diktat draft psha 24 mei 2011_rev

66
Part-1 Introduction Motivasi dalam Seismic Hazard dan Rekayasa Gempa Meminimalkan Korban Jiwa dan Cedera Menimialkan kerugian ekonomi o Secara Langsung (keruntuhan dan kerusakan bangunan/infrastruktur) o Secara tidak langsung (kehilangan fungsi, interupsi bisnis) Mempertahankan agar fasilitas vital dan penunjang kehidupan (lifelines) tetap bertahan Seismistas dan Lempeng Tektonik. o Seismisitas Definisi dari Seismistias adalah sesuatu hal yang berhubungan dengan activitas kegempaan. (Robert W. Day,Geotechnical Earthquake Engineering Handbook,2002) o Lempeng Tektonik Berdasarkan teori lempeng tektonik, permukaan bumi terdiri dari beberapa lempeng tektonik, yang juga diketahui sebagai lempeng litosfer, dengan setiap lempeng terdiri dari kerak dan bagian yang lebih kaku pada lapisan yang lebih atas. Berdasarkan pada arah pergerakan dari lempeng, batas lempeng memiliki tiga tipe: Batas Divergen, Batas Konvergen dan Batas Transformasi.

Upload: myulman

Post on 04-Aug-2015

68 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Part-1 Introduction

Motivasi dalam Seismic Hazard dan Rekayasa Gempa

Meminimalkan Korban Jiwa dan Cedera

Menimialkan kerugian ekonomi

o Secara Langsung (keruntuhan dan kerusakan bangunan/infrastruktur)

o Secara tidak langsung (kehilangan fungsi, interupsi bisnis)

Mempertahankan agar fasilitas vital dan penunjang kehidupan (lifelines) tetap bertahan

Seismistas dan Lempeng Tektonik.

o Seismisitas

Definisi dari Seismistias adalah sesuatu hal yang berhubungan dengan activitas

kegempaan. (Robert W. Day,Geotechnical Earthquake Engineering

Handbook,2002)

o Lempeng Tektonik

Berdasarkan teori lempeng tektonik, permukaan bumi terdiri dari beberapa

lempeng tektonik, yang juga diketahui sebagai lempeng litosfer, dengan setiap

lempeng terdiri dari kerak dan bagian yang lebih kaku pada lapisan yang lebih

atas. Berdasarkan pada arah pergerakan dari lempeng, batas lempeng memiliki

tiga tipe: Batas Divergen, Batas Konvergen dan Batas Transformasi.

Batas Divergen. Hal ini terjadi ketika pergerakan relatif dari kedua

lempeng saling menjauhi sama lainnya.

Batas Konvergen. Hal ini terjadi ketika pergerakan relatif dari dua

lempeng saling mendekati satu sama lainnya. Biasanya disebut zona

Subduksi. Ada tiga tipe batas konvergen: zona subduksi samudera-benua,

zona subduksi samudera-samudera, dan zona keruntuhan benua-benua.

Batas Transfromasi. Batas Transformasi, atau patahan, kejadian dari

lempeng yang saling bergesek relatif satu sama lainnya dan disebut

dengan Patahan.

Page 2: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 1.1 Lempeng Tektonik

Gambar 1.2 Lempeng Tektonik

Gempa Bumi dan Kerusakan Bangunan

o Gempabumi

Goncangan pada bumi yang dikarenakan oleh keruntuhan tiba – tiba sepanjang

patahan atau zona yang lemah pada kerak atau mantel bumi.

o Kerusakan Bangunan

Bangunan dekat dengan sumber gempa bisa berbahaya dan runtuh akibat dari efek

goncangan dari gempabumi.

Page 3: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 1.3 Keruntuhan Jembatan di Bengkulu, 2000

Gambar 1.4 Keruntuhan Gedung di Aceh, 2004

Page 4: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 1.5 Keruntuhan Jembatan di Nias, 2005

Gambar 1.6 Keruntuhan Gedung di Yogyakarta, 2006

Page 5: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 1.7 Keruntuhan Soft Story di Padang, 2009

Peraturan Kegempaan untuk Indonesia Saat ini.

o SNI-1736-2002

o SNI 2010

Gelombang Gempa

o Gelombang Gempa

Percepatan pada permukaan tanah, seperti yang diindikasikan pada Gambar 1.8

adalah gelombang yang dihasilkan oleh keruntuhan dari zona patahan. Ada dua

tipe dasar dari gelombang gempa: gelombang badan dan gelombang permukaan.

Gelombang Badan adalah gelombang yang bisa melewati bagian dalam dari bumi.

Gelombang Permukaan adalah gelombang yang hanya dapat diobservasi dekat ke

permukaan bumi.

Gelombang P (gelombang badan): Gelombang P yang juga disebut

dengan gelombang utama, atau gelombang longitudinal, adalah

gelombang gempa yang menyebabkan sejumlah tekanan dan

dilatasi dari material yang dilalui gelombang ini. Gelombang P

adalah gelombang tercepat dan yang pertama kali sampai ke site.

