desentralisasi di kabupaten bantul

12
DESENTRALISASI DI KABUPATEN BANTUL 1. Pendahuluan Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya pada erareformasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentangPerimbangan Keuangan yang kemudian direvisi masing-masing menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Walaupun demikian, penerapan konsep desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia sampai saat ini dianggap masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Masih ditemukan banyak kelemahan dalam pelaksanaannya, baikdari kelengkapan regulasi, kesiapan pemerintah daerah, maupun penerimaan masyarakat sendiri. Terlepas dari itu semua, desentralisasi dan otonomi daerah telah menjadi suatu keniscayaan dengan mempertimbangkan amanat UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia yang telah menegaskan hal tersebut. Dengan demikian, menjadilebih berharga kemudian meninjau kembali pencapaian selama ini dan merumuskan agenda desentralisasi dan otonomi ke depan. Dengan keterbatasan yang ada, tulisanini pada intinya mencoba merumuskan agenda tersebut.Secara umum, pembahasan terbagi dalam 3 (tiga) bagian besar yaitu menyajikan konsep desentralisasi dan otonomi daerah dan pencapaiannya, untuk kemudian diakhiri dengan rumusan agenda ke depan.

Upload: pulung-nugroho

Post on 26-Dec-2015

66 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Desentralisasi Di Kabupaten Bantul

DESENTRALISASI DI KABUPATEN BANTUL

1. Pendahuluan

Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung lama bahkan

sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya pada erareformasi dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah dan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentangPerimbangan Keuangan yang kemudian

direvisi masing-masing menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2004.

Walaupun demikian, penerapan konsep desentralisasi dan otonomi daerah di

Indonesia sampai saat ini dianggap masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Masih ditemukan banyak kelemahan dalam pelaksanaannya, baikdari kelengkapan regulasi,

kesiapan pemerintah daerah, maupun penerimaan masyarakat sendiri.

Terlepas dari itu semua, desentralisasi dan otonomi daerah telah menjadi suatu

keniscayaan dengan mempertimbangkan amanat UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa

Indonesia yang telah menegaskan hal tersebut. Dengan demikian, menjadilebih berharga

kemudian meninjau kembali pencapaian selama ini dan merumuskan agenda desentralisasi

dan otonomi ke depan. Dengan keterbatasan yang ada, tulisanini pada intinya mencoba

merumuskan agenda tersebut.Secara umum, pembahasan terbagi dalam 3 (tiga) bagian besar

yaitu menyajikan konsep desentralisasi dan otonomi daerah dan pencapaiannya, untuk

kemudian diakhiri dengan rumusan agenda ke depan.

Pengertian Desentralisasi

Menurut Devas (1997), pengertian dan penafsiran terhadap desentralisasi ternyata

sangat beragam, dan pendekatan terhadap desentralisasipun sangat bervariasi dari negara

yang satu ke negara yang lain. Tetapi,secara umum definisi dan ruang lingkup desentralisasi

selama ini banyak diacuadalah pendapat Rondinelli dan Bank Dunia (1999), bahwa

desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggungjawab fungsi-fungsi pemerintahan

dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, lembaga semi-pemerintah, maupun kepada

swasta. Sebagai pembanding, baik juga mengacu pendapat Turner danHulme (1997) yang

berpendapat bahwa desentralisasi di dalam sebuah negara mencakup pelimpahan kewenangan

dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, dari pejabat atau lembaga

pemerintahan di tingkat pusatkepada pejabat atau lembaga pemerintahan yang lebih dekat

Page 2: Desentralisasi Di Kabupaten Bantul

kepada masyarakatyang harus dilayani.Desentralisasi merupakan alat mencapai tujuan

pemberian pelayanan publikyang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan

yang lebih demokratis.

Tujuan Desentralisasi (Samadi, 2000)

1. Merealisasikan tujuan-tujuan dasar atau nilai-nilai tertentu dari komunitas

politik

2. Pemerintahan Daerah dilihat sebagai bagian penting dari struktur

pemerintahan demokratis

3. Pemindahan beban dalam penyediaan layanan masyarakat

4. Mendorong pendidikan politik dan keterlibatan masyarakat

5. Memungkinkan kebijaksanaan pemerintahan lebih sesuai dengan kondisi

wilayah dan masyarakat setempat

Sisi Positif Desentralisasi (Samadi, 2000)

1. Secara ekonomi: peningkatan efisiensi penyediaan barang dan jasa publik

2. Secara politik: memperkuat akuntabilitas, kemapuan politik dan integritas

nasional; kedekatan dengan masyarakat; mempromosikan kebebasan, kesamaan

dan kesejahteraan; latihan dasar bagi partisipasi penduduk dan pemimpin politik

3. Secara sosial: hubungan keberadaan negara dan perekonomian

Sisi Negatif Desentralisasi (Samadi, 2000)

