desain antena mikrostrip untuk aplikasi ground …
TRANSCRIPT
i
DESAIN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK
APLIKASI GROUND PENETRATING RADAR (GPR)
THE DESIGN OF MICROSTRIP ANTENNA FOR THE
APPLICATIONS OF GROUND PENETRATING RADAR (GPR)
R U S L I
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
DESAIN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK
APLIKASI GROUND PENETRATING RADAR (GPR)
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Teknik Elektro
Disusun dan diajukan oleh
R U S L I
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iii
TESIS
DESAIN ANTENA MIKROSTRIP
UNTUK APLIKASI GROUND PENETRATING RADAR (GPR)
Disusun dan diajukan oleh
RUSLI Nomor Pokok P2700211430
telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
pada tanggal 13 Agustus 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui Komisi Penasehat,
Dr. Ir. Zulfajri B. Hasanuddin, M.Eng Merna Baharuddin, ST., M.Tel.Eng., Ph.D Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana
Teknik Elektro, Universitas Hasanuddin,
Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, MT Prof. Dr. Ir. Mursalim
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Rusli Nomor Mahasiswa : P2700211430 Program Studi : Teknik Elektro Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 13 Agustus 2013 Yang menyatakan
R u s l i
v
PRAKATA
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya
sehingga penyusunan hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penelitian ini berjudul DESAIN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK
UNTUK APLIKASI GROUND PENETRATING RADAR (GPR).
Penelitian ini diharapakan dapat turut memperkaya khasanah
keilmuan di bidang telekomunikasi khususnya mahasiswa Teknik Elektro
Teknik Telekomunikasi Program Pasacasarjana Universitas Hasanuddin.
Penyusunan penelitian ini, tentunya tidak terlepas dari berbagai
kendala tetapi dapat diselesaikan dengan baik berkat kritik maupun
koreksi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Bapak Prof. DR. Ir. H. Salama Manjang, MT., sebagai Ketua Program
Studi Teknik Elektro Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
2. Bapak Dr. Ir. Zulfajri B. Hasanuddin, M.Eng., dan Ibu
Merna Baharuddin, ST., M.Tel.Eng., Ph.D., selaku Komisi Penasehat,
atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan.
3. Bapak Dr. Ir. H. Andani Achmad, MT ; Elyas Palantei, ST., M.Eng.,
Ph.D., M.Eng dan Muh. Niswar, ST.,MIT., Ph.D selaku Dosen Penguji.
4. Seluruh staf Administrasi program pascasarjana Universitas
Hasanuddin.
vi
5. Seluruh sahabat seperjuangan, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin khususnya angkatan
2011.
Diharapkan agar tulisan ini nantinya dapat bermanfaat bagi setiap
mahasiswa yang berkecimpung dalam pengembangan ilmu
telekomunikasi. Disadari pula tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu saran dan kritikan yang sifatnya membangun senantiasa
kami harapkan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Semoga Allah
SWT selalu memberikan Rahmat-Nya kepada kita semua
Makassar, 13 Agustus 2013
Penulis
vii
ABSTRAK
RUSLI. Desain Antena Mikrostrip Untuk Aplikasi Ground Penetrating Radar (GPR) (dibimbing oleh Zulfajri Basri Hasanuddin dan Merna Baharuddin)
Penelitian ini bertujuan (1) mendesain antena mikrostrip untuk aplikasi GPR sesuai dengan karakteristik antena dengan menggunakan Software High Frekuensi Structure Simulator versi 13 (HFSS v13) yang beroperasi pada frekuensi 1 GHz dan mendapatkan karakteristik antena berupa S11, Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), pola radiasi dan Axial Ratio (2) mengimplementasikan desain antena mikrostrip ke dalam bentuk fisik dan mengukur (S11) karakteristik prototipe yang telah dibuat serta menganalisis karakteristik antara desain antena dengan prototipe antena yang telah dibuat (3) melakukan pengukuran (S21) perambatan gelombang terhadap permitifitas (εr) pada tanah kering dan tanah basah.
Penelitian ini menggunakan metode rancang bangun untuk desain antena mikrostrip trIple rectilinear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hasil simulasi nilai koefisien refleksi (S11) pada frekuensi 1 GHz nilai return loss sebesar -24,124 dB dan bandwidth sebesar 31 MHz dengan nilai VSWR sebesar 1,132. Pada frekuensi 1,185 GHz nilai return loss sebesar -14,937 dB dan bandwidth sebesar 25 MHz dengan nilai VSWR sebesar 1,436. Nilai axial ratio sebesar 45,711 dB dengan pola radiasi linier. Hasil pengukuran antena didapatkan nilai koefisien refleksi (S11) pada frekuensi 1,029 GHz nilai return loss sebesar -23,768 dB dan bandwidth sebesar 31 MHz dengan nilai VSWR sebesar 1,21. Pada frekuensi 1,218 GHz nilai return loss sebesar -21,348 dB dan bandwidth sebesar 22 MHz dengan nilai VSWR sebesar 1,21. Hasil pengukuran (S21) perambatan gelombang terhadap permitifitas (εr) tanah kering dengan ketebalan 30 cm sebesar -44,610 dB, pada tanah basah sebesar -45,786 dB dan pada air -76,001 dB. Berdasarkan hasil simulasi dan pengukuran antena mikrostrip trIple rectilinear layak digunakan untuk aplikasi GPR. Kata kunci: ground penetrating radar, HFSS, koefisien refleksi,
permitivitas tanah
viii
ABSTRACT
RUSLI. The Design of Microstrip Antenna for the Applications of Ground Penetrating Radar (GPR) (Supervised by Zulfajri Basri Hasanuddin and Merna Baharuddin)
This study aims to: (1) design a microstrip antenna for GPR application based on antenna characteristics by using Software High Frekuensi Structure Simulator version 13 (HFSS v13) operated in the frekuensi of 1 GHz with some antenna chraracteristics including S11, Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), radiation pattern and Axial Ratio; (2) implement the microstrip antenna design into a physical shape, the prototype characteristic (S11) that has been made, and analyse the characteristics of the antenna design and the antenna prototype that has been made; and (3) conduct the measurement (S21) to calculate wave propagation on the permitifitas (εr) in dry and wet soil.
The method used in the study was the design to develop for design trIple rectilinear microstrip antenna. The results reveal that in the simulation with reflection coefficient value (S11) at the frekuensi of 1 GHz, the return loss value is -24,124 dB, the bandwidth is 31 MHz, and the VSWR value is 1,132. At the frekuensi of 1,185 GHz, the return loss value is -14,937 dB, the bandwidth is 25 MHz, and the VSWR value is 1,436. The axial ratio is 45,711 dB with linear radiation pattern. The results of antenna measurement reveal that in the reflection coefficient value (S11) at the frekuensi of 1,029 GHz, the return loss value is -23,768 dB, the bandwidth is 31 MHz, and the VSWR value is 1,21. At the frekuensi of 1,218 GHz, the return loss value is -21,348 dB, the bandwith is 22 MHz, and the VSWR value is 1,21. The result of measurement (S21) of the wave propagation on the permitifitas (εr) with a thickness of 30 cm is -44,610 dB in dry soil, -45,786 dB in wet soil and -76,001 dB in water. Based on the results of the simulation and measurement trIple rectilinear microstrip array antenna is used for a decent applications of GPR.
Keywords: ground penetrating radar, HFSS, reflection coefficient, soil
permittivity
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xvi
DAFTAR SINGKATAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4
E. Batasan Masalah 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Parameter Antena 6
B. Antena Mikrostrip 28
C. Ground Penetrating Radar (GPR) 41
D. Prinsip Dasar GPR 42
E. Roadmap Penelitian 46
x
BAB III METODE PENELITIAN 48
A. Metodologi 48
B. Waktu dan Lokasi Penelitian 50
C. Tahapan Penelitian 50
D. Alat dan Bahan 58
E. Perancangan Prototipe Antena Mikrostrip 59
F. Teknik Pengukuran Prototipe Antena 61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 68
A. Pengukuran Port Tunggal 68
B. Pengukuran Port Ganda 77
BAB V PENUTUP 92
A. Kesimpulan 92
B. Saran 93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Daftar permitifitas relatif dari beberapa material 26
2. Parameter umum FR4 27
3. Desain awal dimensi fisik antena mikrostrip 56
4. Dimensi fisik antena mikrostrip yang hasil pengukurannya
paling mendekati standar 56
5. Perbandingan hasil simulasi dengan pengukuran koefisien
refleksi (S11) 73
6. Penentuan kelayakan prototipe untuk GPR 76
7. Hasil pengukuran perbandingan level sinyal (dB) berdasarkan
kedalaman tanah dan air pada frekuensi 1 Ghz 87
8. Perbandingan perambatan gelombang pada tanah 0,1 m 89
9. Perbandingan antena mikrostrip Bowtie dan antena mikrostrip
Triple rectilinear 91
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pola radiasi antena 8
2. Pola radiasi pada koordinat polar 8
3. Radiasi antena pada bidang elevasi dan azimuth 11
4. Daerah bidang antena 11
5. Perubahan tipe pola amplitude antena 12
6. Polarisasi linear horisontal 14
7. Polarisasi linear vertikal 14
8. Left hand polarize 14
9. Right hand polarize 15
10. Polarisasi elliptical 15
11. Parameter S dalam jaringan empat kutub 23
12. 3D dan 2D dari pancaran antena 25
13. Struktur dasar antena mikrostrip 28
14. Beberapa model patch untuk mikrostrip antena 29
15. Struktur mikrostrip line 33
16. Struktur Mikrostrip line tampak samping 33
17. Struktur coaxial probe feeding 34
18. Struktur proximity coupling feed 35
19. Struktur aperture coupling feed 36
20. A coaxial-feed RMSA 38
xiii
21. Skema GPR 42
22. Diagram Alir penelitian 49
23. Tebal sustrat h 51
24. Dimensi awal ukuran antena mikrostrip triple rectilinear 55
25. Desain optimasi antena mikrostrip triple rectilinear 58
26. Layout antena mikrostrip triple rectilinear dengan AutoCAD 59
27. Prototipe antena mikrotrip triple rectilinear 61
28. Network analyzer 5017C 62
29. Konfigurasi pengukuran antena pada network analyzer 63
30. Antenna Trainer System ED-3200 64
31. Konfigurasi Pengukuran port ganda 64
32. Konfigurasi pengukuran perbandingan level sinyal (dB)
berdasarkan kedalaman tanah pada frekuensi 1 Ghz 66
33. Konfigurasi pengukuran perbandingan level sinyal (dB)
berdasarkan kedalaman air pada frekuensi 1 Ghz 67
34. Koefisien refleksi (S11) perancangan antena mikrostrip Triple
Rectilinear 68
35. Koefisien refleksi (S11) hasil pengukuran antena mikrostrip 69
36. Perbandingan hasil pengukuran dan hasil simulasi koefisien
refleksi (S11) 70
37. VSWR hasil simulasi antena mikrostrip Triple Rectilinear 71
38. VSWR hasil pengukuran antena mikrostrip Triple Rectilinear 72
39. Perbandingan hasil pengukuran dan hasil simulasi VSWR 73
xiv
40. Axial Ratio antena Mikrostrip Triple Rectilinear 1 GHz 74
41. Perbandingan VSWR, S11, Axial Ratio antena Mikrostrip Triple
Rectilinear 75
42. Pola radiasi dua dimensi untuk Antena Mikrostrip pada
frekuensi 1 GHz 77
43. Fungsi Gain (dB) terhadap sudut elevasi (derajat)
frekuensi 1 GHz 78
44. Fungsi Gain (dB) terhadap sudut azimuth (derajat) frekuensi
4,25 GHz 79
45. Pola radiasi tiga dimensi untuk Antena Mikrostrip pada
frekuensi 1 GHz 80
46. Perbandingan pola radiasi elevasi hasil simulasi dan hasil
pengukuran pada frekuensi 1 GHz 81
47. Perbandingan gain elevasi hasil simulasi dan hasil pengukuran
pada frekuensi 1 GHz 82
48. Perbandingan pola radiasi azimuthal hasil simulasi dan hasil
pengukuran pada frekuensi 1 GHz 83
49. Perbandingan gain azimuthal hasil simulasi dan hasil
pengukuran pada frekuensi 1 GHz 84
50. Pengukuran S21 pada frekuensi 1 Ghz. 85
51. Pengukuran S21 terhadap tanah pada frekuensi 1 Ghz. 85
52. Pengukuran S21 terhadap air pada frekuensi 1 Ghz 86
xv
53. Grafik perbandingan hasil pengukuran S21, pengukuran S21
terhadap tanah kering, terhadap tanah basah dan air 88
54. Grafik perbandingan delay perambatan gelombang pada tanah
terhadap jarak kedalaman tanah pada tanah kering dan tanah
basah 90
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Pengukuran koefisien refleksi (S11) dan VSWR 96
2. Pengukuran S21 antena 97
3. Pengukuran S21 terhadap tanah dan air tebal 30 cm 98
4. Pengukuran E-Plane (Elevation Pattern) 99
5. Pengukuran H-Plane (Azimuth Pattern) 101
xvii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/ Singkatan Arti dan keterangan S11, S21 Parameter S yang menggambarkan perbandingan
antara intensitas gelombang pantul dengan gelombang
datang dari suatu antena
VSWR Voltage Standing Wave Ratio, menunjukkan
perbandingan tegangan maksimum dan tegangan
minimum gelombang berdiri pada saluran transmisi
Axial Ratio Nilai perbandingan axis mayor dengan axis minor,
biasa digunakan untuk merepresentasikan polarisasi
suatu antena
Bandwidth Rentang frekuensi kerja
Gain Perbandingan tegangan keluaran dengan tegangan
masukan pada suatu circuit
Directivity Perbandingan intensitas radiasi sebuah antena pada
arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata pada
semua arah
Elevasi pengarahan vertical antena
Azimut pengarahan horizontal antena
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan sistem yang sangat
berguna untuk proses pendeteksian benda-benda yang berada atau
terkubur di dalam tanah dengan kedalaman tertentu tanpa harus menggali
tanah (Pramudita dkk., 2007). GPR menggunakan frekuensi 1 GHz untuk
mendeteksi benda yang terkubur dalam tanah (Hasan, 2012). GPR
memiliki cara kerja yang sama dengan radar konvensional. GPR mengirim
pulsa energy antara 10 sampai 1000 MHz ke dalam tanah oleh antena
pemancar lalu mengenai suatu lapisan atau objek dengan suatu konstanta
dielektrik berbeda selanjutnya pulsa akan dipantulkan kembali dan
diterima oleh antena penerima (Pramudita dkk, 2008).
