perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/peranan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERANAN MEDIATOR PADA DINAS SOSIAL KETENAGAKERJAAN
DAN TRANSMIGRASI KOTA SALATIGA DALAM MENYELESAIKAN
MASALAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
DI KOTA SALATIGA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1
Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
Riza Kurniawan
E 0008074
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Riza Kurniawan, E0008074. 2012. PERANAN MEDIATOR PADA DINASSOSIAL KETENAGAKERJAAN DAN TRANSMIGRASI KOTASALATIGA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMUTUSANHUBUNGAN KERJA DI KOTA SALATIGA. Fakultas Hukum UniversitasSebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui bagaimana upaya yangdilakukan oleh mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan TransmigrasiKota Salatiga dalam menyelesaikan masalah Pemutusan Hubungan Kerja di KotaSalatiga dan apakah yang menjadi hambatan bagi mediator pada Dinas SosialKetenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifatdeskriptif. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Dataprimer diperoleh dari hasil wawancara maupun observasi secara langsung.Sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan kepustakaan seperti buku-buku,jurnal ilmiah dan sebagainya. Teknik pengumpulan data yang dipergunakanadalah melalui wawancara, studi dokumen atau bahan pustaka, dan pengamatandan observasi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan hasil bahwaupaya yang dilakukan oleh mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan danTransmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan masalah Pemutusan HubunganKerja di Kota Salatiga dibagi menjadi 3 (tiga) tahap yaitu tahap pra perundingan,tahap perundingan mediasi, dan tahap pasca perundingan. Pada tahap praperundingan para pihak mengajukan aduan ke Dinas Sosial Ketenagakerjaan danTransmigrasi Kota Salatiga dan mediator menyarankan untuk penyelesaianbipartit terlebih dahulu. Pada tahap perundingan mediasi mediator mendengarkanduduk perkara dari para pihak mengenai permasalahan yang terjadi. Pada tahappasca perundingan jika hasil mediasi menemui kesepakatan maka para pihak yangberselisih membuat perjanjian bersama dan jika proses mediasi tidak menemuikata sepakat, maka mediator wajib membuat anjuran tertulis. Hambatan bagimediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatigadalam menyelesaikan masalah Pemutusan Hubungan Kerja di Kota Salatiga terdiriatas hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal meliputihambatan yang dialami diri mediator sendiri dalam penyelesaian PemutusanHubungan Kerja dan hambatan bagi perusahaan dan pekerja dalam penyelesaianPemutusan Hubungan Kerja. Hambatan eksternal meliputi hambatan normaperundang-undangan ketenagakerjaan di Dinas Sosial Ketenagakerjaan danTransmigrasi Kota Salatiga dan adanya keterlibatan Lembaga Bantuan Hukumdalam penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja.
Kata kunci : Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga,mediator, mediasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Riza Kurniawan, E0008074. 2012. THE ROLE OF MEDIATOR IN SOCIALMANPOWER AND TRANSMIGRATION OFFICE OF SALATIGA CITY INSETTLING THE WORK RELATIONSHIP TERMINATION PROGRAM INSALATIGA CITY. Faculty of Law of Sebelas Maret University.
This research aims to find out how the measures taken by the mediator inthe Social Manpower and Transmigration Office of Salatiga City in Settling theWork Relationship Termination Program in Salatiga City and to find out theobstacles the mediator faces in the Social Manpower and Transmigration Officeof Salatiga City.
This study was an empirical law research that is descriptive in nature.This research employed primary and secondary data. The primary data wasobtained from the result of both interview and direct observation. Meanwhile thesecondary data was obtained from such literatures as books, scientific journalsand etc. Techniques of collecting data used were interview, document or librarystudy, and observation.
Considering the result of research and discussion, it could be found thatthe attempt the mediator took in Social Manpower and Transmigration Office ofSalatiga City in settling the Work Relationship Termination in Salatiga City wasdivided into 3 (three) stages : pre-negotiation, mediation negotiation, and post-negotiation. In pre-negotiation stages, the parties filed their grievance to theSocial Manpower and Transmigration Office of Salatiga City and mediatorrecommended bipartite settlement first. In mediation negotiation stage, themediators listened to the details of case from the parties about the problemsoccurred. In post-negotiation stage, when the result of mediation reachedconsensus, the disputing parties entered into mutual agreement and when themediation process did not reach consensus, the mediator was obliged to makewritten recommendation. The obstacles the mediator in Social Manpower andTransmigration Office of Salatiga City in settling the work relationshipTermination program in Salatiga city consists of internal constraints and externalconstraints. Internal obstacles include barriers experienced mediators themselvesalone in the completion of the Termination program and obstacles for companiesand workers in the completion of the Termination program External obstaclesinclude barriers to employment legislation norms in Social Manpower andTransmigration office of Salatiga and the involvement of the Legal Aid Institutein the completion of the Termination program.
Keywords : Social Manpower and Transmigration Office of Salatiga City,Mediator, Mediation.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Biasakanlah untuk berfikir bahwa sukses hanya tinggal selangkah lagi dan pasti akan diraih,
niscaya masa depan yang cerah akan ada di depan mata
-Andrew Carnegie-
Apabila kita takut gagal, itu berarti kita telah membatasi kemampuan kita
-Henry Ford-
Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak mencobanya adalah jaminan kegagalan
-Bill Clinton-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan kepada :
Allah SWT yang senantiasa memberikan karunia dan hidayahnya
Kedua Orang Tuaku Ayahanda Supriyanto, B.S.C. dan Ibunda Widyastuti, S.E.
Adikku tersayang Resita Anggraini
Sahabat-sahabatku DPR ARMY
Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Almamaterku Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Semua pihak yang telah membantu demi kelancaran skripsi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi
yang berjudul “ Peranan Mediator Pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga Dalam Menyelesaikan Masalah Pemutusan
Hubungan Kerja Di Kota Salatiga “ dapat terselesaikan. Skripsi ini
dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka memperoleh
gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini dari awal hingga
akhir tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, karena itu
dengan penulis menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret.
2. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
3. Bapak Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si., selaku Ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara.
4. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing dalam skripsi ini
yang selalu sabar serta memberikan pengarahan dan kemudahan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak H. Mohammad Adnan S.H., M. Hum., selaku pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani kuliah di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Karyawan dan Staff Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah membantu kelancaran perkuliahan.
8. Bapak Marwoto, S.H., Bapak Yusup Wibisono, S.H., dan Bapak Setyo
Pamungkas, S.H., selaku mediator di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Transmigrasi Kota Salatiga yang selalu memberikan pengarahan selama
proses peneltian di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga.
9. Kedua orang tuaku Bapak Supriyanto, B.S.C dan Ibu Widyastuti, S.E dan
adikku Resita Anggraini yang senantiasa selalu memberikan motivasi, doa,
dan dukungan guna menyelesaikan skripsi ini.
10. Segenap teman-temanku Dibawah Pohon Rindang Army Ridlo Laksono, Alby
Prilia Anggana, Taufik Dwi Paksi, Uce Ade Wibowo, Wandira Kusuma
Wardhana, Rio Andi Kurniawan, Muhammad Arfien Ariawan, Fadlun Majid
Alhakim, Stefanus Donatumar, Rizki Afnan Hutomo, Hastiriyanto, Gery
Fifalia, Raden Ghiazh Zuniar Maretha, Budi Nugraha Wardhana, Arifin Budi,
Oki Budi Santoso, R. Hanung Satrio Pitono, Nico Pratama, Azahery Insan
Kamil, Adityo Bayu Baskoro, Aditya Danni Rosihandi, Dika Yudanto, Hari
Cahyadi Yusuf, Zulfikar Suryo, Choirunnissa, Rusdi Salam Januardi,
Muhammad Faris Jabar, Pandji Ndaru Sonatra dan Puspita Adiyansari yang
selalu memberikan kritik, saran, serta masukan guna menyelesaikan skripsi
ini.
11. Bernita Oktavia Dewi yang telah senantiasa memberikan doa, semangat, dan
dorongan moral kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna, walaupun demikian penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret dan menjadi
momentum awal yang bermanfaat bagi perkembangan disiplin ilmu, terutama
dalam bidang Ilmu Hukum serta tegaknya hukum di Indonesia.
Surakarta, Desember 2012
Riza Kurniawan
NIM. E0008074
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................. ii
HALAMAN PEMGESAHAN PENGUJI...................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................. vi
MOTTO ..................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................ viii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
BAB I : PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 4
E. Metode Penelitian..................................................................... 5
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 11
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 13
A. Kerangka Teori ........................................................................ 13
1. Tinjauan Umum Tentang Teori Bekerjanya Hukum
Robert Seidman................................................................. 13
2. Tinjauan Umum Tentang Hukum Ketenagakerjaan............ 14
a. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan ............................ 14
b. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan........................... 15
c. Fungsi Hukum Ketenagakerjaan .................................. 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
d. Sifat Hukum Ketenagakerjaan ..................................... 17
e. Sumber Hukum Ketenagakerjaan................................. 17
3. Tinjauan Umum Tentang Mediator.................................... 18
a. Pengertian Mediator .................................................... 18
b. Kedudukan mediator.................................................... 19
c. Syarat-Syarat Mediator ................................................ 19
d. Kewajiban Mediator .................................................... 19
e. Wewenang Mediator.................................................... 20
f. Tugas Mediator............................................................ 20
4. Tinjauan Umum Tentang Perselisihan Hubungan
Industrial ........................................................................... 21
a. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial ............... 21
b. Jenis-jenis Perselisihan Hubungan Industria................. 22
c. Prosedur Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial ..................................................................... 23
5. Tinjauan Umum Tentang Pemutusan Hubungan Kerja....... 30
a. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja ....................... 30
b. Cara-Cara Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja ...... 31
c. Hak-Hak Pekerja/Buruh Yang Terkena PHK ............... 33
d. Upaya Hukum Bagi Pekerja Yang Di PHK .................. 35
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 36
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 38
A. Upaya yang dilakukan oleh mediator pada Dinas
Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga dalam menyelesaikan masalah Pemutusan
Hubungan Kerja di Kota Salatiga ............................................. 38
B. Hambatan bagi mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga dalam menyelesaikan masalah Pemutusan
Hubungan Kerja di Kota Salatiga ............................................. 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB IV : PENUTUP.................................................................................... 82
A. Simpulan................................................................................. 82
B. Saran....................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 85
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Ragaan 1 Skema Model Analisis Kualitatif ................................................ 10
Ragaan 2 Bagan Chambliss & Seidman yang diadaptasi............................. 13
Gambar 3 Kerangka Pemikiran. .................................................................. 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Data Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Di
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga.......................................................................... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kepala Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Salatiga
Lampiran 2: Surat Rekomendasi Ijin Penelitian dari Kepala Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Kota Salatiga
Lampiran 3: Surat Perintah Tugas dari Kepala Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga Kepada Mediator Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga
Lampiran 4: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Kepala
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga
Lampiran 5 : Surat Perjanjian Bersama PT. Cahaya Agung Cemerlang
Lampiran 6 : Surat Perjanjian Bersama PT. Hana Bank Cabang Salatiga
Lampiran 7 : Daftar Pertanyaan yang diajukan peneliti saat melakukan
penelitian hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi seperti sekarang ini masalah mengenai
ketenagakerjaan menjadi salah satu permasalahan yang sedang dihadapi
Negara Indonesia dan harus segera mendapatkan penanganan yang signifikan
oleh pemerintah. Salah satu permasalahan tentang ketenagakerjaan yang
dihadapi oleh Negara Indonesia adalah tentang Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK). Menurut Pasal 1 angka 25 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
menjelaskan bahwa definisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah
“pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang terjadi perselisihan antara
pekerja atau buruh dengan perusahaan yang menjadi salah satu penyebab
terjadinya pemutusan hubungan kerja. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
dapat disebabkan oleh pekerja atau buruh sendiri dan dapat pula disebabkan
oleh pengusaha dikarenakan adanya program perampingan pekerja.
Governments have the authority and resources to institutionalize
mediation as an alternative dispute resolution mechanism. Dari kutipan diatas
dapat diartikan bahwa pemerintah memiliki kewenangan dan sumber daya
untuk melembagakan mekanisme resolusi sengketa alternatif (Jason R. Wiener
:221). Penyelesaian perselisihan paling baik adalah penyelesaian para pihak
yang saling berselisih sehingga dapat diperoleh hasil yang saling
menguntungkan kedua belah pihak yang saling berselisih (Asri Wijayanti,
2009: 179). Pada prinsipnya Pemutusan Hubungan Kerja diupayakan tidak
terjadi, jika terjadi perselisihan terlebih dahulu dilakukan perdamaian,
negosiasi, musyawarah, secara bipartit antara pengusaha dan pekerja atau
serikat pekerja. Jika negoisasi berhasil menyelesaikan secara bipartit maka
dibuatlah Perjanjian Kerja Bersama. Apabila kenyataanya upaya penyelesaian
secara bipartit tidak menghasilkan kesepakatan untuk menghindari Pemutusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Hubungan Kerja, maka permohonan PHK secara tertulis dapat diajukan minta
penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(Yetniwati, 2009 : 11). Sebagai upaya untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat, dalam hal ini pemerintah mempunyai kewajiban untuk
memberikan fasilitas untuk dapat menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial dengan memberikan tenaga mediator. Mediator dalam hal ini
bertugas melakukan mediasi untuk dapat mempertemukan kepentingan kedua
belah pihak yang saling berselisih (Asri Wijayanti, 2009: 179).
Semakin maraknya fenomena kasus Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) di Negara Indonesia menyebabkan jumlah pengangguran yang semakin
menumpuk, hal ini didukung oleh fakta-fakta yang berasal dari artikel data-
data Kemenakertrans yang diperoleh penulis dari internet. Menurut data yang
diperoleh dari Kemenakertrans akhir tahun 2010, dalam 2 tahun terakhir
terlihat adanya kecenderungan menurunnya kasus-kasus yang terkait dengan
perselisihan hubungan industrial yang dapat mengakibatkan terjadinya
ancaman PHK. Pada tahun 2009 tercatat kasus Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) yang terjadi dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan
industrial mencapai 4,879 kasus yang melibatkan 30.181 orang, sedangkan
pada tahun 2010 menurun menjadi 1.432 kasus dengan melibatkan 16.393
orang. Namun salah satu kendala dalam dalam penyelesaian perselisihan
hubungan industrial adalah masih terbatasnya jumlah petugas mediator
hubungan industrial. Saat ini hanya terdapat 1.198 orang mediator untuk
menangani 214.936 perusahaan, padahal idealnya mencapai 2.200 orang
petugas mediator. Data Kemenakertrans selama 2010 mencatat ada 276
perusahaan yang membuat PKB dan 1.683 perusahaan yang mencatatkan
peraturan perusahaan (PP). Sehingga secara keseluruhan terdapat PP 44.149
perusahaan yang telah membuat PP dan dan ada 10.959 perusahaan yang telah
membuat PKB di seluruh Indonesia (m.rockto.com.
http://m.rockto.com/laucher/59320/go. diakses pada tanggal 27 Juni 2012
pukul 13.00).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Fenomena mengenai kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak
hanya terjadi di Kabupaten Pelalawan dan menurut data dari Kemenakertrans,
namun fenomena ini juga dapat dijumpai di Kota Salatiga. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga, pada 3 (tiga) tahun terakhir ini kasus perselisihan yang paling
dominan adalah kasus tentang terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Pada tahun 2010 terdapat 6 (enam) kasus, dimana 4 (empat) kasus diantaranya
berhasil tercapai Perjanjian Bersama (PB) dan 2 (dua) kasus lainnya
diselesaikan melalui anjuran. Pada tahun 2011 terdapat 16 (enam belas) kasus,
dimana diantaranya 15 (lima belas) kasus telah tercapai Perjanjian Bersama
(PB) dan 1 (satu) kasus lainnya diselesaikan melalui anjuran. Sedangkan pada
tahun pada tahun 2012 terdapat 15 (lima belas) kasus dimana 9 (sembilan)
kasus diantaranya telah berhasil tercapai Perjanjian Bersama (PB) dan 2 (dua)
kasus diantaranya diselesaikan melalui anjuran, sedangkan 4 (empat) kasus
lainnya dapat diselesaikan secara bipartit.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
mengkaji sebuah penelitian hukum dengan judul “PERANAN MEDIATOR
PADA DINAS SOSIAL KETENAGAKERJAAN DAN TRANSMIGRASI
KOTA SALATIGA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI KOTA SALATIGA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini penulis
merumuskan masalah untuk dapat mengetahui permasalahan apa yang akan
diteliti sehingga memudahkan penulis untuk dapat mengkaji secara rinci.