1. Memunculkan pemikiran sempit dan separatisme

2. Mengancam kesatuan dari kehendak umum

3. Menguatkan kepentingan-kepentingan yang sempit dan bersifat setempat

(lokalitas)

4. Anti kesederajatan

5. Dari segi keuangan: berbahaya dilihat dari aspek redistribusi, stabilisasi, dan

alokasi

2. Desentralisasi di Kabupaten Bantul

A. Profil Kabupaten Bantul

Kabupaten Bantul merupakan bagian integral wilayah Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta yang meliputi empat kabupaten dan satu kota. Berdasarkan posisi geografisnya,

wilayah Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah paling selatan di Daerah Istimewa

Yogyakarta yang terletak antara 07°44'04" - 08°00'27" LS dan 110°12'34" - 110°31'08" BT

dengan luas 506,85 km² dan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Page 3: Desentralisasi Di Kabupaten Bantul

_ Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman

_ Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

_ Sebelah Barat : Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Sleman

_ Sebelah Timur : Kabupaten Gunungkidul

Apabila dilihat dari bentang alamnya, wilayah Kabupaten Bantul terdiri dari daerah

dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian

timur dan barat, serta kawasan pantai di sebelah selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif

membujur dari utara ke selatan.

Secara administratif, Kabupaten Bantul dibagi dalam 17 kecamatan, 75 desa, dan 933

pedukuhan.Desa-desa di Kabupaten Bantul dibagi lagi berdasarkan statusnya menjadi desa

pedesaan (rural area) dan desa perkotaan (urban area). Secara umum jumlah desa yang

termasuk dalam wilayah perkotaan sebanyak 41 desa, sedangkan desa yang termasuk dalam

wilayah perdesaan sebanyak 34 desa. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa

Kecamatan Dlingo mempunyai wilayah paling luas, yaitu 55,87 km2, sedangkan jumlah desa

dan pedukuhan yang terbanyak terdapat di Kecamatan Imogiri dengan 8 desa dan 72

pedukuhan.

Peta Kabupaten Bantul

Sumber : gabusanartpark.wordpress.com

Page 4: Desentralisasi Di Kabupaten Bantul

B. Pelaksanaan Tujuan Desentralisasi di Kabupaten Bantul

1. Merealisasikan tujuan-tujuan dasar atau nilai-nilai tertentu dari komunitas

politik

DPRD Kabupaten Bantul periode 2009-2014 dilantik pada tanggal 13 Agustus 2009.

Dengan anggota yang dilantik sejumlah 44 orang. Adapun komposisi anggota berdasarkan

asal Partai Politik adalah sebagai berikut:

1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : 11 Anggota

2. Partai Amanat Nasional : 6 Anggota

3. Partai Demokrat : 5 Anggota

4. Partai Keadilan Sejahtera : 5 Anggota

5. Partai Golkar : 5 Anggota

6. Partai Persatuan Pembangunan : 4 Anggota

7. Partai Gerindra : 3 Anggota

8. Partai Kebangkitan Bangsa : 3 Anggota

9. Partai Karya Peduli Bangsa : 2 Anggota

Dari 9 Partai Politik yang memiliki kursi di DPRD Kabupaten Bantul , terbentuk 7 fraksi

yaitu:

1. Fraksi PDI Perjuangan yang merupakan gabungan PDIP dan Gerindra

2. Fraksi Amanat Nasional

3. Fraksi Demokrat

4. Fraksi Keadilan Sejahtera

5. Fraksi Partai Golkar

6. Fraksi Persatuan Pembangunan

7. Fraksi Karya Bangsa yang merupakan gabungan PKB dan PKPB

Dalam rangka melaksanakan dan fungsinya DPRD kabupaten Bantul dilengklapi dengan alat

kelembagaan berupa :

Pimpinan Dewan terdiri dari 4 orang

Komisi-Komisi( A, B, C, D )

Badan Musyawarah

Badan Anggaran

Badan Legislasi

Page 5: Desentralisasi Di Kabupaten Bantul

Badan Kehormatan

Dari alat kelembagaan yang ada dan bersifat tetap DPRD juga didukung alat kelembagaan

yang tidak tetap yang biasanya berbentuk : Panitia Khusus (PANSUS).

