disfagia motorik

45
DISFAGIA MOTORIK I. PENDAHULUAN Kesulitan menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan trasportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. 1 Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan nonneurologis. 2 1

Upload: anna-sweet

Post on 07-Feb-2016

120 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: disfagia motorik

DISFAGIA MOTORIK

I. PENDAHULUAN

Kesulitan menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau

penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat

gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan trasportasi makanan dari

rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya seperti

odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah,

regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan berat badan

yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi

makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. 1

Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia

biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan

dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan

seseorang karena risiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan

berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan

disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan nonneurologis. 2

Disfagia motorik atau neuromuskuler adalah disfagia yang terjadi akibat

kelemahan kontraksi peristaltik, gangguan inhibisi menelan yang menyebabkan

kontraksi peristaltic tidak terjadi, dan gangguan relaksasi sfingter.1

Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses

menelan pada fase oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan

pemeriksaan fisik dengan teliti sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan

disfagia. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring,

dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan. 2

Pemeriksaan endoskopi serat optik pada proses menelan mungkin

diperlukan. Gangguan menelan mulut dan faring biasanya memerlukan

rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan teknik dan manuver menelan.

Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien dengan gangguan menelan. Pada

pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati rongga mulut dan faring

1

Page 2: disfagia motorik

secara keseluruhan dan pemberian nutrisi enteral mungkin diperlukan. Pilihan

meliputi gastrostomy endoskopi perkutan dan kateterisasi intermiten

oroesophageal. 2

II. EPIDEMIOLOGI

Disfagia terjadi pada 13-14 % pada pasien yang dirawat di rumah sakit dan

30-35 % pada pasien di pusat rehabilitasi. Sebanyak 70-90 % pasien usia lanjut di

fasilitas perawatan/rumah jompo mengalami masalah pada proses menelan

meskipun tanpa penyakit neurologis. Sebanyak 41 % pasien dengan kanker kepala

leher mengalami aspirasi. Sebanyak 40-70% pasien stroke akut mengeluhkan

disfagia. Sebanyak 40-50% pasien stroke mengalami aspirasi dan setengahnya

tanpa gejala. Sebanyak 20% pasien stroke meninggal akibat pneumonia karena

aspirasi ditahun pertama.3

Rata-rata setiap tahun pada program BEACH ( Bettering the Evaluation

and Care of Health) di Australia menyatakan Globus hystericus (GH) terjadi pada

6,7 per 100 000 dari seluruh pencatatan yang dilakukan ( dari 670 kali pertahun

secara nasional). Meskipun jarang ditemukan, 92 GH tercatat sejak April 1998

sampai Maret 2012. GH secara signifikan lebih sering terjadi pada wanita (8,3 per

100 000) dibandingkan laki-laki yang ditemukan (3,9 per 100 000). Paling rendah

terjadi diantara usia muda dan orang tua. 4

III. ANATOMI

1.1 Anatomi Orofaring

Batas-batas orofaring adalah ujung bawah dari superior palatum mole dan

inferior tulang hyoid. Batas anterior dibentuk oleh inlet orofaringeal dan pangkal

lidah, dan perbatasan posterior dibentuk oleh otot-otot konstriktor superior dan

media dan mukosa faring. 5

Orofaring berhubungan dengan rongga mulut melalui saluran masuk

orofaringeal, yang menerima bolus makanan. Inlet orofaringeal terbuat dari

lipatan palatoglossal lateral, tepat di anterior tonsil palatina. Lipatan itu sendiri

terbuat dari otot palatoglossus, yang berasal dari palatum mole itu sendiri dan

mukosa diatasnya. 5

2

Page 3: disfagia motorik

Di inferior, terdapat sepertiga posterior lidah, atau pangkal lidah,

meneruskan perbatasan anterior orofaring. Valekula, yang merupakan ruang

antara pangkal lidah dan epiglotis, membentuk perbatasan inferior dari orofaring.

Ini biasanya setara dengan tulang hyoid. 5

Gambar 1 Anatomi Orofaring ( dikutip dari kepustakaan no 13)

Pada dinding-dinding lateral orofaring terdapat sepasang tonsil palatina di

fosa anterior yang dipisahkan oleh lipatan palatoglossal dan posterior oleh lipatan

palatopharyngeal. Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terlibat dalam

respon imun lokal untuk patogen oral. 5

Otot-otot yang membentuk dinding posterior orofaring adalah otot

konstriktor faring superior dan menengah dan membran mukosa diatasnya yang

saling tumpang tindih. Saraf glossopharingeus dan otot faring stylopharyngeus

memasuki faring pada perbatasan antara konstriktor superior dan tengah. 5

1.2 Anatomi Hipofaring

Perbatasan hipofaring adalah di bagian superior terdapat tulang hyoid dan

sfingter esofagus atas (Upper Esophagus Sphincter/UES), dan otot krikofaringeus

di bagian inferior. 5

3

Page 4: disfagia motorik

Batas anterior hipofaring sebagian besar terdiri dari inlet laring, yang

meliputi epiglotis dan kedua lipatan aryepiglottic dan tulang rawan arytenoid.

Permukaan posterior dari kartilago arytenoid dan pelat posterior kartilago krikoid

merupakan perbatasan anteroinferior dari hipofaring. Lateral kartilago arytenoid,

hipofaring terdiri dari kedua sinus Piriformis, yang dibatasi oleh tulang rawan

lateral tiroid. 5

Dinding posterior faring terdiri dari otot konstriktor tengah dan inferior

dan selaput lendir diatasnya. Di bawahnya, sejajar dengan kartilago krikoid, otot

cricopharyngeus membentuk UES. Otot ini kontraksi tonik selama istirahat dan

relaksasi saat menelan untuk memungkinkan bolus makanan masuk ke esofagus. 5

1.3 Anatomi Esofagus

Gambar 2 Anatomi Esofagus ( dikutip dari kepustakaan no 6)

Esofagus adalah tabung muskular yang menghubungkan faring dengan

lambung. Esophagus berukuran panjang sekitar 8 inci dan dilapisi oleh jaringan

merah muda yang lembab disebut mukosa. Esophagus berjalan di belakang trakea

dan jantung, dan di depan tulang belakang. Tepat sebelum memasuki lambung,

esofagus melewati diafragma. 7

Sfingter esofagus bagian atas (UES) adalah sekumpulan muskulus di

bagian atas esofagus. Otot-otot UES berada di bawah kendali sadar (involunter),

digunakan ketika bernapas, makan, bersendawa, dan muntah. Sfingter esophagus

4

Page 5: disfagia motorik

bagian bawah (Lower esophageal sphincter/LES) adalah sekumpulan otot pada

akhir bawah dari esofagus, yang mana berbatasan langsung dengan gaster. Ketika

LES ditutup, dapat mencegah asam dan isi gaster naik kembali ke esofagus. Otot-

otot LES tidak berada di bawah kontrol volunter. 7

1.4 Vaskularisasi Faring dan Esofagus

A. Faring

Pasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotis eksternal.