Soft storey failure

Page 6: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Karena merupakan tipe gelombang yang menekan dan dilatasi,

Gelombang P bisa bergerak melalui padatan dan cairan. Karena

tanah dan batuan relative tahan terhadap efek tekan-dilatasi,

Gelombang P biasanya memiliki pengaruh yang kecil pada

pergerakan permukaan tanah.

Gelombang S (gelombang badan): Gelombang S yang juga dikenal

dengan gelombang sekunder (secondary), gelombang geser, atau

gelombang transversal. Gelombang S menyebabkan deformasi

geser dari material yang dilaluinya. Karena cairan tidak punya

tahanan terhadap geser, Gelombang S hanya bisa melewati

padatan. Tahanan geser dari tanah dan batuan biasanya lebih kecil

dari tahanan tekan dan dilatasi, dan kemudian Gelombang S akan

bergerak lebih lambat ke permukaan tanah dari pada Gelombang P.

Tanah sangat rentan terhadap geser, dan Gelombang S secara

tipikal mempunyai pengaruh yang besar pada pergerakan

permukaan tanah.

Gelombang Love (geelombang permukaan): Gelombang Love

analog dengan Gelombang S dan mereka gelombang geser

transversal yang bergerak ke dekat permukaan tanah (Yeats et

al.1997).

Gelombang Rayleigh (gelombang permukaan): Gelombang

Rayleigh dideskripsikan mirip riak yang dihasilkan oleh batu yang

dilempar kedalam kolam. Gelombang gempa ini menghasilkan

perpindahan vertikal dan perpindahan horizontal dari tanah dan

sebagai gelombang permukaan yang berpropagasi dari sumber

gempa ke permukaan tanah.

Page 7: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 1.8 . Kedatangan Gelombang Gempa

Gambar 1.9. Gelombang Badan

Page 8: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 1.10. Gelombang Permukaan

Identifikasi Sumber Gempa

o Gempa Subduksi

Megathrust

Zona subduksi Megathrust (interplat) untuk sebagai contoh

area dimana Lempeng Hindia – Australia dan Lempeng

Asia Tenggara berhubungan langsung. Zona ini

dimodelkan sebagai tiga area reactilinier, dengan letak

sedalam 50 km.

Benioff

Zona gempa yang lebih kedalam dari porsi subduksi

disebut Zona Benioff. Area ini dimodelkan sebagai tiga

area reactilinear. Zona Benioff ini dimulai pada kedalaman

60 km dan berakhir pada 150 km – 250 km.

Page 9: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 1.11. Megathrust and Benioff Zone

o Gempa Shallow Crustal

Dip Slip

Patahan yang slip hanya berada pada arah dari dip-nya,

dengan kata lain, pergerakan adalah tegak lurus terhadap

strike. Kemudian patahan bisa dideskripsikan sebagai dip-

slip normal fault, yang mengindikasikan bahwa itu adalah

normal fault dengan slip hanya pada daerah dip-nya..

Normal Fault

Reserve Fault

Strike Slip

Didefinisikan sebagai pergerakan patahan yang parallel

kepada strike dari patahan.

Left Lateral Strike Slip

Right Lateral Strike Slip

Page 10: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

,

Gambar 1.12 Tipe Patahan

Notasi Orientasi Bidang Patahan

Gambar 1.13 Notasi bidang Patahan (Kramer,1996)

Type of Faults

(Source: Kramer,

1996)

Normal Fault

Reverse Fault (Thrust)

Strike Slip

(Left or Right Lateral Fault)

IW. Sengara - 2010

Page 11: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Lokasi dari Gempabumi

Gambar 1.14 Lokasi gempa bumi dari suatu Lokasi Peninjauan (Kramer,1996)

Besaran Gempa

o Pada awalnya metode yang digunakan sederhana dan secara kualitatif.

o Saat ini dengan seismograf, pengukuran secara kuantitatif:

Intensitas Gempabumi. Intensitas dari gempabumi didasarkan pada

pengamatan dari kerusakan struktur dan kejadian efek sekunder seperti

gempa yang menyebabkan liquifaksi dan retakan tanah. Intensitas dari

gempabumi juga didasarkan pada derajat kerusakan yang dirasakan oleh

setiap individu, yang ditentukan melalui wawancara. Untuk mengukur

intensitas gempabumi, skala Modified Intensitas Mercalli digunakan.

Magnitudo Gempabumi:

Magnitudo Lokal Richter: Prof. Charles Richter dari California

Institute of Technology mengembangkan skala magnitude gempa

untuk gempa dangkal dan local di bagian selatan California.

Magnituo dihitung sebagai berikut (Richter 1935, 1958):

Focal Depth

Focus or Hypocenter

Site or Observer

Ground Surface

Epicentral Distance

Hypocentric Distance

Epicenter

Page 12: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

M L=log A−log A0=log( AA0

)…….(1)

Dimana: M L= Local Magnitude (juga sering merujuk kepada skala

magnitude Richter)

A = Amplitudo maksimum, mm, yang dicatat oleh

seismograf Wood-Anderson standar yang memiliki

perioda alami 0.8 detik, faktor Damping 80%, dan

pembesaran statis 2800. Amplitudo maksimum harus

amplitude yang dicatat, jika seismograf Wood-

Anderson diletakkan pada daerah tanah keras pada

jarak persisnya 100 km dari episenter gempabumi.