Keterwakilan calon anggota legislatif perempuan 30 persen untuk pemilihan umum

pada 2014 di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Sesuai aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa keterwakilan calon legislatif (caleg) perempuan 30 persen berlaku untuk tiap daerah pemilihan (dapil) bukan secara keseluruhan di Bantul. (Penanggungjawab Divisi Hukum dan Pengawasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bantul, Nur Huri Mustofa)

Peraturan KPU Nomor 07 Tahun 2013 tentang pencalonan anggota DPRD kabupaten, provinsi dan DPR yang baru diundangkan mengatur secara rinci dan lebih ketat terkait persyaratan pencalonan anggota legislatif. Selain mengatur minimal 30 persen caleg perempuan, dalam aturan itu juga mengatur penomoran caleg perempuan yang akan berlaga di setiap dapil, misalnya harus ada caleg perempuan dalam setiap tiga nomor.Penomoran caleg perempuan bebas asalkan ada dalam setiap tiga nomor dan seterusnya, jadi pada Pemilu nanti peluang keterwakilan caleg perempuan tiap parpol dalam tiap dapil lebih besar.

Jika salah satu parpol tidak memenuhi salah satu persyaratan tersebut, maka tidak bisa ikut berlaga dalam pemilihan legislatif di dapil itu, pihaknya mengaku akan melakukan sosialisasi kepada parpol terhadap peraturan. Ada beberapa materi yang perlu ditekankan kepada parpol, termasuk calon yang diajukan maksimal 100 persen sesuai jatah kursi di dapil itu, pemilu sebelumnya (2009) maksimal bisa 120 persen.

KPU Bantul telah menetapkan enam dapil, yakni dapil 1 meliputi kecamatan Bantul dan Sewon, dapil 2 kecamatan Kasihan dan Sedayu, kemudian dapil 3 meliputi Kecamatan Sanden, Pajangan, Pandak dan Srandakan.Kemudian dapil 4 meliputi Pundong, Kretek, Jetis dan Kecamatan Bambanglipuro, dapil 5 meliputi Imogiri, Dlingo dan Pleret, serta dapil 6 meliputi Kecamatan Banguntapan dan Piyungan.Penentuan dapil ini berdasarkan enam pertimbangan yakni kesetaraan nilai kursi termahal dan termurah, ketaatan, proporsionalitas, coterminous atau cakupan wilayah, kohesivitas serta kesinambungan dengan pemilu 2009.

(Data Calon Tetap Anggota DPRD Bantul Pemilu 2014 dilampirkan)

2. Pemerintahan Daerah dilihat sebagai bagian penting dari struktur

pemerintahan demokratis

3. Pemindahan beban dalam penyediaan layanan masyarakat

4. Mendorong pendidikan politik dan keterlibatan masyarakat

(Partisipasi politik masyarakat Kabupaten Bantul dalam Pemilu)

Page 6: Desentralisasi Di Kabupaten Bantul

Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 di kabupaten Bantul menjadi 719.019

pemilih terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 349.519 orang dan pemilih perempuan 369.501

orang berdasar keputusan hasil rapat pleno komisioner KPU Kabupaten Bantul yang dipimpin

Ketua KPU Kabupaten Bantul Budhi Wiryawan dihadiri Ketua KPU DIY Hamdan

Kurniawan,S.IP,Msi, keuta Panwaslu Kabupaten Bantul Drs. Supardi, Ketua Parpol peserta

Pemilu 2014 di Bantul, Ketua PPK se Kabupaten Bantul dan undangan lain pada hari Sabtu

(11/10). Hasil penetapan kembali DPT Pemilu 2014 menjadi 719.019 tersebut, berarti ada

pengurangan sejumlah 2.851 dari DPT yang telah ditetapkan pada tanggal 13 September

2013 lalu sebanyak 721.870.

Menurut Budhi Wiryawan, penetapan kembali DPT tersebut didasarkan pada Surat

Edaran Komisi Pemilihan Umum Nomor:644/Kpu/Ix/2013 Tanggal 14 September 2013

Perihal Perbaikan Daftar Pemilih Dan Penetapan DPT. Hal tersebut mengingat masih terdapat

ketidak akuratan daftar pemilih dengan melakukan pembersihan data ganda, pemilih yang

tidak berhak namun terekam dalam sistem informasi data pemilih serta menata kembali daftar

pemilih dari TPS yang jumlah pemilihnya masih lebih dari 500 orang. (admin/BN)

Page 7: Desentralisasi Di Kabupaten Bantul

Tabel DPT Pemilu 2014 Kabupaten Bantul pada tanggal 13 September 2013

Jumlah golput pada pemilu 2009, jauh lebih banyak dibanding pada pemilu tahun-

athun sebelumnya. Kondisi demikian ini, bisa dilihat dari berbagai tempat pemungutan suara

(TPS) yang tersebar di walayah Bantul.

