diagnosis penatalaksanaan knf karsinoma nasofaring dr. marlinda
TRANSCRIPT
Diagnosis dan penatalaksanaan karsinoma nasofaring pada anak
Marlinda Adham*, Murti Andriastuti**, Irwan***, Lisnawati****, Yus Ukhrowiyah**Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
**Departemen Hematologi-Onkologi Bagian Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia***Departemen Radioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
****Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaRumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta - Indonesia
ABSTRAK
Latar belakang: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan salah satu bentuk tumor ganas yang
berasal dari sel epitel, yang jarang ditemukan pada anak. Insiden KNF pada anak rendah, tetapi dalam
dekade terakhir terjadi peningkatan kasus pada usia remaja yang datang pada stadium lanjut. Tujuan:
Kasus ini diajukan agar para dokter umum maupun spesialis mengenali gejala KNF anak, sehingga tidak
terjadi keterlambatan dalam terapi. Kasus: Dilaporkan dua kasus KNF anak stadium III dan IV pada anak
laki-laki usia 12 tahun dan 15 tahun, yang datang dengan keluhan benjolan di leher dan sefalgia.
Penatalaksanaan: Terapi yang diberikan berupa radioterapi dosis tinggi dan dikombinasikan dengan
kemoterapi. Kesimpulan: KNF anak merupakan kasus yang insidennya mulai meningkat dan mempunyai
prognosis yang lebih baik dari KNF dewasa. Informasi bagi tenaga kesehatan dan masyarakat tentang
gejala KNF anak perlu ditingkatkan, sehingga kasus KNF anak dapat ditemukan dalam stadium dini.
Kemoradiasi merupakan terapi pilihan untuk KNF anak stadium lanjut.
Kata kunci: karsinoma nasofaring anak, diagnosis, kemoradiasi
ABSTRACT
Background: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a malignant tumor that emerges from the
epithelium and seldom found in children. The incidence of NPC in pediatric age group is low, but in the
last decade there was an increase finding of late stage NPC cases in teenagers. Purpose: We present
these cases to forewarn the general practisioners and ENT specialists concerning NPC in younger ages,
so that there will no delayed in the management of the case. Case: Two cases of NPC in childhood with
late stage have been reported came with chief complaint lump in the neck region and severe headache.
Case management: The treatment strategy has been adopted from guidelines for adult, which mainly
consist of high-dose radiotherapy and chemotherapy. Conclusion: Incidence of NPC in children is
increasing. The prognosis of NPC in children is better than in adult patients. The main treatments of
Laporan Kasus
children NPC are chemotherapy and radiation. In order to find early stage NPC in children, we have to
improve the knowledge of physician and community about NPC symptoms.
Key words: childhood nasopharyngeal carcinoma, diagnosis, chemoradiation
Alamat korespondensi: Marlinda Adham, Departemen THT FKUI-RSCM. Jl. Diponegoro 71, Jakarta.
E-mail: [email protected]
PENDAHULUAN
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan
salah satu bentuk keganasan kepala dan
leher yang mempunyai karakteristik yang
khas baik secara histologi, epidemiologi dan
biologi. Hal ini yang menentukan gejala
klinis dan pendekatan terapinya.1 KNF
adalah tumor yang berasal dari sel epitel
yang menutupi permukaan nasofaring.
Karsinoma nasofaring jarang ditemukan
pada anak, walau di daerah endemik
sekalipun.2-7 Karsinoma nasofaring pertama
kali dilaporkan oleh Regaud dan Schmincke
pada tahun 1921.8 Pada dekade terakhir,
terdapat peningkatan yang bermakna pada
insiden terjadinya karsinoma nasofaring
pada anak dan remaja. Hal ini menjadi fakta
yang menarik bagi peneliti di beberapa
negara untuk mempelajari perilaku KNF
pada usia belia. KNF pada anak berbeda
dengan KNF pada orang dewasa, yaitu
berhubungan erat dengan infeksi Epstein-
Barr virus (EBV), histologi yang banyak
ditemukan adalah tipe tidak berdiferensiasi,
serta banyak ditemukan telah bemetastasis
ke kelenjar getah bening lokoregional.
Semua pasien KNF anak termasuk dalam
klasifikasi WHO tipe III dan sebagian besar
ditemukan pada stadium lanjut.1-10 Batasan
usia yang digunakan untuk menentukan
kelompok usia anak dan remaja bervariasi.
Beberapa peneliti ada yang membagi
menjadi di bawah 30 tahun dan di bawah 20
tahun.
Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) dipakai batasan umur kurang dari
atau sama dengan 18 tahun. KNF bersifat
radiosensitif dan kemosensitif, pengobatan
kombinasi kemoradiasi memberikan hasil
yang baik, tetapi tergantung dari stadium
tumor dan dosis kemoradiasi yang
diberikan.1,3,4,6-10 Insiden KNF tidak
berdiferensiasi banyak ditemukan di negara
Cina bagian Selatan, Asia, Mediterania dan
Alaska. Di Cina, angka insiden KNF
dilaporkan dua orang per satu juta
penduduk. Di Tunisia, insiden KNF relatif
meningkat. Di Inggris dan India, insiden
KNF hampir sama yaitu sebesar 0,9 per satu
juta penduduk, tetapi dalam dua dekade
terakhir terjadi peningkatan yang sama pada
usia yang lebih muda. Insiden yang jarang
ditemukan di Jepang, Eropa dan Amerika
Utara. Distribusi umur KNF di Amerika
Utara dan Mediterania bersifat bimodal,
yaitu terjadi peningkatan pada usia 10–20
tahun dan pada umur 40–60 tahun. Insiden
KNF pada anak-anak di bawah usia 16 tahun
di Cina sebesar 1%–2%, di UK 2%–4%, di
Turki 1%–2%, USA 10%, Israel 12%,
Kenya 13%, Tunisia 14%–15%, India 11%
dan Uganda 18%. Walaupun terdapat angka
kekerapan yang bervariasi pada tiap
kelompok etnik dan geografis, dari seluruh
kanker insiden KNF sebesar 1%–5%, tetapi
20%–50% merupakan keganasan primer di
nasofaring pada anak. Pada anak angka
median umur untuk perkembangan KNF
adalah 13 tahun dan insiden tertinggi terjadi
pada laki-laki (rasio laki-laki dan perempuan
2,8:1), dan lebih sering ditemukan pada
orang kulit hitam.1-3,10-13
Insiden yang bervariasi dari KNF
berbeda berdasarkan letak geografis,
kelompok etnik yang berkaitan dengan
genetik dan faktor lingkungan yang juga
memegang peranan dalam perkembangan
dari KNF.3,10,15 Di Indonesia dengan variasi
etnis yang besar, KNF merupakan kanker
ganas daerah kepala dan leher yang paling
banyak ditemukan, yaitu sebesar 60%.
Insidennya hampir merata di setiap daerah.11
Berdasarkan data kunjungan pasien di
poliklinik Onkologi THT FKUI/RSCM,
yang biopsinys diperiksa di Departemen
Patologi Anatomi FKUI/RSCM, dari tanggal
1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember
2009 tercatat 11 kasus KNF pada pasien
yang berusia 18 tahun ke bawah, yang
semuanya berjenis kelamin laki-laki. Usia
pasien termuda adalah 12 tahun.
Tabel 1. Insiden KNF usia ≤18 tahun berdasarkan data Departemen Patologi
Anatomi FKUI/RSCM periode 1 Januari 2004 – Desember 2009
Tahun L P Jumlah2004 6 3 92005 6 3 92006 6 5 112007 5 0 52008 9 2 112009 11 0 11
Jumlah 43 13 56L= Laki-laki; P = Perempuan
Pengobatan radioterapi yang
dikombinasi dengan neoadjuvant atau
adjuvant kemoterapi, memiliki angka
kekambuhan sebesar 20%–50%, yang
biasanya muncul 1–2 tahun setelah terapi.
Ayan2 melaporkan hasil penelitian yang
dilakukan di University of Istanbul of
Oncology bahwa terdapat 48% KNF rekuren
dengan metastasis jauh, 43% adanya
pertumbuhan lokal dan regional, serta 9%
kambuh dengan adanya metastasis di
lokoregional dan metastasis jauh.
Prognosis berdasarkan stadium (TNM),
stadium I 76,9%, stadium II 56%, stadium
III 38,4%, stadium IV 16,4%. Prognosis
KNF berdasarkan klasifikasi histologi WHO
tipe I sebesar 37%, WHO tipe II 65% dan
WHO tipe III 64%.2,14
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini
adalah untuk meningkatkan pengetahuan
para tenaga kesehatan agar dapat
mendiagnosis KNF anak secara dini,
sehingga penatalaksanaan dapat diberikan
lebih dini dan prognosis menjadi lebih baik.
LAPORAN KASUS
Kasus 1
Seorang anak laki-laki berumur 15
tahun, datang ke poli THT tanggal 23
Oktober 2009 dengan keluhan benjolan di
leher kiri sebesar telur ayam sejak dua bulan
sebelumnya, benjolan tidak merah, terasa
nyeri bila ditekan. Benjolan tidak cepat
membesar. Terdapat keluhan hidung kiri
tersumbat, penciuman berkurang dan
riwayat mimisan dua kali, tidak banyak dan
berhenti sendiri. Terdapat penurunan
pendengaran pada telinga kiri dan tidak ada
keluhan telinga berdenging ataupun keluhan
keluar cairan dari telinga. Pasien mengeluh
pusing, tetapi tidak terdapat sakit kepala,
mual, muntah maupun pandangan dobel.