Adapun rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu :
1. Upaya apakah yang dilakukan oleh mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan
masalah Pemutusan Hubungan Kerja di Kota Salatiga?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Apakah yang menjadi hambatan bagi mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan
masalah Pemutusan Hubungan Kerja di Kota Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai
oleh peneliti. Tujuan penelitian ini diperlukan untuk dapat memberikan arahan
bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya. Adapun tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh mediator pada Dinas
Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam
menyelesaikan masalah Pemutusan Hubungan Kerja di Kota Salatiga.
b. Untuk mengetahuai hambatan bagi mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan
masalah Pemutusan Hubungan Kerja di Kota Salatiga.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dibidang Hukum
Administrasi Negara, khususnya tentang peranan mediator pada Dinas
Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam
menyelesaikan masalah Pemutusan Hubungan Kerja di kota Salatiga.
b. Untuk memenuhi syarat-syarat akademis guna memperoleh gelar
Strata 1 dalam bidang Ilmu Hukum di fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah salah satu aspek penting yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan penelitian. Suatu penelitian diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi penulis maupun pihak lain. Adapun manfaat yang
dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum
administrasi negara pada khususnya.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan literatur
tentang peranan mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan masalah Pemutusan
Hubungan Kerja di Kota Salatiga.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran dan pola
pikir yang dinamis penulis.
b. Penelitian ini diharapkan membantu memberikan masukan dan
pemikiran tentang masalah yang diteliti oleh pihak terkait.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan
menganalisanya (Soerjono Soekanto, 2010: 43). Dalam menyusun sebuah
penelitian diperlukan adanya metode penelitian yang berfungsi untuk
mencapai hasil, sasaran, dan tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Metode
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun
penelitian ini adalah jenis penelitian hukum empiris. Dalam hal ini penulis
menjelaskan secara deskriptif mengenai apa yang dikaji dan diteliti
mengenai peranan mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan masalah Pemutusan
Hubungan Kerja di Kota Salatiga . Penelitian empiris adalah penelitian
hukum yang data-datanya diperoleh langsung dari lapangan (Soerjono
Soekanto, 2010: 52). Penelitian empiris artinya penelitian berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat, yang mengharuskan penulis
turun langsung ke lapangan, dalam hal ini di Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga untuk melakukan pengamatan dan
menganalisis terhadap gejala sosial yang ditimbulkan oleh aturan hukum
yang tidak bekarja secara maksimal yang berakibat adanya Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) di Kota Salatiga.
2) Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian
deskriptif (Soerjono Soekanto, 2010: 10). Dalam penulisan hukum ini
penulis berusaha untuk menggambarkan mengenai peranan mediator pada
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam
menyelesaikan masalah Pemutusan Hubungan Kerja di Kota Salatiga.
3) Pendekatan Penelitian
Pendekatan peneltian yang digunakan oleh penulis adalah metode
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Lexy J.Maleong, 2007: 6).
4) Lokasi Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis mengambil lokasi di Kota
Salatiga.
5) Jenis dan Sumber Data Penelitian
a) Jenis Data
1) Data Primer
Data Primer adalah data yang langsung diperoleh dari
lapangan baik dengan wawancara maupun dengan observasi
terhadap narasumber. Dalam hal ini penulis memperoleh data
melalui wawancara dengan mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, pihak Serikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Pekerja Nasional (SPN), Kepala Personalia, maupun dari pihak
karyawan PT. Cahaya Agung Cemerlang dan PT. Hana Bank
Cabang Salatiga yang memiliki informasi secara langsung dengan
masalah yang sedang diteliti.
2) Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang mendukung kelengkapan
data primer dan tidak dapat diperoleh secara langsung dari
lapangan melainkan melalui bahan kepustakaan, buku-buku, jurnal
ilmiah, dan sebagainya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
data sekunder berupa buku-buku karangan Asri Wijayanti yang
berjudul Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Lalu Husni
yang berjudul Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,
Darwin Prinst yang berjudul Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,
dan buku lain yang terkait dengan penelitian yang diteliti.
b) Sumber Data
1) Sumber Data Primer
Sumber data primer diperoleh secara langsung dari lokasi
penelitian. Dalam penelitian ini penulis memperoleh sumber data
primer dari narasumber dalam hal ini adalah mediator pada Dinas
Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, pihak
Serikat Pekerja Nasional (SPN), Kepala Personalia, maupun dari
pihak karyawan PT. Cahaya Agung Cemerlang dan PT. Hana Bank
Cabang Salatiga yang memiliki informasi secara langsung dengan
masalah yang sedang diteliti.
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi
pustaka yang dalam hal ini berupa literatur peraturan perundang-
undangan seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Kepmen Nomor 92
Tahun 2004 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Serta Tata Kerja Mediasi, dan PERMA Nomor 2 Tahun 2003
tentang Mediator, serta dokumen-dokumen yang melengkapi
sumber data primer yang erat kaitannya dengan obyek penelitian
yang sedang diteliti.
6) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh data
yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Teknik
pengumpulan data yang dipergunakan penulis dalam penulisan hukum ini
yaitu wawancara, study dokumen atau bahan pustaka, dan observasi.
a) Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Lexy
J.Maleong, 2007: 186). Dalam penelitian ini penulis melakukan
komunikasi secara langsung terhadap mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, Pihak Serikat
Pekerja Nasional (SPN), Kepala Personalia, maupun dari pihak
karyawan PT. Cahaya Agung Cemerlang dan PT. Hana Bank Cabang
Salatiga yang memiliki informasi secara langsung dengan masalah
yang sedang diteliti guna memperoleh data mengenai pemutusan
hubungan kerja di Kota Salatiga, baik tertulis maupun lisan yang
berguna untuk penelitian penulis kedepannya.
b) Study dokumen atau bahan pustaka
Penulis mengumpulkan, mempelajari, dan mengkaji data
berupa artikel-artikel internet, jurnal-jurnal, dokumen-dokumen, buku-
buku, peraturan perundang-undangan, serta bahan pustaka lainnya
yang berbentuk data tertulis yang memiliki keterkaitan dengan
permasalahan yang sedang diteliti.
c) Pengamatan atau observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti
mengamati secara langsung objek yang ada di Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga tentang segala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
sesuatu tentang objek penelitian. Dalam hal peneltian ini objek yang
dimaksud adalah data mengenai hasil mediasi Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga dari tahun 2010 – 2012.
7) Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan
data dalam pola, kategori, dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data
(Lexy J Maleong, 2002: 13). Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian hukum ini adalah analisis kualitatif dengan interaktif model
yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama
dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul maka tiga
komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang,
maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data
lapangan (H.B Sutopo, 2002: 8). Ketiga komponen tersebut antara lain
sebagai berikut :
a. Reduksi Data
Segala kegiatan yang berfungsi untuk mempertegas,
memperpendek, memfokuskan, seperti memilih jenis perselisihan
hubungan industrial yang berupa perselisihan pemutusan hubungan
kerja yang diselesaikan oleh mediator sesuai dengan judul penulisan
hukum yang diambil oleh penulis dan membuang segala hal yang
dirasa tidak penting yang muncul dalam catatan maupun pengumpulan
data-data pada saat penelitian seperti perselisihan hubungan industrial
yang berupa perselisihan hak, perselisihan kepentingan, dan
perselisihan antar serikat pekerja/buruh. Karena yang menjadi pokok
pembahasan dalam penelitian adalah mengenai peranan mediator pada
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam
menyelesaikan masalah pemutusan hubungan kerja di Kota Salatiga.
Proses ini berlangsung secara terus menerus sampai dengan laporan
akhir penelitian selesai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
b. Penyajian data
Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
(H.B.Sutopo, 2002: 97). Pada tahap penyajian data ini penulis
menyajikan informasi tentang tabel data penyelesaian perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga selama tahun 2010-2012 yang telah
terkumpul dan tersusun dalam satu kesatuan yang disederhanakan,
selektif dalam konfigurasi yang mudah digunakan sehingga dapat
memberi kemungkinan kesimpulan riset dapat dilaksanakan yang
berupa tabel data kasus yang masuk dan sudah diputus oleh mediator
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga.
c. Menarik Kesimpulan
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi
berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan
peraturan, pernyataa-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang
mungkin alur sebab akibat, akhirnya penulis menarik kesimpulan
mengenai peranan mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan masalah pemutusan
hubungan kerja di Kota Salatiga (HB. Sutopo, 2002: 37).
Berikut model analisis data interaktif yang dijelaskan dalam bentuk bagan
Ragaan I : Skema Model Analisis Kualitatif
Pengumpulan Data
Penyajian
Data
ReduksiData
Penarikan Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Dengan model analisis ini maka penulis harus bergerak diantara
empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya akan
bergerak berputar dan kembali lagi diantara kegiatan reduksi, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan hukum berfungsi untuk memberikan gambaran
secara keseluruhan tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan
aturan yang sudah ada dalam penulisan hukum. Sistematika penulisan dalam
penelitian terbagi alam 4 bab yang meliputi pendahuluan, tinjauan pustaka,
pembahasan, dan penutup.
Pada bab I (satu) yang berisi tentang pendahuluan penulis akan
menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan
hukum. Pada bab II (dua) yang berisi tentang tinjauan pustaka penulis akan
menguraikan mengenai kerangka teori dan kerangka pemikiran dalam
penelitian. Kerangka teori dalam penelitian ini berisi antara lain tentang
tinjauan umum tentang hukum ketenagakerjaan, tinjauan umum tentang
mediator, tinjauan umum tentang perselisihan hubungan industrial, dan
tinjauan umum tentang pemutusan hubungan kerja.
Pada bab III (tiga) yang berisi tentang hasil penelitian dan
pembahasan penulis akan memaparkan tentang hasil dari penelitian yang telah
diperoleh dan dilanjutkan dengan pembahasan yang dilakukan terhadap hasil
penelitian. Dalam bab ini akan menjawab permasalahan yang diangkat dalam
rumusan masalah mengenai upaya apakah yang dilakukan oleh mediator pada
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam
menyelesaikan masalah Pemutusan Hubungan Kerja di Kota Salatiga dan
apakah yang menjadi hambatan bagi mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan
masalah Pemutusan Hubungan Kerja di Kota Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Sedangkan pada bab IV (empat) yang berisi tentang penutup penulis
mengemukakan mengenai kesimpulan yang telah diperoleh dari hasil
penelitian yang, serta dikemukakan saran dari penulis yang relevan dan
berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti oleh penulis. Setelah
penulis menguraikan mengenai penutup dari penulisan penelitian ini, maka
selanjutnya penulis akan menguraikan mengenai bahan kepustakaan yang
diperlukan dalam penulisan penelitian ini yang diuraikan dalam daftar
pustaka. Pada penulisan penelitian yang terakhir penulis akan mengumpulkan
mengenai surat-surat, dokumen-dokumen yang diperlukan dalam peneltian ini
yang semuanya dimuat dalam lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Teori Bekerjanya Hukum Robert Seidman
Teori yang dipergunakan untuk melakukan analisis teoritis tentang
pembentukan hukum dan implementasinya adalah teori dari Robert
Seidman yaitu teori tentang bekerjanya hukum. Sesungguhnya dalam
kehidupan masyarakat Indonesia terdapat kemajemukan tatanan hukum.
Hal ini sesuai dengan bagan teori bekerjanya hukum yang dilukiskan oleh
Chambliss & Robert Seidman dibawah ini antara lain :
Semua kekuatan sosial dan pribadi
Norma Norma
kegiatan
penerapan
sanksi
Semua kekuatan
Sosial dan pribadi
Ragaan 2 : Bagan Chambliss & Seidman yang diadaptasi
Dari bagan model bekerjanya hukum tersebut, dapat terlihat bahwa
peran kekuatan sosial tidak hanya mempunyai pengaruh besar kepada
rakyat, akan tetapi juga mempunyai pengaruh kepada lembaga hukum.
Melalui arah panah dapat dilihat hasil dari tatanan yang ada dalam
kehidupan masyarakat tidak dapat hanya dikuasai dan ditentukan oleh
Lembaga-lembaga
pembuat hukum
Lembaga-lembaga
penerap sanksi
Pemegang
Peran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
hukum semata namun juga dikuasai dan ditentukan oleh kekuatan sosial
yang lain. Jika kita melihat permasalahan yang telah dilukiskan oleh
Chambliss dan Seidman dalam sebuah bagan diatas, maka memberikan
pengetahuan bagi kita dalam memahami bekerjanya hukum dalam
kehidupan masyarakat (Satjipto Rahardjo, 2000 : 20-21)
2. Tinjauan Umum Tentang Hukum Ketenagakerjaan
a. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakerjaan merupakan istilah baru dalam ilmu
hukum pada umumnya dan hukum perburuhan pada khususnya.
Dahulu pengertian hukum perburuhan adalah suatu himpunan
peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan
kejadian di mana seseorang pekerja pada orang lain dengan menerima
upah (Iman Soepomo, 1985: 3). Sedangkan Soetiksno mendefinisikan
hukum perburuhan adalah hukum mengenai hubungan kerja yang
mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan di bawah
pimpinan (perintah) orang lain dan keadaan-keadaan penghidupan
yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja tersebut
(Soetiksno, 1977: 5). Namun, seiring dengan perubahan dan
perkembangan zaman terjadilah perubahan istilah hukum perburuhan
menjadi hukum ketenagakerjaan.
Pengertian hukum ketenagakerjaan adalah sekumpulan
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan hukum antara pekerja
atau organisasi pekerja dengan majikan atau pengusaha atau
organisasi majikan dan pemerintah, termasuk di dalamnya adalah
proses-proses dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan untuk
merealisasikan hubungan tersebut menjadi kenyataann (Darwin Prinst,
2000: 1). Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1
angka 1 yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah “segala hal
yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama,
dan sesudah masa kerja”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat kita simpulkan
bahwa Hukum Ketenagakerjaan suatu peraturan yang mengatur dan
mengikat hubungan hukum antara perusahaan, pekerja/buruh, dalam
suatu ikatan perjanjian kerja.
b. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan
Dalam Tata Hukum Negara Republik Indonesia, kedudukan
hukum ketenagakerjaan terletak dalam 3 bidang antara lain bidang
hukum perdata, bidang hukum administrasi negara, dan bidang hukum
pidana (Asri Wijayanti, 2009: 13). Hal tersebut secara lebih terperinci
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Perdata
Dibidang hukum perdata majikan dan buruh memegang
peran sangat penting dalam hubungan industrial. Hubungan
pekerja dan pengusaha di landasi atas hukum privat. Dalam hal
ini pemerintah berperan sebagai pengawas jika terjadi
perselisihan (Asri Wijayanti, 2009: 14).
2) Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum
Administrasi Negara
Dalam bidang Hukum Administrasi Negara, kedudukan
hukum ketenagakerjaan yang wajib disoroti yaitu sebagai subyek
hukum dalam penyelenggaraan negara yang menyangkut
mengenai pejabat yang berwenang, lembaga yang berwenang, dan
warga Negara Indonesia, juga menyoroti mengenai peranannya
dalam melaksanakan fungsi negara dalam hal pembuatan
peraturan, mengenai bagaimanakah tindakan dan solusi yang
diberikan oleh negara dalam hal menghindari suatu hal yang
terjadi dan apakah upaya hukum yang dapat diberikan oleh negara
dalam menangani permasalahan tersebut (Asri Wijayanti, 2009:
14).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
3) Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Pidana
Sangat pentingnya penegakan sanksi bagi pelanggar aturan
hukum yang berlaku merupakan bukti pentingnya kedudukan
hukum ketenagakerjaan dalam hukum pidana. Perbuatan
dikatakan melanggar hukum dan wajib diberi sanksi sesuai
hukum yang berlaku jika perbuatan itu sudah dicantumkan
didalam undang-undang. Dalam hal pemberian sanksi maka harus
melihat hubungan antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat
perbuatan yang terjadi (Asri Wijayanti, 2009: 14).
c. Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaan mempunyai fungsi sebagai sarana
pembaharuan masyarakat yang menyalurkan arah kegiatan manusia
kearah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan
ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu
upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk
mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang
berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya
ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan
pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai
dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat
sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja,
pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga
kerja.
Sebagaimana menurut fungsinya sebagai sarana pembaharuan,
hukum ketenagakerjaan merubah pula cara berfikir masyarakat yang
kuno kearah cara berfikir yang modern yang sesuai dengan yang
dikehendaki oleh pembangunan sehingga hukum ketenagakerjaan
dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat membebaskan tenaga kerja
dari perbudakan, peruluran, perhambaan, kerja paksa dan punale
sanksi, membebaskan tenaga kerja dari kehilangan pekerjaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
memberikan kedudukan hukum yang seimbang dan kedudukan
ekonomis yang layak kepada tenaga kerja.
Jadi hukum ketenagakerjaan sangat penting untuk diterapkan
pada industri yang ada saat ini. Jika diterapkan dengan benar maka
tidak akan ada permasalahan yang berkepanjangan antara hak dan
kewajiban perusahaan dan tuntutan tenaga kerja. Praktek-praktek
mafia kasus, mafia peradilan dan monopoli hukum harus ditiadakan,
agar para pekerja di industri indonesia tidak selalu dirugikan oleh
peraturan hukum yang tidak diterapkan secara benar dan adil (Ahmad
Zakim. 2010. Hukum Ketenagakerjaan.http://ahmadzakim.blogspot.
com/2010/04/hukum ketenaga-kerjaan.html diakses pada tanggal 28
Mei 2012 Pukul 19.08).
d. Sifat Hukum Ketenagakerjaan
Ditinjau dari sifatnya hukum perburuhan dapat bersifat
privat/perdata dan dapat pula bersifat publik. Bersifat privat karena
mengatur hubungan antara orang perorangan (pembuatan perjanjian
kerja). Bersifat publik karena pemerintah ikut campur tangan dalam
masalah-masalah perburuhan serta adanya sanksi pidana dalam
peraturan hukum perburuhan (Asri Wijayanti, 2009: 12).
e. Sumber Hukum Ketenagakerjaan
Sumber Hukum Ketenagakerjaan dibagi menjadi 2 yaitu
sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Sumber hukum
materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum. Macam-
macam sumber hukum materiil tergantung dari sudut pandang para
ahli. Sedangkan sumber hukum formil dilihat dari bentuknya (Asri
Wijayanti, 2009: 25). Berikut sumber hukum formil di bidang
ketenagakerjaan antara lain (Asri Wijayanti, 2009: 26) :
1) Peraturan Perundang-Undangan;
2) Hukum kebiasaan;
3) Yurisprudensi;
4) Traktat atau perjanjian;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
5) Doktrin.