Terdapat grafik dan tabel untuk mengatur amplitudo

maksimum untuk kasus yang biasanya seismograf

tidak terletak tepat 100 km dari episenter..

A0 = 0.001 mm. skala magnitude nol yang memiliki

amplitudo tetap yaitu 0.001 mm, yang menerangkan

gempabumi terkecil yang pernah tercatat.

Body Magnitude

The body wave magnitude bisa diekspresikan dengan persamaan:

mb=log A−logT +0.01 Δ+5.9 …… (2)

Dimana: mb = Skala body wave magnitude

A' = Perpindahan tanah maksimum.

∆ = Jarak episenter ke seismograf yang diukur dalam

derajat (3600 yang menerangkan keliling bumi)

Surface Wave Magnitude

Page 13: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Skala the surface wave magnitude didasarkan pada amplitudo dari

gelombang permukaan yang memiliki periode sekitar 20 detik.

Skala the surface wave magnitude, Ms didefinisikan sebagai

berikut ( Gutenberg and Richter 1956):

M S=log A '+1.66 log ∆+2.0 ……(3)

Dimana : MS = Surface wave magnitude scale

A' = Maximum ground displacement

∆ = Jarak episenter ke seismograf yang diukur dalam

derajat (3600 yang menerangkan keliling bumi))

Hubungan antara surface wave magnitude dan body wave

magnitude,

M S=1.33mb−1.98….(4)

Moment Magnitude

Langkah pertama dalam melakukan perhitungan moment

magnitude adalah menghitung seismic moment, M0, terlebih

dahulu. Seismic moment bisa didapatkan dari penggunaan

seismogram yang menggunakan periode gelombang yang sangat

panjang untuk kejadian patahan dengan keruntuhan yang sangat

besar yang terjadi pada titik sumber (Yeats et al.1997). Seismic

moment bisa juga diestimasi dari perpindahan patahan seperti

dalam rumus berikut (Idriss, 1985):

M 0=μ A f D … …(5) atau

log M 0=1.5 M S+ (1.61± 0.1 ) …….(6)

Where: M 0= Seismic Moment Nm

μ = Modulus geser dari material sepanjang bidang patahan

Shear modulus of material along fault plane, N/m2

Page 14: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

A f = Luas bidang patahan yang mengalami slip, m2. Hal

ini bisa diestimasi dari panjang permukaan yang

runtuh dikali dengan kedalaman setelah kejadian

gempa.

D = Perpindahan rata – rata dari segmen keruntuhan di

patahan, m. Pekerjaan menentukan seismic moment

merupakan hal terbaik untuk patahan strike-slip

dimana perpindahan lateral pada salah satu bidang

relative terhadap bidang lainnuya bisa diukur.

Kanamori (1977) dan Hanks dan Kanamori (1979) mengenalkan

sakala moment magnitude, MW, dimana magnitudo dihitung dari

seismic moment dengan menggunakan persaamaan berikut:

M W=log M 0

1.5−10.7 ….(7)

Dimana: MW = moment magnitude of earthquake

M0 = seismic moment of earthquake, Nm. Dihitung dari

persamaan (5) atau (6)

Hubungan antara moment magnitude dan surface wave magnitude:

M w=1.10 M b – 0.64 …… (8 )

Dimana:

mb = body wave magnitude

MS = surface wave magnitude

MW = moment magnitude

Getaran dari Goncangan Gempa (Earthquake Ground Motion)\

o Sumber:

Accelerometer: (BMKG, USGS)

o Kegunaan (Bangunan Tahan Gempa):

Evaluasi Karakteristik getaran gempabumi

Page 15: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Pengembangan Response Spectra

Analisis Time-History

Karateristik Goncangan Gempa

o Percepatan (Acceleration), Kecepatan (Velocity), Perpindahan (Displacement)

Diukur dengan akselerograf (accelerograph):

Gambar 1.15 Akselerograf (Accelerograph)

Kegunaan Akselerograf:

1. Merekam percepatan getaran tanah akibat gempa, untuk mempelajari karakteristik

getaran gempa.

2. Sebagai input dalam analisis rambatan gelombang gempa ke permukaan tanah dan input

dalam analisis dinamis bangunan gedung

3. Jika dipasang dalam suatu jaringan yang luas, merupakan input untuk mengembangkan

fungsi atenuasi gempa yang berguna untuk zonasi seismik

Page 16: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Instalasi :

- Referensi batuan

- Referensi tanah keras, sedang, dan lunak)

- Pada bangunan (untuk mengetahui getaran dan evaluasi bangunan itu sendiri)

o Peak Base Acceleration : Peak Acceleration pada Base rock

o Peak Ground Acceleration : Peak Acceleration pada Periode 0 detik

Gambar 1.16 Akselerogram yang diukur oleh akselerograf

o Fourier Spektra

Fourier amplitudo spektrum dari strong ground motion memperlihatkan

bagaimana amplitudo dari motion didistribusikan terhadap frekuensi (atau

periode).

o Durasi

Durasi dari strong ground motion dihubungkan dengan kebutuhan waktu untuk

merilis energi strain yang terakumuluasi disepanjang bidang keruntuhan patahan.