Pasien telah dibiopsi jarum halus pada
kelenjar getah bening di leher kiri pada
tanggal 19 Oktober 2009 dengan no PA
0901909 dengan hasil kelenjar getah bening
dengan anak sebar karsinoma tidak
berdiferensiasi. Pada pemeriksaan aurikula
dekstra didapatkan liang telinga lapang,
membran timpani utuh, reflek cahaya
positif. Pada aurikula sinistra didapatkan
liang telinga lapang, membran timpani utuh,
refleks cahaya negatif. Retroaurikula dekstra
dan sinistra tenang.
Dari pemeriksaan nasoendoskopi
didapatkan kavum nasi dekstra lapang,
konka inferior dan konka media eutrofi,
terdapat massa pada nasofaring, fosa
Rosenmuller agak mendatar, torus tubarius
menonjol, muara tuba Eustachius terbuka.
Pada kavum nasi sinistra didapatkan kavum
nasi lapang, konka inferior eutrofi, konka
media eutrofi, pada nasofaring terdapat
massa berbenjol warna kemerahan, fosa
Rosenmuller dan torus tubarius terobliterasi
massa, muara tuba Eustachius tertutup. Pada
pemeriksaan tenggorok tidak ditemukan
adanya kelainan. Pada regio colli sinistra
terdapat pembesaran multipel kelenjar getah
bening pada level II dengan ukuran 2 cm x 1
cm x 1cm dan 4 cm x 4 cm x 2 cm terfiksir,
terdapat nyeri tekan, tidak hiperemis dan
terdapat sikatriks bekas biopsi jarum halus
(FNAB). Pada regio colli dekstra terdapat
pembesaran kelenjar getah bening level II
ukuran 1,5 cm x 1 cm, kenyal, terfiksir,
tidak hiperemis dan tidak nyeri.
Hasil biopsi nasofaring tanggal 5
November 2009, menunjukkan karsinoma
nasofaring tidak berkeratin, tidak
berdiferensiasi (WHO tipe III), tipe A,
derajat keganasan menengah (WF). CT scan
nasofaring tanggal 25 November 2009
memperlihatkan massa di nasofaring
terutama kiri, meluas ke parafaring kiri,
orofaring, sinus maksila kiri, dasar orbita
kiri, disertai destruksi dinding medial sinus
maksillaris kiri, rima orbita inferior kiri dan
pembesaran kelenjar getah bening colli kiri
multipel sesuai dengan T3N1. Hasil
pemeriksaan bone scan tanggal 2 Desember
2009 tidak tampak gambaran metastasis
tulang. USG abdomen dilakukan tanggal 20
November 2009 dengan hasil tak tampak
kelainan pada USG abdomen. Toraks foto
dalam batas normal. Pasien dikonsulkan ke
Departemen Gigi Mulut pada tanggal 17
November 2009, dengan hasil terdapat
gangren radiks gigi kiri atas dengan oral
hygiene sedang dan direncanakan untuk
ekstraksi gangren radiks. Pada tanggal 25
November 2009 pasien dikonsulkan ke
Departemen Neurologi dengan hasil paresis
n. IX, X sinistra, paresis n. XII kanan perifer
e.c. KNF. Konsul mata pada tanggal 17
November 2009 tidak didapati kelainan.
Mata. Dari pemeriksaan audiometri
didapatkan ambang dengar telinga kanan
sebesar 20 dB dan pada telinga kiri terdapat
tuli konduktif sedang 47,5 dB dengan
penurunan pendengaran pada frekuensi 8000
Hz. Disimpulkan pada tanggal 11 Desember
2009, pasien didiagnosis KNF T3N2M0
stadium III dan direncanakan
penatalaksanaan berupa kemoradiasi. Dipilih
kemoterapi konkuren cisplatin dengan dosis
100 mg/m2 dilanjutkan dengan radiasi.
Kasus 2
Seorang anak laki-laki berumur 12 tahun
datang ke IGD THT RSCM pada tanggal 18
November 2009, dengan keluhan sakit
kepala disertai mual dan muntah sejak tujuh
bulan sebelumnya yang dirasakan semakin
memberat dalam lima hari terakhir. Pasien
pernah berobat ke RS swasta empat bulan
sebelumnya, karena sakit kepala yang
bertambah sering, dilakukan CT scan kepala
dan dikatakan hasilnya baik. Keluhan sakit
kepala tidak berkurang, walaupun sudah
mengkonsumsi obat sakit kepala, disertai
mual dan muntah, hidung kiri terasa
tersumbat dan terdapat riwayat mimisan
lebih dari tiga kali dalam sebulan dan
muntah bercampur darah. Pasien mengeluh
pandangan dobel, telinga kiri berdengung
dan keluar cairan berwarna putih kental
tidak berbau dari telinga kiri. Terdapat
riwayat keluar cairan dari telinga kiri sejak
pasien berumur tiga tahun hilang timbul
sampai sekarang. Pada telinga kanan
terdengar suara berdenging dan terasa
penuh. Timbul benjolan di leher kanan dan
kiri pasien, benjolan terasa nyeri dan
bertambah besar. Dalam dua bulan terakhir,
sakit kepala dan mimisan semakin sering
dialami oleh pasien. Nafsu makan menurun
dan terjadi penurunan berat badan sebanyak
3 kg. Tidak terdapat suara serak dan sesak,
serta gangguan komunikasi. Tidak terdapat
riwayat alergi dan riwayat keluarga yang
menderita keganasan.
