dewan perwakilan daerah republik indonesia ... filepimpinan pansus dan para anggota dpd yang saya...
TRANSCRIPT
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANSUS TATIB
MASA SIDANG I TAHUN SIDANG 2016-2017
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
I. KETERANGAN
1. Hari : Kamis
2. Tanggal : 1 September 2016
3. Waktu : 13.58 WIB – 15.56 WIB
4. Tempat : R. Rapat
5. Pimpinan Rapat :
1. Dr. H. Ajiep Padindang, S.E., M.M. (Ketua Pansus Tatib)
2. Drs. H. Akhmad Muqowam (Wakil Ketua Pansus Tatib)
3. Fahira Idris, S.E., M.H. (Wakil Ketua Pansus Tatib)
6. Sekretaris Rapat :
7. Acara : RPDU dengan narasumber:
1. Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H.
2. Mustafa Fakhri, SH., MH., LL.M
8. Hadir : Orang
9. Tidak hadir : Orang
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
1
II. JALANNYA RAPAT:
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Bismillahirahmanirrahim.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang. Salam sejahtera untuk kita sekalian.
Bapak Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. setahu saya sudah ada professor itu ya
mungkin staf kami mestinya tulis depan situ Prof. Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H yang saya
hormati.
Bapak, Ibu anggota Pansus yang saya hormati.
Pak Muqowam Pimpinan Pansus yang saya hormati.
Alhamdulillah kita bersyukur pada hari ini sesuai dengan kesepakatan di Pansus pada
pertemuan yang lalu untuk kita dalam bahasa tata tertib di DPD namanya rapat dengar
pendapat umum, bahasa lainnya adalah mendegar masukan dari pakar dan kami sepakati
untuk mengundang Bapak Prof. Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H Alhamdulillah sudah ada
ditengah-tengah kita. Saya ingin informasikan Pak Hamdan, DPD ini membentuk lagi Pansus
tidak apa-apa saya ceritakan karena bapak kan lengkap punya perjalanan hidup pernah di
parlemen, pernah di Mahkamah Konstitusi menilai undang-undang dan sebagainya selain
sebagai seorang pakar. Memang DPD RI ini membentuk Pansus lagi karena hasil Pansus
yang lalu yang telah kami tetapkan dalam Sidang Paripurna tentang tata tertib kami, tata
tertib DPD itu masih kemudian ditemukan atau dianggap masih terdapat sejumlah kelemahan
lagi. Jadi proses mencari, menemukan dan menemukan bentuk yang paling ideal bagi sebuah
tata tertib Dewan Perwakilan Daerah. Pada siang ini kami ingin, saya kira tidak usah
perkenalkan satu-satu Pak Hamdan yang hadir tapi kalau Pak Muqowam saya yakin bapak
sudah kenal. Nah itu makanya saya tidak perkenalkan ke bapak karena dulu di sebelah saya
yakin selalu sama-sama sekarang beliau berhijrah ke DPD dan dimana disini menjadi virus
bagi DPD. Jadi Pak Muqowam jadi virusnya DPD pak. Kalau partainya menurut saya masih
tetap seperti dulu tetap ya Partai Rumah Rakyat kan P3 itu simbolnya rumah rakyat karena
rumahnya banyak dia buat dua rumah rakyat.
Kami berharap dalam waktu siang ini dengan Pak Hamdan mendapatkan pemikiran-
pemikiran yang akan memperkaya semua kami anggota Pansus, bapak, ibu anggota Pansus
ini keterkaitan antara Undang-Undang Dasar RI ’45 khususnya pasal yang berkait langsung
dengan DPD RI, kaitan lagi dengan Undang-Undang Susduk MD3 dan akhirnya berujug pada
status atau posisi hukum tata tertib DPD RI. Ya nanti teman-teman kami akan banyak
memperdalam disitu tetapi kami anggap bapak sangat capable untuk memberikan alur
pemikiran pada kami semua dari sudut pandang hukum karena itu kami berharap mungkin
dengan supaya agak diskusinya bisa lebih banyak. Pak Anto ini banyak yang dia mau
pertanyakan pada Pak Hamdan. Juga kami undang sebenarnya satu lagi Pak Mustofa Fahri
tapi masih di jalan dan bapak, ibu semua anggota Pansus yang saya hormati pukul 16.00 nanti
lewat kita ada Rapat Panmus, kami dengan beberapa teman di sini harus mengikuti juga
RAPAT DIBUKA PUKUL 13.58 WIB
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
2
Rapat Panmus lagi dan Pak Hamdan saya kira dengan waktu 2 jam saya kira sangat mahal
buat kita. Mungkin saya langsung saja Pak Hamdan, saya persilakan.
PEMBICARA: Prof. Dr. HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H (NARASUMBER)
Terima kasih.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pimpinan Pansus dan para anggota DPD yang saya hormati.
Terima kasih atas undangan yang diberikankepada saya untuk menyampaikan
pandangan-pandangan tentang tata tertib. Memang saya tadinya masih apa namanya
bertanya-tanya sebenarnya apa yang harus saya sampaikan secara spesifik. Hanya disitu
kaitan antara Undang-Undang Dasar dan putusan MK yang sudah ada 2 perkara yang paling
tidak saya ingat sudah diputuskan oleh MK dan satunya pada masa saya ketika itu diucapkan
kemudian yang kedua pada masa saya yang putusan yang kedua saya ikut memutuskan tapi
tidak mengucapkan kira-kira begitu karena sudah selesai masa jabatan saya. Mungkin hanya
pengantar umum saja yang saya ingin sampaikan nanti kita perdalam dalam diskusi.
Pertama memang DPD ya sebagaimana halnya DPR lembaga negara yang merupakan
lembaga perwakilan yang sangat penting dalam Undang-Undang Dasar. Baik DPD maupun
DPR itu diatur secara sangat ringkas dalam Undang-Undang Dasar hanya kewenangan-
kewenangan pokok kemudian susunan dan kedudukan yang paling banyak diserahkan kepada
Undang-Undang dan secara lebih detail bagaimana mekanisme dan proses kerja dari DPD
dalam melaksanakan kewenangannya demikian juga dalam mengatur urusan rumah
tangganya termasuk masalah tata cara pemilihan pimpinan, mekanisme sangsi terhadap
anggota danlain-lain itu banyak sekali yang diserahkan kepada tata tertib DPR atau DPD
sehingga posisi Tatib ini menjadi sangat penting dalam kelancaran tugas-tugas dan fungsi
dari DPD.
Pertama mungkin secara umum saya ingin sampaikan tentang posisi DPD dan fungsi
serta kewenangannya dalam perspeltif baik pada saat pembahasan Undang-Undang Dasar
maupun dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Seperti yang sudah menjadi umum kita
ketahui bersama dan sering menjadi perdebatan, fungsi legislasi dan fungsi pengawasan serta
anggaran dari DPD adalah sangat terbatas. Yang sebenarnya dikehendaki oleh Undang-
Undang Dasar tidak sangat terbatas juga jadi cukup kuat, cukup kuat walaupun istilah yang
disampaikan disana 2 kewenangan yang pokok berkaitan dengan legislasi yaitu mengajukan
rancangan Undang-Undang, dapat mengajukan rancangan Undang-Undang dan ikut
membahas rancangan Undang-Undang yang diajukannya. Hal ini seperti kita ketahui bersama
dalam implementasinya melalui Undang-Undang MD3 sebelum putusan MK itu didegradasi.
Di degradasi sedemikian rupa, ikut membahas itu menjadi sangat sumir juga mengajukan itu
menjadi sangat sumir tetapi dengan putusan MK maka fungsi kewenangan DPD menjadi
lebih kuat dankembali kepada substansi kehendak yang dimaksud Undang-Undang Dasar.
Ikut membahas itu adalah mengenai sebagai ikut menentukan dalam proses pengambilan
keputusan setiap pembicaraan kecuali pada tahap persetujuan terakhir dalam pengambilan
keputusan di tingkat II. Pada proses pengambilan keputusan secara terus menerus dilakukan
pada tahap tingkat pertama khusus mengenai Undang-undang yang terkait dengan
kewenangan yang dimaksud dalam Pasal 22 itu. Jadi disini dengan putusan MK itu telah
mengembalikan kewenangan yang sangat siknifikan dari DPD. Ikut membahas dalam mana
ikut menentukan substansi dan materi rancangan Undang-Undang yang akan disetujui dalam
pembahasan bersama antara DPR, DPD dan Presiden. Jadi itu yang pertama, kemudian yang
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
3
kedua. Demikian juga dalam pengajuan rancangan Undang-Undangan yang sebelumnya
sangat tergantung kepada DPD, DPR tapi dengan putusan MK dan setelah saya membaca
Undang-Undang MD3 setelah keputusan MK itu telah disempurnakan di mana rancangan
Undang-Undang yang berasal dari DPD betul disampikan kepada DPR dan DPR harus
menyampaikannya dalam waktu 30 hari kepada Presiden. Kalau dulu sangat tergantung
kepada DPR ini yang saya baca dari Undang-Undangnya saya tidak mengerti bagaimana apa
praktik dan pelaksanaannya tapi ini memiliki makna yang sangat penting.
Kemudian yang saya belum review mengenai Prolegnas karena dalam putusan MK
ditegaskan bahwa karena DPD juga memiliki hak untuk mengajukan rancangan Undang-
Undang maka DPD juga diberikan hak untuk ikut menentukan prioritas dalam Prolegnas itu
menurut Undang-Undang yang apa putusan MK yang mengabulkan permohonann DPD yang
pertama. Jadi implementasi bagaimana proses pengambilan keputusan internal DPD dalam
hal ikut terlibatnya dalam penyusunan Prolegnas dalam hal ikut terlibatnya dalam
pembahasan di DPR mengenai Undang-Undang yang terkait dengan kewenangan DPD dan
bagaimana proses pengesahan rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR yang
disampaikan kepada DPD dan bagaimana proses hasil pengawasan DPD dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang berkaitan dengan kewenangan DPD itulah kira-kira
ruang lingkup substansial yang diatur dalam tatib yang terkait dengan kewenangan DPD. Jadi
tata cara, tata tertib dan proses yang detail dari ini semua ruang lingkup yang akan diatur
dalam tata tertib DPD.
Dalam hal lain termasuk ini diluar substansi kewenangan DPD adalah penentuan
mekanisme pengambilan sanksi terhadap anggota kemudian yang kedua adalah mekanisme
pemilihan pimpinan DPD. Itu juga adalah yang menjadi lingkup yang diatur dalam tatib DPD
karena di Undang-undang tidak secara spesifik dan detail betul bagaimana sebenarnya proses
ini dilakukan yang dalam Undang-Undang itu yang bagian akhirnya diserahkan pada tata
tertib DPD. Jadi tatib sepanjang tidak diatur atau tidak jelas diatur atau ambigu dalam
Undang-Undang boleh diatur dalam tatib DPR dan itulah yang memberikan apa itulah untuk
mengisi kekosongan atau menguraikan lebih lanjut apa pelaksanaan hak, fungsi dan
kewenangan DPD dalam rangka melaksanakan fungsi dan tugas-tugasnya. Nah posisi tatib
disini adalah tentu dari sisi peraturan perundang-undangan dia adalah peraturan perundang-
undangan yang dalam tingkat yang paling bawah dari hirarki peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan DPD. Yang pertama tentu tingkatan yang paling tinggi yang kita sudah
ketahui bersama tentu Undang-undang Dasar kemudian yang kedua adalah Undang-undang
MD3 kemudian yang terakhir adalah tatib. Tatib ini tidak boleh bertentangan dengan
Undang-Undang demikian juga dengan Undang-undang Dasar dia hanya mengisi
kekurangan-kekurangan yang tidak diatur dalam Undang-Undang atau ketidakjelasan yang
norma yang tidak diatur dalam Undang-Undang sehingga kejelasan ini diatur lebih lanjut
dalam tata tertib DPD. Memang, bagaimana kalau terjadi suatu silang, silang pemahaman
penafsiran terhadap tatib DPD bagaimanakan proses yang mana penafsiran yang benar,
bagaimana penafsiran yang benar kalau itu menjadi persengketaan di DPD ini yang menjadi
masalah. Secara teori, secara teori memang bisa diputuskan dengan pilihan suara yang siapa
lebih setuju terbanyak tapi ini akan menjadi masalah kalau yang tidak setuju dengan pendapat
mayoritas bahwa walaupun anda pendapatnya mayoritas hal itu menurut pandangan kami
bertentangan dengan undang-undang, peraturan yang diatasnya sehingga peluang untuk
diajukan judicial review ke Mahkamah Agung mungkin saja itu hal yang terjadi Nah itu
salah, itu tidak salah. Jadi saya kira inilah pokok-pokok yang mungkin pengantar diskusi
yang bisa saya sampaikan tadi saya hanya memang tidak ada yang, tidak apa, belum tahu apa
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
4
yang spesifik yang kira-kira jadi persoalan atau yang akan lebih fokus di bahas dalam
perubahan Tatib inikan karena Tatib ini sudah sebenarnya yang mungkin, karena Tatib selalu
di awal, di akhir masa jabatan kemudian di sempurnakan pada awal masa jabatan biasanya
nanti di akhir nanti di sempurnakan lagi sebagai titipan untuk anggota yang akan datang
selalu begitu. Perubahan di tengah-tengah itu jarang kecuali yang ada masalah-masalah yang
krusial yang tidak di selesaikan apa boleh buat Tatib-nya di apa, di sempurnakan kembali.