Kontribusi utama adalah dari arteri faring asenden, yang berasal dari arteri karotis

eksternal yang tepat berada diatas bifurkasio (percabangan) karotis dan melewati

posterior selubung karotis, memberikan cabang ke faring dan tonsil. 5

Cabang arteri palatina memasuki faring tepat diatas dari muskulus

konstriktor faring superior. Arteri fasialis juga bercabang menjadi arteri palatine

asenden dan arteri tonsilaris, yang membantu pasokan untuk muskulus konstriktor

faring superior dan palatum. Arteri maksilaris bercabang menjadi arteri palatine

mayor dan cabang pterygoideus, dan arteri lingualis dorsalis berasal dari arteri

lingual memberi sedikit kontribusi. Darah mengalir dari faring melalui pleksus

submukosa interna dan pleksus faring eksterna yang terkandung dalam fasia

buccopharyngeal terluar. Pleksus mengalir ke vena jugularis interna dan, sesekali,

vena fasialis anterior. Hubungan yang luas terjadi antara vena yang terdapat di

tenggorokan dan vena-vena pada lidah, esofagus, dan laring. 5

B. Esofagus

Esofagus mendapat perdarahan dari arteri secara segmental. Cabang

cabang dari arteri tiroid inferior memberikan pasokan darah ke sfingter esophagus

atas dan esofagus servikal. Kedua arteri aorta esofagus atau cabang-cabang

terminal dari arteri bronkial memperdarahi esofagus bagian toraks. Arteri gaster

sinistra dan cabang dari arteri frenikus sinistra memperdarahi sfingter esophagus

bagian bawah dan segmen yang paling distal dari esofagus. Arteri yang

memperdarahi akhir esofagus dalam jaringan sangat luas dan padat di submukosa

5

Page 6: disfagia motorik

tersebut. Suplai darah berlebihan dan jaringan pembuluh darah yang berpotensi

membentuk anastomosis dapat menjelaskan kelangkaan dari infark esofagus. 8

Vaskularisasi vena juga mengalir secara segmental. Dari pleksus vena

submukosa yang padat darah mengalir ke vena cava superior. Vena esophagus

proksimal dan distal mengalir ke dalam sistem azygos. Kolateral dari vena gaster

sinistra, cabang dari vena portal, menerima drainase vena dari mid-esofagus.

Hubungan submukosa antara sistem portal dan sistem vena sistemik di distal

esofagus membentuk varises esofagus pada hipertensi portal. Varises submukosa

ini yang merupakan sumber perdarahan GI utama dalam kondisi seperti sirosis. 8

1.5 Persarafan Faring dan Esofagus

A. Faring

Pleksus saraf faring memberi pasokan saraf eferen dan aferen faring dan

dibentuk oleh cabang dari nervus glossopharingeus (saraf kranial IX), nervus

vagus (saraf kranial X), dan serat simpatis dari rantai servikal. Selain muskulus

stylopharyngeus, yang dipersarafi oleh saraf glossopharingeus, semua otot-otot

faring dipersarafi oleh nervus vagus. 8

Semua otot-otot intrinsik laring dipersarafi oleh nervus laringeus, cabang

nervus vagus, kecuali untuk otot krikotiroid, yang menerima persarafan dari 6

cabang eksternal dari nervus laringeus superior, juga dari cabang nervus vagus.

Pleksus faring menerima cabang-cabang nervus vagus dan

glossopharingeus untuk persarafan sensorik faring. Sepertiga lidah posterior, di

orofaring, menerima baik sensasi rasa dan sensasi somatik dari nervus

glossopharingeus. Otot krikofaringeus (UES) menerima persarafan parasimpatis

untuk relaksasi dari nervus vagus dan persarafan simpatis untuk kontraksi dari

serabut post ganglionik dari ganglion servikalis superior. 5

B. Esofagus

Persarafan motor esophagus didominasi melalui nervus vagus. Esophagus

menerima persarafan parasimpatis dari nucleus ambiguus dan inti motorik dorsal

nervus vagus dan memberikan persarafan motor ke mantel otot esofagus dan

6

Page 7: disfagia motorik

persarafan secretomotor ke kelenjar. Persarafan simpatis berasal dari servikal dan

rantai simpatis torakalis yang mengatur penyempitan pembuluh darah, kontraksi

sfingter esofagus, relaksasi dinding otot, dan meningkatkan aktivitas kelenjar dan

peristaltik. 8

Gambar 3 persyarafan Faring dan Esofagus ( dikutip dari kepustakaan no 12)

Pleksus Auerbach, yaitu ganglia yang terletak antara lapisan longitudinal

dan melingkar dari tunika muskularis myenteric bekerja mengatur kontraksi

lapisan otot luar. Pleksus Meissner, yaitu ganglia yang terletak dalam submukosa

bekerja mengatur sekresi dan kontraksi peristaltik dari mukosa muskularis. 8

1.6 Aliran Limfatik Faring dan Esofagus

1. Faring

Aliran limfatik faring mengalir ke KGB servikalis profunda (deep cervical

lymph node) sepanjang selubung karotis. Aliran limfatik pada hipofaring juga

7

Page 8: disfagia motorik

dapat mengalir ke KGB paratrakeal. Pembuluh limfatik laring mengalir ke

kelenjar servikalis profunda, nodus pretracheal, dan nodus prelaryngeal. 5

2. Esofagus

Gambar 4 Aliran limfatik esofagus

(dikutip dari kepustakaan 14)

Limfatik dari sepertiga proksimal esofagus mengalir ke kelenjar getah bening

servikal profunda, dan kemudian menjadi duktus toraksikus. Limfatik dari

sepertiga tengah esofagus mengalir ke nodus mediastinum superior dan posterior.