Page 17: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Dengan pembesaran dari panjang atau luas keruntuhan patahan, waktu yang

dibutuhkan untuk runtuh pun naik. Sebagai hasilnya, durasi dari strong motion

naik dengan kenaikan magnitudo gempabumi.

o Respon Spektra

Respon spektra digambarkan sebagai respon maksimum dari sistem single degree

of freedom (SDOF) terhadap input motion tertentu sebagai fungsi frekuensi alami

(atau perioda alami) dan damping ratio dari system SDOF.

Gambar 1.17 Respon Spektra

Page 18: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 1.18 Ilustrasi Seismic Wave Propagation untuk estimasi besaran

percepatan gempa

PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD ANALYSIS UNTUK MASUKAN DALAM REDUKSI

RESIKO BENCANA

Masukan yang dibutuhkan :

- Masukan geologi

- Masukan seismologi

- Deformasi Patahan dengan GPS Monitoring

- Masukan Engineering

o Deterministic + Probabilistic Seismic Hazard Analysis

o Kebutuhan untuk memahami karateristik dari ground motion

(input motions, attenuation functions,uniform hazard spectra)

Gambar 2.1 Ilustrasi Seismic Wave Propagation Untuk Estimasi Peak Acceleration Gempa

Page 19: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.2 Flowchart Probabilistic Seismic Hazard Analysis

Database Seismologi

- Data Historis Gempabumi

o Perkiraan Magnitudo, Lokasi episenter, kedalaman

o Intensitas Maksimum, dan isoseismal contour

o Tipe sumber gempabumi (Patahan, Subduksi)

- Katalog Instrumental Gempabumi

o Magnitudo gempabumi (ms,Mb,Mw)

Historical &

Instrumental

Earthquake Catalog

Geology and

Tectonics

Macroseismic

Intensity & Strong Motion

Records

2. SOURCE ZONES

FaultsArea

SourcesType of Faults

Tomography

1. SEISMICIT

YHistoric Recurrence RateGeologic Recurrence RateMaximum Magnitude

3. ATTENUA

TIONPeak Acceleration (PGA)Acceleration Spectra (PSA)

SEISMOTECTONIC MODEL

Expert Judgmen

t

4. LOGIC TREEAlternate

ModelsParameter UncertaintyRelative Likelihood

5. PSHA (Hazard Curves’; Uniform Hazard Spectra (UHS)

4. GEODETIC CRUSTAL

DEFORMATION

Page 20: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

o Lokasi (hipsenter, episenter)

o Kedalaman

o Tipe Sumber Gempabumi (Patahan, Subduksi)

o Evaluasi data Fore-shock dan after shock

- Data Instrumental Site Spesific

o Pencatatan Seismograf

o Pencatatan Strong motion accelerograph

SEISMIC HAZARD ANALYSIS

- DSHA (Deterministic Seismic Hazard Analysis)

- PSHA (Probabilistic Seismic Hazard Analysis)

Gambar 2.3 Contoh Geometri Sumber Gempabumi

Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA):

Page 21: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

- Identifikasi dan karakterisasi dari semua sumber gempa yang dapat

menghasilkan kejadian gempa yang signifikan pada site,

- Pemilihan parameter – parameter seismistias untuk masing – masing

sumber gempa.

- Pemilihan controlling earthquake, yaitu kejadian gempa yang dianggap

menghasilkan getaran yang paling keras digambarkan dengan magnitudo

dan jarak ke site.

- Bahaya gempa pada site.

- Identifikasi Faults atau Patahan (Lokasi, mekanisme, dan tipe sumber

gempabumi)

- Panjang Faults (patahan)

- Estimasi besarnya magnitudo dari panjang Faults (Patahan)

- Jarak terdekat dari sumber

- Pemilihan fungsi atenuasi

Gambar 2.4 Langkah – langkah (step by step) dari DSHA

Page 22: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.5 Contoh Deterministic Analysis (Kramer, 1996)

Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA)

1. Identifikasi dan karakterisasi dari semua sumber gempabumi yang mungkin

menghasilkan ground motion yang signifikan di site. Menggunakan distribusi probabilitas

dari lokasi dan geometri (Zonasi Sumber Gempabumi/Seismic Source Zoning)

2. Mengkarakterisasi distribusi sementara dari model periode ulang untuk setiap zona

sumber.

3. Menentukan ground motion menggunakan predictive relationship dan menggunakan

fungsi atenuasi yang sesuai.

4. Mengkombinasian semua sumber kejadian gempa untuk menentukan yield probability

dari parameter ground motion yang akan dilampaui selama waktu periode ulang tertentu.