3. Tinjauan Umum Tentang Mediator
a. Pengertian Mediator
Pengertian mediasi sendiri adalah cara penyelesaian
perselisihan oleh seseorang atau beberapa orang atau badan/dewan
yang disebut mediator mempertemukan atau memberi fasilitas kepada
pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya,
tanpa mediator ikut campur dalam masalah yang diperselisihkan”
(Lalu Husni, 2005: 121). Mediation was by far the preferred process
across all industry types. Across industry type, those reporting use of
mediation for employment disputes varied from 64 to 91 percent, but
again, this represents, on balance, occasional use. Dari tulisan diatas
dapat diartikan bahwa mediasi jauh lebih disukai dalam semua jenis
industri. Diseluruh jenis industri yang menggunakan mediasi untuk
sengketa ketenagakerjaan bervariasi 64 sampai 91 persen. Tapi sekali
lagi ini merupakan pada keseimbangan dan penggunaan sesekali (Lisa
B. Bingham, 2004 : 147).
Dalam proses mediasi untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial dipimpin oleh seorang mediator. Menurut pasal 1
ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mediator hubungan
industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah
“pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagaimediator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugasmelakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikananjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untukmenyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan,perselisihan pemtusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan”.
Menurut Pasal 1 ayat (6) Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia menjelaskan mengenai pengertian mediator adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
“pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan
guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian”.
b. Kedudukan Mediator
Menurut Pasal 10 Kepmen Nomor 92 Tahun 2004 Tentang
Pengangkatan Dan Pemberhentian Mediator Serta Tata Kerja Mediasi
menjelaskan bahwa mediator berkedudukan di :
1) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
2) Kantor/Dinas/Instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan Provinsi;
3) Kantor/Dinas/Instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan Kabupaten/kota.
c. Syarat-syarat mediator
Tidak semua orang dapat dipilih menjadi mediator. Untuk
menjadi mediator yang berkualitas maka setidaknya harus memenuhi
beberapa persyaratan khusus yang telah ditentukan. Menurut Pasal 3
Kepmen Nomor 92 Tahun 2004 Tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Mediator Serta Tata Kerja Mediasi menjelaskan bahwa
syarat-syarat mediator adalah sebagai berikut :
1) Pegawai Negeri Sipil pada instansi/ dinas yangbertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan;
2) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;3) Warga Negara Indonesia;4) Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;5) Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan;6) Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela;7) Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu; dan8) Memiliki legitimasi dari Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi.
d. Kewajiban Mediator
Mediator atau yang biasa disebut sebagai pegawai perantara
mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan untuk menengahi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
menyelesaikan suatu perselisihan. Menurut Pasal 8 Kepmen Nomor
92 Tahun 2004 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator
Serta Tata Kerja Mediasi menjelaskan bahwa kewajiban seorang
mediator adalah sebagai berikut :
1) Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapatdidengar keterangan yang diperlukan;
2) Mengatur dan memimpin mediasi;3) Membantu membuat perjanjian bersama, apabila tidak
tercapai kesepakatan penyelesaian;4) Membuat anjuran secara tertulis, apabila tidak tercapai
kesepakatan penyelesaian;5) Membuat risalah penyelesaian perselisihan hubungan
industrial; dan6) Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
e. Wewenang Mediator
Dalam proses mediasi untuk menyelesaikan perselisihan,
seorang mediator tidak boleh menyalahgunakan wewenang yang
diberikan kepadanya. Menurut Pasal 9 Kepmen Nomor 92 Tahun
2004 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Mediator Serta Tata
Kerja Mediasi menjelaskan bahwa seorang mediator memiliki
kewenangan antara lain sebagai berikut :
1) Mengajurkan kepada para pihak yang berselisih untukberunding terlebih dahulu dengan itikad baik sebelumdilaksanakan mediasi;
2) Meminta keterangan, dokumen, dan surat-surat yangberkaitan dengan perselisihan;
3) Mendatangkan saksi atau saksi ahli dalam mediasi apabiladiperlukan;
4) Membuka buku dan meminta surat-surat yang diperlukandari para pihak dan instansi atau lembaga terkait;
5) Menerima atau menolak wakil para pihak yang berselisihapabila ternyata tidak memiliki surat.
f. Tugas Mediator
Dalam proses mediasi, mediator menjalankan tugasnya untuk
menengahi dan menyelesaikan suatu perselisihan. Mediator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh
undang-undang. Menurut Pasal 7 Kepmen Nomor 92 Tahun 2004
Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Serta Tata Kerja
Mediasi menjelaskan bahwa mediator bertugas melakukan mediasi
kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan
hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja
dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan.
Ada beberapa tugas-tugas mediator yang dibahas menurut
ketentuan Pasal 15 PERMA Nomor 2 Tahun 2003, tugas mediator
tersebut antara lain :
1) Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuanmediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati:
2) Mediator wajib mendorong para pihak untuk secaralangsung berperan dalam proses mediasi:
3) Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukankaukus: dan
4) Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuridan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagaipilihan penyelesaian terbaik bagi para pihak.
4. Tinjauan Umum Tentang Perselisihan Hubungan Industrial
a. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial
Zaman sekarang industri mulai berkembang, seiring
perkembangan industri ini, maka permasalahan tentang perselisihan
hubungan industrial juga menjadi semakin terus meningkat. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka diperlukan fasilitas dan sarana dari
pemerintah untuk dapat menunjang serta membantu menyelesaikan
masalah yang terjadi mengenai perselisihan hubungan industrial
dengan proses yang cepat, singkat, tepat, tidak merugikan kedua belah
pihak yang saling berselisih, dan didukung dengan biaya yang murah
untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan perselisihan
hubungan industrial yang sedang terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa
pengertian perselisihan hubungan indutrial adalah “perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja atau
serikat buruh karena adanya perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan
antar serikat perkerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Dari
pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian
perselisihan hubungan industrial bermula dari ketidakcocokan
pendapat antara serikat pekerja/serikat buruh dengan perusahaan, dan
solusi penyelesaian perselisihan antar keduanya menemui jalan buntu.
b. Jenis-Jenis Perselisihan Hubungan Industrial
Secara umum jenis perselisihan hubungan industrial dibedakan
menjadi 4 (empat) macam. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004, jenis-jenis perselisihan hubungan indutrial meliputi :
1) Perselisihan Hak
Perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
2) Perselisihan Kepentingan
Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/ atau
perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3) Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
Perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian
pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan
oleh salah satu pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
4) Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan
pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena
tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
c. Prosedur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004,
prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat melalui
cara-cara sebagai berikut :
1) Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Diluar Pengadilan
a) Penyelesaian Melalui Proses Bipartit
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 perundingan bipartit yaitu
“penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan
mengadakan perundingan antara pekerja/buruh atau serikat
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial”. Jadi dalam hal ini langkah
awal yang harus dilaksanakan dalam penyelesaian bipartit
adalah melalui jalan musyawarah untuk mencapai
kesepakatan kedua belah pihak yang berselisih.
Penyelesaian perselisihan bipartit dilakukan paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dimulainya
perundingan, dan jika melebihi jangka waktu yang telah
ditentukan maka perundingan batal demi hukum. Ketentuan
didalam perundingan bipartit wajib mencantumkan nama,
tanggal, tempat dilaksanakannya perundingan, pokok
permasalahan, pendapat dari masing-masing pihak,
kesimpulan, dan tanda tangan kedua belah pihak yang
berselisih tersebut. Hasil perundingan yang dilakukan
tersebut sering disebut dengan perjanjian bersama yang harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah
perjanjian bersama tersebut dibuat.
Hasil perundingan bipartit yang disebut dengan
perjanjian bersama yang sudah didaftarkan ke Pengadilan
Hubungan Industrial, tetapi tidak dilaksanakan oleh salah
satu pihak, maka pihak yang merasa telah dirugikan dapat
mengajukan eksekusi ke Pengadilan Hubungan Industrial
Industrial di wilayah perjanjian bersama tersebut dibuat. Jika
perundingan dianggap gagal maka salah satu pihak yang
berselisih harus mendaftarkan perselisihannya di Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi dilampirkan dengan bukti
bahwa upaya-upaya melalu bipartit sudah dilakukan.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi setelah
menerima pencatatan yang dilaporkan kedua belah pihak
yang berselisih tersebut, maka Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi segera menawarkan penyelesaian perselisihan
melalui jalan arbitrasi, mediasi, atau konsiliasi. Jika dalam
batas waktu 7 (tujuh) hari kerja kedua belah pihak yang
berselisih tidak segera menetapkan jenis penyelesaian apa
yang akan dipilih, maka akan ditempuh dengan penyelesaian
perselisihan melalui jalan Mediasi, kecuali Perselisihan Hak
dilakukan dengan Mediasi (Asri Wijayanti, 2009: 185).
b) Penyelesaian Melalui Proses Mediasi
Pengertian penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui mediasi menurut Pasal 1 angka 11 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah “penyelesaian
perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui
musyawarah dengan ditengahi oleh seorang atau lebih
mediator yang netral”. Untuk menjadi seorang mediator maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
seseorang harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
Dalam proses penyelesaian perselisihan melalui
mediasi dalam jangka waktu waktu 7 (tujuh) hari setelah
menerima penyelesaian, maka mediator harus sudah
mengadakan penelitian tentang duduk perkaranya dan
mengadakan sidang mediasi. Jika telah terjadi kesepakatan
penyelesaian melalui mediator, maka dibuatlah perjanjian
bersama yang ditandatangani para pihak yang berselisih
dengan disaksikan oleh mediator dan harus didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri
setempat. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan, maka dapat
dilakukan proses mediasi.
Dalam proses mediasi awalnya, seorang mediator
mengeluarkan anjuran tertulis. Anjuran tertulis itu harus
sudah disampaikan kepada para pihak yang berselisih paling
lambat dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak diadakannya
sidang pertama. Setelah penyampaian anjuran tertulis kepada
para pihak, maka para pihak dalam waktu 10 (sepuluh) hari
harus segera memberikan jawaban. Jika dalam waktu yang
sudah ditentukan tersebut para pihak tidak segera
memberikan jawaban, maka para pihak dianggap menolak
anjuran.
Apabila para pihak yang berselisih menolak anjuran
tertulis, maka para pihak dapat meneruskan perkara ke
Pengadilan Hubungan Industrial melalui gugatan oleh salah
satu pihak. Sebaliknya, apabila para pihak yang berselisih
menerima anjuran tertulis paling lambat dalam jangka waktu
3 (tiga) hari, maka mediator harus sudah selesai membuat
perjanjian bersama untuk didaftarkan ke Pengadilan
Hubungan Industrial dan mendapat Akta Bukti Pendaftaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Penyelesaian perselisihan melalui tahap mediasi paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima pelimpahan
perselisihan (Asri Wijayanti, 2009: 186).
c) Penyelesaian Melalui Proses Konsiliasi
Dalam pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004, konsiliasi hubungan industrial yang selanjutnya
disebut dengan konsiliasi adalah “penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh
seorang atau lebih konsiliator yang netral”. Untuk menjadi
seorang konsiliator harus memenuhi segala persyaratan yang
telah ditentukan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004.
Dalam proses perselisihan melalui konsiliasi awalnya
para pihak yang berselisih mengajukan permohonan tertulis
dan memilih konsiliator yang telah terdaftar dalam daftar
nama konsiliator. Setelah itu dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari seorang konsiliator harus mengadakan penelitian
terhadap duduk perkara dan mengadakan sidang konsiliasi
pertama. Dalam waktu yang bersamaan konsiliator
diperkenankan untuk memanggil seorang ahli. Jika sidang
konsiliasi telah mencapai kesepakatan, maka dibuatlah
perjanjian bersama dan didaftar di Pengadilan Hubungan
Industrial untuk dapat memperoleh akta bukti pendaftaran.
Sebaliknya apabila dalam sidang konsiliasi tidak
mencapai kesepakatan, maka konsiliator paling lambat 10
(sepuluh) hari setelah disampaikan ke para pihak yang
berselisih, seorang konsiliator yang bersangkutan harus
mengeluarkan anjuran tertulis. Setelah itu para pihak harus
sudah mengeluarkan jawaban paling lambat dalam waktu 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
(sepuluh) hari sejak menerima anjuran. Apabila para pihak
yang berselisih tidak memberikan jawaban, maka para pihak
yang berselisih tersebut dianggap menolak anjuran tertulis.
Dalam hal para pihak yang berselisih tersebut menolak
anjuran tertulis maka para pihak tersebut dapat mengajukan
ke Pengadilan Hubungan Industrial dengan cara mengajukan
gugatan oleh salah satu pihak yang berselisih tersebut.
Sebaliknya jika para pihak yang berselisih telah
menyetujui anjuran tertulis, maka konsiliator paling lambat
dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sejak anjuran tertulis
disetujui, untuk dapat membantu para pihak yang berselisih
untuk menyusun perjanjian bersama yang didaftarkan ke
Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial. Hal tersebut
berfungsi untuk memperoleh akta bukti pendaftaran. Dalam
penyelesaian melalui konsiliasi seorang Konsiliator
menyelesaikan tugasnya paling lambat dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak menerima permintaan penyelesaian
(Asri Wijayanti, 2009: 188).
d) Penyelesaian Melalui Proses Arbitrase
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004, Arbitrase hubungan industrial
yang selanjutnya disebut arbitrase adalah
“Penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, danperselihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanyadalam satu perusahaan, di luar Pengadilan HubunganIndustrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihakyang berselisih untuk menyerahkan penyelesaianperselisihan kepada arbiter yang putusannyamengikat para pihak dan bersifat final”.
Dalam proses penyelesaian sengketa secara arbitrase
dipimpin oleh seorang arbiter. Untuk menjadi seorang arbiter
harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Pasal 31 ayat 1. Seorang arbiter bukanlah seorang Pegawai
Negeri Sipil, tetapi masyarakat yang telah legitimasi dan
diangkat oleh menteri yang memiliki kewenangan dalam
lingkup nasional.
Dalam proses perselisihan secara arbitrase dilakukan
atas kesepakatan secara tertulis kedua belah pihak yang
berselisih dalam surat perjanjian arbitrase. Surat perjanjian
tersebut dibuat rangkap 3 (tiga) untuk dibagikan kepada
masing-masing pihak yang berselisih, dimana masing-masing
pihak mendapatkan 1 (satu) surat perjanjian arbitrase.
Apabila surat perjanjian arbitrase sudah ditandatangani para
pihak, maka mereka berhak memilih arbiter-arbiter yang
berwenang yang telah ditetapkan oleh menteri dan paling
lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari para pihak yang
berselisih harus sudah menentukan nama arbiter yang dipilih.
Penunjukan seorang arbiter dilakukan secara tertulis yaitu
dituangkan dalam perjanjian penunjukan arbiter.
Proses pemeriksaan dilaksanakan dalam jangka waktu
3 (tiga) hari setelah penandatanganan penunjukan arbiter.
Arbiter harus menyelesaikan perselisihan tersebut paling
lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak surat
penunjukan arbiter dikeluarkan. Menurut kesepakatan para
pihak, arbiter memiliki kewenangan memperpanjang
penyelesaian sebanyak satu kali paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja. Proses pemeriksaan dilaksanakan secara
tertutup kecuali para pihak yang berselisih mempunyai
keinginan lain.
Dalam proses persidangan arbitrase awalnya
dilakukan pemanggilan terhadap para pihak yang berselisih.
Apabila para pihak yang berselisih tidak hadir, maka arbiter
dapat membatalkan perjanjian penunjukan arbiter dan tugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
arbiter dianggap selesai. Apabila salah satu pihak hadir pada
pelaksanaan sidang pertama, namun selanjutnya tidak hadir
maka arbiter dapat memeriksa tanpa kehadiran salah satu
pihak.
Dalam sebuah persidangan selalu diawali dengan
upaya perdamaian. Jika perdamaian tercapai, maka arbiter
harus membuat akta perdamaian yang didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial. Apabila melalui upaya
perdamaian mengalami jalan buntu arbiter dapat meneruskan
ke proses pemeriksaan.
Dalam pemeriksaan di persidangan para pihak yang
berselisih memiliki hak untuk menjelaskan pembelaannya
dengan mengajukan bukti-bukti baik lisan ataupun tertulis.
