dinamika stasiun radio dakwah islam di surakarta...
TRANSCRIPT
i
DINAMIKA STASIUN RADIO DAKWAH ISLAM DI
SURAKARTA TAHUN -
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh :
Dina Arini Fitri
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Saya tidak hidup di tataran kalah dan menang, sehingga saya
tidak berlomba-lomba untuk memenangkannya. Karena
Hasbunallah Wanimal Wakil”
PERSEMBAHAN
“Dengan segenap hati, skripsi ini saya persembahkan untuk
dua nadi dalam hidup ini yaitu Bapak Muhadi dan Ibu
Ngadinah”
“Seluruh kawan-kawan yang jiwanya masih memiliki semangat
untuk terus belajar dan berjuang”
“Dan seluruh kalangan masyarakat dengan latar belakang hidup
yang berbeda-beda namun memiliki tujuan yang sama”
vi
ABSTRAK
Pada masa Orde Baru berdiri pertama kali sebuah stasiun radio dakwah
Islam di Surakarta. Kemudian pada masa reformasi, di Surakarta juga banyak
berdiri radio-radio swasta dengan latar belakang Islam yang bertujuan sebagai
sarana dakwah. Melihat bahwa Surakarta memiliki kondisi sosio agama yang
selalu berubah-ubah maka otoritas agama begitu penting untuk berkompetensi dan
dilaksankan melalui radio medium. Masing-masing radio memiliki latar belakang
dakwah Islam yang berbeda-beda. Beberapa radio diantaranya menjadikan
dakwah sebagai orientasi Islam yang dipegang sesuai prinsipnya masing-masing.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah
melalui tahapan penelusuran (heuristik), kritik sumber (verifikasi), penafsiran
(interpretasi) dan penulisan sejarah (historiografi). Adapun sumber dalam
penelitian ini terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder.
Adapun hasil dari penelitian ini adalah Surakarta termasuk salah satu kota
yang banyak ditumbuhi gerakan radikalisme di masa Orde Baru. Beberapa tokoh
dari gerakan-gerakan tersebut membawa Islam yang berbeda-beda. Di masa Orde
Baru, stasiun radio dakwah yang muncul pertama kali bernama Al Irsyad
Broadcasting Center (ABC) pada tahun . Selain ABC, Radio Dakwah
Islamiyah (RADIS) juga muncul pada tahun -an. Namun, tak lama RADIS
dianggap oleh pemerintah Orde Baru membahayakan negara dan dilarang
melakukan siaran oleh Laksusda Jawa Tengah. Radio dakwah yang muncul di
masa Orde Baru dikaitkan dengan gerakan radikal yang dikhawatirkan
pemerintah. Stasiun radio dakwah di Surakarta muncul kembali setelah masa
reformasi dengan karateristik dakwah yang berbeda-beda. Beberapa nama-nama
dari stasiun radio dakwah tersebut adalah, Stasiun Radio Hizbullah (HIZ) yang
muncul pada tahun , Stasiun Radio Manajemen Hati (MH) lahir pada tahun
, Stasiun Radio Mentari berkembang tahun , Stasiun Radio Majelis
Tafsir Al-Qur‟an (MTA) yang tumbuh tahun , Stasiun Radio Dakwah
Syariah (RDS) pada tahun dan Stasiun Radio Al Hidayah tahun .
Kata Kunci: Surakarta, Radio, Dakwah Islam.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan banyak
kesempatan dalam waktu dan kondisi yang diridhoi olehNya. Dialah Dzat yang
telah mengutus Rasul-Nya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Oleh
karena itu, shalawat beserta salam semoga akan selalu tercurahkan kepada insan
pilihan-Nya yang telah membawa suatu perubahan besar bagi umat di bumi ini
yakni Nabiyullah Muhammad SAW. Dan semoga luapan syafa‟atnya selalu
terlimpah bagi umat manusia yang patuh terhadap ajarannya.
Alhamdulilah, atas izin Allah dan semangat yang terus membara, akhirnya
skripsi dengan judul telah selesai dengan baik sebagai syarat kelulusan dan untuk
memperoleh gelar sarjana. Berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini, penulis
menyampaikan beribu-ribu syukur, rasa hormat dan terima kasih yang tak
terhingga kepada :
. Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan dan atas izinNya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
. Nabiyullah Muhammad SAW sebagai Rasulullah yang senantiasa
meluapkan suri tauladan yang baik bagi umatnya.
. Bapak Muhadi dan Ibu Ngadinah selaku orangtua penulis yang selalu
meluapkan perhatian, dorongan dan doanya.
. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag., selaku Rektor IAIN
Salatiga beserta jajaran stafnya.
viii
. Bapak Dr. Benny Ridwan, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ushuludin,
Adab dan Humaniora beserta jajaran stafnya.
. Bapak Sutrisna, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam.
. Bapak Haryo Aji Nugroho, S.Sos, M.A., selaku Dosen Pembimbing
skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan
dan saran kepada penulis.
. Segenap jajaran dosen jurusan Sejarah Peradaban Islam Insani yang tak
pernah lelah menyampaikan ilmu, pengetahuan dan pengalamannya.
. Seluruh keluarga besar penulis.
. Kepada Bapak Tamrin Ghozali, Khoirul Anwar, Kukuh Wibowo, Syaiful
Arif, Yanni Rusmanto yang telah berkenan untuk memberikan informasi
sebagai sumber dalam skripsi.
. Kepada Ibu Nyai Hj. Latifah Zoemri beserta keluarga ndalem.
. Keluarga KKN penulis kepada keluarga Bapak Wakhid dan Bapak Wahdi
dan masyarakat dusun Posong.
. Teman-teman seperjuangan Sejarah Peradaban Islam angkatan yang
telah memberikan banyak kisah, pengalaman, motivasi kepada penulis.
. Seluruh teman-teman di PPTI Al Falah Salatiga yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu.
. Seluruh Keluarga Fascto putra dan putri.
. Teman hidup di kamar c (Renita, Fuzi, Lina, Ulfa).
. Teman-teman kabinet putri PPTI Al Falah.
ix
. Keluarga IAIN Binsa yang senantiasa memberikan banyak motivasi
dan doa kepada penulis.
. Teman-teman posko KKN (Andi, Yusuf, Fatta, Alfi, Siska, Ulfa, Maulida)
. Kepada Hartinah, Anisa, Meilasari, Fatta, Arifah, Alfi, Kholis yang telah
membantu penulis dalam pencarian sumber skripsi.
. Dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Luapan rasa hormat dan terima kasih yang tiada tara untuk semua pihak
yang telah penulis sebutkan. Semoga Allah senantiasa membalas segala
kebaikan yang telah kalian lakukan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa
dalam proses penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang lain.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN PUBLIKASI ........................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................
B. Rumusan Masalah dan Batasan ....................................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................
D. Tinjauan Pustaka ..........................................................................................
E. Kerangka Konseptual ...................................................................................
F. Metode Penelitian .......................................................................................
G. Sistematika Penulisan .................................................................................
BAB II PERKEMBANGAN ISLAM DI SURAKARTA MASA ORDE
BARU-REFORMASI ...........................................................................................
A. Kota Surakarta dan Dinamika Multietnik Hingga .............................
B. Islamisasi di Jawa Pasca ...................................................................
C. Islamisasi di Surakarta Masa Orde Baru-Reformasi ..................................
xi
. Masa Orde ..............................................................................................
. Masa Reformsi .......................................................................................
BAB III PERKEMBANGAN STASIUN RADIO DI KOTA
SURAKARTA ......................................................................................................
A. Sejarah Stasiun Radio di Indonesia ............................................................
. Zaman Penjajahan Belanda ....................................................................
. Zaman Penjajahan Jepang ......................................................................
. Zaman Kemerdekaan ..............................................................................
. Zaman Orde Baru ...................................................................................
. Zaman Reformasi ...................................................................................
B. Sejarah Stasiun Radio di Surakarta ............................................................
C. Dakwah Melalui Radio ...............................................................................
BAB IV PASANG SURUT RADIO DAKWAH ISLAM DI SURAKARTA
TAHUN - ...............................................................................................
A. Perkembangan Radio Dakwah Islam di Surakarta .....................................
.Masa Orde Baru ......................................................................................
. Masa Reformasi ......................................................................................
B. Konflik Materi Dakwah Radio di Kota Surakarta ......................................
BAB V PENUTUP ................................................................................................
A. KESIMPULAN ..........................................................................................
B. SARAN ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
LAMPIRAN ..........................................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah dakwah diperintahkan Allah SWT dalam ayat-ayat al-Quran dan diungkapkan
kira-kira kali yang tersebar dalam surat. Kata dakwah oleh Al-Qur‟an digunakan
secara umum. Artinya masih menggunakan istilah da’wah ila Allah (dakwah Islam).
Dalam Al-Qur‟an ada sebuah ayat dengan dua pendapat yang dapat digunakan dalam
menjalankan dakwah, yakni dakwah bil-qoul dan dakwah bil-amal. Meskipun terjadi
perbedaan-perbedaan tetapi terdapat benang merah yang menjadi titik temu dan hakikat
dari dakwah itu sendiri, yakni dakwah Islam sebagai aktivitas (proses) mengajak kepada
jalan Islam.1
Bertitik tolak dari pemahaman dakwah sebagai sebuah sistem untuk merealisasikan
ajaran Islam, maka dakwah perlu dikelola secara profesional. Artinya, aktivitas dakwah
perlu didesain atau direncanakan, digerakkkan dan dilakukan evaluasi. Apalagi di tengah-
tengah masyarakat sekang ini sering dijumpai fenomena budaya kaset yang berkembang
di kalangan muballig.2
Radio menjadi salah satu media yang cukup penting dalam berdakwah. Radio
sebagai media siar mengalami suatu metamorfosis dalam tujuan dan fungsinya. Secara
sederhana, tujuan penyiaran program radio siaran adalah untuk memberikan informasi
kepada masyarakat, memberikan pendidikan, memberikan hiburan, memberi dorongan
1 Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer , (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, ), hlm. – .
2 Ibid., hlm. .
perubahan diri memberikan sensasi.3 Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa peran radio
dalam dakwah memerankan posisi yang begitu penting terhadap masyarakat.
Radio bukan merupakan fenomena baru di negara Indonesia. Sebelum adanya
kemerdekaan pada tahun keberadaan radio sudah mulai terlihat. Yakni dengan
didirikannya sebuah radio yang masih bernama Hindia Belanda bernama Bataviasche
Radio Vergining (BRV) pada Juni di Jakarta. Baru setelah kemerdekaan
Indonesia muncullah Radio Republik Indonesia (RRI) pada September yang
dimana pada tanggal tersebut dijadikan sebagai hari lahirnya radio di Indonesia.4
Radio dakwah yang pertama kali di Surakarta adalah Radio Al-Irsyad Broadcasting
Centre (ABC). Pada akhir -an ketika sekelompok para pengkhotbah muslim
memanfaatkan radio sebagai media untuk kegiatan dakwah mereka. Sejumlah aktivis
muda Universitas Al- Irsyad di Surakarta, mendirikan stasiun radio bernama ABC.
Banyak pengkhotbah terkenal setempat menyampaikan khotbah mereka di stasiun radio
ini. Menurut beberapa sumber Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir adalah tokoh
penting di belakang dakwah di Radio ABC. Karena konflik internal dalam Radio ABC
atas pilihan program Islam, Sungkar dan Baasyir mendirikan stasiun radio lain bernama
Radio Dakwah Islamiyah (RADIS). Untuk politik alasan rezim Orde Baru melarang
stasiun radio ini yang mana dengan jelas menunjukkan signifikansi politis serta
religiusnya dalam sosial kehidupan.5
Menjelang reformasi banyak radio yang muncul untuk melakukan siaran dengan
dibukaknya izin oleh pemerintah. Selain itu, televisi swasta pun mulai turut andil dalam
bidang broadcasting. Sampai pada reformasi , banyak pengaruh yang timbul dengan
adanya kebebasan terhadap radio swasta untuk menyiarkan berita. Pembebasan tersebut
3 A. Ius Y. Triartanto, Broadcasting Siaran Radio: Teori Dan Praktek, (Yogyakarta: Graha Cendekia, ), hlm.
.
4 Masduki, Radio Siaran Dan Demokratisasi, (Yogyakarta: Jendela, ), hlm. .
5 Sunarwoto, Contesting Religious Authority A Study on Dakwah Radio in Surakarta, Indonesia, Disertasi
(Tilburg University, ), hlm. .
disambut dengan penuh suka cita oleh dunia siaran. Setelah itu setidaknya muncul kurang
lebih stasiun radio baru sampai tahun serta sebelas stasiun televisi swasta yang
mulai mengudara.6
Radio di Surakarta nampaknya melayani tempat yang menonjol sebagai ditunjukkan
oleh stasiun radio baru yang baru muncul. Mengikuti kejatuhan rezim Soeharto, lebih dari
stasiun radio muncul di seluruh Indonesia. Menurut data yang dirilis oleh KPID
(Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) dari Pusat Java, sejak , setidaknya ada enam
puluh sembilan stasiun radio baru telah terdaftar oleh KPID di Jawa Tengah. Angka ini
tidak termasuk radio 'tidak terdaftar' stasiun. Ini membuktikan bahwa radio terus
memainkan yang menonjol peran dalam masyarakat.7
Pasca Reformasi, di Surakarta banyak berdiri radio-radio swasta dengan latar
belakang Islam yang bertujuan sebagai sarana dakwah. Melihat bahwa Surakarta
memiliki kondisi sosio-agama yang selalu berubah-ubah maka otoritas agama begitu
penting untuk berkompetensi dan dilaksanakan melalui radio medium.8 Dimana
sebelumnya yakni tepatnya pada masa orde baru telah dulu muncul stasiun radio dakwah
Islam. Kemudian estafet stasiun radio dakwah Islam barulah muncul kembali di masa
reformasi. Pada masa ini terdapat beberapa radio Islam yang berdiri di kota Surakarta.
Masing-masing radio ini memiliki latar belakang dakwah yang berbeda-beda. Beberapa
radio diantaranya menjadikan dakwah mereka sebagai orientasi dari Islam yang dipegang.
Sehingga ruang dakwah masing-masing radio sering mengalami konflik. Disisi lain,
radio-radio dakwah ini mengalami pasang surut yang berbeda-beda dari mulai berdiri
hingga saat ini.
Belum begitu banyak penelitian sejarah yang membahas mengenai stasiun radio
dakwah Islam khususnya radio dakwah di masa orde baru dan reformasi di Surakarta.
6 Masduki, Radio Siaran Dan Demokratisasi, hlm.
7 Sunarwoto, Contesting Religious Authority A Study on Dakwah Radio in Surakarta, hlm. .
8 Ibid., hlm. .
Dengan demikian maka kajian dinamika stasiun radio dakwah Islam di Surakarta ini
sangat menarik untuk diteliti. Oleh karena itu penulis mengangkat kajian tersebut dengan
judul “Dinamika Stasiun Radio Dakwah Islam Di Surakarta Tahun - ”.
B. Rumusan Masalah dan Batasan
. Bagaimana latar perkembangan Islam di Surakarta masa Orde Baru hingga
reformasi?
. Bagaimana perkembangan stasiun radio di kota Surakarta?
. Bagaimana pasang surut stasiun radio dakwah Islam di Surakarta tahun - ?
Pada penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitiannya sesuai
dengan spasial dan temporal agar tidak terjadi perluasan dalam pembahasan masalah.
Ruang lingkup spasial adalah batasan tempat terjadinya peristiwa sejarah. Ruang
lingkup spasial dalam penelitian ini adalah radio dakwah Islam di wilayah Surakarta
yang terdiri dari Radio Al Irsyad Broadcasting Centre (ABC), Radio Hizbullah (HIZ),
Radio Dakwah Syariah (RDS), Radio Manajemen Hati (MH), Radio Majelis Tafsir Al
Quran (MTA), Radio Al Hidayah dan Radio Mentari.
Sedangkan ruang lingkup temporal adalah batasan waktu yang dijadikan
dalam penelitian sejarah. Ruang lingkup temporal dalam penelitian ini mengambil
tahun - sebagai batasan temporal. Dimana pada tahun mulai
munculnya radio dakwah yang pertama kali di Surakarta yakni Stasiun Radio Al
Irsyad Broadcasting Centre (ABC). Kemudian tahun dijadikan sebagai batasan
temporal karena pada tahun tersebut terakhir berkembangnya radio dakwah Islam
yakni dengan berdirinya Stasiun Radio Dakwah Syariah (RDS) dan Stasiun Radio Al
Hidayah.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan adanya penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui latar perkembangan Islam di Surakarta masa Orde Baru
hingga reformasi
b. Untuk mengetahui perkembangan stasiun radio di kota Surakarta
c. Untuk mengetahui dinamika stasiun radio dakwah Islam di Surakarta tahun
-
. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat memberikan manfaat
terutama untuk melengkapi studi-studi yang sudah ada. Studi ini bermanfaat secara
akademik memberikan pencerahan tentang sejarah peradaban umat Islam di Indonesia
terkait stasiun radio dakwah Islam di Surakarta dan faktor dinamikanya. Sehingga
penelitian ini layak untuk menjadi rujukan terhadap penelitian yang lain. Serta
menambah wawasan yang lebih luas lagi mengenai sejarah perkembangan suatu
organisasi atau instansi. Agar nantinya dapat menjadi inspirasi bagi para generasi
penerus dalam melakukan penelitiannya.
D. Tinjauan Pustaka
Salah satu penunjang dalam penelitian ini, digunakan beberapa penelitian
terdahulu yang dijadikan acuan sebagai dasar keilmiahan sebuah tulisan. Tinjauan
pustaka ini bertujuan untuk membedakan antara penelitian yang penulis lakukan
dengan beberapa penelitian terdahulu dan bahkan dapat dijadikan sebagai sumber
dalam penelitian skripsi ini. Dalam buku yang ditulis oleh A.Ius Y. Triartanto dengan
judul Broadcasting Siaran Radio: Teori dan Praktek tahun 2017. Buku tersebut
mengemukakan salah satunya mengenai sejarah perjalanan radio di Indonesia,
karateristik radio siaran dan beberapa teori mengenai manajemen penyiaran. Dengan
demikian bahwa buku tersebut memiliki kajian yang sama dengan penelitian ini yakni
radio. Dalam penjelasannya Triartanto mengemukakan sistem radio secara umum.
Karena meskipun penelitian ini objeknya adalah mengenai radio dakwah namun segala
unsur tentang radio tetaplah sama dengan radio secara umum khususnya pada
manajemenisasi.
Buku karya Din Wahid dan Jamhari Makruf dengan judul Suara Salafisme:
Radio Dakwah di Indonesia tahun 2017. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa radio
menjadi salah satu media yang begitu penting dalam berdakwah. Buku tersebut
merupakan kumpulan tulisan dari beberapa peneliti mengenai radio dakwah di
beberapa kota besar di Indonesia. Dari beberapa radio dakwah tersebut para peneliti
memaparkan karaterisik radio dakwah di masing-masing kota. Baik yang radio
dakwah yang dilatarbelakangi oleh ormas maupun kelompok Islam ataupun tidak.
Terdapat salah satu bab yang menjelaskan tentang radio dakwah yang ada di kota
Surakarta. Namun, terdapat perbedaan yang menjadikan perbedaan antara penelitian
skripsi ini dengan buku tersebut. Dalam buku tersebut yang menjelaskan mengenai
radio dakwah di Surakarta tidak dijelaskan bagaimana sejarah radio dakwah muncul
dan dinamika perjalanaanya. Meski demikian, buku ini dapat menjadi sumber yang
penting bagi penelitian skripsi ini.
Disertasi oleh Sunarwoto dengan judul Contesting Religious Authority A Study
on Dakwah radio in Surakarta, Indonesia tahun 2015. Ia menjelaskan dalam
disertasinya bagaimana persaingan radio dakwah di Surakarta. Radio dakwah yang
banyak dibahas dalam disertasi tersebut adalah radio MTA dan Al Hidayah saja.
Secara keseluruhan disertasi tersebut lebih banyak mengutarakan bagaimana otoritas
agama telah dibangun dan dibantah dengan sarana radio menengah. Sedangkan
penelitian skripsi ini membahas seluruh radio dakwah di Surakarta baik ketika pertama
kali muncul sampai masa-maa berikutnya. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa
disertasi ini dapat dijadikan sumber dalam penelitian skripsi ini.
Skripsi oleh Eva Risti Winata dengan judul Peran Radio Sama Fm Dalam
Dakwah Di Masyarakat (Studi Kasus Program Siaran Radio SAMA FM di Perumahan
Jatisari Asabri Semarang) tahun 201 . Peran program radio SAMA FM dalam
berdakwah terwujud pada program siaran on air dan off air bertujuan dalam bidang
informasi, pendidikan dan hiburan yang mencakup area Jatisari dan sekitarnya.
Bahkan peran radio SAMA FM memberikan kontribusi yang positif bagi komunitas
tuna netra dan masyarakat sekitarnya. Jelas bahwa skripsi tersebut bersinggungan
dengan penelitian yang penulis lakukan. Dalam skripsi tersebut Eva membahas
tentang peran radio dalam dakwah di masyarakat dimana dalam penelitian ini objek
yang dikaji pun adalah tentang radio dakwah.
Skripsi oleh Deddy Wahyu Wijaya dengan judul Sejarah Radio Republik
Indonesia Wilayah Semarang Tahun 1945-1998 tahun 2011. Skripsi tersebut
menjelaskan bagaimana aktivitas RRI di Semarang pada tahun - serta pola
perkembangan dari radio tersebut. Dimana RRI sendiri sangat memiliki peran yang
cukup penting terhadap kondisi di Indonesia khususnya Semarang. Skripsi tersebut
merupakan skripsi sejarah dimana dalam metodenya tidak luput dari metode sejarah.
Sehingga skrispi ini dapat menjadi acuan dalam penelitian yang penulis lakukan.
Meskipun objek radio dalam skripsi tersebut bukan merupakan jenis radio dakwah.
Jurnal oleh Sri Urip Haryati dengan judul Positioning Radio-Radio Di Kota Solo
Dan Sekitarnya Sebuah Studi Diskriptif Kualitatif tahun 2010. Sri menjelaskan bahwa
ada beberapa radio di Solo yang memiliki posisi citra produk siaran di benak pikiran
pendengar yakni dilihat dari radio apa yang paling banyak diakses oleh pendengar.
Pada jurnal tersebut ia memaparkan secara kualitatif data-data para pendengar radio
yang aktif beroperasi di Solo. Namun jurnal tersebut tidak menjelaskan secara
kronologis dari tahun berdirinya masing-masing radio tersebut melainkan hanya
menjelaskan waktu yang terjadi hari tersebut saja.
