dispepsia
DESCRIPTION
laporan pendahulaunTRANSCRIPT
A. Definisi
Dispepsia atau indigesti merupakan istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan
gejala yang umumnya dirasakan sebagai gangguan perut bagian atas (Harrison, 2000).
Tjokronegoro (2001) menerangkan dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom
yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang
dan sendawa, dyspepsia sering ditemukan pada orang dewasa. Dispepsi merupakan
masalah yang sering ditemukan dan keluhannya sangat beragam. Dispepsia merupakan
salah satu gangguan pencernaan yang paling banyak diderita yang menunjukkan rasa
nyeri pada bagian atas perut (Almatsier, 2004), dapat disimpulkan bahwa dispepsia
merupakan gangguan pencernaan yang ditandai dengan banyak gejala dari nyeri ulu hati,
mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang dan sendawa.
B. Etiologi
Djojodiningrat (2007) menyebutkan penyebab dyspepsia adalah sebagai berikut :
1. Esofago-gastro-duodenal: tukak peptic, gastristis kronik, gastristis NSAID, keganasan
2. Obat-obatan: antiinflamasi nonsteroid, antibiotic, digitalis
3. Hepato-billier: hepatitis, kolesistisis, kolelitiasis, disfungsi sfingter odii
4. Pancreas: pankreatitis
5. Penyakitt sistemik lain: DM, penyakit tiroid, gagal ginjal, penyakit jantung
6. Gangguan fungsional: dispepsia fungsional, iritabel bowel syndrome
C. Manifestasi klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan gejala yang dominan, Mansjoer (2001)
membagi dispepsia menjadi tiga tipe:
1. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas)
Sidroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis
sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada
mungkin dsertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada
beberapa penderita,makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan
bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual,
sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dyspepsia menetap selama lebih
dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai
penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus
menjalani pemeriksan.
D. Patofisiologis
Djojodiningrat (2007) menjelaskan proses patofisiologi yang berhungan dengan
dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobakter pylori,
dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensittivitas visceral.
1. Sekresi asam lambung
Kasus dispepsia fungsional, umumnya mempunya tingkat sekresi asam lambung, baik
sekresi basal atau dengan stimulasi pentagastrin yang rata-rata normal. Terjadinya
peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa
tidak enak di perut.
2. Helicobacter pylori (Hp)
Infeksi Hp dapa dispepsia fungsional belum sepenuhnya diterima. Hp pada sispepsia
fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan Hp pada
kelompok sehat.
3. Dismotilitas gastrointestinal
Dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya
hipomotilitas antrum sampai 50% kasus, harus dimengerti bahwa proses motilitas
gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan
pengosongan lambung tidak dapat mutlak menjadi penyebab dispepsia.
4. Ambang rangsang persepsi
Dispepsia memiliki hipersensitivitas visceral terhadap distensi balon di gaster atau
duodenum. Mekanisme lebih lanjut belum diketahui. Penelitian menggunakan balon
intragastrik mendapatkan hasil 50% populasi dengan dispepsia fungsional timbul rasa
nyeri atau tidak nyaman di perut pada inflansi balon dengan volume yang lebih rendah
dibandingkan dengan volume yang menimbulkan nyeri pada populasi kontrol.
E. Patways
Terlampir
F. Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organic
lainnya sperti antara lain pankreatitis kronis, DM. pada dyspepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter
pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
G. Penatalaksanaan
Pasien dispepsia dalam melakukan pengobatan dengan menggunakan modifikasi pola
hidup dengan melakukan program diet yang ditujukan untuk kasus dispepsia fungsional
agar menghindari makanan yang dirasa sebagai faktor pencetus. Pola diet yang dapat
dilakukan seperti makan dengan porsi kecil tetapi sering, makan rendah lemak, kurangi
atau hindari minuma-minuman spesifik seperti: kopi, alcohol dll, kurangi dan hindari
makanan yang pedas. Terapi medikamentosa untuk kasus dispepsia hingga sekarang
belum terdapat regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi
kekambuhan (Tjokronegoro, 2001). Mansjoer (2001) menerangkan pengobatan pada
dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antacid 20-150 ml/hari
Antacid berfungsi untuk menetralkan asam lambung. Pemakaian antacid tidak
dinajurkan secara terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis untuk mengurangi rasa
nyeri. Penggunaan dosis besar dapat menyebabkan diare.