Pada pemeriksaan telinga didapatkan
aurikula dekstra liang telinga lapang,
membran timpani retraksi, refleks cahaya
menurun. Pada aurikula sinistra didapatkan
liang telinga lapang terdapat sekret
serousmukoid, membran timpani perforasi
sentral. Tidak terdapat nyeri tekan tragus
pada kedua telinga dan retroaurikula dekstra
dan sinistra tenang. Pada pemeriksaan
tenggorok didapatkan arkus faring simetris,
uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang,
dinding faring posterior tenang. Pada regio
colli dekstra terdapat pembesaran kelenjar
getah bening pada level II ukuran 1,5 cm x 1
cm dan di level III dengan ukuran 0,5 cm,
tidak hiperemis, pada perabaan kenyal, tidak
terfiksir dan terdapat nyeri tekan.
Pada regio colli sinistra pada level II,
terdapat pembesaran kelenjar getah bening
dengan ukuran 4 cm x 2 cm, multipel, tidak
hiperemis, batas tidak tegas, keras, tidak
terfiksir dan terdapat nyeri tekan. Pada
pemeriksaan nasoendoskopi didapatkan
kavum nasi dekstra lapang, konka inferior
eutrofi, terdapat massa di nasofaring, fosa
Rosenmuller dan torus tubarius terobliterasi
massa dan muara tuba Eustachius tertutup.
Kavum nasi sinistra lapang, konka inferior
eutrofi, massa di nasofaring yang sudah
mengobliterasi fosa Rosenmuller dan torus
tubarius, muara tuba Eustachius tertutup.
Pemeriksaan CT scan nasofaring dilakukan
tanggal 25 November 2009 dengan hasil
tampak massa hiperdens yang menyangat
homogen di daerah nasofaring kiri dan
kanan, yang mengobliterasi fosa
Rosenmuller dan torus tubarius. Spatium
parafaring kiri dan kanan terinfiltrasi massa.
Massa ke arah kranial terlihat mendestruksi
basis kranii dan menginfiltrasi sinus sfenoid
kiri dan kanan. Tampak juga massa
menginfiltrasi intrakranial di daerah parasela
dan di daerah posterior dari basion. Kesan
tumor nasofaring dengan ekstensi
intrakranial dan sinusitis etmoid kanan.
Pemeriksaan USG abdomen tanggal 30
November 2009, tidak tampak tanda-tanda
metastasis. Toraks foto tidak terdapat tanda
metastasis paru.
Pada tanggal 2 Desember 2009,
dilakukan biopsi dari nasofaring dengan
hasil karsinoma nasofaring tidak berkeratin,
tidak berdiferensiasi, diagnosis banding
limfoma malignum non-Hodgkin. Jawaban
susulan setelah dilakukan pulasan khusus,
yaitu condong suatu karsinoma tidak
berkeratin tidak berdiferensiasi (WHO tipe
III). Namun untuk kepastian sebaiknya
dilakukan pemeriksaan imunohistokomia
(IHK). Hasil pemeriksaan IHK tanggal 28
Desember 2009 penanda epitel (AE1/AE3)
positif pada sel-sel tumor, penanda limfoid
(LCA) positif pada limfosit di sekitar tumor,
karsinoma tidak berdiferensiasi. Dilakukan
pulasan khusus tanggal 4 Januari 2010
dengan hasil karsinoma nasofaring tidak
berkeratin, tidak berdiferensiasi (WHO tipe
III), tipe A, derajat keganasan menengah
(WF).
Bone scan tanggal 7 Desember 2009
tidak tampak gambaran metastasis tulang.
Hasil konsultasi ke Departemen Mata
tanggal 29 Desember 2009, didapatkan
parese n. VI ODS e.c KNF. Konsultasi ke
Divisi Neurologi anak tanggal 29 Desember
2009 didapatkan KNF dengan peningkatan
tekanan intrakranial, hipertensi grade II e.c
steroid dan diberikan terapi ibuprofen 2 x
200 mg, furosemid 3 x 30 mg. Hasil
konsultasi ke Departemen Gigi dan Mulut
pada tanggal 29 Desember 2009 didapatkan
kalkulus rahang atas dan bawah.