Pada sistem GPR antena pada umumnya diletakkan sangat dekat
dengan permukaan tanah. Hal ini menyebabkan karakteristik antena
sangat dipengaruhi oleh kodisi tanah. Karakteristik antena sangat mungkin
untuk bervariasi dengan adanya variasi tanah. Analisa teori dan numerik
menunjukkan bahwa pembebanan resistif meningkatkan kestabilan
impedansi input antena pada beberapa kondisi tanah yang berbeda
(Pramudita dkk, 2008).
2
Kedalaman pengukuran dapat disesuaikan dengan tujuan
kegiatannya yaitu dengan mengatur frekuensi gelombang radar yang
digunakan. Penggunaan GPR untuk meneliti objek-objek yang terbuat dari
logam atau bahan yang mengandung logam (metalik) menggunakan
frekuensi antenna sebesar 1 GHz. Frekuensi ini tergolong tinggi sehingga
memberikan resolusi yang tinggi pula, tetapi kedalaman penetrasinya
terbatas. Untuk frekuensi observasi 1 GHz, objek metallic yang mampu
diidentifikasi dengan baik berkedalaman hanya 20 cm hingga 40 cm
dengan ketebalan dalam beberapa cm saja. (www.geospasia.com).
Aplikasi GPR dimana waktu atau ruang menjadi perhatian utama,
analisis domain waktu menjadi sangat penting, terutama untuk aplikasi
GPR, penentuan waktu pantul dan profil range dari pencitraan target
memerlukan bantuan analisis domain waktu / ruang (Suryana dkk, 2005).
Koefisien S21 merupakan kuantitas frekuensi domain yang besarnya
mengungkapkan jumlah penghubung antara antena pemancar dan
penerima. Koefisien ini didefinisikan sebagai rasio tegangan diukur pada
port antena penerima ke tegangan pada antena pemancar (Attela dkk,
2007).
Antena mikrostrip adalah suatu konduktor metal (patch) yang
menempel diatas ground plane yang diantaranya terdapat bahan
dielektrik. Bidang pada umumnya terbuat dari bahan seperti tembaga atau
emas dan dapat mengambil banyak kemungkinan bentuk (Suryono dkk,
2009). Layanan nirkabel yang menggunakan frekuensi tinggi salah
satunya adalah Ground Penetrating Radar (GPR).
3
Dengan adanya software High Frequency System Simulator versi
13 (HFSS v13) dapat dirancang dan dilihat parameter dari sebuah antena
yang akan dibuat sebelum membangunnya agar lebih mudah di dalam
pembuatannya. Beranjak dari hal-hal tersebut di atas, maka akan
dirancang Antena Mikrostrip untuk aplikasi Ground Penetrating Radar
yang bekerja pada frekuensi 1 GHz dengan menggunakan software HFSS
v13.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah
adalah sebagai berikut yaitu:
1. Bagaimana menentukan beberapa parameter dari antena Mikrostrip
yang bekerja pada frekuensi 1 GHz untuk GPR.
2. Bagaimana mendesain Antena Mikrostrip yang optimal dapat
digunakan pada aplikasi GPR sesuai dengan parameter dan
karakteristik yang diinginkan dengan menggunakan Software HFSS
v13
3. Bagaimana menganalisis dan mengevaluasi parameter S11
(pengukuran port tunggal), S21(pengukuran port ganda), VSWR, pola
radiasi dan Axial Ratio dari hasil simulasi dan pengukuran antena
mikrostrip pada frekuensi 1 GHz.
4
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Mendesain antena mikrostrip Triple Rectalinear untuk aplikasi GPR
sesuai dengan karakteristik antena dengan menggunakan Software
High Frequency Structure Simulator 13 (HFSS v13) yang beroperasi
pada frekuensi 1 GHz dan mendapatkan karakteristik antena berupa
S11, Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), pola radiasi dan Axial
Ratio.
2. Mengimplementasikan desain antena mikrostrip Triple Rectalinear ke
dalam bentuk fisik dan mengukur S11, S21, VSWR, pola radiasi
berdasarkan karakteristik prototipe yang telah dibuat serta
menganalisis karakteristik antena.
3. Melakukan pengukuran S21 perambatan gelombang terhadap
permitifitas (εr) pada tanah kering (εr=2,9), tanah basah (εr=8,1) dan
air(εr=80).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil karakteristik
antena mikrostrip Triple Rectalinear digunakan pada aplikasi GPR
frekuensi 1 GHz.
5
E. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, batasan masalah adalah sebagai berikut :
1. Perancangan desain antena mikrostrip Triple Rectalinear yang sesuai
dengan parameter dan karakteristik yang bekerja di frekuensi 1 GHz
dengan menggunakan software HFSS v13 v13 mendapatkan
parameter S11, VSWR, pola radiasi dan axial ratio.
2. Pembuatan prototipe menggunakan bahan dan alat yang tersedia
umum dipasaran. Untuk antena mikrostrip menggunakan PCB dengan
bahan FR4 Epoxy dan mempunyai ketebalan 1,6 mm.
3. Parameter yang dianalisis dan dievaluasi yaitu S11, VSWR, pola
radiasi, axial ratio dan S21 dari simulasi dan pengukuran desain
antena mikrostrip pada frekuensi 1 GHz.
4. Pengukuran pada aplikasi GPR pada tanah dan air dilakukan pada
Laboratorium Telematika Universitas Hasanuddin Makassar.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Parameter Antena
Pada bab ini akan dijelaskan tentang teori antena secara umum.
Diantaranya adalah terminologi antena yang meliputi penjelasan definisi
antena dan parameter-parameter antena diantaranya pola radiasi antena,
polarisasi beamwidth, bandwidth, gain, directivity, impedansi input,
Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), parameter S, dan permitivitas
relatif. Selanjutnya dijelaskan mengenai jenis, karakteristik dan konfigurasi
Mikrostrip antena.
Antena adalah suatu piranti yang digunakan untuk mengirimkan
dan menerima gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dari dan
ke udara bebas. Karena merupakan perangkat perantara antara saluran
transmisi dan udara, maka antena harus mempunyai sifat yang sesuai
dengan saluran pencatu (Topalaguna dkk, 2012).
Antena secara umum dibedakan menjadi antena isotropis, antena
omnidirectional, antena phased array, antena optimal dan antena adaptif.
Antena isotropis merupakan sumber titik yang memancarkan daya ke
segala arah dengan intensitas yang sama seperti permukaan bola. Namun
pada kenyataannya, antena ini tidak ada implementasinya, hanya
digunakan sebagai antena referensi untuk merancang dan menganalisa
7
struktur antena yang lebih kompleks. Antena omnidirectional adalah
antena yang memancarkan daya ke segala arah dan bentuk pola
radiasinya digambarkan seperti donat dengan pusat berimpit. Antena
omnidirectional sering digunakan sebagai pembanding terhadap antena
yang lebih kompleks. Contoh antena ini adalah antena dipole setengah
panjang gelombang.
Antena phased array merupakan gabungan atau konfigurasi array
dari beberapa antena sederhana dan menggabungkan sinyal yang
menginduksi masing-masing antena tersebut untuk membentuk pola
radiasi tertentu pada keluaran array. Antena optimal merupakan suatu
antena dimana penguatan dan fase relatif setiap elemennya diatur
sedemikian rupa untuk mendapatkan kinerja pada keluaran yang
seoptimal mungkin. Optimasi kerja dapat dilakukan dengan
menghilangkan atau meminimalkan penerimaan sinyal-sinyal yang tidak
dikehendaki. Antena adaptif merupakan pengembangan dari antena
phased array, dimana arah gain maksimum dapat diatur sesuai dengan
gerakan dinamis obyek yang dituju (Topalaguna dkk, 2012).
Untuk menggambarkan unjuk kerja suatu antena, sangat penting
untuk memahami parameter-parameter antena. Definisi parameter-
parameter antena menurut IEEE Standard Definition of Term for Antenas,
yaitu pola radiasi, polarisasi, bandwidth, gain, directivity, dan Voltage
Standing Wave Ratio (VSWR). Parameter lain yang turut menentukan
8
keberhasilan unjuk kerja antena yaitu koefisien refleksi (S11), efisiensi
antena, intensitas radiasi, rapat daya radiasi, dan beamwidth.
1. Pola Radiasi Antena
Pola radiasi merupakan pola pancaran antena didefinisikan sebagai
fungsi matematika atau representasi grafis dari sifat radiasi antena
sebagai fungsi ruang koordinasi atau fungsi koordinat arah (Balanis,
2005). Pola radiasi dapat disebut field pattern apabila yang digambarkan
adalah kuat medan dan disebut power pattern apabila yang digambarkan
adalah poynting vector (Topalaguna dkk, 2012).
Gambar 1. Pola radiasi antena
Gambar 2 Pola radiasi pada koordinat polar
9
Gambar 2. memperlihatkan pola atau sifat radiasi antena pada
koordinat polar. Main beam atau main lobe adalah pancaran utama dari
pola radiasi suatu antena. Minor lobe adalah pancaran-pancaran kecil
selain pancaran utama dari pola radiasi antena. Side lobe adalah
pancaran-pancaran kecil yang dekat dengan pancaran utama dari pola
radiasi antena. Back lobe adalah pancaran yang letaknya berlawanan
dengan pancaran utama dari pola radiasi antena. Titik setengah daya
adalah suatu titik pada pancaran utama yang mempunyai nilai daya
separuh dari harga maksimumnya. Half Power Beam Width (HPBW)
adalah lebar sudut yang memisahkan dua titik setengah daya pada
pancaran utama dari pola radiasi. Front To Back Ratio (FTBR) adalah
perbandingan antara daya maksimum yang dipancarkan pada main lobe
dan daya pada back lobe (Balanis, 2005).
Nilai front to back ratio (FTBR) dapat diketahui dengan
membandingkan daya antena pada saat level penerimaan daya
maksimum (pada posisi 00 pada main lobe) dan pada arah yang
berlawanan (pada posisi 1800 pada back lobe). Berdasarkan pola radiasi
yang diperoleh, nilai front to back ratio dapat dihitung dengan :
0 180 ...................................................... (2.1)
Nilai front to back ratio dalam bentuk dB dapat dikonversi ke dalam
satuan Watt (W) dengan rumus (Topalaguna dkk, 2012) :
10 log ............................................................................................... (2.2)
10
Selain dalam bentuk Watt dan satuan dB, dapat pula dikonversi ke
dalam satuan Volt (V) dengan rumus (Topalaguna dkk, 2012) :
20 log .................................................................................................. (2.3)
Isotropic radiator merupakan sebuah antena sumber ideal yang
memiliki pancaran sama ke segala arah walaupun secara praktik tidak
terjadi. Antena omnidirectional memiliki pola radiasi yang terlihat
mengarah ke segala arah. Antena ini memiliki gain yang lebih rendah
dibandingkan dengan antena directional. Antena omnidirectional dapat
digunakan sebagai sambungan Point to Multi Point (P2MP) karena pola
radiasinya yang mengarah ke segala arah, sehingga sangat
memungkinkan antena omnidirectional mengumpulkan sinyal lain di
sekitarnya yang dapat menyebabkan interferensi. Antena directional
memiliki sifat memancarkan atau menerima gelombang elektromagnetik
yang lebih efektif di beberapa arah tertentu dibanding dengan arah lain.
Gain antena ini relatif lebih besar dari antena omnidirectional. Beamwidth
antena directional lebih sempit dibanding dengan antena lain (Balanis,
2005).
Pola pancaran dapat dengan mudah dipahami dengan
menggunakan sistem koordinat bola seperti pada Gambar 3. Bidang xz (E
Plane) adalah bidang elevation (orthogonal) dimana Φ=0 yang merupakan
vektor medan listrik dan arah radiasinya maksimum. Sedangkan bidang xy
(H Plane) adalah bidang azimuth yang merupakan vektor medan magnet
11
dan arah radiasinya maksimum. Radiasi yang maksimum normalnya
menghasilkan 2 bidang (Topalaguna, 2012)
Gambar 3. Radiasi antena pada bidang elevasi dan azimuth (Topalaguna, 2012)
Ruang antara sebuah antena biasanya dibagi menjadi 3 (tiga)
daerah yaitu reactive near-field, radiating near-field (Fresnel), dan far-field
(Fraunhofer). Daerah ini didesain untuk mengidentifikasi setiap struktur
bidang (Balanis, 2005).
Gambar 4. Daerah bidang antena
12
Daerah reactive near-field adalah daerah dimana benda-benda
saling mempengaruhi dengan antena. Daerah radiating near-field
(Fresnel) adalah daerah dimana gelombang elektromagnetik belum
transversal secara penuh. Daerah far-field (Fraunhofer) atau sering juga
disebut daerah medan jauh yaitu daerah di mana benda-benda tidak lagi
mempengaruhi antena (merupakan medan elektromagnetik transversal)
(Balanis, 2005).
Secara matematis, daerah medan jauh dapat diketahui sebagai berikut :
................................................................................. (2.4)
d = jari- jari pancaran (daerah medan jauh)
D = panjang antena
λ = panjang gelombang operasi
Gambar 5. Perubahan tipe pola amplituda antena dari reactive near-field sampai far-field (Balanis, 2005).
13
2. Polarisasi Antena
Polarisasi sebuah antena didefinisikan sebagai arah penjalaran dari
gelombang yang ditransmisikan oleh antena. Polarisasi menggambarkan
magnituda relatif dari vektor medan listrik (E) sebagai fungsi waktu pada
titik tertentu pada suatu bidang perambatan. Ada beberapa jenis polarisasi
yang dapat terjadi pada gelombang elektromagnetik. Suatu polarisasi
disebut polarisasi vertikal jika medan listrik dari gelombang yang
dipancarkan antena berarah vertikal terhadap permukaan bumi.
Sebaliknya, suatu polarisasi disebut polarisasi horizontal jika medan listrik
dari gelombang yang dipancarkan antena berarah horizontal terhadap
permukaan bumi. Kedua jenis polarisasi tersebut sering disebut polarisasi
linier (Topalaguna dkk, 2012).