E. Kerangka Konseptual
Radio adalah teknologi yang digunakan untuk mengirim sinyal dengan cara
modulasi dan radiasi elektromagnetik (Gelombang elektromagnetik). Gelombang ini
melintas dan merambah lewat udara dan bisa juga merambat lewat ruang angkas yang
hampa udara. Karena, gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti
molekul udara).9 Dalam kegiatan dakwah, radio sangat penting dalam penyampaian
materi dakwah dalam bentuk pidato dan ceramah ataupun kuliah. Radio sebagai media
dakwah memiliki beberapa keutamaan antara lain: program radio dipersiapkan oleh
seorang ahli, sehingga bahan yang disampaikan benar-benar bermutu. Radio
merupakan bagian dari budaya masyarakat. Harga dan biaya cukup murah sehingga
masyarakat mayoritas memilih alat ini. Mudah dijangkau oleh masyarakat, artinya
audien atau pendengar cukup di rumah. Radio menyampaikkan kebijaksanaan,
informasi secara tepat dan akurat Pesawat Radio mudah dibawa kemana-mana.10
Radio dalam bidangnya adalah salah satu bentuk komunikasi yang berupa siaran.
Dan merupakan suatu elektronik yang digunakan sebagai media komunikasi, informasi
dan dakwah bagi masyarakat. Sehingga disini penulis memaparkan beberapa hal
mengenai komunikasi penyiaran sebagai konsep dalam penelitian stasiun radio
dakwah Islam.
Komunikasi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antar manusia, dua orang atau lebih
dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Oleh karena
9 Hasan Asy’ari Oramahi, Jurnalistik Radio: Kiat Menulis Berita Radio, (Penerbit Erlangga, ), hlm. .
10
Mohamad Fajar Shiddiq, Dakwah Melalui Radio, Prosiding Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Bandung, hlm. .
itu, ada tiga bagian pokok, yaitu sumber informasi sebagai pengirim, media transmisi
sebagai pembawa informasi dan tempat tujuan informasi sebagai penerima
informasi.11
Pengertian istilah ”penyiaran” dalam UU penyiaran adalah kegiatan
pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan atau sarana transmisi darat, di
laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuenasi radio melalui udara,
kabel dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh
masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Siaran adalah pesan atau rangkaian
pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis,
karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui
perangkat penerima siaran.12
Media komunikasi yang dipergunakan untuk penyiaran terbagi menjadi dua
macam13
:
. Penyiaran radio yakni sebuah media komunikasi masa untuk menyalurkan beberapa
gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka dengan
program yang terstruktur dan berkesinambungan.
. Penyiaran televisi yakni sebuah media komunikasi masa untuk menyalurkan
beberapa gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar baik secara
terbuka maupun tertutup dengan program yang terstruktur dan berkesinambungan.
Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat, sosial. Fungsi-fungsi
penyiaran dimaksud tidak dapat dilepaskan dari fungsi ekonomi dan kebudayaan yang
dapat dilakasanakan pula oleh kegiatan penyiaran. Penyelenggaraan penyiaran di
11 FR.Sri Sartono, Teknik Penyiaran dan Produksi Program Radio, Televisi dan Film, (Departemen Pendidikan
Nasional, ), hlm. .
12 Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi: Regulasi & Konvergensi,
(Bandung: PT Refika Aditama, ), hlm. – .
13 Ibid., hlm. .
Indonesia telah diamanatkan untuk diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran
nasional. Sistem penyiaran nasional terdiri dari lembaga penyiaran dan pola jaringan
yang adil dan terpadu dengan membentuk stasuin jaringan dan stasiun lokal. Spektrum
radio untuk penyelenggaraan penyiaran digunakan sebesar-besarnya oleh Negara
Republik Indonesia untuk kemakmuran rakyat melalui administrasi yang dilakukan
oleh pemerintah.14
Jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi diselenggarakan oleh lembaga
penyiaran yaitu15
;
. Lembaga Penyiaran Publik
Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan
hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial dan
berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.16
. Lembaga Penyiaran Swasta
Lembaga Penyiaran Swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat
komersial berbentuk badan hukum Infonesia, yang bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi.17
. Lembaga Penyiaran Komunitas
Lembaga Penyiaran Komunitas merupakan lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat
independen dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan
wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.18
. Lembaga Penyiaran Berlangganan
14 Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi: Regulasi & Konvergensi,
hlm. - .
15 Danrivanto Budhijanto, hlm. .
16
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor Tahun tentang penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Publik dalam https://eppid.kominfo.go.id diakses tanggal Agustus pukul WIB.
17 Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor Tahun tentang penyelenggaraan penyiaran
Lembaga Penyiaran Swasta dalam https://eppid.kominfo.go.id diakses tanggal Agustus pukul WIB.
18 Atie Rachmiatie, Radio Komunitas: Ekskalasi Demokratisasi Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, ), hlm. .
Lembaga Penyiaran Berlagganan adalah penyelenggara penyiaran yang
bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan.19
Stasiun Radio Dakwah Islam merupakan salah satu media elektronik yang ruang
geraknya tertuju pada bidang dakwah Islam. Kemudian, stasiun radio dakwah Islam
yang diteliti pada skripsi ini, termasuk kedalam kategori Lembaga Penyiaran Swasta
dan Lembaga Penyiaran Komunitas. Dimana antara dua lembaga penyiaran tersebut
memiliki perbedaan dalam jasa penyiaran yang ketentuannya sudah diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
F. Metode Penelitian
Kuntowijoyo menyatakan bahwa untuk penelitian, sejarah mempunyai metode
tersendiri yang menggunakan pengamatan. Kalau ternyata suatu pernyataan tidak
didukung oleh bukti-bukti sejarah, maka pernyataan tersebut ditolak. Metode sejarah
mengharuskan orang untuk berhati-hati. Dengan metode sejarah, orang tidak boleh
menarik kesimpulan yang terlalu berani.20
Metode merupakan proses yang terstruktur
dan sistematis dalam menyelidiki suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan
bahan-bahan yang akan dikaji dalam sebuah penelitian.21
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian sejarah.
Daliman menyatakan pendapat Gilbert J. Garragan, S.J. ( ) dalam bukunya A
Guide to Historical Method bahwa ia mendefinisikan metode sejarah sebagai
seperangkat asa dan aturan yang sistematik yang didesain guna membantu secara
efektif untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis, dan
19 Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor Tahun tentang penyelenggaraan penyiaran
Lembaga Penyiaran Berlangganan dalam https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com. diakses tanggal Agustus pukul WIB.
20 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, ), hlm. .
21
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, ), hlm. .
menyajikan sintesis hasil-hasil yang dicapainya, yang pada umumnya dalam bentuk
tertulis.22
Dengan demikian, maka langkah-langkah yang akan dilakukan dalam metode
ini adalah:
. Heuristik (Pengumpulan Data)
Pengumpulan data (Heuristik) ialah kegiatan menghimpun sumber-sumber
sejarah. Heuristik merupakan kegiatan dalam mencari dan menemukan sumber di
lapangan yang berkaitan dengan penelitian ini.23
Pada tahap ini penulis melakukan
studi lapangan untuk mencari sumber yang berkaitan dengan radio dakwah Islam
yang berada di Surakarta. Adapun sumber yang penulis dapatkan terdiri dari dua
jenis yakni, sumber primer dan sumber sekunder. Sumber-sumber primer yang
diperoleh berdasarkan dari hasil kegiatan wawancara dan kegiatan penelusuran
arsip-arsip dari masing-masing radio.
Wawancara merupakan kegiatan untuk mencari sumber dengan
menggunakan metode sejarah lisan. Sejarah lisan merupakan metode yang
digunakan untuk mengungkapkan sebuah fakta sejarah dengan mengandalkan
ingatan manusia sebagai pengkisah atau narasumber yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan. Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara
dengan beberapa narasumber yang berkaitan dengan berdirinya beberapa radio
dakwah Islam Surakarta serta perkembangannya yakni dengan mendatangi seluruh
kantor resmi radio dakwah Islam di kota Surakarta. Adapun narasumber-
narasumber yang penulis wawancara merupakan pendiri dan bagian dari
kepengurusan masing-masing radio sejak radio-radio tersebut berdiri. Nama-nama
narasumber tersebut yakni, Tamrin Ghozali (Radio ABC), Yanni Rusmanto (Radio
Hizbullah), Syaiful Arifin (Radio Dakwah Syariah), Khoirul Anwar (Radio Al
22 Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, ), hlm. – .
23
Ibid.,hlm. .
Hidayah), Kukuh Wibowo (Radio MTA). Selain itu penulis juga mendapatkan
beberapa sumber arsip seperti brosur dan surat izin siaran dari KPID Jawa Tengah
terkait beberapa radio dakwah Islam yang arsipnya masih ada.
Studi pustaka merupakan kegiatan untuk mencari sumber yang berupa buku,
majalah, koran yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Pada penelitian
ini penulis melakukan pencarian sumber yang berupa buku di Perpustakaan
Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam IAIN Salatiga, Perpustakaan Institut
Agama Islam Negeri Salatiga, Perpustakaan UGM, Perpustakaan UKSW,
Perpustakaan Daerah Kota Salatiga, Perpustakaan Daerah Kota Surakarta,
Perpustakaan Pura Mangkunegara, Perpustakaan Daerah Provinsi DIY,
Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia (PNRI). Pada tahap ini studi pustaka yang berasal dari buku-buku
berkedudukan sebagai sumber sekunder untuk mendukung sumber primer.
Selain itu, beberapa sumber lain seperti jurnal, skripsi, profil lembaga dan
organisasi diperoleh dari penelusuran melaui internet yakni Google, Google Scholar
dan Ebook.
. Kritik (verifikasi)
Kritik (verivikasi) ialah meneliti apakah sumber-sumber itu sejati, baik
bentuk maupun isinya. Setelah penelusuran sumber didapat, kemudian dilakukan
kritik dari sumber tersebut.24
Kritik dituangkan sesuai dengan sumber primer yang
didapatkan yakni berupa wawancara dan arsip. Berdasarkan wawancara yang
diperoleh, dapat dianalisis bahwa sumber tersebut dapat dipertanggung jawabkan
keabsahannya. Karena, narasumber dari wawancara masing-masing radio
merupakan salah satu bagian dari pendiri dan ikut serta dalam berdirinya radio,
serta bagian dari kepengurusan dari awal masing-masing radio berdiri.
24 Daliman, Metode Penelitian Sejarah, hlm. .
Namun, karena sulitnya izin untuk wawancara dan keterbatasan waktu ada
dua radio yakni Radio Manajemen Hati dan Radio Mentari dalam penelitian ini
yang tidak bisa untuk diwawancarai. Dengan itu, penulis memohon maaf atas
keterbatasan beberapa sumber yang masih kurang. Meski demikian, penulis
mendapatkan sumber lain yakni dalam website profile Radio Mentari yang dibuat
dan dikelola oleh radio itu sendiri sehingga keabsahan yang berasal dari website
dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan untuk Radio Manajemen Hati diperoleh
dari sumber buku dengan judul “Suara Salafisme Radio Dakwah di Indonesia”
Dimana dalam buku tersebut ulasan mengenai Radio Manajemen Hati diperoleh
peneliti dalam buku yang berasal dari wawancara kepada Pimpinan radio tersebut.
Oleh karena itu, sumber dari buku ini dapat dipertanggungjawabkan pula
keabsahannya.
. Interpretasi
Interpretasi berarti menafsirkan atau memberi makna kepada fakta-fakta atau
bukti-bukti sejarah. Interpretasi diperlukan karena pada dasarnya bukti-bukti
sejarah sebagai saksi realitas di masa lampau adalah hanya saksi-saksi bisu belaka.
Fakta-fakta atau bukti-bukti dan saksi-saksi sejarah itu tidak bisa berbicara sendiri
mengenai realitas apa yang disaksikannya di masa lampau.25
Setelah data
terkumpul kemudian penulis menganalisa isi dari data tersebut lalu mengambil
kesimpulan berdasarkan hasil analisis. Mengenai hal ini, penulis mengaitkan antara
sumber tertulis baik sumber primer maupun sekunder dengan sumber lisan. Fakta-
fakta sejarah antara keduanya memiliki keterkaitan dan kesesuaian. Dari situlah
fakta-fakta sejarah nantinya akan disusun dalam penulisan sejarah.
25 Daliman, hlm. .
. Historiografi
Penulisan sejarah (historoiografi) menjadi sarana mengkomunikasikan hasil-
hasil penelitian yang diungkap, diuji dan dinterpretasikan.26
Setelah melakukan
heuristik, verifikasi dan interpretasi kegiatan selanjutnya adalah historiografi.
Dalam hal ini penulis menyusum fakta-fakta sejarah yang telah didapatkan dalam
sebuah tulisan. Penulisan sejarah inilah yang nantinya akan menjadi satu kesatuan
yang mengungkapkan fakta-fakta sejarah yang ada di lapangan. Fakta-fakta tersebut
disusun secara deskriptif. Dan kemudian dapat dianalisis sesuai dengan hal-hal
yang sekiranya perlu untuk dikaitkan.
G. Sistematika Penulisan
Pada bagian ini penulis memberikan ulasan pada setiap bab dari penelitian ini
untuk mengetahui dan mempermudah generalisasi pembahasannya. Adapun
sistematika pada penelitian berjudul “Perkembangan Radio Dakwah Islam di
Surakarta Tahun - ” adalah sebagai berikut:
BAB I merupakan bab pendahuluan dalam skripsi ini. Bab pendahuluan ini
mencakup tentang latar belakang masalah, rumusan masalah dan ruang lingkup
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II berisi mengenai perkembangan Islam di surakarta masa orde baru hingga
reformasi yang terdiri dari kota Surakarta dan dinamika multietnik hingga ,
Islamisasi di Jawa pasca- dan Islamisasi di Surakarta masa Orde Baru-Reformasi.
BAB III berisi mengenai perkembangan stasiun radio kota Surakarta, yakni
membahas mengenai sejarah stasiun radio di Indonesia dan, sejarah stasiun radio di
Surakarta dan dakwah melalui radio.
26 Daliman, hlm. .
BAB IV menjelaskan pasang surut stasiun radio dakwah Islam di Surakarta
tahun - . Berisi tentang perkembangan radio dakwah Islam di Surakarta dan
konflik materi dakwah stasiun radio di kota Surakarta.
BAB V bab ini merupakan bab terakahir yang mengungkapkan simpulan dari
penelitian yang telah dilaksanakan dan merupakan jawaban atas pertanyaan yang
dikemukakan dalam penelitian.
BAB II
PERKEMBANGAN ISLAM DI SURAKARTA MASA ORDE BARU HINGGA
REFORMASI
A. Kota Surakarta dan Dinamika Multietnik Hingga
Kota Surakarta merupakan salah satu kota tua di Indonesia yang menyimpan
berbagai peninggalan kebudayaan dari bermacam etnik, baik pada jaman sejarah maupun
prasejarah. Penemuan Pithecanthrophus Soloensis oleh W.F. Oppennorth dan C. Ter Haar di
tepian Bengawan Solo dapat membuktikan bahwa manusia purba telah pernah hidup di
wilayah Solo pada masa prasejarah. Sementara itu, peninggalan pada masa sejarah, seperti
candi, keraton, pura maupun bangunan-bangunan kuno masih dapat dijumpai di berbagai
sudut Kota Solo.27
Surakarta yang saat ini lebih dikenal dengan nama Solo, berasal dari sebuah desa
tempat Ki Gede Sala tinggal. Sala merupakan sebuah desa yang besar dan berbatasan
dengan sungai Bengawan Sala di sebelah timur, Kali Pepe disebelah utara, kali Thoklo
dibagian barat dan kali Wingko dibagian Selatan.28
Sejarah Kota Surakarta tidak terlepas
dari sejarah Kasunanan Surakarta yang merupakan kelanjutan dari sejarah Kasunanan
Kartasura.29
Nama Surakarta sendiri berasal dari wilayah kerajaan Mataram Jawa yakni
„Karta-Sura‟ menjadi „Sura-Karta‟ 30
Berbeda dengan keraton Yogyakarta, keraton Surakarta dibangun sebagai akibat dari
hancurnya keraton Kartasura dengan adanya peristiwa ”Geger Pecinan” yang terjadi pada
27 Qomarun dan Budi Prayitno, Morfologi Kota Solo (Tahun - ), Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Vol.
, No. , Juli , hlm. .
28 Heru Suharto, Surakarta Hadiningrat Dalam Strategi Elit (Suatu Analisis Kepemimpinan) Tahun - ,
(Surakarta: PT Pabelan Surakarta,), hlm. .
29 Krisna Bayu Adji, Ensiklopedia Babad Bumi Jawa: Buku Pintar Sejara Terbentuknya Daerah-daerah di Pulau
Jawa, (Yogyakarta: Araska, ), hlm. .
30 Qomarun dan Budi Prayitno, Morfologi Kota Solo (Tahun - ), hlm. .
masa pemerintahan Paku Buwono II.31
Pada tahun Ingkang Sinuhun Paku Buwono
(PB) II memutuskan untuk meninggalkan istana Kartasura yang sudah kacau karena
peristiwa tersebut. Ia mendirikan sebuah istana di tepi sungai Sala yang kemudian menjadi
Kraton Surakarta. Bangunan tersebut selesai di bangun pada tahun dan secara resmi
dipindahkan pada tahun .32
Dalam proses pemindahan keraton tersebut, berlangsung
sebuah upacara agung dan megah yang disebut dengan Boyong Wukir dan kemudian secara
resmi telah berkedudukan di Surakarta.33
Pada masa berikutnya, Pangeran Mangkubumi melakukan pemberontakan dan
mencetuskan sebuah peperangan yang akhirnya dapat berakhir pada tahun dengan
membagi wilayah kerajaan yang masih tersisa setelah peristiwa perang.34
Pembagian
wilayah tersebut tercantum pada isi perjanjian giyanti yang ditandatangani pada Februari
tahun . Perjanjian tersebut berlangsung di desa Giyanti, Jatinharjo, Tegalgedhe,
Karanganyar yang memang dipilih oleh Sunan Paku Buwono III sebagai tempat perjanjian
yang penting.35
Adapun isi dari Perjanjian Giyanti adalah pengakuan VOC atas kedaulatan Raden
Mas Sujana (Pangeran Mangkubumi) sebagai raja keturunan Mataram yang menguasai
separuh wilayah kekuasaan Raden Mas Suryadi (Paku Buwono III). Berdasarkan pada
Perjanjian Giyanti tersebut, Pangeran Mangkubumi mendirikan sebuah kerajaan baru di
hutan Pabringan yang kemudian wilayah kerajaannya dikenal dengan nama Kasultanan
Yogyakarta pada tahun .36
Pada awalnya, Solo dibentuk oleh masyarakat kuli yang berada di Bandar Nusupan.
Kuli yang dalam bahasa Jawa disebut soroh bau hingga pimpinannya disebut ki-soloh atau
31 A.M. Hadisiswaya, Keraton Undercover, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, ), hlm. .
32
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern - , (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, ), hlm. .
33 Heru Suharto, Surakarta Hadiningrat, hlm. .
34
Goerge D. Larson, Masa Menjelang Revolusi: Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta, - , (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, ), hlm. .
35 Purwadi & Endang Waryanti, Perjanjian Giyanti: Strategi Politik Teritorial untuk Mewujudkan Perdamaian,
(Yogyakarta: Laras Media Prima, ), hlm. .
36 Krisna Bayu Adji & Sri Wintala Achmad, Geger Bumi Mataram: Sejarah Panjang Perjalanan Kerajaan-
kerajaan Jawa Pasca Mataram Islam, (Yogyakarta: Araska, ), hlm. .
ki-solo atau ki-sala yang sebelumnya telah dijelaskan. Mereka tinggal di tepi Bengawan
Solo, di dekat pelabuhan dimana mereka bekerja untuk majikannya yang ada di Kadipaten
Pajang, sehingga membentuk pemukiman tepian sungai. Kebutuhan pokok kehidupan
pemerintahan pada masa Kerajaan Pajang banyak disuplai dari lalu lintas sungai dan bandar-
bandar yang berada di sepanjang Bengawan Solo. Kapal-kapal besar dari pesisir Jawa dan
selat Malaka saat itu mampu mengadakan perjalanan sampai ke pedalaman Jawa melalui
Bengawan lalu lintas darat.37
Dengan dipilihnya Desa Sala sebagai lokasi keraton, maka tentu hal ini membawa
pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan Kota Solo ke masa-masa berikutnya. Antara
Belanda dan Mataram memiliki kepentingan masing-masing yang pengaruhnya cukup besar
terhadap segala konsep tata-kotanya ke dalam bentuk nyata. Belanda dengan konsep kota
koloni dan keraton dengan konsep kota kosmologi saling bertumpang tindih membentuk
Kota Solo menjadi khas dan unik. Kondisi tersebut juga ditambah lagi dengan pola kota
organik yang telah lama disusun oleh masyarakat pribumi. Jadi pada tahap berikutnya, kota
tepian sungai yang pernah disusun oleh masyarakat pribumi akan berpadu dengan kota
daratan yang berpola “sakralprofan” (oleh model keraton) dan pola kokoh fungsionalis (oleh
model Belanda).38
Bagian tengah kota didiami oleh beberapa etnik seperti Jawa, Cina, Arab, dan Eropa
yang masing-masing menempati daerah tertentu secara terpisah. Disebelah utara kraton
terletak kepatihan, tempat kediaman pepatih dalem, sekaligus berfungsi sebagai pusat
administrasi pemerintahan. Istana Mangkunegaran terletak di sebelah selatan Kali Pepe,
demikian pula perkampungan orang-orang Eropa yang meliputi rumah residen, kantor-
kantor, gereja, gedung pertunjukan, gedung-gedung sekolah, toko-toko dan benteng
Vestenburg sebagai pusatnya. Perkampungan orang Eropa diluar beteng itu disebut Loji
Wetan, karena bangunannya berbentuk bahan batu bata. Perkampungan orang Tionghoa atau
37 Qomarun dan Budi Prayitno, hlm. .
38
Ibid, hlm. .
kampung pecinan tertetak di Pasar Gede di tepi sungai Pepe. Sedangkan orang-orang Arab
diberi tempat di Pasar Kliwon.39
Orang-orang Tionghowa dan Arab masing-masing dipimpin oleh orang yang
ditunjuk oleh pemerintah kolonial, dan diberi pangkat mayor, kapten, atau letnan. Hunian
orang-orang pribumi bercampur, baik penghuni lama maupun pendatang, kelas menengah
maupun kelas bawah di perkampungan. Diskriminasi ras dan etnik sangatlah ketat, sehingga
kontak sosial melalui jaringan sosial kota hanya terbatas pada golongan pribumi saja.