Tanggal 15 Desember 2010, dibuat
kesimpulan KNF T4N2M0 stadium IVa dan
direncanakan pemberian terapi kemoradiasi.
Oleh divisi Hematologi Departemen Anak
diberikan kemoterapi neoadjuvant.
Kemoterapi yang diberikan berupa cisplatin
100 mg/m2 dan 5-fluorouracil 1000 mg/m2
sebanyak empat siklus dan dilanjutkan
dengan radiasi.
DISKUSI
Dilaporkan dua kasus pasien anak laki-
laki berumur 12 dan 15 tahun, datang
dengan keluhan benjolan di leher kiri
dengan ukuran yang cukup besar, tanpa
pasien merasakan keluhan yang
mengganggu, yang berhubungan dengan
penyakitnya. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa KNF
pada anak biasanya asimptomatik dan pasien
biasanya datang karena telah terjadi
metastasis ke regio leher dengan ukuran
yang cukup besar.2
Pasien pada kasus pertama didiagnosis
sebagai KNF T3N2M0 dan pasien kasus
kedua didiagnosis sebagai KNF T4N2M0.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menuliskan bahwa pasien KNF pada anak
biasanya datang dengan ukuran tumor yang
besar dan telah metastasis ke kelenjar
regional.1-3 Berdasarkan distribusinya AJCC
TNM,19 mendapatkan distribusi KNF pada
anak stadium I/II sebesar 9% dan 96%
ditemukan pada stadium III/IV.8 Ini sesuai
juga dengan penelitian Ong dan Tan,7 yang
mendapatkan pasien KNF anak datang
dengan stadium I/II kurang dari 10%,
sedangkan pada dewasa jauh lebih besar,
yaitu sebesar 20%–40%. Hal ini dapat
disebabkan oleh: 1) kecurigaan KNF pada
anak masih rendah, karena kasus KNF pada
anak jarang ditemukan. Kondisi seperti otitis
media serosa, pembesaran kelenjar getah
bening leher dan epistaksis yang berulang
sering terjadi pada anak, sehingga dianggap
hal biasa; 2) pemeriksaan nasofaring sulit
dilakukan karena ukuran anatominya yang
kecil dan pasien anak biasanya tidak
kooperatif dan kemungkinan salah diagnosis
KNF sebagai hipertrofi adenoid; 3) anak-
anak biasanya mengabaikan gejala yang ada
dan menyebabkan konsultasi yang
terlambat.
Dari hasil biopsi yang diambil dari
nasofaring didapatkan jenis karsinoma
nasofaring tidak berkeratin, tidak
berdiferensiasi (WHO tipe III), tipe A
derajat keganasan menengah (WF). Ini
sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa KNF pada anak lebih
sering ditemukan dalam bentuk tidak
berdiferensiasi dan ini berhubungan dengan
pertumbuhan yang progresif yang
bermanifestasi pada metastasis kelenjar
regional dan metastasis jauh.1-3,5 Bentuk sel
klasik limfoepitelial karsinoma lebih sering
ditemukan pada anak daripada dewasa. Hal
ini disebabkan etiologi dan patogenesis yang
berhubungan erat dengan infeksi virus
Epstein-Barr (VEB), WHO tipe III dan VEB
genome dapat dideteksi pada sel-sel tumor,
oleh karena itu infeksi virus merupakan fase
yang penting dalam proses karsinogenesis.12
Menurut penelitian Ayan dkk.2 pasien
KNF 60%–70% mengeluh adanya hidung
tersumbat dan mimisan, serta 40%–50%
dengan keluhan telinga berupa otalgia, otitis
atau penurunan pendengaran.4,15 Pada pasien
pertama terdapat keluhan hidung tersumbat,
mimisan dan penurunan pendengaran pada
telinga kiri. Sedangkan pada pasien kasus
kedua terdapat keluhan sakit kepala,
diplopia, hidung tersumbat, epistaksis dan
tinitus.
Kedua pasien yang dilaporkan
merupakan pasien rujukan dari rumah sakit
lain. Pasien pertama dirujuk setelah
dilakukan biopsi jarum halus (FNAB)
dengan hasil anak sebar karsinoma.
Sedangkan pasien kedua setelah berobat ke
dokter umum dan dokter bedah syaraf
selama tujuh bulan dengan gejala sefalgia,
epistaksis, diplopia dan limfadenopati colli,
baru kemudian dirujuk ke RSCM. Hal ini
menunjukkan bahwa masih kurangnya
kewaspadaan dan pengetahuan dari dokter
umum maupun dokter spesialis mengenai
gejala klinis dari karsinoma nasofaring anak,
yang mengakibatkan bertambahnya waktu
pasien untuk mendapatkan penatalaksanaan
yang tepat. Kasus karsinoma nasofaring
anak semakin banyak ditemukan, oleh
karena itu pengetahuan tentang gejala klinis
dari KNF anak perlu diinformasikan
kembali kepada para dokter.