Namun ada beberapa jenis antena yang polarisasinya bukan
polarisasi vertikal maupun polarisasi horizontal karena gelombangnya
memiliki vektor medan listrik dimana ujung vektor tersebut seolah-olah
berputar membentuk suatu lingkaran ataupun ellipse dengan pusat
sepanjang sumbu propagasi. Selanjutnya jika perputaran ujung vektor
medan yang dipancarkan berbentuk lingkaran maka disebut polarisasi
circular. Jika vektornya berputar berlawanan arah jarum jam dinamakan
right hand polarize dan jika vektornya berputar searah jarum jam
dinamakan left hand polarize. Sedangkan jika perputaran ujung vektor
medan yang dipancarkan berbentuk ellipse maka dinamakan polarisasi
ellipse (Topalaguna dkk, 2012).
14
Untuk melihat perbedaan dari beberapa pola radiasi tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2.6 sampai dengan Gambar 2.10 berikut (Suryono
dkk, 2009).
Gambar 6. Polarisasi linier horizontal
Gambar 7. Polarisasi linier vertical
Gambar 8. Left hand circular polarize
15
Gambar 9. Right hand circular polarize
Gambar 10. Polarisasi elliptical
Agar dapat menerima sinyal yang maksimum, polarisasi antena
penerima harus sama dengan polarisasi antena pemancar.
3. Bandwidth
Bandwidth antena didefinisikan sebagai jarak atau rentang
frekuensi kerja antena sesuai dengan beberapa karakteristik standar yang
ditentukan. Pada range frekuensi tersebut, antena diusahakan dapat
bekerja dengan efektif agar dapat menerima dan memancarkan
gelombang elektromagnetik pada band frekuensi tertentu. Distribusi arus
16
dan impedansi dari antena pada range frekuensi tersebut benar-benar
belum mengalami perubahan yang berarti sehingga masih sesuai dengan
pola radiasi yang direncanakan dan VSWR yang dijinkan. Secara umum,
bandwidth dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut (Topalaguna
dkk, 2012) :
.......................................................................... (2.5)
dengan:
fH = frekuensi tertinggi dalam band (GHz)
fL = frekuensi terendah dalam band (GHz)
Bandwidth dapat pula dinyatakan dalam bentuk persen sebagai
berikut (Topalaguna dkk, 2012):
100% ..................................................... (2.6)
Untuk antena broadband, bandwidth didefinisikan sebagai rasio
frekuensi teratas terhadap frekuensi terbawah dari frekuensi operasinya.
Suatu antena disebut broadband antena apabila fH/fL = 2. Bandwidth
dinyatakan oleh beberapa nilai karakteristik antena seperti impedansi
input, pola radiasi, beamwidth, polarisasi, gain, efisiensi pancaran berada
dalam level yang dapat diterima di sekitar pusat frekuensi.
Persamaan untuk perhitungan bandwidth antena yang
dikategorikan broadband antena adalah sebagai berikut :
2 .......................................................... (2.7)
sedangkan untuk menyatakan bandwidth narrowband antena dalam
bentuk persen dapat dihitung sebagai berikut :
17
% 100 ...................................... (2.8)
4. Gain
Gain antena didefinisikan sebagai perbandingan intensitas radiasi
maksimum suatu antena yang diukur terhadap intensitas radiasi
maksimum antena isotropik sebagai referensi jika kedua antena tersebut
diberi daya yang sama (Balanis, 2005). Gain antena berhubungan erat
dengan directivity dan faktor efisiensi. Untuk menghitung besarnya gain
suatu antena (Gt) yang dibandingkan dengan antena standar (Gs), dapat
dinyatakan secara numerik yaitu berupa perbandingan daya antena yang
diukur (Pt) dengan daya antena isotropik (Ps) seperti berikut (Topalaguna
dkk, 2012) :
........................................................................... (2.9)
dan dapat pula dinyatakan dengan dB sebagai berikut (Topalaguna dkk,
2012) :
............................. (2.10)
5. Directivity
Directivity didefinisikan sebagai perbandingan intensitas radiasi
sebuah antena pada arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata pada
semua arah. Direktivitas menggambarkan seberapa banyak suatu antena
memusatkan energinya pada suatu arah dibanding ke arah lain. Jika
18
efisiensi antena 100%, maka direktivitasnya akan sepadan dengan gain
dan antena akan menjadi isotropic radiator. Bentuk matematisnya
dinyatakan sebagai (Topalaguna dkk, 2012) :
. .............................................................................. (2.11)
dimana :
θH = sudut pada titik setengah daya bidang H (radian)
θE = sudut pada titik setengah daya bidang E (radian)
Jika arah tidak ditentukan, secara tidak langsung menyatakan
arah dari intensitas pancaran maksimum yang dinyatakan (Balanis, 2005).
:
|
.............................. (2.12)
dimana,
D = directivity (dimensionless)
Do = maximum directivity (dimensionless)
U = radiation intensity (W/satuan sudut ruang)
Umax = intensitas pancaran maksimum (W/satuan sudut ruang)
U = intensitas pancaran rata-rata (W/satuan sudut ruang)
Prad = total radiated power (W)
Direktivitas adalah suatu kuantitas tanpa ukuran karena rasio dua
radiasi intensitas. Direktivitas biasanya dinyatakan dalam dBi. Direktivitas
mempresentasikan pengarahan antena, semakin besar direktivitas dapat
diartikan bahwa lebar berkasnya semakin sempit.
19
6. Impedansi Input
Impedansi input adalah impedansi yang diukur pada titik catu pada
terminal antena yang merupakan perbandingan tegangan dan arus pada
titik tersebut. Impedansi input selain ditentukan oleh letak titik catu antena,
juga dipengaruhi oleh antena lain atau benda-benda yang berada di
sekitar antena serta frekuensi kerjanya. Impedansi input antena
dinyatakan dalam bentuk kompleks yang memiliki bagian real dan bagian
imajiner. Bagian real merupakan resistansi masukan (Rin) yang
menyatakan daya yang diradiasikan oleh antena pada medan jauh.
Sedangkan bagian imajiner merupakan reaktansi masukan (Xin) yang
menyatakan daya yang tersimpan pada medan dekat antena (Topalaguna
dkk, 2012).
Impedansi input antena dapat dihitung sebagai berikut (Topalaguna dkk,
2012) :
..................................................................... (2.13)
7. Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)
Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) merupakan kemampuan
suatu antena untuk bekerja pada frekuensi yang dinginkan (Topalaguna
dkk, 2012). Ketika suatu saluran transmisi diakhiri dengan impedansi yang
tidak sesuai dengan karakteristik saluran transmisi, maka tidak semua
daya diserap di ujung. Sebagian daya direfleksikan kembali ke saluran
transmisi. Sinyal yang masuk bercampur dengan sinyal yang dipantulkan
20
yang menyebabkan suatu gelombang tegak tegangan mempola di saluran
transmisi. Perbandingan tegangan maksimum terhadap tegangan
minimum disebut Voltage Standing Wave Ratio (VSWR).
Kondisi yang paling baik adalah ketika VSWR bernilai 1 (S=1) yang
berarti tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching
sempurna. Namun kondisi ini pada praktiknya sulit untuk didapatkan. Oleh
karena itu nilai standar VSWR yang dijinkan untuk fabrikasi antena adalah
VSWR ≤ 2. Praktiknya suatu VSWR 1,2 : 1 adalah yang terbaik. Pada
VSWR 2,0, kira-kira 10% dari daya dipantulkan kembali ke sumber.
Tingginya VSWR tidak hanya berarti daya terbuang, tetapi juga daya yang
dipantulkan akan menyebabkan kabel panas atau amplifier terlipat.
Untuk dapat beroperasi efisien, pada antena perpindahan
maksimum daya harus berlangsung antara pemancar dan antena. Daya
maksimum yang ditransferkan dicapai ketika impedansi input antena Zin
cocok dengan impedansi antena pemancar, sebagaimana rumusnya :
.................................................................................... (2.14)
Jika kondisi ini tidak terjadi, maka akan menyebabkan suatu
gelombang berdiri atau VSWR. VSWR pada dasarnya adalah ukuran tidak
sepadannya impedansi antara pemancar dan antena. VSWR yang besar
berarti besar pula ketidaksepadanannya. Secara matematis VSWR
dinyatakan sebagai :
| |
| | ........................................................................ (2.15)
21
Perbandingan antara tegangan yang direfleksikan dengan
tegangan yang dikirimkan disebut sebagai koefisien refleksi tegangan (Γ) :
................................................................. (2.16)
dimana :
Г = koefisien refleksi
Vr = amplituda gelombang yang dipantulkan
Vt = amplituda gelombang masuk
Zin = impedansi antena input
Zs = impedansi antena pemancar
Koefisien refleksi tegangan (Γ) memiliki nilai kompleks, yang
merepresentasikan besarnya magnituda dan fasa dari refleksi. Untuk
beberapa kasus yang sederhana, ketika bagian imajiner dari Γ adalah nol,
maka :
Γ = − 1 : refleksi negatif maksimum, ketika saluran terhubung
singkat,
Γ = 0 : tidak ada refleksi, ketika saluran dalam keadaan
matched sempurna,
Γ = + 1 : refleksi positif maksimum, ketika saluran dalam
rangkaian terbuka.
Semakin besar nilai VSWR menunjukkan daya yang dipantulkan
juga semakin besar dan semakin tidak match.
22
8. Parameter S
Suatu rangkaian mempunyai ‘black box’ yang berisikan berbagai
komponen elektronika seperti resistor, kapasitor, induktor dan transistor.
Untuk mendefinisikan parameter S, perlu ditekankan bahwa keseluruhan
jaringan berlaku linier dengan input sinyal kecil. Hal ini berlaku untuk
komponen-komponen dalam sistem telekomunikasi seperti attenuator,
filter, coupler dan equalizer dengan syarat beroperasi dalam kondisi linier.
Pada frekuensi rendah, parameter yang umum dipakai adalah
parameter Y atau Z dengan menggunakan nilai-nilai arus dan tegangan
yang diukur pada beban terbuka (open circuit) atau hubungan singkat
(short circuit). Pada frekuensi tinggi, parameter tersebut (Y, H, dan Z)
sangat sulit diukur karena penggunaan beban terbuka/hubung singkat
dapat menyebabkan komponen aktif yang digunakan menjadi tidak stabil
(berosilasi). Selain itu, sulit memperoleh beban terbuka/hubung singkat
dengan bidang frekuensi yang lebar pada frekuensi tinggi.
Untuk itu, pada frekuensi tinggi parameter yang diukur adalah
parameter S (scattering) yang menggunakan konsep magnituda dan
phasa dari gelombang berjalan (gelombang maju dan gelombang pantul).
Parameter S adalah suatu konsep yang penting dalam desain gelombang
mikro karena mudah diukur dan bekerja dengan baik pada frekuensi
tinggi. Keuntungan pemakaian parameter S berangkat dari kenyataan
bahwa gelombang berjalan tidak seperti tegangan dan arus, tidak
mengalami variasi magnituda di sepanjang saluran transmisi lossless, ini
23
berarti bahwa parameter S bisa diukur pada suatu jarak tertentu dengan
asumsi saluran transmisi mempunyai rugi-rugi yang kecil. Parameter S
dalam jaringan 2 (dua) port (4 kutub) dapat dilihat pada Gambar.11.
Gambar 11. Parameter S dalam jaringan empat kutub
Koefisien pantul tegangan pada port input Γin ekivalen dengan S11.
VSWR pada suatu port berkaitan dengan magnituda dari koefisien pantul,
dengan hubungan :
| |
| | ......................................................................... (2.17)
Koefisien refleksi S11 bisa diplot dalam smith chart, dikonversi ke
impedansi dan dengan mudah bisa dimanipulasi untuk menentukan
rangkaian penyesuai impedansi untuk optimasi dalam desain rangkaian.
Nilai VSWR memiliki korelasi dengan nilai koefisien refleksi (S11). Untuk
melihat hubungan tersebut dapat diperhatikan persamaan berikut :
20| |
| | ............................................................ (2.18)
24
9. Radiation Intensity
Radiation intensity didefinisikan sebagai daya yang dipancarkan
dari sebuah antena per satuan sudut ruang. Radiation intensity
merupakan parameter far-field dan dapat dihasilkan dari mengalikan
radiation density dengan kuadrat jarak (Balanis, 2005). Secara matematis
diekspresikan sebagai (Balanis, 2005). :
............................................................................. (2.19)
dimana, U = radiation intensity (W/satuan sudut ruang)
Wrad = radiation density (W/m2)
10. Beamwidth
Beamwidth didefinisikan sebagai kumpulan dari pancaran sebuah
antena. Beamwidth dari sebuah pancaran adalah sudut pemisahan antara
2 (dua) titik yang berlawanan sisi dari pancaran maksimum. Pada antena
terdapat beberapa beamwidth. Salah satu beamwidth yang paling lebar
disebut Half-Power Beamwidth (HPBW). Sedangkan yang satunya adalah
sudut pemisahan antara nulls pertama dari pancaran yang disebut First-
Null Beamwidth (FNBW). Dalam prakteknya istilah beamwidth biasanya
ditujukan pada HPBW (Balanis, 2005).
25
Gambar 12. 3D dan 2D dari pancaran antena (Balanis, 2005).
11. Permitivitas Relatif
Permitivitas relatif atau konstanta dielektrik adalah sebuah
konstanta yang melambangkan rapatnya fluks elektrostatik dalam suatu
bahan bila diberi potensial listrik. Konstanta dielektrik merupakan
perbandingan energi listrik yang tersimpan pada bahan tersebut jika diberi
sebuah potensial relatif terhadap ruang hampa. Konstanta dielektrik
dilambangkan dengan huruf Yunani εr atau kadang-kadang κ, K, atau Dk.
Secara matematis konstanta dielektrik suatu bahan didefinisikan sebagai :
εr =
.................................................................................... (2.20)
dimana,εr = permitivitas relatif atau konstanta dielektrik
ε = permitivitas suatu bahan
εo = permitivitas vakum = 8,854.10-12 Farad/m
26
Pada Tabel 1. ditunjukkan beberapa bahan dielektrik yang
disediakan dalam software Ansoft HFSS v13 yang biasanya digunakan
sebagai substrat.