Menggunakan Logic Tree untuk meliputi variasi ketidakpastian.

5. Deagregasi.

6. Uniform Hazard Spectra.

Page 23: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.6 Proses Probabilistic Seisimic Hazard Analysis (PSHA)

METODOLOGI

PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD ANALYSIS

Digunakan Total Probability Theorem: Percepatan gempa tergantung Magnitude (M) dan

hypocenter (r) sebagai continuous independent random variables, dinyatakan dengan:

H (a) = å vi òò P[A > açm, r] ¦Mi (m) ¦RiçMi(r,m)drdm (1)

dimana :

- H(a) : annual frequency dari gempabumi yang menghasilkan ground motion

Amplituda A > a.

- vi : adalah annual rate pada area sumber I

(dengan magnitude lebih besar dari suatu nilai Mo tertentu) pada luasan

sumber I

- ¦Mi (m) dan ¦RiçMi(r,m) fungsi-fungsi kerapatan probabilitas untuk masing-masing

magnitude dan jarak .

Page 24: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

- P[A > açm, r probabilitas dari suatu gempa dengan magnidude m pada jarak r

yang menghasilkan PBA A lebih besar dari a

-

Gambar 2.7 Fault source model

Proses PSHA

- Mengkompliasikan informasi penting yang dibutuhkan untuk menjalankan

PSHA yang diantaranya:

o Keadaan geologi regional dan keadaan tektonik, identifikasi dan

pemetaan subduksi dan patahan dangkal aktif

o Mengumpulkan data seismistias ( data sejarah dan instrumental, relokasi)

o Menggunakan tomografi seismis untuk membantu identifikasi geometri

dari zona sumber gempa

o Mengkompilasi deformasi patahan dari data pengamatan GPS untuk

mengidentifikasi laju slip dari sumber gempa (subduksi dan patahan

dangkal)

- Mengembangkan zona sumber gempa untuk masukan ke PSHA.

- Meninjau kembali dan pemanfaatan beberapa fungsi atenuasi yang cocok untuk

sumber gempa yang spesifik.

Page 25: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

- Menjalankan probabilistic seismic hazard analysis, yang termasuk menentukan

PBA (Peak Base Acceleration) yang diasosiasikan dengan probabilitasnya.

Gambar 2.8 Karaterisasi Ground Motion

Dari Gambar 2.8 terlihat bahwa setiap magnitudo memiliki akselerasi, durasi getar dan frekuensi

yang berbeda. Begitu pula jika perambatan gelombang tersebut ke permukaan, bukti adanya

perbedaan input motion dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut:

Page 26: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.9 5 buah Accelerometer yang dipasang setiap 4 mile di San Fransisco (Idriss dan

Seed, 1968) kondisi site memiliki kedalamdan dan tipe lapisan tanah yang bervariasi

Gambar 2.10 Atenuasi Getaran Gempa

Page 27: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Jarak dan magnitudo mempengaruhi getaran gempa, sehingga jika ada kejadian gempa dengan

magnitudo dan getaran gempa tertentu, bisa didapatkan parameter ground motion dengan rumus

hasil regresi atenuasi.

Secara umum rumus dasar Ground Motion Attenuation adalah sebgai berikut:

ln Y =ln b1+ f 1 ( M )+ln f 2 ( R )+ ln f 3 ( M , R )+ ln f 4 (Pi )+ ln ε (2)

Dimana:

- Y=Parameter Ground Motion(contoh : PGA)

- b1=Faktor Skala

- f 1 ( M )=Fungsi Magnitudo

- f 2 ( R )=Fungsi Jarak

- f 3 ( M ,R )=Fungsi Magnitudo danJarak

- f 4 (Pi )=Variabel Lainnya

- ε=error

Sumber : FEMA

Page 28: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Fungsi Atenuasi Young

Gamabar 2.11 Data yang digunakan oleh Young, data ini kemudian diregresi dan didapat rumus

fungsi atenuasinya.

Page 29: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Tabel Fungsi Atenuasi Young

Page 30: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.12 Attenuation Relation untuk gempabumi Shallow Crustal

Page 31: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.13 Attenuation Relation untuk gempabumi Shallow Crustal

Gambar 2.14 Distribusi Probabilitas Terhadap Model Atenuasi

Page 32: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Untuk mekanisme subduksi :

- Youngs et al. 1997:

ln (y) = 0.2418 + 1.414 .M + C1 + C2(10 – M)3 + C3 ln(rrup + 1.7818e0.554M) + 0.00607.H +

0.3846.ZT (3)

Untuk Mekanisme Shallow Crustal Fault

- Idriss (2008) NGA

- Campbell-Bozorgnia (2008) NGA

- Boore-Atkinson (2008) NGA

Database Atenuasi Yang Terdapat di EZ-FRISK,(2009)

Abrahamson-Silva (1997)

Al-Tarazi & Qadan (1997)

Ambraseys et al. (1996)

Amrat (1996)

Atkinson (1997)

Atkinson - Boore (2003)

