diaper rash referat besar
TRANSCRIPT
DIAPER RASH
I. PENDAHULUAN
Diaper rash merupakan kelompok dermatosis spesifik, yang merupakan satu
dari sekian banyak kasus dermatologik yang terjadi pada bayi dan anak-anak,
tercatat 1 juta anak menderita diaper rash tiap tahunnya.1
Diaper rash disebut juga ruam popok, diaper dermatitis atau napkin
dermatitis yang menggambarkan terjadinya erupsi inflamasi pada daerah yang
tertutupi popok yaitu pada daerah paha, bokong, dan anal . Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit kulit tersering yang timbul pada bayi dan anak-
anak yang popoknya selalu basah dan jarang diganti, dapat pula terjadi pada
pasien-pasien inkontinensia yang memerlukan popok untuk menampung urin
ataupun feses. Sebagian besar kasus diaper rash tidak berlangsung lama dan dapat
diatasi dengan penanganan sederhana yang bisa dilakukan di rumah.2, 3
II. EPIDEMIOLOGI
Diaper dermatitis merupakan salah satu dari sekian banyak masalah kulit
yang terjadi pada bayi dan anak-anak akibat penggunaan popok, yaitu sekitar 7-
35% terjadi pada bayi. Etiologi dari diaper dermatitis bersifat multifaktorial.
Faktor yang paling utama akibat peningkatan kelembaban pada daerah kulit yang
berlangsung lama. Prevalensi tertinggi yaitu pada bayi umur 6-12 bulan, tetapi
dapat pula terjadi diberbagai umur pada mereka yang menggunakan popok akibat
inkontinensia urin atau alvi. Kondisi ini dapat sembuh sendiri ketika anak sudah
memasuki masa toilet-trained, yaitu sekitar umur 2 tahun.2, 4
Iritant diaper dermatitis dan Candida diaper dermatitis merupakan jenis
diaper dermatitis yang paling banyak terjadi pada setiap umur akibat penggunaan
popok. Prevalensi diaper rash sebanyak 4% dari kasus dermatologi pediatrik dan
lebih sering ditemukan pada bayi dan anak-anak hingga berumur 2 tahun.5
1
Diaper rash biasanya mengenai individu yang daya tahan tubuhnya
terganggu. tidak ada kematian yang berhubungan dengan diaper dermatitis
selama di diagnosis dengan benar, namun kesalahan diagnosis ruam sebagai
diaper dermatitis mengarah pada morbiditas dan mortalitas yang signifikan akibat
kesakitan yang serius.6
III. ETIOLOGI
Diaper rash disebabkan oleh infeksi jamur yang disebut Candida dan banyak
mengenai anak-anak. Candida dapat hidup dilingkungan mana saja, dapat
berkembang baik di daerah yang hangat, lembab seperti dibawah popok. Jamur
tersebut biasanya terdapat pada bayi-bayi yang tidak terjaga kebersihan dan
kekeringannya, bayi yang sedang mendapat antibiotik atau melalui ASI dari ibu
yang sedang mendapatkan terapi antibiotik, frekuensi buang air besar yang
sering.6
Faktor yang mendasari terjadinya iritasi pada kulit, meliputi derajat
kelembapan ( kulit yang basah lebih mudah mengalami kerusakan),
peningkatan pH ( kulit yang alkalis dapat meningkatkan penetrasi
mikroorganisme dan aktivitas fecal enzim), kolonisasi mikroorganisme
(staphylococcus aureus atau candida), dan riwayat keluarga mengenai
keadaan dermatologik primer ( psoriasis, eksema, atau dermatitis seboroik).7
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi timbulnya diaper rash, antara
lain:
1. Maserasi
Stratum korneum menentukan fungsi pertahanan (barrier) pada
epidermis. Stratum korneum terdiri atas sel yang akan berhenti mengelupas
dan memperbarui diri pada siklus 12-24 hari. Matriks ekstraselular
hidrofobik berperan sebagai barier, mencegah kehilangan cairan dan sebagai
tempat masuknya air dan bahan hidrofilik lainnya. Sel hidrofilik pada
2
stratum korneum (korneosit) memberikan perlindungan mekanis dari
lingkungan luar dalam bentuk lapisan lilin.2
Keadaan basah yang berlebihan akan memberikan dampak berat pada
stratum korneum. Pertama, keadaan ini akan membuat permukaan kulit
menjadi pecah-pecah dan lebih sensitif terhadap gesekan. Kedua, keadaan
ini mengganggu fungsi perlindungan, menambah penyerapan bahan iritan ke