Tabel 1. Daftar beberapa material dan permitivitas relatif
Material Permitivitas
Relatif
Udara 1
Copper 1
RT/Duroid ™ 5880 2,2
FR4-Epoxy 4,4
Mica 5,7
PEC 1
Alumina_96pct 9,4
Silicon 11,9
Gallium Arsenide 12,9
Roger 3210 10,2
FR-4 adalah singkatan dari Flame Retardant 4, merupakan jenis
bahan yang paling banyak digunakan untuk membuat Printed Circuit
Board (PCB). Harga FR4-Epoxy yang murah dan memiliki sifat mekanik
yang baik membuatnya sering digunakan untuk produksi massal produk-
produk konsumer elektronik, termasuk sistem microwave dan antena. FR4
memiliki parameter standar dan nilai-nilai umum yang dikenal seperti pada
Tabel 2. di bawah ini
27
Tabel 2. Parameter umum FR4*
Relative Permittivity 3.9 to 4.8
Dielectric
Breakdown 39kV/mm
Water Absorption <1.3%
Dissipation Factor 0.022
Thermal Expansion 16-19ppm/degC
*nilai ini bisa bervariasi untuk setiap pihak manufaktur.
Bahan dielektrik lain yang sering dipakai adalah RT/Duroid ™ 5880
dengan permitivitas relatif 2.2, dan loss tangent 0.0012. Material ini dapat
memberikan bandwidth yang besar karena permitivitas relatifnya yang
rendah.
28
B. Antena Mikrostrip
Konsep mengenai Mikrostrip antena pertama kali diusulkan oleh
Deschamps pada tahun 1953. Namun mulai dimplementasikan dan
dikembangkan oleh Munson dan Howell pada tahun 1970. Struktur dasar
dari sebuah Mikrostrip antena dapat dilihat pada Gambar 13 berikut
(Balanis, 2005). :
(a) (b)
Gambar 13. Struktur dasar Mikrostrip antena (a) tampak atas (b) tampak samping
Pada Gambar 13 di atas dapat diperhatikan struktur dasar dari
sebuah Mikrostrip antena yaitu potongan (patch) logam yang biasanya
terbuat dari tembaga yang dicetak tipis pada dasar dielektrik yang
ditanahkan. Patch sebagai pelat yang meradiasikan daya dari sebuah
dielectric. Ground plane dan patch dihubungkan oleh sebuah center
conductor yang biasanya terbuat dari bahan tembaga. Bentuk Mikrostrip
antena bermacam-macam, umumnya digunakan rectangular dan circular
karena lebih mudah dianalisis.
29
Gambar 14. Beberapa model patch untuk Mikrostrip antena.
Mikrostrip antena banyak digunakan pada link komunikasi antara
kapal dengan sistem satelitnya (untuk sistem navigasi), Global System for
Mobile Communication (GSM), domestic direct broadcast TV, telemetry,
Radar, dan paling banyak digunakan yaitu pada Global Positioning
System (GPS).
1. Karakteristik antena mikrostrip
Mikrostrip antena telah terbukti sebagai radiator yang sangat baik
untuk berbagai macam aplikasi karena beberapa kelebihan yang
dimilikinya. Mikrostrip antena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan antena microwave biasanya. Kelebihan tersebut mencakup :
a. Dimensi kecil dan konfigurasi yang low profile dibandingkan struktur
antena yang lain.
b. Kemudahan mengintegrasikan dengan Microwave Integrate Circuit
(MIC) yang lain pada substrat yang sama.
c. Efisiensi.
30
d. Dapat dibuat pelat yang digunakan untuk personal mobile
communication.
e. Dapat beroperasi pada multiband frekuensi.
Selain kelebihan-kelebihan yang dimiliki, Mikrostrip antena juga
memiliki beberapa kekurangan, yaitu :
a. Bandwidth yang dihasilkan relatif lebih sempit dibandingkan antena
konvensional. Saat ini dilakukan penelitian untuk peningkatan
bandwidth Mikrostrip antena dari narrow bandwidth menjadi broad
bandwidth. Bandwidth dapat ditingkatkan dengan menggunakan
tebal substrat yang konstanta dielektriknya rendah. Cara lain adalah
dengan menggunakan teknik feeding yang sesuai dengan model
desain yang dibuat.
b. Gain yang dihasilkan lebih kecil.
c. Kemampuan penanganan kehandalan yang rendah.
d. Kemurnian polarisasi sulit dicapai.
Unjuk kerja dari sebuah Mikrostrip antena ditentukan oleh ukuran
patch dan tebal dielektrik. Ukuran dari dielektrik sangat kecil sebanding
dengan panjang gelombang. Oleh karena itu, patch antena ditujukan untuk
dua hal, yaitu untuk distribusi arus dan tegangan pada patch, serta
kemampuan meradiasikan gelombang elektromagnetik. Apabila panjang
Mikrostrip antena sebesar setengah panjang gelombang dari bahan,
diasumsikan medan listrik pada sisi input sepanjang W positif mengarah
dari ground plane ke conductor, maka pada sisi ujung yang lain medan listrik
31
akan mengarah sebaliknya, yaitu dari conductor ke ground plane. Sehingga
kedua komponen vertikal dari kedua medan listrik akan saling
menghilangkan, sedangkan komponen horizontal akan berubah secara
kontinyu setelah melewati conductor sepanjang L dan ini akan dirasakan
sebagai radiasi di medan jauh. Medan listrik yang menyebar dari kedua
sisi Mikrostrip antena ke udara bebas disebut sebagai medan limpahan
(fringing field).
Pada dasarnya setiap elemen dari Mikrostrip antena berpengaruh
terhadap unjuk kerja Mikrostrip antena secara keseluruhan. Misalnya,
pengaruh tinggi h dan permitivitas relatif εr dari substrat, adalah sebagai
berikut :
a. Naiknya h substrat dielektrik akan meningkatkan medan-medan
limpahan di sepanjang tepi. Hal ini mengakibatkan perpanjangan
panjang efektif Leff sehingga frekuensi resonansi berkurang.
b. Bandwidth dari Mikrostrip antena meningkat seiring dengan
meningkatnya ketebalan substrat h atau dengan menurunnya
konstanta dielektrik εr.
c. Directivity antena meningkat karena daerah effective aperture
meningkat, kaitannya dengan ∆L.
d. Secara umum, awalnya efisiensi antena naik dengan naiknya
ketebalan substrat karena meningkatnya daya yang dipancarkan
antena (radiated power). Namun setelah itu, akan mulai menurun
32
karena cross-polar level yang tinggi dan terjadi eksitasi surface
wave.
Panjang Mikrostrip antena L harus disesuaikan, karena apabila
terlalu pendek maka bandwidth akan sempit sedangkan apabila terlalu
panjang bandwidth akan menjadi lebih lebar tetapi efisiensi radiasi akan
menjadi kecil. Dengan mengatur lebar dari Mikrostrip antena W impedansi
input juga akan berubah. Semakin lebar W, impedansi input berkurang.
Dalam prakteknya, ukuran dari ground plane terbatas (finite ground
plane). Ukuran dari ground plane ini dibatasi untuk mengurangi
kompleksitas dalam proses komputasi numeriknya. Pola radiasi dari
Rectangular Mikrostrip antena (RMSA) dengan finite ground plane tidak
terhindarkan dari efek back lobe, sebaliknya pada infinite ground plane
tidak terdapat back lobe.
2. Teknik Feeding
Dalam perancangan Mikrostrip antena (MSA) dikenal beberapa
teknik feeding yang berbeda disertai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing (Balanis, 2005).. Teknik feeding mempengaruhi impedansi
input dan karakteristik antena. Oleh karena itu teknik feeding tidak pernah
terlepas dari proses perancangan dan desain parameter Mikrostrip antena
(MSA).
Secara umum terdapat 4 (empat) teknik feeding yang populer
digunakan yaitu mikrostripline, coaxial probe, aperture coupling, dan
proximity coupling (Balanis, 2005). Mikrostripline dan coaxial probe
33
biasanya disebut direct feeding, sedangkan aperture coupling dan
proximity coupling biasanya disebut indirect feeding.
Mikrostripfeed line berupa pelat pengantar yang secara sekilas
seperti bagian dari radiating patch karena letaknya yang langsung di-
couple dengan patch, hanya saja memiliki lebar yang sangat kecil
dibanding patch. Struktur mikrostripline seperti pada Gambar 2.15 dan
Gambar 2.16 :
Gambar 15. Struktur Mikrostrip Line (Balanis, 2005).
Gambar 16. Struktur MikrostripLine tampak samping
Mikrostripline mudah dalam proses fabrikasinya dan tidak terlalu
rumit untuk mengintegrasikannya dalam struktur desain (Balanis, 2005).
Sedangkan kekurangannya adalah jika tinjau dari aspek radiasi feed line.
Struktur mikrostripline yang langsung ter-couple dengan patch dapat
menimbulkan cross polarisasi sehingga dapat mengacaukan radiasi
medan listrik dan medan magnet ke radiating patch. Selain itu, untuk
34
daerah frekuensi dengan panjang gelombang millimeter, ukuran feed line
dapat sebanding dengan ukuran patch.
Coaxial probe atau coaxial line feed tersusun seperti pada Gambar
2.17:
Gambar 17. Struktur coaxial probe feeding
Pada Gambar 17. di atas dapat dilihat struktur coaxial probe
feeding tampak atas dan tampak sampingnya. Coaxial probe adalah teknik
feeding yang paling banyak digunakan. Center conductor dari konektor
coaxial disolder langsung ke bagian patch melewati substrat dengan
bagian luarnya terhubung ke ground plane .
Kelebihan coaxial probe adalah kemudahan dalam proses
fabrikasinya dibandingkan teknik feeding yang lain. Selain itu fleksibilitas
penempatannya pada patch, dimana coaxial probe dapat ditempatkan di
setiap titik di dalam patch untuk memperoleh kesesuaian atau matching
35
impedansi inputnya. Namun kelemahannya adalah coaxial probe
dihubungkan ke substrat dengan membuat hole atau lubang pada ground
plane sehingga struktur yang demikian dapat menjadikan konfigurasi tidak
planar. Selain itu coaxial probe dapat menyebabkan impedansi input lebih
induktif seiring pertambahan panjang probe.
Seperti disebutkan di atas bahwa selain teknik direct feeding,
terdapat pula teknik indirect feeding yakni proximity coupling dan aperture
coupling. Proximity coupling dibuat dengan menempatkan feed line antara
dua medium dielectric yaitu antara patch dengan ground plane seperti
diperlihatkan pada Gambar 18. :
Gambar 18. Struktur proximity coupling feed
Seperti terlihat pada gambar 18 bahwa teknik feeding proximity
coupling tersusun atas dua layer, satu layer untuk patch dan layer yang
lain untuk feed line. Teknik ini memberikan peningkatan performansi yaitu
meningkatkan lebar bandwidth. Akan tetapi membutuhkan ketelitian
36
penyesuaian kedua layernya agar tepat berada pada koordinat yang
sama.
Metode yang keempat adalah aperture coupling seperti pada
gambar 19 :
Gambar 19. Struktur aperture coupling feed
Aperture coupling adalah teknik feeding yang paling sulit dalam
proses fabrikasi dan tergolong narrow bandwidth (Balanis, 2005).. Field
dihubungkan dari mikrostripline feed ke radiating patch melalui hole atau
semacam slot cut pada ground plane. Coupling aperture biasanya
diletakkan pada pertengahan di bawah patch sehingga cross polarisasi
dapat dihindari.
Dari keempat teknik feeding di atas, teknik yang dapat
menghasilkan bandwidth paling lebar adalah proximity coupling yaitu
sekitar 13% lebih lebar. Akan tetapi kesulitannya adalah pada tahap
fabrikasinya. Sedangkan coaxial probe mudah dalam proses fabrikasinya
37
dan fleksibel penempatannya pada patch, dimana coaxial probe dapat
ditempatkan di setiap titik di dalam patch untuk memperoleh kesesuaian
atau matching impedansi inputnya.
3. Konfigurasi antena mikrostrip
Seperti yang disebutkan sebelumnya, keterbatasan dari MSA
adalah bandwidth-nya yang kecil. Bandwidth dapat ditentukan dari
hubungannya dengan VSWR atau perbedaan impedansi input dengan
frekuensi atau berhubungan dengan parameter pancaran. Bandwidth yang
besar disebabkan oleh penurunan quality factor Q dari patch resonator,
dimana berkaitan dengan kurangnya energi yang tersimpan di bawah
patch dan radiasi lebih tinggi. Untuk mendapatkan bandwidth yang lebih
lebar, bentuk patch yang biasa dimodifikasi ke dalam beberapa bentuk
MSA. Berbagai jenis konfigurasi MSA tersebut yaitu, Rectangular
Mikrostrip antena (RMSA), planar multiresonator broadband Mikrostrip
antenas, multilayer broadband Mikrostrip antenas, staked multiresonator
Mikrostrip antenas, compact broadband Mikrostrip antenas, tunable and
dual band Mikrostrip antenas, dan broadband circularly polarized
Mikrostrip antenas.
Salah satu bentuk yang sederhana dan banyak digunakan pada
konfigurasi Mikrostrip antena adalah Rectangular Mikrostrip antena
(RMSA).
38
Gambar 20. A coaxial-feed RMSA : (a). Tampak atas (b). Tampak samping (c). Sistem koordinat
Rectangular patch ditentukan dengan panjang L dan lebar W.
Untuk mikrostripline yang sederhana, lebarnya lebih kecil daripada
panjang gelombang. Bagaimanapun, lebar RMSA sebanding dengan
panjang gelombang untuk meningkatkan radiasi dari tepinya. Karena tebal
substrat lebih kecil dari panjang gelombang, RMSA dianggap sebagai
bentuk two-dimensional planar untuk analisis.
Untuk mencari dimensi Mikrostrip antena, harus diketahui terlebih
dahulu parameter bahan yang akan digunakan yaitu resonansi frekuensi
(fo), tebal dielektrik (h), konstanta dielektrik (εr), dimensi patch (W dan L),
dan impedansi input. Panjang Mikrostrip antena harus disesuaikan, karena
apabila terlalu pendek maka bandwidth akan sempit sedangkan apabila
terlalu panjang bandwidth akan menjadi lebih lebar tetapi efisiensi radiasi
akan menjadi kecil. Dengan mengatur lebar dari Mikrostrip antena (W)
impedansi input juga akan berubah. Persamaan matematis yang
39
digunakan untuk menentukan dimensi antena tersebut adalah sebagai
berikut :
Tebal substrak minimum
,
√ ........................................................................... (2.21)
Konstanta dielektrik efektif (εreff), dari persamaan diatas memberikan
konstanta dielektrik efektif sebagai :
1 12 ............................................. (2.22)
Panjang patch (L) diberikan sebagai :
Leff = L + 2∆L ....................................................................... (2.23)
dengan panjang efektif (Leff)
Leff = ........................................................................ (2.24)
dan panjang tambahan (∆L)
∆ 0.412h. .