Hunian untuk penduduk pribumi Jawa terpencar hampir di seluruh kota. Bahkan nama-nama
kampung hunian penduduk suku Jawa, ada yang didasarkan atas nama-nama bangsawan
yang bertempat tinggal disana.40
Sebelumnya, keberadaan orang-orang Tionghowa dan Arab digolongkan sebagai
orang Timur Asing yang kelasnya berada di atas masyarakat pribumi dan di bawah orang-
orang Eropa. Wilayah tempat tinggal mereka juga ditentukan, yaitu dari kelompok
masyarakat yang lain dan ruang geraknya dibatasi dengan sistem surat jalan. Mereka juga
sesuai dengan UU Agraria , yakni dilarang memiliki tanah. Meskipun keberadaan
orang Tionghoa di Surakarta dibatasi oleh peraturan kolonial, tetapi tidak menutup
hubungan mereka baik secara pribadi maupun kelembagaan, dengan Sunan ataupun para
Bangsawan (pangeran).41
Kemudian, pada tahun -an pedagang-peadagang Tionghoa sudah menjalar ke
lokasi-lokasi strategis, seperti jalan-jalan di sekitar Pasar Legi, Pasar Gede, dan sekitar Pasar
Singosaren. Pada masa orde baru ( - ) hampir semua lokasi strategis atau jalan-jalan
utama di Kota Surakarta ditempati oleh pedagang Tionghoa. Tahun -an merupakan
39 Julianto, Ibrahim, Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan: Kriminalitas dan Kekerasan Masa revolusi di
Surakarta, (Wonogiri: Bina Citra Pustaka, ), hlm. .
40 Rustopo, Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghowa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, - , (Jakarta:
Penerbit Ombak, ), hlm. - .
41 Ibid., hlm. .
awal pedagang tekstil Tionghoa masuk ke Pasar Klewer, ketika pasar tersebut menjadi pusat
perdagangan dan bursa tekstil seiring dengan kejayaan industri batik dan tenun.42
Dengan demikian, Surakarta merupakan salah satu kota bersejarah yakni dengan
adanya kraton Kasunanan Surakarta sampai saat ini. Selain itu kota ini juga termasuk kota
multietnik yakni terdiri dari etnis Jawa, Eropa, Arab dan Cina. Sampai saat ini pengaruh
tersebut masih dapat kita lihat peninggalannya. Terutama dalam pembagian wilayah yang
mereka tinggali waktu dulu. Wilayah-wilayah ini menjadi tempat tinggal masyarakat kota
Surakarta di masa selanjutnya sampai saat ini. Meskipun beberapa etnis-etnis ini tidak
tinggal mengelompok seperti waktu dulu.
B. Islamisasi di Jawa Pasca
Mengenai Islamisasi di Indonesia beberapa pakar sejarah seperti Harry J. Benda dan
Clifford Geertz menyatakan bahwa dalam proses islamisasi khususnya di Jawa terjadi
sebuah proses sinkretisasi antara Islam dan Hinduisme. Dalam hal ini Geertz pada tahun
-an mengamati tiga bentuk varian golongan masyarakat yakni, priyayi, santri dan
abangan. Golongan priyai menurutnya dipengaruhi oleh animisme Jawa. Sementara
golongan abangan lebih dipengaruhi oleh ajaran Hindu-Buddha dan pandangan dunia mistik
Jawa. Sedangkan golongan santri lebih mempertahankan ajaran Islam yang masih disertai
dengan elemen-elemen yang berkaitan dengan dunia Jawa.43
Wilayah Jawa menjadi salah
satu wilayah besar dalam dunia Islam kontemporer dimana proses Islamisasi mengalami
kemandekan atau malah berbalik arah. Sebagaimama diobservasi oleh Boland pada akhir
dasawarsa -an, “Setelah , kaum Muslim semakin menyadari bahwa Islamisasi di
Indonesia pada dasarnya berarti Islamisasi Jawa ”44
42 Rustopo, Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghowa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, - , hlm. .
43
Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna: Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi ( - ), (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, ), hlm. .
44 Oleh Boland dalam bukunya berjudul Struggle of Islam dikutip oleh M.C. Ricklefs, Islamitation and Its
Opponents in Java, Terj. FX Dono Sunardi & Satrio Wahono, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, ), hlm. .
Dalam perkembangannya, santri dan abangan lebih memperlihatkan perbedaan
orientasi keagamaannya. Abangan, merupakan golongan yang dinilai tidak menjalankan
kewajiban-kewajiban Islam dan masih mempraktikkan ajaran Hinduisme, Buddhisme serta
animisme. Sedangkan santri merupakan golongan yang taat terhadap ajaran agama Islam
dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi segala larangan dalam beragama. Serta
berkomitmen terhadap nilai-nilai ajaran Islam yang ada di masyarakat. Namun dalam jangka
waktu tertentu abangan dapat bertransformasi menjadi santri ketika dalam kehidupannya
konsisten menjalankan segala kewajiban dalam agama Islam.45
Berkaitan dengan hal tersebut, tepatnya sebelum Indonesia menapaki masa orde
baru, kondisi politik di Indonesia pada masa demokrasi terpimpin dikenal dengan sebutan
politik aliran. Istilah tersebut merujuk pada pembagian masyarakat Jawa, yang secara
khusus terbagi menjadi kaum santri muslim yang taat dan kaum Jawa abangan serta
beberapa kelompok yang dimobilisasi oleh partai politik dan organisasi massa dibawahnya.
Adapun posisi kaum abangan direpresentasikan kedalam Partai Nasional Indonesia (PNI)
yang didalamya mencerminkan nilai-nilai kaum priyayi bangsawan dari kaum abangan elite
konservatif. Sementara itu Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partainya kaum
masyarakat kelas bawah yang memiliki daya tarik terhadap kaum petani dan buruh PNI.
Sedangkan kaum santri terbagi menjadi dua wadah yakni Masyumi yang modernis dan
Nahdlatul Ulama (NU) yang lebih mempresentasikan masyarakat pedesaan Jawa yang
saleh.46
Orde baru adalah masa pemerintahan di bawah rezim Presiden Soeharto. Pada masa
tersebut, hubungan antara pemerintah dengan umat Islam tidak berjalan secara harmonis.
Hal tersebut terjadi ketika Presiden Soeharto beserta militernya menolak para tokoh
Masyumi untuk menghidupkan kembali partainya. Selain itu, pada tahun muncul pula
keinginan untuk memimpin partai Islam yang baru dengan nama Parmusi (Partai Muslimin
45 Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna, hlm. .
46
M.C. Ricklefs, Islamitation and Its Opponents in Java, hlm. - .
Indonesia). Namun hal tersebut kembali dicegah oleh pemerintah. Bahkan pada dekade
-an, beberapa kelompok Islam sering dituduh sebagai pemberontak.47
Terlepas dari sikap keras rezim orde baru terhadap aspirasi politik kaum modernis
dan pengaruh kalangan tradisionalis di daerah pedesaan serta kebijakan pemerintah dan
aktivitas para pembawa Islam di seluruh pelosok Jawa, informasi mengenai pendalaman
Islamisasi terus terdengar sejak awal dasawarsa -an. Inisiatif-inisiatif orde baru di
bidang pembangunan, pendidikan, dan agama telah memancing dan menggerakkan berbagai
perubahan besar yang cukup signifikan dalam masyarakat Jawa. Beberapa dari mereka
sudah mulai bergerak di sektor manufaktur, kontruksi, perdagangan, perhubungan, dan jasa
mengalami peningkatan pada sekitar tahun -an. Dan di daerah pedesan banyak
perempuan yang bekerja di industri rumahan.48
Para pengamat mencatat bahwa kalangan masyarakat kelas menengah seringkali
menunjukkan perilaku kesalehan yang lebih tinggi. Sebagaimana yang terjadi dengan sistem
pendidikan bernuansa Islam yang dikaitkan dengan konsep moderenitas dalam pandangan
para pemuda Jawa. Yakni dengan dibangunnya sekolah-sekolah elite bernuansa Islam di
berbagai kota besar bagi masyarakat kalangan menengah dengan menyajikan kurikulum
nasioanal yang dipadukan dengan pelajaran agama Islam.49
Menurut Nor Huda, ada beberapa karateristik yang menandai format baru gerakan
Islam yang terjadi pada tahun -an. Pertama, kecenderungan semakin pudarnya
kepemimpinan politik Islam dan bangkitnya kepemimpinan para Intelektual muslim. Kedua,
kecenderungan semakin lemahnya penonjolan pada masalah-masalah ritual atau furu’iyah
dan tampak lebih menonjol isu-isu intelektual, sosial, ekonomi, dan estetika dalam Islam.
Ketiga, kecenderungan menurunnya sikap-sikap sektarian di kalangan umat Islam, terutama
di kalangan generasi muda Islam. Keempat, kecenderungan memudarnya konsep umat
47 Samsul Munir, Sejarah Dakwah, (Jakarta: Amzah, ), hlm. .
48
Ricklefs, hlm. .
49 Ibid, hlm. .
secara sempit, yaitu komunitas Islam yang eksklusif. Dalam konteks ini, umat Islam
dikonsepkan sebagai komunitas muslim yang kedudukan dan perannya tersebar luas di
berbagai institusi sosial yang ada atau munculnya wajah baru Islam yang inklusif.50
Pada masa ini, komunikator Islam pun lebih dikuasai oleh kaum Intelektual Muslim
daripada kaum ulama dan politikus Muslim. Wacana pun mulai ikut bergeser dari wacana
normatif ke wacana intelektual yang bercorak sosiologis dan tidak jarang juga sufistis. Cara
berpikir kaum inteklektual semacam ini telah berpengaruh baik terhadap pemikiran maupun
kebijakan politik pemerintahan termasuk umat Islam. Pengaruh nyata dari hal tersebut
adalah adanya akomodasi timbal balik (mutual accomodation) antara Islam dan birokrasi
Orde Baru. Bentuk riil dari saling mengakomodasi tersebut adalah pemenuhan berbagai
aspirasi umat Islam dan respons yang lebih partisipatif terhadap beberapa kebijakan Orde
Baru. Semakin baiknya hubungan antara Islam dan Orde Baru antara lain ditandai dengan
sejumlah kebijakan yang mengakomodasi aspirasi umat Islam. Yakni kebijakan mengenai
Undang-undang Pendidikan Nasional ( ), Undang-undang Peradilan Agama ( ), dan
Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.51
Ricklefs juga mengemukakan bahwa tanda-tanda Islamisasi terus terlihat pada
dasawarsa -an dan -an yakni mengenai pendidikan agama menjadi salah satu
pelajaran wajib dalam sistem pendidikan nasional. Hal tersebut termuat dalam UU
pendidikan yang baru pada tahun dengan menegaskan hal tersebut dan menetapkan
apapaun yang menjadi tuntutan para aktivis Islam, khususnya dari Muhammadiyah dan
MUI. Meskipun hal tersebut menjadi masalah yang cukup berat bagi kalangan beragama
Kristen. Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi pada , terdapat staf pengajar di
IAIN yang tersebar di seluruh Indonesia. Dan di akhir pemerintahan Soeharto sebanyak
50 Nor Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
), hlm. .
51 Ibid, hlm. .
persen dari seluruh pemuda di Indonesia lebih memilih untuk masuk di perguruan tinggi
IAIN.52
Islam di Indonesia selalu heterogen, namun Orde Baru membesar-besarkan
perbedaan demi kepentingan mereka sendiri. Adanya pengaruh gelombang pembaharuan
Islam secara internasional, secara tidak langsung telah munculkan beberapa gerakan pan-
Islam di Indonesia. Kelompok Islam dengan nama Ikhwanul Muslimin yang digawangi oleh
Abdullah Sungkar telah membuat suatu gagasan tentang semangat para pemuda inteletual
dalam melawan negara. Hal ini tentu saja menjadi salah satu ancaman bagi pemerintah Orde
Baru. Sehingga pada kerusuhan Tanjung Priok pemerintah menggunakannya sebagai alasan
untuk menindak keras segala bentuk radikalisme Islam. Beberapa dai dan politisi yang
dirasa termasuk dalam barisan garis keras ditangkap, diadili dan dipenjara. Bahkan
penggunaan hijab bagi perempuan dilarang secara keras.53
Pada akhir dekade -an, muncul pula gerakan kebangkitan Islam melalui kaum
intelektual di daerah perkotaan. Mereka termasuk kedalam golongan kelas menengah baru
dengan pekerjaan yang lebih mapan. Mereka inilah yang nantinya dapat menjadi penentu
dalam perubahan masyarakat terlebih dalam kehidupan beragama. Sehingga pemerintah
ingin menjadikan Islam sebagai kekuatan sosial, budaya dan ekonomi. Adanya perubahan
dalam tatanan religi-politik Indonesia, memunculkan sebuah pemikiran baru mengenai cara
beragama yang fungsional dan sekular.54
Para menteri Orde Baru menggambarkan Islam sebagai kekuatan ekstrem kanan
yang seperti ekstrim kiri yang harus dikontrol oleh pemerintah. Organisasi Islam
tradisionalis NU, ketika diminta untuk bergabung dengan PPP, menyatakan bahwa mereka
akan melakukan apa yang diinginkan pemerintah dan akan bersikap apolitis, sehingga tidak
perlu menjadi bagian dari partai pemerintah. Mereka hanya ingin terlibat dalam usaha sosial
52 Ricklefs, hlm. .
53
Adrian Vickers, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, ), hlm. .
54 Samsul Munir, Sejarah Dakwah, hlm. .
seperti, usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Meskipun ada upaya
dari pemerintah untuk memperdaya NU melalui mata-mata orang dalam, pemimpin berbakat
yang pada saat itu dikenal sebagai Gus Dur ini merupakan ketua NU dari tahun -an –
-an, menjadi penentang yang lunak dan terus-menerus terhadap rezim Soeharto.55
Hubungan baik antara pemerintah dan Islam terus berlanjut hingga dibentuknya
ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) dan MUI. ICMI berdiri pada akhir bulan
Desember oleh Prof. Dr. Ing B.J. Habibie. Adapun program yang diusung oleh ICMI
adalah melakukan kajian Islam, membangun potensi sumber daya umat, mengembangkan
kebudayaan dan sumber daya manusia serta mengembangkan lembaga bank syariah dan
lembaga manajemen musyarokah. Sedangkan MUI yang berdiri pada tahun oleh
Menteri Agama Prof. Dr. H.A. Mukti Ali merupakan wadah musyawarah para Ulama dan
cendekiawan.56
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, Islamisasi di Jawa pasca atau
dapat dikatakan sebagai Islam masa orde baru merupakan sebuah pijakan dari yang
sebelumnya dimana Islam dipilah dalam bentuk santri, abangan dan priyayi. Islam di masa
Orde Baru lebih menunjukkan orientasi gerakan Islam modernis yang langkahnya tertuju
pada gerakan dakwah Islam dan kaum intelektual. Pada awalnya, sikap pemerintahan rezim
Orde Baru memperlihatkan bahwa mereka merasa sangat terancam dengan adanya kekuatan
Islam baru tersebut. Bahkan beberapa diantaranya seringkali dituduh sebagai pemberontak.
Namun kemudian para kaum intelektual dapat memberikan pengaruh besarnya terhadap
politik masa Orde Baru. Yang pada akhirnya muncul beberapa kebijakan positif yang
dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru terhadap aspirasi umat Islam secara akomodatif.
55 Adrian Vickers, Sejarah Indonesia Modern, hal. .
56
Samsul, hlm. .
C. Islamisasi di Surakarta Masa Orde Baru Hingga Reformasi
Islamisasi di Surakarta tidak berbeda jauh dari pembahasan sebelumnya. Surakarta
berkembang sebagai sebuah kota yang turut serta dalam proses penyebaran Islam di Jawa
yang kemudian kota tersebut menjadi akar gerakan Islam radikal. Sebelumnya, di Surakarta
berdiri organisasi-organisasi gerakan Islam yang sangat berpengaruh dalam arah perjalanan
bangsa ini, antara lain Pondok Jamsaren, Serikat Islam (SI) pada awal abad ke- , disusul
pergerakan Al-Islam yang menjadi payung bagi umat Islam non-partisan. Pada pertengahan
abad ke- , berdiri Nahdhatul Muslimat, suatu gerakan Islam untuk pemberdayaan
perempuan dalam bidang pendidikan dan sosial.57
. Masa Orde Baru
Surakarta merupakan salah satu basis PKI yang cukup kuat pada masa akhir
kepresidenan Soekarno. Walikota Surakarta adalah seorang komunis yang pada Oktober
menyatakan dukungannya terhadap aksi kudeta yang saat itu berlangsung di Jakarta.
Menyusul setelah peristiwa kudeta tersebut terjadi kekerasan yang menjatuhkan banyak
korban dan kerugian harta benda yang dialami oleh komunitas abangan yang bersimpati
terhadap PKI dan masyarakat Cina. Usaha-usaha Islamisasi digalakan dengan
mengadakan pengajian-pengajian yang dipelopori oleh kalangan modernis non NU.58
Dalam situasi transisional dari masa sebelumnya ke masa Orde Baru yang kemudian
menimbulkan konflik ideologi (Islamis, Nasionalis, Komunis), sejumlah aktivis berusaha
melakukan gerakan dakwah Islam sinergis dalam wadah atau kelompok pergerakan.59
Pada dasawarsa -an dan -an di Surakarta muncul tiga gerakan Islam yang
pengaruhnya sangat besar dalam dinamika Islam saat ini yakni, Majelis Tafsir Al-Quran
(MTA), gerakan Jamaah Islamiyah (JI) dengan orientasi menekankan perjuangan
penegakan syariah Islam melalui kekuasaan, dan Majelis Pengajian Islam (MPI) yang
57 Mutohharun Jinan, Melacak Akar Ideologi Puritanisme Islam: Survei Biografi atas “Tiga Abdullah”,
JurnalWalisongo Volume. , Nomor. , (November ), hlm. .
58 Ricklefs, hlm.
59
Mutohharun Jinan, Melacak Akar Ideologi Puritanisme Islam, hlm. .
bergerak pada bidang usaha penerbitan dengan pendidikan Islam. Ketiga gerakan tersebut
dikenal sebagai kelompok penyebar ideologi puritanisme Islam, mulai dari moderat
sampai radikal. Pengaruhnya dalam dinamika Islam di Surakarta tidak pernah meredup
sejak berdiri hingga sekarang.60
Tiga tokoh yang berasal dari Gerakan Islam tersebut melakukan gerakan pemurnian
Islam di wilayah Surakarta dengan nama awalan yang sama yakni, Abdullah Marzuki
(Majelis Pengajian Islam), Abdullah Thufail (Majelis Tafsir Al-Qur‟an) dan Abdullah
Sungkar (Jamaah Islamiyah) Nama lain seperti Abu Bakar Ba‟asyir juga turut mewarnai
dalam gerakan pemurnian Islam, namun tokoh tersebut tidak begitu menonjol pada tahun
sekitar -an dan -an.61
Abdullah Marzuki mendirikan yayasan pendidikan Majelis Pengajian Islam (MPI)
sebagai media dakwah. MPI merupakan yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan
Islam, secara resmi berdiri pada tahun atas prakarsa Abdullah Marzuki dan istrinya
Siti Aminah. Mereka adalah pengusaha dari percetakan dan penerbitan Tiga Serangkai.
Kegiatan MPI terus mengalami kemajuan bersamaan dengan bisnis penerbitan Tiga
Serangkai tadi. Perkembangan pesat MPI ditandai dengan berdirinya pondok pesantren
Assalam atau Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam pada tanggal Juli di
desa Pabelan. 62
Berbeda dengan Abdullah Sungkar yang dalam dakwahnya bersinggungan dengan
kebijakan politik, aktivitas dakwah dan pendidikan Islam Abdullah Marzuki sama sekali
tidak terlibat dalam politik praktis. Ia idak pernah sama sekali bergabung dalam kegiatan
partai maupun menjabat dalam pemerintahan. Menurutnya, urusan politik biarlah menjadi
tanggung jawab para politisi yang memang memiliki minat berjuang melalui kepartaian.
Sebelum resmi berdiri sebagai yayasan MPI, Abdullah Marzuki bersama Abdullah
60Ibid, hlm. .
61
Ricklefs, hlm. .
62 Mutohharun , hlm. .
Thufail Saputro sudah aktif dalam kegiatan pendidikan dan dakwah antara lain
menyelenggarakan pengajian majelis taklim di sebelah utara gedung Monumen Pers
Surakarta tahun .63
Abdullah Thufail Saputro adalah pendiri sekaligus pemimpin Majelis Tafsir Al-
Qur‟an di Surakarta pada tahun sampai tahun . Latar belakang belakang
berdirinya MTA dimulai ketika Abdullah Thufail mengalami kegelisahan terhadap
kondisi umat Islam yang terpinggirkan yang kemudian ia berangkat menjadi seorang da‟i
dan seorang saudagar yang berkesempatan untuk berkeliling ke hampir seluruh propinsi
di Indonesia. Dari keterpinggiran, menurut Thufail umat Islam harus kembali kepada Al-
Qur‟an Dari sini Thufail kemudian mengadakan pengajian Tafsir yang kemudian
menjadi cikal bakal bagi berdirinya MTA.64
Pemikiran Abdullah Thufail tentang Islam dipengaruhi oleh beberapa tokoh
modernis yakni Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha serta Mohammad
Natsir. Sehingga corak pandangan religiusnya bersifat modernis yang meletakkan
kepercayaan pada nalar atau intelek seorang manusia untuk memahami makna Islam yang
sejati. Ia bahkan aktif dalam karya-karya dakwah dan penyebaran iman Islam di
Surakarta menjelang pergolakan politik dan bekerja sama dalam berbagai aktivitas
dakwah bersama Abdullah Marzuki dan Abdullah Sungkar.65
Abdullah Sungkar merupakan pelopor organsiasi Jamaah Islamiyah pada saat itu
bergelut pada bidang dakwah secara lisan dalam sebuah forum pengajian yang diadakan
di Masjid Agung Solo. Berawal dari kuliah zuhur di serambi masjid tersebut, Abdullah
Sungkar bersama beberapa kawannya salah satun diantaranya yakni Abu Bakar Baasyir
membuat sebuah kesepakatan untuk mendirikan Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki.
Selain berdiri sebagai lembaga pendidikan Islam, Pesantren Al-Mukmin Ngruki juga
63 Ibid, hlm. - .
64
Lihat profile MTA dalam www.mtaonline.com diakses pada Agustus pukul WIB.