dalam lapisan sensitif pada kulit di bawah stratum korneum dan membuka
lapisan ini sehingga menjadi kering dan menjadi tempat masuknya
mikroorganisme. Oklusi kulit yang berkepanjangan dapat menimbulkan
eritema, terutama jika air kontak dengan permukaan kulit dan akhirnya
dapat terjadi dermatitis.2
2. Gesekan
Gesekan antara kulit dan popok merupakan faktor penting dalam
beberapa kasus diaper rash. Hal ini didukung oleh predileksi tersering
diaper rash yaitu di tempat yang paling sering terjadi gesekan, misalnya
pada permukaan dalam paha, permukaan genital, bokong dan pinggang.2, 8
3. Urin
Bayi yang baru lahir mengeluarkan urine lebih dari 20 kali dalam 24
jam. Frekuensi berkemih ini berkurang seiring pertumbuhan dan mencapai
7 kali dalam 24 jam pada umur 12 bulan.2
Selama beberapa tahun, amonia dipercaya sebagai penyebab utama
terjadinya diaper rash. Namun sekarang telah diketahui bahwa amonia
bukan penyebab utama terjadinya diaper rash. Jumlah mikroorganisme
terkait amonia tidak berbeda antara bayi dengan atau tanpa diaper rash. Hal
ini menunjukkan bahwa hasil degradasi urine lainnya selain amonia
memegang peranan penting pada kejadian diaper rash. Suatu penelitian
membuktikan bahwa urin yang disimpan selama 18 jam pada suhu 37o C
dapat menginduksi terjadinya dermatitis ketika diberikan pada kulit bayi.
Saat ini jelas bahwa pH urin memegang peranan penting pada penyakit ini.
Urin yang memiliki pH tinggi (alkalis) pada bayi dapat menimbulkan
irritant napkin dermatitis.2, 4
3
4. Feses
Telah diketahui selama bertahun-tahun bahwa feses manusia memiliki
efek iritan pada kulit. Pada feses bayi terdapat protease, pankreas, lipase,
dan enzim-enzim lainnya yang dihasilkan oleh bakteri dalam usus. Enzim
ini berperan penting dalam proses terjadinya iritasi kulit. Efek iritan dari
enzim tersebut semakin meningkat dengan adanya kenaikan pH dan
gangguan fungsi barier.2, 9
Urea yang diproduksi oleh berbagai bakteri pada feses dapat
meningkatkan pH feses. Meningkatnya pH dapat meningkatkan aktivitas
enzim lipase dan protease pada feses.2, 8
Produksi feses cair yang berlebihan berhubungan dengan pemendekan
waktu transit dan feses ini mengandung sejumlah besar sisa enzim
percernaan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit.2
5. Mikroorganisme
Mikroorganisme seperti bakteri (Streptococcus dan Staphylococcus),
dan jamur (Candida) dapat menyebabkan diaper rash.7
Meskipun sering dinyatakan bahwa infeksi bakteri berperan penting
dalam terjadinya napkin dermatitis tipe iritasi primer, studi kuantitatif
menunjukkan bahwa flora bakteri yang diisolasi dari daerah yang
mengalami erupsi tidak berbeda dengan bakteri yang diisolasi dibeberapa
area kulit yang normal pada bayi.2, 10
Antibiotik
Penggunaan antibiotik spektrum luas pada bayi dengan otitis media
dan infeksi traktus respiratorius menunjukkan peningkatan insiden
terjadinya irritant napkin dermatitis. Antibiotik dapat membunuh bakteri,
baik flora normal maupun bakteri patogen. Ketidakseimbangan kedua
bakteri ini, dapat menyebabkan infeksi jamur. Hal ini dapat terjadi ketika
bayi mengkonsumsi antibiotik atau pemberian ASI oleh ibu yang
mengkonsumsi antibiotik. Selain itu, kesalahan dalam penggunaan bahan
topikal untuk melindungi kulit juga dapat meningkatkan resiko terjadinya
diaper rash.2, 3
4
Kesalahan atau kurangnya perawatan kulit
Penggunaan sabun mandi dan bedak yang salah dapat
meningkatkan resiko terjadinya dermatitis iritan. Cara pembersihan dan
pengeringan di daerah popok yang tidak tepat serta frekuensi
penggantian popok yang jarang juga dapat menjadi faktor pencetus.6
Reaksi alergi
Alergennya biasanya adalah parfum dan bahan dari popok. Kulit
yang mengalami iritasi terlihat berwarna merah, berbatas tegas dengan
permukaannya terdapat vesikel dan erosi. Untuk itu, diperlukan
pemeriksaan berupa patch test untuk mengidentifikasi agen penyebab.