Arbiter berhak meminta keterangan tambahan dalam jangka
waktu yang sudah ditentukan. Seseorang yang diminta
kesaksiannya sebelum menyampaikan kesaksiannya
dilaksanakan sumpah terlebih dahulu. Seluruh acara dalam
pemeriksaan dibuat berita acara pemeriksaan oleh arbiter atau
majelis arbiter. Putusan arbiter ditetapkan berdasarkan
Peraturan Perundangan, perjanjian, kebiasaan, keadilan,
kepentingan umum.
Putusan arbitrase bersifat final, walaupun putusan
arbitrase bersifat final. Jika dalam putusan arbitrase yang
sudah dikeluarkan tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh
pihak yang memiliki kewajiban, maka pihak lain yang telah
dirugikan berhak untuk mengajukan permohonan fiat
eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siapa
putusan itu harus dijalankan tanpa mengajukan gugatan
kembali. Pengertian dari fiat eksekusi adalah permohonan
pelaksanaan eksekusi, yaitu dengan cara mengajukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
permohonan kepada pengadilan agar membantu demi
terlaksananya putusan, sehingga suatu eksekusi dapat
terlaksana sesuai dengan prosedur hukum yang telah
ditentukan (Asri Wijayanti, 2009: 191).
2) Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui
Pengadilan
Pada prinsipnya acara yang digunakan dalam persidangan
di Pengadilan Hubungan Industrial adalah Acara Pada Pengadilan
umum, kecuali ditentukan lain. Ketentuan lain yang bersifat
khusus pada pengadilan dalam pengadilan hubungan industrial
diantaranya mengenai waktu proses sidang dan penyelesaiannya
dibatasi, sehingga tidak bisa mengulur-ulur waktu seperti di
Pengadilan Umum. Lisensi beracara seorang penerima kuasa
(seperti advokat)dalam hal ini tidak terjadi syarat wajib bagi para
pihak yang mewakilkan penyelesaian sengketa ini kepada orang
lain (kuasanya) karena hanya mensyaratkan bahwa perwakilan
tersebut ditunjuk dan mewakili Serikat Pekerja, tidak dipungut
biaya perkara sepanjang nilai gugatannya tidak melebihi Rp.
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)
(pusdiklat.law.uii.ac.id.proses penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dan jurus membayar perkara.pusdiklat.law.
uii.ac.id/index2.php?option=com_docman.diakses pada tanggal
20 September 2012 Pukul 12.50).
5. Tinjauan Umum Tentang Pemutusan Hubungan Kerja
a. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 pengertian pemutusan hubungan kerja adalah
“pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh
dan pengusaha”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Pemutusan Hubungan Kerja adalah “pengakhiran hubungan
kerja, yang dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang
telah disepakati/diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi
karena adanya perselisihan antara buruh dan majikan, meninggalnya
buruh atau karena sebab lain” (Zaeni Asyhadie, 2008: 173).
Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan
kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak
dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha (F.X. Djumialdji,
2005: 45).
Dari pengertian-pengertian mengenai Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa pemutusan
hubungan kerja adalah keadaan dimana pekerja atau buruh berhenti
bekerja dari perusahaan tempat mereka bekerja.
b. Cara-Cara Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam Hukum Ketenagakerjaan dikenal 4 empat) cara
terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), antara lain pemutusan
hubungan kerja emi ukum, pemutusan hubungan kerja oleh buruh,
pemutusan hubungan kerja oleh majikan, dan yang terakhir pemutusan
hubungan kerja karena putusan pengadilan. Adapun penjelasan secara
terperinci adalah sebagai berikut :
1) Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum
Pemutusan hubungan kerja Demi Hukum terjadi karena
alasan batas waktu masa kerja yang disepakati telah habis atau
apabila buruh meninggal dunia (Asri Wijayanti, 2009: 161).
2) Pemutusan Hubungan Kerja oleh Buruh
Pemutusan hubungan kerja oleh buruh dapat terjadi
apabila buruh mengundurkan diri atau telah terdapat alasan
mendesak yang mengakibatkan buruh minta di PHK (Asri
Wijayanti, 2009: 161).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3) Pemutusan Hubungan Kerja oleh Majikan
Pemutusan hubungan kerja oleh majikan dapat terjadi
karena alasan apabila buruh tidak lulus masa percobaan, apabila
majikan mengalamin kerugian sehingga menutup usaha, atau
apabila buruh melakukan kesalahan (Asri Wijayanti, 2009: 161).
Perusahaan tidak perlu melakukan pemutusan hubungan
kerja karena sesuai dengan Pasal 154 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2003, yaitu penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal :
a) Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana
telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
b) Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri,
secara tertulis atau kemauan sendiri tanpa ada indikasi
adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya
hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu
untuk pertama kali;
c) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan
ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-
undangan; atau
d) Pekerja/buruh meninggal dunia;
Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap buruh jika buruh melakukan kesalahan berat. Hal
tersebut diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003. Namun dengan adanya perkembangan zaman, maka
ada perubahan tentang keberadaan Pasal 158 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 seiring dengan dikeluarkannya Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 012/PUU-1/2003.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 012/PUU-
1/2003 disebutkan bahwa keberadaan Pasal 158 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 yang memungkinkan perusahaan bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
langsung melakukan PHK terhadap pekerja/buruh ketika
dianggap melakukkan tindakan berat berupa tindak pidana,
dinyatakan tidak berlaku lagi. Putusan MK tersebut kemudian
diikuti dengan keluarnya Surat Edaran Menakertrans yang
menegaskan bahwa jika pengusaha akan melakukan PHK dengan
alasan pekerja/buruh melakukan kesalahan berat, hanya dapat
dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya pekerja/buruh yang
di-PHK karena dianggap melakukan pelanggaran berat, harus
dibuktikan terlebih dahulu kesalahannya dengan putusan
pengadilan pidana. Dengan demikian perusahaan tidak boleh
melakukan PHK sebelum ada putusan pengadilan. (FSPSI. 2010.
Putusan MK No. 012/PUU-1/2003 Keberadaan Pasal 158.
http:fspsi.blogspot.com/2010/10/putusan-mk no 012 puu-12003
keberadaan.html.diakses pada tanggal 10 Juni 2012 Pukul 16.13).
4) Pemutusan Hubungan Kerja karena Putusan Pengadilan
Pemutusan hubungan kerja karena putusan pengadilan
merupakan akibat dari adanya sengketa antara buruh dan majikan
yang berlanjut sampai ke proses pengadilan. Datangnya perkara
dapat dari buruh atau dapat dari majikan (Asri Wijayanti, 2009:
167).
c. Hak-Hak Pekerja/Buruh Yang Terkena Pemutusan Hubungan Kerja
Hak-hak buruh meliputi uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja, uang ganti rugi perumahan pengobatan, dan uang pisah.
Menurut ketentuan Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2004 perhitungan besarnya uang pesangon adalah sebagai
berikut :
1) masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;2) masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2
(dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;3) masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3
(tiga) tahun , 3 (tiga) bulan upah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
4) masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4(empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
5) masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5(lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
6) masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6(enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
7) masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7(tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
8) masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8(delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
9) masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan)bulan upah.
Menurut ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2004 perhitungan besarnya uang penghargaan masa kerja
adalah sebagai berikut :
a) masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6(enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b) masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9(sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c) masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d) masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurangdari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e) masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurangdari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f) masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapikurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulanupah;
g) masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapikurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulanupah;
h) masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10(sepuluh) bulan upah
Menurut ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2004 perhitungan besarnya uang ganti rugi perumahan
pengobatan adalah sebagai berikut :
(a) Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;(b) biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterimabekerja;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
(c) penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatanditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uangpenghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
(d) hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,peraturan perusanaan atau perjanjian kerja bersama.
d. Upaya Hukum Bagi Pekerja Yang Di PHK
Apabila seorang pekerja tidak mendapatkan haknya sebelum
dibentuknya lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 lembaga
yang dimaksud yaitu Pengadilan Hubungan Industrial maka dapat
dilakukan upaya administratif atau dikenal dengan upaya perdata.
Didalam upaya hukum administratif cara penyelesaiannya melalui
proses bipartit.
Dalam melaksanakan upaya hukum bagi pekerja yang terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melalui proses bipartit menemui
jalan buntu, maka dapat dimintakan anjuran ke Dinas Tenaga Kerja
setempat, sebaliknya jika melalui proses bipartit telah menemui kata
sepakat maka hasil persetujuan itu berkekuatan hukum tetap.
Sejak adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, upaya hukum bagi
pekerja/buruh yang mengalami perselisihan hubungan industrial dapat
dilakukan upaya melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, ataupun
ke pengadilan hubungan industrial (Asri Wijayanti, 2009: 175).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
B. Kerangka Pemikiran
UMPAN BALIK
KEKUATAN SOSIAL DAN PRIBADI
Gambar 3 : Kerangka Pemikiran
PERATURAN
PERUNDANG-
UNDANGAN
KETENAGAKERJAAN :
1. UU NO. 13 TAHUN
2003
2. UU NO. 2 TAHUN
2004
MEDIATOR
DINAS SOSIAL
KETENAGAKERJAAN
DAN TRANSMIGRASI
KOTA SALATIGA
PEMEGANG PERAN
ADALAH PEKERJA
DAN PENGUSAHA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Keterangan :
Dari kerangka teori tersebut dapat diketahui bahwa dengan
berpedoman pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, mediator dalam
melaksanakan segala kegiatannya harus tetap berpedoman dan bertindak
sesuai norma yang berlaku.
Pemegang peran yang dalam hal ini perusahaan dan pekerja harus
mengutamakan musyawarah untuk mencapai kata mufakat tanpa
meninggalkan norma yang diatur dalam undang-undang. Jika penyelesaian
secara musyawarah yang dilakukan oleh pemegang peran tidak menemui kata
mufakat maka permasalahan dikembalikan kepada mediator. Mediator
mengambil jalan tengah untuk membantu menyelesaikan permasalahan tanpa
keluar dari norma yang diatur oleh undang-undang dan dikembalikan kepada
pemegang peran agar terjadi kesepakatan. Jika permasalahan tetap tidak dapat
selesai maka dimungkinkan peran sosial dan pribadi dapat masuk untuk ikut
menyelesaikan permasalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Upaya Yang Dilakukan Oleh Mediator Pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan Dan Transmigrasi Kota Salatiga Dalam Menyelesaikan
Malasah Pemutusan Hubungan Kerja Di Kota Salatiga.
Masalah mengenai ketenagakerjaan khususnya masalah Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) menjadi permasalahan yang sangat pelik yang
dihadapi oleh Negara Indonesia. Semakin maraknya fenomena kasus
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Negara Indonesia mengakibatkan
jumlah angka pengangguran yang semakin menumpuk. Untuk mengatasi
adanya fenomena tersebut, perlu adanya perhatian dan penanganan yang
signifikan oleh pemerintah.
Mediasi adalah salah satu pilihan alternatif dalam penyelesaian
perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Penyelesaian perselisihan
melalui mediasi pada akhir-akhir ini banyak diperbincangkan oleh orang-
orang yang ingin menyelesaikan sengketanya dengan cepat. Berbagai alasan
dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memilih mediasi sebagai cara
untuk menyelesaikan sengketa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurut
informan yang dimintai pendapatnya, ada kecenderungan pekerja memilih
mediasi adalah mengingat pertimbangan waktu. Mediasi mungkin dapat
menghasilkan suatu persetujuan atau menyelesaikan suatu persoalan lebih
cepat dibandingkan dengan metode-metode lain. Selain pertimbangan waktu,
mediasi dilakukan juga kerena pertimbangan biaya. Suatu persetujuan untuk
mediasi mungkin dapat menghemat uang para pihak. Biaya-biaya
pelaksanaan litigasi dan biaya pengacara dapat dihindari dalam proses
mediasi. Disamping itu, melalui mediasi lebih dimungkinkan para pihak
mencapai sepakat dan mendapat keuntungan secara timbal balik. Keuntungan
lainnya bahwa hubungan para pihak yang berlawanan melalui mediasi dapat
terjalin lebih baik dan hubungan seperti ini tidak mungkin dapat terjadi jika
penyelesaian sengketa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dilaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
melalui prosedur litigasi dan beracara di pengadilan (H. Surya Perdana, 2009:
41-41).
Dengan menggunakan Teori Bekerjanya Hukum Robert Seidman,
maka akan dapat terlihat bagaimana kerangka pemikiran dari penulis dalam
melakukan penulisan hukum ini. Hal ini dapat diuraikan dalam bagan yang
dilukiskan oleh Chambliss & Robert Seidman dibawah ini (Satjipto Rahardjo,
2000: 20) :
Semua kekuatan sosial
dan pribadi
Norma Norma
kegiatan
penerapan
sanksi
Semua kekuatan
Sosial dan pribadi
Ragaan 4. Bagan Chambliss & Seidman yang diadaptasi
Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa lembaga-lembaga
pembuat hukum membuat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial beserta dengan peraturan
pelaksananya harus sesuai dengan aturan norma yang berlaku yang akan
dijadikan sebagai pedoman bagi lembaga penerap sanksi yang dalam hal ini
adalah mediator hubungan industrial kabupaten atau kota yang diangkat oleh
Menteri Tenaga Kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial beserta dengan
Lembaga-lembaga
pembuat hukum
Lembaga-lembaga
penerap sanksiRakyat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
peraturan pelaksananya. Bersamaan dengan hal tersebut, lembaga-lembaga
penerap sanksi yang dalam hal ini disebut sebagai mediator akan mempelajari
setiap kasus yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk
dikembalikan ke rakyat sebagai penyelesaiannya.
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga
beralamat di Jalan Merak Nomor 3 Mangunsari Kota Salatiga. Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga mempunyai tugas pokok
untuk melaksanakan urusan Pemerintah Daerah di bidang sosial,
ketenagakerjaan, dan transmigrasi berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, maka
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1) Perumusan kebijakan teknis di bidang sosial, ketenagakerjaan, dan
transmigrasi;
2) Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang sosial,
ketenagakerjaan, dan transmigrasi;
3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang sosial, ketenagakerjaan, dan
transmigrasi; dan
4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Mediator Hubungan Industrial yang ada di Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga berjumlah 3 (tiga) orang,
yaitu :
1) Marwoto
NIP : 19620131 198903 1 007
Pangkat/Golongan : Pembina Tk. 1 / IV b
Jabatan : Kepala Bidang Hubungan Industri dan
Pengawasan Tenaga Kerja Pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
2) Yusup WibisonoNIP : 19590920 198403 1 008
Pangkat/Golongan : Penata Tk. 1 / III d
Jabatan : Kepala Seksi Hubungan Industrial dan Syarat
Kerja Pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga;
3) Setyo Pamungkas
NIP : 19841209 2010 1019
Pangkat/Golongan : Penata Muda / III a
Jabatan : Mediator Pertama Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga;
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan salah
satu mediator di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga yaitu Bapak Yusup Wibisono pada hari Senin, 27 Agustus 2012
didapat keterangan bahwa proses mediasi di Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga dilakukan oleh 3 (tiga) orang mediator yaitu
Bapak Marwoto yang merangkap sebagai Kabid Hubinwasnaker, Bapak
Yusup Wibisono yang merangkap sebagai KaSie Hubinsyaker, dan Bapak
Setyo Pamungkas yang merangkap sebagai mediator pertama. Ketiga
mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga
tersebut adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi persyaratan untuk
diangkat sebagai mediator. Mediator di Dinsosnakertrans bukanlah pejabat
fungsional atau berada di rumpun jabatan fungsional di dinas, namun
berkedudukan sebagai pejabat struktural (wawancara Bapak Yusup Wibisono
di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga. 27 Agustus
2012).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Bapak Setyo
Pamungkas selaku mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga pada hari Senin, 27 Agustus 2012 didapat keterangan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dalam melaksanakan mediasi selalu berpedoman kepada Pasal 8 sampai
dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Melalui Mediasi. Jenis-jenis perselisihan yang ditangani oleh mediator di
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga diantaranya
Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan, Perselisihan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), dan Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Upaya yang dilakukan mediator di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan masalah Pemutusan
Hubungan Kerja di Kota Salatiga adalah dengan melaksanakan prosedur
mediasi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Secara teknis
mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga
melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut (wawancara Bapak Setyo
Pamungkas di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga.
27 Agustus 2012) :
1. Tahap Pra Perundingan
Pihak yang bersengketa mengajukan pengaduan Perselisihan
Hubungan Industrial, pihak yang bersengketa dapat langsung datang ke
Kantor Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dan
menyampaikan perihal sengketa yang dihadapinya langsung kepada
mediator. Mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga memberikan informasi mengenai prosedur penyelesaian
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sesuai dengan aturan dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial.
Mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga menganjurkan kepada para pihak yang berselisih untuk
dapat melakukan upaya penyelesaian bipartit dengan jalan musyawarah
untuk mencapai kata mufakat di perusahan yang bersangkutan. Upaya
penyelesaian melalui bipartit ini diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak perundingan dimulai. Jika dalam jangka waktu yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
ditentukan, perundingan telah dilakukan tetapi tidak menemui kata sepakat
atau salah satu pihak menolak untuk berunding, maka perundingan bipartit
dianggap tidak berhasil. Jika perundingan bipartit gagal, maka pihak yang
bersengketa diminta untuk menulis form permohonan pencatatan
perselisihan hubungan industrial.