Pada kedua kasus di atas, diagnosis
ditegakkan dengan biopsi nasofaring. Biopsi
merupakan pemeriksaan yang dapat
memastikan diagnosis karsinoma nasofaring.
Pada kasus pertama telah dilakukan biopsi
jarum halus (FNAB) dari kelenjar getah
bening leher. FNAB dilakukan apabila pada
pemeriksaan nasoendoskopi tidak ditemukan
kelainan pada nasofaring baik berupa
penebalan maupun massa. Apabila pada
pemeriksaan nasoendoskopi ditemukan
massa, maka kita harus melakukan biopsi
nasofaring. FNAB merupakan alat
diagnostik yang telah diterima untuk
pemeriksaan anak dan dewasa.16
Pemeriksaan CT scan nasofaring, bone scan,
USG abdomen dan foto toraks dilakukan
untuk menentukan stadium dari KNF. Ini
sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa untuk menegakkan
diagnosis KNF anak diperlukan pemeriksaan
yang konsisten. Langkah pertama adalah
dengan melakukan biopsi nasofaring sebagai
dasar dari penegakan diagnosis yang benar.
Pemeriksaan serologi VEB sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis
KNF. Pemeriksaan CT scan, bone scan,
USG abdomen dan foto toraks harus
dilakukan untuk menentukan stadium
sebelum dilakukan pengobatan. Pemeriksaan
serologi VEB belum menjadi prosedur tetap
di RSCM, karena biayanya yang masih
relatif mahal. Pada pemeriksaan serologi
terdapat peningkatan antibodi
imunoglobulin A (IgA) dan virus capsid
antigen (VCA) spesifik pada 90% KNF
dengan tipe sel yang tidak berdiferensiasi.
Secara klinis, KNF pada anak
pertumbuhannya lebih agresif dan sering
bermetastasis ke tulang dan paru setelah
pemberian terapi lokal saja.17
Pada pasien kedua dilakukan biopsi
tanggal 2 Desember 2009 dengan hasil
karsinoma nasofaring tidak berkeratin, tidak
berdiferensiasi dengan diagnosis banding
limfoma malignum non-Hodgkin yang
dengan pulasan khusus condong ke suatu
karsinoma tidak berkeratin tidak
berdiferensiasi (WHO tipe III) dan
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan
imunohistokimia. Hasil pemeriksaan IHK
tanggal 28 Desember 2009 penanda epitel
(AE1/AE3) positif pada sel-sel tumor,
penanda limfoid (LCA) positif pada limfosit
di sekitar tumor, karsinoma tidak
berdiferensiasi. Dilakukan pulasan khusus
tanggal 4 Januari 2010 dengan hasil
karsinoma nasofaring tidak berkeratin, tidak
berdiferensiasi (WHO tipe 3), tipe A, derajat
keganasan menengah (WF). Pasien belum
mendapatkan terapi setelah dua bulan
setelah dilakukan biopsi. Lamanya rentang
waktu antara hasil biopsi pertama dengan
pemberian terapi seharusnya tidak terjadi,
hal ini akan mempengaruhi prognosis
penyakit. Diagnosis sudah bisa kita putuskan
setelah hasil biopsi tanggal 4 Desember
2009, jadi tidak perlu dilakukan
pemeriksaan imunohistokimia. Menurut
Huang yang dikutip dari Ong dkk.7
radioterapi harus diberikan dalam enam
minggu setelah diagnosis ditegakkan untuk
meningkatkan angka harapan hidup pasien.
Radioterapi biasanya memberikan respons
yang cepat dan sempurna dan angka
kesembuhan berkisar antara 30%–50%.
Waktu pemberian menjadi faktor yang
penting.
Pada pasien pertama diberikan terapi
kemoradiasi dengan kemoterapi konkuren
cisplatin dengan dosis 100 mg/m2.
Sedangkan pada pasien kedua diberikan
terapi kemoradiasi dengan kemoterapi
neoadjuvant berupa cisplatin 40 mg/m2 dan
5-FU 1000 mg/m2. Ini sesuai berdasarkan
kepustakaan yang menuliskan bahwa terapi
KNF pada anak sama dengan KNF pada
orang dewasa. Karena KNF pada anak
berhubungan erat dengan infeksi virus
Epstein-Barr, bentuk histologi sesuai WHO
tipe III dan kebanyakan ditemukan dalam
stadium lanjut, maka pengobatannya harus
tepat. Penatalaksanaannya dikombinasikan
antara kemoterapi dan radioterapi.
Kemoterapi dapat diberikan sebelum,
bersamaan ataupun setelah radioterapi.