Namun, secara umum reaksi alergi jarang menyebabkan diaper rash.8
Kelainan anomali pada traktus urinarius
Kelainan anomali pada traktus urinarius dapat menyebabkan
terjadinya infeksi traktus urinarius.2
IV. PATOFISIOLOGI
Etiologi pasti dari diaper rash belum dapat dijelaskan. Timbulnya ruam ini
merupakan hasil kombinasi dari beberapa faktor yang terdiri dari keadaan lembab,
gesekan, urin, feses dan adanya mikroorganisme. Secara anatomis, bagian kulit
yang menonjol dan daerah lipatan menyulitkan pembersihan dan pengontrolan
terhadap lingkungan. Bahan iritan utama adalah enzim protease dan lipase dari
feses, dimana aktivitasnya akan meningkat seiring dengan kenaikan pH.2, 7
Aktivitas enzim lipase dan protease feses akan meningkat akibat
percepatan transit gastrointestinal, oleh karena itu insiden tertinggi diaper rash
terjadi pada bayi yang diare dalam waktu kurang dari 48 jam. Penggunaan popok
menyebabkan peningkatan kelembaban kulit dan pH. Kondisi lembab yang
berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya maserasi pada stratum korneum,
lapisan luar, dan lapisan pelindung kulit yang berhubungan dengan kerusakan
pada lapisan lipid interselular. Kelemahan integritas fisik membuat stratum
korneum lebih mudah terkena kerusakan oleh gesekan permukaan popok dan
iritasi lokal.2, 4
5
Kulit bayi mempunyai barier yang efektif terhadap penyakit dan memiliki
permeabilitas yang sama dengan kulit orang dewasa. Berbagai studi melaporkan
bahwa kehilangan cairan transepidermal pada bayi lebih rendah daripada kulit
orang dewasa. Namun, kondisi yang lembab, kekurangan paparan udara,
keasaman, paparan bahan iritan, dan meningkatnya gesekan pada kulit dapat
menyebabkan kerusakan barier kulit.5
Pada kulit normal, pH berkisar antara 4,5-5,5. Ketika zat urea dari urin dan
feses bercampur, enzim urease akan menguraikan urine dan menurunkan
konsentrasi ion hidrogen (meningkatkan pH). Peningkatan pH juga menyebabkan
peningkatan hidrogen pada kulit dan membuat permeabilitas kulit meningkat.11
V. GAMBARAN KLINIK
Sejauh ini, tipe diaper rash yang paling banyak adalah irritant diaper
dermatitis. Dermatitis ini ditemukan pada siapa saja yang memakai popok, tanpa
6
Yeast
Lipase/profase
Bakteri
Feses
Gesekan
Peningkatan
kepekaan
terhadap iritasi
Udem stratum korneu
m
Peningkatan
Kelembaban
pH mening
kat urine
Rash
Antibiotik
Bagan 1 Patogenesis primary irritant napkin
dermatitis 1
pengaruh umur. Predileksi yang paling sering adalah pada gluteal, genital, bagian
bawah abdomen, pubis dan paha atas. Irritant diaper dermatitis menampakkan
efloresensi berupa daerah eritema, lembab dan kadang timbul sisik pada genital
dan gluteal, yang awalnya timbul pada daerah yang lebih sering kontak dengan
popok.5, 12
VI. DIAGNOSA BANDING
1. Dermatitis seboroik Infantil
Terjadi pada beberapa minggu pertama kelahiran. Predileksi pada
daerah lipatan kulit misalnya pada aksila, paha dan leher dan bahkan bisa
pada wajah dan kulit kepala. Daerah flexural tampak lembab, dan dapat pula
berupa eritema, berbatas tegas, terang, dan kadang ditemukan krusta
kekuningan.2, 13
7
Gambar 1 eritema iritan di daerah popok pada lipatan kulit.