Limfatik sepertiga distal esofagus mengikuti arteri gaster kiri ke kelenjar getah

bening gaster dan celiac. 5

Ada interkoneksi yang cukup besar antara ketiga wilayah drainase terutama

karena asal embryologic ganda jalur limfatik dari branchiogenic dan mesenkim

tubuh. Aliran getah bening dua arah di daerah ini bertanggung jawab untuk

penyebaran keganasan dari esofagus bawah ke kerongkongan bagian atas. 5

8

Page 9: disfagia motorik

IV. FISIOLOGI MENELAN

Proses menelan di mulut, faring, laring dan esophagus secara keseluruhan

akan terlibat secara berkesinambungan. Dalam proses menelan akan terjadi hal-

hal seperti berikut: 1

(1) Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik,

(2) Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan,

(3) Memepercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi.

(4) Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring,

(5) Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus

makanan kea rah lambung,

(6) Usaha untuk membersihkan kembali esophagus. 1

Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase: fase oral, fase laryngeal dan fase

esophageal. 1

1. FASE ORAL

Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan

bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak

dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat

kontraksi otot intrinsik lidah. 7

Kontraksi m.levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan

dorsum lidah diperluas, palatum molle terangkat dan bagian atas dinding

posterior faring (Passavant’s ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke

posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi

penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m.levator veli palatine.

Selanjutnya terjadi kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus

fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi m.palatofaring, sehingga bolus

makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.7

2. FASE FARINGAL

Fase faringal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu

perpindahan bolus makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring

9

Page 10: disfagia motorik

bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.salfingofaring, m.tirohioid

dan m.palatofaring. 1

Auditus laring tertutup oleh epiglotis, sedang kan ketiga sfingter

laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventikularis dan plika vokalis tertutup

karena kontraksi m.ariepiglotika dan m.aritenoid obliges. Bersamaan dengan

ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena reflex yang

menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam

saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esophagus,

karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus. 1

3. FASE ESOFAGAL

Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esophagus ke

lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan

adanya ransangan bolus makanan pada akhir fase faringal, maka terjadi

relaksasi m.krikofaring, sehingga introitus esophagus terbuka dan bolus

makanan masuk ke dalam esophagus. 1

Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih

kuat, melebihi tonus introitus esophagus pada waktu istirahat, sehingga

makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat

dihindari. Gerak bolus makanan di esophagus bagian atas masih dipengaruhi

oleh kontraksi m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal.

Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltic

esophagus. 1

Dalam keadaan istirahat sfingter esophagus bagian bawah selalu

tertutup dengan tekanan rata-rata 8 milimeter Hg lebih dari tekanan di dalam

lambung, sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase

esofagal sfingter ini akan terbuka secara reflex ketika dimulainya peristaltic

esofagal servikal untuk mendorong balus makanan ke distal. Selanjutnya

setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali. 1

V. ETIOLOGI

10

Page 11: disfagia motorik

Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular

yang berperan dalam proses menelan. Lesi dipusat menelan di batang otak,

kelainan saraf otak n.V, n.VII, n.IX, serta gangguan peristaltic esophagus

dapat menyebabkan disfagia. 1

Kelaianan otot polos esophagus yang dipersarafi oleh komponen

parasimpatik n.vagus dan neuron kolinergik pasca ganglion (post ganglionic

noncholinergic) di dalam ganglion mieterik akan menyebabkan gangguan

kontraksi dinding esophagus dan relaksasi sfingter esophagus bagian bawah,

sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik

adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot faring dan

scleroderma esophagus. 1

VI. PATOFISIOLOGI

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang

berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan

berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari

beberapa faktor, yaitu: 1

a) Ukuran bolus makanan,

b) Diameter lumen esophagus yang dilalui bolus,

c) Kontraksi peristaltik esophagus,

d) Fungsi sfingter esophagus bagian atas dan bagian bawah,

e) Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah 1

DISFAGIA OROFARING

Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuro-

muskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik

dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esophagus serta persarafan

intrinsic otot-otot esophagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik

berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan

aktivitas komponen orofaring, otot lurik esophagus dan sfingter esophagus

bagian atas. Oleh karena otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian

11

Page 12: disfagia motorik

atas juga mendapat persarafan dari inti motor n.vagus, maka aktivitas

peristatltik esophagus masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter

esophagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding

esophagus. 1

Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ

yang berperan dalam proses menelan. Dilihat dari fisiologi proses menelan,

disfagia dapat terjadi pada fase oral, fase faringeal dan fase esofagal. Disfagia

dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan dapat meningkatkan resiko

terjadi aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan dan

sumbatan jalan napas. Salah satu resiko yang paling serius adalah aspirasi

pneumonia terutama dapat terjadi pada setiap kelainan yang mengenai organ

yang berperan pada fase oral dan fase faringal dan gangguan pertahanan paru.

Higine mulut yang buruk juga berperan dalam terjadinya aspirasi pneumonia

karena sekresi mulut yang mengandung bakteri anaerob yang ikut teraspirasi

bersama dengan makanan. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan usia lanjut

karena fungsi menelan yang menurun, penyakit pada sistem saraf pusat seperti

stroke, trauma kepala, serebral palsi, penyakit Parkinson, multiple sklerosis

dan penyakit neuromuscular seperti poliomyelitis, dermatomiositis, Mystenia

Gravis, muscular disrofi, Myotonic Muscular Dystrophy MMD), Limb Girdie

syndrome, Duchene Muscular dystrophy. Penyakit motor neuron juga dapat

menyebabkan disfagia adalah amyotropic lateral sclerosis, congenital spinal

muscular atrophy, dan postpolio syndrome. Hal yang sama juga terjadi pada

pasien dengan tumor kepala leher dan keganasan yang telah menjalani operasi,

radiasi, maupun kemoterapi. Komplikasi radioterapipada keganasan

nasofaring dapat mempengaruhi fungsi menelan seperti terjadinya xerostomia,

trismus, karies dentis, neuropati motorik dan sensorik, fibrosis leher,

pembentukan striktur dan nekrosis jaringan dan serebral. 1

Pada fase oral aktivitas yang terjadi adalah persiapan untuk memulai

proses menelan. Saliva merupakan stimulus proses menelan. Bila didapat

mulut kering (xerostomia) maka menelan akan lebih sukar. Pada fase

persiapan oral yang merupakan fase pertama, makanan dikunyah dan

12

Page 13: disfagia motorik

dimanipulasi menjadi bolus kohesif bercampur dengan saliva dan dilanjutkan

fase transportasi oral berupa psndorongan bolus yang telah berbentuk

kebelakang (hipofaring). Saat melewati pilar anterior, reflex menelan akan

timbul dan makanan masuk ke faring. 1

Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan fase oral antara lain :

1. Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang disebabkan gangguan sensori

dan motorik pada lidah, bibir dan wajah

2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat

disebabkan oleh defiseiensi sensori pada rongga mulut dan/atau

gangguan motorik lidah

3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan

meningkatakan sensitivitas gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.

4. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung

dari saraf cranial

5. Gangguan proses mengunyah dan ketidak sangguppan memanipulasi

bolus

6. Gangguan mendorong bolus ke faring

7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena

gangguan motorik dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke

faring sebelum reflex menelan muncul

8. Rasa tersedak (choking) oleh batuk (coughing) pada saat fase faring 1

Fase faringal dimulai pada saat reflex menelan muncul setelah akhir

fase oral. terjadinya fase ini tidak dapat timbuk secara volunteer dan tidak

dapat berlangsung bila tidak timbul reflex menelan. Pernapasan terhenti

selama fase faring dan muncul kembali pada akhir fase ini. Dua keadaan yang

penting dalam menjaga keamanan fase faring adalah: 1

1. Proteksi saluran napas yang adekuat selama proses menelan sehingga

makanan tidak masuk ke jalan napas.

2. Penyelesaian satu seri proses menelan berlangsung cepat sehingga

pernapasan dapat segera dimulai 1.

Fase faringal dapat dibagi dalam 3 tahap.

13

Page 14: disfagia motorik

I. Tahap pertama dimulai segera setelah timbul reflex menelan berupa:

a. Kontraksi pilar

b. Elevasi palatum molle

c. Konstraksi otot konstriktor faring suoerior yang menimbulkan

penonjolan pada dinding faring atas 1

Fungsi dari tahap pertama adalah untuk membantu bolus masuk faring

dan mencegah masuknya bolus ke nasofaring atau kembali ke mulut. 1

II. Fase kedua, terjadi proses fisiologis berupa :

a. Kontraksi otot faring dengan peregangan ke atas

b. Penarikan pangkal lidah kea rah depan untuk mempermudah passase

bolus

c. Elevasi laring karena kontraksi otot hyoid tepat di bawah penonjolan

pangkal lidah

d. Adduksi pita suara asli dan palsu

e. penutupan epiglotis kea rah pita suara 1

Fungsi dari tahap kedua adalah menarik bolus kearah faring sehingga

dapat menyebar masuk ke vallecula yang terletak diatas epiglotis sebelum

didorong oleh gerakan peristaltik. Proteksi jalan napas terutama terjadi pada 3

tempat yang berbeda : 1

1. Pintu masuk faring (aryepiglottic foids)

2. Pita suara palsu dan pita suara asli

3. Penutupan epiglotis

Bolus akan melewati dan mengelilingi epiglotis, turun dan masuk ke

sfingter krikofaring dilanjutkan dengan pergerakan os hyoid dan elevasi laring

kea rah atas dan lekukan tiroid. 1

III. Tahap tiga, bolus akan terdorong melewati sfingter krikofaring dalam

keadaan relaksasi dan masuk ke esophagus. Proses fisiologi yang terjadi

berupa:

1. Peristaltik faring

2. Relaksasi sfingter krikofaring

14

Page 15: disfagia motorik

Peristaltik faring terjadi oleh karena relaksasi otot dinding faring yang

terletak didepan bolus, dilanjutkan dengan kontraksi otot dibelakang bolus

yang akan mendorong bolus dengan gerakan seperti gelombang. Sfingter

krikofaring selalu dalam keadaan kontraksi untuk mencegah masukanya udara

ke dalam lambung. 1

Bila makanan telah melewati sfingter krikofaring, fase esofagal

dimulai dan otot faring, velum, laring dan hyoid akan relaksasi, selauran nafas

terbuka dan dilanjtkan dengan proses pernapasan. Dampak ketidaknormalan

pada fase faringal adalah choking, coughing dan aspirasi. Hal ini dapat terjadi

bila: 1

1. Refleks menelan gagal teraktifasi sehingga fase faring tidak berlangsung.

Terjadi akibat gangguan neurologi pada suatu pada pusat proses menelan

di medulla atau saraf cranial seingga terjadi ketidakstabilan saat menelan

ludah dan timbul pengeluaran air liur serta penumumpukan sekresi.

2. Refleks menelan terlambat, sehingga dapat terjadi aspirasi sebelum proses

menelan dimulai.

3. Proteksi laring tidak adekuat akibat recurrent laryngeal palsy, efek operasi

pada struktur orofaring, adanya pita trakeostomi yang membatasi elevasi

laring, reflex batuk, dan batuk volunteer lemah atau tidak ada.

4. Silent aspiration yaitu aspirasi yang tidak disadari tanpa gejala batuk yang

terjadi karena hilangnya atau penurunan sensasi dilaring. Penyebab dari

hilangnya sensasi secara umum pada daerah tersebut timbul karena

kelainan neurologis seperti penyakit vascular dan CVA (Cerebrovascular

Accident), Multipel sklerosis, penyakit Parkinson terjadi jaringan parut

pasca operasi. Refleks batuk tidak mncul untuk membersihkan pita suara

dari masuknya bahan/materi kedalam saluran napas.

5. Peristaltik faring yang lemah atau tidak timbul mengakibatkan aspirasi

setelah proses menelan berlangsung karena residu/sisa makanan yang

menetap dapat masuk ke saluran napas yang terbuka. Hal ini berhubungan

dengan penyakit neurologi baik sentral maupun perifer dan jaringan parut

pasca operasi. Peristaltik yang lemah dapat pula terjadi pada usia tua.

