dis tosia

Upload: udin-nicotinic

Post on 10-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

distosia

TRANSCRIPT

BAB I

BAB I

PENDAHULUANDistosia bahu merupakan komplikasi persalinan yang serius. Masalahnya terletak pada tertariknya tali pusat ke dalam panggul ketika kepala dilahirkan dan kemudian tali pusat tersebut tertekan sampai disadari bahwa terjadi kemacetan dalam persalinan bahu. Distosia ini dapat diartikan sebagai kesulitan dalam persalinan. Lawan dari distosia ini adalah eutosia atau persalinan normal. Distosia sering menjadi indikasi untuk melahirkan tindakan operasi. Distosia ini sendiri berhubungan dengan 2 hal yaitu adanya fetal dan maternal. Diagnosa distosia ini sendiri masih krusial. Insiden distosia bahu adalah 0, 15% untuk semua jenis janin dan bayi dengan berat lebih dari 2500 gram dan 1,7% untuk bayi yang beratnya lebih dari 4000gram. Sayangnya etiologi distosia bahu adalah makrosomia fetalis dan bukan semata-mata kenaikan berat bayi diatas berat yang ditentukan berdasarkan kesepakatan, yaitu 4000 gram. Jadi makrosomia fetalis merupakan peningkatan ukuran badan terhadap ukuran kepala, sehingga hasilnya sering berupa lengkung bahu yang lebih besar dari ukuran kepala bayi. Indeks ponderal untuk bayi seperti itu sering bertambah besar, sehingga diagnosis makrosomia fetalis sangat sulit diperkirakan dan perkiraan distosia bahu tidak mungkin dilakukan. Di atas disebutkan bahwa faktor ibu dan bayi ikut menyebabkan kenaikan insiden makrosomia fetalis dan secara logis akan meanikkan insiden distosia bahu. Untuk mudahnya faktor-faktor yang turut menyebabkan distosia bahu dapat dibagi menjadi antepartum dan intrapartum. Namun demikian kita perlu menyadari bahwa dalam praktek klinik, masing-masing faktor tersebut dapat mempengaruhi insiden distosia bahu sebagai suatu variabel bebas atau dengan cara yang bervariasi. Sayangnya dalam praktek jarang hanya terbatas pada suatu variabel saja dan dengan demikian faktor tunggal atau faktor-faktor yang terpisah tidak dapat dipertimbangkan dalam menegakkan keputusan klinik, termasuk kemungkinan distosia bahu.

Hidosefalus internal yang berlebihan di dalam ventrikel otak yang mengakibatkan pembesaran kranium terjadi kira-kira satu diantara 2000 bayi atau sekitar 12& dari semua malformasi berat yang ditemukan pada kelahiran. Keadaan ini biasanya disertai dengan kelainan, dimana spina bifida terjadi pada sekitar 1/3 kasus. Tidak jarang pula terjadi lingkaran kepala lebih dari 50 cm dan seringkali mencapai 80 cm. Volume cairan biasanya antar 500-1500 ml tapi juga dapat sampai 5 L. Presentasi bokong ditemukan pada sekitar 1/3 kasus. Pada presentasi apapun hidrosefalus lazimnya disertai dengan disproporsi total sefalopelvik dengan distosia serius sebagai akibat yang umum terjadi.

BAB II

ISI

A. PATOFIOLOGIKarakteristik persalinan abnormal diantaranya distosia merupakan benuk komplikasi persalinan normal. Persalinan normal dimulai dengan kontraksi uterus yang reguler sehingga mengakibatkan penipisan dan pembukaan dari servik. Awal persalinan, kontraksi uterus tidak teratur dan penipisan serta pembukaan dari servik bertahap. Fase aktik dimulai pada pembukaan 4 cm dan disertai his yang adekuat. Pada nullipara pembukaan servik 2 cm/jam dan pada multipara pembukaan servik 1 cm/jam.