Atkinson - Motazedian (2003)

Atkinson-Silva (2000)

Atkinson-Sonley (2000)

Boore - Joyner - Fumal (1997)

Bray 2002

Campbell (1997)

Campbell - Bozorgnia (2003)

Crouse (1991)

Frankel (1996)

Fukushima-Tanaka (1992)

Gregor (2002)

Huo-Hu (1992)

Idriss (1993)

Joyner-Boore (1981)

Malkawi-Fahmi (1996)

Martin (1990)

Sabetta-Pugliese (1996)

Sadigh et al. (1997)

Silva (1999)

Silva et al. (2002)

Somerville (2001)

Spudich (1997/99)

Toro et al. (1999)

Idriss (2004)

Youngs (1997)

Boore and Atkinson (2007).. [NGA]

Chiou and Youngs (2007).. [NGA]

Campbell - Bozorgnia (2008) [NGA]

Page 33: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Idriss (2004)

EARTHQUAKE RECURRENCE RELATIONSHIP

Analisis Pemisahan Gempa Utama

Data – data yang diperoleh dari berbagai katalog gempa merupakan data – data kejadian gempa

yang terdiri dari gempa utama (main shocks) dan gempa awalan/susulan (foreshock/aftershocks)

dalam analisis akan memberikan hasil perhitungaan yang overestimated dalam penentuan tingkat

seismic hazard (Pacheco & Sykes,1992).

Pemisahan gempa utama (main event) dengan gempa awalan/susulan (dependent event)

dilakukan berdasarkan kriteria waktu (time windows) dan kriteria jarak (distance windows).

Kriteria ini menggunakan kontrol waktu dan jarak dari suatu kejadian gempa terbesar dalam

suatu rangakaian kejadian gempa. Suatu gempa susulan diidentifikasi melalui kriteria ini apabila

berada dalam suatu rrentang waktu dan jarak yang ditentukan menurut suatu magnitudo gempa

tertentu. Terdapat beberapa criteria waktu dan jarak yang diajukan beberapa ahli yaitu seperti

Gardner dan Knopoff (1974), Arabasz and Robinson (1976), Urhammer (1086). Kriteria waktu

dan jarak dari beberapa peneliti dapat dilihat dalam Gambar 2.15 dan Gambart 2.16

Time Windows

1

10

100

1000

10000

1 2 3 4 5 6 7 8Magnitude

Distan

ce (km

)

Jodi Firmansjah (1999)Uhrhammer (1986)Gardner and Knopoff (1974)Wyss (1979)

1

10

100

1000

10000

1 2 3 4 5 6 7 8Magnitude

Tim

e (d

ays)

Jodi Firmansjah (1999)Uhrhammer (1986)Gardner and Knopoff (1974)Arabasz and Robinson (1976)

Page 34: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.15 Kriteria time windows untuk analisis pemisahan gempa utama

1

10

100

1000

10000

1 2 3 4 5 6 7 8Magnitude

Dis

tan

ce (

km

)

Jodi Firmansjah (1999)Uhrhammer (1986)Gardner and Knopoff (1974)Wyss (1979)

1

10

100

1000

10000

1 2 3 4 5 6 7 8Magnitude

Tim

e (

days) Jodi Firmansjah (1999)

Uhrhammer (1986)Gardner and Knopoff (1974)Arabasz and Robinson (1976)

Gambar 2.16 Kriteria distance windows untuk analisis pemisahan gempa utama

Analisis Kelengkapan Data Gempa

Faktor yang menentukan dalam analisis seismic hazard secara probabilistik adalah kelengkapan

data gempa. Pada umumnya catatan untuk kejadian gempa dengan magnitudo besar lebih

lengkap dibandingkan untuk kejadian gempa dengan magnitudo kecil. Hal ini disebabkan oleh

kesensitifan seismograf yang semakin berbeda dari waktu ke waktu hal ini dipengaruhi oleh

keberadaan stasiun seismograf dan kerapatann populasinya. Biasanya kesalahan lebih sering

ditentukan pada periode pengamatan awal dimana data gempa tidak lengkap dan hanya gempa –

gempa besar saja yang tercatat. Apabila data – data gempa seperti ini digunakan untuk

menentukan parameter seismic hazard berupa parameter a-b menggunakan formula Guttenberg-

Richter, maka akan menghasilkan nilai parameter yang overestimated untuk gempa besar dan

underestimated untuk gempa kecil.

Page 35: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Stepp (1973) mengajukan kriteria untuk menganalisis peridode yang lengkap untuk independent

event dari beberapa magnitudo gempa dengan cara membuat kurva hubungan antara frekuensi

independent event dalam interval magnitudo yang berbeda – beda, sebagai fungsi dari waktu.