65 Ricklefs, hlm. - .
berperan sebagai basis koordinasi gerakan dakawah Islam yang pada saat itu gencar
mengkritisi para penguasa Orde Baru.66
Tokoh lain yang turut serta mewarnai Islamisasi di Surakarta pada masa Orde Baru
adalah Abu Bakar Ba‟asyir Semasa hidupnya ia merupakan seorang aktivis organisasi
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Surakarta, ketua Lembaga Dakwah
Mahasiswa Islam (LDMI) cabang Surakarta pada tahun . Ia juga termasuk tokoh dari
pelopor pendirian Pesantren Al-Mukmin Ngruki bersama rekannya Abdullah Sungkar
seperti pada penjelasan sebelumnya Selain itu, Abu Bakar Ba‟asyir dan Abdullah
Sungkar menonjol pada dekade -an dalam barisan tokoh utama NII dibawah
komando tertinggi poros Adah Djaelani Tirtapraja.67
Memasuki tahun terakhir pasca tumbangnya masa orde kepemimpinan Presiden
Soeharto ormas-ormas radikal semakin terbuka lebar. Dimana pada waktu itu mendorong
adanya mobilisasi massa Islam secara transparan.68
Ormas-ormas radikal yang
bermunculan tidak berbeda jauh dari gerakan-gerakan Islam yang sebelumnya terjadi
pada masa orde baru seperti halnya dalam masalah penegakan syari‟at Islam atau
pendirian negara Islam. Hanya saja gerakan Islam di masa reformasi terlihat lebih tegas
dan berani dalam meyuarakan prinsip keisalamannya. Karakter tersebut terbentuk karena
situasi kebebasan yang diberikan oleh masa reformasi.69
. Masa Reformasi
Di era reformasi, Surakarta lagi-lagi menjadi salah satu kota yang termasuk dalam
tumbuhnya gerakan Islam yang dianggap radikal. Munculnya beberapa gerakan radikal
Islam di Surakarta sepertinya berkaitan dengan adanya euphoria politik di tingkat
nasional. Meskipun demikian, beberapa gerakan Islam tersebut tidak hanya dipengaruhi
66 Lukman Santoso Az, Sejarah Terlengkap Gerakan Separatis Islam, (Yogyakarta: Palapa, ), hlm. -
.
67 Ibid, hlm. .
68
M. Thoyyib, Radikalisme Islam di Indonesia, Jurnal Studi Pendidikan Islam, Vol. , No. , (Januari ), hlm. .
69 Afdlal, et.al., Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPI Press, ), hlm. - .
oleh euphoria politik nasional saja, melainkan karena adanya latar belakang historis
dengan gerakan yang terjadi di masa orde baru sebagaimana di jelaskan pada paragraf
awal mengenai Islamisasi di Surakarta. Beberapa tokoh yang muncul di masa orde baru
seperti Abu Bakar Ba‟asyir yang menyingkir ke negara lain mulai kembali ke Surakarta
untuk melanjutkan gerakan Islam yang dulu pernah digawanginya.70
Sejak bergulirnya masa reformasi, radikalisme keagamaan di wilayah Solo seolah-
olah terus membentuk hubungan sosial yang tidak lengang dari sorotan publik. Oleh
sebab itu, Solo dipandang sebagai lahan subur tumbuhnya gerakan kelompok radikal
Islam. Bahkan jaringannya telah terkait dengan organisasi Islam di tingkat internasional.
Salah satu pemantik adanya gerakan Islam di Solo adalah tingkat pluralitas yang tinggi,
dimana masyarakat abangan yang tercatat beragama Islam masih menjalani ritual
kepercayaan terhadap budaya lokal yang masih kental. Sehingga muncul gerakan Islam
dengan dalih pemurnian agama yang pada akhirnya bahkan menyulut konflik sosial.71
Dalam perkembanganya, terdapat dua bentuk dari gerakan Islam radikal di
Indonesia. Pertama, gerakan Islam radikal yang masih berada dalam habitatnya. Beberapa
diantaranya seperti, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Tarbiyah-Ikhwanul Musliminan dan
Gerakan Salafi-Wahabi. Kedua, gerakan Islam radikal yang sudah bermetamorfosis,
meskipun secara ideologis sangat berkesesuaian dengan gerakan Islam radikal
transnasional di wilayah timur tengah. Beberapa contoh seperti misalnya, Front Pembela
Islam (FPI), Lasykar Jihad (LJ), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan lain
sebagainya.72
Embrio kemunculan kelompok ini di panggung nasional, sebenarnya sudah diawali
sejak berubahnya kebijakan negara, pada dasawarsa -an; dari peminggiran Islam ke
akomodasi Islam Baru di era keterbukaan dan kebebasan politik inilah, “gerakan Islam
70 Ibid, hlm. - .
71
Nur Kafid, Dari Islamisme ke ”Premanisme”: Pergeserran Orientasi Gerakan Kelompok Islam Radikal di Era Desentralisasi Demokrasi, Jurnal Sosiologi, Vol. No. , (Januari ), hlm. .
72 Rubaidi, Variasi Gerakan Radikal Islam di Indonesia, Analisis, Volume XI, Nomor , (Juni ), hlm. .
baru” mulai menunjukkan wataknya yang selama ini terbenam dalam tekanan rezim Orde
Baru. Hal ini bukanlah fenomena yang baru dan mengejeutkan. R.William Liddle
misalnya, ia mengatakan bahwa kebangkitan gerakan Islam di Indonesia yang ia sebut
dengan Islam skripturalis adalah sesuatu yang niscaya, bahkan sudah pernah
diramalakannya sejak lama.73
Bersama bergulirnya reformasi, kelompok-kelompok revivalisme Islam ini
menemukan momentumnya untuk melakukan akselerasi politik secara kultural (ormas
Islam) dan struktural (partai Islam). Dua gerakan ini memiliki peluang yang luas, ketika
rezim yang berkuasa memberikan angin segar kebebasan setelah lama dipinggirkan
secara politik oleh rezim Orde Baru. Kemunculan model gerakan baru ini merupakan
antitesa terhadap gerakan Islam akhir -an, hingga pertengahan -an. Dimana
pada masa itu prinsip-prinsip gerakan, pendekatan, modus artikulasi pemikiran dan aksi
politik Islam sudah mengalami perubahan sukup penting dibandingkan dengan masa awal
Orde Baru. Sebagai akibat sikap represif pemerintah orde baru terhadap Islam, para
intelektual dan aktor gerakan Islam mengubah pemikiran dan aksi politiknya yang tidak
lagi legislatik-formalistik dan kontrotatif.74
Faktor-faktor yang melatarbelakangi tumbuhnya radikalisme di Indonesis
mendorong kalangan Islam di Surakarta terutama dari kalangan muda untuk
meresponnya. Salah satu contohnya adalah Front Pemuda Islam Surakarta yang termasuk
kedalam gerakan radikal dengan mengusung nama Islam sebagai pionir utama untuk
menerapkan syariat Islam. FPIS sama sekali tidak berafilisasi dengan partai politik
apapun. Pembentukan FPIS berkaitan dengan kekhawatiran umat Islam di Surakarta
setelah terjadinya kerusuhan Mei dam pemilu. Tugas besar FPIS pada waktu itu adalah
73 Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, ), hlm. .
74 Ibid., hlm. - .
melawan kaum perusuh. Aksi yang mereka lakukan bertujuan agar kondisi sosial maupun
politik di kota Surakarta tidak semakin parah.75
Di Surakarta selain adanya FPIS dan Pesantren Ngruki yang dikategorikan sebagai
gerakan radikal, terdapat juga organsiasi radikal lainnya seperri Jundullah,
Hizbullah/Sabilillah, Barisan Bismillah, Gerakan Pemuda Ka‟bah (GPK) dan lain
sebagainya. Beberapa diantara organisasi tersebut termasuk kedalam afiliasi partai politik
dan ada yang berdiri sebagai organisasi independen. Seperti halnya FPIS, Jundullah dan
Barisan Bismillah dapat dikatakan sebagai organisasi yang independen atau sama sekali
tidak memiliki keterkaitan dengan organisasi atau parta politik. Sedangkan
Hizbullah/Sabilillah sejak awal telah berafiliasi dengan Partai Bulan Bintang (PBB) serta
Barisan GPK berafiliasi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).76
Islamisasi di Surakarta bersifat dinamis dan reaktif terhadap kondisi politik Islam di
Indonesia. Surakarta memang menjadi salah satu kota yang termasuk dari akar rumput
gerakan-gerakan Islam yang bersifat radikal maupun fundamental. Beberapa gerakan
Islam muncul di kota tersebut pada awal masa Orde Baru dan kemudian berlanjut di masa
awal reformasi. Semua gerakan Islam tersebut terbentuk karena adanya rasa khawatir
terhadap umat Islam yang mana menurut mereka perlu untuk ditegakkan kembali
pemahaman mengenai syari‟at Islam yang sesungguhnya Namun, tujuan dari gerakan-
gerakan tersebut termsuk kedalam gerakan Islam yang radikal. Dengan demikan kota
Surakarta sering disebut sebagai sarang dari gerakan radikalisme di Indonesia.
75 Afdlal, et.al., Islam dan Radikalisme di Indonesia, hlm. .
76
Ibid, hlm. - .
BAB III
PERKEMBANGAN STASIUN RADIO DI KOTA SURAKARTA
A. Sejarah Stasiun Radio di Indonesia
. Pada Periode Penjajahan Belanda
Menguak eksistensinya pada masa pemerintahan imperealisme Belanda, radio siaran
pertama di Indonesia bernama Nederland Indie-Hindia Belanda adalah Bataviase Radio
Vereniging (B.R.V). Didirikan di Batavia (Jakarta) pada tanggal Juni .77
Dalam
pendiriannya, anggota-anggota dari B.R.V secara gotong-royong mengumpulkan uang
untuk membelikan alat-alat dan dibuatlah pemancar kecil. Sedangkan tempat siarannya
mula-mula dilangsungkan dari salah satu ruang di Hotel Des Indes. Kemudian
berkembang menjadi lebih besar dan mempunyai gedung sendiri. Sejak saat itu semangat
masyarakat untuk mendirikan perkumpulan-perkumpulan sendiri menjadi lebih meluas.
Baik terutama dikalangan bangsa Indonesia sendiri maupun dikalangan perusahaan asing.
Yang dimana maksud pokoknya untuk memenuhi kepentingan propaganda dari
perusahaan atau dagangannya.78
Tentunya pada waktu itu belum terdapat peraturan tertentu yang mengikat, misalnya
soal penetapan gelombangnya. Maka masing-masing dari mereka memilih gelombang-
gelombang sendiri untuk melakukan siarannya. Lambat laun pemerintah Hindia Belanda
membuka mata lebih lebar dengan memperhatikan sungguh-sungguh perkembangan
radio ini. Dan memang sebelum B.R.V terlahir, pemerintah Hindia Belanda sudah lebih
dahulu memesan sebuah pemancar dari Amerika Serikat dengan maksud untuk
mengadakan siaran-siaran yang dilakukan oleh pemerintah sendiri.79
77 A. Ius . Trianto, Broadcasting Siaran Radio: Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Graha Cendekia, ), hlm.
.
78 Kementerian Penerangan-Djawatan RRI, Sedjarah Radio di Indonesia, , hlm. .
79
Ibid, hlm.
Namun usaha pemerintah Hindia Belanda ini kalah kuat bila dibandingkan dengan
semangat usaha para partekelir. Tak berhenti disitu saja, pemerintah Hindia Belanda
beberapa kali melakukan percobaan-percobaan penyiaran salah satunya dengan
menyiarkan lagu-lagu barat. Usaha ini terjadi pada tahun setelah lahirnya B.R.V.
Dan pada tahun resmi terbentuk sebuah perkumpulan dengan nama NIROM
(Nederlanshce Indie Radio Omroep Maatschappij) yang sama-sama melakukan
percobaan penyiaran lagu-lagu barat dengan pemancar berekekuatan watt.80
Bersamaan dengan hal tersebut, lahirlah Radiowet Hindia Belanda yang bahkan
memberikan lisensi kepada NIROM. Dimana dalam jangka lima tahun kedepan NIROM
dapat melakukan penyiaran radio di Hindia Belanda. Tentu saja dengan adanya hal
tersebut pemerintah penjajah mengadakan beberapa ketentuan serta peraturan yang
berkaitan dengan siaran radio yang diakukan oleh NIROM. Disni siarannya menjadi salah
satu bagian dari pemerintahannya. Sebaliknya, NIROM akan menerima uang yang
jumlahnya tidak kecil setiap bulannya.81
. Pada Periode Pendudukan Jepang
Setelah Belanda menyerah terhadap Jepang pada Maret , yang mulanya pada
tanggal Desember secara tiba-tiba Jepang menyerbu Asia Tenggara dan
mengebom Pearl Harbor yakni pangkalan terbesar Angkatan Laut Amerika Serikat. Yang
kemudian estafest imperealisme berada dibawah kendali pemerintahan Jepang.82
Pada
masa ini, radio siaran yang mulanya berstatus swasta diubah dan diurus oleh Jawatan
khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, yang merupakan pusat radio siaran dan
80 Kementerian Penerangan-Djawatan RRI, Sedjarah Radio di Indonesia, hlm. .
81
Ibid., hlm. .
82 Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, , hlm. .
berkedudukan di Jakarta. Cabang-cabangnya tersebar ke berbagai kota yakni Bandung,
Purwakarta, Jogja, Solo, Semarang, Surabaya, dan Malang dengan nama Hoso Kyoku.83
Selanjutnya setiap Hoso Kyoku tadi membuka kantor-kantor cabang di setiap kota
kabupaten yang disebut Shidanso dan bertugas mempersatukan seluruh bengkel reparasi
radio setempat. Semua perbaikan dan pemeriksaan pesawat radio penerima milik
masyarakat dilakukan di satu tempat dan langsung diawasi secara ketat oleh seksi
propaganda .pemerintahan militer Jepang. Selain itu Shidanso juga melakukan
penyegelan terhadap gelombang/frekuensi siaran radio luar negeri dan membangun radio
untuk umum di tempat-tempat pusat keramaian orang. Dengan peraturan itu praktis
seluruh pemilik pesawat radio penerima hanya dapat mendengarkan siaran yang
dipancarkan oleh Hoso Kyoku dari delapan kota di pulau Jawa.84
Kebijakan lain yang sangat mendasar selama masa pemerintahan militer Jepang
adalah dalam hal konten siaran. Pemerintahan militer Jepang sangat sadar bahwa radio
pada waktu itu merupakan satu-satunya media massa yang paling ampuh untuk
mempengaruhi masyarakat luas mengingat media massa cetak masih sangat terbatas,
sedangkan media televisi belum ada. Untuk meminimalisasi resiko yang mungkin timbul
maka diberlakukan banyak aturan yang harus ditaati oleh para penyelenggara siaran
radio. Adapun beberapa aturan yang terkait dengan aspek konten (isi) siaran radio adalah
sebagai berikut:
. Jepang melarang semua Hoso Kyoku menyiarkan lagu-lagu Belanda dan musik barat
pada umumnya. Pelarangan itu pada awalnya jelas menimbulkan masalah mengingat
industri rekaman dalam negeri pada waktu itu belum berkembang sehingga masih
sangat tergantung pada industri rekaman dari Eropa dan barat pada umumnya. Untuk
memenuhi kebutuhan siaran maka ada beberapa tuntutan yang kemudian
83 A. Ius . Trianto, Broadcasting Siaran Radio: Teori dan Praktek, hlm. - .
84
Darmanto dan Istiyono, RRI Surakarta: dari Radio Komunitas menjadi Radio Publik, (Surakarta Lembaga Penyiaran Publik RRI Surkarta, ), hlm. .
menyebabkan musik keroncong, lagu-lagu Indonesia, seni drama dan lainnya
mencapai kemajuan pesat.
. Larangan penggunaan bahasa Belanda dan Bahasa asing lain dalam siaran radio,
kecuali bahasa Jepang. Semua siaran wajib menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini
memberikan hikmah tersendiri karena dengan kebijakan tersebut justru mempercepat
proses pemasyarakatan bahasa Indonesia menjadi bahasa percakapan sehari-hari.
Masyarakat menjadi semakin familier dengan bahasa Indonesia karena setiap hari
mendengarkan siaran dari radio.
. Radio dijadikan alat untuk menanamkan semangat busyido Seisyin atau semangat
kesatria Jepang yang memiliki ketaatan dan rasa hormat kepada orang tua, pemimpin,
dan raja. Penanaman semangat busyido itu dilakukan melalui pelatihan kemiliteran
dan pendidikan jasmani. Terkait dengan itu maka setiap pagi Hoso Kyoku Jakarta yang
direlai oleh daerah mengomando pelaksanaan senam kesehatan jasmani bagi murid-
murid sekolah dasar, sekolah lanjutan, pegawai pemerintah, pegawai swasta, dan
masyarakat umum. Acara siaran tentang senam pagi itu disebut “Radio Taiso”.
. Adanya sensor ketat yakni bagi semua Hoso Kyoku berlaku peraturan bahwa semua
materi siaran kata, terkecuali yang bersumber dari Kantor Berita Jepang Domei, semua
harus disensor oleh Bunkaka (Kantor Propaganda Jepang). Dengan demikian, semua
siaran kata harus disiapkan dalam bentuk tertulis, tidak boleh improvisasi.
. Hoso Kyoku secara rutin menyelenggarakan pelajaran Bahasa Jepang untuk
mendukung kebijakan diterapkannya pelajaran Bahasa Jepang di sekolah-sekolah.
Pengalaman penyelenggaraan siaran Bahasa Jepang itu di kemudian hari menjadi
modal penting bagi para pegawai Hoso Kyoku yang kelak kemudian bermetamorfose
menjadi RRI.85
85 Ibid, hlm. - .
Keadaan media massa baik media cetak maupun elektronik termasuk radio selama
masa pendudukan Jepang yang begitu memprihatinkan tadi, digambarkan oleh M.H.
Gayo sebagai berikut:
”Di zaman fasisme Jepang yang pernah berkuasa di Indonesia selama tiga setengah
tahun yaitu sejak Maret 1942 sampai dengan 17 Agustus 1945, perkembangan
pers/massa media tidak banyak yang dapat dikemukan. Karena seluruh penerbitan
pers/mass media swasta dimatikan”.86
. Pada Periode Kemerdekaan
Tepat dua hari sebelum kemerdekaan yakni pada tanggal Agustus setelah kota
Hirosima dan Nagasaki di bom dan menewaskan banyak korban, Jepang menyerah tanpa
syarat kepada sekutu.87
Peristiwa proklamasi kemerdekaan pada tanggal Agustus
awalnya disebarkan secara ilegal kepada pemimpin-pemimpin pergerakan nasional yang
akhirnya dapat disiarkan oleh Yusuf Ronodipuro yang saat itu bekerja di radio Hoso
Kyoku Djakarta.88
Dan kemudian barulah pada malam harinya tanggal Agustus ,
sekitar pukul WIB dapat diudarakan melalui Radio Republik Indonesia (RRI)
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.89
Kemudian pada tanggal Agustus secara otomatis, siaran radio Hoso Kyoku
yang ada diseluruh Indonesia ditutup oleh pemerintah Jepang secara resmi.90
Penutupan
siaran radio milik Jepang menimbulkan kevakuman komunikasi massa. Mengingat pada
saat itu belum ada stasiun penyiaran radio lain yang muncul. Padahal, sebagai sebuah
negara yang baru saja berdiri, sebuah alat komunikasi massa sangatlah penting demi
terlaksanannya hubungan antar pemerintah dan masyarakat di seluruh Indonesia.91
86 Rusdi Sufi, Perkembangan Media Komunikasi di Daerah: Radio Rimba Raya di Aceh, (Jakarta: CV. Ilham
Bangun Karya, ), hlm. - .
87 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern - , (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, , hlm. .
88
Kementerian, hlm. .
89 Rusdi Sufi, Perkembangan Media Komunikasi di Daerah: Radio Rimba Raya di Aceh, hlm. .
90
Kementerian, hlm. .
91 Darmanto, RRI Surakarta: dari Radio Komunitas menjadi Radio Publik, hlm. .
Berkaitan dengan hal tersebut, mantan broadcaster Hoso Kyoku di Solo Maladi
memilki inisiatif untuk mengirim surat kepada teman-temannya di berbagai kota yakni
Yogyakarta, Semarang, Malang, Surabaya dan Jakarta. Dalam suratnya, Maladi mengajak
seluruh pimpinan dari kota-kota tersebut untuk mengadakan pertemuan di Jakarta guna
membahas tindak lanjut dari penutupan siaran Hoso Kyoku yang berlangsung pada
tanggal September 92
Namun sebelum itu, para pemimpin-pemimpin radio dari seluruh Jawa mengadakan
pertemuan dengan para pemimpin bangsa yakni Presiden Soekarno. Adapun dalam
pertemuannya mereka menuntut kepada Jepang yang sudah menyerah kalah kepada
tentara sekutu untuk menyerahkan semua radio beserta pemancar siaran dan
perlengkapannya kepada bangsa Indonesia. Akan tetapi, Jepang tidak bersedia untuk
memenuhi tuntutan tersebut. Karena menurutnya sebagai akibat dari kekalahan tersebut,
semuanya telah menjadi hak milik sekutu.93
Selanjutnya para pemimpin radio tadi mengadakan pertemuan kembali. Pertemuan
berlangsung di rumah perwakilan pimpinan Jakarta bernama Adang Kadarusman di
daerah Menteng. Abdulrachman Saleh seorang ahli bidang telekomunikasi menjadi
pimpinan rapat tunggal yang mereka sebut “Perjuangan Kita”, berlangsung dari pukul
- pada tanggal September. Ada tiga kategori permasalahan yang mereka
bahas dalam rapat tersebut, yaitu94
:
a) Aspek Idiil RRI
Landasan/Dasar :
RRI didirikan di atas landasan/dasar Proklamasi Agustus
Tujuan :
RRI didirikan dengan tujuan:
92 Ibid., hlm. .
93
Rusdi, hlm. .
94 Darmanto, hlm. .
. Perjuangan bangsa dan negara Republik Indonesia untuk membela dan
menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan negara pada khususnya, menggalang
persatuan nasional dan membangun cita-cita kemerdekaan pada umumnya.
. Komunikasi antara Pemerintah dengan rakyat dan rakyat dengan rakyat
. Pembinaan jiwa dan semangat Proklamasi Agustus
Norma dan Moral Siaran
Setiap pegawai Radio Republik Indonesia harus yakin dan setia kepada
perjuangan RRI, dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi, golongan dan aliran dalam membina penyiaran radio
Disiplin Perjuangan
Seluruh korps RRI harus membela dan menjaga keselamatan alat-alat radio
dengan segala akibatnya demi keselamatan Republik Indonesia
Semboyan
Dalam keadaan apa pun, siaran RRI tidak boleh lenyap dari udara
b) Aspek Struktural
. Organisasi
RRI adalah Badan Nasional Penyiaran Radio bersifat persatuan,
dengan Jakarta sebagai kantor pusat sementara, dan studio di daerah
sebagai cabang-cabangnya yang bertanggung jawab sepenuhnya atas
segala penyiaran di daerah masing-masing
. Pimpinan
RRI dipimpin oleh seorang Pemimpin Umum dengan kepala-kepala bagian di
Pusat sebagai pembantunya, dan kepala-kepala studio di daerah sebagai wakilnya.
. Status RRI
Sementara belum ditetapkan oleh Pemerintah, RRI merupakan satu unit
yang tidak bisa dipisahkan.