. . ............................................ (2.25)
Lebar (W) mikrostrip patch antena diberikan oleh persamaan sebagai
berikut :
........................................................................ (2.26)
Lebar Groundplane (Wg) dan panjangnya (Lg) didapatkan oleh persamaan
sebagai berikut (A.B. Mutiara, 2011)
6 ....................................................................... (2.27)
6 .......................................................................... (2.28)
40
Sedangkan untuk menentukan titik letak coaxial feed (Xf, Yf), didapatkan
oleh persamaan sebagai berikut (A.B. Mutiara, 2011)
................................................................................... (2.29)
........................................................................... (2.30)
dimana,
c = 3.108 m/s
f = resonansi frekuensi (Hz)
εr = relative permittivity atau konstanta dielektrik
εreff = konstanta dielektrik efektif
h = tinggi substrat (mm)
W = lebar patch (mm)
L = panjang patch (mm)
Wg = lebar ground (mm)
Lg = panjang ground (mm)
Leff = panjang efektif patch (mm)
∆L = panjang tambahan patch (mm)
41
C. Ground Penetrating Radar (GPR)
Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan suatu alat yang
digunakan untuk proses deteksi benda – benda yang terkubur di bawah
tanah dengan tingkat kedalaman tertentu, dengan menggunakan
gelombang radio, biasanya dalam range 10 MHz sampai 1GHz (A. Adya
Pramudita dkk, 2008).
Seperti pada sistem radar pada umumnya, sistem GPR terdiri atas
pengirim (trasmiter), yaitu antena yang terhubung ke sumber pulsa, dan
bagian penerima (receiver), yaitu antena yang terhubung ke unit
pengolahan sinyal dan citra (G.E. Attela dkk, 2007). Adapun dalam
menentukan tipe antena yang digunakan, sinyal yang ditransmisikan dan
metode pengolahan sinyal tergantung pada beberapa hal, yaitu:
a. Jenis objek yang akan dideteksi
b. Kedalaman Objek, dan
c. Karakteristik elektrik medium tanah
Dari proses pendeteksian seperti di atas, maka akan didapatkan
suatu citra dari letak dan bentuk objek yang terletak di bawah tanah. Untuk
menghasilkan pendeteksian yang baik, suatu sistem GPR harus
memenuhi empat persyaratan sebagai berikut :
a. Kopling radiasi yang efisien ke dalam tanah,
b. Penetrasi gelombang elektromagnetik yang efisien,
c. Menghasilkan sinyal dengan amplitude yang besar dari objek yang
dideteksi,
42
d. Bandwidth yang cukup untuk menghasilkan resolusi yang baik.
GPR juga memiliki cara kerja yang sama dengan radar
konvensional. GPR mengirim pulsa energy antara 10 sampai 1000 MHz
ke dalam tanah dari suatu antena, dan kemudian merekam
pemantulannya dalam waktu yang sangat singkat (Yulius dkk, 2005).
Pada saat ini GPR digunakan didalam suatu cakupan luas aplikasi
sebagai alat pendeteksi objek yang terkubur dibawah tanah. Banyak
aplikasi komersial yang menggunakan GPR meliputi aplikasi di bidang
teknik sipil, geofisika, arkeologi, teknologi rancang bangun dan teknologi
militer (Pramudita dkk, 2007).
D. Prinsip Dasar GPR
Gambar 21. Skema GPR.
Jika suatu pulsa GPR mengenai suatu lapisan atau objek dengan
suatu konstanta dielektrik berbeda, pulsa akan dipantulkan kembali,
43
diterima oleh antena receiver, waktu dan besar pulsa direkam, seperti
ditunjukan pada gambar 21. Pada banyak kasus, antena transmitter dan
antena receiver adalah sama.(Yulius dkk, 2005).
Walaupun GPR beroperasi sama seperti sistem radar konvensional
pada umumnya, dalam artian bahwa ia mengirimkan gelombang
elektromagnetik dan menerima radar yang kembali, yang kemudian
diproses untuk melihat target. Namun demikian, GPR dikarakterisasi oleh
tiga prinsip mendasar yang membedakannya dari sistem radar
konvensional.
Pertama, bandwidth operasi dari GPR diletakan pada frekuensi
rendah untuk mendapatkan kedalaman penetrasi yang memadai ke dalam
tanah. Kenyataannya, kedalaman penetrasi dari sinyal yang dipancarkan,
pada umumnya sangat terbatas sesuai dengan panjang gelombangnya. Di
sisi lain, radar harus mampu menyediakan resolusi down-range yang
memadai, untuk itu bandwidth operasi diperlukan bandwidth operasi
puluhan sampai ratusan megahertz. Bandwidth operasi ini sesuai dengan
frekuensi tengah radar, yang menyebabkan bandwidth relatif (rasio
bandwidth terhadap frekuensi tengah) mendekati satu atau terkadang
lebih besar. Ini berarti GPR bersifat ultra wideband dan berbeda dengan
sistem radar konvensinal, yang beroperasi pada band frekuensi yang lebih
tinggi.
Antara kedalaman penetrasi dan resolusi harus selalu dilakukan,
penetrasi yang lebih dalam dapat dicapai dengan menggunakan frekuensi
44
yang lebih rendah namun dengan resolusi down-range yang lebih rendah
pula.
Kedua, tidak seperti sistem radar konvensional GPR beroperasi di
dekat permukaan tanah. Ini berakibat kekasaran dari permukaan tanah
dan ketidakhomogenan tanah dapat meningkatkan clutter. Dalam banyak
kasus penguna GPR dengan terpaksa harus melakukan image prosesing
tingkat lanjut untuk membedakan target dari clutter.
Ketiga, kebanyakan GPR merupakan sistem radar jarak dekat
(short-range). Pada kondisi ini target biasanya terletak di daerah medan
dekat atau medan menengah sehingga karakteristik medan dekat antena
menjadi sangat penting. Ini sangat berbeda dengan radar konvensional,
yang beroperasi pada medan jauh.
Impedansi input antena adalah kuantitas frekuensi domain yang
diukur, pertama untuk menghitung arus yang mengalir di lengan antena
pada feed poind dan kemudian membagi tegangan pada saat menghitung
arus, baik dalam domain frekuensi. Menghitung arus menggunakan
hukum ampere (Attela dkk, 2007).
Koefisien S21 merupakan kuantitas frekuensi domain yang
besarnya mengungkapkan jumlah penghubung antara antena pemancar
dan penerima. Koefisien ini didefinisikan sebagai rasio tegangan diukur
pada port antena penerima ke tegangan pada antena pemancar (Attela
dkk, 2007).
45
Pada system GPR antena pada umumnya diletakkan sangat dekat
dengan permukaan tanah. Hal ini menyebabkan karakteristik antena
sangat dipengaruhi oleh kodisi tanah. Karakteristik antena sangat mungkin
untuk bervariasi dengan adanya variasi tanah. Analisa teori dan numeric
menunjukkan bahwa pembebanan resistif meningkatkan kestabilan
impedansi input antena pada beberapa kondisi tanah yang berbeda
(Pramudita dkk, 2008).
Kedalaman pengukuran dapat disesuaikan dengan tujuan
kegiatannya yaitu dengan mengatur frekuensi gelombang radar yang
digunakan (www.geospasia.com). Contoh penggunaan frekuensi tertentu
untuk mencapai kedalaman tertentu adalah sebagai berikut :
Penggunaan frekuensi 1000 MHz, untuk kedalaman eksplorasi
maksimum hingga 0,2 – 0,4 m
Penggunaan frekuensi 900 MHz, untuk kedalaman eksplorasi
maksimum hingga 1,5 m
Penggunaan frekuensi 200 MHz untuk kedalaman eksplorasi
maksimum hingga 9 m
Penggunaan frekuensi 80 MHz - 16 MHz untuk kedalaman eksplorasi
antara 10 m hingga 30 m
46
E. Roadmap Penelitian
i. “Hexagonal Monopole strip Antenna with Rectangular Slot for
100-1000 MHz SFCW GPR Applications” A. Adya Pramudita, A.
Kurniawan, A. Bayu Suksmono; Internasional Journal of Antennas and
Propagasi, Vol 2008, Bandung, Indonesia, 2008.
Pada penelitian diatas dititik beratkan pada bentuk dan frekuensi
antena dengan rectangular slot pada frekuensi 100-1000 MHz untuk
Ground Penetrating Radar.
ii. “Analisa Teori dan Numerik Pengaruh Pembebanan Resistif
terhadap Kestabilan Impedansi Input Antena GPR di atas
Permukaan Tanah”, A. Adya Pramudita, A. Kurniawan , A. Bayu
Suksmono, A. Andaya Lestari; Jurnal Elektronika, Unika Atmajaya,
Jakarta, Indonesia, 2008.
Pada penelitian diatas dititik beratkan pada pengaruh pembebanan
resistif terhadap impedansi input antenna modified dipole yang dikaji
secara analisa teori dan analisa numerik. Analisa teori dan numerik
menunjukkan bahwa beban resistif yang diletakkan pada ujung
lengan-lengan modified dipole meningkatkan stabilitas impedansi input
antena pada kondisi tanah yang berbeda.
iii. “Wideband Partially-Covered Bowtie Antenna For Ground-
Penetrating-Radars” G.E. Attela and A.A.Shaalan Communications
and Electronics Department, Faculty of Engineering, Zagazig
University, Egypt, 2007.
47
Pada penelitian diatas dititik beratkan pada desain antena bowtie
untuk Ground Penetrating Radar terhadap tanah kering dan tanah
basah pada frekuensi 800 MHz.
iv. “The Use of Ground Penetrating Radar With a Frequency 1 GHz
to Detect Water Leaks From Pipelines”, Alaa Ezzat Hasan Turkey:
Sixteenth International Water Tecnology Conference. 2012.
Pada penelitian diatas dititik beratkan pada GPR dengan frekuensi
1GHz untuk mendeteksi kebocoran pada pipa air di dalam tanah. (Hasan,
2012).
Berdasarkan roadmap penelitian yang ada maka penulis
mengambil penelitian lebih dikhususkan kepada bagaimana mendesain
Antena Mikrostrip Triple Rectalinear yang optimal dapat digunakan pada
aplikasi GPR pada frekuensi 1 GHz sesuai dengan parameter dan
karakteristik yang diinginkan dengan menggunakan Software HFSS v13.
.
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metodologi
Metodologi perancangan antena mikrostrip untuk prototipe ini
secara umum mengikuti flowchart seperti pada gambar 22. Perancangan
dimulai dengan studi pustaka menggunakan beberapa literatur berupa
buku-buku teks dan jurnal internasional yang relevan dengan
permasalahan yang dikaji dan software yang digunakan. Langkah
berikutnya adalah menentukan nilai parameter-parameter yang ingin
didapatkan sesuai karakteristik antena GPR, yakni frekuensi kerja 1 GHz,
koefisien refleksi (S11) di bawah atau sama dengan -10 dB, dan VSWR
antara 1 - 2. Langkah selanjutnya adalah menentukan dimensi antena,
yakni menghitung dimensi patch, groundplane, tebal substrat, dan
penempatan feed point.
Langkah selanjutnya adalah simulasi dengan menggunakan
software Ansoft High Frequency Structural Simulator (HFSS) v13. Hasil
simulasi yang optimal selanjutnya dibuat dalam bentuk sebuah prototipe
sebagai bahan analisis untuk perbandingan antara simulasi
menggunakan software HFSS v13 dengan hasil pengujian prototipe.
Mengukur parameter S11, S21, VSWR, pola radiasi berdasarkan
karakteristik prototipe yang telah dibuat serta menganalisis karakteristik
49
antena. Melakukan pengukuran S21 perambatan gelombang terhadap
permitifitas (εr) pada tanah kering (εr=2,9), tanah basah (εr=8,1) dan
air(εr=80). Tahapan akhir yang dilakukan adalah membuat kesimpulan
mengenai hasil yang dicapai pada penelitian. Alur kerja perancangan
yang dilakukan dalam proses pembuatan antena mikrostrip untuk aplikasi
GPR ini dapat dilihat pada flow chart.
Gambar 22 Diagram Alir Penelitian
50
B. Waktu dan Lokasi Penelitan
Penelitian dilaksanakan selama bulan Februari 2013 sampai
dengan bulan Juni 2013 bertempat di Laboratorium Telematika Jurusan
Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.
C. Tahapan Penelitian
1. Penentuan spesifikasi dan dimensi desain antena Triple Rectilinear
Parameter penting dalam merancang Triple Rectilinear antenna
adalah sebagai berikut:
1. Frekuensi operasi (fo) : Frekuensi operasi yaitu antara 1 GHz untuk
aplikasi Ground Penetrating Radar.
2. Permitivitas relative (εr) : Bahan dielektrik yang digunakan adalah
FR4-Epoxy dengan εr sebesar 4,4. Sedangkan untuk patch dan
groundplane menggunakan Perfect Electric Conduktor (PEC)
dengan εr = 1
3. Tebal substrak dielektrik (h) : Bahan yang digunakan memiliki
ketebalan 1,6 mm.
4. Impedansi : Impedansi yang digunakan dalam perancangan Triple
Rectilinear antenna ini adalah 50 ohm.
51
5. Dimensi patch (W, L) : Patch dibentuk dari beberapa patch yang di
unite dan di substract. Kemudian dilakukan langkah modifikasi
untuk mendapatkan hasil yang optimal.
6. Metode atau teknik feeding menggunakan coaxial probe feed.
2. Menentukan tebal subtrat maksimum
Untuk jalur yang beroperasi pada frekuensi tengah (fc), maka
ketebalan (h) maksimum dapat dihitung secara matematis. Dengan
menentukan frekuensi 1 GHz, dapat menentukan nilai h maksimum sesuai
perhitungan berdasarkan Persamaan (2.21) :
0,3
2 √4,4
0,3 3. 10
2 3,14 1 10 √4,4
6.514
Nilai h (ketebalan substrat) maksimum adalah 6,514 mm. Penelitian
ini menggunakan substrat jenis FR-4 Epoxy dengan h sebesar 1,6 mm.
Maka nilai ini sesuai dengan syarat substrat tersebut dapat digunakan
sebagai bahan penyusun antena, seperti ditunjukkan ilustrasinya pada
gambar 23 di bawah ini.