2. Tahap Perundingan Mediasi
Melakukan panggilan maksimal 7 (tujuh) hari kerja untuk
melakukan perundingan mediasi di Kantor Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga. Pada kesempatan ini mediator Kantor
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga
mendengarkan penjelasan duduk perkara dari masing-masing pihak
mengenai permasalahan yang terjadi. Biasanya pada saat sidang mediasi,
disampaikan pula bahwa masa kerja pekerja untuk menghitung uang
pesangon dan hak lainnya yang hendak diberikan kepada pekerja yang
terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
3. Tahap Pasca Perundingan
Mediator wajib mengupayakan perdamaian diantara 2 (dua) pihak
yang saling berselisih. Hasil mediasi memunculkan adanya 2 (dua)
kemungkinan, yaitu menemui kata sepakatan dan tidak menemui kata
sepakatan.
a. Jika Pihak Yang Berselisih Menemui Kata Kesepakatan
Apabila hasil mediasi menemui kesepakatan maka para pihak
yang berselisih membuat perjanjian/persetujuan bersama. Perjanjian
Bersama (PB) ditandatangani oleh para pihak dan memuat pernyataan
para pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban bilamana terjadi
pemutusan hubungan kerja. Isi Perjanjian Bersama (PB) antara lain
sebagai berikut :
1) Identitas para pihak;
2) Tempat dan waktu dibuat;
3) Hak dan kewajiban yang akan dipenuhi masing-masing pihak; dan
4) Tanda tangan paraa pihak yang diketahui oleh mediator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Seharusnya setelah menemui kata sepakat dan dibuat Perjanjian
Bersama (PB), maka didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial
untuk mendapatkan akta bukti perdamaian. Akan tetapi, hal ini jarang
dilakukan oleh para pihak yang berselisih.
b. Jika Pihak Yang Berselisih Tidak Menemui Kata Sepakatan
Jika dalam proses mediasi tidak menemui kata sepakat, maka
mediator wajib membuat anjuran tertulis dalam waktu maksimal 10
(sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama dan telah
disampaikan kepada para pihak. Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja
setelah menerima anjuran tertulis, maka para pihak yang berselisih
memberikan jawaban secara tertulis yang pada intinya :
1) Menyetujui anjuran tertulis
Jika para pihak meyetujui anjuran tertulis, maka dalam waktu
3 (tiga) hari kerja mediator harus sudah selesai membantu membuat
Perjanjian Bersama (PB) dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan
Industrial. Perjanjian Bersama (PB) yang telah didaftarkan ke
Pengadilan Hubungan Industrial maka Perjanjian Bersama (PB)
tersebut harus dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan, maka salah satu
pihak dapat mengajukan permohonan eksekusi dari Pengadilan
Hubungan Industrial.
2) Menolak atau tidak menyetujui anjuran tertulis
Jika para pihak menolak anjuran tertulis, maka salah satu
pihak atau kedua belah pihak yang berselisih mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial.
Bagi perusahaan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
merupakan suatu kerugian. Perusahaan harus melepas pekerjanya yang sudah
dilatihnya dengan mengeluarkan banyak biaya. Namun disisi lain adanya
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga sangat diperlukan demi
kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Oleh sebab itu terjadinya
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selain merugikan pekerja juga telah
merugikan perusahaan. Oleh kaarena itu masing-masing pihak harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
mengusahakan agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
sedangkan dilain pihak kelangsungan hidup perusahaan juga tetap terjamin
(F.X. Djumialdji, 2005: 44).
Berikut adalah daftar tabel data penyelesaian perselisihan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terakhir :
Tabel 1. Data Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Di Dinas
Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiaga
TAHUN JUMLAHKASUS
PENYELESAIAN KASUS
ANJURAN PERJANJIANBERSAMA
BIPARTIT
2010 6 Kasus 2 Kasus 4 Kasus -
2011 16 Kasus 1 Kasus 15 Kasus -
2012 15 Kasus 2 Kasus 9 Kasus 4 Kasus
Jumlah 37 Kasus 5 Kasus 28 Kasus 4 Kasus
Sumber : Buku Register Perkara Penyelesaian Perselisihan Pemutusan
Hubungan Kerja Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga
Keterangan :
a. Jumlah Kasus : Jumlah kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
yang masuk ke Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
b. Anjuran : Jumlah kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
yang masuk ke Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga yang dapat
diselesaikan melalui anjuran.
c. Perjanjian Bersama : Jumlah kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
yang masuk ke Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga yang dapat
diselesaikan melalui Perjanjian Bersama (PB).
d. Bipartit : Jumlah kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
yang dapat diselesaikan secara musyawarah di
tingkat perusahaan.
Berikut adalah contoh kasus terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) yang terjadi di Kota Salatiga yang dapat diselesaikan oleh mediator
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga :
1) Kasus antara PT. Cahaya Agung Cemerlang melawan Saudara Kristiyanto
Saudara Kristiyanto selaku karyawan PT. Cahaya Agung
Cemerlang, dengan jabatan sebagai SLD-PC, dan dengan masa kerja
selama 6 (enam) tahun. Pada tanggal 10 Mei 2012 beliau mendapatkan
surat peringatan tertulis karena terbukti melakukan pelanggaran perjanjian
kerja bersama dan peraturan perusahaan dengan melakukan manipulasis
kredit, dengan surat peringatan yang berlaku dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan mulai tanggal 10 Mei 2012 sampai dengan 10 Juni 2012. Karyawan
berkomitmen untuk tidak akan melakukan lagi tersebut diatas dan akan
bekerja apa adanya.
Pada tanggal 21 Juli 2012 dengan Surat Pemberitahuan Nomor :
003/CAC/SP/HRD/SLTG/07/2012, Ponco Insan P. Adi selaku HRD
(Human Resource Development) Manager PT. Cahaya Agung Cemerlang
menyatakan bahwa karyawan yang bernama Saudara Kristiyanto telah
habis masa kontrak dan tidak diperpanjang lagi dengan alasan sebagai
berikut :
a) Masa kontrak berakhir;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
b) Melakukan manipulasi data kredit
c) Manipulasi pecah BP (Bon Penjualan) atau melakukan penjualan fiktif
Pada tanggal 23 Juli 2012, PSP SPN PT. Cahaya Agung Cemerlang
dengan surat nomor : 033/DPC SPN/VII/2012 untuk anggotanya Saudara
Kristiyanto dengan dilampirkan surat permohonan pencatatan perselisihan
hubungan industrial dan risalah bipartit untuk memfasilitasi dan meminta
bantuan penyelesaian melalui mediasi di Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga.
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga
untuk dapat membantu menyelesaikan perselisihan tersebut memanggil
para pihak yang berselisih untuk menghadiri sidang mediasi I. Sidang
mediasi I dilaksanakan pada hari Selasa, 31 Juli 2012 dengan nomor surat
560/723/73. Pada sidang mediasi I dihadiri oleh karyawan, DPC SPN,
HRD PT. Cahaya Agung Cemerlang, dengan mediator Bapak Marwoto,
Bapak Setyo Pamungkas, dan Bapak Yusup Wibisono.
Pelaksanaan sidang mediasi I belum menemui kata sepakat, oleh
karena sebab itu, maka mediator memanggil kembali para pihak yang
berselisih untuk hadir pada sidang mediasi II pada hari Kamis, 9 Agustus
2012 dengan nomor surat 560/723/109. Pelaksanaan sidang mediasi II
dilaksanakan dengan mediator Bapak Marwoto, Bapak Yusup Wibisono,
dan Bapak Setyo Pamungkas. Pada pelaksanaan sidang mediasi II kedua
belah pihak yang berselisih mencapai kesepakatan dengan hasil Perjanjian
Bersama (PB) sebagai berikut :
(1) Bahwa kedua belah pihak bersepakat untuk mengadakan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak tanggal 21 Juli 2012;
(2) Bahwa Pihak I bersedia memberikan uang pisah sebagai berikut :
a) Uang kebijaksanaan sebesar 6 (enam) kali upah sebulan yakni : 6
(enam) x Rp 1.115.000,- = Rp 6.690.000,-
Dalam hal ini mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga menuangkan dalam Perjanjian
Bersama (PB) berupa uang kebijaksanaan karena besarnya uang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
pesangon tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang berlaku dalam Pasal 156 ayat (2). Jadi
mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga mempergunakan uang kebijaksanaan bukan uang
pesangon. Jika besarnya uang pesangon sesuai undang-undang
ketenagakerjaan, maka mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga akan mencatumkan uang
pesangon. Menurut penulis seharusnya dalam penghitungan uang
kebijaksanaan dituliskan bahwa uang kebijaksanaan sebesar 6
(enam) kali upah sebulan yakni 7 (tujuh) x Rp 1.115.000,- = Rp
7.805.000,-
b) Uang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan sebesar :
1 (satu) x Rp 1.115.000,- = Rp 1.115.000,-
Seharusnya uang Tunjangan Hari Raya (THR)
mempergunakan 3 (tiga) bulan upah. Akantetapi pengusaha
dengan berpedoman kepada peraturan perusahaan PT. Cahaya
Agung Cemerlang yang menyatakan bahwa masa kerja 1 (satu)
tahun sampai berakhirnya masa kerja maka karyawan akan
memperoleh 1 (satu) bulan upah. Menurut penulis seharusnya
dalam penghitungan uang Tunjangan Hari Raya (THR)
Keagamaan dituliskan sebesar 3 (tiga) x Rp 1.115.000,- = Rp
3.345.000,-
Setelah ada koreksi penghitungan uang pisah dalam Perjanjian
Bersama (PB) antara PT. Cahaya Agung Cemerlang dan saudara
Kristiyanto yang dilakukan oleh penulis, seharusnya pihak I
memberikan uang pisah sebesar Rp 11.150.000,- (sebelas juta seratus
lima puluh ribu rupiah), melainkan bukan memberikan uang pisah
sebesar Rp 7.805.000,- (tujuh juta delapan ratus lima ribu rupiah)
seperti yang dituliskan pada Perjanjian Bersama (PB) yang sebenarnya
antara PT. Cahaya Agung Cemerlang dengan saudara Kristiyanto.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
(3) Bahwa Pihak I memberikan surat keterangan referensi bekerja kepada
Pihak II;
(4) Bahwa dengan telah dilaksanakannya kewajiban masing-masing pihak
tersebut di atas, maka permasalahan hubungan kerja kedua pihak telah
selesai dan masing-masing pihak tidak akan mengadakan tuntutan
dalam bentuk apapun di kemudian hari.
Dari hasil Perjanjian Bersama (PB) dalam kasus yang terjadi antara
PT. Cahaya Agung Cemerlang dan saudara Kristiyanto maka dapat
diambil kesimpulan bahwa dalam hal ini karyawan merasa dirugikan
karena adanya kesalahan dalam penghitungan uang pisah walaupun sudah
disepakati sebelumnya. Hal ini dikarenakan mediator kurang jeli dalam
meneliti dan mengesahkan peraturan perusahaan di PT. Cahaya Agung
Cemerlang.
Dari kasus antara PT. Cahaya Agung Cemerlang dengan saudara
Kristiyanto dapat diambil kesimpulan bahwa pihak perusahaan yang
diwakili oleh Bapak Ponco Insan P. Adi menyatakan bahwa setiap
permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di PT. Cahaya Agung
Cemerlang lebih memilih menggunakan mediasi dikarenakan beberapa
faktor antara lain sebagai berikut :
(a) Biaya yang dipergunakan dalam mediasi lebih murah;
(b) Keinginan untuk memperoleh penyelesaian secara win-win solution
(diantara kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan
Bapak Ponco Insan P. Adi pada hari Senin, 27 Agustus 2012 didapat
keterangan bahwa peran mediator di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Tranmsigrasi Kota Salatiga sangat membantu karena selain dapat
menyelesaikan permasalahan, pihak mediator juga lebih mengetahui
mengenai masalah tentang ketenagakerjaan dibandingkan dengan pekerja
maupun pengusaha sendiri. Selain itu menurut Bapak Ponco Insan P. Adi
mediator di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga
telah berhasil dalam menyelesaikan masalah, hal ini dapat dibuktikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dengan tercapainya Perjanjian Bersama (PB) diantara kedua belah pihak
yang berselisih (wawancara Bapak Ponco Insan P. Adi di PT. Cahaya
Agung Cemerlang. 27 Agustus 2012).
Sedangkan dari pihak pekerja PT. Cahaya Agung Cemerlang
terdapat pula SPN (Serikat Pekerja Nasional) yang diwakili oleh Bapak
Tega Jatmika selaku ketua SPN (Serikat Pekerja Nasional). Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Bapak Tega Jatmika
selaku ketua SPN (Serikat Pekerja Nasional) pada hari Senin, 27 Agustus
2012 didapat keterangan bahwa lebih memilih menggunakan mediasi
karena untuk mendapatkan kepastian dalam penyelesaian permasalahan
tersebut.
Menurut Bapak Tega Jatmika peranan mediator di Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga telah berhasil untuk
mewujudkan keadilan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa mediator
di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam
mengatasi masalah tersebut tidak merugikan kedua belah pihak dalam arti
obyektif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan tercapainya Perjanjian Bersama (PB) diantara kedua
belah pihak yang berselisih (wawancara Bapak Tega Jatmika di PT.
Cahaya Agung Cemerlang. 27 Agustus 2012).
2) Kasus antara PT. Hana Bank Cabang Salatiga melawan 3 karyawannya.
PT. Hana Bank Cabang Salatiga yang beralamat di Jalan Jenderal
Sudirman Salatiga, yang menyatakan adanya mutasi terhadap 3
karyawannya antara lain :
a) Saudari Asih Setyaningsih
Beralamat di Jalan Taman Pahlawan No. 36 Salatiga,
berdasarkan surat Direktur PT. Hana Bank terkait dengan instruksi
mutasi yang disampaikan melalui surat Nomor 24/1013/PERS
tertanggal 2 Juli 2012 dimutasi ke Cabang Pluit, Jakarta untuk
melaksanakan tugas sebagai Kepala Operational, akan dimutasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
selama 6 (enam) bulan yang terhitung sejak tanggal 9 Juli 2012.
Kebijaksanaan tentang mutasi tertuang dalam Peraturan Perusahaan
PT. Hana Bank Bab 2 Pasal 4 antara lain sebagai berikut :
(1) Penerimaan, penetapan, dan mutasi karyawan dilaksanakan sesuai
kebijaksanaan perusahaan dalam rangka mengoptimalkan
pemanfaatan tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas serta
demi pengembangan karier karyawan;
(2) Karyawan yang baru diterima bekerja di perusahaan akan
menjalani masa percobaan selama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
yang bersangkutan mulai bekerja di perusahaan, kecuali untuk
perjanjian khusus yang disepakati oleh kedua belah pihak;
(3) Masa kerja dihitung sejak yang bersangkutan menjalani masa
percobaan;
(4) Selama masa percobaan, pemberitahuan tentang berakhirnya
hubungan kerja dapat diberikan 7 (tujuh) hari sebelumnya baik
oleh perusahaan maupun karyawan yang bersangkutan. Sebelum
berakhirnya masa percobaan, karyawan akan diberi tahu secara
tertulis oleh perusahaan apakah ia diterima menjadi karyawan
tetap atau tidak;
(5) Karyawan wajib mengikuti perintah mutasi berdasarkan
kebutuhan perusahaan.
Dengan melihat kebijkan-kebijakan tentang mutasi diatas,
karyawan-karyawan yang akan dimutasi tersebut belum melaksanakan
perintah mutasi tersebut. Hal ini membuat pihak direktur
mengeluarkan surat teguran dengan nomor 24/1048A/PERS-ST,
tertanggal 11 Juli 2012 dengan memberikan toleransi selama 3 (tiga)
hari jika dianggap mangkir selama 5 (lima) hari atau dianggap
mengundurkan diri.
Pada tanggal 19 Juli 2012, pihak PT. Hana Bank mengeluarkan
surat panggilan pertama dengan nomor 24/1068/PERS untuk segera
melaksanakan tugas sebagai Kepala Operational di Cabang Pluit,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
selama 6 (enam) bulan Jakarta terhitung sejak tanggal 9 Juli 2012. Jika
Saudari Asih Setyaningsih tidak melaksanakan perintah mutasi
tersebut maka beliau dianggap mengundurkan diri. Selain itu, Saudari
Asih Setyaningsih juga membuat surat kepada HR Division Head PT.