. Kesatuan Unit
Bagian siaran dan bagian pemancar/teknik merupakan satu unit yang
tidak bisa dipisahkan
. Komunikasi Pusat dan Daerah
Melalui hubungan telegrafi yang diselenggarakan oleh RRI sendiri
. Hubungan dengan Pemerintah
Hubungan RRI dengan pemerintah hanya melalui Pemimpin Umum RRI
c) Aspek Program Perjuangan
. Penguasaan pemancar-pemancar dan alat-alat radio dari tangan Jepang dengan
jalan apa pun.
. Mempersiapkan pemancar-pemancar gerilya mobil untuk menjamin kelangsungan
siaran RRI dalam keadaan apa pun
. Ke dalam mengobarkan semangat kemerdekaan dan jiwa Proklamasi Agustus
kepada seluruh rakyat.
. Keluar, menyebarluaskan ke seluruh dunia tentang cita-cita dan perjuangan
bangsa Indonesia yang sudah merdeka.
Selain tiga kategori permasalahan di atas, rapat juga berhasil merumuskan keputusan
penting yang tercantum dalam poin hasil keputusan. Keputusan-keputusan bulat yang
telah berhasil dicapai berlangsung hingga tanggal September pukul WIB
dan diikuti oleh utusan dari Hoso Kyoku di Jawa karena sampai berakhirnya rapat,
utusan dari Malang dan Surabaya tidak dapat hadir karena kesulitan transportasi. Adapun
beberapa keputusan penting yang ada di antara butir tersebut, antara lain:
a) Tanggal September ditetapkan sebagai Hari Lahirnya Radio Republik Indonesia
b) Kepada semua pegawai diminta supaya menentukan pendiriannya dengan dengan
sukarela: menjadi pegawai RRI atau tidak. Pernyataan ikut menjadi pegawai RRI
harus disertai dengan sumpah setia kepada RRI dan Negara Republik Indonesia.
Daftar-daftar pegawai tersebut, harus disampaikan kepada kantor pusat di Jakarta
dimana saudara Tjatja diserahi kewajiban mengurusnya .
c) Mulai saat itu, yaitu tanggal September mereka yang hadir dalam pertemuan
menyatakan menjadi pegawai Republik Indonesia.
d) Untuk sementara waktu Jakarta ditetapkan sebagai kantor pusat RRI. Sebagai
pemimpin umum dipilihlah Dr. Abdulrachman Saleh yang diberi kekuasaan untuk
menetapkan kepala-kepala bagian dan formasi pusat RRI.
e) Dalam soal-soal organisator setiap studio hanya tunduk kepada komando pusat yaitu
pemimpin umu Dr. Abdulrachman Saleh.
f) Setiap studio berkewajiban mengusahakan penyerahan segala pemancar dan alat-alat
siaran Hoso Kyoku dari Jepang untuk dipakai oleh RRI. Usaha itu harus dilakukan
dalam dua tingkat. Pertama dengan jalan berunding dan kedua dengan jalan lain.
g) Masing-masing studio mencari tempat-tempat di luar kota untuk dijadikan tempat-
tempat perjuangan selanjutnya. Tempat-tempat itu harus dipilih yang mempunyai
letak strategis yang dapat memberikan jaminan agar pemancar-pemancar dapat
terhindar dari serangan musuh. Sebaiknya dicari tempat-tempat pegunungan.
h) Segera harus dilakukan pemindahan dari pemancar-pemancar yang besar dari kota
atau studio. Begitu juga alat-alat penting untuk siaran, yang dikuatirkan akan hancur,
apabila studio mendapat serangan-serangan pemboman dari tentara Inggris tau
Belanda. Apabila sudah ditetapkan tempat-tempat yang akan dipakai sebagai tempat-
tempat pedjuangan selanjutnya, maka pemancar-pemancar serta alat-alat studio tadi
harus dipindahkan ke tempat-tempat tersebut. Di tempat tersebut harus disiapkan
studio-studio darurat yang bersifat mobile, agar sewaktu-waktu dapat dipindahkan
kelain tempat.
i) Di samping pemancar siaran harus diusahakan pemancar telegrafi untuk kepentingan
perhubungan dengan studio-studio lain dan pusat.
j) Perintah-perintah dari pusat hanya dianggap sah kalau dikeluarkan oleh pemimpin
umum. Perintah-perintah lain, sekalipun dari pemerintah tidak dianggap sah.
k) Sebelum ada ketetapan tentang status RRI dalam ketata-negaraan, masing-masing
studio diberi kelonggaran untuk mencari keungannya sendiri-sendiri, asal tidak
bertentangan dengan dasar-dasar RRI.
l) Apabila terjadi pertempuran dengan Inggris dan Belanda dan hubungan dengan Pusat
atau studio-studio lain terputus, masing-masing studio diperbolehkan
menggabungkan diri dengan KNI dan Pemerintah Daerah. Hubungan dengan kedua
instansi itu harus bersifat darurat.
m) Sebagai cabang-cabang RRI yang pertama dicatat Jakarta, Bnadung, Purwokerto,
Semarang, Jogjakarta, Surakarta, Malang dan Surabaya. Oleh pusat akan diusahakan
hubungan dengan studio-studio radio diluar Jawa.95
. Pada Periode Orde Baru
Radio Republik Indonesia (RRI) merupakan satu-satunya radio siaran yang dimiliki
dan diakuisisi oleh pemerintah Indonesia sampai akhir tahun . Dalam masa peralihan
dari pemerintah Orde Lama ke Orde Baru merupakan kesempatan bagi radio amatir untuk
mengadakan radio siaran. Radio amatir ialah seperangkat pemancar radio yang digunkan
oleh seorang penggemar untuk berhubungan dengan penggemar lainnya. Sifatnya adalah
komunikasi dua arah atau timbal balik dalam percakapan.96
Perkembangan radio amatir dan radio siaran mengalami kemajuan yang begitu pesat.
Oleh karena itu untuk menertibkan kegiatan dalam bidang radio ini, pemerintah
mengeluarkan PP No: / tentang amateurisme dan untuk radio siaran UU No.
/ tentang telekomunikasi frekunsi pemancar diatur dan disesuaikan dengan daftar
pada International Telecomunication Union (ITU). Untuk pelaksanaannya, maka pada
95 Kementerian, hlm. .
96
Rusdi, hlm. .
tahun pemerintah menerbitkan peraturan yaitu Peraturan Pemerintah No: /
tentang Radio Siaran Non Pemerintah yang mengatur fungsi, hak, kewajiban dan
tanggungjawab radio siaran, syarat-syarat penyelenggaraan, perizinan serta
pengawasannya.97
Walaupun radio siaran merupakan alat pendidikan, penerangan dan
hiburan, namun dalam operasinya tidak bersifat komersial. Pelaksanaanya mengikuti
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku mengenai usaha-usaha yang bersifat
komersial seperti pada bidang perpajakan.98
Perkembangannya tersebut terus meningkat sampai pada tahun , yang dimana
pada waktu itu jumlah stasiun radio siaran non RRI mencapai buah, yang terdiri
stasiun komersial, stasiun non komersial dan stasiun radio Pemerintah Daerah.
Badan radio siaran non pemerintah kini telah tergabung dalam satu wadah yang bernama
Persatuan Radio Swasta Niaga Indonesia (PRSSNI).99
Organisasi ini berdiri pada tanggal
Desember , yang berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia Jakarta. Dan
kemudian pada tanggal Agustus telah diluncurkan Satelit Komunikasi Palapa
yang begitu berarti bagi Indonesia. Karena Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD)
ini merupakan media yang sangat penting dan sangat ampuh bagi siaran radio dan alat
komunikasi lainnya. 100
. Zaman Reformasi
Dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, pertarungan kekuatan antara sisa-sisa
kekuatan orde baru dan reformis mencapai puncaknya. Dalam proses ini, beberapa media
elektronik seperti radio dan televisi bangkit memainkan peran sosial yang sempat hilang,
yaitu sebagai medium informasi yang lebih andal daripada media massa cetak. Pada
97 http://www.radioprssni.com/prssninew/history.asp diakses pada Juli pukul WIB.
98
Rusdi, hlm. - .
99 Saat ini kata Persatuan Radio Swasta Niaga Indonesia berubah menjadi Persatuan Radio Siaran Swasta
Nasional Indonesia yang tetap disingkat dengan nama “PRSSNI” pada Munas ke IV PRSSNI di Bandung tahun . Diakses dari http://www.radioprssni.com/prssninew/history.asp pada Juli pukul WIB.
100 Rusdi, hlm.
zaman orde baru, radio di Indonesia seperti berada di zaman kegelapan, karena tidak
punya pilihan lain selain merelakan diri menjadi medium propaganda penguasa.
Perkembangan yang terjadi setelah , radio dan televisi berlomba menyajikan berita
yang tercepat, objektif dan langsung dari lokasi kejadian merupakan konsekuensi
runtuhnya rezim penguasaan informasi di satu tangan, RRI dan TVRI. Reformasi politik
tidak sekedar memaksa penghapusan regulasi penyiaran berita tetapi melahirkan
eforia, booming media dan booming informasi, mulai dari politik sampai mistik.101
Rentang waktu - merupakan proses historis terpenting bagi kebangkitan
jurnalisme media elektronik. Dalam rentang waktu ini, terjadi lima perubahan mendasar
yang mempengaruhi peta industri media penyiaran. Pertama, pergeseran orientasi
penyiaran (broadcast orientation), dari medium artikulasi kepentingan negara ke medium
aktualisasi dinamika pasar. Kedua, pergeseran substansi kepemilikan (ownership), dari
private-state-non-profit ke community-public-profit. Ketiga, pergeseran materi siaran
(programme design), dari monolog-reaktif ke dialog interaktif. Kelima, pergeseran
teknologi (broadcast technology), dari era analog menuju era digital (internet dan
satelit).102
Secara historis perkembangan radio di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut103
:
Tabel . : Tabel Perkembangan Radio di Indonesia
Periode Misi Siaran Teknologi
- -an Alat perjuangan
antikolonialisme Belanda,
Jepang dan Sekutu
Amatir/AM
- -an Alat mobilisasi ideologi Amatir/AM
101 Masduki, Radio Siaran dan Demokratisasi, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, ), hlm. .
102
Ibid., hlm. .
103 Rizka Prasti, Dakwah Melalui Radio (Analisis Program Cahaya Pagi di Radio Alaikassalam Sejahtera Jakarta
(RASFM), Skripsi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, ), hlm.
rezim otoriter Orde Lama
dan Orde Baru
- -an Alat mobilisasi
pembangunan, sarana
berbisnis, dan hiburan
Profesional/FM, AM
-sekarang Medium bisnis, hiburan,
pencerahan publik, dan
demokratisasi
AM, FM, internet-
satelit, jaringan
B. Sejarah Stasiun Radio di Surakarta
Sebelum NIROM memulai siarannya secara resmi, meskipun sudah mengadakan
percobaan-percobaan di Tanjung Priuk, di Solo sudah ada sebuah pemancar radio Ketimuran
yang disebut: P.K. M.N. Pemancar ini diusahakan oleh perkumpulan Javaanse Kunstkring
Mardi Raras Mangkunagaran hadiah dari S.P. Mangkunagoro VII seorang bangsawan yang
pernah ikut bergerak dalam “Boedi Utomo” yang waktu itu ia masih bernama
Surjosuparto.104
Mangkunagoro VII terkenal sebagai ahli dan penggemar seni dan Javaanse
Kunstkring (J.K). Pemancar P.K. MN tadi mengirimkan siaran-siaran gamelan Jawa dari
perkumpulan J.K tersebut dan juga siaran ketoprak atau wayang orang dari Taman
Balekambang Manahan yanng saat dulu bernama Partinituin. Namun pada waktu itu
pesawat radio masih asing sekali bagi penduduk pada umumnya. Sehingga yang memiliki
pesawat penerima pada waktu tidak lebih dari orang yang dimana mereka adalah kaum
bangsawan semua. Sedangkan milik S.P. Mangkunagoro VII sendiri selalu dipasang di
104 Kementerian, hlm. .
pendapa besar Mangkunagaran, yang setiap minggu pagi sampai siang banyak kerumunan
masyarakat mendengarkan siaran radio tersebut.105
Dalam perkembanganya, Mangkunegoro VII merasa tidak puas dengan keberadaan
PK MN karena kualitas audionya mengalami kemerosotan akibat dimakan usia. Maka
beliau kemudian meminta orang kepercayaannya yang juga menjadi pengurus Javansche
Kuntskring Mardiraras, RM Ir. Sarsito Mangunkusumo, untuk membenahi PK MN. Setelah
melakukan analisis, RM Sarsito berpendapat bahwa meskipun dilakukan perbaikan,
peralatan itu tetap tidak akan memuaskan karena memang sudah tua. Biaya yang
dikeluarkan tidak akan sebanding dengan hasil yang diperoleh. Oleh karena itu diputuskan
untuk membeli peralatan yang baru. Akan tetapi, untuk dapat membeli peralatan yang baru
tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Javansche Kuntskring Mardiraras. Maka RM Sarsito
kemudian mengusulkan dibentuknya suatu organisasi mandiri untuk mengurus masalah
tersebut. Dengan melibatkan pihak di luar Javansche Kuntskring Mardiraras.106
Usulan RM Sarsito diterima oleh kalangan perkumpulan, dan tidak lama kemudian
diadakan rapat yang melibatkan pihak di luar Pengurus Perkumpulan Mardiraras. Rapat
diadakan pada hari Jumat, April mulai pukul WIB bertempat di gedung Soos
Mangkunegaran. Di awal pertemuan itu RM Sarsito mengutarakan cita-citanya mendirikan
radio penyiaran yang baru, yaitu untuk menjunjung tinggi derajat kebangsaan Nusantara
dengan mengangkat dan menyempurnakan kesenian. Sarsito berpendapat bahwa matinya
kesenian akan menyebabkan merosotnya derajat kebangsaan. Rapat yang dihadiri oleh
orang tersebut berhasil menyepakati berdirinya Perhimpunan Radio Omroep yang diberi
nama Solosche Radio Vereeniging (SRV). Pada malam itu juga berhasil menyusun
personalia Badan Pengurus SRV yang selengkapnya sebagai berikut:
Ketua : RM Ir. Sarsito Mangunkusumo
Sekretaris : Sutarto Hardjowahono
105 Kementerian, hlm. .
106
Pengurus SRV, SRV Gedenboek, (Surakarta: Perpustakaan Puro Mangkunegaran, ), hlm. .
Bendahara : Liem Tik Liang
Pembantu : R.T. Dr. Murmohusodo
: Louwson
: Wongsohartono
: Tjiong Joe Hok
: Prijosumarto
Komisi Teknik : Ir. Sarsito Mangunkusumo
: Louwson
: Tjiong Joe Hok
Komisi Penyiaran : RM Sutarto Hardjowahono
: Liem Tik Liang
: Tjan Ing Tjwan
Komisi Propaganda : RT Dr. Murmohusodo
: Wongsohartono
: Prijosumarto
Sejak berdirinya S.R.V jumlah anggotanya bertambah banyak, berdampak pada
pemancar yang dapat lebih diperkuat. Serta siaraan-siaran yang berlangsung tidak pernah
kehabisan bahan. Selain itu dapat pula berdiri dewan konsul-konsul dipelbagai tempat.
Dimana dengan usaha yang dilakukan oleh tuan Sutarto Hardjowahono dalam konsul
tersebut terwujudlah sebuah sebuah perkumpulan-perkumpulan penyiaran radio sendiri.107
Pada tanggal April berdiri Kring Betawi yang dipimpin oleh tuan Gunari
Wiriodinoto yang kemudian berubah menjadi V.O.R.O (Vereniging voor Oosterse Radio
Omroep). Selanjutnya disusul dengan lahirnya V.O.R.S. di Surabaya dibawah pimpinan tuan
Djadi yang kemudian berubah menjadi CIRVO (Chineese en Inheemse Radiuoluisteraars
Vereniging Oost Java). Di Madiun berdiri E.M.R.O (Eerste Madiunse Radio Omroep) yang
107 Ibid, hlm. - .
dipimpin oleh Partalegawa. Akan tetapi perkumpulan tersebut sayangnya tidak dapat
berjalan lama. Dan pada tahun di Semarang menyusul dengan Konsul dan Kringnja
S.R.V dengan nama Radio Semarang yang dipimpin oleh tuan Sujadi hingga saat ini. Disini
terlihat jelas bahwa sejak tahun telah berkembang semangat mengenai siaran radio
oleh bangsa Indonesia sendiri.108
Setelah SRV berdiri, beberapa waktu kemudian, tepatnya bulan Oktober di
Solo berdiri SRI (Siaran Radio Indonesia). Radio SRI dikelola oleh bangsawan dari
Kasunanan Surakarta dan dikenal sebagai radio yang pertama kali menggunakan kata
“Indonesia” SRI berdiri berkat kedermawanan P Suryohamijoyo dan dibantu oleh Raden
Mulyadi Joyomartono yang kemudian menjadi penyiar terkemuka di SRI. Sejak awal
berdirinya, SRI menerima subsidi dari NIROM dan membuka cabangnya di Kudus, Jawa
Tengah berkat bantuan raja kretek setempat, Nitisemito.109
Pada tanggal September pembangunan gedung studio SRV mulai
dilaksanakan. Peletakan batu pertama dilakukan oleh putri Mangkunegoro VII, BRAj. Siti
Koesoemowardhani. Sedangkan untuk teknik pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh
arsitek Ir. FCL Van Olden. Kemudian, tanggal September gedung studio SRV
diresmikan pemakaiannya oleh BRAj. Siti Koesoemowardhani. Setelah menempati gedung
studio yang baru dan megah, para pengurus SRV pun semakin bersemangat dalam
mengelola siaran. Hal ini berdampak positif terhadap perkembangan seni budaya yang hidup
di tengah masyarakat. Perkumpulan seni tumbuh dengan cepat. Hal ini sejalan dengan salah
satu tujuan SRV yang hendak memajukan kesenian dan kebudayaan ketimuran melalui
program siarannya.110
Di tahun diumumkan, bahwa mulai tahun berikutnya siaran bahasa Indonesia
lewat NIROM juga hanya dibuat oleh NIROM sendiri. Dan ketika masalah tersebut diajukan
108 Kementerian, hlm. - .
109
Darmanto, hlm. .
110 Darmanto, hlm. - .
kepada Volksraad, Dewan Rakyat, jawaban dari pemerintah adalah bahwa radio ketimuran
harus bergabung menjadi satu. Pada terbentuklah sebuah perkumpulan para anggota
radio ketimuran dengan nama Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK).111
Kemudian diperoleh kesepakatan bahwa siaran-siaran bahasa Indonesia harus
diserahkan kepada PPRK yang nantinya akan disiarkan melalui pemancar NIROM. Selain
itu ada beberapa syarat dalam pelaksanaannya yakni, tidak melanggar kepentingan nasional,
undang-undang dasar, tertib umum atau peradaban. Namun masalahnya belum juga
terpecahkan, terutama mengenai pembiayaan siaran tersebut. Perundingan demi perundingan
berlangsung hingga pada akhirnya pada November , yakni enam bulan setelah
Belanda jatuh ke tangan nazi Jerman, siaran bahasa Indonesia dari PPRK diudarakan oleh
NIROM.112
Tanggal Maret , tanpa mengalami kesulitan yang berarti tentara Jepang
berhasil memasuki kota Solo. Rute yang ditempuh dari Rembang adalah melalui Gundih
(Kabupaten Grobogan) dan Kalioso (Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar) baru
kemudian sampai di Solo. Berbeda dari kota lainnya, Solo Hoso Kyoku yang melakukan
siaran pertama kali pada hari Rabu, Maret pada pukul WIB ini menggunakan
tenaga-tenaga berpengalaman dari SRV. Yang sebelumnya SRV memutuskan untuk
memberhentikan siarannya karena datangnya Jepang ke Surakarta. Namun kemudian
pimpinan Jepang bernama Funabiki mendatangi studio SRV dan memerintahkan ke tiga
pengurus SRV (R. Maladi, Utojo, dan Sugoto) untuk segera menghidupkan kembali
pemancar dan melakukan siaran. Bahkan jabatan Kepala studio pun selama tahun pertama
( Maret s.d Januari ) dipercayakan kepada R.Maladi sebelum akhirnya
111 “Radio Siaran di Indonesia: Cermin dan Pengaruh Dua Budaya Berbeda”, dalam Kompas, (Minggu,
September ), II.
112 “Radio Siaran di Indonesia: Cermin dan Pengaruh Dua Budaya Berbeda”, dalam Kompas, (Minggu,
September ), II.
diserahkan kepada T. Kato. Selain di Solo, untuk Hoso Kyoku lainnya, jabatan Kepala,
Kepala Bagian Siaran dan Kepala Bidang Teknik selalu dipegang oleh orang Jepang.113
Berkat kepemimpinan dipegang oleh anak bangsa sendiri, R. Maladi, maka
kebijakan siarannya pun berbeda pula dibandingkan Hoso Kyoku lainnya. Dalam
pembukaan siarannya Solo Hoso Kyoku menggunakan tune (tanda pengenal siaran) berupa
gendhing Jawa Puspawarna, sedangkan tune penutupnya menggunakan Ayak-ayakan
Kaloran. Penggunaan gendhing-gendhing Jawa sebabagi tune pembuka dan penutup
dimaksudkan sebagai salah satu upaya dan sarana melestarikan rasa cinta kepada budaya
bangsa sendiri. Padahal di Hoso Kyoku lainnya, pada pembukaan dan penutupan siaran
diwajibkan memperdengarkan lagu-lagu Jepang. Namun, untuk mempertahankan kebijakan
itu R. Maladi harus merundingkannya dengan pihak Hoso Kahri kyoku di Jakarta. Setelah
mendapatkan penjelasan mengenai alasan penggunaan gendhing-gendhing Jawa sebagai
musik pembuka dan penutup siaran, akhirnya pihak pimpinan radio Jepang Hosokanriyoku
di Jakarta dapat menyetujui langkah Solo Hoso Kyoku. Penggunaan gendhing-gendhing
Jawa sebagai tanda pembuka dan penutup siaran Solo Hoso Kyoku bertahan hingga tanggal
Agustus .114
Berdasarkan hasil identifikasi karakteristik tersebut, tidak dapat disangsikan lagi
bahwa dalam perspektif UU No. Tahun tentang Penyiaran, sejatinya SRV tergolong
sebagai lembaga penyiaran komunitas. Bahkan dapat dikatakan, SRV adalah tipologi
penyiaran komunitas yang paling ideal dalam sepanjang sejarah penyiaran Indonesia.
Dengan demikian, SRV layak menjadi benchmarking dalam pembangunan lembaga
penyiaran komunitas di Indonesia. Sayang, siaran SRV akhirnya berhenti akibat kedatangan
bala tentara Jepang yang memasuki kota Surakarta.115
113 Darmanto, hlm. .
114
Darmanto, hlm. .