Itulah Pimpinan yang disampaikan untuk sementara, dan para anggota yang disampaikan
untuk sementara dan terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Baik terima kasih Bapak Prof. Dr. Hamdan Zulfa. Saya pikir justru sudah sangat
masuk pada bagian-bagian substansi yang perlu kami pertajam. Perlu kita perkuat dari
pandangan Pak Hamdan dan saya pikir Bapak/Ibu Anggota Pansus ini kesempatan untuk kita
mendapatkan informasi lebih kuat lagi. Silahkan saya silahkan atau di awali oleh Pak
Muqowam.
PEMBICARA: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (WAKIL KETUA PANSUS TATIB
DPD RI)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat sore, dan selamat siang, dan salam sejahtera untuk kita semua.
Pak Hamdan Zulfa yang kami hormati jadi hari ini memang kita berbicara mengenai
positioning tata tertib kalau kemudian kita mengacu pada peraturan diatasnya Undang-
Undang MD3 dan Undang-Undang Dasar ’45. Ada 2 Pak Hamdan di dalam Pasal 22 itu
pertama soal kewenangan yang kedua adalah soal ruang lingkup Pak. Pasal 22 itu mulai dari
kata ikut, di dalam Pasal 22 Ayat (1) kemudian apa itu dalam positioning sebagai hal
kewenangan. Lalu yang kedua adalah ruang. Ruangnya itu berkaitan dengan hubungan pusat,
daerah, sumber daya dan seterusnya kemudian baru didalam berikutnya itu adalah yang
berkaitan pendidikan, pajak baru kemudian pengangkatan BPK dan di dalam Undang-
Undang MD3 Nah saya ingin mendalami itu bicara soal kewenangan ikut itu memang hari ini
oleh keputusan Undang-Undang de jure-nya memang sudah pemahaman seperti Pak Hamdan
tadi itu de facto-nya inikan masih ada problem ini hubungan antar lembaga antara DPD
dengan DPR. Kalau telah terjadi itu sifatnya belum menyeluruh yah pembahasan-
pembahasan yang equal antara DPD dan DPR kalau itu terjadi itu masih sifatnya adalah
kasuistis, belum menjadi apa yang kita sebut menjadi (tidak jelas terdengar, red), itu belum.
Ini menjadi apa, menjadi sesuatu yang kemudian PR DPD. Lalu yang kedua adalah
kewenangan. Dalam hal ruang lingkup, ruang lingkup di dalam Undang-Undang MD3 itu
menurut saya itu adalah jelas Nah tetapi kemudian yang terjadi hari ini adalah de jure-nya
seperti itu, de facto-nya hari ini, ini DPD ini adalah ruang yang sama dengan DPR,
ruangannya ini. Saya punya satu rumusan yang sederhana barangkali DPR itu adalah
mayornya itu adalah sektoral, minornya itu adalah teritorial. Sedangkan DPD mayornya itu
adalah kewilayahan, DPR minornya itu adalah sektoral sehingga rumusan di dalam Undang-
Undang Dasar Pasal 22 itu kami minta penjelasan. Pemahaman saya seperti itu oke dalam itu
perlu di kuatkan, dalam hal ruang ini menurut saya perlu lebih di-define begitu, lebih
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
5
didefinisi secara jelas. Dua kasus yang ingin saya sampaikan Pak Hamdan kasus dana transfer
misalnya daerah, pengalaman Pak Hamdan dengan di DPR yang dulu saya kira dana transfer
itu adalah tidak pernah menjadi urusan komisi. Padahal dalam Tatib DPR itu adalah semua
yang berkaitan dengan anggaran itu harus masuk di komisi, sayang lanjutan Pak Hamdan
dulu di Komisi II Pak Hamdan. Komisi II pun tidak mempunyai apa, ruang untuk membahas
dana transfer bagi hasil, DAU itu tidak pernah ada, tapi kemudian di blok itu menjadi
kewenangan apa namanya, Badan Anggaran sehingga ini yang menurut saya ruang itu masih
punya peluang kalau kita kemudian prospeksi cek balance sistem DPD itu bisa diberikan
kewenangan itu menjadi ruang Pasal 22D.
Lalu yang kedua Pak, 3.143 Perda yang di batalkan oleh gubernur dan menteri ini
posisinya ngambang Pak Hamdan. Perda itu dilahirkan oleh dua institusi eksekutif dan
legislatif daerah tetapi di Jakarta secara sepihak Pemerintah Kemendagri dan juga gubernur
terhadap Perda kabupaten/kota itu bisa ini, punishment itu di dia. Nah di sini muncul sebuah
apa, muncul sebuah keraguan lagi kalau begitu Perda itu di ruangnya, di ruang Undang-
Undang Nomor 12 atau Undang-Undang Nomor 23. Kalau Undang-Undang Nomor 23 murni
itu memang pemerintahan, tapi ingat posisi Perda di dalam Undang-Undang Nomor 12 Pasal
7 atau 9 itu menjadi bagian dari strategisasi peringatan hukum kita. Ini ada celah, ada ruang
yang menurut saya ya itu bisa menjadi bagian dari yang jika bicara check and balance, bicara
mengenai parlemen, bicara mengenai hubungan pusat-daerah itu menjadi urusan DPD ini
dalam kasus yang itu, dalam kasus bagaimana memberikan prospeksi kepada parlemen baik
DPR, DPD dan pemerintah. Nah yang kedua Pak, tidak itukan kaitannya dengan itu. Yang
kedua Pak Hamdan, posisi Tatib DPD itu ada 2 idealistik ada 2 cara pandang. Atas dasar itu
maka kelembagaan DPD yang tadi Pak Hamdan katakan fungsi, pelaksanaan fungsi dan lain-
lain haruslah mengacu dari Pasal 22 dan juga MD3. Hari ini saya Komite I ruang kerja saya
sampai dengan DPR Komisi I, II dan III. Komite II ruang kerja itu adalah Komisi IV, V, VI.
Komite III itu VIII, IX, X Nah itu. Jadi dari ayo Mas, dari sisi kuantitas kita kurang dari
kualitas itu bisa kita perdebatkan Nah ini karena itu secara ideal Tatib itu perlu di kontruksi
Nah 2B-nya adalah untuk kepentingan sort card kita Pak Hamdan kita itu di beri tugas untuk
apa yang kita sebut sebagai merumuskan ketentuan peralihan mengenai masa berlakunya
jabatan pimpinan alat kelengkapan Nah di Tatib lama Pak Hamdan, maksudnya begini
sepanjang Undang-Undang Dasar itu ada amanat DPD harus ada lembaga DPD. Yang kedua
cara pengisiannya harus melalui mekanisme pemilihan, pemilihan legislatif. Lalu yang ketiga
yang terpilih pejabat. saya ini pejabat. Pak Mustafa, saya angkatannya Buya Pak Mustafa
barangkali kenal. Jadi saya ini pejabat negara, apakah saya menjadi ketua komite atau tidak,
saya ini pejabat negara. Nah karena itu Pak Hamdan kemudian di DPD kemudian ada Alat
Kelengkapan, Pimpinan Alat Kelengkapan, Pimpinan DPD, Pimpinan Komite dan lain-lain
itu hal kelengkapan. Di Tatib lama Pak Hamdan memang benar bahwa kebiasanya terjadi
bahwa Pimpinan DPD itu adalah ruangnya 5 tahun, Pimpinan Lembaga itu 5 tahun, Pimpinan
Lembaga. Jadi instansi Pimpinan itu 5 tahun tapi orangnya boleh tidak 5 tahun terjadi di MK,
terjadi di KY, dan beberapa ini. Sayangnya Undang-Undang Tatib yang lama itu masa
jabatan Pimpinan sebagaimana Pasal 7 Ayat 4. Pasal 7 Ayat 4 itu keanggotaan ini Pak, jadi
konotatif ini tidak definitif karena kemudian saya bandingkan misalnya adalah Pimpinan
DPR harus ada yang kemarin ketua namanya Setya Novanto kemudian sekarang Ketua
namanya Ade Komarudin. Pimpinan Komisi III itu namanya dulu adalah Aziz Shamsuddin
sekarang adalah Bambang Satyo. Pemilihan Komisi XI juga begitu sehingga ini apakah ada 2
Pak Hamdan yang saya ingin mendapat penjelasan institusi pimpinan dan yang kedua
humannya ini Pak Nah karena itu Pak Hamid sampaikan bahwa kalau kemudian apakah
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
6
boleh 2,5 tahun. Menurut saya Pak Hamdan 5, 2, 1 atau berapa itu salah semua tapi yang
terjadi kemudian di sini adalah pokoknya 5 atau 2 pokoknya sudah, tidak logik semua ini.
Secara teori tidak logik semua ini jadi karena itu apa, di dalam hal ini adalah kemudian kita
berdebat mulainya kapan. Saya mengajukan Anggota DPD 1 Oktober 2014 kalau kemudian
saya dalam hal ini kemudian 2,5 tahun maka mulainya 2000, ada yang berpendapat mulai
Oktober 2014, ada yang bilang mulai saat itu di putuskan. Yang kemudian misalnya 5 tahun
yang kemudian menjadi pilihan, apa mulainya sejak kapan ini, mulai sekarang atau mulai 1
Oktober 2014 Nah ini Pak Hamdan jadi cara pendaratan ini yang menurut saya perlu lebih
soft lagi dan benar secara hukum, soal mendaratkan ini. Saya kira dari itulah saya ingin
mendalami bagaimana sebuah, soal mendaratkan sebuah masa jabatan ke dalam Tatib ini Pak.
Terima kasih.
PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA PANSUS TATIB DPD
RI)
Terima kasih Pak Muqowam. Terima kasih kedatangan Pak Mustafa kita langsung
saja nanti sekaligus diberikan tanggapan, masukan. Pak Djasarmen.
PEMBICARA: DJASARMEN PURBA, SH (KEP. RIAU)
Terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat sore dan salam sejahtera semua.
Pak Hamdan dan Pimpinan terima kasih atas uraian yang menurut Ketua tadi dan juga
menurut saya mudah masuk pada substansi. Pertanyaan begini, saya to the point saja. Jika
terjadi potensi, ini potensi Pak ya jika terjadi potensi sesuatu aturan itu apakah sehingga ini
bisa menimbulkan gugatan ke MA yang tadi kita tahu ada potensi apakah ini masih bisa di
lanjutkan ataukah bagaimana Pak, terus terang saja ini Bapak sebut tidak ada potensi yang
bisa di jadikan gugatan Nah kita sudah tahu ada seperti itu apakah boleh apa bagaimana, ini
pertanyaan saya Pimpinan. Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Terima kasih Pak Djasarmen. Sekali lagi Pak Fahri pertanyaan itu juga sekaligus nanti
di catat mungkin juga ada masukan yah Bu Eni silahkan. Pak Djasarmen ini dari daerah
pemilihan Kepri kalau Ibu Eni dari Jawa Barat.