Frekuensi kejadian yang diamati didefinisikan sebagai jumlah kejadian N yang tercatat selama T

tahun terakhir dibagi dengan T. Apabila diasumsikan seismic rate adalah konstan untuk jangka

waktu yang lama, maka waktu ketika observed rate mulai berkurang secara signifikan adalah

waktu yang lama, maka waktu ketika observed rate mulai berkurang secara signifikan adalah

waktu dimana data pada katalog gempa dianggap tidak lengkap. Contoh pada Gambar 2.17

Berikut:

Gamabar 2.17 Contoh analisis kelengkapan data gempa dengan kriteria Stepp (1973)

0.01

0.10

1.00

10.00

1 10 100Waktu (tahun)

s

5.00 - 6.00

6.00 - 7.00

> 7.00

M 5-6 complete for 43 years

M 6-7 complete for 45 years

M > 7 complete for 103 years

Page 36: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Eksponensial Model

Metode paling sederhana dalam menentukan parameter a-b ini adalah metode Least Square (LS)

yang diperkenalkan oleh Gutenberg-Richter, dimana distribusi kejadian gempa umumnya

diasumsikan mengikuti hubungan frekuensi magnitude. Nilai b dari Gutenberg-Richter

recurrence relationship ini menngambarkan perbandingan probabilitas ukuran magnitude gempa

yang terjadi sehingga parameter ini juga dapat dikatakan sebagai oarameter seismisitas yang

menggambarkan karakteristik tektonik kegempaan suatu daerah. Sedangkan nilai a lebih

menunjukkan karakteristik data pengamatan yang tergantung lamanya pengamatan dan tingkat

seismisitas suatu daerah. Konstanta a dan b didapat dari hasil regresi catatan gempa yang pernah

terjadi pada sumber gempa. Hubungan antara banyaknya kejadian gempa dan parameter a-b

dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :

log N(m) = a-bm atau Ln N(m) =α-βm (4)

dimana N(m) adalah banyaknya gempa dengan magnitude lebih besar dari m yang terjadi pada

periode tertentu, α=2,303a dan β=2,303b. Kelemahan dari metoda LS dalam penentuan

parameter a-b adalah metoda ini tidak memperhitungkan kemungkinan digunakannya gabungan

data dari sumber-sumber yang berbeda, misalnya data dari sejarah kegempaan yang digabungkan

dengan data dari informasi geologi. Nilai b yang didapat dengan menggunakan metoda ini juga

umumnya overestimated yang mengakibatkan rate dari gempa-gempa besar akan underestimated.

Page 37: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.18 Metode Least Square

Berdasarkan kondisi di atas beberapa peneliti telah mengajukan metode-metode untuk

menentukan parameter a-bini seperti Weichert (1980) yang , serta Kijko, A. (1989) dan Sellevoll

(1992).

a. Metode Weichert (1980)

Metode ini sangat sesuai digunakan untuk menentukan parameter a-b apabila jumlah data

kejadian gempa cukup banyak (sekitar 40 atau lebih) dan memberikan hasil yang cukup

baik. Metode ini juga dapat digunakan untuk menganalisis gabungan data yang memiliki

rentang pengamatan yang berbeda. Metode Weichert melakukan analisis secara iteratif

dengan metode Newton untuk mendapatkan b-parameter melalui persamaan sebagai

berikut :

∑i

ti miexp (−β . mi)

∑i

t iexp (−β .mi)=∑

i

nimi

N=m(5)

dimana :

N= jumlah data kejadian gempa

Log N = a – bM

Page 38: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

ni= jumlah data kejadian gempa dalam suatu interval tertentu

mi= magnitude sentral untuk suatu interval tertentu

ti= periode pengamatan

β= rate kejadian gempa tahunan = 2.303

b. Metode Kijko & Sellevoll (1989)

Metode Kijko & Sellevoll mampu mengkombinasikan data-data gempa besar historik

(gempa-gempa signifikan) dengan data-data gempa yang lebih lengkap yang tercatat

dalam beberapa puluh tahun terakhir.

Parameter β dan λ diperoleh melalui persamaan sebagai berikut :

1λ=ϕ1

E+ϕ1C (6)

1β= ⟨ X ⟩−ϕ2

E−ϕ3C+λ [ϕ3

E+ϕ3C ](7)

Dimana:

ϕ1E=r o B1

ϕ2E=r o ( E (mo ,mmax ))

ϕ3E=r o B2+ϕ2

E B1

ϕ1c=∑

l=1

S T iC i

n

ϕ2c=∑

l=1

S

r i(E (mi ,mmax )+Di

C i)

ϕ3c=∑

l=1

S T i Di

n

⟨ X ⟩ adalah sama dengan magnitude gempa rata-rata yang dihitung dari bagian ekstrem

Page 39: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

dan complete catalog, n adalah jumlah total kejadian gempa ri = ni/n dan:

B1 = ((t)A2-(tA))/(A2-A1)

B2 = ((tX0A)-(t)mmaxA2)/(A2-A1)

Ci = 1-F(mi)

Di = E(mmin, mi)-E(mmin, mmax)F(mi),

E(x,y) = [xA(x)-yA(y)]/[A(x)-A2]

Katalog gempa yang ada umumnya memiliki dua jenis informasi observasi

makroseismik dari kejadian gempa besar yang terjadi selama ratusan tahun dan data

instrumental yang lengkap selama periode pengamatan yang relatif lebih singkat.