Berdasarkan data yang ada di KPU Bantul, warga yang terdaftar di Daftar Pemilih

Tetap (DPT) di masing-masing TPS yang tidak menggunakan hak pilihnya lebih dari 10

persen. Bahkan, disejumlah TPS warga yang sudah terdaftar di DPT yang tidak menggunakan

hak pilihnya jumlahnya mencapai 30 sampai 50 persen. Jumlah ini sangat berbeda dengan

Pemilu 2004 lalu.

Seperti yang terjadi di TPS 15 , Dusun Gunungan, Desa Sumbermulyo, Kecamatan

Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, misalnya, diketahui jumlah pemilih berdasarkan DPT ada

sekitar 450 pemilih. Namun kenyataannya yang mencontreng hanya sekitar 250 orang.

Dengan demikian, warga yang tidak memilih atau tidak mencontreng ada sekitar 150 orang,

Dusun Gunungan, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul.

Sebagian masyarakat tidak memilih selain kerja di luar kota juga tidak mau mengurus

A5. Sehingga di desanya tidak mencontreng ditempat kerja mereka juga tidak mencontreng.

Selain itu, perubahan sistem pemilu 2009 dari mencoblos menjadi mencotreng menjadi

kendala sendiri bagi pemilih khususnya bagi orang tua (Manula) dan buta huruf.

Hal serupa juga, Dusun Bintaran Wetan, Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan,

Kabupaten Bantul, mengatakan jumlah DPT mencapai 315 pemilih.Namun dalam

kenyataannya pemilih yang menggunakan hak pilihnya hanya mencapai 235 pemilih. Dengan

demikian, warga yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput jumlahnya mencapai 80

pemilih.

Sistem pemilu dengan basis KTP ini membuat partisipasi warga semakin berkurang

karena warga yang punya KTP dan masuk dalam DPT tidak bisa menggunakan hak pilihnya

di TPS lain bila tidak membawa surat A5.

Selain itu, tingkat keguguran surat suara jumlahnya cukup tinggi, antara 10 hingga 20

persen. Hal ini dipicu dari kebingungan pemilih untuk memilih dengan cara mencontreng.

Tingginya angka golput akibat administratif ini juga diakui oleh Ketua KPU Bantul, Budhi

Page 8: Desentralisasi Di Kabupaten Bantul

Wiryawan bahwa sistem pemilu berbasis KTP akan mengurangi tingkat partisipasi

masyarakat dalam pemilu.Pemilih sudah pindah rumah, kerja luar kota membuat pemilih

tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Selain itu, juga ada alasan lain sehingga embuat

warga atau masyarakat malas untuk mengurusnya..

Pelaksanaan pemilu 2009 sangat berbeda dibanding pada pemilu sebelumnya yang

menggunakan sistem domisili. Ternyata sangat membantu masyarakat dalam menggunakan

hak pilihnya, sehingga partsipasi memilih tinggi.Pemilu 2004 lalu, kata dia, partisipasi

masyarakat Bantul memilih mencapai 93 persen dan menjadi rangking 2 nasional dari tingkat

partisipasi karena sistem domisili sangat membantu dalam partisipasi masyarakat dalam

menggunakan hak pilihnya. Namun pada pemilu kali ini, merosot jauh. Karena dinilai rumit

dan repot, sehingga membuat warga masyarakat malas untuk datang ke TPS untuk

mencontreng. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bantul menghitung jumlah keseluruhan

angka golput di Kabupaten Bantul pada pemilu tahun 2009 mencapai 201.867 atau 18 % dari

Daftar Pemilih Tetap yang berjumlah 713.898 orang.

Dapat diidentifikasikan bahwa penyebab umum golput yaitu :

1. Kejenuhan dan kebosanan pemilih terhadap pemilu yang terus menerus.

2. Kekecewaan pemilih terhadap perilaku politisi.

3. Penurunan kesejahteraan masyarakat dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.

4. Peningkatan kemiskinan

Lebih lanjut, golput juga disebabkan faktor – faktor khusus diantaranya adalah :

1. Mencuatnya persolan hukum, politik dan adinistratif di daerah yang menimbulkan

situasi kurang kondusif

2. Rendahnya daya tarik calon akibat merosotnya kredibilitas dan akuntabilitas

3. Kurangnya eksepabilitas dan popularitas calon karena absennya pemilih dalam

pencalonan

4. Kebingungan pemilih akibat banyaknya pasangan calon

5. Anggapan masyarakat dan kekhawatiran partai bahwa calon incumbent pasti

memenangkan pilkada

6. Sosialisasi pilkada yang kurang

Page 9: Desentralisasi Di Kabupaten Bantul

5. Memungkinkan kebijaksanaan pemerintahan lebih sesuai dengan kondisi

wilayah dan masyarakat setempat