115 Darmanto, hlm. .
Sebagaimana disinggung pada bab sebelumnya mengenai lahirnya RRI di Indonesia
secara jelas menggambarkan peran besar dari seorang Maladi yang dapat dikatakan sebagai
representasi dari warga Surakarta dalam membidani lahirnya RRI. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya R. Maladi menjadi penggagas dilakukannya rapat seluruh pimpinan Hoso
Kyoku yakni Semarang, Yogyakarta, Jakarta, Surabaya dan Malang dengan mengirmkan
surat. Kemudian, pada tanggal Februari Menteri Penerangan mengangkat R. Maladi
sebagai Kepala Jawatan RRI.116
Dengan diangkatnya Maladi sebagai Kepala Jawatan RRI, maka kantor pusat RRI
yang semula berada di Jakarta berpindah ke Solo. Hal ini dengan sendirinya menempatkan
RRI Surakarta dalam posisi yang sangat strategis dalam keseluruhan proses manajemen
siaran RRI. Oleh karena menjadi kantor pusat maka RRI Surakarta kemudian
menyelenggarakan programa siaran luar negeri. Kedudukan sebagai kantor pusat
berlangsung sampai berakhirnya Agresi Militer Belanda II.117
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada era pemerintahan militer
Jepang, radio dijadikan alat propaganda sekaligus pengendalian massa. Namun kebijakan
siaran yang diberlakukan yakni dengan melarang penggunaan Bahasa asing kecuali bahasa
Jepang, dan pelarangan menyiarkan lagu-lagu barat pada sisi lain justru mendorong
kemajuan pesat di bidang seni musik, lagu-lagu Indonesia, seni drama, dan lainnya.
Sehingga pada era ini banyak bermunculan para pencipta lagu, biduanita-biduanita baru,
seniman-seniman baru, penulis naskah dan lain sebagainya. Kondisi yang demikian ternyata
menjadi modal penting bagi perkembangan dunia penyiaran radio di Indonesia di kemudian
hari. Dimana estafet radio siaran bertransformasi menjadi lebih kuat. Yakni dengan
berdirinya RRI di berbagai wilayah kota yang ada di Indonesia. Dengan memegang peran
penting khususnya dalam media siaran yang pada saat itu turut serta dalam mengawal
kemerdekaan di Indonesia pada tahun .
116 Darmanto, hlm. .
117
Darmanto, hlm. - .
Sehingga dengan demikian dapat dilihat bahwa Surakarta mempunyai sumbangan
yang besar bagi perkembangan radio di Indonesia baik ketika sebelum kemerdekaan maupun
setelah kemerdekaan. Kota Surakarta menjadi salah satu tunas keberhasilan Radio Republik
Indonesia. Yakni, dengan adanya salah satu tokoh penggerak dalam melabeli sebuah proses
panjang lahirnya Radio Republik Indonesia. Yang pada akhirnya sempat menjadikan
Surakarta sebagai pusat dari Kantor RRI dan dapat menjalankan program siaran luar negeri.
C. Dakwah Melalui Radio
Dakwah mulanya muncul ketika Nabi Muhammad mendapat risalah diangkat
sebagai Nabi dan Rasul Allah SWT.118
Menurut Quraish Shihab seperti yang dikutip Enung,
dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada
situasi yang lebih bagus, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Esensi dakwah bukan
hanya mengajak kepada kebenaran semata, tetapi tentang bagaimana konsep dakwah dalam
Islam itu diarahkan pada penerapan akhlak Islam yang sempurna.119
Sementara itu, media yang digunakan dalam menyampaikan dakwah bermacam-
macam antara lain:
. Media cetak : buku, majalah, bulletin, famplet, brosur, dll.
. Media Elektronik: Siaran radio, website, mailing list (milis), blog, jejaring sosial, dll.
. Lembaga Pendidikan & Sosial: Madrasah, yayasan, pondok pesantren, lembaga kursus,
dll.
Dalam keterkaitan antara media dakwah, setidaknya ada tiga fungsi media yakni media
sebagai saluran dakwah untuk menyampaikan seruan atau ajakan kepada kebaikan, media
118 Ahmad Redzuwan M.Y, Sejarah Dakwah, (Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd,
), hlm. .
119 Enung Asmaya, Aa Gym: Dai Sejuk dalam Mayarakat Majemuk, (Jakarta: Penerbit Hikmah, ), hlm. .
sebagai bahasa untuk memperkenalkan identitas, dan media sebagai lingkungan yang
difungsikan sebagai tempat berinteraksi.120
Media elektronik merupakan media massa yang menggunakan teknologi elektronik
sehingga memungkinkan untuk didengar suaranya dan dilihat gambarnya oleh khalayak.
Media elektronik yang muncul pertama adalah radio, dimana media ini menyampaikan
informasi melalui audio atau suaranya. Kemudian muncul pula media elektronik televisi
yang memungkinkan khalayak bukan hanya mendengar suara, namun juga menyaksikan
langsung bagaimana peristiwa yang terekam dalam gambar yang disajikan.121
Di Indonesia, radio digunakan sebagai media yang cukup efektif untuk berdakwah.
Kemunculan radio dakwah dapat ditelusuri hingga Radio Dakwah Islam Surakarta
(RADIS) di tahun -an. Radio ini didirikan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar
Ba‟asyir dengan didukung dewan Dakwah Islam Indonesia (DII). Selain itu radio dakwah
lain seperti Radio Al Irsyad Broadcasting Centre turut mewarnai kemunculan radio
dakwah di Surakarta pada tahun -an. Dakwah melalui radio terus berkembang. Radio
Republik Indonesia (RRI) misalnya, baik di pusat maupun di daerah menyediakan waktu
siaran yang cukup memadai pada pagi hari setelah shalat Subuh Da‟i kondang seperti K H
Kosim Nurseha menjadi penceramah tetap di RRI pusat.122
Pada akhir tahun -an, Radio Al-Thahiriyah dan Asy-Syafi‟iyah muncul dengan
porsi dakwah yang lebih besar. Meskipun bukan radio dakwah, kedua stasiun radio ini bisa
dijadikan sebagai tonggak radio bernuansa religi. Saat ini, hampir semua stasiun radio
menyediakan jam siar yang cukup besar untuk dakwah, terutama menjelang shalat Maghrib
dan sehabis shalat Subuh Porsi ini makin bertambah di bulan Ramadhan Beberapa da‟i
kondang seperti K.H. Zainuddin MZ dan Suryani Thahir menjadi penceramah utama di
120 Muhammad Ali Chozin, Strategi Dakwah Salafi di Indonesia, Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. Tahun ,
hlm. .
121 Radio dalam https://pakarkomunikasi.com/sejarah-radio-di-indonesia diakses pada tanggal Juli
pukul WIB.
122 Din Wahid dan Jamhari Makruf, Suara Salafisme: Radio Dakwah di Indonesia, (Jakarta: PPIM UIN Syarif
Hidayatullah, ), hlm. .
berbagai radio di Jakarta. Menjelang kejatuhan Orde baru ketika mahasiswa mulai
menyampaikan tuntunan reformasi di bidang hukum dan politik, radio dijadikan sebagai
alat komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan reformasi. Keadaan
serupa terus berkembang hingga jatuhnya pemerintahan Orde Baru123
Radio-radio yang muncul sejak era reformasi (tahun ) pada umumnya
berindikasikan keislaman karena para owners radio adalah yang tidak dapat mendirikan
radio pada masa Orba dan mapannya monopoli para pemain lama di bidang radio.
Beberapa nama, seperti al-Multazam Jakarta Utara, alMabrur Klaten, al-Kawakib Makasar,
Swara Risalah Cirebon, MQ FM Bandung, semua tampak ingin menunjukkan identitas
keislamannya, kecuali asy-Syafi‟iyah Jakarta dan Madinah Bandung merupakan pemain
lama.124
Fenomena munculnya radio sebagai media dakwah menunjukkan dua hal. Pertama,
munculnya agama dalam ruang publik. Ide Ruang publik (public sphere) berasal dari
Jurgen Habermas, filusuf dan sosiolog Jerman, terkait dengan munculnya berbagai arena
baru dimana masyarakat dari berbagai kelompok dan latar belakang yang berbeda dapat
berdiskusi dengan bebas, menyampaikan keluhan dan perasaan, mengutarakan pendapat
dan kritik terhadap kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Keberadaan ruang publik ini
mencerminkan adanya partisipasi masyarakat dalam sistem pemerintahan yang demokratis,
menjadi bagian dari civil society dan karenanya tidak boleh dikontrol dan diintervensi oleh
pemerintah.125
Kedua, munculnya kontestasi ideologi keagamaan di ranah siaran. Radio dijadikan
sebagai wahana bagi penyebaran ideologi tertentu, sesuai dengan manhaj dan corak
keagamaan yang dianut oleh pemilik. Radio dimanfaatkan sebagai alat propaganda
ideologi. Kontestasi terjadi tidak hanya dengan kelompok Muslim lain yang berbeda aliran,
123 Ibid., hlm. .
124
Ahmad Zaini, Dakwah Melalui Radio: Analisis terhadap Format Siaran Dakwah di Radio PAS FM Pati, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam Vol. , No. Juni . hlm. .
125 Din Wahid, Suara Salafisme: Radio Dakwah di Indonesia, hlm. .
tetapi juga dengan budaya populer yang berkembang kian marak melalui berbagai media
termasuk radio. Penelitian yang dilakukan oleh Charles Hirschkind menarik untuk
dicermati. Dalam penelitiannya tentang kaset-kaset dakwah di Mesir, Hirschkind
menemukan adanya upaya para da‟i untuk menghambat dan memerangi maraknya budaya
populer tersebut terdapat upaya untuk merusak mental umat Islam karena budaya tersebut
terdapat upaya untuk merusak mental umat Islam karena budaya tersebut tidak sesuai
dengan ajaran Islam.126
126 Din, hlm. .
BAB IV
PASANG SURUT STASIUN RADIO DAKWAH ISLAM DI SURAKARTA TAHUN -
A. Perkembangan Radio Dakwah Islam di Surakarta
. Masa Orde Baru
Generasi radio dakwah yang ada di Surakarta menjadi salah satu bagian dari
berdirinya radio dakwah di Indonesia. Awal munculnya radio dakwah tersebut dimulai ketika
Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba‟asyir beserta pimpinan Islam lainnya mendirikan
stasiun-stasiun radio untuk mempromosikan reformasi Islam. Stasiun radio pertama mereka
ini menajalin hubungan kerja sama dengan Al-Irsyad yang pimpinannya merupakan orang
Arab. Radio tersebut berdiri dengan nama ABC (Al-Irsyad Broadcasting Centre).127
Namun para pemimpin organisasi tersebut menganggapnya terlalu keras. Maka,
Sungkar dan Ba‟asyir lalu mendirikan Radio Dakwah Islamiyah Solo pada tahun .128
Kemudian, pada pemerintah orde baru menilai Radio Dakwah Islamiyah (RADIS)
dianggap membahayakan negara dan dilarang melakukan siaran oleh Pelaksana Khusus
Daerah (Laksusda) Jawa Tengah. Hal tersebut berkaitan pula dengan pendirian Pondok
Pesantren Al-Mukmin Ngruki yang didirikan oleh Abdullah Sungkar dan beberapa kawannya.
Adanya Pesantren tersebut telah menuai banyak dugaan yang mengklaim bahwa Pesantren
Al-Mukmin merupakan basis dari gerakan dakwah Islam yang gawangi oleh Abdullah
Sungkar dan Abu Bakar Baasyir sebagai penentang rezim Orde Baru. Dengan demikian,
Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir telah dianggap sebagai musuh oleh pemerintah
orde baru.129
127 M.C. Ricklefs, Islamitation and Its Opponents in Java, Terj. FX Dono Sunardi & Satrio Wahono, (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, ), hlm. .
128 Ibid.,hlm. .
129
Lukman Santoso Az, Sejarah Terlengkap Gerakan Separatis Islam, (Yogyakarta: Palapa, ), hlm. .
Sedangkan Radio ABC berdiri dengan nama yang berbeda yakni Angkasa Bahana
Citra. Radio ABC mengemban misi pendidikan, hiburan, dakwah dan komersial. Tujuan
khususnya yaitu untuk mensiarkan dakwah melalui radio untuk masyarakat Surakarta dan
sekitarnya. Pendiri Radio ABC yakni eks mahasiswa Al Irsyad Surakarta. Yang dimana
waktu itu ada masalah lain yang menjadikan Perguruan tingginya di bubarkan. Pada sekitar
tahun mereka mendirikan radio sebagai kesibukan dan hal utamanya digunakan sebagai
sarana dakwah Islam. Tokoh-tokoh seperti Abu Bakar Ba‟asyir ikut andil dalam radio ABC
pada waktu setelah radio tersebut berdiri.130
Kemudian pada tahun -an pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa radio
harus ber-PT dan tidak boleh menginduk pada suatu instansi.. Sehingga nama yang awalnya
adalah Al-Irsyad Broadcasting Centre berubah menjadi As Surkati Broadcasting Centre dan
sudah tidak dibawahi oleh Al Irsyad. ABC termasuk radio swasta yang mengusung dakwah
Islam. Namun, pada tahun radio ini berubah menjadi siaran umum. Meskipun berubah
menjadi siaran umum, ABC masih memasukkan unsur-unsur dakwah dalam jadwal siarannya.
Dan pada tahun -an nama As Surkati Broadcasting Centre harus berubah lagi menjadi
Angkasa Bahana Citra. Ini dikarenakan adanya peraturan pemerintah bahwa nama radio tidak
diperbolehkan menggunakan bahasa asing.131
Kebetulan pada tahun - radio dakwah di Solo hanya satu yaitu ABC,
walaupun ada sekalipun frekuensinya sangat kecil bila dibandingkan dengan Radio ABC.
Radio ABC sendiri lebih awal berdiri daripada radio dakwah yang lain. Sehingga para
pendakwahnya sudah banyak dikenal oleh masyarakat. Hal ini menjadi salah satu faktor
pendengar lebih memilih mendengarkan Radio ABC. Dari segi teknis Radio ABC selalu
130 Wawancara dengan Tamrin Ghozali di Kantor Radio ABC Jalan Kapten Mulyadi No. , Kedung Lumbu,
Pasar Kliwon, Surakarta pada tanggal Juli .
131 Wawancara dengan Tamrin Ghozali di Kantor Radio ABC Jalan Kapten Mulyadi No. , Kedung Lumbu,
Pasar Kliwon, Surakarta pada tanggal Juli .
mengalami peningkatan. Baik yang dilakukan sendiri maupun tuntutan dari pemerintah.
Puncaknya pada tahun - setelah radio ini berpindah menjadi siaran umum.132
Tamrin mengatakan, bahwa menjelang reformasi ABC mulai mengalami penurunan.
Karena pada saat itu, izin siaran oleh pemerintah untuk radio-radio baru dan TV swasta
dibuka selebar-lebarnya yang menjadikan radio banyak bermunculan. Selain itu, Radio ABC
sulit untuk berkembang karena tidak memiliki keuntungan bagi anggotanya. Sehingga
semakin tahun ABC mengalami penurunan. Puncaknya terjadi pada tahun ini dimana
radio ABC resmi ditutup dan tidak beroperasi lagi.133
Berkaitan dengan hal tersebut, rupanya pada tahun spektrum frekuensi radio di
sejumlah kota besar seperti Yogyakarta, Bandung, Jakarta bahkan Solo dan sekitarnya, padat
dengan suara radio-mahasiswa yang menjadi salah satu tren di sejumlah kampus. Meskipun
masih sedikit jumlahnya, namun aktivitas siaran yang umumnya berlangsung pada siang dan
malam hari turut menyemarakkan penggunaan frekuensi radio sebagai ranah publik yang
menggeliat sejak reformasi bergulir. Terlepas dari stigma radio gelap yang masih melekat di
masyarakat, radio-mahasiswa berpeluang besar berkembang smenjadi “ruang publik” yang
sebenarnya. Dan sekaligus dapat menghidupkan kembali sejarah emas radio-mahasiswa di era
-an.134
. Masa Reformasi
a. Radio Hizbullah (HIZ)
Awal Radio HIZ berdiri, karena kebetulan pada tahun -an ramai dengan radio
FM. Tetapi untuk media dakwah yang FM sendiri belum ada. Akhirnya, pendiri berfikir
mengenai media yang paling efektif untuk berdakwah yaitu radio itu sendiri. Kemudian
132 Wawancara dengan Tamrin Ghozali di Kantor Radio ABC Jalan Kapten Mulyadi No. , Kedung Lumbu,
Pasar Kliwon, Surakarta pada tanggal Juli .
133 Wawancara dengan Tamrin Ghozali di Kantor Radio ABC Jalan Kapten Mulyadi No. , Kedung Lumbu,
Pasar Kliwon, Surakarta pada tanggal Juli .
134 Masduki, Radio Siaran dan Demokratisasi, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, ), hlm. - .
dibentuklah Radio HIZ yang berasal dari kata Hizbullah yang berarti tentara Allah. Pada
waktu itu frekuensi di Solo sudah penuh dan radio FM di Solo pada waktu itu berjumlah
sekitar tiga belas. Kemudian HIZ mengajukan izin siaran dan baru bisa keluar pada tahun
. Adapun pendiri dari radio tersebut yakni Yanni Rusmanto, Amin Sultoni, Diah istri
dari bapak Yanni Rusmanto.135
HIZ merupakan radio dakwah pertama yang muncul di Surakarta bahkan di Jawa
Tengah setelah Radio ABC di masa Orde Baru. Modal awal untuk membiayai hanya
menggunakan dana seadanya. Karena bagi mereka berdakwah itu tidak menunggu kaya
untuk bisa terlaksana. Biaya operasional radio pada waktu kisaran - juta. Hizbullah
sendiri merupakan ormas Islam berdiri pada tahun di Surakarta yang tidak berafiliasi
dengan partai apapun. Kelompok Hizbullah merupakan anak-anak tentara Muslim yang
kemudian membentuk sebuah ormas dengan nama Hizbullah tadi. Radio HIZ tadi adalah
radio yang para pendirinya juga berasal dari anggota Hizbullah yang dimana ingin
berdakwah melalui radio FM. Karena FM pada waktu itu sangat sulit ditemui kecuali di
kota-kota besar.136
Radio HIZ pada waktu itu merupakan jenis lembaga siaran swasta bernafaskan Islam
dengan nama lembaga penyiaran PT.Citra Mandiri Perkasa Lestari. Pendanaan HIZ pada
waktu itu berasal dari iklan. Namun, ketika awal-awal sekitar satu tahun setelah HIZ
berdiri pendanaannya berasal dari anggotanya sendiri. Pada waktu itu para penyiar dan
pengisi dakwahnya ingin berjuang dan belajar sehingga tidak mengambil keuntungan dari
radio. Dari situlah biaya HIZ cukup berkurang kecuali pendanaan listrik. Jumlah karyawan
ketika HIZ berdiri sekitar orang. Kantornya terletak di markas Hizbullah sendiri.137
135 Wawancara dengan Yanni Rusmanto di Kantor Hizbullah Jalan Radjiman, Tegalsari, Laweyan, Surakarta
pada tanggal Juli .
136 Wawancara dengan Yanni Rusmanto di Kantor Hizbullah Jalan Radjiman, Tegalsari, Laweyan, Surakarta
pada tanggal Juli .
137 Wawancara dengan Yanni Rusmanto di Kantor Hizbullah Jalan Radjiman, Tegalsari, Laweyan, Surakarta
pada tanggal Juli .
Ketika beberapa radio dakwah muncul setelah HIZ, ada sebuah radio dakwah
bernama Radio Dakwah Syariah (RDS) yang pada saat itu sulit mendapatkan izin
penyelenggaraan siaran. Akhirnya pemimpin radio HIZ menwarkan kepada RDS untuk
menggunakan Radio HIZ sebagai bagian dari radionya. Yanni sendiri memutuskan
berhenti mengurus radio dan beralih untuk mendirikan Solo TV. Walaupun HIZ
merupakan radio bernafaskan Islam, tetapi dalam siarannya terdapat selingan lagu
campursari di malam hari dengan tujuan agar para pendengar yang masih terjaga di malam
hari bisa menikmatinya. Khususnya bagi para pekerja seperti tukang becak dan yang
lainnya.138
Pada masa Orde Baru pemerintah hanya membatasi sebuah kumpulan radio swasta
dalam PRSSNI. HIZ juga terdaftar di PRSSNI meskipun saat ini PRSSNI sudah bubar.
HIZ memiliki kumpulan para pendengar setia dengan nama Forpen HIZ (Forum Pendengar
Hiz FM). Dimana Forpen HIZ sering mengadakan kegiatan di aula Radio HIZ sendiri.
Beberapa kegiatan diantarannya seperti bakti sosial, karnaval, dll. Penyiar HIZ pada masa
itu banyak berasal dari mahasiswa UMS dan UNS. Para pendengar setia HIZ yang dulu
saat ini beralih menjadi pemirsa di Solo TV. Sebelum MTA memiliki stasiun radio setiap
pengajian ahad pagi ia menggunakan Radio HIZ sebagai media siaran. Bahkan beberapa
dari mereka dari pendengar sering memberikan dana finansial sebagai tambahan
operasional.139
Alasan HIZ memberikan stasiun radionya pada saat itu kepada RDS salah satunya
adalah karena RDS lebih kuat dari segi pendanaan yang berasal dari iklan. Namun,
menurut Yanni HIZ yang bergabung pada RDS saat ini terlihat menurun. Karena RDS
hanya membatasi iklan kepada pihak yang bernafaskan Islam dan sesuai syariat. Padahal,
138 Wawancara dengan Yanni Rusmanto di Kantor Hizbullah Jalan Radjiman, Tegalsari, Laweyan, Surakarta
pada tanggal Juli .
139 Wawancara dengan Yanni Rusmanto di Kantor Hizbullah Jalan Radjiman, Tegalsari, Laweyan, Surakarta
pada tanggal Juli .
HIZ dulu tidak membatasi iklan yang masuk. Pada waktu itu HIZ menggandeng banyak
kalangan dari mulai anak-anak sampai dewasa. Pengajian anak-anak TK bahkan menjadi
salah satu acara yang rutin diadakan di aula HIZ. HIZ sekarang dirasa Yanni cukup
inklusif, sehingga tidak terasa milik semua kalangan orang Islam.140
Perkembangan HIZ yang dirasa cukup memberikan kesan adalah ketika mereka
mendatangkan Grup Rayhan dari Malaysia dan Grup Nasyid Senada pada tahun
dimana hal itu menjadi puncak yang sangat luar biasa bagi HIZ. Sekitar tahun antara -
beberapa kegiatan siaran yang begitu penting terjadi di HIZ. Bahkan pada tsunami
Aceh Yani melakukan siaran langsung dilokasi terjadinya tsunami. Ada hal yang
membuat HIZ bisa dikenal di negara manapun. Yakni, begitu banyak orang yang ingin tau
mengenai sebuah radio dakwah di Indonesia dengan nama Hizbullah bisa berdiri.