Distosia bahu ini dapat disebabkan 3 faktor selama persalinan, diantaranya adalah :

1. Kekuatan tenaga ibu yang abnormal

2. Presentasi,posisi atau perkembangan janin yang abnormal

3. Pertumbuhan tulang pelvis / jalan lahir yang abnormal

Adapaun Faktor-faktor yang lain adalah faktor Antepartum dan intrapartum. Faktor-faktor antepartum adalah sebagai berikut :

a. Obesitas Maternal

Obesitas Maternal sulit dipisahkan dari diabetes kehamilan. Pada wanita-wanita hamil dengan berat badan lebih dari 250 pon resikoterjadinya distosia bahu pada saat persalinan adalah 5,1% dibandingkan dengan wanita yang menderita diabetes terkontrol yang berat badanya tidak lebih dari 200 pon. Berat badan yang terlalu besar selama kehamilan tak berhubungan dengan naiknya insiden bayi dengan berat 4500 gram atau lebih besar lagi. Distosia bahu ditunjukkan pada 13,6% bayi dengan berat lebih 4500 gram dibandingkan 1,7% pada pasien lain yang dijadikan kontrol.b. Diabetes Melitus

Hubungan antara makrosomia dengan diabetes melitus ringan sangan erat dan merupakan faktor penybab yang penting untuk terjadinya distosia bahu

c. Kehamilan Postmatur

Kenyataan bahwa banyak bayi terus tumbuh setelah usia kehamilan 42 minggu sekarang telah diketahui dengan baik.

Faktor-faktor intrapartum diantaranya adalah sebagai berikut :a. Kalla II yang memanjang

Pada penelitian dilaporkan bahwa kalla II yang memenjang dan persalinan midpelvis ( persalinan dengan ekstraksi vakum atau forcep ), insiden distosia bahu adalah 4,6% dibandingkan 0,16% pada kalla II yang tidak memanjang. Dilaporkan pula bahwa terjadi kenaikkan insiden distosia bahu pada bayi dengan berat 4000 gram atau lebih jika terjadi partus lama atau partus macet, namun dapat juga pada bayi dengan berat 2500-3000 gram dimana ibu mengalami partus macet.b. Induksi oksitosin

Karena distosia bahu merupakan akibat dari makrosomia, kita tidak heran kalau oksitosin dapat berhubungan dengan naiknya insiden distosia bahu. Bayi yang besar seringkali berkaitan dengan partus difungsional dan pemberian oksitosin sering merupakan indikasi pada banyak partus disfungsional. Demikian pula, tindakan pada kehamilan postmatur adalah melahirkan bayi, dan biasanya tindakan ini diselesaikan dengan induksi persalinan. Akhirnya, kehamilan postmatur tersebut akan disertai dengan peningkatan insiden makrosomia serta distosia bahu.c. Ekstraksi Midforceps dan Ekstraksi Vakum

Identifikasi faktor-faktor antepartum dan intrapartum yang berhubungan dengan kenaikan insiden distosia bahu dapat dijadikan suatu tanda peringatan sehingga dapat dilakukan ssegra mungkin tindakan persalinan, misalnya seksio sesarea dan morbiditas ibu dan bayi sehubungan dengan komplikasi persalinan pervaginam. Dalam kenyataannya, bahwa diameter transtorakal bayi yang dilahirkan dari ibu diabetes dan 1,4 cm lebih besar daripada diameter biparietal bisa dijadikan pedoman untuk memperkirakan disproporsi fetomaternal, dan dengan demikian mempunyai korelasi dengan kemungkinan distosia bahu. Dilaporkan bahwa diameter dada minus kepala yang besarnya 4,8 cm atau lebih, menunjukkan kemungkinan terjadinya distosia bahu. Dapat disipulkan bahwa jika hasil pengukuran tersebut diperoloeh dari bayi yang keliahtannya akan mengalami distosia bahu, satu dari 2 alternatif tindakan harus sudah direncanakan. Adapun pilihan pertama adalah seksio sesarea. Bila persalinan pervaginam dipertimbangkan sebagai pilihan kedua, syarat berikut harus dipenuhi :1. Pertolongan persalinan harus dilakukan oleh seorang dokter yang berpengalaman dalam penganan distosia bahu.

