi, hanya pada bagian yang
dirawat saja yang dicatat. Kemungkinan penyebab lain adalah adanya perbedaan penggunaan
simbol dalam pengisian odontograf yang dapat menyebabkan kerancuan dalam identifikasi.
Beberapa hal perlu diperhatikan dalam identifikasi mengingat adanya variasi struktur
anatomi gigi geligi, seperti:
Dalam penentuan ada tidaknya gigi molar ketiga, perlu diingat bahwa kasus kehilangan dini
gigi molar pertama dan pergeseran molar kedua dan ketiga ke arah dapat mengakibatkan
kebingungan dalam identifikasi-penyidik satu dapat menafsirkan bahwa pada kasus ini gigi
molar ketiganya hilang sehingga hanya tersisa dua gigi molar yang lain, sedangkan penyidik
kedua dapat menafsirkan bahwa gigi molar pertamanyalah yang hilang dan gigi molar kedua
dan ketiganya bergeser.
Apabila hanya ada satu gigi insisif rahang bawah yang tersisa, kadang sulit dibedakan apakah
itu gigi regio kanan bawah atau kiri bawah.
Gigi geligi biasanya menunjukkan variasi morfologi yang natural, tapi variasi gigi molar
tetap dapat mengakibatkan kebingungan dalam identifikasi, terutama pada rahang atas.
Gigi yang hilang pada kasus congenital, gigi premolar yang dicabut untuk perawatan
ortodonti, dan gigi supernumerary biasanya terlewat untuk dicatat dalam rekam medik.
Dokter gigi perlu menghitung terlebih dahulu jumlah gigi geligi yang ada.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam identifikasi foto radiograf:
Foto radiograf rahang bawah dan atas biasanya merupakan alat yang paling berguna dalam
proses identifikasi
Identifikasi foto radiograf jenis bite wing pada data antemortem dan post mortem sangat
penting dilakukan karena keduanya dapat menunjukkan perbandingan antara restorasi dan
gigi geligi pada saat bersamaan
Bahan tambal radiopak biasanya sangat terlihat dan dapat dijadikan acuan identifikasi
Tambalan dengan bentuk unik atau yang terletak pada bagian gigi yang spesifik dapat pula
dijadikan acuan dalam identifikasi
Jika data antemortem menunjukkan bahwa pernah dilakukan perawatan saluran akar namun
pada foto radiografnya tidak terlihat, hal ini perlu dicermati karena ada beberapa bahan
pengisi saluran akar yang radiolusen, bagian lingual gigi perlu diperiksa.
Foto radiograf periapikal perlu diambil pada pendataan postmortem, karena apabila tidak ada
bukti restorasi atau tidak ada gigi tersisa, identifikasi dapat merujuk pada pola tulang
trabekular, saluran, foramen, dan struktur anatomis maupun kondisi patologis yang terlihat.
Identifikasi pada korban yang memakai gigi tiruan penuh biasanya sulit dilakukan. Pada
korban yang memakai gigi tiruan sebagian, identifikasinya akan lebih mudah dilakukan dengan
adanya cengkram-cengkram yang dapat dipasang pada gigi penyangga, gigi tiruan lepasan juga
akan dapat diperiksa kesesuaiannya dengan anatomi oklusal gigi lawan.
Sejauh ini, tidak ada ketentuan titik acuan dalam identifikasi kedokteran gigi. Sekecil
restorasi yang tercatat dalam rekam medik antemortem dan foto radiograf, atau data pengisian
saluran akar yang spesifik, dapat dirasa cukup untuk dijadikan dasar dalam identifikasi.
Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa semakin banyak kesamaan dalam data antemortem dan
data postmortem akan semakin baik dalam suatu identifikasi, pada kenyataannya kasus akan
bervariasi. Dalam penentuannya, hasil dari identifikasi data rekam medik kedokteran gigi
antemortem dan postmortem tidak cukup untuk dijadikan dasar, tetapi harus disertai dengan hasil
identifikasi kondisi keseluruhan seperti golongan darah, pertimbangan antropologis, dan lain-
lain, kecuali dalam kondisi dimana tidak ada bagian tubuh lain yang tersisa kecuali gigi geligi
dan jaringan di sekitarnya.