Sedangkan di luar negeri, banyak orang menyangka bahwa Hizbullah merupakan bagian
dari kelompok teroris. Oleh karena itu, Radio HIZ sempat didatangi oleh negara dengan
tujuan untuk melihat langsung sebuah radio dengan nama Hizbullah dapat berkembang di
negara Indonesia.141
b. Radio Manajemen Hati (MH)
Berdirinya radio Manajermen Hati tidak lepas dari kondisi demam dakwah Abdullah
Gymnastiar atau lebih dikenal dengan nama “Aa Gym” di Indonesia pada - .
Nama Aa Gym dan tema besar dakwahnya Manajemen Qolbu, menjadi sangat populer
pada saat itu di media-media nasional. Melihat peluang bisnis ini, Hardono, seorang
pengusaha meubel dan kerajinan di Surakarta, kemudian membangun sebuah stasiun radio
dengan nama Manajemen Qolbu. Radio yang berdiri pada ini me-relay siaran dakwah
yang disiarkan dari pusatnya yaitu Yayasan Daarut Tuhid di Bandung. Namun, ketika
140 Wawancara dengan Yanni Rusmanto di Kantor Hizbullah Jalan Radjiman, Tegalsari, Laweyan, Surakarta
pada tanggal Juli .
141 Wawancara dengan Yanni Rusmanto di Kantor Hizbullah Jalan Radjiman, Tegalsari, Laweyan, Surakarta
pada tanggal Juli .
pamor Aa Gym memudar karena kasus poligaminya pada tahun , radio Manajemen
Qolbu kemudian melepaskan diri dari bisnis franchise Daarut Tauhid dan berganti nama
menjadi Manajemen Hati (MH). Meski demikian, MH tetap melakukan kerja sama dengan
me-relay program siarannya secara langsung dari Bandung.142
Setelah melepaskan diri dari Daarut Tauhid, radio yang bernaung di bawah PT
Swastama, payung bisnis usaha Hardono, dipaksa untuk membiayai segala kebutuhan
operasionalnya secara mandiri. Untuk itu, direktur sekaligus Kepala Marketing Radio MH,
Heru Suryanto, berusaha mencari sumber-sumber pemasukan radio selain iklan termasuk
menjadi event organizer, menyelenggarakan tabligh akbar, seminar dan pelatihan-
pelatihan. Menurutnya, karena iklan terbatas, pemasukan dari iklan di radio tidak
mencukupi seluruh biaya operasional radio. MH tidak mengiklankan produk-produk
seperti rokok dan minuman. Padahal, banyak pengusaha dari kedua produk ini yang mau
beriklan di Radio MH. Untuk menyiasati usaha penyiaran dan memperluas jaringan
pendengarnya, pada MH masuk ke jaringan streaming.143
Namun saat ini MH berdiri
dengan nama lembaga penyiaran PT. Radio Swara Bening Ati.144
Dalam siarannya, para narasumber diberikan kebebasan untuk memperluas kajian
yang dibawakan, namun mereka senatiasa diingatkan untuk tidak berbicara hal-hal yang
bersifat khilafiyah. Meski demikian, radio yang terkenal santun ini pernah dikecam oleh
masyarakat, bahkan pernah diancam akan diduduki oleh masyarakat karena salah satu
ustadznya pernah mengharamkan praktik-praktik kejawen dalam sebuah siaran. Radio
yang memiliki slogan “Radio Muslim Dinamis”, dalam siaran dakwahnya secara umum
bersifat normatif menyangkut akhlak al karimah. Dalam siarannya, radio ini hampir tidak
pernah menyalahkan atau mengharamkan ibadah-ibadah kelompok Islam lainnya. Bahkan
ketika memasuki hari-hari besar lokal yang diperingati setiap tahun seperti satu syuro,
142 Din, hlm. .
143
Din, hlm. .
144 Berdasarkan Arsip data base KPID Jawa Tengah mengenai izin penyelenggaraan penyiaran radio FM di
Jawa Tengah.
Radio MH hanya mengangkat aspek positif yang ada dibalik kegiatan seremonial budaya
tadi.145
c. Radio Mentari
Radio Mentari berdiri pada tahun . Berdirinya Radio Mentari dilatarbelakangi
pada kondisi masyarakat Surakarta pada waktu itu. Dimana pada waktu itu masyarakat
kota Surakarta dengan penduduk pada malam hari sekitar ribu, sedangkan pada siang
hari mencapai juta orang merupakan pangsar pasar yang potensional. Dalam jumlah yang
besar itu, sisi kesehatan menjadi bagian yang tidak terpisahkan di semua sisi kehidupan
masyarakat Surakarta. Hal ini tentu akan mempengaruhi tingkat kesehatan, produktifitas
dan kesejahteraan kehidupan mereka. Mentari FM merupakan radio kesehatan di Surakarta
yang menjadi salah satu solusi kompleksitas kehidupan di masyarakat dengan membidik
kesehatan sebagai selling point untuk kehidupan yang lebih baik.146
Meski demikian, Mentari juga merupakan radio yang menyiarkan program dakwah.
Hal ini juga tercantum dalam visi misinya yang berbunyi “Memberikan informasi dan
komunikasi berbasis Islam dan kesehatan secara profesional dan menjadikan Radio Gema
Mentari sebagai media syiar Islam dan kesehatan dambaan utama umat menuju masyarakat
sehat-sejahtera-islami. Radio ini milik Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) kota
Surakarta yang ber No.Izin Operasional: / / .147
Adapun nama lembaga
penyiaran dari Mentari sendiri yaitu PT. Radio Gema Mentari.148
Berikut ini struktur kepengurusan Radio Mentari149
:
145 Din, hlm. .
146
Lihat profile http://gmmentari.blogspot.com/ /profile-radio-mentari-fm.html?m= diakses pada Agustus pukul WIB.
147 Lihat profile http://gmmentari.blogspot.com/ /profile-radio-mentari-fm.html?m= diakses pada
Agustus pukul WIB.
148 Berdasarkan data base KPID Jawa Tengah mengenai izin penyelenggaraan penyiaran radio FM di Jawa
Tengah.
149 Lihat profile Mentari http://gmmentari.blogspot.com/ /profile-radio-mentari-fm.html?m=
diakses pada Agustus pukul WIB.
Direktur Eksekutif : Prof.DR.Dr.H.Suradi Sp.
P(K)MARS
Manajer Penyiaran dan Produksi : Itong Jepang
Manajer Bidang Umum : Anis Sumaji S.Ag
Divisi Da‟wah : M. Muslih, M.Ag
Berikut ini acara siaran khusus tentang segemen dakwah di Radio Mentari150
:
Tabel . : Tabel Jadwal Siaran Dakwah
Senin - Dialog Inetraktif Kajian Pendidikan
Islam
Selasa - Dialog Interaktif Ekonomi Syariah
Rabu - Dialog Interaktif Islam dan
Kebudayaan
Kamis - Dialog Interaktif Hukum Islam
Jum‟at - Dialog Interaktif Dakwah Islam
Minggu - Dialog Interaktif Gema Tarjih
d. Radio Majelis Tafsir Al Qur’an (MTA)
Berawal dari bulan April , dimana Radio Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA)
merupakan radio penyiaran komunitas yang berasal dari yayasan Tafsir Al Qura‟an yang
tentunya berkaitan tentang dakwah Islam. Mencoba untuk meramabah dakwah melalui
radio, berawal dari kerjasama antara MTA dan radio swasta dengan menyiarkan pengajian
MTA melalui siaran semi live yakni dengan model satu jam direkam kemudian dibawa ke
150 Lihat profile Mentari http://gmmentari.blogspot.com/ /profile-radio-mentari-fm.html?m=
diakses pada Agustus pukul WIB.
studio untuk disiarkan. Karena hal tersebut terfikirlah untuk mendirikan radio sendiri
sebagai media untuk menyebarluaskan dakwah Islam. Dakwah sendiri menjadi tema utama
dari Radio MTA karena MTA merupakan yayasan yang bergerak pada bidang dakwah dan
pendidikan agar dakwah tersebut bisa diterima oleh semua kalangan. Adapun lahirnya Radio
MTA ini diprakasai oleh Fatah Yasin yang dimana pada waktu ia menjabat sebagai ketua
(DPK) dewan penyelenggara komunitas.151
Karena Radio MTA termasuk jenis radio komunitas maka anggaran operasionalnya
berasal dari para anggota. Sehingga tidak dibolehkan memasang iklan/beriklan seperti
halnya radio swasta dan jenis radio penyiaran lainnya. Jangkauan frekuensinya pun hanya
diperkenakan , km saja. Dan gelombangnya terbatas hanya sekitar , FM. Karena
keterbatasan jangkauan, MTA memiliki ide untuk melebarkan sayap siarannya melalui radio
satelit dan tv satelit yang bisa diakses di seluruh dunia. Selain itu, Radio MTA juga memiliki
hubungan kerjasama dengan instansi lain seperti PLN dan PMI (Palang Merah Indonesia)
yang setiap tiga bulan sekali mengadakan bakti sosial donor darah sejak Radio MTA berdiri.
152 Bahkan dalam hal ini, ketua umum MTA, Ahmad Sukina tercatat sebagai dewan
penasehat PMI (Palang Merah Indonesia) cabang Solo.153
Pengajian umum ahad pagi disiarkan secara live oleh pimpinan MTA154
dan
pesertanya adalah umum untuk siapa pun. Setiap pengajian belangsung, MTA mengeluarkan
brosur yang berisi tentang amalan keseharian sesuai Quran dan sunah. Setiap pertemuan
temanya berubah-ubah tergantung pada hari Islam yang sedang diperingati ataupun tentang
amalan keseharian. Terkait pengisi pada acara dakwah maupun kajian Islam, Radio MTA
menyediakan program yang nantinya akan diajukan ke pimpinan pusat MTA untuk
151 Wawancara dengan Kukuh Wibowo di Kantor Radio MTA Jalan Cilosari No. , Semanggi, Pasar Kliwon,
Surakarta pada tanggal Mei .
152 Wawancara dengan Kukuh Wibowo di Kantor Radio MTA Jalan Cilosari No. , Semanggi, Pasar Kliwon,
Surakarta pada tanggal Mei .
153 Muhammad Asif, Sejarah Tafsir MTA (Majlis Tafsir Al-Qur’an), Jurnal Al Itqon Volume , No. , (Februari -
Juli ), hlm. .
154 Drs. Ahmad Sukino dipilih sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat MTA ketika pendiri MTA yaitu Abdullah
Thufail Saputro wafat pada September .
mendapat masukan dan persetujuan. Adapun jadwal siaran acara dakwah dan kajian Islam di
radio MTA yang narasumber sampaikan adalah sebagai berikut155
:
Tabel . : Tabel Jadwal Siaran Acara Dakwah
Hari Acara
Senin (Subuh) Fajar Hidayah
Senin (Sore) Risalah Tafsir
Selasa (Subuh) Fajar Hidayah
Selasa (Sore) Risalah Hadist
Rabu (Subuh) Fajar Hidayah
Rabu (Sore) Risalah Mudakaroh
Kamis (Subuh) Fajar Hidayah
Kamis (Sore) Ustad Menjawab
Sabtu (Subuh) Fajar Hidayah
Sabtu (Sore) Seputar Haji
Minggu (Subuh) Fajar Hidayah
Minggu (Pagi) Pengajian Umum
Mengenai pendengar di radio MTA tidak lain adalah berasal dari kalangan remaja
dengan presentase , anak-anak dan sisanya dari kalangan dewasa. Radio MTA
tidak mewadai komunitas bagi para pendengarnya, meskipun banyak dari pendengar yang
menginginkan. Meski demikian, Radio MTA tetap memberikan wadah bagi para
pendengar untuk menyampaikan pendapat mereka melalui telepon, whatsApp, email dan
155 Wawancara dengan Kukuh Wibowo di Kantor Radio MTA Jalan Cilosari No. , Semanggi, Pasar Kliwon,
Surakarta pada tanggal Mei .
media yang lain. Sesi tersebut dilakukan setiap / bulan sekali dengan dalam acara yang
diberi nama “Hallo Mediaku” 156
e. Radio Dakwah Syariah (RDS FM)
Radio Dakwah Syariah (RDS) mulai didirikan pada tanggal Januari oleh
empat orang yakni Abdurrahman Basyir, Burhan Sodiq, Salman Al Farisi, Nanang
Mujahidin dan Syaiful Arifin. Berasal dari kegundahan mereka yang dimana ingin
mendirikan sebuah radio yang dapat membumikan syariah. Maka pada waktu itu mereka
mengadakan sebuah pertemuan untuk membicarakan sebuah radio dakwah sesuai dengan
tujuan dari kelima orang tadi Akhirnya tercetuslah radio dakwah dengan nama “Radio
Dakwah Syariah” 157
Ketika itu ruang frekuensi siaran swasta sudah habis. Dan kemudian dengan terpaksa
akhirnya mendirikan sebuah siaran komunitas dengan nama RDS FM. Posisinya sebagai
lembaga siaran komunitas menjadikan RDS harus mengikuti aturan yang salah satunya
adalah terkait radius siaran yang dilakukan. Siaran RDS hanya bisa di dengar dalam radius
, km atau dalam diameter km dan tidak bisa lebih dari radius tersebut. Karena waktu
itu RDS berada di frekuensi , FM yang jaraknya sulit didengar banyak orang,
kemudian pada tahun RDS mengakuisisi HIZ FM dengan membelinya dan mengubah
frekuensi yang awalnya , FM menjadi , FM.158
Sebelumnya RDS sedang berada dalam proses mengatur perizinan sebagai Lembaga
Siaran komunitas. Kemudian RDS mengurus perizinan siaran yang baru menuju lembaga
penyiaran swasta dan dapat diselesaikan pada tahun lalu terkait adanya akuisisi radio
HIZ FM. Karena Lembaga Penyiaran Swasta harus berbentuk badan hukum Perseroan
156 Wawancara dengan Kukuh Wibowo di Kantor Radio MTA Jalan Cilosari No. , Semanggi, Pasar Kliwon,
Surakarta pada tanggal Mei .
157 Wawancara dengan Syaiful Arifin di Kantor Radio Dakwah Syariah Jalan Adi Sumarmo , Banyuanyar,
Suarakarta pada tanggal Juli .
158 Wawancara dengan Syaiful Arifin di Kantor Radio Dakwah Syariah Jalan Adi Sumarmo , Banyuanyar,
Suarakarta pada tanggal Juli .
Terbatas (PT) sehingga HIZ FM berubah menjadi PT Citra Mandiri Perkasa Lestari dan
berdiri dengan nama RDS FM.159
RDS FM merupakan radio yang murni siarannya tentang dakwah yang dimana tidak
memiliki afiliasi dengan organisasi, ormas atau parpol apapun. Radio ini sifatnya umum
untuk semua kalangan baik dari kalangan Muhammadiyah, NU, Salafi dan lain sebagainya.
Presentase program siarannya yakni siaran kata dan % siaran musik yang dimana
kategori musiknya adalah hanya Nasyid saja. Program siaran On Air dan Off Air yang
dijadwalkan harus melalui proses kesepakatan oleh Dewan Syariah termasuk program
lagu-lagu Islami/nasyid. Iklan yang masuk di RDS pilih-pilih harus sesuai syariah tidak
sembarangan 160
Adapun Program acara yang ada di RDS FM adalah sebagai berikut161
:
Tabel . : Tabel Program Siaran Dakwah
WAKTU ACARA
- WIB Assalamu‟alaikum Indonesia
- WIB RDS Interaktif
- WIB RDS Niaga
- WIB Salam Silaturahmi
- WIB Kajian Keislaman Sore
- WIB Maghrib Mengaji
- WIB Kajian Keislaman Malam
- WIB Muhasabah
159 Wawancara dengan Syaiful Arifin di Kantor Radio Dakwah Syariah Jalan Adi Sumarmo , Banyuanyar,
Suarakarta pada tanggal Juli .
160 Wawancara dengan Syaiful Arifin di Kantor Radio Dakwah Syariah Jalan Adi Sumarmo , Banyuanyar,
Suarakarta pada tanggal Juli .
161 Berdasarkan Arsip Brosur Radio Dakwah Syariah.
Awalnya siaran RDS hanya diurusi oleh dua orang saja yakni oleh Syaiful Arif dan
Salman Farisi dan Nanang Mujahidin. Kemudian lambat laun karyawannya terus
bertambah dan pada saat ini terdapat sekitar dua puluh orang karyawan yang bekerja dan
mengurusi RDS. RDS begitu menjaga kemurnian syariahnya termasuk mengenai iklan
yang masuk. Iklan yang masuk di RDS tidak sembarangan karena harus sesuai syariah
Islam.162
Pendengar RDS dikategorikan dalam “family muslim satation” yakni keluarga
muslim yang terdiri dari anak-anak, remaja sampai orang tua. Dimana ada program acara
yang dikhususkan untuk anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak dan bahkan siaran khusus
keluarga. Komunitas pendengar setia dari RDS sendiri yaitu RDSFM Rijal dan RDSFM
Nisa‟ Walaupun RDS saat ini bukan termasuk radio komunitas tetapi para pendengarnya
juga banyak yang berasal dari komunitas atau kelompok-kelompok pengajian dan majelis
ta‟lim Bahkan tidak menutup kemungkinan bagi pendengar yang berasal dari kalangan
non muslim juga ikut mendengar. Hal inilah yang dimaksudkan sebagai media dakwah
bahkan untuk kalangan non muslim yang dampaknya adalah sebagian dari mereka
berpindah menjadi agama Islam.163
Perbedaan Radio RDS dengan radio yang lain terletak pada program acara. Jika
radio dakwah lain memiliki program yang menyajikan lagu-lagu baik islami maupun tidak
yang dimana pendengar bisa request, di radio RDS tidak demikian. RDS hanya
menawarkan program ruqest bagi para pendengar khusus untuk program acara
renungan.164
Selain itu, RDS lebih banyak menyajikan program siaran kata bersama
narasumber atau interaktif. Salah satunya ada program acara di jam - WIB
162 Wawancara dengan Syaiful Arifin di Kantor Radio Dakwah Syariah Jalan Adi Sumarmo , Banyuanyar,
Suarakarta pada tanggal Juli .
163 Wawancara dengan Syaiful Arifin di Kantor Radio Dakwah Syariah Jalan Adi Sumarmo , Banyuanyar,
Suarakarta pada tanggal Juli .
164 Wawancara dengan Syaiful Arifin di Kantor Radio Dakwah Syariah Jalan Adi Sumarmo , Banyuanyar,
Suarakarta pada tanggal Juli .
dimana pada program tersebut siaran yang dibahas adalah mengenai isu-isu aktual yang
dikemas dalam program interaktif bahkan narasumbernya setingkat nasional.165
Walau perkembangan RDS terlihat semakin baik dari tahun ke tahun, tidak menutup
kemungkinan bahwa RDS pernah mengalami masa sulit. Itu terjadi ketika RDS belum bisa
menyelesaikan masalah perizinan dan kemudian banyak alat-alat siaran yang disita oleh
balai monitoring dan sempat berhenti untuk melakukan siaran selama - bulan. Kendala-
kendala lain yang turut menyelimuti gerak RDS yakni ketika banyak para penyiar yang
bukan berasal dari latar belakang penyiar dakwah. Sehingga butuh waktu untuk melatih
dan menyelaraskannya dengan visi dan misi RDS FM ini.166
f. Radio Al Hidayah
Radio Al Hidayah merupakan lembaga penyiaran swasta yang didirikan pada tahun
di Solo. Sesuai surat yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
(KPID) Jawa Tengah pada tanggal Juni mengenai permohonan izin
penyelenggaraan siaran melalui radio, Radio Al Hidayah secara resmi layak untuk
melakukan siaran.167
Sebelum menjadi Lembaga Penyiaran Swasta sampai saat ini, Al
Hidayah awalnya merupakan Lembaga Penyiaran Komunitas. Latar belakang berdirinya
radio ini adalah berangkat dari kondisi di daerah Solo dan sekitarnya pada masa itu.
Dimana ajaran/amalan dari Ahlul Sunnah Wal Jamaah terpojokkan dengan paham-paham
yang merasa benar dalam menyikapi sebuah konteks ayat Al-Qur‟an maupun hadist 168
Maka, dari situlah Perkumpulan Radio Komunitas Al Hidayah FM hadir sebagai
radio dakwah di wilayah Solo dan sekitarnya. Sebelumnya, Al Hidayah sendiri merupakan
sebuah Majelis dengan jumlah jamaah sekitar orang pada saat itu. Majelis Al
165 Lihat pada tabel tabel program siaran dakwah.
166
Wawancara dengan Syaiful Arifin di Kantor Radio Dakwah Syariah Jalan Adi Sumarmo , Banyuanyar, Suarakarta pada tanggal Juli .
167 Berdasarkan Arsip Surat dari KPID Jawa Tengah.
168
Berdasarkan Arsip Mengenai Studi Kelayakan Perkumpulan Radio Komunitas “Al Hidayah FM”
Hidayah ini sering melakukan kegiatan “Pengajian Akbar Selasa Malam Rabu Kliwon”
atau lebih dikenal dengan singkatan “SEMARAK” Berangkat dari hal tersebut Majelis Al
Hidayah ingin melancarkan kegiatan dakwahnya dengan mendirikan perkumpulan radio
komunitas dengan nama Al Hidayah.169
Adapun badan pengurus radio Al Hidayah adalah sebagai berikut170
:
Direktur Utama : H. Soni Parsono
General Manager : Sydiek Ramadhan
Marketing : Nanang Alfianto
Public Relation : Khoirul Anwar
Al Hidayah merupakan radio yang tema siarannya seratus persen berkaitan tentang
dakwah. Model metode dakwah yang diusung yaitu dengan mengadakan pengajian
berlandaskan Aswaja (Ahlussunah Wal Jama‟ah) ala NU Namun, dari segi manajemennya
bukan saja hanya NU yang dijadikan label dalam berdakwah melainkan Muhammdiyah
juga termasuk kedalam unsur dakwahnya. Adanya label dakwah tersebut adalah sebuah
kebijakan yang dikehendaki oleh pimpinan Radio Al Hidayah sendiri.171
Anggaran pengelolaan radio sebagian besar berasal dari owner Al Hidayah dan
selebihnya berasal dari iklan. Dalam sekali siaran, iklan yang masuk berjumlah kurang
lebih lima sampai sepuluh iklan. Iklan tersebut paling banyak berasal dari iklan sekolah
baik sekolah yang berbasis Islam maupun umum dari daerah lain. Kendala dari radio
dakwah sendiri adalah ketika iklan yang ditayangkan tidak sesuai dengan tema dari Radio
Al Hidayah yakni dakwah. Meski demikian, Al Hidayah tetap membuka peluang iklan
yang masuk meskipun bukan berbasis Islam dan berasal dari kota Solo saja. Hal ini
169 Berdasarkan Arsip Mengenai Studi Kelayakan Perkumpulan Radio Komunitas “Al Hidayah FM”
170
Berdasarkan Arsip Brosur Radio Al Hidayah.