2. Antikolinergik
Kerja antikolinergik tidak sepesifik. Obat yang bekerja sepesifik adalah pirenzepin
untuk menekan sekresi asam lambung.
3. Antagonis reseptor H2
Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi dispepsia organic. Obat tergolong
antagonis reseptor H2 adalah; simetidin, roksatidin, ranitidine dan famotidine.
4. Penghambat pompa asam
Golongan obat ini menghambat sekresi asam lambungpada stadium akhir dari proses
sekresi asam lambung. Obat termasuk dalam golongan penghambat asam adalah;
omeperazol, lansoprazol dan pantoprazole.
5. Sitroprotetif
Prostaglandin sintetik seperti misoprosol dan eprostil, selain bersifat sitoprotektif juga
dapat menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokinetik; sisaprid, domperidon dan metoklopramid.
Obat golongan ini efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks
esofangitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung.
Dispepsia merupakan sindrom dari sekumpulan gejala yang menyertainya. Gejala
yang timbul pada dispepsia diantaranya adalah mual yang merupakan gejala yang dominan
terjadi setelah gejala nyeri. Dispepsia sering terjadi karena adanya hipersekresi asam lambung
yang menyebabkan meningkatnya asam lambung menyebabkan rasa tidak enak pada perut
berupa rasa mual. Obat-obatan yang diberikan banyak berfokus pada penanganan simtomatis
dan penanganan pada sekresi asam lambung, golongan obat yang diberikan seperti; golongan
prokinetik, sitoprotetif, penghambat pompa asam, antagonis reseptor H2, antikolinergik dan
antacid.
H. Diagnosa keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien
dengan dispepsia.
1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,
muntah.
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya.
I. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.
1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
a. Tujuan :
Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien
melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri
b. Intervensi
1) Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10)
2) Berikan istirahat dengan posisi semifowler
3) Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan
kerja asam lambung
4) Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya
5) Observasi TTV tiap 24 jam
6) Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi
7) Kolaborasi dengan pemberian obat analgesic
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan,
anoreksia.
a. Tujuan :
Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan
individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
b. Intervensi
1) Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat
2) Timbang BB klien
3) Berikan makanan sedikit tapi sering
4) Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat
mual/rnuntah atau diare.
5) Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.
6) Monitor intake dan output secara periodik.
7) Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar
(BAB).
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,
muntah
a. Tujuan :
Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk
memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria mempertahankan / menunjukkan
perubaan keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab,
turgor kulit baik.
b. Intervensi
1) Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status membran mukosa,
turgor kulit
2) Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat
3) Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan
laksatif/diuretik
4) Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan
cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan
5) Berikan/awasi hiperalimentasi IV
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
a. Tujuan :
Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan
kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.
b. Intervensi
1) Kaji tingkat kecemasan
2) Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan pikiran dan
dengarkan semua keluhannya
3) Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
4) Berikan dorongan spiritual
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. (2004). Penuntun Diet. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Djojaningrat, D. (2007). Dispepsia fungsional dalam buku ajar ilmu penyakit dalam (Ed.4).
penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Harrison, (2000). Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. editor edisi bahasa inggris, Kur J.
Isselbacher et. al.; editor edisi bahasa Indonesia, Ahmad H. Asdie.-Ed.13-jakarta:EGC
Inayah, L (2004). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pencernaaan. Jakarta : salemba medika
Mansjoer, A. (2001). Kapita selekta kedokteran.-Ed.3-. Jakarta: Media Aesculapius.
Tjokronegoro, Arjatmo. (2001). Buku ajar: Ilmu penyakit dalam (jilid II). FKUI: Jakarta