Metode yang umum digunakan dalam menentukan parameter aktifitas gempa kurang

tepat untuk jenis data seperti ini.

Gaambar 2.19 Global GPS Velocities

(Sumber: Cecep Subarya –Bakosurtanal, 2009)

Page 40: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.20 Slip rate Lembang Fault (Crustal Deformation GPS Monitoring)

Page 41: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.21 Pemodelan Sumber Gempa

Gambar 2.22 Korelasi - besaran gempa -– interval waktu

Page 42: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

dan slip-rate patahan

Gambar 2.23 Pemodelan Eksponesnsial

PENENTUAN RECURRENCE RATE DARI SLIP-RATE FAULT

1. Menentukan magnitude maksimum dengan formula Well and Coppersmith (1994)

Mmax = 5.08 + 1.16 log Lf ( 8 )

Mmax = momen magnitude (Mw)

Lf = panjang fault (km)

2. Menentukan perioda ulang untuk kejadian magnitude maksimum dalam kaitannya

dengan slip rate. Digunakan formula Well and Coppersmith (1994).

Page 43: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

(9)

Mmax = momen magnitude max (Mw)

Tmax = perioda ulang kejadian momen magnitude max (Mw)

Slip-rate = laju gerakan fault (rate of fault motion in mm/year)

3. Nilai parameter b atau b ditentukan sehing ga parameter a atau a dapat ditentukan

dengan hukum Guternberg-Richter (1954)

a = -b Mmax - log Tmax (10)

atau

a = - b Mmax - ln Tmax (11)

4. Rate (recurrence rate) kejadian gempa berdasarkan parameter a atau a dan b atau b

yang sudah diketahui di atas dengan persamaan.

v = 10a - b m0 (12)

atau

v = exp(a - b mo) (13)

5. Contoh perhitungan: Diketahui slip-rate suatu fault = 70 mm/tahun,

Panjang fault = 250 km dan b = 1.

Tentukan rate (v) untuk M = 6 dan M = 5

Mmax = 5.08 + 1.16 log 250 = 7.9

T max=(1000Slip−rate )10(−5 . 46+0 .82 M max )

Page 44: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

T max=(100070 )10(−5. 46+0. 82(7 . 9))=139 tahun

a = -(1) (7.9) - log (139) = 5.757

Rate untuk M = 6

v = 10 (5.757 – (1) (6 )) = 0.5717

Rate untuk M = 5

v = 10 (5.757 – (1) (5 )) = 5.717

Characteristic Recurrence Model

Page 45: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.24 (Schwartz and Coppersmith, 1984 adopted in EZFrisk, Risk Engineering, 2004)

Gambar 2.25 Contoh Tomographical cross section dari Sumatra Barat

Characteristic Magnitudes

Exponential Magnitudes

Page 46: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.26 Contoh Seismic Source Zoning – Kasus Sumatera Barat

Logic Tree

Logic Tree merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh Power dkk., 1981; Kulkani

dkk.,1984; Coppersmith & Youngs, 1986 untuk memperhitungkan seluruh ketidakpastian dalam

menentukan parameter – parameter dalam PSHA, yaitu pemilihan reccurence model, fungsi

atenuasi, reccurence rate, dan magnitudo maksimum. Dengan logic tree, setiap alternatif yang

dipilih dalam menentukan parameter – parameter di atas diberi suatu bobot yang

menggambarkan tingkat kepercayaan terhadap parameter yang digunakan. Jumlah faktor bobot

dari semua alternatif metode untuk parameter yang sama harus sama dengan satu seperti pada

contoh Gambar 2.27

Page 47: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Gambar 2.27 Contoh Logic Tree

Deagregasi

Deagregasi diperlukan dalam pemilihan data ground motion/akselerogram untuk analisis respon

dinamik tanah. Deagregasi menghasilkan controlling earthquake, yaitu gempa yang

memberikan kontribusi terbesar dalam analisis seismic hazard probabilistik seperti pada contoh

dalam Gambar 2.28. Controlling earthquake ditentukan dari controlling magnitude (Mcontrolling)

dan controlling distance (Rcontrolling) yang diperoleh berdasarkan konsep titik berat dari kurva

deagregasi.

M controlling=∑M i(kontribusi kejadian/ tahun)

∑ (kontribusi kejadian/ tahun)(14)

Rcontrolling=∑ Ri(kontribusi kejadian/ tahun)

∑ (kontribusi kejadian/ tahun)(15)

Page 48: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Period: PGAAmplitude: 0.30Hazard: 2.562e-003Mean Magnitude: 7.99Mean Distance: 40.11

Magnitude-Distance Deaggregation

Gambar 2.28 Contoh Deagregasi untuk menentukan controlling earthquake

Page 49: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Contoh Cara Perhitungan:

Page 50: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev
Page 51: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev
Page 52: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev
Page 53: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev
Page 54: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev

Contoh Banda Aceh

Page 55: Diktat Draft PSHA 24 Mei 2011_Rev