PEMBICARA: Dra. Ir. Hj. ENI SUMARNI, M.Kes (JABAR)
Terima kasih Pimpinan. Bapak/Ibu sekalian Anggota Pansus Tatib yang saya
banggakan, narasumber yang kami tunggu-tunggu kehadirannya. Mungkin ini karena kita ini
sudah, sudah bukan lagi rahasia umum lagi karena sudah di blow up di media bahwa di DPD
RI ini ada suatu semacam kegaduhan internal dimana sebagian besar dari kami anggota ingin
mengadakan satu perubahan di dalam Tatib ini yang tentunya menuju arah yang lebih baik
akan tetapi ada ketidak jelasan karena tidak diatur misalkan ini saya to the point misalkan
untuk Pimpinan di sini ada pada Pasal 259 tentang alat kelengapan DPD dan khusus
membahas pimpinan Pasal 260 dari MD3 itu tidak ada, memang tidak diatur tentang masa
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
7
jabatan dari Pimpinan DPD. Di situ tidak tercantum baik Pimpinan DPD maupun kayaknya
DPR juga tidak di atur Nah dalam hal, kami semua ini ingin memberikan suatu kearah
misalkan ada suatu perubahan untuk perbaikan kedepan dengan adanya 2 ½ tahun mungkin
pertama saya ingin mekanismenya itu kalau di bolehkan atau memang sah-sah saja itu
mekanismenya agar sesuai dengan tata urutan perundang-undangan tidak menabrak aturan
perundang-undangan itu maka mekanismenya bagaimana terutama yang tadi disampaikan
oleh bapak wakil ketua pimpinan Pansus,
Yang kedua, kalau saya lihat disini yang jelas-jelas nyata bertentangan dengan MD3
adalah di tatib ini pasal 69 ayat 2, pasal 84 ayat 2, pasal 9 ayat 3, pasal 111 ayat 2, pasal 124
ayat 2, pasal 137 ayat 2 dan pasal 150 ayat 2 itu bertentangan dengan MD3 yang isinya antara
lain begini, untuk pimpinan alat kelengkapan di luar pimpinan DPD disini sudah diatur pada
pasal 267, ini ada pasal 267 kebetulan saya bawa tatib MD3 nya, pasal 264 dulu, pasal 264
bahwa keanggotaan panitia kerja dari ini Komite pak kalau di DPD RI panitia kerja Komite 1
sampai dengan Komite 4 ditetapkan oleh siding paripurna DPD pada permulaan masa
kegiatan DPD, masa siding ya, keanggotaan panitia perancang, pasal 264 yang dilanggarnya
yaitu tentang keanggotaan panitia kerja ditetapkan oleh sidang paripurna DPD pada
permulaan masa kegiatan DPD dan pada setiap permulaan tahun sidang kecuali pada
permulaan tahun sidang terakhir dari masa keanggotaan DPD,
Lantas, yang untuk Panitia perancang Undang-Undang juga itu ada
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Mungkin, maaf Bu Eni tidak usah terlalu teknis. Per ini ya..
PEMBICARA: Dra. Ir. Hj. ENI SUMARNI, M.Kes (JABAR)
Jadi intinya, intinya yang bernama MD3 ini bahwa keanggotaan itu ditentukan pada
awal masa siding dan pimpinan alat kelengkapan itu dipilih pada awal masa siding, selama
satu tahun masa siding, nah ini juga sementara di tatib kita yang baru ingin 2,5 tahun. Nah,
ini sudah jelas kalau menurut bertentangan menurut Undang-Undang adalah bertentangan
dengan UU MD3. Nah, akan tetapi ini sependapat saya kalau khusus untuk alat kelengkapan
di luar pimpinan ini adalah sudah jelas-jelas mungkin harus segera dikembalikan dulu ke
Undang-Undang. Nah, akan tetapi saya ingin tau pendapat dari para nara sumber bagaimana
mekanismenya apabila ini tetap dilanjutkan atau apakah ini bisa tetap atau sesegera mungkin
meknismenya bagaimana untuk kembali agar sesuai dengan MD3 jadi mekanismenya agar
kembali sesuai dengan MD3, ini mekanisme yang kami lakukan bagaimana menurut tim
narasumber.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Terima kasih Bu Eni. Pak Benny dulu tadi.
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
8
PEMBICARA: BENNY RHAMDANI (SULUT)
Terima kasih Pak Ketua, Pimpinan Pansus Tatib yang saya hormati dan Anggota, Pak
Hamdan dan Pak Fachri yang saya hormati. Lebih awal kepada Pak Hamdan tentu ya, saya
sadar persis saya berhadapan dengan tokoh besar yang pernah di Parlemen DPR dan juga
pernah menjadi Ketua MK ya, beberapa pandangan pemikiran sudah saya catat tadi Pak
Hamdan, saya to the poin saja.
Yang pertama, tadi dikatakan oleh Pak Hamdan bahwa berkaitan dengan pengambilan
keputusan di lembaga politik termasuk DPD itu terjadi silang pendapat maka ya, tata tertib
secara internal mengatur untuk ya keputusan itu diambil melalui voting misalnya ya, jika
tidak ya, bisa ditentukan melalui musyawarah mufakat ya, untuk hal ini kita setuju dan forum
paripurna adalah pengambilan keputusan politik tertinggi, Pak Hamdan pernah di DPR ya,
yang saya pahami di DPR provinsi/kabupaten/kota ya seperti itu juga, forum paripurna adalah
forum pengambilan keputusan tertinggi,
Nah, jika ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan hasil dengan keputusan yang
diambil tadi ya, maka semua termasuk yang tidak setuju itu memiliki hak untuk mengajukan
judisial review. Nah ini clear Pak Hamdan ya, yang kami pahami juga clear, misalnya di
DPR ketika ada Undang-Undang yang disahkan oleh parlemen kemudian digugat oleh publik
rakyat maka ada salurannya yaitu judicial review, seperti itu.
Pertanyaan saya satu Pak Hamdan, dalam kaitan ini karena saya merasa ini penting
jangan terjadi abuse of power. Misalnya, pengambilan keputusan dilakukan bahkan saya
terlibat dalam pengambilan keputusan itu, bahkan saya terlibat dalam voting saat
pengambilan keputusan itu dilakukan, tapi karena saya punya kekuasaan Pak Hamdan
termasuk Pak Hamdan misalnya jika Pak Hamdan Pimpinan DPR, apakah karena pendapat
Pak Hamdan yang tidak setuju dengan keputusan itu Pak Hamdan memiliki hak tidak untuk
tidak menandatangani keputusan itu? Nah kalau Pak Hamdan menggunakan kekuasaan untuk
tidak menandatangani padahal itu keputusan yang diputuskan lewat paripurna forum tertinggi
bahkan ikut terlibat di dalamnya nah ini berbahaya. Nah ini yang kita ingin konstruksi lebih
jelas dalam tata tertib selanjutnya tentu yang menjadi tugas pansus ya, ini penting Pak
Hamdan.
Menarik pertanyaannya dan saya ingin mengambil ilustrasi jika Pak Hamdan pada
posisi Ketua DPR lah atau Ketua DPD, apakah dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Pak
Hamdan atas asumsi sepihak dan pendapat yang berbeda dengan mayoritas kemudian Pak
Hamdan mengatakan saya tidak mau tandatangani deh karena ini bertentangan dengan
Undang-Undang misalnya ya, apakah bisa, padahal yang saya pahami yang saya pahami ya
fungsi pimpinan hanya fungsi administratif ya, dia menandatangani keputusan-keputusan
yang telah diambil, setuju tidak setuju bisa ada ruang lain tentu untuk dilakukan termasuk
tadi judicial review.
Kemudian yang Kedua Pak Hamdan, ini yang terakhir ya, sedikit banyak Pak Hamdan
pasti mengikuti dinamika yang berkembang di parlemen kami ya saat Pansus Tatib
sebelumnya sebelum Pansus Tatib dimana kami ada di dalam ruangan ini, DPD atau pansus
telah mengambil keputusan yang salah satunya walaupun media ini banyak memanipulasi
Pak Hamdan seolah-olah kegaduhan kemarin itu perebutan kekuasaan, seolah-olah yang
dibahas itu hanya masa jabatan, ini omong kosong lah, ada 6 dimensi yang dikonstruksi oleh
Pansus Tatib saat itu tentang fungsi legislasi, tentang penguatan fungsi pengawasan, fungsi
anggaran, kemudian sistem pendukung, fungsi representasi dan kemudian alat kelengkapan,.
Jadi masalah jabatan itu hanya bagian kecil yang dibahas yang kemudian dikonstruksi dari
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
9
pikiran-pikiran yang dielaborasi oleh pansus yang bahkan ya diambil keputusannya melalui
Paripurna DPD. Nah untuk yang kedua ini Pak Hamdan, kaitan dengan keputusan yang sudah
diambil paripurna masa jabatan pimpinan yang dulu 5 tahun kemudian dua tahun setengah,
tadi masa pemberlakuan sudah ditanyakan oleh Pak Muqowam kapan itu diberlakukan ya
kan, saya ingin minta pandangan Pak Hamdan apakah apa yang diputuskan ini bertentangan
dengan undang-undang ya sederhana. Saya tentu secara pribadi memiliki pandangan tidak
pertentangan dengan undang-undang, tapi dalam kapasitas dan posisi Pak Hamdan saya ingin
menanyakan apakah keputusan yang diambil oleh DPD ini bertentangan dengan undang-
undang? Kalau dikaitkan dengan pertanyaan pertama apakah karena pandangan itu kemudian
sebagai pimpinan lembaga bisa menggunakan kekuasaan untuk tidak menandatangani
keputusan itu dan tidak menempuh jalur lainnya yaitu judisial review misalnya.
Demikian Pak Hamdan untuk sementara.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Pak Stefi langsung saja baru pak, terlanjur di belakang sana,
PEMBICARA: MATHEUS STEFI PASIMANJEKU, SH. (MALUT)
Baik terima kasih,.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua.
Yang kami hormati Pimpinan Pansus beserta seluruh rekan-rekan Anggota Pansus,
yang kami hormati para narasumber kami yang hadir di hadapan kita Pak Hamdan dan Pak
Fakhri. Kita mengetahui bahwa produk hukum adalah sebuah kesepakatan politik hasil dari
pada kesepakatan politik, apa yang telah kita lakukan pada beberapa waktu yang lalu yang
mana kita telah melahirkan suatu produk melalui lembaga ini kita telah menetapkan dalam
tatib kita bahwa masa jabatan keanggotaan masa jabatan pimpinan adalah dua tahun
setengah, dan ini merupakan satu kesepakatan politik. Bicara dalam konteks kesepakatan
politik berarti pasti ada pro dan kontra, tetapi ketika dalam voting itu kita telah menyepakati
sudah pasti ada yang pro dan ada yang kontra, tetapi apa yang menjadi keputusan saat itu
sudah merupakan keputusan lembaga, oleh sebab itu saya kira kalau menyangkut dengan
membicarakan kembali masa jabatan pimpinan saya kira harus kita lewati, jangan lagi kita
utak-atik persoalan ini karena kita sudah melewati dengan melakukan voting, apakah hal
serupa ini kita akan voting untuk kedua kali, itu kan sangat tidak mungkin, ini sudah kita
lakukan voting, untuk pasal ini saya kira perlu kita lewati, kita masuk pada pasal-pasal yang
lain menyangkut dengan ya pasal-pasal peralihan yang lain bagaimana apa yang kurang perlu
kita lengkapi sehingga ini yang lebih baik. Kalau pada hasilnya seperti itu juga dan ada
pihak-pihak yang tidak setuju dengan apa yang menjadi keputusan ini kan ada ranah
selanjutnya untuk bisa melakukan upaya hukum, mungkin kalau tatib tidak akan mungkin ke
MK tetapi upaya apa yang harus dilakukan karena ini bukan undang-undang, kalau undang-
undang ke MK, ini tatib tidak mungkin ke MK kalau tatib.