15

Page 16: disfagia motorik

6. Sfingter krikofaring gagal berelaksasi. Aspirasi dapat terjadi karena

penumpukan bahan/ makanan pada sfingter yang tertutup sehingga dapat

masuk ke napas sedang mulai terbuka. 1

DISFAGIA ESOFAGAL

Disfagia esofagus mengacu pada sensasi makanan menempel atau

mendapatkan digantung di pangkal tenggorokan atau dada. Penyebab umum dari

disfagia esofagus meliputi: 9

o Akalasia. Hal ini terjadi ketika otot esophagus bawah (sfingter) tidak benar-

benar rileks untuk membiarkan makanan masuk ke lambung. Otot-otot di

dinding esofagus sering lemah juga. Hal ini dapat menyebabkan regurgitasi

makanan belum tercampur dengan isi perut, kadang-kadang menyebabkan

untuk membawa makanan kembali ke dalam tenggorokan.

o Proses penuaan. Dengan usia, kerongkongan cenderung kehilangan beberapa

kekuatan otot dan koordinasi yang diperlukan untuk mendorong makanan ke

dalam perut.

o Spasme difus. Kondisi ini menghasilkan beberapa, tekanan tinggi, kontraksi

kurang terkoordinasi kerongkongan biasanya setelah menelan. Spasme difus

pada esofagus adalah gangguan langka yang mempengaruhi otot polos di

dinding esofagus bawah secara involunter. Kontraksi sering terjadi sesekali,

dan mungkin menjadi lebih parah selama periode tahun.

o Striktur esofagus. Penyempitan kerongkongan (striktur) menyebabkan

potongan besar makanan tidak dapat lewat. Persempitan lumen ini mungkin

akibat dari pembentukan jaringan parut, sering disebabkan oleh penyakit

gastroesophageal reflux (GERD), atau dari tumor.

o Tumor. Kesulitan menelan cenderung untuk mendapatkan semakin buruk

ketika terdapat tumor esofagus.

o Benda asing. Terkadang, makanan, seperti sepotong besar daging, atau objek

lain dapat menjadi tersangkut di tenggorokan atau kerongkongan. Orang

dewasa dengan gigi palsu dan orang-orang yang mengalami kesulitan

mengunyah makanan mereka dengan baik mungkin lebih cenderung memiliki 16

Page 17: disfagia motorik

gangguan pada tenggorokan atau kerongkongan. Anak-anak mungkin akan

menelan benda-benda kecil, seperti peniti, koin atau potongan mainan, yang

dapat menjadi terjebak.

o Cincin esofagus. Pada daerah ini terdapat penyempitan di esophagus bagian

bawah yang dapat menyebabkan kesulitan menelan makanan padat.

o Gastroesophageal reflux disease (GERD). Kerusakan jaringan esophagus dari

asam lambung yang naik (refluks) ke dalam kerongkongan dapat

menyebabkan spasme atau jaringan parut dan penyempitan kerongkongan

bawah membuat sulit menelan.

o Eosinofilik esofagitis. Kondisi ini, disebabkan oleh kelebihan populasi sel

yang disebut eosinofil di kerongkongan, dapat menyebabkan kesulitan

menelan. Ini mungkin terkait dengan alergi makanan, tetapi sering tidak ada

penyebab yang ditemukan.

o Scleroderma. Penyakit ini ditandai oleh perkembangan bekas luka seperti

jaringan, menyebabkan kekakuan dan pengerasan jaringan. Hal ini dapat

melemahkan lower esophageal sphincter, sehingga asam lambung dapat

refluks ke kerongkongan dan menyebabkan gejala dan komplikasi mirip

dengan GERD.

o Terapi radiasi. Hal ini pengobatan kanker dapat menyebabkan peradangan dan

jaringan parut pada kerongkongan, yang dapat menyebabkan kesulitan

menelan. 8

VII. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan anamnesis yang cermat untuk

menentukan diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan timbulnya

disfagia. 1

17

Page 18: disfagia motorik

Pada anamnesis ditanyakann riwayat keluhan diantaranya dengan

membatasi disfagia pasien, menanyakan lama keluhan disfagia dan progresifitas

keluhan. Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memeberikan gambaran

yang lebih jelas untuk diagnostik. Disfagia yanag hilang dalam beberapa hari

dapat disebabkan oleh peradangan. Disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan

dengan penurunan berat badan yang cepat dapat dicurigai adanya keganasan

diesofagus. Bila disfagia ini berlangsung bertahun-tahun untuk makanan padat

perlu dipikirkan adanya kelainan yang bersifat jinak atau di esophagus bagian

distal (lower muscular ring). 1,10

Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan, keluhan lain yang

menyertai disfagia seperti odinofagia, berat badan yang menurun dengan cepat,

demam, sesak napas, batuk dan rasa ada sesuatu yang menyumbat di tenggorokan.

Lokasi rasa sumbatan didaerah dada dapat menunjukkan kelainan esophagus

bagian torakal, tetapi bila sumbatan terasa di leher, maka kelainannya dapat di

faring, atau esophagus bagian servikal.1,6

Anamnesis lain berupa menayakan penyakit atau kelainan yang pernah

diderita yang dapat menimbulkan disfagia seperti neurologik degeneratif, penyakit

autoimun, penyakit kardiovaskuler, riwayat penggunaan obat-obatan yang dapat

menggangu proses menelan serta kemampuan menelan pasien dan bentuk serta

konsistensi makan.6,10 Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat

memberikan informasi kelainan yang terjadi. Pada disfagia mekanik mula-mula

kesulitan menelan makanan padat. Bolus makanan tersebut kadang-kadang perlu

didorong dengan air dan pada sumbatan yang lebih lanjut, cairan pun akan sulit

ditelan. Bila sumbatan ini terjadi secara progresif dalam beberapa bulan, maka

harus dicurigai kemungkinan adanya proses keganasan di esophagus. Sebaliknya

pada disfagia motorik, yaitu pada pasien akalasia dan spasme difus esophagus,

keluhan sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi dalam waktu yang

bersamaan. 1,10

Gejala lain yang menyertai disfagia, seperti masuknya cairan ke dalam

hidung waktu minum menandakan adanya kelumpuhan otot-otot faring. 1

18

Page 19: disfagia motorik

Pada umumnya, kebanyakan pasien GH ditemukan disebabkan karena REFs

yaitu keluhan atau gejala tenggorokan (40,2 %) dan masalah pembengkakan

(17,4%). Dan sebaliknya, GH sering tidak terdiagnosis pada 0,1 % penderita

dengan RFE dari gejala atau keluhan tenggorokan dan 1,2 % penderita REF

dengan masalah pembengkakan. GH telah ditemukan penderita baru pada 37 dari

92 penderita. Penderita GH lainnya ditemukan dengan ansietas dan GORD. 4

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien,

pememeriksaan neurologik fungsi motoris dan sensoris saraf kranial, pemeriksaan

rongga mulut apakah ada tanda-tanda peradangan orofaring dan tonsil selain

adanya massa tumor yang dapat menganggu proses menelan., gerakan dan

kekuatan otot mulut dan otot lidah diteliti adanya kelumpuhan otot-otot lidah dan