171 Wawancara dengan Khoirul Anwar di Kantor Radio Al Hidayah Jalan Ir. Soekarno No. Solo Baru, pada
tanggal Mei .
bertujuan agar jangkauan iklan tidak hanya tertuju pada satu lingkup saja. Melainkan dapat
menjangkau informasi ke daerah lain diluar kota Solo.172
Dalam melaksanakan program siaran, ada dua program yang dilakukan oleh Radio
Al Hidayah yaitu, program on air dan program off air. Program tersebut terangkai dalam
acar harian dan acara mingguan. Adapun jadwal dari acara tersebut adalah sebagai
berikut173
:
Tabel . : Tabel Jadwal Siaran Acara Dakwah
ACARA HARIAN
- Opening & Murottal
- Mutiara Pagi (Kajian Islam)
- Mutiara Dhuha
- Selamat Pagi Sahabat (Request Pop Religi
& Nasyid)
- Intermezzo
- Kajian On Air/Jendela Hidayah
- Tarhim, Adzan Dzuhur, Murottal
- Qosidah Habib Syech/Langitan/Dermaga
Sholawat
- Tarhim. Adzan Ashar, Murottal
- Berita Sore Al Hidayah
- Mutiara Senja (Kajian Tafsir Al Qur‟an)
- Intermezzo (Qosidah-qosidah Jawa)
172 Wawancara dengan Khoirul Anwar di Kantor Radio Al Hidayah Jalan Ir. Soekarno No. Solo Baru, pada
tanggal Mei .
173 Berdasarkan Arsip Brosur Radio Al Hidayah.
- Tarhim & Adzan Maghrib
- Maulid Al Barzanji/Maulid Ad Diba‟i
- Tarhim, Adzan Isya‟ & Murottal
- Lantunan Qosidah Rebana
- Siaran Live Pengajian
- Mutiara Malam (Kajian Al Hikam)
- Kajian On Air/Jendela Hidayah
- Clossing
Tabel . : Tabel Jadwal Siaran Acara Dakwah
ACARA MINGGUAN
-
Kajian Fiqih Bersama Habib Umar
Bin Husein Assegaf (LIVE)
SENIN
-
Siaran Langsung Pengajian Rutinan
di Masjid Jami‟ Al Hidayah Solo
Baru
SELASA
-
Siaran Langsung Pengajian Majelis
Al Hidayah
-
Kajian Halaqoh Kehidupan Bersama
Habib Alwi Bin Ali Al Habsy
(LIVE)
RABU
Siaran Langsung Pengajian Rutinan
Majelis Ahbabul Musthofa & Habib
-
Syech Bin Abdul Qodir Assegaf
KAMIS
-
Kajian Siroh Nabawiyah Bersama
Habib Abu Bakar Fahmi Assegaf
(LIVE)
JUM‟AT
-
Siaran Langsung Pengajian Rutin
Majelis Ar-Roudhoh Bersama Habib
Novel Alaydrus
SABTU - Siaran Langsung Pengajian Umum
MINGGU - Siaran Langsung Pengajian Umum
Seperti pada umumnya radio, Al Hidayah memiliki komunitas pendengar dengan
nama PERMORA (Persatuan Monitor Radio Al Hidayah). Komunitas tersebut sudah
muncul sejak Al Hidayah berdiri. PERMORA aktif mengadakan pertemuan rutin setiap
tiga bulan sekali dari satu daerah ke daerah lain. Anggota PERMORA ini adalah para
pendengar yang aktif mendengarkan siaran Radio Al Hidayah. Karena, selain pendengar
aktif setiap radio termasuk Al Hidayah biasanya ada pula pendengar pasif yang tidak serta
merta memiliki tujuan untuk mendengarkan salah satu radio khususnya Radio Al
Hidayah.174
B. Konflik Materi Dakwah Stasiun Radio di Kota Surakarta
Rachmat mengatakan bahwa, pada umumnya siaran dakwah radio di Surakarta sama
dengan siaran dakwah media-media biasanya. Namun, ada sebuah perbedaan antara satu radio
dakwah dengan radio yang lainnya. Perbedaan ini terletak pada penafsiran atas masalah-masalah
khilafiyah. Dengan demikian, terjadi kontestasi antara satu radio dan radio lain. Kontestasi yang
174 Wawancara dengan Khoirul Anwar di Kantor Radio Al Hidayah Jalan Ir. Soekarno No. , Solo Baru pada
Mei .
paling menonjol terjadi antara Radio MTA dan Radio Al-Hidayah. Radio MTA misalnya, dalam
siarannya menyinggung praktik ibadah dan tradisi keagamaan yang dilakukan oleh kebanyakan
warga Nahdliyin. Menurut beberapa pendengar dan tokoh agama di kota Surakarta bahwa Radio
MTA dalam siarannya sangat tidak sensitif. Materi-materi siaran MTA yang disampaikan secara
langsung dari Gedung Pusat Majelis Tafsir Al-Qur‟an sering menyampaikan fatwa-fatwa yang
menganggap beberapa tradisi ibadah warga Nahdliyin sebagai bid‟ah dan bahkan sebagai
perbuatan syirik. Tradisi-tradisi seperti shalawatan, yasinan, ziarah kubur, dan zikir bersama
dilabeli syirik dan diharamkan oleh Ustadz Sukina.175
Sementara itu, Radio Al-Hidayah menanggapi setiap siaran-siaran Radio MTA dengan
ajaran Ahlussunah wal Jamaah. Permasalahan ini pernah ditengahi oleh Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah (KPID) Kota Surakarta. Pertemuan ini sengaja digagas untuk membahas
materi siaran yang dianggap dapat memicu konflik antarkelompok keagamaan yang ada. Namun
demikian, setelah pertemuan itu MTA tidak serta-merta mengubah siarannya dan terus
menyinggung tradisi ibadah warga Nahdliyin. Rudi, selaku Program Manajer Radio MTA,
menjelaskan bahwa siarannya hanya ingin menyampaikkan yang benar menurut pandangan
mereka kepada warga MTA.176
Disisi lain, Radio Manajemen Hati dan HIZ berusaha untuk tidak membahas hal-hal yang
bersinggungan secara langsung dengan masalah khilafiyah. Dakwah yang diasampaikan MH
hanya bertujuan untuk memperbaiki akhlak masyarakat Islam pada umumnya. Siaran dakwah
MH sepenuhnya mengajarkan hal-hal mendasar tentang menjadi Muslim yang baik.177
Adapun
model dakwah yang digunakan oleh radio HIZ tidak membatasi pada satu model Islam yang ada
pada waktu itu. Karena HIZ tidak berafiliasi pada satu madzhab saja. HIZ lebih memberikan
ruang terbuka kepada seluruh ormas Islam seperti NU, MTA, Muhammmadiyah, dan lainnya.
Sehingga tidak memberikan segmentasi bagi pendengar dengan memberikan tempat siaran
175 Mengenai Kontestasi Radio Dakwah, lihat Din Wahid dan Jamhari Makruf, Suara Salafisme: Radio Dakwah
di Indonesia, hlm. .
176 Din, hlm. .
177
Din, hlm. .
kepada semua ormas. Menurut Yanni saat ini banyak radio dakwah yang berdiri atas nama
anggotanya. Karena hal tersebut, radio seakan-akan hanya terbatas bagi pendengar anggota
ormasnya.178
Radio HIZ dan Radio MH tidak eksklusif dalam memilih narasumber. Narasumber-
narasumber yang diundang untuk menjadi pengisi dalam siaran dakwah kedua radio meliputi
tokoh-tokoh agama dari berbagai kalangan Nahdliyin. Kedua radio ini juga sering mengundang
tokoh-tokoh agama resmi lokal dari lingkungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah ataupun
ustadz-ustadz kondang nasional. Hal ini dilakukan untuk mengurangi masalah perbedaan dengan
mengedepankan persamaan-persamaan.179
Namun, menurut Yanni, perbedaan Radio HIZ yang
dulu dengan HIZ yang saat ini bergabung menjadi RDS adalah segmen dakwah yang digunakan.
Meskipun bagi RDS saat ini dakwah yang disampaikan merangkul semua segemen namun pada
kenyataannya para pengisi dakwahnya bukan berasal dari berbagai ormas Islam seperti MTA,
NU dan Muhammadiyah.180
Sedangkan Syaiful mengatakan bahwa RDS tidak mengangkat hal-hal yang sifatnya
khilafiyah. Karena RDS lebih menekankan pada kebersamaan, sehingga lebih bersikap
merangkul dari golongan apa saja dan tidak memandang pada satu golongan tertentu. Bahkan
dari golongan yang dianggap radikal seklipun. Terhadap suatu permasalahan ikhtilaf RDS lebih
merujuk pada Al Qur‟an dan Sunnah Meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa RDS
menyajikan pendapat-pendapat dari beberapa narasumber.181
178 Wawancara dengan Yanni Rusmanto di Kantor Hizbullah Jalan Radjiman, Tegalsari, Laweyan, Surakarta
pada tanggal Juli .
179 Din, hlm. .
180
Wawancara dengan Yanni Rusmanto di Kantor Hizbullah Jalan Radjiman, Tegalsari, Laweyan, Surakarta pada tanggal Juli .
181 Wawancara dengan Syaiful Arifin di Kantor Radio Dakwah Syariah Jalan Adi Sumarmo , Banyuanyar,
Suarakarta pada tanggal Juli .
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
. Surakarta merupakan salah satu kota bersejarah yakni dengan berdirinya sebuah kraton
Kasunanan Surakarta sampai saat ini. Selain itu kota ini juga termasuk kota multietnik
yakni terdiri dari etnis Jawa, Eropa, Arab dan Cina. Sampai saat ini pengaruh tersebut
masih dapat kita lihat peninggalannya. Surakarta sendiri di masa orde baru merupakan
kota yang banyak ditumbuhi gerakan radikalisme. Beberapa tokoh dari gerakan-gerakan
tersebut membawa Islam yang berbeda-beda. Namun, secara garis besar orientasi
Islamnya mengenai penegakan syari‟at Islam atau pendirian negara Islam Sehingga radio
dakwah yang muncul di masa orde baru dikaitkan dengan gerakan radikal yang dilarang
pemerintah. Kemudian, di masa reformasi Surakarta lagi-lagi menjadi salah satu kota
yang termasuk dalam tumbuhnya gerakan Islam yang dianggap radikal. Hal ini berkaitan
dengan latar belakang historis dengan gerakan yang terjadi di masa orde baru.
. Munculnya stasiun radio di Indonesia telah terjadi pada masa penjajahan Belanda pada
tanggal Juni di Batavia (Jakarta) dengan nama Bataviase Radio Vereniging
(B.R.V). Tidak berhenti disitu perkembamgan radio lambat laun berjalan dari masa ke
masa. Yakni dari masa pendudukan Jepang, masa orde baru sampai reformasi. Di kota
Surakarta sendiri, radio berkembang begitu baik dan akhirnya tercetuslan Solosche Radio
Vereeniging (SRV) pada April . Bahkan, Surakarta sempat menjadi pusat dari
Kantor RRI dan dapat menjalankan program siaran luar negeri. Di Indonesia, radio
digunakan sebagai media yang cukup efektif untuk berdakwah. Dakwah melalui radio
terus berkembang pada Radio Republik Indonesia (RRI) misalnya, baik di pusat maupun
di daerah menyediakan waktu siaran yang cukup memadai pada pagi hari setelah shalat
Subuh. Melalui radio pula dakwah menjadi menu yang cukup diminati masyarakat.
. Di Surakarta, stasiun radio dakwah pertama kali muncul pada masa Orde Baru. Tepatnya
pada tahun muncul radio dakwah bernama Al-Irsyad Broadcasting Centre (ABC).
Selain itu, pada tahun -an Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba‟asyir lalu
mendirikan sebuah radio dengan nama Radio Dakwah Islamiyah (RADIS). Namun, pada
pemerintah orde baru menganggap radio tersebut membahayakan negara dan
dilarang melakukan siaran oleh Laksusda Jawa Tengah. Tidak berhenti pada masa itu,
perkembangan stasiun radio dakwah di Surakarta muncul kembali setelah masa
reformasi. Radio-radio tersebut memiliki karateristik dakwah yang berbeda-beda. Adapun
nama-nama dari stasiun radio dakwah tersebut yaitu, Radio Hizbullah (HIZ) berdiri pada
tahun , Radio Manajemen Hati (MH) lahir pada tahun , Radio Mentari
berkembang pada tahun , Radio Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) muncul pada tahun
, Radio Dakwah Syariah (RDS) berdiri tahun dan Radio Al Hidayah pada
tahun . Masing-masing stasiun radio tersebut memiliki karateristik dakwah yang
berbeda-beda. Karena perbedaan inilah yang terkadang menimbulkan sebuah konflik.
Konflik ini merupakan bagian dari dinamika stasiun radio dakwah di kota Surakarta.
Antara Radio MTA dan Radio Al Hidayah konflik materi dakwah menjadi begitu terlihat.
Karena latar belakang orientasi Islam yang berbanding terbalik, maka kedua radio
tersebut saling menyinggung satu sama lain dalam siaran dakwahnya. Disisi lain, Radio
Manajemen Hati dan HIZ berusaha untuk tidak membahas hal-hal yang bersinggungan
mengenai hal-hal yang sifatnya sensitif dalam dakwahnya.
B. SARAN
Dalam hal ini, sejarah dan perkembangan radio dakwah belum banyak diteliti banyak
orang. Padahal radio dakwah merupakan bagian dari transportasi dakwah Islam di
mayarakat. Tak lain halnya dengan radio dakwah di kota Surakarta. Belum begitu banyak
buku yang membahas radio dakwah di Surakarta secara intensif. Meskipun ada beberapa
peneliti yang sudah menuangkan penelitiannya dalam sebuah tulisan. Penulis berharap dari
masing-masing radio dakwah di Surakarta perlu membuat sebuah tulisan yang dimana
dalam tulisan tersebut berisi sejarah, profil dan perkembangan masing-masing radio.
Sehingga nantinya para peneliti dapat menjadikannya sebagai bahan referensi. Selain itu,
tulisan tersebut juga merupakan arsip yang begitu penting bagi lembaga radio itu sendiri.
Dan semoga adanya skripsi ini dapat menjadi bahan kajian ulang yang dapat diteliti lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Vickers, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, .
Afdlal, et.al., Islam dan Radikalisme di Indonesia, Jakarta: LIPI Press, .
Ahmad Redzuwan M.Y, Sejarah Dakwah, Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn
Bhd, .
Ahmad Zaini, Dakwah Melalui Radio: Analisis terhadap Format Siaran Dakwah di Radio PAS FM
Pati, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam Vol. , No. Juni .
A. Ius Y. Triartanto, Broadcasting Siaran Radio: Teori dan Praktek, Yogyakarta: Graha Cendekia,
.
A.M. Hadisiswaya, Keraton Undercover, Yogyakarta: Pinus Book Publisher, .
Atie Rachmiatie, Radio Komunitas: Ekskalasi Demokratisasi Komunikasi, Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, .
Daliman, Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ombak, .
Damanto dan Istiyono, RRI Surakarta: dari Radio Komunitas menjadi Radio Publik, Surakarta:
Lembaga Penyiaran Publik RRI Surakarta, .
Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi: Regulasi &
Konvergensi, Bandung: PT Refika Aditama, .
Din Wahid dan Jamhari Makruf, Suara Salafisme: Radio Dakwah di Indonesia, Jakarta: PPIM UIN
Syarif Hidayatullah, .
Enung Asmaya, Aa Gym: Dai Sejuk dalam Mayarakat Majemuk, Jakarta: Penerbit Hikmah, .
FR.Sri Sartono, Teknik Penyiaran dan Produksi Program Radio, Televisi dan Film, Departemen
Pendidikan Nasional, .
Goerge D. Larson, Masa Menjelang Revolusi: Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta, 1912-
1942, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, .
Hasan Asy‟ari Oramahi, Jurnalistik Radio: Kiat Menulis Berita Radio, Penerbit Erlangga, .
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, .
Heru Suharto, Surakarta Hadiningrat Dalam Strategi Elit (Suatu Analisis Kepemimpinan)Tahun
1985-1990, Surakarta: PT Pabelan Surakarta.
Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke
Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga, .
Julianto, Ibrahim, Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan: Kriminalitas dan Kekerasan Masa
revolusi di Surakarta, Wonogiri: Bina Citra Pustaka, .
Kementrian Penerangan-Djawatan RRI, Sedjarah Radio di Indonesia, .
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta:
PN Balai Pustaka, .
Krisna Bayu Adji, Ensiklopedia Babad Bumi Jawa: Buku Pintar Sejara Terbentuknya Daerah-
`daerah di Pulau Jawa, Yogyakarta: Araska, .
Krisna Bayu Adji & Sri Wintala Achmad, Geger Bumi Mataram: Sejarah Panjang Perjalanan
Kerajaan-kerajaan Jawa Pasca Mataram Islam, Yogyakarta: Araska, .
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, .
Lukman Santoso Az, Sejarah Terlengkap Gerakan Separatis Islam, Yogyakarta: Palapa, .
Masduki, Radio Siaran dan Demokratisasi, Yogyakarta: Penerbit Jendela, .
Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna: Respon Intelektual Muslim Indonesia
Terhadap Konsep Demokrasi (1996-1993), Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, .
M.C. Ricklefs, Islamitation and Its Opponents in Java, Terj. FX Dono Sunardi & Satrio Wahono,
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, .
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2003, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, .
Muhammad Ali Chozin, Strategi Dakwah Salafi di Indonesia, Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No.
Tahun .
Muhammad Asif, Sejarah Tafsir MTA (Majlis Tafsir Al-Qur’an), Jurnal Al Itqon Volume , No.
, (Februari - Juli ), M Pati, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam Vol. , No. Juni
.
Mohamad Fajar Shiddiq, Dakwah Melalui Radio, Prosiding Komunikasi Penyiaran Islam
Universitas Islam Bandung.
M. Thoyyib, Radikalisme Islam di Indonesia, Jurnal Studi Pendidikan Islam, Vol. , No. , Januari
.
Mutohharun Jinan, Melacak Akar Ideologi Puritanisme Islam Survei Biografi atas “Tiga
Abdullah”, Jurnal Walisongo Volume. , Nomor. , November .
Nor Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, .
Nur Kafid, Dari Islamisme ke ”Premanisme” Pergeserran Orientasi Gerakan Kelompok Islam
Radikal di Era Desentralisasi Demokrasi, Jurnal Sosiologi, Vol. No. , Januari .
Pengurus SRV, SRV Gedenboek, Surakarta, .
Purwadi & Endang Waryanti, Perjanjian Giyanti: Strategi Politik Teritorial untuk Mewujudkan
Perdamaian, Yogyakarta: Laras Media Prima, .
Rizka Prasti, Dakwah Melalui Radio (Analisis Program Cahaya Pagi di Radio Alaikassalam
Sejahtera Jakarta (RASFM), Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, .
Rubaidi, Variasi Gerakan Radikal Islam di Indonesia, Jurnal Analisis, Volume XI, Nomor , Juni
.
Rusdi Sufi, Perkembangan Media Komunikasi di Daerah: Radio Rimba Raya di Aceh, Jakarta: CV.
Ilham Bangun Karya, .
Rustopo, Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghowa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, 1895-1998,
Jakarta: Penerbit Ombak, .
Samsul Munir, Sejarah Dakwah, Jakarta: Amzah, .
Qomarun dan Budi Prayitno, Morfologi Kota Solo (Tahun - ), Jurnal Dimensi Teknik
Arsitektur Vol. , No. , Juli .
Sumber Internet:
Peraturan Pemerintah RI Nomor Tahun tentang penyelenggaraan penyiaran Lembaga
Penyiaran Publik dalam https://eppid.kominfo.go.id diakses tanggal Agustus pukul
WIB.
Peraturan Pemerintah RI Nomor Tahun tentang penyelenggaraan penyiaran Lembaga
Penyiaran Swasta dalam https://eppid.kominfo.go.id diakses tanggal Agustus
pukul WIB.
Peraturan Pemerintah RI Nomor Tahun tentang penyelenggaraan penyiaran Lembaga
Penyiaran Berlangganan dalam https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com. diakses
tanggal Agustus pukul WIB.
Profile Mentari FM dalam http://gmmentari.blogspot.com/ / /profile-radio- mentari-
fm.html?m= diakses pada Agustus pukul WIB.
Profile MTA , dalam www.mtaonline.com diakses pada Agustus pukul WIB.
PRSSNI dalam http://www.radioprssni.com/prssninew/history.asp diakses pada tanggal Juli
pukul WIB.
Radio dalam https://pakarkomunikasi.com/sejarah-radio-di-indonesia diakses pada tanggal
Juli Pukul WIB.
Surat kabar dan Majalah
Kompas, September , ”Radio Siaran di Indonesia: Cermin dan Pengaruh Dua Budaya
Berbeda”
Arsip
Brosur Radio Al Hidayah
Brosur Radio Dakwah Syariah
Data Base Izin Penyelenggaraan Penyiaran Radio FM di Jawa Tengah KPID Jawa Tengah
Studi Kelayakan Perkumpulan Radio Komunitas Al Hidayah FM
Wawancara
Khoirul Anwar ( th) pada Mei di Kantor Radio Al Hidayah Jalan Ir. Soekarno No. ,
Solo Baru.
Kukuh Wibowo ( th) pada tanggal Mei di Kantor Radio MTA Jalan Cilosari No. ,
Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta.
Syaiful Arifin ( th) pada tanggal Juli di Kantor Radio Dakwah Syariah Jalan Adi
Sumarmo , Banyuanyar, Surakarta.
Tamrin Ghozali ( th) pada tanggal Juli di Kantor Radio ABC Jalan Kapten Mulyadi
No. , Kedung Lumbu, Pasar Kliwon, Surakarta. Yanni Rusmanto ( th) pada
tanggal Juli di Kantor Hizbullah Jalan Radjiman, Tegalsari, Laweyan, Surakarta.
LAMPIRAN
Brosur Radio Al Hidayah
Brosur Radio Dakwah Syariah
Studi Kelayakan Perkumpulan Radio Komunitas Al Hidayah FM
Data Base Izin Penyelenggaraan Penyiaran Radio FM di Jawa Tengah KPID Jawa Tengah
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama :Dina Arini Fitri
TTL :Sleman, Februari
Alamat :CokrobedogRT. RW. , Sidoarum,Godean, Sleman
Jenis Kelamis :Perempuan
Email :dinafitri @gmail.com
Riwayat Pendidikan:
TK : TK. Kemala Bhayangkari Tahun -
SD : SDN. Cakra Madya Dwipa - Tahun -
SMP : SMP. Islam Plus Bina Insani Tahun -
SMA : SMA. Islam Plus Bina Insani Tahun -
PT : IAIN Salatiga Tahun -
Pengalaman Organisasi:
- Pengurus HMJ Sejarah Peradaban Islam periode .
- Pengurus Dema Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora periode .