Gambar 23. Tebal substrat h
52
3. Menentukan dimensi (ukuran) patch
Berdasarkan rumus perhitungan (2.23) dan (2.26), diperoleh ukuran
panjang patch (L) dan lebar (W). Nilai f (frekuensi resonansi) yang
diinginkan sebesar 1 GHz, kecepatan gelombang elektromagnet di udara
c senilai 3 x 108 m/s, dan konstanta dielektrik Ɛr sebesar 4.4, didapatkan
nilai a sesuai perhitungan :
a. Panjang antena mikrostrip (L):
2
2 √2
Dengan panjang efektif )
2 √
3 10
2 1 10 √4,4
71,51
Panjang tambahan ( :
0,412 ,
,
0,28
Panjang antena mikrostrip sebenarnya :
2
70,94
53
b. Lebar antena mickrostrip
2 12
3 10
2 1 10 4,4 12
111,111
c. Luas antena :
70,94mm 111,11
7882,469
d. Panjang Sisi antena triple rectilinear didapatkan :
,
,
,
56,151
4. Menentukan Dimensi (ukuran) Ground plane
Sesuai dengan persamaan (2.27) dan (2.28), nilai Wg dan Lg di
daptakn sesuai perhitungan :
6
6 1,6 111,11 120,71
6
6 1,6 70,94 80,54
54
5. Menentukan Titik Letak Coaxial Feed
Sesuai dengan persamaan (2.29) dan (2.30), peletakan posisi coaxial
feed didapat sesuai perhitungan :
2
46,692
23,345 sepanjang W
Permitivitas relative efektif :
1
21
2 1
12 /
4,27
2
36,265
2√4,131
16,61 sepanjang L
Ilustrasi posisi feed point dapat dilihat pada gambar 3.4 berikut ini :
55
Gambar 24. Dimensi awal ukuran antena mikrostrip triple rectilinear
6. Optimasi rancangan antena mikrostrip triple rectilinear
Perancangan antana mikrostrip menggunakan software Ansoft
HFSS v13 bertujuan mendapatkan desain antena yang memiliki nilai
standar untuk diaplikasikan pada Ground Penetrating Radar (GPR). Nilai
standar ini adalah :
Frekuensi tengah : Frekuensi yang berada pada 1 GHz.
VSWR : Antara 1 - 2
Koefisien Refleksi : ≤ 10 dB
Berdasarkan perancangan yang dilakukan pada desain sesuai
perhitungan menggunakan rumus pada persamaan (2.21) sampai (2.30),
dihasilkan nilai-nilai dimensi antena mikrostrip yang tertera pada Tabel 3.
berikut ini.
56
Tabel 3. Desain awal dimensi fisik antena mikrostrip triple rectilinear
No. Bagian Dimensi Ukuran (mm)
1 h (height) substrat 1.6
2 Wtrc (sisi lebar ) patch 56,151
3 Ltrc ( sisi panjang) patch 56,151
4 Wg (width) groundplane 120,71
5 Lg (length) groundplane 80,54
6 d (diameter) feed point hole 1.27
7 Xf (Letak coaxial Feed 16,61
Data pada tabel 3. dimasukkan ke dalam rancangan desain antena
menggunakan software Ansoft HFSS v13. Desain tersebut kemudian
disimulasikan untuk mengetahui nilai frekuensi tengah, bandwidth,
koefisien refleksi dan VSWR.
Hasil yang diperoleh berdasarkan simulasi menunjukkan bahwa
nilai frekuensi tengah belum memenuhi kriteria, yakni berada pada 1,416
GHz. Nilai return loss sudah memenuhi kriteria, yakni bernilai -16,785 dB.
Begitu pula dengan nilai VSWR bernilai 1,338.
Karena hasil simulasi rancangan berdasarkan rumus belum
memenuhi nilai standar, maka perlu dilakukan optimasi untuk memperbaiki
desain sesuai karakteristik antena mikrostrip yang diinginkan. Optimasi
dilakukan dengan memodifikasi dimensi groundplane, patch, dan
peletakan feed point secara trial and error sampai diperoleh rancangan
desain yang sesuai nilai standar. Hasil simulasi yang memenuhi standar
kemudian dibuat prototipe untuk diuji.
57
Hasil pengujian prototipe yang nilainya paling mendekati standar
kemudian dibandingkan dengan hasil simulasinya menggunakan software
Ansoft HFSS v13. Berikut ini adalah tabel hasil optimasi desain yang
pengukurannya paling mendekati standar antena mikrostrip untuk aplikasi
Radar altimeter.
Tabel 4. Dimensi fisik antena mikrostrip triple rectilinear yang hasil pengukurannya paling mendekati standar
No. Bagian Dimensi Ukuran (mm)
1 h (height) substrat 1.6
2 Wtrc (sisi lebar ) patch 48,5
3 LMAX patch 113
4 Wg (width) groundplane 120,54
5 Lg (length) groundplane 120,71
6 d (diameter) feed point hole 1.27
7 Xf (Letak coaxial Feed 16,61
Untuk lebih jelasnya, bentuk desain hasil optimasi pada Tabel 4 di
atas secara simulasi dapat dilihat pada gambar 25 berikut ini.
58
Gambar 25. Desain optimasi antena mikrostrip triple rectilinear
D. Alat Dan Bahan
Adapun Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya :
1. Printed Circuit Board (PCB) dual Layer
2. SMA Connector
3. Vektor Network Analyzer E5017C
4. Antenna Trainer ED-3200
5. Soldering Tools
6. Ferrite Choride
7. Software Ansoft HFSS v13
8. Software AutoCAD 2010
59
E. Perancangan Prototipe Antena Mikrostrip Triple Rectilinear
Software yang digunakan dalam perancangan layout prototipe
antena mikrostrip ini adalah AutoCAD 2010. Adapun gambar layout
antena mikrostrip seperti terlihat pada Gambar 26.
(a) (b)
Gambar 26. Layout antena mikrostrip triple rectilinear AutoCAD 2010 (a) Layer bagian atas (b) Layer bagian bawah
Berdasarkan hasil perancangan pada software Ansoft HFSS v13,
maka dibuat prototipe antena mikrostrip. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada perancangan prototipe ini adalah :
1. Bahan dan alat yang digunakan untuk proses pembuatan prototipe
meliputi PCB FR4-Epoxy double layer, tinta sablon, software AutoCAD
2010, SMA Connector 50 ohm, timah, Ferrite Chloride / pelarut PCB,
alat bor pcb, ampelas halus, dan solder.
2. Desain yang diperoleh berdasarkan hasil perancangan pada software
Ansoft HFSS v13 selanjutnya dibuat layout pada Printed circuit board
(PCB) untuk membangun prototipe. Adapun tahap-tahap yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
60
a. Membuat model prototipe sesuai desain yang telah dibuat pada
HFSS v13 menggunakan software AutoCAD 2010.
b. Men-sablon PCB sesuai model yang telah dibuat dengan
menggunakan software AutoCAD 2010.
c. Mengeringkan PCB yang telah di sablon.
d. Setelah hasil sablon didapatkan, maka dilakukan tahap pembuatan
prototipe.
e. Tahap pertama yakni dengan melarutkan Ferrite Chloride dengan
menggunakan air panas dalam suatu wadah.
f. Kemudian merendam desain yang telah tersablon dalam larutan
tersebut selama ± 15 menit hingga daerah yang tidak tersablon
terangkat.
g. Mengangkat PCB dari larutan kemudian mencucinya dengan air
hangat. Selanjutnya, menggosok bagian PCB yang tersablon
dengan menggunakan ampelas halus.
h. Melubangi feed pada bagian yang telah ditentukan untuk masukan
SMA Connector dengan menggunakan bor berdiameter 1 mm.
i. Memasukkan SMA Connector pada lubang yang telah dibuat pada
PCB, kemudian menyolder bagian atas dan bawah PCB untuk
dilekatkan dengan SMA Connector. Hasilnya seperti pada Gambar
3.7 berikut :
61
(a) (b)
Gambar 27. Prototipe antena mikrostrip triple rectilinear (a) Layer bagian atas (b) Layer bagian bawah
F. Teknik Pengukuran Prototipe Antena Triple Rectilinear
Pengukuran prototipe antena dilakukan setelah terlebih dahulu
prototipe antena tersebut dirancang dan dibuat dalam bentuk jadi. Tujuan
dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui keberhasilan dari
perancangan dan pembuatan antena mikrostrip untuk aplikasi Ground
Penetrating Radar (GPR). Pada pengukuran antena ini meliputi
pengukuran port tunggal (pengujian koefisien refleksi (S11) dan Voltage
Standing Wave Ratio (VSWR), serta pengukuran port ganda (pola radiasi).
Pengukuran dilakukan bukan di dalam ruangan yang bebas interferensi
(anechoic chamber) sehingga pengaruh interferensi tidak dapat dihindari
pada saat melakukan pengujian kinerja prototipe. Pengukuran prototipe
antena mikrostrip menggunakan bantuan Antena Trainner System ED-
62
3200 dan Network Analyzer Agilent 5017C. Pengukuran ini dilakukan di
dalam ruangan Laboratorium Telematika Jurusan Teknik Elektro
Universitas Hasanuddin Makassar.
1. Pengukuran Port Tunggal
Pengukuran ini meliputi pengujian koefisien refleksi (S11) dan
Voltage Standing Wave Ratio (VSWR). Pengukuran parameter-paramater
tersebut menggunakan alat ukur Network Analyzer Agilent 5017C.
Adapun prosedur pengukuran adalah sebagai berikut.
a. Pasang probe 50 ohm pada port 1 network analyzer. Kemudian
melakukan prosedur kalibrasi network analyzer untuk keadaan open
circuit, short circuit, dan load.
Gambar 28. Network analyzer 5017C.
b. Setelah kalibrasi selesai dilakukan, hubungkan konektor antena ke
konektor port network analyzer. Konfigurasi dapat dilihat pada gambar
29.
63
Gambar 29. Konfigurasi pengukuran antena pada Network Analyzer
c. Network Analyzer ini mampu menampilkan rentang frekuensi antara
100 KHz sampai dengan 8.5 GHz. Untuk menampilkan rentang
frekuensi sebagai pengamatan, tekan tombol start dan stop pada
network analyzer.
d. Tampilkan parameter-parameter yang akan dilihat pada network
analyzer dengan memilih tanda S11 untuk mengukur koefisien refleksi
dan VSWR untuk mengukur nilai VSWR.
2. Pengukuran Port Ganda
Pengukuran ini meliputi pengujian pola radiasi (S21) frekuensi antena
yang telah dibuat. Pengukuran parameter-paramater tersebut
menggunakan alat ukur Network Analyzer Agilent 5017C dan Antena
Trainer System ED-3200.
64
Gambar 30. Antenna Trainer System ED-3200
Pada pengukuran pola radiasi ini, dibutuhkan dua buah antena
yang memiliki frekuensi kerja yang sama. Satu antena digunakan sebagai
pengirim, dan satu antena sebagai penerima. Adapun prosedur
pengukuran adalah sebagai berikut.
a. Melakukan kalibrasi Network Analyzer terlebih dahulu.
b. Melakukan konfigurasi pengukuran port ganda seperti pada gambar
berikut.
Gambar 31. Konfigurasi pengukuran port ganda
65
c. Antena Tx yang digunakan berjenis antena Pyramidal Horn.
d. Kedua buah antena dipisahkan dengan jarak sejauh R. Jarak pisah ini
memenuhi syarat dimana antena bekerja pada medan jauhnya (far
field). Agar dapat bekerja pada medan jauhnya, dibutuhkan jarak
pisah minimum (r min). Yang besarnya dapat dihitung sesuai
persamaan 2.4 :
2Dλ
Dimana :
d = jarak minimum pemancar dan penerima (cm)
D = dimensi terbesar dari antena (cm)
λ = panjang gelombang (cm)
Dimensi terbesar antena yang akan diukur adalah 0,12 m.
Pengukuran pola radiasi dilakukan pada frekuensi 1 GHz dengan
panjang gelombang sebesar 0.3 m didapat d sebesar 9,6 cm. Untuk
mencakup kedua jarak minimum d, ditentukan jarak pisah antara
kedua antena adalah 100 cm.
e. Langkah berikutnya adalah memilih mode pengukuran S21 pada
network analyzer. Pola radiasi diukur secara elevasi dan azimuthal
yang merepresentasikan bidang E dan bidang H yang saling tegak
lurus sehingga mendapatkan bentuk radiasi dalam ruang. Untuk
pengukuran pola radiasi antena secara elevasi, maka antena
mikrostrip ini diposisikan secara tegak atau vertikal. Kemudian diputar
melalui main controller ED-3200 dengan posisi sudut sejauh 0 sampai
66
dengan 360 derajat dengan interval 5 derajat. Sedangkan untuk
mengukur pola radiasi secara azimuthal, maka antena diposisikan
secara horizontal, kemudian diputar melalui main controller ED-3200
dengan posisi sudut sejauh 0 sampai dengan 360 derajat dengan
interval 5 derajat.
f. Data hasil pengukuran kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel
2010 yang selanjutkan dibuat grafik pola radiasi melalui Ansoft HFSS
v13.
3. Pengukuran perbandingan level sinyal (dB) berdasarkan kedalaman tanah pada frekuensi 1 Ghz.
Pengukuran ini meliputi pengujian (S21) frekuensi dari prototipe
antena yang telah dibuat. Pengukuran parameter-paramater tersebut
menggunakan alat ukur Network Analyzer Agilent 5017C.
Gambar 32. Konfigurasi pengukuran perbandingan level sinyal (dB) berdasarkan kedalaman tanah pada frekuensi 1 Ghz.
67
4. Pengukuran perbandingan level sinyal (dB) berdasarkan kedalaman air pada frekuensi 1 Ghz.
Pengukuran ini meliputi pengujian (S21) frekuensi dari prototipe
antena yang telah dibuat. Pengukuran parameter-paramater tersebut
menggunakan alat ukur Network Analyzer Agilent 5017C.
Gambar 33. Konfigurasi pengukuran perbandingan level sinyal (dB) berdasarkan kedalaman air pada frekuensi 1 Ghz.
68
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengukuran Port Tunggal
Pengukuran ini meliputi pengujian koefisien refleksi (S11) dan
Voltage Standing Wave Ratio (VSWR). Pengukuran parameter-paramater
tersebut menggunakan alat ukur Network Analyzer Agilent 5017C.
Prosedur pengukuran telah dijelaskan pada Bab 3 Subbab Teknik
Pengukuran Prototipe Antena.
