diagnostic imaging journal reading indo

3
DIAGNOSTIC IMAGING Teknik pencitraan diagnostik yang digunakan untuk mengevaluasi infeksi odontogenik termasuk radiografi polos, USG, CT, dan MRI. Pencitraan diagnostik memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan pasien dengan infeksi leher bagian dalam. Radiografi dengan menggunakan film tanpa kontras (plain film radiography) biasanya sering digunakan untuk mendiagnosisi kondisi patologis dari suatu penyebab utama odontogenic (misalnya, karies, patologi periapikal, dan periodontitis). Pandangan lateral jaringan lunak pada regio leher (cervical) digunakan untuk menentukan ada tidaknya patensi jalan napas. Penampakan bagian lateral dari jaringan lunak leher dapat membantu dalam penentuan pengobatan submandibular, parapharyngeal, atau ruang retropharyngeal yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan. CT dengan peningkatan kontras dianggap paling akurat dan banyak digunakan dalam meningkatan hasil pencitraan dalam evaluasi infeksi leher bagian dalam. Laporan awal pada keakuratan CT scan dengan peningkatan kontras dalam mendiagnosis infeksi leher bagian dalam cenderung lebih akurat, dengan akurasi 100%. 22 Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah nonblinded (percobaan klinis dimana peneliti tau secara jelas tentang pengobatan / treatment apa yang seharusnya digunakan pada objek). Dalam studi terbaru yang direview sedikitnya masing – masing 30 pasien, tingkat false-positif dari hasil CT scan dengan peningkatan kontras untuk mengevaluasi adanya abses pada leher bagian dalam berkisar antara 11.8% hingga 25%. 23 Keakuratan CT scan dalam membedakan antara selulitis dan abses telah menghasilkan banyak pro dan kontra tentang penentuan treatment apa yang seharusnya digunakan. 24,25 Keterbatasan dalam melakukan penelitian ini sebagian besar adalah jumlah sampel yang cenderung kecil. 26,27 Hal ini menyebabkan beberapa pakar untuk menganjurkan penggunaan antibiotik intravena saja untuk infeksi leher bagian dalam, karena tidak adanya tindakan pembedahan untuk untuk mendrainase. Pada dasarnya, tingkat false-positive

Upload: nofalyakamalin

Post on 03-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Diagnostic Imaging Journal Reading Indo

TRANSCRIPT

Page 1: Diagnostic Imaging Journal Reading Indo

DIAGNOSTIC IMAGING

Teknik pencitraan diagnostik yang digunakan untuk mengevaluasi infeksi odontogenik termasuk radiografi polos, USG, CT, dan MRI. Pencitraan diagnostik memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan pasien dengan infeksi leher bagian dalam. Radiografi dengan menggunakan film tanpa kontras (plain film radiography) biasanya sering digunakan untuk mendiagnosisi kondisi patologis dari suatu penyebab utama odontogenic (misalnya, karies, patologi periapikal, dan periodontitis). Pandangan lateral jaringan lunak pada regio leher (cervical) digunakan untuk menentukan ada tidaknya patensi jalan napas. Penampakan bagian lateral dari jaringan lunak leher dapat membantu dalam penentuan pengobatan submandibular, parapharyngeal, atau ruang retropharyngeal yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan. CT dengan peningkatan kontras dianggap paling akurat dan banyak digunakan dalam meningkatan hasil pencitraan dalam evaluasi infeksi leher bagian dalam. Laporan awal pada keakuratan CT scan dengan peningkatan kontras dalam mendiagnosis infeksi leher bagian dalam cenderung lebih akurat, dengan akurasi 100%.22 Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah nonblinded (percobaan klinis dimana peneliti tau secara jelas tentang pengobatan / treatment apa yang seharusnya digunakan pada objek). Dalam studi terbaru yang direview sedikitnya masing – masing 30 pasien, tingkat false-positif dari hasil CT scan dengan peningkatan kontras untuk mengevaluasi adanya abses pada leher bagian dalam berkisar antara 11.8% hingga 25%.23 Keakuratan CT scan dalam membedakan antara selulitis dan abses telah menghasilkan banyak pro dan kontra tentang penentuan treatment apa yang seharusnya digunakan.24,25 Keterbatasan dalam melakukan penelitian ini sebagian besar adalah jumlah sampel yang cenderung kecil.26,27 Hal ini menyebabkan beberapa pakar untuk menganjurkan penggunaan antibiotik intravena saja untuk infeksi leher bagian dalam, karena tidak adanya tindakan pembedahan untuk untuk mendrainase. Pada dasarnya, tingkat false-positive ini telah menyebabkan beberapa peneliti merekomendasikan antibiotik intravena saja untuk penatalaksanaan pasien dengan infeksi leher bagian dalam. Kriteria CT yang digunakan untuk membedakan antara selulitis dan abses ditunjukkan pada Tabel 2 dan diilustrasikan pada Gambar. 3.