arkus faring yang disebabkan oleh gangguan di pusat menelan maupun pada saraf

otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, pemeriksaan orofaring, pergerakan palatum

mole, sensibilitas orofaring dengan sentuhan spatel lidah, kaca laring adanya

refleks muntah, refleks menelan dan suara. Pemeriksaan faring laring : gerakan

pangkal lidah, gerakan arkus faring, uvula, epiglotis, pita suara, plika ventrikularis

dan sinus piriformis, pemeriksaan posisi dan kelenturan leher/ tulang servikal dan

pembesaran kelenjer limfa leher. 1.7

Pemeriksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan meraba adanya massa

tumor atau pembesaran kelenjar limfa yang dapat menekan esophagus..

Pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi aorta, tumor bronkus kiri dan

pemebesaran kelenjar limfa mediastinum, juga dapat menyebabkan keluhan

disfagia. 1

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan penunjang, foto polos esophagus dan memakai zat kontras,

dapat membantu menegakkan diagnosis kelainan esophagus. Pemeriksaan ini

19

Page 20: disfagia motorik

tidak invasif. Dengan pemeriksaan fluoroskopi, dapat dilihat kelenturan dinding

esophagus, adanya gangguan peristaltic, penekanan lumen esophagus dari luar, isi

lumen esophagus dan kadang-kadang kelainan mukosa esophagus. Pemeriksaan

kontras ganda dapat memperlihatkan karsinoma stadium dini. Akhir-akhir ini

pemeriksaan radiologic esophagus lebih maju lagi. Untuk memperlihatkan adanya

gangguan motilitas esophagus dibikin cine-film atau video tapenya. Tomogram

dan CT scan dapat mengevaluasi bentuk esophagus dan jaringan disekitarnya.

MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat membantu melihat kelainan di otak

yang menyebabkan disfagia motorik. 1

Esofagoskopi

Tujuan tindakan esofagokopi adalah untuk melihat langsung isi lumen

esophagus dan keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang kaku (rigid

esophagoscope) atau yang lentur (fleksible fiberoptic esophagoscope). karena

pemeriksaan ini bersifat invasif, maka perlu persiapan yang baik. dapat dilakukan

dengan analgesia (local atau anesthesia umum). Untuk menghindari komplikasi

yang mungkin timbul perlu diperhatikan indikasi dan kontraindikasi tindakan.

Persiapan pasien, operator, peralatan dan ruang pemeriksaan perlu dilakukan.

Risiko dan tindakan, seperti perdarahan dan perforasi pasca biopsy harus

dipertimbangkan. 1

Pemeriksaan manometrik

Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik

esophagus. Dengan mengukur tekanan dalam lumen esophagus dan tekanan

sfingter esophagus dapat dinilai gerakan peristaltic secara kualitatif dan

kuantitatif. 1

Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring

antara lain: Videofluoroscopic Swallow Study (=Modified Barium

Swallow(MBS)), Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing (FEES)),

Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing with sensory Testing

(FEESST), Scintigraphy. 1,3

1. Video Fluroskopi Swallow Assessment (VFSS)

20

Page 21: disfagia motorik

Pemeriksaan ini dikenal sebagai modified barium swallow (MBS) adalah

pemeriksaan yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi.

Pemeriksaan ini menggambarkan struktur dan fisiologi menelan pada rongga

mulut, faring, laring dan esophagus bagian atas. Pemeriksaan dilakukan

dengan menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi yang dicampur

dengan barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan

memberikan bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan

melakukan beberapa maneuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh

kondisi optimal dan proses menelan. 1

2. FEES (Fleksible Endoscopi Evaluation of Swallowing)

FEES sekarang menjadi pilihan pertama untuk evaluasi pasien dengan

disfagia di eropa karena mudah, dapat dilakukan berpindah tempat dan lebih

murah dibandingkan MBS. Prosedur ini dapat dilakukan oleh dokter spesialis

THT-KL bersama dokter spesialis Rehabilitasi Medik dan dapat menilai

anatomi dan fisiologi menelan, perlindungan jalan napas dan hubungannya

dengan fungsi menelan makanan padat atau cair, diagnostic, rencana terapi

selanjutnya serta evaluasi keberhasilan setelah terapi.1,3

FEES adalah pemeriksaan fase faringal pada proses menelan yang

dilakukan secara endoskopi. FEES sudah digunakan sebagai alat evaluasi pada

kasus gangguan menelan sejak di deskripsikan oleh Susan E.Langmore pada

tahun 1998. Beberapa penelitian menyebutkan FEES dapat mendeteksi dengan

baik adanya aspirasi, penetrasi dan residu faringeal apabila dibandingkan

dengan videofluroskopi. Namun demikian FEES bukan merupakan pengganti

pemeriksaan lainnya seperti videofluroskopi. 3

Indikasi untuk dilakukan FEES antara lain penanganan sekresi/cairan,

penilaian pasien yang beresiko tinggi terjadi aspirasi, melihat struktur laring

dan faring, penilaian kemampuan menelan jenis makanan padat atau cair,

penilaian fungsi menelan pasien yang tidak dapat dilakukan videofluoroskopi

(karena tidak dapat mobilisasi, ketiadaan peralatan atau keadaan umum yang

kurang stabil), dan penilaian berulang. 3

21

Page 22: disfagia motorik

Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan

nasofaringoskop serat optic lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi

makanan dari jenis makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien

dalam proses menelan. tahap pemeriksaan dibagi dalam 3 tahap: 3

a. Pemeriksaan sebleum pasien menelan (Reswallowing Assessment) untuk

menilai fungsi muscular dari oromotor dan mengtahui kelinan fase oral.

b. Pemeriksaan langsung dengan memebrikan berbagai konsistensi makanan,

dinilai kemampuan pasien dan diketahui konsistensi apa yang paling aman

untuk pasien.

c. Pemeriksaan terapi dengan mengaplikasikan berbagai maneuver dan posisi

kepala untuk menilai pakah terdapat peningkatan kemampuan menelan. 3

Dengan pemeriksaan FESS diniliai 5 proses fisiologis seperti:

1. Sensitivitas pada daerah orofaring dan hipofaring yang sangat berperan

dalam terjadinya spirasi.