1. Koefisien refleksi (S11)
Dengan mengacu pada desain yang telah dirancang dengan
menggunakan software HFSS v13, didapatkan hasil simulasi untuk
parameter koefisien (S11) seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 34. Koefisien refleksi (S11) perancangan antena mikrostrip triple rectilinear
69
Pada gambar 34. yang merupakan hasil simulasi dari perancangan
akhir mikrostrip triple rectilinier 1 GHz dapat dilihat koefisien refleksi (S11)
yang merupakan representasi dari lebar pita yang dihasilkan telah
mencapai hasil yang diharapkan dengan penunjukan koefisien resonansi
tepat pada 1 GHz dengan return loss sebesar -24,124 dB dan pita
frekuensi dari 0,988 hingga 1,019 GHz. Dengan acuan -10 dB, dapat
diperoleh lebar pita dari perancangan antena berdasarkan persamaan
1019 988 31
Berdasarkan persamaan 2.8, maka microstrip triple rectilinear
antenna dikategorikan sebagai antena narrowband dengan
53
√1019 988100% 5,282%
Berikut ini merupakan hasil pengukuran parameter koefisien refleksi
(S11) prototipe antena mikrostrip triple rectilinier.
Gambar 35. Koefisien refleksi (S11) hasil pengukuran antena mikrostrip
70
Berdasarkan persamaan 2.8, maka lebar pita yang diperoleh
dengan acuan -10 dB pada frekuensi 1,029 nilai return loss sebesar -
23,768 dB, dapat diperoleh lebar pita dari pengukuran antena berdasarkan
persamaan :
1041 1010 31
31
√1041 1010100% 3,023%
Pada frekuensi 1,218 GHz nilai return loss sebesar -21,348 dB,
dapat diperoleh lebar pita dari pengukuran antena berdasarkan
persamaan :
1228 1206 22
22
√1228 1206100% 1,807%
Perbandingan hasil simulasi dan hasil pengukuran koefisien refleksi
(S11) dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 36 Perbandingan hasil pengukuran dan hasil simulasi koefisien refleksi (S11)
71
Gambar 36. terlihat bahwa pada hasil simulasi nilai koefisien
refleksi dari antena mikrostrip ini bernilai sebesar -24,124 dB pada
frekuensi 1 GHz (range frekuensi 0,98 GHz – 1,01 GHz). Pada hasil
pengukuran nilai koefisien refleksi dari antena mikrostrip ini bernilai
sebesar -23,768 dB pada frekuensi 1,029 GHz (range frekuensi 1,01 GHz
– 1,041 GHz). Hal ini sudah sangat baik karena melebihi acuan standar
koefisien refleksi, yaitu lebih rendah atau sama dengan -10 dB.
2. Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)
Dengan mengacu pada desain yang telah dirancang dengan
menggunakan software HFSS v13, didapatkan hasil simulasi untuk
parameter Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) seperti terlihat pada
gambar berikut.
Gambar 37. VSWR hasil simulasi mikrostrip antena triple rectilinear
72
VSWR yang diperhatikan pada Gambar 37. telah memberikan nilai
ideal (VSWR < 2 dB) yakni sebesar 1,15. Dengan nilai VSWR ini antena
dapat beroperasi efisiensi , karena terjadi perpindahan maksimum daya
antara antena pemancar dan antena penerima.
Berikut ini merupakan hasil pengukuran parameter VSWR
prototipe antena mikrostrip triple rectilinier.
Gambar 38. VSWR hasil pengukuran antena mikrostrip triple rectilinear
Gambar 38. terlihat bahwa nilai VSWR dari antena mikrostrip ini
bernilai sebesar 2,607 dB pada frekuensi 1 GHz. Hal ini disebabkan
karena terjadi persegeseran frekuensi pada saat pengukuran. Berikut ini
gambar hasil perbandingan hasil simulasi dan hasil pengukuran VSWR.
73
Gambar 39. Perbandingan hasil pengukuran dan hasil simulasi VSWR
Gambar 39. terlihat bahwa pada hasil simulasi nilai VSWR antena
mikrostrip ini bernilai sebesar 1,132 pada frekuensi 1 GHz dan 1,436 pada
frekuensi 1,185 GHz. Pada hasil pengukuran terjadi pergeseran dengan
nilai VSWR 1,210 pada frekuensi 1,029 GHz dan 1,218 GHz. Hal ini sudah
sangat baik karena melebihi acuan standar VSWR yaitu < 2.
Tabel 5. Perbandingan hasil simulasi dengan pengukuran koefisien refleksi (S11)
Simulasi Pengukuran
Frekuensi
Tengah
(GHz)
1 1,185 1,029 1,218
return loss
(dB) -24,124 -14,937 -23,768 -21,348
Bandwidth
(GHz)
0,988 –
1,019
(0,031)
1,178 –
1,203
(0.025)
1,010 –
1,041
(0,031)
1,206 –
1,228
(0,022)
VSWR 1,132 1,436 1,21 1,21
74
Tabel 5. merupakan perbandingan hasil simulasi dan hasil
pengukuran dari S11. Perbandingan hasil simulasi dan pengukuran pada
1 GHz memiliki lebar pita yang sama. Selain itu frekuensi resonansi dari
hasil pengukuran hanya bergeser sedikit dari hasil simulasi tetapi masih
berada pada inginkan.
3. Axial Ratio (AR)
Dengan mengacu pada desain yang telah dirancang dengan
menggunakan software HFSS v13, didapatkan hasil simulasi untuk
parameter Axial Ratio seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 40. Axial Ratio antena Mikrostrip Triple Rectilinear 1 GHz
Seperti yang terlihat pada gambar 40. dimana pada simulasi
didapatkan nilai dari Axial Ratio pada frekuensi 1 GHz sebesar 45,71 dB.
Dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa antena ini mempunyai
polarisasi berbentuk linier.
75
Berikut ini merupakan hasil simulasi perbandingan parameter
VSWR, Koefisien Refleksi (S11), Axial Ratio prototipe antena mikrostrip
triple rectilinier.
Gambar 41. Perbandingan VSWR, S11, Axial Ratio antena mikrostrip Triple Rectilinear
Gambar 41. terlihat bahwa nilai Axial Ratio 45,711 pada frekuensi 1
GHz nilai return loss –24,124 dengan VSWR bernilai sebesar 1,132
menunjukkan bahwa pada frekuensi 1 GHz polarisasi linier. Polarisasi
circular berada pada frekuensi 2,838 GHz nilai return loss -9,844 dengan
nilai Axial Ratio 4,978 dB, nilai VSWR 1,949.
76
4. Penentuan kelayakan prototipe antena untuk aplikasi Ground Penetrating Radar (GPR)
Untuk mengetahui apakah prototipe antena mikrostrip yang dibuat
layak atau tidak untuk diaplikasikan pada teknologi Ground Penetrating
Radar (GPR) , maka harus diketahui batasan standar nilai parameter yang
terdiri dari batas bandwidth frekuensi, koefisien refleksi, dan VSWR.
Untuk batas bandwidth, GPR 1 GHz sampai dengan 2 GHz. Untuk
batas koefisien refleksi senilai ≤ -10 dB. Sedangkan batas nilai VSWR
adalah antara 1 - 2.
Tabel 9 berikut ini adalah tabel penentuan kelayakan prototipe
antena mikrostrip untuk diaplikasikan pada Ground Penetrating Radar
Tabel 6. Penentuan kelayakan prototipe untuk aplikasi GPR
Parameter Pengukuran Standar
radar
Layak /
Tidak
Koefisien
refleksi 1,029 GHz
1,218
GHz 1 - 2 GHz Layak
Return Loss -23,768 dB -21,348
dB ≤ -10 dB Layak
VSWR 1,210 1,210 1 – 2 Layak
Berdasarkan tabel 9 di atas, dapat diketahui bahwa parameter
batas bandwidth, kofisien refleksi, dan VSWR hasil pengukuran prototipe
antena mikrostrip menunjukkan bahwa prototipe tersebut telah memenuhi
standar untuk diaplikasikan pada teknologi Ground Penetrating Radar.
77
B. Pengukuran Port Ganda
1. Pola Radiasi dan Gain
Berikut ini pada gambar 42 menunjukkan pola radiasi dua dimensi
dari antena mikrostrip triple rectilinier pada frekuensi 1 GHz secara
elevation pattern dan azimuthal pattern.
(a)
(b)
Gambar 42. Pola radiasi dua dimensi untuk antena mikrostrip triple rectilinear pada frequency 1 GHz
(a) Elevation pattern (b) Azimuthal pattern
78
Pada pola radiasi elevation pattern atau pola radiasi yang terbentuk
pada medan listrik atau electric field (E) ditunjukkan pada gambar 41.(a),
dimana bentuk yang didapat merupakan representasi pola radiasi elevasi
berdasarkan sudut 360 derajat. Nilai yang terukur secara simulasi ini
adalah gain dalam satuan decibel (dB). Pada gambar 43 berikut ini
merupakan tampilan gain elevasi frekuensi 1 GHz.
Gambar 43. Fungsi Gain (dB) terhadap sudut elevasi (derajat) frekuensi 1 GHz
Berdasar gambar 43 nilai puncaknya sebesar 1,104 dB pada sudut
0 derajat di bagian main lobe nya. Sedangkan bernilai paling minimum di
sudut 135 derajat dan 225 derajat dengan nilai -12,347 dB.
Pada gambar 42. (b), pola radiasi terbentuk pada medan magnetik
atau magnetic field (H). Pola radiasi azimuthal berdasar sudut 0 sampai
79
dengan 360 derajat. Gambar di bawah ini merupakan representasi
besarnya gain azimuthal terhadap sudut 0 sampai dengan 360 derajat.
Gambar 44. Fungsi Gain (dB) terhadap sudut azimuth (derajat) frekuensi 1 GHz
Sesuai gambar 44. nilai gain maksimum bernilai 1.104 dB. Secara
umum dari hasil simulasi ini, besarnya gain di hampir seluruh radial dalam
azimuth tidak bervariasi.
Gambar 45. memperlihatkan pola radiasi tiga dimensi frekuensi 1
GHz dengan tampilan tampak atas, tampak samping, dan tampak depan.
80
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 45. Pola radiasi tiga dimensi untuk antena mikrostrip triple rectilinear pada frequency 1 GHz (a) tampak 3D (b) tampak atas
(c) tampak samping (d) tampak depan
81
Gambar 45. memperlihatkan bahwa antena mikrostrip untuk
Aplikasi Ground Penetrating Radar pada frekuensi 1 GHz merupakan
antena direksional. Warna yang bervariasi tersebut merepresentasikan
kekuatan sinyal (signal strengh). Kekuatan sinyal paling lemah
diindikasikan dengan warna biru, kemudian naik ke warna hijau, kuning,
dan yang paling kuat adalah merah.
2. Analisis hasil simulasi dan hasil pengukuran pola radiasi dan gain pada frekuensi 1 di bidang elevasi
Berikut ini adalah gambar hasil simulasi dan hasil pengukuran pola
radiasi elevasi pada frekuensi 1 GHz.
Gambar 46. Perbandingan pola radiasi elevasi hasil simulasi dan hasil pengukuran pada frekuensi 1 GHz
Berdasarkan gambar 46 di atas, hasil pengukuran pola radiasi
elevasi prototipe antena mikrostrip triple rectilinear pada frekuensi 1 GHz
berbeda cukup signifikan dibandingkan dengan hasil simulasi. Dimana
82
gain pada hasil pengukuran sesuai pola radiasi ini bervariasi pada tiap
radial. Gain maksimum mencapai 2 dB pada radial sudut 0 derajat.
Sedangkan pada hasil simulasi gain maksimumnya sebesar 1,104 dB
pada radial sudut 0 derajat. Berikut ini gambar perbandingan gain elevasi
hasil pengukuran dan hasil simulasi pada frekuensi 1 GHz.
Gambar 47. Perbandingan gain elevasi hasil simulasi dan hasil pengukuran pada frekuensi 1 GHz
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa hasil pengukuran gain
elevasi pada frekuensi 1 GHz ini memiliki nilai yang cukup bervariasi dan
lebih besar dibandingkan terhadap hasil simulasi. Pengukuran yang
dilakukan di ruang echoic chamber atau ruangan yang tidak memiliki
kemampuan menyerap gelombang elektromagnetik frekuensi tertentu
kemungkinan besar sangat mempengaruhi gain dari hasil pengukuran.
83
Sedangkan simulasi pemetaan pola radiasi dilakukan pada kondisi udara
yang sangat ideal tanpa adanya pengaruh atau interferensi dari
gelombang lain.
3. Analisis hasil simulasi dan hasil pengukuran pola radiasi dan gain pada frekuensi 1 pada bidang azimuth
Berikut ini adalah gambar hasil simulasi dan hasil pengukuran pola
radiasi azimuthal pada frekuensi 1 GHz.
Gambar 48. Perbandingan pola radiasi azimuthal hasil simulasi dan hasil pengukuran pada frekuensi 1 GHz
Dari gambar 48, hasil simulasi pola radiasi azimuthal ini memiliki
bentuk atau pola yang hampir merata di seluruh radial atau sudut dalam
360 derajat. Sedangkan pada hasil pengukuran, didapatkan pola radiasi
yang besaran gainnya lebih bervariasi di radial sudut tertentu. Perbedaan
84
yang lain yakni cukup besar perbedaan nilai gain yang didapatkan antara
hasil simulasi dan hasil pengukuran.
Gambar 49. Perbandingan gain azimuthal hasil simulasi dan hasil pengukuran pada frekuensi 1 GHz
Sesuai gambar 49. besaran nilai gain azimuthal di seluruh radial
pada hasil pengukuran cukup bervariasi. Nilai gain maksimum berada
pada sudut 110 derajat, yakni sebesar 1,29 dB. Sedangkan pada hasil
simulasi gain maksimal sebesar 1,104 dB.
85
4. Pengukuran perbandingan level sinyal (dB) berdasarkan jarak ketinggian pemacar (Transmiter) dan penerima (Receiver) pada frekuensi 1 Ghz Aplikasi GPR.
Pengukuran ini meliputi pengujian pola radiasi (S21) frekuensi dari
prototipe antena yang telah dibuat. Pengukuran parameter-paramater
tersebut menggunakan alat ukur Network Analyzer Agilent 5017C.