Nah, kalau ke Mahkamah Agung ya bisa saja dilakukan, ini kalau undang-undang ya
mungkin kita melakukan judisial review melalui Mahkamah Konstitusi tapi ini kan tata tertib
yang mengatur tentang internal kita, sehingga saya berharap teman-teman kita harus
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
10
menerima keputusan politik yang sudah kita keluarkan sendiri, kita berbeda, tetapi hasil
keputusan itu harus kita menyepakati walaupun sebagian anggota tidak menyetujui tapi itulah
adalah hasil kita yang sudah kita lewati. Demikian Pimpinan tambahan dari saya.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Ya, Pak Andre dulu, Pak.
PEMBICARA : ADRIANUS GARU, S.E., M.Si. (NTT)
Oke, terima kasih pimpinan saya mohon langsung, pertama tadi menarik sekali atas
apa yang disampaikan oleh pak Hamdan tertutama berkaitan dengan beberapa keputusan MK
yang menjadi kesulitan kami selama ini adalah DPR tidak pernah menjalankan putusan MK,
itu yang pertama, apakah ini akibat komunikasi pimpinan lembaga sebagai symbol yang tidak
mampu untuk melakukan komunikasi ataukah ada persoalan lain sehingga sampai hari ini
hamper semua keputusan MK tidak dapat dilaksanakan oleh lembaga DPD karena di DPR
selalu menganggap DPD ini tidak ada artinya gitu, itu yang pertama.
Terus yang kedua, bicara dari beberapa saudara saya yang disampaikan tadi ya saya
menyimak memang hampir sama semua, tentu adalah lembaga ini lembaga politik ya, etika
dan moral itu yang menjadi ya darda terdepan untuk memimpin lembaga ini ke arah yang
lebih baik,
Terus yang ketiga, tentunya kinerja ya, semua itu kinerja itu makanya ada keputusan-
keputusan ada yang mau ya merubah di tengah jalan ya, kalau memang kalau di DPR
memang mudah sekali dia tarik copot itu kan sesuatu yang luar biasa, nah sekarang Komisi
XI pak Melky Mekeng, Komisi III sudah diganti pak Mongso Susetyo, jadi selera, tergantung
kepentingan kalau ini tidak produktif ya dia ganti, nah sekarang dalam system bicameral ini
antara parlemen DPD dan parlemen DPR ini apakah perlakuannya bisa sama atau tidak,
tentunya ya dalam pandangan kami adalah ya seperti apa yang kami lakukan karena memang
kami ini pejabat politik karir karena mulai dari kabupaten kami jadi DPR ini ke provinsi terus
baru kita duduk disini tahu mekanisme demokrasi ini, tahu mekanisme paripurna yang benar,
Nah, kalau memang istilahnya hasil paripurna juga ya tidak dapat dilaksanakan sementara
tatibnya sudah ditandatangan ya wajib sebetulnya pimpinan untuk memasyarakatkan, nah
tetapi di lembaga kita ini kembali saya bilang dinamika ini adalah dinamika, moral dan etika
ya, ketika lihat negara-negara lain kalau memang sudah tidak produktif mundur legowo, kita
tidak masih mempersoalkan halal yang, sebentar Pak Ketua, hal-hal yang tidak rasional dan
hasil akhirnya ya seperti apa tadi apa yang ditakutkan, kalau ini juga nanti kalah suatu saat
pasti buat lagi. Nah, makanya saya bilang bapak ya ini kembali kesadaran sebagai pemimpin
lembaga dalam rangka kelanjutan organisasi.
Terima kasih.
Saya kembalikan.
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
11
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Nanti selesai Pak Gafar baru kita pindah sekalian ke sebelah kiri Pak ya. Pak Gafar
dulu terakhir dari sebelah kanan,
PEMBICARA: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, M.M. (RIAU)
Ya, terima kasih pak pimpinan dan pak Hamdan, saya ada dua pertanyaan Pak, saya
Pak Abdul Gafar Rusman Pak dari Riau. Pertama, apabila terjadi antara keinginan dengan
norma, satu sisi ada menyampaikan keinginan di satu pihak ada yang menyampaikan norma,
apabila terjadi antara keinginan dengan saran norma apakah ini boleh di-voting antara
keinginan dengan norma, satu.
Yang kedua, jika terjadi memang antara pemahaman ini norma ini pengertian
keinginan kalau memang di voting saya tadi menarik apa yang disampaikan oleh tetap ada
saluran yang harus kita lakukan, nah itu pertama Pak yang ingin kami sampaikan, gimana apa
keinginan yang kita lakukan secara kuantitatif mungkin keinginan lebih banyak tapi norma,
apakah norma yang kita pakai atau keinginan, satu,
Yang kedua, saya ingin kepada Pak anu ya memang ahli hukum saya tidak ahli
hukum tapi belajar juga sedikit-sedikit, aturan apakah yang boleh berlaku surut, dan aturan
apa yang tidak boleh Pak dalam kita menetapkan ketentuan, berdasarkan ketentuan hukum,
sekali itu saja Pak Hamdan.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Terima kasih Pak Abdul Gafar. Ibu Anna.
PEMBICARA: ANNA LATUCONSINA (MALUKU)
Terima kasih pimpinan pansus tatib, Bapak Ibu yang kami hormati, Bapak
narasumber kita Pak Hamdan dan Pak Mustafa yang saya hormati.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Saya mungkin langsung to the point saja. Ada dua hal yang ingin saya tanyakan Pak,
mohon maaf kami di belakang ya, saya Anna Latuconsina perwakilan dari Provinsi Maluku.
Saya ingin menanyakan pertama mengenai masalah masa jabatan pimpinan legislatif. Dimana
kita ketahui DPR, DPR kabupaten kota provinsi dan DPR RI dan DPD adalah 5 tahun. Di
dalam Undang-Undang Dasar 45 memang tidak jelas dituliskan 5 tahun tetapi merupakan
konvensi ketatanegaraan sehingga diambil keputusan 5 tahun. Pertanyaan saya adalah apakah
berdasarkan tidak tertulis secara resmi angkanya 5 tahun hanya berdasarkan konvensi.
Apakah DPD bisa membuat aturan untuk dua setengah, satu atau sebagainya diluar seperti
itu, itu yang pertama. Yang kedua di DPR dan di DPR kabupaten kota kita katahui bersama
juga selama ini kita dengar tidak ada 2,5 tahun di DPR kalau Pak Setyanovanto tidak berganti
jabatan karena itu Fraksi Golkar yang berganti adalah orangnya pengisian lowongan karena
memang yang bersangkutan mengundurkan diri jadi berbeda. Kalau kita saat ini memang
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
12
mengingin-inginkan 2,5 tahun dan ada yang menginginkan 5 tahun. Itulah sebabnya makanya
pansus ini ada lagi pansus yang kedua ini. Yang kedua Pak jadi pertanyaan saya apakah
memang DPR kurang kreatif sehingga tidak pernah berfikir untuk bisa 2,5 tahun. Kami DPD
lebih kreatif karena itu kami 2,5 tahun kami memikirkannya. Padahal kita ketahui bersama
partai pemenang Pemilu di DPR itu PDI tapi yang dapat Golkar kok mereka tidak kreatif
menentukan itu 2,5 tahun. Saya pikir ini DPD sanagt maju sekali Pak.
Kemudian yang kedua masa ajabatan Anggota komite dan juga pimpinan komite itu
jelas dalam MD3 disebutkan itu berganti setiap tahun sesuai dengan awal masa sidang. Di
MD3 dijelaskan seperti itu, tapi kita disini menetapkan 2,5 tahun. Pertanyaan saya apakah ini
tetap kita tinggal seperti, seperti ini ataukah kalau memang harus kita karena ini sudah ada
pansus sedang bekerja tentunya masukan-masukan dari narasumber tentang apa yang
bertentangan tentunya harus juga menjadi masukan kepada kita.
Jadi pertanyaan saya 2 tentang alat kelengkapan dan anggota alat kelengkapan di
komite-komite itu jelas bertentangan karena memang disebutkan setiap tahun berganti, tapi
kita menentukan 2,5 tahun. Kemudian yang pertama tadi konvensi ketatanegaraan
memutuskan 5 tahun walaupun pimpinan juga di diskripsikan sebagai alat kelengkapan tapi
pimpinan dilantik tersendiri oleh MA dan mempunyai SK pimpinan 5 tahun. Jadi pertanyaan
saya apakah memang tidak tertulis kita bisa membuat itu dan itu saya lihat di DPR belum ada
seperti ini.
Demikian Pak Hamdan maupun Pak Mustafa.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Saya pikira sudah terwakili semua. Oh masih ada Bang Ken silakan, silakan.
PEMBICARA: H. AHMAD KANEDI, S.H., M.H. (BENGKULU)
Ibu yang dua saya tiga Pak. Prof Hamdan dan Pak Mustafa kami mohon ini
penjelasan lebih dalam ya tentang penyelenggaraan tugas-tugas kami termasuk DPR ini
dengan adanya keputusan MK ini. Nah kami ingin karena dalam prakteknya sekarang belum
berjalan dengan baik. Mungkin ada beberapa mungkin ada pemasukan supaya kami bisa
memaksimalkan lagi sehingga Amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang diperjelas dengan
keputusan MK itu bisa terwujud. Tapi kami menginginkan ada beberapa pendekatan mungkin
ada kiat atau bagaimana sehingga kami juga sabar ini walupun belum tahun ini, tahun depan.
Sehingga fungsi-fungsi tripartit itu bisa kita laksanakan dengan baik demi ya pelaksanaan
pembuatan Undang-undang dan sebagainya itu. Saya rasa itu saja untuk tambahan dari kami,
terima kasih.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Wa’alaikumsalam.
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
13
Terima kasih Bang Ken, sudah cukup Pak ya? Oh ada Pak Sofwat. Ini sudahnya Pak
Hamdan kan sudah tahu di DPD ini tidak ada fraksi jadi semua punya hak bicara tidak ada
yang boleh mewakili, tidak saling mewakili bicara. Ya Pak Sofwat silakan.
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ya sekedar informasi saja kepada Bapak Hamdan Pak Mustofa memang ini agak
unik. Begitu tatib itu di tandatangani oleh Pimpinan ada kesepakatan di Panmus, langsung di
bentuk Pansus Tatib. Untuk menyisir, memperbaiki mana-mana yang tidak sesuai dengan
Undang-Undang. Memang saya selama 3 periode di DPD ini selalu menginginkan supaya
peraturan tatib DPD ini, peraturan internal, peraturan rumah tangga jangan sampai di voting.
Tapi yang terjadi di voting, bahkan waktu divotingpun jumlah yang voting tidak mencapai
50%, bahkan ada yang mempersoalkan. Boleh buka dokumen apa, saya tidak, tidak oke.
Bukan maksudnya ini latar belakang dibentuknya Pansus Tatib ini.
PEMBICARA: ADRIANUS GARU, S.E., M.Si. (NTT)
Begini Pak Sofwat supaya jelas, inikan kita ngomong itu supaya cari solusi.
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL)
Jangan-jangan ngobrol kan ada pimpinan, kemudian memang ada perdebatan kalacu
menurut saya kita ini miskin bahasa. Alat kelengkapan itu terdiri dari pimpinan DPD,
pacnitia kerja, Panitia Perancang Undang-Undang dan lain sebagainya. Sehingga menyatakan
bahwa Pimpinan lembaga atau Pimpinan DPD itu sama dengan seluruhnya. Kalau pendapat
kami sesuai dengan bapak katakan Pimpinan DPD itu pimpinan lembaga. Tidak ada
Pimpinan DPD tidak ada lembaga DPD. Tapai kalau tidak ada komite, tidak ada PPUU, DPD
tetap berada. Oleh sebab itu kalau menurut saya tidak bisa disamakan masa jabatannya,
akhirnya sekarang 2,5 tahun Pimpinan DPD kemudian yang lainpun 2,5 tahun karena sama-
sama alat kelengkapan. Begitu Anggota DPD dilantik hari itu juga harus ada pemilihan
Pimpinan DPD karena jangan sampai ada kekosongan pimpinan lembaga. Dipilih untuk 5
tahun, dilantik oleh Mahkamah Agung untuk 5 tahun, diputuskan oleh Paripurna 5 tahun.