Kemoterapi neoadjuvant sering diberikan
sebagai terapi pendahuluan pada KNF anak.
Douglass yang dikutip oleh Wolden dkk.15
pada tahun 1996 melakukan penelitian
terhadap 21 pasien KNF yang diberikan
terapi kemoterapi neoadjuvant dan radiasi.
Semakin dini pemberian kemoterapi dapat
mencegah metastasis atau menghancurkan
mikrometastasis dan efektif untuk
mengontrol tumor primer. Sejumlah
penelitian terhadap KNF dewasa dan anak
melaporkan terapi kombinasi (adjuvant,
neoadjuvant atau concomitant
chemotherapy) memberikan peningkatan
prognosis yang bermakna. Banyak peneliti
yang melaporkan sampai 47% pasien KNF
anak dengan gejala metastasis jauh
memerlukan terapi sistemik secepatnya.15
Radioterapi merupakan modalitas
pertama dalam pengobatan KNF.
Radioterapi dosis tinggi diberikan pada
nasofaring dan kelenjar getah bening leher
yang terlibat, sedangkan dosis yang rendah
diberikan pada kelenjar getah bening leher
yang tidak terlibat. Dosis optimal untuk
membersihkan tumor belum diketahui
dengan pasti, hanya mungkin lebih rendah
dari dosis maksimal yang ditoleransi orang
dewasa. Ingersoll seperti yang dikutip dari
Laskar,3 melaporkan hasil yang lebih baik
didapatkan pada pasien yang diberikan
radioterapi dengan dosis 65 Gy. Ayan2
melaporkan tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara kelompok kontrol dengan
kelompok yang diteliti pada pemberian
radioterapi dengan dosis 62 Gy. Kemoterapi
concurrent sekarang direkomendasikan
setelah adanya penelitian clinical trial oleh
Sarraf tahun 1998 seperti yang dikutip dari
Daoud dkk.9 Saat ini dosis yang dianjurkan
untuk tumor primer antara 62–66 Gy untuk
anak usia >10 tahun, dan dikurangi 5%–10%
untuk anak dengan usia <10 tahun. Protokol
lain yang dipakai, yaitu dosis radiasi untuk
tumor primer dan metastasis ke kelenjar
getah bening leher sebesar 50–70 Gy dan
45–50 Gy untuk KNF tanpa keterlibatan
kelenjar getah bening leher.18
Prognosis ditentukan oleh adanya
metastasis jauh. Peran faktor ras dan jenis
kelamin masih kontroversi. Mertens4
melaporkan jenis histologi subtipe
limfoepitelioma pada anak akan
meningkatkan angka harapan hidup dalam
semua stadium. Prognosis pada KNF anak
lebih baik daripada KNF pada orang dewasa
karena pada KNF anak biasanya tipe selnya
tidak berdiferensiasi, yang bersifat sangat
radiosensitif dan respons untuk
penyembuhan lokal dengan radiasi sangat
baik. Toleransi radiasi pada anak lebih baik
dibandingkan orang dewasa, hal ini
disebabkan jaringan lunak dan pembuluh
darah belum terjadi perubahan karena proses
penuaan ataupun arterosklerosis. Kim yang
dikutip oleh Sahraoui dkk.18 melaporkan dari
tujuh pasien KNF anak yang diberikan terapi
kombinasi kemoterapi dan radioterapi,
angka kesembuhannya sebesar 86% dengan
follow up yang dilakukan dari 22 bulan
sampai 12 tahun. Ghim yang dikutip oleh
Sahraoui dkk.18 melaporkan dari 12 pasien
KNF stadium lanjut atau dengan metastasis
yang berusia 6–20 tahun, sembilan orang
sembuh dengan pengobatan radioterapi
setelah sebelumnya diberikan kemoterapi
terlebih dahulu. Labo-Sanuhaja dan
Lombardi yang dikutip oleh Sahraoui dkk.18
melaporkan tidak ada hubungan antara dosis
radiasi, kekambuhan dengan angka harapan
hidup.18
Pasien KNF anak dengan stadium lanjut
(III/IV) yang hanya mendapat radioterapi
saja memiliki prognosis buruk dengan angka
harapan hidup lima tahun sebesar 20%–
40%. Sejak tahun 1992 mulai dilakukan
penelitian prospektif trial NPC-91-GPOH
dengan memberikan kombinasi terapi antara
kemoterapi, radioterapi dan pemberian
interferon β (IFN-β).