2. Spilage (reswalling Leakage): masuknya makanan ke dalam hipofaring

sebelum reflex menelan dimulai sehingga mudah terjadi aspirasi.

3. Residu: menumpuknya sisa amkanan pada daerah valecula sinus piriformis

kanan dan kiri, poskrikoid dan dinding faring posterior sehingga makanan

tersebut akan mudah masuk ke jalan napas pada saat proses menelan

terjadi ataupun sesudah proses menelan.

4. Penetrasi: masuknya makanan ke vestibulum laring tetapi belum melewati

pita suara. Sehingga menyebabkan mudah masuknya makanan ke jalan

napas saat inhalasi.

5. Aspirasi: masukknya makanan ke jalan napas melewati pita suara yang

sangat berperan dalam terjadi komplikasi paru. 1,3

Langmore menyebutkan ada 4 pola disfagia yang umum ditemui:

1) Menurunnya kemampuan mengolah bolus makanan secara oral,

22

Page 23: disfagia motorik

2) Ketidakmampuan untuk memulai proses menelan dengan waktudan cara

yang terkoordinasi dengan baik,

3) Ketidakmampuan melindungi jalan napas ketika menelan,

4) Penelanan bolus makanan yang tidak sempurna 3

Setelah pemeriksaan FEES diperoleh informasi seperti anatomi dan

fisiologi menelan, menelan makanan padat atau cair, postur, strategi dan

maneuver, ukuran dan konsistensi bolus yang optimal/sebaiknya diberikan, teknik

terapi. 3

Derajat disfagia dapat dinilai dengan skala dari American Speech-

Language-Hearing Association (ASHA) sebagai berikut:

Level 0: Pasien tidak dapat diperiksa

Level 1: Proses menelan tidak fungsional

Level 2: Proses menelan yang tidak konsisten/proses menelan yang lambat,

sehingga mengakibatkan pasien tidak dapat memenuhi seluruh

nutrisinya, namun demikian proses menelan masih bias dilakukan

meskipun tidak sempurna.

level 3: Gangguan menelan yang mengakibatkan pasien tidak dapat makan

untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya sehingga diperlukan

pengawasan dalam proses makan.

Level 4: Gangguan menelan namun pasien masih bias memenuhi kebutuhan

nutrisinya, walaupun pengawasan masih diperlukan untuk

memastikan penggunaan modifikasi teknik menelan.

Level 5: Proses menelan masih fungsional untuk dapat memenuhi kebutuhan

nutrisi, walaupun modifikasi teknik menelan digunakan dan dapat

dilakukan secara mandiri, pasien kadang mungkin memerlukan

petunjuk dalam modifikasi teknik menelan.

Level 6: Proses menelan masih fungsional untuk sebagian besar proses

menelan, walaupun kadang timbul kesulitan. Waktu tambahan untuk

menyelesaikan proses makan.

level 7: Proses menelan normal dalam semua situasi. 3

23

Page 24: disfagia motorik

Komplikasi dari pemeriksaan FEES cukup rendah. Dilaporkan pada tahun

1995, dari 6000 prosedur FEES, dicatat hanya 27 kasus komplikasi yang terjadi.

Angka pembatalan prosedur FEES 3,7% dibandingkan dengan 3,1% pada

prosedur videofluoroskopi akibat adanya muntah atau aspirasi yang memerlukan

tindakan pembersihan jalan nafas (suctioning). 3

VIII. PENATALAKSANAAN

Disfagia merupakan gejala penyakit atau kelaianan di susunan saraf pusat,

sistem neuromuskuler, akibat sumbatan atau kelianan anatomi dari rongga mulut,

faring, laring dan esofagus, infeksi, trauma serta gangguan emosi yang berat.6

Penatalaksanaan disfagia orofaringeal bertujuan untuk menghilangkan

aspirasi atau memperbaiki proses menelan yang tidak efisien (residu yang

menetap di mulut atau faring setelah proses menelan). Makanan per oral

dihentikan bila pada pemeberian selalu terjadi aspirasi. Pipa nasogoaster dipasang

dan dapat dipertahankan sampai kurang 2 bulan.3

Modalitas terapi yang dapat dipilih antara lain modifikasi diet (kekentalan

dan volume, modifikasi kebiasaan (Behavior Re-Adjusment Therapy (BRAT)),

pengalihan rute pemberian makanan dengan menggunakan Naso-Gastric Tube

(NGT) atau infus, penggunaan prostetik dalam rongga mulut atau intervesi

operatif (miotomi krikofaring, suspensi laringeal). 3

Prinsip terapi adalah pembarian diet secara aman untuk menghindari

resiko aspirasi dan memenuhi kebutuhan nutrisi untuk memeperbaiki kesehatan

pasien.7

Terapi non-operatif

Terapi non-operatif merupakan pilihan utama karena tidak invasif

dan diharapkan disfagia akan membaik sejalan dengan perbaikan penyakit

dasar stoke. Pasien perlu dianjurkan sesuatu cara untuk tetap dapat makan

per-oral mengingat kemungkinan disfagia menetap. Berikut adalah macam

terapi non-operatif:2

1. Penyembuhan penyakit dasar

24

Page 25: disfagia motorik

Penyembuhan penyakit dasar ini ditunjukan pada lesi stroke, baik lesi

pada otak maupun batang otak dilakukan dokter spesialis saraf.

2. Modifikasi diet

Modifiksi diet bersifat individual dan tergantung pada derajat dan

karakteristik disfagia dengan pembatasan diet pada konsistensi yang

aman. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil evaluasi proses menelan,

baik menggunakan teknik FESS atau pemeriksaan lain.