2. Defisiensi zink (acrodermatitis enterohepatica)
Acrodermatitis enteropathica merupakan penyakit autosomal resesif
akibat defisiensi zink. Penyakit ini perlu dipikirkan pada beberapa bayi
dengan dermatitis popok yang mengalami kegagalan terhadap terapi.
Karakter lesi pada dermatitis akibat defisiensi zink ini berupa ruam
merah, berbatas, seringkali melebar, di daerah kemaluan, anus atau
wajah, serta alopesia yang meluas. Bayi dengan erupsi popok yang
disebabkan oleh defisiensi zink biasanya muncul bersamaan dengan
dermatitis fasial yang merupakan perluasan dari daerah perioral,
paronikia erosif dan lesi erosi pada lipatan palmar telapak tangan. 6,12, 13
3. Napkin Psoriasis
Diaper rash tipe psoriasis terjadi selama 2 bulan dan berakhir 2-4
bulan. Ruam terdiri dari plak bentuk psoriasis pada area popok disertai
papul satelit. plak merah terang berbatas tegas, tidak bersisik, dan
8
Gambar 2 Dermatitis seboroik
pada bayi10
berbatas tegas, baik terlokalisir maupun berkelompok di daerah
intertriginosa/lipatan seperti ketiak juga merupakan ciri dari penyakit ini.
Terkadang lesi pada punggung dan ekstremitas memiliki morfologi yang
sama dengan lesi di area popok. 13
4. Histiositosis sel Langerhans
Penyakit ini memiliki ciri bintik-bintik ruam merah kecokelatan di
daerah selangkangan, kemaluan, dan anus, seringkali mengiritasi kulit,
dan sukar diobati. Berbentuk bulat besar, bersisik, dan menonjol pada
kulit kepala atau leher. Terdapat tanda-tanda lain berupa demam, diare,
atau pembesaran hati dan limpa.2
9
Gambar 4 Napkin psoriasis2
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
- Darah lengkap : Pemeriksaan darah lengkap dapat dilakukan,
terutama jika muncul gejala sistemik seperti demam dan jika
dicurigai adanya infeksi sekunder. Jika ditemukan anemia bersama
dengan hepatosplenomegali dan timbul ruam dapat dicurigai
sebagai histiositosis sel Langerhans atau sifilis kongenital.5
- Pemeriksaan serologi untuk sifilis dilakukan pada pasien yang
dicurigai menderita sifilis kongenital. 5
- Kadar serum zink kurang dari 50 mcg/dl dapat ditemukan pada
pasien dengan acrodermatitis enterohepatika.5
Pemeriksaan kerokan kulit. Pada pasien yang diduga candidiasis,
pengikisan lesi papul atau pustul menunjukkan adanya pseudohifa, hifa
dan blastospora dengan diameter 2-4 µm dengan menggunakan larutan
KOH 10%, larutan lugol atau air suling. 5, 11
10
Gambar 5 Histiositosis sel Langerhans pada bayi
menunjukkan erupsi yang tipikal pada abdomen ,
dermatitis seboroik pada paha dan adanya erupsi
popok.8
Pemeriksaan histopatologi : biopsi kulit dilakukan untuk melihat
struktur histologinya. Gambaran histologi diaper rash umumnya
seperti dermatitis iritan primer dengan spongiosis epidermal dan
inflamasi ringan pada lapisan dermis. 6
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi yang paling baik pada diaper rash adalah menjaga kebersihan dan
kekeringan area popok.
`
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi dari diaper rash yaitu ulkus punch-out atau erosi dengan tepi
meninggi (Jacquet erosive dieper dermatitis), papul dan nodul pseudoverucous
dan plak dan nodul violaceous (granuloma gluteale infantum). Jacquet erosive
diaper rash memberikan gambaran eritema, skuama berlapis-lapis, terdapat fisura
dan area erosi pada kulit yang kontak dengan popok.1, 15
Granuloma gluteal infantum merupakan penyakit yang tidak biasa dengan
ciri nodul merah keunguan dengan ukuran yang berbeda-beda (0.5-0.3 cm) timbul
pada area popok pada bayi umur 2-9 bulan. Pada pemeriksaan biopsi didapatkan
infiltrat limfosit, sel plasma, netrofil, dan eosinofil. 6
11
Gambar 5
Jacquet erosive
diaper rash 15
X. PENCEGAHAN
Pencegahan merupakan tindakan yang paling baik. Tujuannya adalah
untuk mengurangi kontak antara kulit dengan bahan iritan. Semakin sering popok
diganti semakin kecil kemungkinan terkena diaper rash. Popok harus diganti
segera setelah BAK/BAB untuk membatasi jumlah bahan iritan ini dan mencegah
tercampurnya feses dan urin. Penggunaan popok dengan daya serap kuat
mengurangi kelembaban pada daerah popok. 1
Pencucian dan penggosokan yang berlebihan pada daerah popok akan
menimbulkan iritasi kulit. Setelah BAK/BAB, pencucian dapat dilakukan dengan
air hangat dan pembersih ringan. 1,8
Preparat protektif yang digunakan terdiri dari losion, krim atau ointment,
yang mengandung emolien dapat ditambah dengan kaolin, talk atau zinc oxide.