Yang ingin kami pertanyakan apakah boleh ditengah jalan ini dirubah menjadi 2,5 tahun?
Padahal ada azas hukum apabila ada 2 peraturan yang saling bertentangan dan akan
menimbulkan kerugian bagi seseorang yang bersangkutan boleh memilih, mau yang mana
mau dipilih, itu.
Sekarang kami hanyaminta pendapat saja karena kita inikan sedang menggali ilmu
begitu. Kemudian mengenai upaya hukum. Memang kadang-kadang terlalu sederhana, kalau
Undang-Undang tidak setuju ke MK, kalau tatib tidak setuju ke Mahkamah agung. Timbul
pertanyaan kalau publik itu apa kepentingannya dengan tatib, lain dengan Undang-Undang.
Undang-Undang itu untuk mengatur publik makanya publik boleh menggugat ke MK. Dan
tidak mungkin juga ada Undang-Undang digugat oleh Anggota DPR karena DPR yang
membuat makanya menjadi problem bagi kami kalau kami mendengarkan kalau tidak setuju
dengan tatib, kalau memang menganggap tatib bertentangan dengan Undang-Undang ke
Mahkamah agung aja kan lucu begitu.
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
14
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Apa pertanyaannya Pak Sofwat?
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL)
Yang pertanyaannya. Pertanyaannya adalah apabila tatib ini bertentangan dengan
Undang-Undang bagaimana? Sebab kalau upaya hukum tidak mungkin Anggota DPD
menggugat Tatib DPD kalau memang mau disamakan dengan Undang-Undang yang DPR
beda. Tatib DPR pasti orang publik tidak akan menggugat. Kemudian saya kira itu saja dulu.
Terima kasih.
PEMBICARA : ADRIANUS GARU, S.E., M.Si. (NTT)
Pak Ketua, saya ingin menambahi.
Saya apresiasi kepada senior saya karena sudah 3 periode. Mungkin periode 2
periode-periode kemarin ya banyak ya, ya saja tidak mau mengarahkan DPD ini kepada arah
yang lebih baik. Kami ini kelompok 97 semua ini kami ingin supaya lembaga ini kuat baik
dan berguna untuk daerah sehingga lakukan evaluasi kinerja. Bukan hanya Pimpinan DPD,
pimpinan alat kelengkapan mari kita duduk dan sudah disatukan didalam tatib ini. Sekarang
tinggal bagaimana mainnya saja ini, tidak usah kembali kebelakang karena ini sudah terjadi,
tatib pun sudah jalan. Apa yang perlu kita duduk bersama minta pendapat ahli untuk solusi?
Saya kira begitu.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Jadi pakar itu senang sekali kalau terlalu banyak berpendapat orang. Apalagi kalau
banyak berpendapat dengan berbeda-beda maka memudahkan pakar membuat pandangan-
pandangan ya. Jadi saya yakin Pak Hamdan sangat membaca suasana kebathinan ruangan ini.
Inilah suasana DPD dalam bentuk mini Pak Hamdan ini Saudara Pak Mustafa ya. Saya kira
kita dengarkan berikut ini pandangan, pikiran, masukan dari dua narasumber kita dan
masukan tersebut menjadi bahan buat kita bukan lagi untuk di diskusikan dengan narasumber
kecuali ada kesempatan beliau berikutnya kita undang lagi.
Saya mohon dengan hormat Pak Hamdan diberikan komentar tanggapan silakan.
PEMBICARA: Dr. HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. (NARASUMBER)
Baik, terima kasih.
Ini luar biasa dinamikanya rupanya sangat tinggi. Saya tidak ingin menjadi penengah,
tetapi saya ingin memberikan pandangan saya berdasarkan hukum, berdasarkan pandangan-
pandangan saya yang saya pahami, berdasarkan norma hukum dalam pengalaman saya dan
aturan-aturan yang ada. Karena itu, mungkin saya pada akhirnya tidak untuk membela yang
sebelah. Kalau saya memberikan pendapat, mungkin yang sama dengan salah satu pihak
yang ada di sini. Jadi, tetapi kebetulan saja mungkin, mungkin kebetulan saja. Tetapi, dari sisi
hukumnya yang saya, ya sisi hukumnya saja, terserah mau dipakai atau tidak.
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
15
Pertama, ini hal yang umum saja dulu yang berkaitan dengan kewenangan. Saya
dalam praktik tadi sudah diungkap para anggota yang terhormat bahwa de jure ya
kewenangan MK itu sudah, tetapi dalam praktik tidak. Lalu, apa kira-kira hal yang terbaik
yang bisa dilakukan oleh DPD? Mungkin langsung saja ke situ. Sebenarnya apa yang
diputuskan oleh MK, normanya adalah merupakan norma konstitusi itu sendiri. Jadi
penafsiran-penafsiran dan norma-norma yang menjadi keputusan MK adalah merupakan
norma konstitusi. Levelnya kira-kira dalam posisi seperti itu, ketika norma itu diputuskan
oleh MK. Kecuali, ada perubahan-perubahan dalam putusan, putus selanjutnya berarti ada
perubahan pemahaman atau penafsiran terhadap norma konstitusi yang sebelumnya. Karena
itu, kalau putusan MK sedemikian gamblang mengenai kewenangan, hak-hak, dan itu
ternyata tidak dilaksanakan dalam porses pembentukan undang-undang yang berkaitan
dengan kewenangan lembaga, khususnya DPD, maka ada dua langkah yang bisa dilakukan di
luar masalah komunikasi. Komunikasi dan lobi ini kan hal yang sangat relatif, lobi dan itu
sangat bergantung kepada kekuatan dan pressure. Ini dalam politik, tetapi saya tidak ingin ke
sana. Kan the politics bagaimana kekuatan mempengaruhi kan begitu. Tetapi begini, apakah
alat memaksa agar lembaga negara yang namanya DPR yang menurut DPD mengabaikan
norma-norma putusan MK, maka ada dua yang bisa dilakukan oleh DPD.
Yang pertama adalah masalah yang terkait dengan sengketa kewenangan
konstitusional, itu yang pertama yang bisa dipersoalkan di Mahkamah Konstitusi. Atau yang
lebih fatal tunggu di ujung, tunggu di ujung ketika undang-undang itu disahkan, maka
undang-undang itu sepanjang tidak melaksanakan proses menurut norma konstitusi yang
digariskan oleh norma putusan MK, maka bisa dimohonkan pembatalan berdasarkan alasan
cacat formal, kira-kira begitulah. Jadi, coba saja test case sekali begitu, ini dari sisi hukumnya
konstitusinya. Ada suatu undang-undang yang seharusnya menurut konstitusi harus
melibatkan pembahasan DPD, tetapi sama sekali diabaikan, maka di ujungnya bahwa
undang-undang itu cacat formal dalam prosedur. Nah kalau MK menyatakan betul adalah
cacat formal, maka undang-undang itu secara formal cacat dan inkonstitusional karena
pengujian itu ada dua, ada pengujian formil, ada pengujian materiil. Jadi kalau saya sebagai
seorang ahli hukum memberikan satu pandangan ya begitulah caranya. Itu yang pertama
berkaitan dengan kewenangan.
Kemudian yang kedua, berkaitan dengan masalah tatib tadi yang lebih spesifik. Saya
ingin memberikan beberapa ilustrasi lebih dulu. Dulu pada saat kita membahas Undang-
Undang Pemerintahan Daerah tahun 2004 sudah terbayangkan kehendak untuk melaksanakan
pemilihan kepala daerah serentak, seluruh kepala daerah tahun 2004, sudah kita bicarakan.
Akan tetapi, ada problem yuridis di sana pada saat itu. Lalu, bagaimana menentukan tanggal
yang pasti karena akan merugikan kepala-kepala daerah yang terpotong masa jabatannya. Ini
adalah persoalan-persoalan ... (kurang jelas, red.) dalam hal keadilan. Sehingga, rumitnya kita
pada saat itu tidak bisa tidak kita, sudahlah laksanakan seperti biasa saja. Nah, apa yang
terjadi dalam perubahan undang-undang yang terakhir mengenai pemerintahan daerah, maka
dibuat dalam tiga tahapan yang serentak. Kenapa? Ini untuk meminimalisir kalau menurut
pandangan saya, untuk meminimalisir banyaknya potongan masa jabatan seorang bupati atau
gubernur yang sudah ditetapkan lima tahun, kira-kira begitu. Ini juga berkaitan dengan tadi
masalah keadilan yang salah satu masalah prinsipil.
Kemudian yang ketiga, dulu Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun
2004 memutuskan bahwa seorang kepala daerah petahana apabila hendak mencalonkan diri
lagi dalam periode sebelumnya, maka enam bulan sebelum pemilihan dia harus
mengundurkan diri sebagai kepala daerah. Ini dibawa oleh salah satu kepala daerah ke
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
16
Mahkamah Konstitusi, saya lupa yang mana, zamannya Pak Jimly. Akhirnya, putusan MK
kita bisa baca bersama, MK membatalkan undang-undang itu. Kenapa? Karena, ini juga
berkaitan dengan prinsip kepastian hukum yang adil. Pertama, dia sudah diangkat untuk masa
jabatan lima tahun, tetapi diberhentikan sebelum lima tahun walaupun mengundurkan diri,
mengundurkan diri kan atas kehendak sendiri, tetapi dalam perspektif keadilan, undang-
undang itu dianggap melanggar prinsip kepastian hukum yang adil. Sehingga, Mahkamah
Konstitusi membatalkan kewajiban petahana untuk mundur enam bulan sebelum pelaksanaan
pemilihan karena akan mengurangi hak yang bersangkutan untuk masa jabatan lima tahun
sesuai dengan SK pengangkatan.
Kemudian selanjutnya, untuk suatu di manakah, ini memang undang-undang ini saya
betul tidak ada ketegasan masa jabatan Pimpinan DPD itu berapa tahun, tidak ada. Artinya
menurut saya, dalam kerangka undang-undang ini boleh hal itu diatur secara internal oleh
DPD, ya oleh tatib, itu prinsip hukumnya boleh. Yang jadi persoalan adalah pada saat
pemilihan awal, Pimpinan DPD dipilih untuk masa jabatan 5 tahun dan diangkat berdasarkan
keputusan untuk masa jabatan 5 tahun. Dengan perubahan norma, maka menjadi 2,5 tahun.
Bagaimana posisinya di sini? Saya memberikan satu ilustrasi, Pak, yang mungkin menarik
untuk kita renungkan bersama. Untuk mengubah Undang-Undang Dasar itu menurut Pasal 37
persyaratannya adalah syarat kehadiran ¾ Anggota MPR. Tetapi, syarat menjatuhkan putusan
50 plus 1. Tetapi, syarat untuk memberhentikan presiden di Pasal 7 ayat sekian itu, syarat
kuorumnya adalah ¾, syarat putusannya adalah 2/3. Lebih sulit untuk memberhentikan
presiden daripada untuk mengubah Undang-Undang Dasar, ya kan. Nah, bagaimana kalau
begini? Daripada kita memberhentikan presiden, ubah saja undang-undangnya dari 5 tahun
menjadi 2,5 tahun sehingga presidennya berhenti. Ya sama dengan kudeta konstitusional. Ini
pandangan saya, ini maaf ini pandangan saya. Jadi artinya apa? Tidak bisa diberhentikan
dengan proses biasa, maka diubah Undang-Undang Dasar-nya menjadi 2,5 tahun. Jadi sama
dengan memberhentikan presiden di tengah masa jabatannya, tetapi dengan melalui
perubahan undang-undang. Ini maaf ini pandangan saya mungkin yang agak-agak ekstrem,
tetapi ini ilustrasi yang bisa menggambarkan bagaimana masalah ini diselesaikan dengan
baik. Jadi begitu juga dengan masalah apa lagi, sebentar, ya saya kira analog juga, analog
juga masalah apa. Tetapi, kalau keterkaitan apakah boleh ada pergantian yang ditengah?