Pada kedua pasien di atas tidak
ditemukan metastasis jauh baik ke tulang
maupun paru. Metastasis jauh jarang
ditemukan pada stadium awal. Pada stadium
T1-T2, N0 risiko pasien disertai metastasis
jauh kemungkinannya <10%. Walaupun
demikian pasien dengan T1-T2, N1
direkomendasikan untuk terapi yang lebih
agresif. Pasien dengan stadium III/IV
mempunyai hasil yang buruk bila hanya
diberikan terapi radiasi saja.4
KNF anak merupakan kasus yang
insidennya mulai meningkat dan mempunyai
prognosis yang lebih baik daripada KNF
dewasa. Informasi bagi tenaga kesehatan
dan masyarakat tentang gejala KNF anak
perlu ditingkatkan, sehingga kasus KNF
anak dapat ditemukan dalam stadium dini.
Kemoradiasi merupakan pilihan dalam
terapi KNF anak stadium lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Galindo RC, Wofford M, Castleberry RP,
Swanson GP, London WB, Fontanesi, et al.
Preradiation chemotherapy with
methotrexate, cisplatin, 5-fluorouracil and
leucovorin for pediatric nasopharyngeal
carcinoma. Am Cancer Soc Willey Inter Sci
2005; 103(4):850-7.
2. Ayan I, Kaytan E, Ayan N. Childhood
nasopharyngeal carcinoma: from biology to
treatment. Lancet Oncol 2003; 4:13-21.
3. Laskar S, Sanghavi V, Muckaden AM,
Ghosh S, Bhalla V, Banavali S, et al.
Nasopharyngeal carcinoma in children: ten
years experience at the Tata Memorial
Hospital, Mumbai. Int J Radiat Oncol Biol.
Elsevier 2004; 58:189-95.
4. Mertens R, Granzen B, Lassay L. Treatment
of nasopharyngeal carcinoma in chidren and
adolescent. Am Cancer Soc 2005;
104(5):1083-9.
5. Stambuk EH, Patel GS, Mosier MK,
Wolden SL, Holodny AI. Nasopharyngeal
carcinoma: recognizing the radiographic
features in children. AJNR Am J
Neuroradiol 2005; 26:1575-9.
6. Eleftheradis N, Papaloukas C, Eleftheradis
D, Hatzitolios, Marathiotou LL, Gompaki
KP. Long term radiotherapy related
complications in children with head and
neck cancer: another era for pediatric
oncologic pathology. Int J Gene Med 2009;
2:63-6.
7. Ong YK, Tan HKK. Nasopharyngeal
carcinoma in children. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol 2000; 55:149-54.
8. Brennan B. Nasopharingeal carcinoma.
Orphanet J Rare Dis 2006; 1:1-5.
9. Daoud J, Toumi N, Bouaziz M.
Nasopharyngeal carcinoma in childhood and
adolescence: Analysis of a series of 32
patients treated with combined
chemotherapy and radiotherapy. Pergamon
2003; 39:2349-54.
10. Selek U, Ozyar E, Ozyigit G, Varan A,
Buyukpamukcu M, Atahan IL. Treatment
result of 59 young patents with
nasopharyngeal carcinoma. Elsevier 2004;
69:201-7.
11. Roezin A, Adham M. Karsinoma nasofaring.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007. h. 182-7.
12. McDermott AL, Dutt SN, Watkinson JC.
The aetiology of nasopharyngeal carcinoma.
Otolaryngol 2001; 26:82-92.
13. Yufeng D, Guocheng Z, Dongliang X, Rong
F, Yuhong C, Ruying L, et al. Whole-tumor-
antigen-pulsed dentritic cells elicit cytotoxic
T-cell response against pediatric
nasopharyngeal carcinoma in vitro. Med
Oncol 2009; 26:78-85.
14. Barnes L, Eveson JW, Reichart P, Sidransky
D. Tumours of the nasopharynx. In: World
Health Organization classification of
tumours Pathology & Genetics Head and
Neck tumours. France: WHO publication
IARC Press; 2005. p. 81-97
15. Wolden SL, Steinherz PG, Kraus DH,
Zelefsky MJ, Pfister DG, Wollner N.
Improved long-term survival with combined
modality therapy for pediatric nasopharynx
cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2000;
46:859-64.
16. Alam K, Khan R, Jain A, Maheshwari V,
Agrawal S, Chana RS, et al. The value of
fine-needle aspiration cytology in the
evaluation of pediatric head and neck
tumors. Int J Pediatr Otorhinolaryngol 2009;
73:923-7.
17. Steven SJC, Verkuijlen SAWM,
Hariwiyanto B, Harijadi, Paramita DK,
Fachiroh J, et al. Noninvassive diagnosis of
nasopharyngeal brushing reveal high
Epstein-Barr virus DNA load and
carcinoma-spesific viral BARF1 mRNA. Int
J Cancer 2006; 119:608-14.
18. Sahraoui S, Acharki A, Benider A, Bouras
N, Kahlain. Nasopharyngeal carcinoma in
children under 15 years of age: a
retrospective review of 65 patients. Ann
Oncol 1999; 10:1499-502.