2. Tenaga anastesia yang terlatih harus hadir dalam persalinan itu3. Dokter ahli anak harus hadir untuk mengurangi kemungkinan gejala sisa akibat kelahiran yang besar kemungkinannya menimbulkan taruma.

Pada 394 wanita yang melahirkan bayi dengan berat lahir bayi lebih dari 4000 gram dan menggunakan analisisi diskriminan 3 cara untuk membdakan apakah suatu model dapat dikembangkan untuk memperkirakan keadaan wanita pada salah satu diantara 3 kelompok ini :

1. tidak ada distosia bahu

2. distosia bahu tanpa trauma

3. distosia bahu dengan taruma

Distosia bahu jika tidak ditangani denganbaik, dapat berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas bayi secara bermakna, diantaranya adalah fraktur humerus dan klavikula, paralisis erb, dan kelainan neurologis. Adapun akibat yang ditimbulkan pada ibu diantaranya adalah perdarahan postpartum yang biasanya terjadi akibat atonia uteri tetapi juga dapat akibat laserasi vagina serta serviks, dimana ini semua merupakan resiko besar bagi ibu. Infeksi puerpueralis juga dapat ditimbulkan.BAB IIIPENATALAKSANAAN

Berkurangnya interval waktu dari saat persalinan kepala sampai saa persalinan badan sangat menentukan kelangsungan hidup bayi, tetapi traksi kepala atau leher yang terlalu kuat atau rotasi badan yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan yang serius bagi bayi.

Episiotomi mediolateral yang luas dan anastesi yang tepat merupakan tindakan yang penting dan harus dilakukan segera. Langkah berikutnya adalah membersihkan mulut dan hidung bayi. Setelah langkag-langkah di ata selesai dilaksanakan, beberapa metode atau teknik dapat digunakan untuk membebaskan bahu anterior dari posisinya yang terjepit di bawah simpis pubis ibu.. Adapun teknik-teknik yang sering digunakan adalah :

1. Tekanan Suprapubik

2. Perasat McRobert. Perasat ini dilakukan dengan mengangkat kedua tungkai ibu jari dari tiang penyanggah dan melakukan fleksi tungkai ke atas perut. Tindakan ini diperkirakan akan meluruskan sakrum terhadap vertebrata lumbalis dan diikuti rotasi simpisis pubis ke depan kepala pasien, sehingga mengurangi kemiringan sudut panggul. Perasat ini tidak meperluas ukuran panggul, tetapi rotasi kepala bayi di dalam panggul akan membebaskan bahu anterioir yang terjepit.3. Woods. Dilakukan dengan rotasi yang progresif bahu posterior sebesar 180 derajat yang dilakukan seperti gerakan membuka tutup botol, bahu anterior yang terjepit dapat dibebaskan.

4. Persalinan bahu posterior terdidri dari tindakan menggerakkan dengan hati-hati lengan posterior bayi menyilang dada, yang diikuti demnag persalinan lengan. Gelang bahu kemudian diputar pada salah satu diameter melintang panggul dan kemudian bahu anterior dilahirkan.

5. Chavis. Dilakukan dengan menggunakan sendok bahu yang terdidri dari dau sendok yang cekung denagn gagang panjang, alat ini dapat diselipkan di antara simpisis dan bahu anterior yang terjepit.

6. Hibbard. Dilakukan dengan menekan rahang bayi dan leher ke arah rektum ibudengan tekanan kuat pada fundus yng dilakukan oleh asisten sampai bahuanterior bebes.

7. Sandberg. Dilakukan untuk memindahkan kepala ke dalam panggul dan kemudian dilakukan seksio sesarea.8. Pematahan tulang klavikula bayi dengan menekan klavikula anterior pada ramu pubis dapat dikerjakan untuk membebaskan bahu yang terjepit.

9. Kleidotomi yaitu memotong klavikula dengan gunting tajam. Hal ini dilakukan pada saat bayi mati.

REFERENSI

Cunningham, F.Gary. 1995. Obstetri Wiliam. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta

http://www.emedicine.com.PAGE 8