Boleh, boleh kalau pergantiannya berdasarkan mekanisme yang sudah diatur dalam norma
sebelumnya. Misalnya Novanto, Novanto berhenti dalam jabatannya tidak 5 tahun karena dia
mengundurkan diri kalau tidak pada saat itu kira-kira berhenti lah oleh suatu proses paripurna
begitu. Ataukah ditarik oleh yang punya kewenangan menurut norma, ada yang mengatur
sebelumnya begitu juga pimpinan komisi di DPR ada mekanisme ditarik oleh pimpinan fraksi
itu juga tidak ada masalah tapi memang norma itu sudah mengatur sebelumnya bahwa
mekanisme itu ada, kira-kira begitu.
Kemudian, ya jadi begini, tadi ada pertanyaan menarik, bagaimana kah, apakah
pengambilan suatu pengambilan keputusan boleh karena keputusan paripurna tidak sesuai
dengan norma Tatib? Menurut azas legalitas tidak boleh, walaupun itu adalah paripurna yang
menentukan legalitas, kecuali prosesnya diubah dulu normanya mulai keputusan baru itu bisa
dilakukan karena apa? Karena kalau itu yang menjadi praktik maka akan terjadi secara terus
menerus pengubahan norma melalui tindakan atau kebijakan yang melanggar azas-azas
legalitas. Jadi itulah cara berpikir hukumnya, ini cara berpikir itu. Jadi apapun putusan, tapi
apakah norma itu bisa digugurkan ada dua cara. Untuk menggugurkan sebuah norma maka
ada dua cara dalam perspektif hukum administrasi. Cara pertama dicabut oleh lembaga yang
mengeluarkannya, kemudian cara kedua adalah dibatalkan oleh pengadilan. Nah jadi yang
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
17
satu istilahnya pencabutan yang satu istilahnya pembatalan. Jadi dicabut kembali kalau oleh
pengadilan namanya pembatalan itu dalam perspektif hukum administrasi.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Tadi itu kan Pak Hamdan katakan, ya kalau tidak Mahkamah Agung.
PEMBICARA: DR. HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. (NARASUMBER)
Iya betul, artinya pada tahap akhir terjadi sengketa yang ribut-ribut tidak ada cara
penyelesaian yang lain kalau tidak sepakat jadi Mahkamah Agung. Tapi begini, ada tadi
pertanyan tadi yang belum sempat jawab. Pimpinan DPR maupun Pimpinan DPD hanyalah
pejabat administratif, pejabat administratif yang melaksanakan apapun putusan-putusan dari
lembaga karena itu dia ikut melakukan voting kalau dalam pengambilan keputusan, dia bukan
duduk saja dalam pengambilan keputusan dia ikut dalam penentuan voting. Kalau pada saat
itu dia kalah dia harus melaksanakan apapun putusan Paripurna karena dia adalah pejabat
administratif semata-mata jadi dia tidak bisa meng-cup kira-kira begitu, putusan paripurna itu
karena dia hanya alat kelengkapan dari dewan. Jadi ini saya bicara dari perspektif hukumnya
saja.
Apakah hanya dengan konvensi bisa berlaku sebagai norma atau kah mungkin masa
jabatan? Jadi tadi sudah saya jawab, tapi begini konvensi itu banyak orang salah paham,
konvensi itu sebenarnya bukan norma, artinya kebiasaan yang kalau dilangkah itu rasanya itu
tidak enak, tapi sebenarnya bukan norma hukum. Kalau di Inggris memang ada istilahnya
konvensi tapi konvensi di sana itu terabaikan, diabaikan oleh peraturan perundang-undangan
atau keputusan-keputusan parlemen yang berlandaskan konstitusi.
Saya kira itu, saya tidak jawab satu persatu tapi mungkin mudah-mudahan sudah
terjawab beberapa hal tadi yang disampaikan. Tidak ada suatu mekanisme yang lain kalau
Anggota, begini, kita tidak tahu di Mahkamah Agung tetapi di DPR dulu, di MK khusus yang
berkaitan dengan DPR sudah membuat suatu aturan MK yang memutuskan bahwa khusus
anggota DPR dan fraksi tidak memiliki legal standing untuk mengajukan bisa judicial review
terhadap Undang-Undang yang telah diputuskan oleh mereka sendiri karena mereka kalah
mereka bawa ke DPR, kira-kira begitu
Walaupun saya memiliki dissenting opinion aturan di Mahkamah Konstitusi itu
aturannya. Artinya apa? Saya tidak tahu di MA kalau begini, apakah Anggota DPD yang
kalah dalam voting kira-kira begitu bisa diterima oleh di Mahkamah Agung melakukan
judicial review. Dulu alasan di MK itu adalah nanti setiap Undang-Undang yang dibuat kalah
datang ke MK setiap Undang-Undang yang kalah datang ke MK, tidak selesai-selesai
urusannya kira-kira begitu sehingga diputuskan pada saat itu anggota DPR itu tidak memiliki
legal standing, kalau pun sekali lagi saya dalam hal ini memang memberikan dissenting
opinion tapi itulah aturannya yang berlaku di MK. Saya kira itu Pak.
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
18
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Baik, terima kasih Pak Hamdan. Kita dengarkan juga penjelasan dulu tanggapan dari
Pak Fahri siapa tahu justru tertanggapi apa yang Bapak belum ditanggapi tadi kan begitu, kita
hargai karena kita undang Pak beliau Pak Mustofa.
Silakan, bisa mic sebelah kanan, silakan.
PEMBICARA : MUSTAFA FAKHRI, SH.,MH.,LL.M (NARASUMBER)
Terima kasih Pimpinan.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati. Pak Hamdan pertama saya mohon maaf
karena terlambat dari Depok tadi habis kuliah, ngajar. Saya catat ada 10 kayanya ini dari
rangkuman tanggapan dari Bapak-Ibu sekalian terkait dengan persoalan yang sedang kita
hadapi tapi pertama-tama saya ingin memberikan catatan soal TOR. Di sini disebutkan lex
posteriori derogate legipriori, lex superiori derogate dan lain sebagainya tapi dalam
kurungnya norma hukum yang baru membatalkan norma hukum yang terdahulu dan
kemudian norma hukum yang lebih tinggi tingkatannya membatalkan norma hukum yang
lebih rendah. Saya kira tidak tepat artian dibatalkan ya atau membatalkan. Karena pembatalan
itu harus lewat lembaga peradilan sementara yang kita barangkali terjemahan yang lebih pas
itu mengesampingkan. Jadi normanya sebentulnya masih hidup. Norma aturan yang lebih
tinggi itu masih hidup tapi kebetulan dikesampingkan oleh yang lebih rendah.
Kemudian soal tata tertib yang sedang kita hadapi memang ini bagian dari rule of
prosedural atau internal legalment terkait dengan lembaga DPD dan tapi jangan kita lupakan
bahwa ini juga delegated legislation sebetulnya kalau satu bentuk dari delegated legislation.
Undang-Undang MD3 juga memberikan pengaturan atau mandat secara khusus
pendelegasian kepada DPD secara internal untuk mengatur alat kelengkapan dan lain
sebagainya yang belum diatur di dalam undang-undang didalam tata tertib yang terakhir ini
ada tahun 2016 iya, sudah 6 kali kalau tidak salah melakukan perubahan. Nah, tata tertib ini
sebetulnya bagian dari mengisi kekosongan hukum atau loop holes yang diatur dalam
undang-undang.
Kebetulan terkait dengan masa jabata, di Undang-Undang MD 3 memang tadi
sebagaimana yang kita bahas tidak ada pengaturan yang secara lebih tegas ya di Undang-
Undang MD 3 terkait dengan masa jabatan ketiga lembaga perwakilan kita baik MPR, DPR,
maupun DPD apakah 5 tahun atau 2,5 tahun dan kebetulan diatur kemudian oleh delegated
legislation, oleh Tatib. Yang terakhir dengan kesepakatan bahwa 2 tahun 6 bulan apakah
Pimpinan bisa menolak hasil Paripurna? Saya kira tidak bisa ini tidak diatur veto. Jadi
Pimpinan tidak memiliki veto power untuk kesepakatan yang sudah di buat oleh Paripurna.
Nah problem-nya sekarang kapan itu bisa dilaksanakan Itu problem pertama. Problem
utamanya itu karena kita tidak bisa merobos hukum administrasi negara kalau kita beli tiket
Jakarta-Papua terus kebetulan tiba-tiba kita berhenti di Surabaya itu harus ada force majeure
kenapa kita berhenti di Surabaya, tidak lagi di Papua? Force majeure yang di atur di dalam
Undang-Undang kita Pimpinan Dewan itu bisa berhenti atau kekosongan Pimpinan itu bisa
disebabkan oleh, karena dia wafat, mundur atau diberhentikan, hanya 3 itu saja. Nah ini kan
kita mau berhentikan dia di tengah jalan itu kan, apakah kemudian bisa diberhentikan di
tengah jalan harus ada alasan-alasan yang sesuai dengan undang-undang tentunya kan. Kalau
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
19
yang pertama kita, tentu kita tidak inginkan bersama ya wafat, yang paling mungkin yang
kedua meminta beliau mundur. Nah problem-nya kalau beliau tidak ingin, tidak bersedia
untuk mundur diri bagaimana? Dan tadi saya juga sudah cek ternyata di bagian akhir juga
tidak ada transitional close untuk pengaturan soal ini. Artinya bagaimana kita ingin membuat
2,5 tahun ini saat ini juga tidak diatur mekanismenya itu juga problem tidak diatur di dalam
ketentuan peralihan.
Saya kira kalau ingin landing-kan tidak ada cara lain kecuali meminta beliau mundur,.
Kecuali Bapak Ibu sekalian merelakan beliau sampai selesai masa jabatan, saya kira tidak ada
cara lain karena kita juga tidak bisa menerobos Undang-Undang MD3 sendiri karena cara-
cara memberhentikan Pimpinan memang sudah diatur spesifik oleh Undang-Undang MD3.
Apa boleh berlaku surut, hukum administrasi negara tidak mengatur berlakuan surut. Ketika
seseorang sudah diangkat, dilantik jangka untuk 5 tahun selesai sampai 5 tahun. Jadi ada
problem memang di sini.
PEMBICARA: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (WAKIL KETUA PANSUS TATIB
DPD RI)
(berbicara tanpa mic, red)
PEMBICARA : MUSTAFA FAKHRI, SH.,MH.,LL.M (NARASUMBER)
Lanjutkan, bukan pemilihan ulang.
PEMBICARA: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (WAKIL KETUA PANSUS TATIB
DPD RI)
(berbicara tanpa mic, red)
PEMBICARA : MUSTAFA FAKHRI, SH.,MH.,LL.M (NARASUMBER)
Diganti oleh wakilnya.
PEMBICARA: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (WAKIL KETUA PANSUS TATIB
DPD RI)
(berbicara tanpa mic, red)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA PANSUS TATIB
DPD RI)
Baik, baik. Yang intinya di sini adalah hukum administrasi negara tidak mengatur
istilah berlaku surut pada sebuah keputusan begitu yah saya tetapkan sekarang berlaku di
hitung mulai dari 2014 ke depan, tidak bisa begitukan hitungannya?