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Kirse dan Roberson21 peningkatan cincin dan ketidakteraturan (scalloping) dari dinding koleksi(Gambar. 4) dianalisis untuk nilai mereka dalam memprediksi adanya tidaknya nanah. Studi ini mengevaluasi CT scan dengan peningkatan kontras pada 62 pasien. Sensitivitas cincin tambahan adalah 89%, tapi spesifisitas adalah 0% dalam seri ini. Ketidakteraturan (scalloping) dari dinding abses, bagaimanapun, ditemukan prediktor yang lebih akurat pada ada tidaknya nanah, dengan sensitivitas 64% dan spesifisitas 82%. Para peneliti menyimpulkan bahwa nanah dapat hadir sebelum scalloping hadir, tetapi ketika scalloping berupa nanah ini hampir selalu ditemukan. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kehadiran scalloping dinding abses merupakan perkembangan akhir dalam perkembangan abses.

Literatur juga jelas menunjukkan bahwa kombinasi dari pemeriksaan klinis dan CT dengan kontras yang ditingkatkan memiliki akurasi terkuat, sensitivitas, dan spesifisitas dalam mendiagnosis infeksi leher dalam dan dalam mengidentifikasi koleksi drainable.28

Page 2: Diagnostic Imaging Journal Reading Indo

RINGKASAN

Artikel ini berusaha untuk memberikan pembaca dengan pendekatan berdasarkan bukti (evidence-based) dalam penatalaksanaan infeksi leher bagian dalam. Literatur tersebut menunjukkan bahwa penilaian klinis infeksi leher bagian dalam tidak selalu tepat/dapat dipastikan, biasanya cenderung meremehkan munculnya nanah.7 Ada atau tidak adanya nanah tidak diprediksi oleh faktor klinis, seperti antibiotik preadmission, jumlah sel darah putih, dan durasi pembengkakan. 6 , 29 Pada variable non radiografi, sedikit banyak dapat ditarik kesimpulanbahwa selulitis adalah identifikasi lanjut dari hapusan kultur Peptostreptococci. Selain itu, CT dengan kontras yang ditingkatkan adalah teknik yang lebih disukai untuk pencitraan infeksi ini. Kombinasi penilaian klinis dan CT dengan kontras ditingkatkan adalah pendekatan yang paling akurat untuk mengevaluasi infeksi ini. Prioritas dalam perawatan pasien dengan infeksi leher dalam harus selalu pada keamanan nafas terlepas dari tahap infeksi (selulitis atau abses). Saat ini, tidak ada kesepakatan universal tentang isu-isu, seperti waktu yang optimal untuk drainase bedah dan durasi terapi antibiotik untuk pengelolaan infeksi leher bagian dalam. Diagnosis antara selulitis dan abses bukan merupakan hal yang penting dalam penentuan teknik penatalaksanaan pada infeksi ini. Analisis multivariate yang baru dilakukan oleh Flynn dan rekan29 menunjukkan bahwa ada atau tidak adanya nanah pada drainase bedah tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik pada lama tinggal di rumah sakit. Dokter harus mengakui keterbatasan dalam ketepatan dalam pemeriksaan klinis dan radiografi infeksi leher dalam yang berkaitan dengan diferensiasi selulitis dari nanah. Menurut literatur saat ini, infeksi leher dalam yang dapat diidentifikasi secara akurat dalam tahap cellulitis pada pasien secara klinis stabil dapat berhasil diobati dengan antibiotik intravena saja. Jika diduga terdapat abses, penatalaksanaan harus mencakup perencanaan drainase bedah segera. Oleh karena itu, itu adalah pendapat author bahwa mayoritas infeksi leher bagian dalam didiagnosis sebagai selulitis sebenarnya merupakan abses. Percobaan pemberian antibiotik intravena pada pasien dengan kondisi klinis yang stabil ketika secara klinis dan CT scan dengan peningkatan kontras mengindikasi adanya infeksi selulitis juga telah dibuktikan pada penelitian dan literature sebelumnya.