Bank Hana yang ditujukan kepada u.p. Ibu Lina Halim tertanggal 23
Juli 2012 yang menyatakan pekerja masih keberatan untuk melakukan
mutasi dengan pertimbangan antara lain sebagai berikut :
(a) Bahwa selain fasilitas tunjangan yang akan diberikan dalam
rangka mutasi yaitu tunjangan perumahan dan ongkos pulang
pergi saat mutasi, mohon dapat diberikan juga penyesuaian biaya
hidup karena dengan melaksanakan mutasi maka ada 2 (dua)
dapur (biaya rumah tangga) yang harus kami tanggung yaitu
biaya hidup kami sehari-hari di tempat tinggal kami yang baru
dan biaya hidup anak-anak yang kami tinggalkan. Selain itu
sebagai Ibu yang harus meninggalkan anak-anaknya maka mohon
diberikan penggantian biaya untuk menengok keluarga (anak-
anak) minimal 2 (dua) kali dalam satu bulan;
(b) Jika alasan mutasi adalah untuk mensterilkan cabang setelah
terjadinya kasus Saudari Nieke mohon agar jangka waktu mutasi
dapat diperpendek menjadi 3 (tiga) bulan, dengan pertimbangan
dengn jangka waktu tersebut kami tidak terlalu lama
meninggalkan anak-anak yang saat ini masih membutuhkan
perhatian dari ibunya;
(c) Mohon agar perusahaan dapat memberikan kepastian bahwa kami
bisa kembali bekerja di Cabang Salatiga setelah berakhirnya
jangka waktu mutasi;
(d) Bahwa kami bersedia melaksanakan perintah mutasi per awal
September 2012;
(e) Agar perusahaan memberikan keputusan pencabutan atas status
“non-aktif” kami secara tertulis;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
(f) Dengan belum adanya kesepakatan/mufakat dari kedua belah
pihak (masih dalam proses negoisasi) maka kami tidak
sependapat jika kami dianggap mangkir, sehingga kami tidak bisa
didiskualifikasikan mengundurkan diri.
Pada tanggal 25 Juli 2012 PT. Hana Bank mengirimkan surat
panggilan kedua dengan nomor surat 24/1077/PERS karena karyawan
belum memenuhi panggilan mutasi, oleh karena itu pengusaha
meminta karyawan untuk hadir di PT. Hana Bank. Jika karyawan
tidak hadir, maka karyawan tersebut dianggap mangkir atau
mengundurkan diri. Pada tanggal 30 Juli 2012 karyawan mengirimkan
surat kepada PT. Hana Bank yang isinya antara lain sebagai berikut :
(i) Bahwa kami berterimakasih atas kepercayaan perusahaan dalam
mengamanatkan kepada kami dengan penugasan baru kami
sebagai Head Operation di KCP Pluit;
(ii) Bahwa sesuai Peraturan Perusahaan Pasal 4 butir 1 dan 5
menyebutkan perusahaan dapat memberikan tugas/perintah
kepada karyawan dan kami tidak dapat menghindari hal tersebut
sebagai bentuk loyalitas pada perintah atasa/perusahaan;
(iii) Bahwa konsekuensi dari pelaksanaan tugas dimaksut adalah kami
harus meninggalkan keluarga yang dalam hal ini tinggal dan
berkegiatan di lokasi yang jauh dari lokasi kerja kami semula di
Salatiga, Jawa Tengah. Untuk itu perkenankan kami mengajukan
pertanyaan sehubungan dengan penugasan kami di lokasi yang
baru sebagai berikut :
(a) Apakah ada kompetensi tertentu yang akan diberikan terkait
dengan penugasan baru kami tersebut? Hal ini kami
sampaikan mengingat bahwa kami harus mengeluarkan biaya
tambahan atas kebutuhan yang timbul terkait dengan
kepindahan tugas kami di tempat yang baru. Semoga
perusahaan juga telah mempertimbangkan bahwa kami selain
karyawan juga selaku ibu rumah tangga dimana anak-anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
kami masih sangat membutuhkan perhatian dan pelayanan
dari kami selaku orangtuanya;
(b) Dan jangka waktu mutasi yang tidak bersifat permanen
mohon agar kami mendapatkan informasi lokasi kerja kami
selanjutnya sebagai bahan pemikiran kami selanjutnya.
(iv) Dalam hal tidak ada informasi kebijaksanaan yang dapat kami
terima dari apa yang kami pertanyakan pada point 3 (tiga) di atas,
maka mohon perusahaan dapat memberikan solusi terbaik atas
hubungan kerja kami selanjutnya yang telah berkarya selama
lebih dari 7 (tujuh) tahun;
(v) Bahwa dalam hal persoalan mutasi kerja terkait diri kami tidak
ada solusi maka kami menganggap telah terjadi perselisihan
hubungan industrial dan dengan berat hati kami akan membawa
penyelesaiannya ke Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga untuk mendapatkan solusi terbaik
bagi semua pihak.
Melihat kronologi permasalahan diatas berikut upaya-upaya
yang dilakukan oleh mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan masalah tesebut,
pada tanggal 30 Juli 2012, Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga menerima surat dari Saudari Asih
Setyaningsih selaku karyawan PT. Hana Bank yang berisikan
permohonan pencatatan hubungan industrial dan risalah bipartit guna
meminta penyelesaian hubungan industrial yang terjadi pada
karyawan. Atas permohonan tersebut mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga yaitu Bapak
Marwoto, Bapak Yusuf Wibisono, dan Bapak Setyo Pamungkas
memanggil dengan surat nomor 560/711/109 tertanggal Selasa, 7
Agustus 2012 untuk dimintai keterangan dan diberikan penjelasan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Ketenagkerjaan yng berkaitan dengan permasalahan yang ada di PT.
Hana Bank Cabang Salatiga.
Mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan antara lain :
(a) Bahwa mutasi adalah hak perusahaan selama tidak mengurangi
hak-hak karyawan;
(b) Bahwa menolak mutasi adalah termasuk menolak perintah aturan
perusahaan termasuk kesalahan ringan;
(c) Bahwa pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja
berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi
dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua)
kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya
karena didiskualifikasikan mengundurkan diri sesuai yang diatur
dalam Pasal 168 Ayat (1);
(d) Bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri sesuai yang diatur
dalam Pasal 162 antara lain :
(i) Bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan
sendiri, memperoleh uang pengganti hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).mempunyai kewajiban untuk memberi uang
pisah kepada pekerja;
(ii) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan
sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan
pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4) diberikan uang pisah
yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
(iii) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus memenuhi syarat :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
(a) Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebalum tanggal
mulai pengunduran diri;
(b) Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
(c) Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai
pengunduran diri.
(iv) Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan pengunduran diri
atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Setelah menerima penjelasan dari mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, maka masing-
masing pihak akan mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.
Oleh sebab itu, mediator menunda sidang mediasi untuk memberi
kesempatan kedua belah pihak yang berselisih melakukan penyelesaian
secara bipartit atau musyawarah terlebih dahulu untuk mencari jalan
keluar untuk menyelesaikan permasalahan tanpa merugikan salah satu
pihak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketengakerjaan.
Pada tanggal 8 Agustus 2012 mediator Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, menerima Perjanjian
Bersama (PB) dari PT. Hana Bank yang isinya permasalahan sudah
dapat diselesaikan secara bipartit di tingkat perusahaan. Selesainya
masalah tidak luput dari andil mediator yang memberikan penjelasan,
saran, maupun solusi secara terperinci pasal demi pasal di dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan yang
berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di PT. Hana Bank dengan
karyawannya Saudari Asih Setyaningsih.
Hasil perundingan bipartit yang dilakukan atas penjelasan,
saran, dan solusi dari mediator dalam menyelesaiakan permasalahan
antara PT. Hana Bank dengan karyawannya Saudari Asih Setyaningsih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
yang menghasilkan Perjanjian Bersama (PB) antara kedua belah pihak
adalah sebagai berikut :
(1) Bahwa pihak PT. Hana Bank mengakhiri atau memutuskan
hubungan kerja dengan pihak kedua terhitung tanggal 7 Agustus
2012 sesuai dengan surat penguduran diri, tertanggal 7 Agustus
2012 dimana efektif berakhirnya hubungan kerja sejak tanggal
tersebut;
(2) Bahwa pihak pekerja menerima kompensasi atas PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja) tersebut berdasarkan Pasal 28 Peraturan
Perusahaan adalah sebagai berikut :
(a) 1 PMTK terdiri dari : 1 kali pesangon, 1 kali Uang
Penghargaan Masa Kerja, dan 1 kali Ganti Kerugian 15% yakni
sebesar Rp 66.205.040,- (enam puluh enam juta dua ratus lima
ribu empat puluh rupiah);
(b) Sisa hak cuti yang belum di ambil yakni sebesar Rp 5.107.937,-
(lima juta seratus tujuh ribu sembilan ratus tiga puluh tujuh
rupiah);
(c) Sisa jumlah kehadiran sampai dengan terjadinya PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja) yakni sebesar Rp 1.285.158,-
(satu juta dua ratus delapan puluh lima ribu seratus lima puluh
delapan rupiah);
(d) Total kompensasi yakni sebesar Rp 72.598.135,- (tujuh puluh
dua juta lima ratus sembilan puluh delapn ribu seratus tiga
puluh lima rupiah);
Perjanjian Bersama ini juga sebagai bukti pembayaran kompensasi
uang pisah yang dilakukan oleh Pihak PT. Hana Bank;
(3) Bahwa dengan ditandatangani kesepakatan yang dituangkan dalam
bentuk Perjanjian Bersama (PB) ini maka segala hak dan
kewajiban para pihak yang timbul dalam hubungan kerja akibat
pengakhiran atau pemutusan hubungan kerja dengan sendirinya
berakhir secara hukum terhitung sejak ditandatanganinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Perjanjian Bersama (PB) ini dan para pihak tidak akan melakukan
tuntutan dalam bentuk apapun juga di kemudian hari oleh karena
itu para pihak sepakat untuk mendaftarkan Perjanjian Bersama
(PB) ini ke Pengadilan Penyelesaian Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Kota Semarang
b) Saudari Nuning Winarni
Beralamat di Jalan Duku No. 20A RT 02/04 Tegalrejo
Salatiga, berdasarkan surat Direktur Hanna Bank terkait dengan
instruksi mutasi yang disampaikan melalui surat Nomor
24/1015/PERS tertanggal 2 Juli 2012 di mutasi ke Cabang Surabaya
untuk melaksanakan tugas sebagai Teller, akan dimutasi selama 6
(enam) bulan yang terhitung sejak tanggal 9 Juli 2012. Kebijaksanaan
tentang mutasi tertuang dalam Peraturan Perusahaan (PB) Bab 2 Pasal
4 antara lain sebagai berikut :
(1) Penerimaan, penetapan, dan mutasi karyawan dilaksanakan sesuai
kebijaksanaan perusahaan dalam rangka mengoptimalkan
pemanfaatan tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas serta
demi pengembangan karier karyawan;
(2) Karyawan yang baru diterima bekerja di perusahaan akan
menjalani masa percobaan selama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
yang bersangkutan mulai bekerja di perusahaan, kecuali untuk
perjanjian khusus yang disepakati oleh kedua belah pihak;
(3) Masa kerja dihitung sejak yang bersangkutan menjalani masa
percobaan;
(4) Selama masa percobaan, pemberitahuan tentang berakhirnya
hubungan kerja dapat diberikan 7 (tujuh) hari sebelumnya baik
oleh perusahaan maupun karyawan yang bersangkutan. Sebelum
berakhirnya masa percobaan, karyawan akan diberi tahu secara
tertulis oleh perusahaan apakah ia diterima menjadi karyawan
tetap atau tidak;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
(5) Karyawan wajib mengikuti perintah mutasi berdasarkan
kebutuhan perusahaan.
Dengan melihat kebijkan-kebijakan tentang mutasi diatas,
karyawan-karyawan yang akan dimutasi tersebut belum melaksanakan
perintah mutasi tersebut. Hal ini membuat pihak Direktur
mengeluarkan surat teguran dengan nomor 24/1048B/PERS-ST,
tertanggal 11 Juli 2012 dengan memberikan toleransi selama 3 (tiga)
hari jika dianggap mangkir selama 5 (lima) hari atau dianggap
mengundurkan diri.
Pada tanggal 19 Juli 2012, pihak PT. Hana Bank mengeluarkan
surat panggilan pertama dengan nomor 24/1069/PERS untuk segera
melaksanakan tugas sebagai Teller di Cabang Surabaya, selama 6
(enam) bulan terhitung sejak tanggal 9 Juli 2012. Jika Saudari Nuning
Winarni tidak melaksanakan perintah mutasi tersebut maka beliau
dianggap mengundurkan diri. Selain itu, Saudari Nuning Winarni juga
membuat surat kepada HR Divisionn Head PT. Bank Hana yang
ditujukan kepada u.p. Ibu Lina Halim tertanggal 23 Juli 2012 yang
menyatakan pekerja masih keberatan untuk melakukan mutasi dengan
pertimbangan antara lain sebagai berikut :
(a) Pertimbangan rotasi di cabang yang sama telah saya usulkan,
mengingat cabang Salatiga masih membutuhkan karyawan untuk
posisi tertentu (Accounting,CS), dimana pekerjaan tersebut
sampai saat ini masih dirangkap/dikerjakan oleh KAOPS (Kepala
Operasi) dengan menggunakan user karyawan lain;
(b) Dengan belum adanya kesepakatan atau mufakat dari kedua belah
pihak (masih dalam proses negoisasi) maka saya tidak sependapat
jika saya diaanggap mangkir, sehingga tidak bisa diartikan
sebagai pengunduran diri saya.
Pada tanggal 25 Juli 2012 PT. Hana Bank mengirimkan surat
panggilan kedua dengan nomor surat 24/1078/PERS karena karyawan
belum memenuhi panggilan mutasi, oleh karena itu pengusaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
meminta karyawan untuk hadir di PT. Hana Bank. Jika karyawan
tidak hadir, maka karyawan tersebut dianggap mangkir atau
mengundurkan diri. Pada tanggal 30 Juli 2012 karyawan mengirimkan
surat kepada PT. Hana Bank yang isinya antara lain sebagai berikut :
(i) Bahwa kami berterimakasih atas kepercayaan perusahaan dalam
mengamanatkan kepada kami dengan penugasan baru kami
sebagai Teller di Cabang Surabaya;
(ii) Bahwa sesuai Peraturan Perusahaan Pasal 4 butir 1 dan 5
menyebutkan perusahaan dapat memberikan tugas atau perintah
kepada karyawan dan kami tidak dapat menghindari hal tersebut
sebagai bentuk loyalitas pada perintah atasan atau perusahaan;
(iii) Bahwa konsekuensi dari pelaksanaan tugas dimaksud adalah kami
harus meninggalkan keluarga yang dalam hal ini tinggal dan
berkegiatan di lokasi yang jauh dari lokasi kerja kami semula di
Salatiga, Jawa Tengah. Untuk itu perkenankan kami mengajukan
pertanyaan sehubungan dengan penugasan kami di lokasi yang
baru sebagai berikut :
(a) Apakah ada kompetensi tertentu yang akan diberikan terkait
dengan penugasan baru kami tersebut? Hal ini kami
sampaikan mengingat bahwa kami harus mengeluarkan biaya
tambahan atas kebutuhan yang timbul terkait dengan
kepindahan tugas kami di tempat yang baru. Semoga
perusahaan juga telah mempertimbangkan bahwa kami selain
karyawan juga selaku ibu rumah tangga dimana anak-anak
kami masih sangat membutuhkan perhatian dan pelayanan
dari kami selaku orangtuanya;
(b) Dan jangka waktu mutasi yang tidak bersifat permanen
mohon agar kami mendapatkan informasi lokasi kerja kami
selanjutnya sebagai bahan pemikiran kami selanjutnya.
(iv) Dalam hal tidak ada informasi kebijaksanaan yang dapat kami
terima dari apa yang kami pertanyakan pada point 3 (tiga) di atas,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
maka mohon perusahaan dapat memberikan solusi terbaik atas
hubungan kerja kami selanjutnya yang telah berkarya selama
lebih dari 14 (empat belas) tahun;
(v) Bahwa dalam hal persoalan mutasi kerja terkait diri kami tidak
ada solusi maka kami menganggap telah terjadi perselisihan
hubungan industrial dan dengan berat hati kami akan membawa
penyelesaiannya ke Dinas Tenaga Kerja Kota Salatiga untuk
mendapatkan solusi terbaik bagi semua pihak.
Melihat kronologi permasalahan diatas berikut upaya-upaya
yang dilakukan oleh mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan masalah tesebut,
Pada tanggal 30 Juli 2012, Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga menerima surat dari Saudari Nuning
Winarni selaku karyawan PT. Hana Bank yang berisikan permohonan
pencatatan hubungan industrial dan risalah bipartit guna meminta
penyelesaian hubungan industrial yang terjadi pada karyawan. Atas
permohonan tersebut mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga yaitu Bapak Marwoto, Bapak Wibisono,
dan Bapak Setyo Pamungkas memanggil dengan surat nomor
560/711/109 tertanggal Selasa, 7 Agustus 2012 untuk dimintai
keterangan dan diberikan penjelasan sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagkerjaan yng berkaitan dengan
permasalahan yang ada di PT. Hana Bank Cabang Salatiga.
Mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan antara lain :
(a) Bahwa mutasi adalah hak perusahaan selama tidak mengurangi
hak-hak karyawan;
(b) Bahwa menolak mutasi adalah termasuk menolak perintah aturan
perusahaan termasuk kesalahan ringan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
(c) Bahwa pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja
berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi
dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua)
kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya
karena didiskualifikasikan mengundurkan diri sesuai yang diatur
dalam Pasal 168 Ayat (1);
(d) Bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri sesuai yang diatur
dalam Pasal 162 antara lain :
(i) Bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan
sendiri, memperoleh uang pengganti hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).mempunyai kewajiban untuk memberi
uang pisah kepada pekerja;
(ii) Bagi pekerja atau buruh yang mengundurkan diri atas
kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili
kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4)
diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama;
(iii) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat :
(a) Mengajukan permohonan pengunduran diri secara
tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebalum
tanggal mulai pengunduran diri;
(b) Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
(c) Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai
pengunduran diri.