Jadi saya ulang, saya ulang biar konkrit saya kira biar pas di pikiran kita sama. Saya
masa jabatan saya putuskan misalnya 2,5 tahun hitungannya itu berarti 2,5 tahun saya mau
hitung dari Agustus dan itu masa jabatannya Agustus bukan Oktober, masa pelatikan Oktober
yah Agustus itu adalah masa jabatan pergantian pimpinan alat kelengkapan yaitu adalah awal
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
20
tahun sidang dan masa sidang. Awal tahun sidang bagi DPD maupun DPR kalau di hitung
dari situ maka 2,5 tahun ini adalah bulan Februari atau Maret 2017. Saya buat peraturan masa
berhenti 2,5 tahun sebagai masa jabatan pimpinan saya ketua komite maka kalau saya mau
menghitungnya dari agustus 2014 ke Maret 2017 ataukah ketika saya tetapkan Tatib misalnya
Tatib ditetapkan April 2016 ke sekian 2018. Nah kira-kira dari hukum administrasi mana
yang..
PEMBICARA : MUSTAFA FAKHRI, SH.,MH.,LL.M (NARASUMBER)
Kalau peraturan kan beda dengan beschikking Pak. Keputusan pejabat publik itu kita
menyebutnya beschikking, cputusan penetapan dan itu yang saya maksud tidak berlaku surut.
Beschikking atau keputusan untuk pengangkatan pelantikan pimpinan 2014 sampai 2019 dan
itu harus dilihat SK-nya atau kepresnya barangkali di sana kan juga tertera ya kan nah itu
yang saya maksud dan setiap beschikking itu tentu dia menyandarkan pada konsideran
peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dirujuk itu yang
kemudian tidak bisa diganggu gugat.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA PANSUS TATIB
DPD RI)
Jadi begini, tidak usah.. Kita hanya mendengarkan tanggapannya jadi bukan mencari
benar atau salah dari dia, kita mau cari pandangannya kan begitu dari beliau-beliau ini.
PEMBICARA: ADRIANUS GARU, SE., M.Si (NTT)
Satu menit saja.
Oke, terima kasih Pak Mustofa.
Tadi dibilang kalau dari Papua ke Jakarta turun ke Makassar force majeure, ketika di
lembaga misalnya kita evaluasi kinerjanya tidak benar lakukan mosi tidak percaya. Apakah
ini, apakah ini bukan force majeure? Begitu kan pertanyaanya.
PEMBICARA : MUSTAFA FAKHRI, SH.,MH.,LL.M (NARASUMBER)
Itu ada di Undang-Undang MD3 Bapak dia bisa diberhentikan jadi ada proses
impatchment menit katakanlah begitu. Tapi tentu kita harus cek lagi prasyaratnya apakah ada
yang sesuai atau tidak begitu. Kalau tidak sesuai, ya berarti pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh upaya untuk mengkudeta itu ya jadinya inkonstitusional, bisa dikatakan
demikian.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Pak Benny, satu menit.
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
21
PEMBICARA: BENNY RHAMDANI (SULUT)
Tadi disampaikan bahwa tidak ada undang-undang yang mengatur tegas kaitan
dengan perubahan masa jabatan pimpinan dari 5 tahun ke 2,5 tahun. Maka, jika tidak diatur
secara tegas oleh undang-undang, bisa diatur dalam tata tertib. Saya sependapat dengan
pendapat itu. Tetapi, tadi Pak Hamdan menarik sebuah ilustrasi pendekatannya ke presiden.
Jika Presiden dipaksa diturunkan 2,5 tahun dari 5 tahun, maka bisa dikatakan ini kudeta
konstitusional. Nah ini ilustrasinya tidak masuk begitu dengan tema, kaitan dengan masa
kepemimpin alat kelengkapan atau Pimpinan DPD karena masa jabatan Pimpinan DPD tidak
tegas diatur oleh undang-undang, tetapi presiden diatur oleh Undang-Undang Dasar
disebutkan lima tahun. Maka saya setuju, ketika presiden masa jabatan dan wakil presiden
diatur secara tegas oleh Undang-Undang Dasar dan jika harus diberhentikan di tengah jalan,
itu kudeta konstitusional, jadi tidak masuk dengan pendekatan kepemimpinan DPD tadi.
Kemudian, Pimpinan tidak mempunyai hak veto power, saya setuju Pak Fakhri ya,
tetapi tadi juga Pak Fakhri menyebutkan kalau pun harus mengganti pimpinan di tengah
jalan, maksudnya dari 5 tahun ke 2,5 tahun itu harus ada mekanisme yang mengatur. Pansus
inilah diberikan mandat oleh lembaga kami untuk mengatur mekanisme ini. Jadi, keputusan 5
tahun ke 2,5 tahun sudah diambil dalam tata tertib ya, pimpinan akhirnya dengan cara dipaksa
dan timbulnya kegaduhan akhirnya menandatangani, karena dulu pimpinannya bohong ini ke
publik ngomong di koran, “Kami tidak mau tanda tangan karena ini bertentangan dengan
undang-undang”. Kan menipu rakyat ini karena tadi Pak Hamdan sudah menjelaskan
tanggung jawab administrasi harus tanda tangan, tidak ada alasan apa pun. Nah Pansus inilah
yang sedang ditugaskan untuk merumuskan mekanisme pemberlakuan keputusan tata tertib
dari 5 tahun ke 2,5 tahun. Nah tolong bantu kami tentang mekanisme-mekanisme yang akan
mengatur tpemberlakuan itu.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Pandangannya ya, pandangan.
Pak Gafar.
PEMBICARA: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, M.M. (RIAU)
Terima kasih Pak, Pak Hamdan dan Pak Mustafa ya.
Bahwa aturan administrasi tidak ada yang berlaku surut. Pengertian tidak berlaku
surut berarti pada waktu ditetapkan berlaku dia pada waktu itu, itu pemahaman saya. Dan
barangkali yang disampaikan oleh Bapak juga. Dengan demikian, tidak ada suatu argumen
yang lain.
Kedua, antara keinginan dengan norma yang belum dijawab, apakah kita berpihak
kepada keinginan atau berpihak kepada norma? Kalau memang harus ada pilihan. Jika
memang terjadi force majeure ternyata menang yang berkeinginan, lalu pihak norma apa
sikapnya jika ini bisa dipertanggungjawabkan secara norma? Itu Pak, bagaimana Pak?
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
22
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Iya, selesai Pak Gafar. Jadi sedikit lagi, Bu Eni silakan.
PEMBICARA: Dra. Ir. Hj. ENI SUMARNI, M.Kes. (JAWA BARAT)
Hanya ada ganjalan saja, begini Prof.
Masa pemberlakuan pimpinan ini masa jabatannya kan dari surat keputusan,
beschikking ada surat keputusan Mahkamah Agung dulu 2014 sampai 2019, oke. Nah itu
apakah termasuk itu yang dimaksud dengan tadi kebutuhan yang ketetapan atau beschikking
tadi. Nah kemudian, ya putusan, kemudian dalam periode antara 2014–2019 ini kami
membuat tatib dengan 2,5 tahun. Tadi dikatakan bahwa ketetapan tersebut tidak bisa berlaku
surut, berarti tidak bisa diganggu gugat apabila ada tidak hal, tidak ada hal-hal yang sesuai
dengan konstitusi, antara lain tadi berhalangan tetap, terus tadi ada hal-hal yang lain-lain. Nah
yang dimaksud dengan teman-teman itu tadi, apabila ada hal yang tidak cocok dengan apa
yang diinginkan oleh anggota, maka apakah anggota berhak untuk memberhentikan dengan
mekanisme tatib tadi atau bagaimana mekanismenya agar menjadi legal begitu? Yang itu
yang saya dapat tangkap.
Yang saya lebih mungkin kedepankan ada satu lagi hal, antara Pimpinan DPD RI
dengan Pimpinan Alat Kelengkapan ada beda. Pimpinan DPD RI tidak ada aturannya di MD3
masa jabatannya, akan tetapi alat kelengkapan lain di luar Pimpinan DPD itu sudah jelas
diatur ya. Berarti bertentangan dengan MD3, ada di sini. Setiap awal tahun sidang, maka alat
kelengkapan itu bersidang untuk menentukan pimpinannya yang dipilih oleh anggota alat
kelengkapan tersebut setiap awal tahun masa sidang. Nah itu sudah jelas sudah yang saya tadi
sampaikan Pak. Jadi beda, di sini ada perbedaan, kalau di alat kelengkapan lain di luar
Pimpinan DPD itu sudah jelas diatur di MD3. Nah yang menjadi permasalahan
sepengetahuan saya yang minim dengan aturan-aturan hukum, bahwa seberat apa pun,
sebesar apa pun undang-undang yang berada, atau aturan apa pun yang berada di bawah
undang-undang itu ketetapannya itu harus disesuaikan dengan undang-undang. Berarti ini
tatib ini bisa menyesuaikan dalam hal ini apabila hal yang bertentangan dengan MD3. Nah,
ini pintu masuknya, apakah tatib yang sekarang ini bisa langsung mengubah hal-hal yang
bertentangan dengan MD3 untuk kemudian untuk disesuikan dengan MD3. Ini ada cerita lain
antara Pimpinan DPD dengan Pimpinan alat kelengkapan. Demikian.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (WAKIL KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Baik, baik.
Pertama Pak Hamdan, Pak Fakhri, kita sepakat tadi beschikking ya tatib itu. Tidak,
tatib kelasnya, peraturan, beschikking bukan? Apa regeling? Regeling toh. Paham dan di
MPR itu ada keputusan ada ketetapan. TAP itu untuk Indonesia TUS itu untuk Anggota
MPR. Tatib itu TUS berarti ya, kelasnya TUS tadi kan. Oleh karena itu kemudian, tidak tepat
kemudian kalau didalam DPR, legislatif, itu kemudian ada kata yang namanya berlaku surut.
Setyanovanto dan Ade satu masa jabatan, masuk kepemimpinan itu, kepemimpinan, periode
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
23
kepemimpinan DPR. Jadi oleh karena itu apakah tepat menggunakan kata berlaku surut itu
kecuali kalau TAP. Ini yang saya kira, saya minta konfirmasi.
Lalu yang kedua, ini minta konfirmasi lain lagi adalah, Tatib, kelasnya lebih tinggi
daripada keputusan dibawah Tatib didalam DPD. Misalnya, SK kami ini, SK Pansus, ini kan
posisinya di bawah Tatib ini, posisi hukumnya, ini ada yang menarik ini bahwa antara Tatib
dengan Keputusan Pansus ini akan juga menjadi perdebatan kita didalam, ini aneh,
seharusnya kita malu ini hal seperti itu. Jadi saya kira, saya ingin konfirmasi tentang dua hal
tadi, soal TUS dan soal yang berkaitan dengan apakah tepat penggunaan kata berlaku surut
itu?
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H (KALSEL)
Sedikit saja Pak, apa yang disampaikan Pak Muqowan antara Setyanovanto dengan
Ade Komarudin tidak pas karena DPR tidak mempersoalkan masa jabatan sedangkan yang
kita persoalkan sekarang adalah masa jabatan, bukan orangnya apalagi kolektif kolegial,
masa salah satu orang semuanya mau diubah saya kira.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Itu, itu tak usah kita entar saling-saling ini ya, kita mau mendapatkan ilmu dari kedua
narasumber kita begitu ya, bahkan pendangan beliau berdua saja bisa saja kita berbeda oleh
karena itu jangan kita mau membuat pendapat kita menjadi pembenaran bagi pakar. Saya
mau pakar menjadi pembenaran pandangan kita. Pak Zulfa saya persilakan Pak.
PEMBICARA : DR. HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. (NARASUMBER)
Jadi saya sebenarnya termasuk yang merasa aneh, ada di Undang-Undang Pemda
terakhir yang memberikan kewenangan kepada Kemendagri untuk membatalkan peraturan
daerah itu. Sebenarnya yang benar itu Undamg-Undang yang lama. Ya Undang-Undang yang
lama. Jadi boleh dibatalkan dan challenges untuk dibawa ke harus diputuskan oleh
Mahkamah Agung karena Perda itu dasarnya Undang-Undang Dasar. Di Undang-Undang
Dasar itu pemerintah daerah dapat membuat peraturan daerah dalam melaksanakan
otonominya dan ini diperkuat dengan undang-undang. Jadi sebenarnya konsianor norma
konstitusi yang tidak bisa dengan mudah dibatalkan begitu saja oleh kementerian dalam
negeri.