Penggunaan preparat ini akan mengurangi gesekan dan absorbsi bahan iritan. pH
kulit sedikit lebih bersifat asam dan mendekati pH normal kulit dan berfungsi
sebagai buffer terhadap pH yang lebih tinggi yang disebabkan oleh adanya
amonia. Emolien digunakan 2-3 kali sehari.1
XI. PROGNOSIS
Diaper rash hampir selalu menunjukkan respon yang baik terhadap terapi
dan sebagian besar kasus dapat membaik jika tidak memakai popok dalam jangka
12
Gambar 8 Infantile gluteal granulomas di pubis pada bayi
umur 6 bulan. 6
waktu beberapa minggu. Dan jika tetap persisten kemungkinan didiagnosis
dengan atopic eczema, psoriasis, zinc defisiensi, histiosit sel langerhans atau
imunodefisiensi.2, 4
DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff K, Lowell A, Katz S, Paller A, Leffell D. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. ke-7
ed. United States: The McGraw-Hill Companies; 2008. p. 942-43
2. Rook's, Wilkinson. Eczematou eruptions in the newborn. In: Burns T, Breathnach S, editors. Rooks'
TEXBOOK OF DERMATOLOGY. 7 ed. USA: Blackwell Science Ltd; 2004. p. 14.22-14.27.
3. Dermatology AOCo. Diaper Dermatitis. Available at: URL:
http://www.aocd.org/skin/dermatologic_diseases/index.html. Accessed 2011.
4. James W, Berger T, Elston D. Atopic Dermatitis, Eczema, and Noninfectious Immunodeficiency
Disorders. In: Andrews' disease of the skin : CLINICAL DERMATOLOGY. USA: Waunders
Company; 2006. p. 80-81.
5. Driesch P. Candidiasis. In: Herxheimer A, editor. Evidence-based Drmatology London: BMJ Books;
2003. p. 490-494.
6. Tallia A, Scherger J. Diaper Rash. Available at: URL:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000964.htm. Accessed 2 september, 2009.
13
7. Dunitz M. Skin Care For Children. In: Baran R, editor. Cosmetic Dermatology. USA: Dunitz,
M in the United Kingdom; 1994. p. 349-355.
8. Diaper Rash. WebMD Community. Available at: URL: http://children.webmd.com/guide/diaper-
rash. Accessed.
9. Bolognia J. Classification of Irritant Chemicals. In: Schaffer J, editor. Dermatology. 2 ed. USA:
Mosby; 2008. p. 1-7.
10. Nelson E. Kandidiasis. In: Wahab S, editor. Ilmu Kesehatan Anak. 15 ed. Jakarta: EGC; 1999.
p. 663-664.
11. Kuswadji. Kandidosis. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 5 ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 108-109.
12. Habif T. Diaper Candidiasis. In: Hodgson S, Cook L, editors. Clinical Dermatology: A Color Guide
to Diagnosis and Therapy. 4 ed. USA: Mosby; 2004. p. 448-449.
13. Horii K, Prissick T. Patient information : Diaper rash in infants and children. Available at: URL:
www.uptodate.com. Accessed.
14. Marks R. ROXBURGH'S Common Skin Diseases. In: Koster J, editor. Skin Problem in
infancy and old age. New York: Arnold; 2003. p. 228-231.
15. Weller R, Hunter J, Savin J, Mark D. Eczema and Dermatitis. In: Clinical Dermatology. 4 ed.
Australia: Balckwell; 2008. p. 102-103.
14