(iv) Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan pengunduran diri
atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Setelah menerima penjelasan dari mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, maka masing-
masing pihak akan mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.
Oleh sebab itu, mediator menunda sidang mediasi untuk memberi
kesempatan kedua belah pihak yang berselisih melakukan penyelesaian
secara bipartit atau musyawarah terlebih dahulu untuk mencari jalan
keluar untuk menyelesaikan permasalahan tanpa merugikan salah satu
pihak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketengakerjaan.
Pada tanggal 8 Agustus 2012 mediator Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, menerima Perjanjian
Bersama (PB) dari PT. Hana Bank yang isinya permasalahan sudah
dapat diselesaikan secara bipartit di tingkat perusahaan. Selesainya
masalah tidak luput dari andil mediator yang memberikan penjelasan,
saran, maupun solusi secara terperinci pasal demi pasal di dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan yang
berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di PT. Hana Bank dengan
karyawannya Saudari Nuning Winarni.
Hasil perundingan bipartit yang dilakukan atas penjelasan,
saran, dan solusi dari mediator dalam menyelesaikan permasalahan
antara PT. Hana Bank dengan karyawannya Saudari Nuning Winarni
yang menghasilkan Perjanjian Bersama (PB) antara kedua belah pihak
adalah sebagai berikut :
(1) Bahwa Pihak PT. Hana Bank mengakhiri atau memutuskan
hubungan kerja dengan pihak kedua terhitung tanggal 7 Agustus
2012 sesuai surat pengunduran diri, tertanggal 7 Agustus 2012
dimana efektif berakhirnya hubungan kerja sejak tanggal tersebut;
(2) Bahwa Pihak Pekerja menerima kompensasi atas Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) tersebut berdasarkan Pasal 28 Peraturan
Perusahaan adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
(a) 1 PMTK terdiri dari : 1 kali pesangon, 1 kali Uang
Penghargaan Masa Kerja, dan 1 kali Ganti Kerugian 15%
yakni sebesar Rp 41.860.000,- (empat puluh satu juta delapan
ratus enam puluh ribu rupiah);
(b) Sisa hak cuti yang belum di ambil yakni sebesar Rp
2.424.632,- (dua juta empat ratus dua puluh empat ribu enam
ratus tiga puluh dua rupiah);
(c) Sisa jumlah kehadiran sampai dengan efektif PHK yakni
sebesar Rp 628.211,- (enam ratus dua puluh delapan ribu dua
ratus sebelas rupiah);
(d) Total kompensasi yakni sebesar Rp 44.968.843,- (empat
puluh empat juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu
delapan ratus empat puluh tiga rupiah);
Perjanjian Bersama (PB) ini juga sebagai bukti pembayaran
Kompensasi Uang Pisah yang dilakukan oleh Pihak PT. Hana
Bank;
(3) Bahwa dengan ditandatangani kesepakatan yang dituangkan
dalam bentuk Perjanjian Bersama (PB) ini maka segala hak dan
kewajiban para pihak yang timbul dalam hubungan kerja akibat
pengakhiran atau pemutusan hubungan kerja dengan sendirinya
berakhir secara hukum terhitung sejak ditandatanganinya
Perjanjian Bersama (PB) ini dan para pihak tidak akan melakukan
tuntutan dalam bentuk apapun juga di kemjudian hari oleh karena
itu para pihak sepakat untuk mendaftarkan Perjanjian Bersama
(PB) ini ke Pengadilan Penyelesaian Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Kota Semarang.
c) Elisabeth Sundari Pujiastuti
Beralamat di Perum Sekar Langit Asri Nomor 4 Salatiga,
berdasarkan surat Direktur Hanna Bank terkait dengan instruksi
mutasi yang disampaikan melalui surat Nomor 24/1014/PERS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
tertanggal 2 Juli 2012 di mutasi ke Cabang Bandung untuk
melaksanakan tugas sebagai Customer Service, akan dimutasi selama
6 bulan yang terhitung sejak tanggal 9 Juli 2012. Kebijaksanaan
tentang mutasi tertuang dalam Peraturan Perusahaan Bab 2 Pasal 4
antara lain sebagai berikut :
(1) Penerimaan, penetapan, dan mutasi karyawan dilaksanakan sesuai
kebijaksanaan perusahaan dalam rangka mengoptimalkan
pemanfaatan tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas serta
demi pengembangan karier karyawan;
(2) Karyawan yang baru diterima bekerja di perusahaan akan
menjalani masa percobaan selama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
yang bersangkutan mulai bekerja di perusahaan, kecuali untuk
perjanjian khusus yang disepakati oleh kedua belah pihak;
(3) Masa kerja dihitung sejak yang bersangkutan menjalani masa
percobaan;
(4) Selama masa percobaan, pemberitahuan tentang berakhirnya
hubungan kerja dapat diberikan 7 (tujuh) hari sebelumnya baik
oleh perusahaan maupun karyawan yang bersangkutan. Sebelum
berakhirnya masa percobaan, karyawan akan diberi tahu secara
tertulis oleh perusahaan apakah ia diterima menjadi karyawan
tetap atau tidak;
(5) Karyawan wajib mengikuti perintah mutasi berdasarkan
kebutuhan perusahaan.
Dengan melihat kebijkan-kebijakan tentang mutasi diatas,
karyawan-karyawan yang akan dimutasi tersebut belum melaksanakan
perintah mutasi tersebut. Hal ini membuat pihak Direktur
mengeluarkan surat teguran dengan nomor 24/1048C/PERS-ST,
tertanggal 11 Juli 2012 dengan memberikan toleransi selama 3 hari
jika dianggap mangkir selama 5 hari atau dianggap mengundurkan
diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Pada tanggal 19 Juli 2012, pihak PT. Hana Bank mengeluarkan
surat panggilan pertama dengan nomor 24/1070/PERS untuk segera
melaksanakan tugas sebagai Customer Service di Cabang Bandung,
selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal 9 Juli 2012. Jika
Saudari Elisabeth Sundari Pujiastuti tidak melaksanakan perintah
mutasi tersebut maka beliau dianggap mengundurkan diri. Selain itu,
Saudari Elisabeth Sundari Pujiastuti juga membuat surat kepada HR
Divisionn Head PT. Bank Hana yang ditujukan kepada u.p. Ibu Lina
Halim tertanggal 23 Juli 2012 yang menyatakan pekerja masih
keberatan untuk melakukan mutasi dengan pertimbangan antara lain
sebagai berikut :
(a) Bahwa selain fasilitas tunjangan yang akan diberikan dalam
rangka mutasi yaitu tunjangan perumahan dan ongkos pulang
pergi saat mutasi, mohon dapat diberikan juga penyesuaian biaya
hidup karena dengan melaksanakan mutasi maka ada 2 (dua)
dapur (biaya rumah tangga) yang harus kami tanggung yaitu
biaya hidup kami sehari-hari di tempat tinggal kami yang baru
dan biaya hidup anak-anak yang kami tinggalkan. Selain itu
sebagai Ibu yang harus meninggalkan anak-anaknya maka mohon
diberikan penggantian biaya untuk menengok keluarga (anak-
anak) minimal 2 kali dalam satu bulan;
(b) Jika alasan mutasi adalah untuk mensterilkan cabang setelah
terjadinya kasus Saudari Nieke mohon agar jangka waktu mutasi
dapat diperpendek menjadi 3 (tiga) bulan, dengan pertimbangan
dengn jangka waktu tersebut kami tidak terlalu lama
meninggalkan anak-anak yang saat ini masih membutuhkan
perhatian dari Ibunya;
(c) Mohon agar perusahaan dapat memberikan kepastian bahwa kami
bisa kembali bekerja di Cabang Salatiga setelah berkahirnya
jangka waktu mutasi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
(d) Bahwa kami bersedia melaksanakan perintah mutasi per awal
September 2012;
(e) Agar perusahaan memberikan keputusan pencabutan atas status
“non-aktif” kami secara tertulis;
(f) Dengan belum adanya kesepakatan/mufakat dari kedua belah
pihak (masih dalam proses negoisasi) maka kami tidak
sependapat jika kami dianggap mangkir, sehingga kami tidak bisa
didiskualifikasikan mengundurkan diri.
Pada tanggal 25 Juli 2012 PT. Hana Bank mengirimkan surat
panggilan kedua dengan nomor surat 24/1079/PERS karena karyawan
belum memenuhi panggilan mutasi, oleh karena itu pengusaha
meminta karyawan untuk hadir di PT. Hana Bank. Jika karyawan
tidak hadir, maka karyawan tersebut dianggap mangkir atau
mengundurkan diri. Pada tanggal 30 Juli 2012 karyawan mengirimkan
surat kepada PT. Hana Bank yang isinya antara lain sebagai berikut :
(i) Bahwa kami berterimakasih atas kepercayaan perusahaan dalam
mengamanatkan kepada kami dengan penugasan baru kami
sebagai Customer Service di Cabang Bandung;
(ii) Bahwa sesuai Peraturan Perusahaan Pasal 4 butir 1 dan 5
menyebutkan perusahaan dapat memberikan tugas/perintah
kepada karyawan dan kami tidak dapat menghindari hal tersebut
sebagai bentuk loyalitas pada perintah atasan/perusahaan;
(iii) Bahwa konsekuensi dari pelaksanaan tugas dimaksud adalah kami
harus meninggalkan keluarga yang dalam hal ini tinggal dan
berkegiatan di lokasi yang jauh dari lokasi kerja kami semula di
Salatiga, Jawa Tengah. Untuk itu perkenankan kami mengajukan
pertanyaan sehubungan dengan penugasan kami di lokasi yang
baru sebagai berikut :
(a) Apakah ada kompetensi tertentu yang akan diberikan terkait
dengan penugasan baru kami tersebut? Hal ini kami
sampaikan mengingat bahwa kami harus mengeluarkan biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
tambahan atas kebutuhan yang timbul terkait dengan
kepindahan tugas kami di tempat yang baru. Semoga
perusahaan juga telah mempertimbangkan bahwa kami selain
karyawan juga selaku ibu rumah tangga dimana anak-anak
kami masih sangat membutuhkan perhatian dan pelayanan
dari kami selaku orangtuanya;
(b) Dan jangka waktu mutasi yang tidak bersifat permanen
mohon agar kami mendapatkan informasi lokasi kerja kami
selanjutnya sebagai bahan pemikiran kami selanjutnya.
(iv) Dalam hal tidak ada informasi kebijaksanaan yang dapat kami
terima dari apa yang kami pertanyakan pada point 3 (tiga) di atas,
maka mohon perusahaan dapat memberikan solusi terbaik atas
hubungan kerja kami selanjutnya yang telah berkarya selama
lebih dari 16 (enam belas) tahun;
(v) Bahwa dalam hal persoalan mutasi kerja terkait diri kami tidak
ada solusi maka kami menganggap telah terjadi perselisihan
hubungan industrial dan dengan berat hati kami akan membawa
penyelesaiannya ke Dinas Tenaga Kerja Kota Salatiga untuk
mendapatkan solusi terbaik bagi semua pihak.
Melihat kronologi permasalahan diatas berikut upaya-upaya
yang dilakukan oleh mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan masalah tesebut,
Pada tanggal 30 Juli 2012, Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga menerima surat dari Saudari Elisabeth
Sundari Pujiastuti selaku karyawan PT. Hana Bank yang berisikan
permohonan pencatatan hubungan industrial dan risalah bipartit guna
meminta penyelesaian hubungan industrial yang terjadi pada
karyawan. Atas permohonan tersebut mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga yaitu Bapak
Marwoto, Bapak Yusup Wibisono, dan Bapak Setyo Pamungkas
memanggil dengan surat nomor 560/711/109 tertanggal Selasa, 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Agustus 2012 untuk dimintai keterangan dan diberikan penjelasan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang
Ketenagkerjaan yng berkaitan dengan permasalahan yang ada di PT.
Hana Bank Cabang Salatiga.
Mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan antara lain :
(a) Bahwa mutasi adalah hak perusahaan selama tidak mengurangi
hak-hak karyawan;
(b) Bahwa menolak mutasi adalah termasuk menolak perintah aturan
perusahaan termasuk kesalahan ringan;
(c) Bahwa pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja
berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi
dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua)
kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya
karena didiskualifikasikan mengundurkan diri sesuai yang diatur
dalam Pasal 168 Ayat (1);
(d) Bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri sesuai yang diatur
dalam Pasal 162 antara lain :
(i) Bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan
sendiri, memperoleh uang pengganti hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).mempunyai kewajiban untuk memberi
uang pisah kepada pekerja;
(ii) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan
sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan
pengusaha secara langsung, selain menerima uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4)
diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
(iii) Pekerja atau buruh yang mengundurkan diri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat :
(a) Mengajukan permohonan pengunduran diri secara
tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebalum
tanggal mulai pengunduran diri;
(b) Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
(c) Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai
pengunduran diri.
(iv) Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan pengunduran diri
atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Setelah menerima penjelasan dari mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, maka masing-
masing pihak akan mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.
Oleh sebab itu, mediator menunda sidang mediasi untuk memberi
kesempatan kedua belah pihak yang berselisih melakukan penyelesaian
secara bipartit atau musyawarah terlebih dahulu untuk mencari jalan
keluar untuk menyelesaikan permasalahan tanpa merugikan salah satu
pihak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketengakerjaan.
Pada tanggal 8 Agustus 2012 mediator Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, menerima Perjanjian
Bersama (PB) dari PT. Hana Bank yang isinya permasalahan sudah
dapat diselesaikan secara bipartit di tingkat perusahaan. Selesainya
masalah tidak luput dari andil mediator yang memberikan penjelasan,
saran, maupun solusi secara terperinci pasal demi pasal di dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan yang
berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di PT. Hana Bank dengan
karyawannya Saudari Elisabeth Sundari Pujiastuti.
Hasil Perundingan Bipartit yang dilakukan atas penjelasan,
saran, dan solusi dari mediator dalam menyelesaikan permasalahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
antara PT. Hana Bank dengan karyawannya Saudari Elisabeth Sundari
Pujiastuti yang menghasilkan Perjanjian Bersama (PB) antara kedua
belah pihak adalah sebagai berikut :
(1) Bahwa Pihak PT. Hana Bank mengakhiri atau memutuskan
hubungan kerja dengan pihak kedua terhitung tanggal 7 Agustus
2012 sesuai surat pengunduran diri, tertanggal 7 Agustus 2012
dimana efektif berakhirnya hubungan kerja sejak tanggal tersebut;
(2) Bahwa Pihak Pekerja menerima kompensasi atas Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) tersebut berdasarkan Pasal 28 Peraturan
Perusahaan adalah sebagai berikut:
(a) 1 PMTK terdiri dari : 1 kali pesangon, 1 kali Uang
Penghargaan Masa Kerja, dan 1 kali Ganti Kerugian 15%
yakni sebesar Rp 51.750.000,- (lima puluh satu juta tujuh
ratus lima puluh ribu rupiah);
(b) Sisa hak cuti yang belum di ambil yakni sebesar Rp
1.443.895,- (satu juta empat ratus empat puluh tiga ribu
delapan ratus sembilan puluh lima rupiah);
(c) Sisa jumlah kehadiran sampai dengan efektif PHK yakni
sebesar Rp 789.474,- (tujuh ratus delapan puluh sembilan
ribu empat ratus tujuh puluh empat rupiah);
(d) Total kompensasi yakni sebesar Rp 53.983.369,- (lima puluh
tiga juta sembilan ratus delapan puluh tiga ribu tiga ratus
enam puluh sembilan rupiah);
Perjanjian Bersama (PB) ini juga sebagai bukti pembayaran
Kompensasi Uang Pisah yang dilakukan oleh Pihak PT. Hana
Bank;
(3) Bahwa dengan ditandatangani kesepakatan yang dituangkan
dalam bentuk Perjanjian Bersama (PB) ini maka segala hak dan
kewajiban para pihak yang timbul dalam hubungan kerja akibat
pengakhiran atau pemutusan hubungan kerja dengan sendirinya
berakhir secara hukum terhitung sejak ditandatanganinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Perjanjian Bersama (PB) ini dan para pihak tidak akan melakukan
tuntutan dalam bentuk apapun juga di kemjudian hari oleh karena
itu para pihak sepakat untuk mendaftarkan Perjanjian Bersama
(PB) ini ke Pengadilan Penyelesaian Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Kota Semarang.
Dari kasus diatas antara PT. Hana Bank dengan 3 (tiga) orang
karyawannya yaitu Saudari Asih Setyaningsih, Saudari Nuning Winarni,
dan Saudari Elisabeth Sundari Pujiastuti, bahwa berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Gerhan selaku Kepala Personalia PT. Hana
Bank Cabang Salatiga pada hari Senin, 3 Agustus 2012 didapat keterangan
bahwa pihak PT. Hana Bank memilih penyelesaian perselisihan secara
mediasi. Hal tersebut dikarenakan menurut PT. Hana Bank mediasi adalah
jalan tepat untuk menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan yang
terjadi antara PT. Hana Bank dengan 3 (tiga) karyawannya.