Ini persfektifnya agak sedikit salah melihat pada hirarki ekskutif dalam sistem
pemerintahan kita karena kepala daerah itu adalah hierarkinya dibawah ekskutif di presiden,
dibawah ekskutif garisnya begitu, dalam kelompok eksekutif maka dia adalah bawahan dari
ekskutif padahal tidak bisa dimaknai secara, secara mudah seperti itu karena ini agak-agak
rumit karena dipilih langsung karena ada peraturan norma-norma Undang-Undang Dasar dan
norma-norma sebagainya. Karena itu sebenarnya saya termasuk merasa aneh ada, ada
undang-undang yang seperi itu ya, dibatalkan dengan mudah begitu. Saya sampaikan bahwa
orang sudah capek-capek dialog dengan masyarakat dengan gubernur, dengan bupati dengan
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
24
DPRD, dibahas terus-menerus mengundang ahli segala dalam semalam dibatalkan karena
3000 lebih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Maaf, dievaluasi sebelumnya oleh mendagri.
PEMBICARA : DR. HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. (NARASUMBER)
Ya jadi ini bagi saya gak pas gitu tapi ini komentar bagi saya.
Yang kedua memang ada masalah. Undang-Undang Dasar mengadakan kewenangan
mengajukan rancangan undang-undang dan kewenangan ikut membahas rancanangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukkan pemekaran dan
penggabungan daerah mengenai sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta
hubungan keuangan pusat dan daerah. Pasal 22 D Ayat (1) atau ayat (2) itu.
Nah kalau mengenai otonomi daerah, kalau mengenai otonomi daerah yang berkaitan
dengan pembentukkan, pemekaran, penggabungan itu masalahnya sangat sederhana karena
objeknya jelas tapi yang berakaitan dengan sumber daya alam maka Undang-Undang yang
mana sajakah yang berkaitan dengan sumber daya alam maka itu akan bisa mencakup hampir
semua undang-undang, itu satu. Kemudian yang berkaitan dengan hubungan pusat keuangan
dan daerah maka teramasuk mengenai anggaran apa yang dibuat oleh banggar itu, itu lah
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang harus merupakan
kewenangan DPD untuk ikut membahas karena itu pada saat itu saya memberikan saran, ya
sudah diatur dalam undang-undang itu, undang-undang yang mana saja yang dimaksud secara
spesifik biar tidak terjadi sanketa gitu.
Jadi ini memang perlu penegasan perlu diatur undang-undang yang dimaksud dengan
undang-undang yang mengenai sumber daya alam, sumber daya ekonomi yang lainnya mana
saja? Itu didetailkan disana, kemudian undang-undang yang mengenai perimbangan
keuangan pusat dan daerah itu yang mana saja itu lebih didetailkan kesana. Memang undang-
undang dasar tidak memberikan satu guidances yang pasti, bahkan di undang-undang dasar
diayat selanjutnya itu yang berkaitan dengan APBN, yang berkaitan dengan APBN, DPD
hanya memberikan pertimbangan. Padahal ya APBN itu terkait juga dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah. Jadi ini yang perlu apa diatur secara tegas dalam undang-undang
jadi pekerjaan selanjutnyalah untuk Pak Muqowam lah ya. Jadi pimpinan partai ya jadi itu.
Kemudian yang kedua, begini, mengenai pimpinan, jadi pendangan saya begini Pak.
Masa jabatan memang tidak diatur dalam Undang-Undang maupun juga dalam tatib pada
saaat awal pertama sekali ketika pimpinan diangkat. Pertanyaannya, dalam berapa tahunkah
masa jabatan pimpinan itu kita kembali kepada pikiran bening kita pada saat pengangkatan
pikiran yang belum ada pengaruh apa-apa gitu. Itu dapat dilihat pada SK pengangkatannya
maka maknanya walaupun tidak diatur dalam undang-undang dan walaupun tidak diatur
dalam tatib masa jabatan itu adalah keputusan administratif itu. Ini pemaknaannya, itu
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
25
administratif itu, karena apa? Karena pada saat itu begitulah kesepakatan semua pihak pada
waktu itu.
Nah, yang dimaksud tadi begini, ini menurut saya berlaku surut apakah masa jabatan
yang 2,5 tahun diatur dalam Tatib yang baru berlaku juga untuk pimpinan yang sudah
diangkat untuk masa jabatan 5 tahun pada awal masa periode? Nah kalau berlaku kesana itu
berlaku surut kalau berlaku kesana, itu namanya berlaku surut tapi kalau untuk kedepan tidak
berlaku untuk suatu jabatan yang sudah ditentukan sebelumnya itu namanya kedepan tapi
kalau sudah menyentuh kesana, itu sudah masuk dalam makna yang berlaku surut itu.
Nah Undang-Undang Pemda itu memberikan solusi, pemda itu. Nah, bagaimana
dengan orang yang sudah diangkat 5 tahun maka dia dikasihlah konpensasi undang-
undangnya membatasi masa jabatan dia karena ikut dalam pemilihan secara bersamaan
konpensasi berapa tahun dia tidak yang 105 tahun, konpensasi dia, jadi Undang-Undang
Pemda ada, ya di konpensasi dia, jadi itu anunya, di SK itu, ya di SK-nya itu betul, ya di
konpensasi. Nah ini untuk memenuhi untuk landing-nya ini tadi kalau-kalau di saya
mengambil ilustrasi saja, kesana kira-kira begitu.
PEMBICARA: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (RIAU)
Mohon maaf Pak maksudnya keputusan dari suatu aturan itu boleh gak berlaku surut
oh secara formal keilmuwan?
PEMBICARA : DR. HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. (NARASUMBER)
Prinsip umumnya menurut normanya tidak boleh. Normanya tidak ada, normanaya
tidak berlaku surut karena itu prinsipnya keadilan ya.
PEMBICARA : MUSTAFA FAKHRI, SH.,MH.,LL.M (NARASUMBER)
Saya rasa keinginan versus norma tadi ya.
Keinginan kalau saya ganti kata lain, aspirasi barangkali ya, aspirasi versus rule of
law. Jadi kalau demokrasi tidak sesuai dengan rule of law namanya anarki. Jadi memang
aspirasi atau keinginan itu harus sesuai dengan norma, normal juga harus sesuai dengan
keinginan masyarakat gitukan atau keinginan dari pembentuknya. Jadi saya kira itu 2 hal
yang tidak dapat dipisahkan. Norma juga harus berangkat dari keinginan atau original intern
dari para pembentuknya.
Yang kedua, soal tadi saya agar bisa sesuai dengan MD3 gimana? Tadi sempat diulas
jugakan soal review-nya soal pra peradilan atau lewat lembaga pembentuknya. Nah tadi kalau
mau di-challenge MA, Tatib di-challenge MA inikan kita diskusi aja ya apakah bisa
pembentuk tatib itu kemudian ke MA? Saya kira banyak juga peraturan Undang-undang itu
yang dibawah undang-undang itu di-challenge ke Mahakamah Agung lewat LSM ya. Jadi
mereka berfungsi sebagai fame of the court ya bukan pembentuk Undang-Undang itu frame
of the court memang harus dicek juga legal standing-nya apakah memungkinkan atau tidak.
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
26
Terus terkait dengan test case untuk Pasal 20 D Ayat (2) ya tadi terkait dengan ikut
membahas rancangan undang-undang saya kira banyak momentum yang ternyata diabaikan
pimpinan DPD. Banyak sekali rancangan undang-undang yang sebetulnya bisa di-challenge
ke MK lewat pengujian pormil tadi. Nah saya kira bahkan Mk juga menunggu-nunggu dia
sepertinya, saya yakin sekali Mahkamah Konstitusi itu ingin agar putusan mereka itu dipatuhi
oleh DPR. Caranya lewat challenge uji formil jadi harus di-challenge via uji formil terkait
dengan undang-undang yang memang sudah diatur dalam undang-undang dasar. rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan sumber daya alam, sumber daya ekonomi lainnya.
Sumber ekonomi lainnya banyak sekalikan bahkan undang-undang tax amnesty pun dikaitkan
kesana.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Baik
PEMBICARA : MUSTAFA FAKHRI, SH., MH., LL.M (NARASUMBER)
Terus kemudian yang terakhir tadi terkait dengan bagaimana me-landing-kan safe the
best for last. Pertama barangkali pansus ini bisa mendesain kembali saya enggak tau ya
kewenangan pansus apakah bisa memunculkan norma baru yang tidak sempat dibahas di
paripurna kalau itu, kalau Pansus memiliki kewenangan tersebut maka saya menyarankan
agar dibuat transtitional clause atau aturan peralihan terkait dengan bagaimana mengekskusi
masa jabatan 2,5 tahun tadi. Itu harus diatur dalam peraturan peralihan terus kemudian jadi
ketentuan atau norma ini bisa kemudin mengesampingkan aturan umum dan atau lewat
proses impeachment kalau itu memang masih punya napas barangkali Bapak Ibu sekalian.
Via Pasal 52 Ayat (3) poin B atau jadi devil advokat ini. Entah dia mengundurkan diri atau
saya gak tahu apakah tidak hadir dalam sidang yang artinya alasan itu harus sesuai dengan
norma, ya harus sesuai dengan norma. Kalau tidak ya nanti saya khawatir akan terjadi upaya
balas dendam. Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M (KETUA PANSUS
TATIB DPD RI)
Baik terima kasih Pak Mustafa.
Sekali lagi Bapak Ibu sekalian, kita bukan mau kita mendapat banyak masukkan dan
kita sudah peroleh itu, menurut saya terutama dari Pak Hamdan dan saya kira sudah,
waktunya cukup ada narasumber lagi ya bahkan dulu juga ada pandangan begini, kalau 3
pakar hukum biasanya juga 3 pandangan berbeda itu kata ini tapi saya tidak seperti itu. Yang
saya pahami itu mana yang paling aktual, objectif pandangannya.
Pak Mustafa seandainya sewaktu-waktu anda punya kesempatan bisa mencoret-coret
sedikit tentang bagaimana sumbangsih pemikiran kepada kami bagaimana apa yang disebut
RDPU PANSUS TATIB DPD RI MS I TS 2016-2017
KAMIS, 1 SEPTEMBER 2016
27
oleh Pak Muqowam itu me-landing-kan di peraturan-peraturan peralihan terhadap penjabaran
ini. Sebenarnya itu tugas pokok kami di Pansus, menjabarkan ini dalam bentuk bagaiman ini
mengatur di peraturan peralihan. Kalau ada catatan-catatan tertulis anda nanti, Bapak nanti
sangat berharga buat kami, terima kasih.
Saya sengaja minta kepada yang muda-muda karena biasanya lebih segar daripada
kami cara berpikirnya. Saya tidak minta kepada Pak Prof. Ramdan karena ya, baik sekali lagi
ya atas nama Pansus sekali lagi mengucapkan terima kasih Pak Hamdan pak Mustofa atas
kesediaannya hadir kesediaannya memberikan pemikiran-pemikiran amat sangat berharga
buat kami pansus dan dinamika antar kami biarlah ada diruangan ini, biarlah Bapak
melihatnya dalam ruangan sini tapi inilah nuansa DPD. Memang harusnya diatur nanti di
Undang-Undang Dasar 1945 lebih konkrit, tidak ada fraksi, tidak ada, antar provinsi saja
kami berbeda karena tidak juga ada disana pimpinan dan dipimpin, semua memimpin diri
sendiri, disinilah demokrasi tak terbatas sehingga tidak menjadi demokratis lagi karena
demokrasi kalau tidak terbatas itu ya sudah anarkis juga.
Terima kasih sekali lagi Pak, mohon maaf kalau ada kurang berkenan, ada perasaan
yang terganggu karena forum ini Pak Hamdan, Pak Mustofa.
Bapak Ibu semua terima kasih banyak. Kita ketemu lagi pada Kamis yang akan
datang dengan narasumber yang lain. Saya tutup sore ini dengan mengucapkan
alhamdulillahi robbil 'alamin
KETOK 3X
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat sore.
RAPAT DITUTUP PUKUL 15.56 WIB