Penanganan GH secara umum di konsul ke dokter ahli (23,9 per 100 000)

dan radiologi (14,1 per 100 000) ( kiranya adanya gangguan organik), namun

secara signifikan paling rendah dalam pengobatan (25,0 per 100 000)

dibandingkan nilai rata-rata oleh BEACH sejak tahun 2011-2012 (5,6 6,6 dan 6,9

per 100 000 penderita, n = 152 286). Sebanyak 22 penderita ke dokter ahli, 17

penderita ke ahli THT dan 4 penderita ke ahli penyakit gastoeterologi. Tercatat 23

diobati, 11 diantaranya diberikan ansiolitik atau antidepresan. sebanyak 13 orang

di periksa dengan radiologi, 5 diantara di periksa dengan barium dan 4 diantara

diperiksa dengan USG leher dan tiroid. Tidak ada perbedaan signifikan nilai dari

pengibatan secara klinik (konsenling dan nasihat) atau tes patologi, dibandingkan

pada rata-rata penderita yang tercatat oleh BEACH. 4

KESIMPULAN

25

Page 26: disfagia motorik

Kesulitan menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau

penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat

gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan trasportasi makanan dari

rongga mulut ke lambung. Disfagia motorik atau neuromuskuler adalah disfagia

yang terjadi akibat kelemahan kontraksi peristaltik, gangguan inhibisi menelan

yang menyebabkan kontraksi peristaltic tidak terjadi, dan gangguan relaksasi

sfingter.

Batas-batas orofaring adalah ujung bawah dari superior palatum mole dan inferior

tulang hyoid. Batas anterior dibentuk oleh inlet orofaringeal dan pangkal lidah,

dan perbatasan posterior dibentuk oleh otot-otot konstriktor superior dan media

dan mukosa faring.

Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase: fase oral, fase laryngeal dan fase

esophageal

Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan

dalam proses menelan. Lesi dipusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak

n.V, n.VII, n.IX, serta gangguan peristaltic esophagus dapat menyebabkan

disfagia.

Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor,

yaitu: 1

a. Ukuran bolus makanan,

b. Diameter lumen esophagus yang dilalui bolus,

c. Kontraksi peristaltik esophagus,

d. Fungsi sfingter esophagus bagian atas dan bagian bawah,

e. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah 1

Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan anamnesis yang cermat untuk

menentukan diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan timbulnya

disfagia. 1

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien,

pememeriksaan neurologik fungsi motoris dan sensoris saraf kranial, pemeriksaan

rongga mulut apakah ada tanda-tanda peradangan orofaring dan tonsil selain

adanya massa tumor yang dapat menganggu proses menelan, gerakan dan

26

Page 27: disfagia motorik

kekuatan otot mulut dan otot lidah diteliti adanya kelumpuhan otot-otot lidah dan

arkus faring yang disebabkan oleh gangguan di pusat menelan maupun pada saraf

otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, pemeriksaan orofaring, pergerakan palatum

mole, sensibilitas orofaring dengan sentuhan spatel lidah, kaca laring adanya

refleks muntah, refleks menelan dan suara.

Pemeriksaan penunjang, foto polos esophagus dan memakai zat kontras, dapat

membantu menegakkan diagnosis kelainan esophagus. Tomogram dan CT scan

dapat mengevaluasi bentuk esophagus dan jaringan disekitarnya. MRI (Magnetic

Resonance Imaging) dapat membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan

disfagia motorik.

Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring

antara lain: Videofluoroscopic Swallow Study (=Modified Barium

Swallow(MBS)), Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing (FEES)),

Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing with sensory Testing

(FEESST), Scintigraphy. 1,3

Derajat disfagia dapat dinilai dengan skala dari American Speech-Language-

Hearing Association (ASHA).

Penatalaksanaan disfagia orofaringeal bertujuan untuk menghilangkan aspirasi

atau memperbaiki proses menelan yang tidak efisien (residu yang menetap di

mulut atau faring setelah proses menelan).

Prinsip terapi adalah pembarian diet secara aman untuk menghindari

resiko aspirasi dan memenuhi kebutuhan nutrisi untuk memeperbaiki kesehatan

pasien.7

Terapi non-operatif merupakan pilihan utama karena tidak invasif dan diharapkan

disfagia akan membaik sejalan dengan perbaikan penyakit dasar stoke.

REFERENSI

27

Page 28: disfagia motorik

1. Soepardi E A, Arsyad Efiaty. Disfagia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 2011. Jakarta: FK UI. Hal: 276-283

2. Dysphagia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/324096-overview#showall. Citiced : 05 Mei 2014,

3. Iman Santosa Yanuar. Gambaran Fiberoptic Endoscopic Examination of Swalllowing (FEES) Pada penderita dengan Disfagia Orofaringal. Dept THT Universitas Dipenogoro- Semarang. 2010.

4. Pollack Allan, dkk. Globus hystericus. Diagnosis challenges. Australian Family Physician RACGP Volume 42 No 10, October 2013. Pages 683

5. Throat anatomy. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1899345-overview#showall. Citiced : 05 Mei 2014,

6. Pasha R, Robertt. General Otolaygology. Head and Neck Surgery Clinic Reference Guide. America. 2010. 142-165

7. Digestive Disorders Health Center: Human Anatomy. Diunduh dari http://www.webmd.com/digestive-disorders/picture-of-the esophagus. Citiced : 05 Mei 2014,

8. Esophagus - anatomy and development. Diunduh dari http://www.nature.com/gimo/ contents/pt1/full/gimo6.html Citiced : 05 Mei 2014,

9. Adeyemi Lawal MD, Reza Shaker MD. Esophageal Dysphagia. Physical Medicine and Rehabilitation Clinics of North America. 2008. Elsevier 19 (2008) 729-745.

10. Adams George L, Boies Lawarence, Higler Peter A. Boies : Buku Ajar Penyakit THT. Editor: Efendi H, Santoso K. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997. Hal 14, 18, 378, 410.

11. Treating Dysphagia. 2012. Diunduh dari http: http://www.nhs.uk/conditions/dysphagia/pages/ treatment.aspx . citiced: 05 Mei 2014.

12. Persarafan esofagus. Diunduh dari http://www.nature.com/gimo/contents/ pt1/full/gimo6.html. Pada tanggal 05 Mei 2014.

13. Anatomi Pharyng. diunduh dari www.ulba-to.br/morfologi/2011/08/31-sistema-digestoria. citiced : 05 Mei 2014

14. Aliran Limfatik Esofagus. Diunduh dari: http://wiki.lib.ncu.edu/ind. citiced: 05 Mei 2014

28