Gambar 50. Pengukuran S21 pada frekuensi 1 GHz
Gambar 51. Pengukuran S21 terhadap tanah pada frekuensi 1 GHz
86
Gambar 52. Pengukuran S21 terhadap air tinggi 30 Cm frekuensi 1 GHz
87
Tabel 7. Hasil pengukuran perbandingan level sinyal (dB) berdasarkan kedalaman tanah dan air pada frekuensi 1 Ghz.
Jarak
(Cm)
Pengukuran S21 Kedalaman tanah 1 - 30 Cm Kedalaman air 1- 30
Cm
S21 (dB) Tanah Kering (εr = 2,9) Tanah Basah (εr = 8,1) Air (εr = 80)
1 -15,601 -22,445 -29,289 -60,439
2 -16,801 -28,389 -33,000 -60,839
3 -21,824 -29,201 -33,640 -61,189
4 -24,252 -31,021 -34,417 -61,439
5 -28,335 -31,376 -34,917 -63,261
6 -30,012 -32,506 -35,867 -65,083
7 -31,544 -33,092 -36,578 -66,569
8 -31,985 -34,926 -37,790 -68,675
9 -34,352 -35,997 -38,551 -69,435
10 -35,904 -36,236 -39,495 -70,243
11 -36,179 -37,365 -39,955 -70,746
12 -36.527 -38,241 -40,082 -71,061
13 -37,411 -38,453 -40.298 -72,000
14 -37,860 -38,971 -41,107 -72,365
15 -37,902 -39,780 -42,216 -72,720
16 -38,327 -40,889 -43,325 -73,029
17 -38,736 -41,198 -43,544 -73,538
18 -39,135 -41,597 -43,853 -73,837
19 -39,715 -41,977 -44,143 -74,149
20 -40,490 -42,352 -44,428 -74,424
21 -40,854 -42,716 -44,702 -74,688
22 -41,212 -43,074 -44,970 -74,946
23 -41,547 -43,074 -44,115 -75,081
24 -41,873 -43,535 -45,251 -75,207
25 -42,178 -43,740 -45,366 -75,312
26 -42,471 -43,933 -45,469 -75,405
27 -42,755 -44,117 -45,563 -75,489
28 -43,133 -44,295 -45,651 -75,567
29 -43,398 -44,460 -45,726 -75,632
30 -43,648 -44,610 -45,786 -76,001
88
Gambar 53. Grafik perbandingan hasil pengukuran S21, pengukuran S21 terhadap tanah kering, terhadap tanah basah dan terhadap air.
Penggunaan GPR untuk meneliti objek-objek yang terbuat dari
logam atau bahan yang mengandung logam (metalik) menggunakan
frekuensi antenna sebesar 1 GHz. Frekuensi ini tergolong tinggi sehingga
memberikan resolusi yang tinggi pula, tetapi kedalaman penetrasinya
terbatas. Untuk frekuensi observasi 1 GHz, objek metallic yang mampu
diidentifikasi dengan baik berkedalaman hanya 20 cm hingga 40 cm
(www.geospasia.com).
Selisih antara gain maksimal dan minimal pada :
1. Pengukuran S21 = - 43,448 – (- 15,601) = 27,847 dB
2. Tanah kering S21 = - 44,610 – (- 22,445) = 22,165 dB
3. Tanah basah S21 = - 45,786 – (- 29,289) = 16,497 dB
4. S21 terhadap air = - 76,001 – (- 60,439) = 15,562 dB
89
Persamaan kecepatan rambatan gelombang pada tanah :
√
Tabel 8. Perbandingan perambatan gelombang pada tanah 0,1 m
a. Tanah Kering (εr = 2,9)
b. Tanah Basah (εr = 8,1) c. Air (εr = 80)
√
299792458
√2,9
176044193 / 1,76 10 /
Delay pada Ground Penetrating Radar pada jarak 0,1 m :
2
2 0,1
176044193
0,000000001136s 1,136x10 s
√
299792458
√8,1
105336333 / 1,05 10 /
Delay pada Ground Penetrating Radar pada jarak 0,1 m :
2
2 0,1
105336333
0,000000001899 1,899 x 10 s
√
299792458
√80
33517816 / 3,351 10 /
Delay pada Ground Penetrating Radar pada jarak 0,1 m :
2
2 0,1
33517816
0,0000000059670 5,967x10 s
90
Gambar 54. Grafik perbandingan delay perambatan gelombang pada
tanah terhadap jarak kedalaman tanah pada tanah kering dan tanah basah.
Pada tanah kering perambatan gelombang lebih cepat dari pada
tanah basah hal ini disebabkan karena permitivitas pada tanah kering
lebih kecil dari pada tanah basah.
91
Tabel 9. Perbandingan antena mikrostrip Bowtie dan antena mikrostrip Triple Rectilinear
No Parameter
Antena
Antena mikrostrip
Bowtie
Antena mikrostrip
Triple Rectilinear
1. S11 800 MHz
Fungsi untuk
mendeteksi benda
yang terkubur dalam
tanah.
Resolusi rendah
untuk kedalaman
eksplorasi maksimum
hingga 1,5 m
1 GHz
Fungsi untuk mendeteksi
benda yang terkubur dalam
tanah. Biasa digunakan
untuk mendeteksi logam
kemampuan identifikasi 20
Cm – 40 Cm. Kelebihan
resolusi tinggi, tetapi
kedalaman penetrasinya
terbatas.
2. Frekuensi 800 MHz 1,029 GHz ; 1,218 GHz,
2,514 GHz ; 2,905 GHz
3. Return
Loss
- -23,768 dB ; 21,348 dB
-14.771 dB ; -17.744 dB
4. VSWR 1,3 1,210
5. Pengujian Pengujian respon
frekuensi impedansi
antena dan VSWR
terhadap impedansi
sumber 300 Ω
terhadap tanah
kering dan tanah
basah
Pengujian S21, perambatan
gelombang terhadap tanah
kering, tanah basah dan air
pada jarak 1 – 30 Cm.
92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perancangan dan analisa hasil simulasi antena
mikrostrip dengan menggunakan Software Ansoft High Frequency
Structural Simulator (HFSS) v 13, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil simulasi nilai koefisien refleksi (S11) pada frekuensi 1 GHz nilai
return loss sebesar -24,124 dB dan bandwidth sebesar 31 MHz
dengan nilai VSWR sebesar 1,132. Pada frekuensi 1,185 GHz nilai
return loss sebesar -14,937 dB dan bandwidth sebesar 25 MHz
dengan nilai VSWR sebesar 1,436. Nilai axial ratio sebesar 45,711 dB
dengan pola radiasi linier.
2. Hasil pengukuran antena didapatkan nilai koefisien refleksi (S11) pada
frekuensi 1,029 GHz nilai return loss sebesar -23,768 dB dan
bandwidth sebesar 31 MHz dengan nilai VSWR sebesar 1,21. Pada
frekuensi 1,218 GHz nilai return loss sebesar -21,348 dB dan
bandwidth sebesar 22 MHz dengan nilai VSWR sebesar 1,21.
3. Hasil pengukuran (S21) perambatan gelombang terhadap permitifitas
(εr) tanah kering dengan ketebalan 30 cm sebesar -44,610 dB, pada
tanah basah sebesar -45,786 dB dan pada air -76,001 dB.
Berdasarkan hasil simulasi dan pengukuran antena mikrostrip trIple
rectilinear layak digunakan untuk aplikasi GPR.
93
B. Saran
1. Untuk kesempurnaan dalam perancangan antena mikrostrip perlu
adanya pengetahuan yang lebih mendalam mengenai teori antena
mikrostrip dan software yang digunakan, sehingga diharapkan
teknologi antena mikrostrip bisa terus dikembangkan.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang antena mikrostrip untuk
meningkatkan gain dan efisiensi antena.
3. Proses pengukuran prototipe antena mikrostrip sebaiknya dilakukan
dalam ruangan unechoic chamber, sehingga tidak terdapat interfensi
atau ganguan berupa pantulan dari gelombang lain di udara.
94
DAFTAR PUSTAKA
Attela G.E. and A.A.Shaalan. 2007. Wideband Partially-Covered Bowtie Antenna For Ground-Penetrating-Radars. Communications and Electronics Department, Faculty of Engineering, Zagazig University, Egypt.
Balanis, Constantine A. 2005. Antenna Theory – Analisis and Design.
Third Edition. New Jersey: John Wiley and Sons. Chandra A. dan Santoso D. 2012. Rancang Bangun Komponen Pasif Rf
Pada Aplikasi Teknologi Wireless. Tugas Akhir Sarjana, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia.
Hasan A. E. 2012. The Use of Ground Penetrating Radar With a
Frequency 1 GHz to Detect Water Leaks From Pipelines. Turkey: Sixteenth International Water Tecnology Conference.
Keshtkar A. and Dastkhosh A. R. 2008. Circular Microstrip Patch Array
Antenna for C-Band Altimeter System. International Journal of Antennas and Propagation, Article ID 389418, doi:10.1155/2008/389418,7.
Palantei E. 2010. Swiched Parasitic Smart Antenna Design and
Implementation for Wireless Communication System. Submitted in fulfillments of the degree of Doctor of Philosophy. Griffith School of Engineering Faculty of Science, Environment, Engineeering and Technology Griffith University, South East Queensland, Australia.
Palantei E., Sakka N., Pratiwi A., Topalaguna B., Ubaid Z. and Syarif S.
2013. Lungs Antena Structures : Numerical Computaion, Testing and Application. The 13th International conference on QiR (Quality in Research) Faculty of Engineering Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia, Juni 25 – 28
Pramudita A. Adya, Kurniawan A. dan Bayu Suksmono A. 2008.
Hexagonal Monopole strip Antenna with Rectangular Slot for 100-1000 MHz SFCW GPR Applications. Internasional Journal of Antennas and Propagasi, Vol 2008, Bandung, Indonesia.
Lestari A.A. 2010. Adaptive wire bowtie antenna for GPR applications.
Antennas and Propagation, IEEE Transactions on (Volume:53, Issue: 5 )
95
Nukuhaly I., Dewangga B. 2012. Rancang Bangun dan Analisis Antena Mikrostrip Rectangular Patch Dengan Slot Untuk Aplikasi 3G. Tugas Akhir Sarjana, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Indonesia.
Suryono, Dian R.S. dan Sukriyah B. 2009. Perancangan Microstrip
Antenna Untuk Aplikasi Base Station Dan Mobile Station Pada Sistem WiMAX (Woldwide Interoperability for Microwave Acces). Tugas Akhir Sarjana, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia.
Topalaguna B. dan Ubaid Z. 2012. Konstruksi Prototype Nanosatellite
pada Frekuensi ISM Band 2,4 GHz untuk Aplikasi Telemetri Suhu. Tugas Akhir Sarjana, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia.
Vishwakarma R. K., Ansari J.A., and Meshram M. K.. 2006. Equilateral
Triangular Microstrip Antenna For Circular Polarization dual-band operation. Indian Journal of Radio & Space Physics. Vol 35, pp 293-296
Yulius M. Y., Wahyu Y. dan Oktafiani F. 2005. Studi Pemrosesan dan
Visualisasi Data Ground Penetrating Radar. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi-LIPI.
Suryana J., Andriyan B., Suksmono, dan Tati R. Mengko. 2005. Karakteristik Domain Waktu Antena Bowtie Ujung Sirkular 1-2 GHz Dengan Respon Implus Ternormalisasi. Bandung : Makara, Teknologi. Vol.9,No.1.
www.geospasia.com
96
Lampiran 1.
Gambar L-1. Pengukuran koefisien refleksi (S11) dan VSWR
97
Lampiran 2.
Gambar L-2. Pengukuran S21 antena pada jarak 2 Cm
Gambar L-3. Pengukuran S21 antena pada jarak 9 Cm
98
Lampiran 3.
Gambar L-4. Pengukuran S21 terhadap tanah tebal 30 Cm
Gambar L-5. Pengukuran S21 terhadap air tinggi 30 Cm
99
Lampiran 4 Pengukuran E-Plane (Elevation Pattern) Frekuensi 1 GHz Prototipe Antena Mikrostrip Triple Rectilinear
Tetha [deg] Mikrostrip E-Plane [dB] 120 -5
0 2 125 -5,1
5 1,7 130 -5,3
10 1,5 135 -5,4
15 1,8 140 -5,3
20 1,3 145 -5,6
25 1,35 150 -5,4
30 1,9 155 -5,8
35 1,4 160 -6
40 1 165 -6,8
45 -1,2 170 -7
50 -1,4 175 -7,4
55 -2 180 -6,8
60 -1,8 185 -6,2
65 -1,9 190 -7
70 -2 195 -6,8
75 -2,3 200 -6
80 -2,5 205 -6,4
85 -2,9 210 -5,7
90 -3 215 -5,6
95 -3,1 220 -5
100 -4,2 225 -4,2
105 -3,8 230 -4,3
110 -4 235 -5
115 -4,2 240 -5,6
100
245 -4,3
250 -4
255 -3,6
260 -3,4
265 -3,2
270 -3
275 -2,9
280 -2
285 -2,9
290 -2,8
295 -2
300 -1,5
305 -1,8
310 -1,4
315 -1
320 -1,2
325 1,9
330 1,7
335 1
340 1,8
345 1,4
350 1,5
355 1,4
360 2
101
Lampiran 5 Pengukuran H-Plane (Azimuth Pattern) Frekuensi 1 GHz Prototipe Antena Triple Rectilinear
Phi [deg] Mikrostrip H-Plane
[dB] 120 1,28
0 1,28 125 1,28
5 1,28 130 1,264
10 1,264 135 1,265
15 1,265 140 1,264
20 1,264 145 1,264
25 1,264 150 1,261
30 1,261 155 1,265
35 1,265 160 1,263
40 1,266 165 1,261
45 1,265 170 1,263
50 1,261 175 1,262
55 1,265 180 1,255
60 1,266 185 1,25
65 1,265 190 1,26
70 1,268 195 1,25
75 1,265 200 1,262
80 1,263 205 1,264
85 1,26 210 1,262
90 1,27 215 1,263
95 1,274 220 1,263
100 1,28 225 1,262
105 1,263 230 1,261
110 1,29 235 1,264
115 1,27 240 1,265
102
245 1,263
250 1,265
255 1,267
260 1,27
265 1,28
270 1,268
275 1,265
280 1,263
285 1,268
290 1,27
295 1,265
300 1,28
305 1,27
310 1,29
315 1,274
320 1,265
325 1,262
330 1,26
335 1,29
340 1,28
345 1,28
350 1,267
355 1,264
360 1,28