Menurut Bapak Gerhan selaku Kepala Personalia PT. Hana Bank
Cabang Salatiga keuntungan memilih mediasi sendiri adalah selain tidak
dipungut biaya, mediator juga memberikan pengetahuan mengenai
pengarahan, bimbingan, agar dapat diselesaikan secara bipartit dengan cara
memberikan gambaran penyelesaian terbaik. Sehingga apa yang menjadi
kewajiban dan hak pengusaha sesuai yang diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang pada mulanya
pengusaha tidak mengetahui tentang menjadi mengetahui. Hal tersebut
dengan harapan apa yang kedepannya yang belum dilaksanakan oleh
pengusaha agar dilaksanakan apa yang menjadi kewajiban pengusaha
(wawancara Bapak Gerhan di PT. Hana Bank Cabang Salatiga. 29 Agustus
2012).
Di lain pihak dikarenakan tidak adanya SPN (Serikat Pekerja
Nasional) di PT. Hana Bank, maka penulis akan mewawancarai salah satu
pihak karyawan yaitu Saudari Nuning Winarni. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan penulis dengan Saudari Nuning Winarni
didapat keterangan bahwa pihak karyawan yang dimutasi diwakili oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Saudari Nuning Winarni lebih memlih jalur penyelesaian secara mediasi
dikarenakan dari pihak karyawan sendiri merasa tidak mengetahui tentang
hak dan kewajiban karyawan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Dengan adanya hal tersebut di atas daripada mengakibatkan
karyawan salah langkah, maka menurut pihak karyawan yang dimutasi
yang diwakili oleh Saudari Nuning Winarni lebih tepat diselesaiakan
secara mediasi di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga. Hal tersebut menurut Saudari Nuning Winarni dikarenakan
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga yang lebih
mengetahui secara pasti mengetahui menganai Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, menurut Saudari Nuning
Winarni, pihak karyawan percaya bahwa Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga akan memberikan psenyelesaian terbaik
dan tidak merugikan salah satu pihak yang berselisih (wawancara Saudari
Nuning Winarni di Jalan Duku 20A, RT 02/04 Tegalrejo, Salatiga. 29
Agustus 2012).
B. Hambatan Bagi Mediator Pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga Dalam Menyelesaikan Masalah Pemutusan
Hubungan Kerja Di Kota Salatiga
Mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga seringkali menemui hambatan-hambatan dalam menyelesaikan
masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hambatan mediator pada Dinas
Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga terdiri atas hambatan
internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal mediator pada Dinas
Sosial Ketenagakerjaan dan Tranmsigrasi Kota Salatiga berasal dari :
1. Hambatan yang dialami diri mediator sendiri dalam penyelesaian
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) antara lain sebagai berikut :
a. Bahwa Kota Salatiga merupakan sebuah kota kecil yang sedang dalam
taraf berkembang. Jika dilihat dari segi perusahaan di Kota Salatiga,
belum begitu banyak perusahaan-perusahaan yang mengenal dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
mengetahui tentang masalah ketenagakerjaan seperti yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, khususnya tentang
prosedur penyelesaian perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) (wawancara dengan Bapak Setyo Pamungkas selaku mediator
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga. 24
September 2012);
b. Masih minimnya pengetahuan dari pihak pekerja yang terkena imbas
adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sehingga mediator perlu
memberikan pengarahan kepada pekerja untuk dapat menyatakan
tuntutan atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dialaminya
(wawancara dengan Bapak Setyo Pamungkas selaku mediator Dinas
Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga. 24 September
2012);
c. Kurangnya sarana prasarana di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga dalam pelaksanaan mediasi, misalnya
diantaranya ruang sidang yang kurang begitu nyaman untuk
pelaksanaan mediasi. Hal ini dikarenakan di Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga tidak memiliki
kantor atau ruangan yang dipergunakan khusus untuk mediasi
(wawancara dengan Bapak Setyo Pamungkas selaku mediator Dinas
Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga. 24 September
2012);
d. Belum terbentuknya peraturan perusahaan dan perjanjian kerja yang
memadai atau yang berlaku di perusahaan yang bersangkutan.
Sehingga mengakibatkan mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga perlu lebih teliti dalam memberikan
pertimbangan hukum. Hal ini dikarenakan perusahaan kurang
menyadari pentingnya kedua produk hukum tersebut (wawancara
dengan Bapak Setyo Pamungkas selaku mediator Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga. 24 September
2012);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
e. Waktu yang terbatas maksimal 30 (tiga puluh) hari, sehingga mediator
di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga perlu
untuk mendorong penyelesaian secara mediasi, dengan melakukan
komunikasi secara langsung (wawancara dengan Bapak Setyo
Pamungkas selaku mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga. 24 September 2012).
2. Hambatan bagi perusahaan dan pekerja dalam penyelesaian Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK)
Perusahaan dan pekerja memiliki beberapa hambatan-hambatan
dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hambatan-hambatan
tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Banyaknya pekerja yang mempunyai tingkat pendidikan yang masih
rendah. Hal ini dikarenakan perusahaan turun temurun, sehingga
pekerja tidak mampu untuk memahami tentang Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (wawancara dengan
Bapak Gerhan. 24 September 2012);
b. Kurangnya pengetahuan dari pihak pekerja dalam menghadapi
masalah tentang ketenagakerjan yang terjadi sekarang ini. Hal tersebut
membuat pekerja salah langkah dalam mengambil keputusan
penyelesaian perselisihan tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
yang terjadi di Kota Salatiga (wawancara dengan Saudari Nuning
Winarni. 24 September 2012);
c. Tidak adanya pembinaan yang dilakukan oleh mediator hubungan
industrial di Kota Salatiga mengenai tata cara penyelesaian
perselisihan, perjanjian bersama, peraturan perusahaan, pengupahan
pekerja, dan hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. Hal ini
dikarenakan kurangnya tenaga mediator di Kota Salatiga (wawancara
dengan Bapak Gerhan. 24 September 2012);
d. Adanya batas waktu dalam menyelesaikan permasalahan tentang
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diatur dalam Undang-
Undang Ketenagakerjaan membuat pekerja terbatas dalam melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
komunikasi serta konsultasi dengan pihak mediator hubungan
industrial di Kota Salatiga. Hal tersebut dikarenakan jarak dari
perusahaan ke kantor Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga yang terkesan jauh (wawancara dengan Saudari Nuning
Winarni. 24 September 2012);
e. Belum dibentuknya peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama
yang mengatur tentang hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha di
perusahaan tersebut. Sehingga hal ini mengakibatkan pekerja belum
memahami apa yang menjadi hak-haknya dalam menjalan pekerjaan
(wawancara dengan Saudara Kristiyanto. 24 September 2012).
Selain hambatan internal diatas, mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga juga mempunyai hambatan
eksternal dalam menyelesaikan masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Hambatan eksternal mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga antara lain terdiri dari :
1. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang menjadi hambatan
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam
penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) antara lain :
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan :
1) Alasan terjadinya Pemutusan Hubungan kerja (PHK) menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 antara lain sebagai
berikut :
a) Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat sesuai dengan yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Pasal 158;
b) Pekerja/buruh diduga melakukan tindak pidana sesuai yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Pasal 160;
c) Pekerja atau buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
perjanjian kerja bersama sesuai yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 161;
d) Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri
sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Pasal 162;
e) Pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
dikarenakan perubahan status, penggabungan, peleburan, atau
perubahan kepemilikan perusahaan sesuai yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 163;
f) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
disebabkan likuidasi sesuai yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 164 ayat (1);
g) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
dikarenakan adanya efisiensi sesuai yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 164 ayat (3);
h) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh dikarenakan perusahaan pailit sesuai
yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Pasal 165;
i) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh dikarenakan telah memasuki usia
pensiun sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 167;
j) Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau
lebih berturut-turut sesuai yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 168.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan
Bapak Setyo Pamungkas selaku mediator Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga didapat
keterangan bahwa dengan adanya alasan-alasan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) tersebut, mediator Dinas Sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga seringkali
mengalami hambatan-hambatan antara lain sebagai berikut :
(1) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikarenakan pekerja
mengundurkan diri maka pekerja berhak atas uang pisah yang
besarnya diatur didalam peraturan perusahaan. Namun, pada
kenyataannya banyak peraturan perusahaan yang tidak
mencantumkan nominal besarnya uang pisah tersebut. Hal ini
menjadi salah satu hambatan bagi mediator Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam
menentukan besarnya nominal uang pisah yang tidak diatur
dalam peraturan perusahaan. Oleh karena itu, mediator
menyerahkan kembali mengenai penentuan besarnya nominal
uang pisah kepada kedua belah pihak untuk membuat
kesepakatan bersama (wawancara dengan Bapak Setyo
Pamungkas selaku mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga, 24 September 2012);
(2) Ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pihak
perusahaan seringkali mewakilkan Kepada Personalia melalui
ataupun dengan tidak melalui surat kuasa sehingga mediator
tidak dapat mengambil keputusan dengan cepat mengingat
batas waktu hanya 30 (tiga puluh) hari kerja. Hal tersebut
menjadi salah satu hambatan yang menjadi alasan sulitnya
mediator dalam menyelesaikan masalah pemutusan hubungan
kerja (wawancara dengan Bapak Setyo Pamungkas selaku
mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga, 24 September 2012).
2) Kompensasi pembayaran terhadap pekerja/buruh yang terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
a) Besarnya Kompensasi Pembayaran :
Pengaturan mengenai besarnyakompensasi Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) menjadi hambatan bagi mediator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya kebanyakan
bagi karyawan atau pekerja yang mendapatkan upah diatas
UMK (Upah Minimum Kerja), namun setelah terjadi
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terkadang pengusaha
dalam perhitungan pesangon tetap menggunakan UMK
(Upah Minimum Kerja), melainkan bukan menggunakan gaji
yang seharusnya diterima karyawan atau pekerja. Hal
tersebut menjadi hambatan mediator karena tidak adanya slip
gaji yang seharusnya diterima karyawan atau pekerja dengan
memisahkan jumlah dari gaji pokok dan tunjangan tetap. Ada
dan tidak adanya slip gaji tersebut menjadi hambatan bagi
mediator dalam perhitungan pesangon yang seharusnya
diterima karyawan atau pekerja (wawancara dengan Bapak
Setyo Pamungkas selaku mediator Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, 24
September 2012).
b) Cara Pembayaran
Aturan mengenai cara pembayaran tidak diatur secara
khusus dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan. Hal itu menjadi hambatan bagi
mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga dalam menetukan secara pasti mengenai cara
pembayaran terhadap pekerja atau buruh yang terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dengan adanya hal
tersebut, maka dalam proses penyelesaian perkara hubungan
industrial secara mediasi di Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga jika terjadi kesepakatan
antara pengusaha dengan pekerja atau buruh dalam hal
pesangon, maka mediator menyarankan cara pembayarannya
bisa dibayarkan secara langsung, ataupun bisa diangsur. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
tersebut dilakukan selama ada kesepakatan antara pihak
perusahaan dan pihak pekerja atau buruh yang bersangkutan
(wawancara dengan Bapak Setyo Pamungkas selaku mediator
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga, 24 September 2012).
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial.
1) Tenggang Waktu Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima
tanggal pelimpahan penyelesaian perselisihan sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
Hal tersebut menjadi hambatan bagi mediator Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam
menyelesaikan kasus dikarenakan keterbatasan waktu yang hanya
30 (tiga puluh) hari kerja (wawancara dengan Bapak Setyo
Pamungkas selaku mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga, 24 September 2012);
2) Anggaran Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Jika yang dimaksud adalah anggaran dalam penanganan
kasus, di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga tidak ada anggaran penanganan kasus tersebut. Hal ini
menjadi hambatan bagi mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga karena dengan tidak tersedianya
anggaran. Namun jika yang dimaksud adalah tunjangan mediator
yang masuk ke dalam gaji maka disebut dengan tunjangan jabatan
fungsional mediator (wawancara dengan Bapak Setyo Pamungkas
selaku mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga, 24 September 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
2. Keterlibatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Dalam Penyelesaian
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Kurangnya pengetahuan pekerja tentang Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan kurangnya pembinaan
mengenai tata cara penyelesaian tentang permasalahan ketenagakerjaan.
Sehingga hal ini membuat pekerja mengambil jalan pintas dengan
menerima Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menimpa pekerja
tersebut tanpa menuntut hak-haknya ataupun meminta bantuan ke
Lembaga Bangtuan Hukum (LBH) yang terkadang tanpa disadari pekerja
harus mengeluarkan biaya dalam penyelesaian permasalahan yang
menimpanya. Oleh karena itu mediator menyayangkan keputusan
diambil pekerja yang lebih memilih menggunakan jasa Lembaga Bantuan
hukum (LBH) dibandingkan dengan memilih mediator. Hal tersebut
dikarenakan jika mempergunakan jasa Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
pekerja harus mengeluarkan biaya lebih, lain halnya jika mempergunakan
jasa mediator pekerja tidak dipungut biaya. Namun pada kenyataannya
hampir setiap kasus yang masuk ke Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga yang dimana perusahaan yang tidak terdapat
serikat pekerjanya, maka pekerja meminta Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) lain jika kasus yang dialaminya tidak dapat selesai di tingkat
mediasi (wawancara dengan Bapak Setyo Pamungkas selaku mediator
Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga. 24
September 2012);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis,
selanjutnya penulis mengambil simpulan sebagai berikut :
1. Upaya yang dilakukan oleh mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan masalah Pemutusan
Hubungan Kerja di Kota Salatiga meliputi 3 (tiga) tahap antara lain :
a. Tahap Pra Perundingan
Mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga memberikan informasi mengenai prosedur penyelesaian
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan menganjurkan kepada para
pihak yang berselisih untuk dapat melakukan upaya penyelesaian
bipartit terlebih dahulu. Apabila perundingan bipartit gagal, maka pihak
yang bersengketa diminta untuk menulis form permohonan pencatatan
perselisihan hubungan industrial.
b. Tahap Perundingan Mediasi
Mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga mendengarkan duduk perkara dari masing-masing pihak
mengenai permasalahan yang terjadi. Biasanya pada saat sidang
mediasi, disampaikan pula mengenai perhitungan hak-hak yang hendak
diberikan kepada pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK).
c. Tahap Pasca Perundingan
Mediator wajib mengupayakan perdamaian antara 2 (dua) pihak
yang saling berselisih. Hasil mediasi memunculkan 2 (dua)
kemungkinan, jika hasil mediasi menemui kesepakatan maka dibuat
perjanjian bersama. Jika tidak menemui kata sepakat, maka mediator
wajib membuat anjuran tertulis dan para pihak akan memberi jawaban
yang intinya menolak ada menerima anjuran tertulis. Jika menerima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
anjuran tertulis maka dalam waktu 3 (tiga) hari mediator harus selesai
membantu membuat perjanjian bersama dan didaftarkan ke Pengadilan
Hubungan Industrial. Jika para pihak menolak anjuran tertulis, maka
salah satu pihak atau kedua belah pihak yang berselisih mengajukan
gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial
Mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga dengan melakukan tahapan upaya penyelesaian perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diatas, maka secara keseluruhan
selama 3 (tiga) tahun terakhir telah menyelesaikan kasus Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 37 (tiga puluh tujuh) kasus dengan hasil
28 (dua puluh delapan) kasus telah selesai dan tercapai perjanjian bersama,
5 (lima) kasus telah selesai melalui anjuran, dan 4 (empat) kasus lainnya
telah selesai secara bipartit di tingkat perusahaan setelah mendapatkan
saran dan solusi penyelesaian dari mediator. Dengan melihat data diatas,
maka mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga dapat dikatakan telah berhasil dalam menyelesaikan masalah,
dimana dari sekian banyak kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang
masuk ke mediator Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga, hampir semua kasus tercapai Perjanjian Bersama (PB).
2. Hambatan bagi mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga dalam menyelesaikan masalah Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) di Kota Salatiga terdiri atas hambatan internal dan
hambatan eksternal. Hambatan internal mediator pada Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga terdiri dari hambatan
yang dialami diri mediator sendiri dalam penyelesaian Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) dan hambatan bagi perusahaan dan pekerja dalam
penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hambatan eksternal
mediator pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga antara lain terdiri dari hambatan perundang-undangan
ketenagakerjaan di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Salatiga dan adanya keterlibatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam
penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
B. Saran
1. Perlu adanya peningkatan terhadap peranan mediator di Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga khususnya dalam
penyelesaian masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), oleh karena itu
diperlukan adanya pelatihan dan pendidikan kerja bagi mediator di Dinas
Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga agar lebih baik
lagi.
2. Perlunya sosialisasi peraturan ketenagakerjaan kepada masyarakat umum
dengan harapan pihak pekerja dan perusahaan lebih mengerti tentang
peraturan ketenagakerjaan.
3. Perlu adanya penambahan jumlah mediator di Dinas Sosial
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga. Hal tersebut mengingat
jumlah mediator di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota
Salatiga yang terbatas hanya berjumlah 3 (tiga) orang. Sehingga apabila
terdapat kasus yang masuk ke Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Salatiga dapat segera terselesaikan.
4. Perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana untuk menunjang
pelaksanaan mediasi di Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Kota Salatiga.