disusun - sementonasa.co.id. lapoaran...ii kata pengantar puji syukur penulis panjatkan atas...
TRANSCRIPT
i
LAPORAN EKSKAVASI
MENGUPAS JEJAK HUNIAN MANUSIA PRASEJARAH DI BULU
SIPPONG 4
Disusun:
KELOMPOK IV
DARFIN
NUN MAGHFIRAH ISMAIL
ANDONI
NURUL KHUMAIRAH
YUSTIKA
ABDUL RAHMAN KHADAFI
MUKTAMAR
F61115011
F61115005
F61115008
F61115004
F61115003
F61115012
F61114309
DEPARTEMEN ARKEOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan yang maha esa karna
atas berkat dan rahmatnya penulis diberi izin untuk menyelesaikan laporan
Ekskavasi di situs Bulu Sippong 4. Laporan ini merupakan tugas pokok dari mata
kuliah Ekskavasi tersebut karena salah satu kinerja seorang arkeolog adalah
mengetahui bagaimana cara memperlakukan temuan yang masih terkubur.
Dalam penyusunan laporan Ekskavasi ini, penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada dosen yang berpihak dalam memberikan ilmu dan senior-
senior yang telah mendampingi kami mulai dari tanggal 24 November sampai
tanggal 03 Desember serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan
hingga selesai. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada senior
KAISAR yang telah membantu memberikan ilmu serta melengkapi peralatan
yang diperlukan penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan penyusunan
laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami selalu menerima
kritik dan saran dari pembaca agar kami bisa jadikan sebagai pembelajaran dan
acuan dalam penyusunan laporan selanjutnya. Kami harap semoga laporan ini bisa
memberikan manfaat bagi pembaca dan digunakan sebagaimana mestinya. Terima
kasih.
Makassar, 26 Desember 2017
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2. Masalah .......................................................................................................................... 2
1.3. Metode Penelitian........................................................................................................... 2
1.3.1 Studi Pustaka ........................................................................................................ 2
1.3.2 Survei .................................................................................................................... 2
1.3.3 Ekskavasi .............................................................................................................. 3
1.3.4 Analisis ................................................................................................................. 3
BAB II LOKASI PENELITIAN ........................................................................................... 4
2.1 Letak Admnistrasi ........................................................................................................... 4
2.1.1 Wilayah Kabupaten Pangkep .............................................................................. 4
2.2 Aspek Lingkungan .......................................................................................................... 5
2.2.1 Kondisi Geologi dan Morfologi .......................................................................... 5
2.2.2 Kondisi Sosio-Demografi ................................................................................... 6
2.2.3 Lokasi Penelitian dan Aksebilitas ....................................................................... 6
2.2.4 Flora dan Fauna ................................................................................................... 7
BAB III STUDI LAPANGAN DAN ANALISIS ................................................................. 8
3.1. Proses Ekskavasi ............................................................................................................ 9
3.1.1 Alasan Pemilihan Kotak ...................................................................................... 9
iv
3.1.2 Kondisi Permukaan ............................................................................................. 10
3.1.3 Spit ...................................................................................................................... 10
3.2 Analisis Stratigrafi .......................................................................................................... 19
3.3. Analisis Temuan............................................................................................................. 20
3.3.1 Analisis Tulang ................................................................................................ 20
3.3.2. Analisis Gigi ................................................................................................... 22
3.3.3. Analisis Artefak Batu ...................................................................................... 25
3.3.4 Analisis Moluska .............................................................................................. 27
3.3.5 Analisis Gerabah .............................................................................................. 30
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 32
4.1. Kesimpulan .................................................................................................................... 32
4.2 Rekomendasi ................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 34
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah yang menyimpan banyak
sumberdaya arkeologi. Sumberdaya arkeologi tersebut berasal dari periode
prasejarah, kolonial maupun islam. Sumberdaya arkeologi atau temuan arkeologis
periode prasejarah banyak ditemukan di gua-gua yang banyak terdapat di daerah
pegunungan karst Sulawesi Selatan. Temuan arkeologis di gua-gua ini banyak
menyumbangkan data bagi prasejarah Indonesia. Hal ini terbukti dari berbagai
penelitian di wilayah ini yang dilakukan oleh peneliti dari dalam maupun luar
negeri.
Penelitian gua-gua di Sulawesi Selatan mulai banyak dilakukan oleh orang
Indonesia sendiri, terutama oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit
Arkenas) dan mahasiswa Jurusan Arkeologi Universitas Hasanuddin pada tahun
1980-an (Sumantri, 2004: 24-25). Hasil penelitian kemudian mengungkap banyak
data baru tentang gua-gua prasejarah di kawasan karst Kabupaten Maros dan
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep). Salah satu situs gua prasejarah
yang mendapat perhatian utama dalam penelitian ini adalah Bulu Sippong. Bulu
Sippong terletak di Kelurahan Bontoa, Kecamatan Minasa te’ne, Kabupaten
Pangkep.
Bulu Sippong merupakan nama yang diberikan oleh penduduk sekitar
karena posisinya yang hanya berdiri sendiri dan sangat berbeda dengan situs lain
yang berada dalam satu gugusan karst. Penelitian sebelumnya telah membagi situs
ini kedalam 4 bagian yaitu bulu sippong 1, bulu sippong 2, bulu sippong 3, dan
bulu sippong 4. Objek utama pada penelitian ini adalah bulu sippong 4. Sebagai
sumber data prasejarah di Sulawesi Selatan, Bulu Sippong mempunyai tinggalan
arkeologis yang lengkap. Berbagai tinggalan arkeologis berupa artefak batu,
sampah dapur maupun tulang-belulang hewan masih banyak dijumpai. Temuan
artefak batu terutama adalah alat serpih dan bilah, selain itu juga ditemukan
lancipan maros (maros point).
2
1.2 Masalah
Dari beberapa penelitian sebelumnya ada beberapa kesimpulan yang
ditarik salah satunya ialah dugaan bahwa ada jejak hunian pada gua Bulu
Sippong yaitu hunian manusia prasejarah dizaman mesolitik dengan melihat
temuan-temuan sebelumnya seperti artefak batu, sampah dapur, dan beberapa
artefak tulang lainnya serta lukisan pada dinding gua.
Hal ini kemudian menjadi permasalahan pertanyaan pada penelitian ini
melihat pariasi temuan pada situs ini yang cukup padat. Artinya jika
dikontekskan dengan kesimpulan bahwa ada jejak hunian manusia prasejarah
pada situs ini. Pertanyaan-pertanyaan kemudian yang muncul adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sebaran-sebaran temuan yang ada pada situs ini?
2. Temuan- temuan apa saja yang mendominasi pada pada penilitian ini
nantinya?
3. Bagaimana hubungan diantara semua temuan yang ada?
1.3 Metode Penelitian
1.3.1 Studi Pustaka
Hal-hal yang dilakukan dalam studi pustaka ini adalah mencari, mengumpulkan
dan pempelajari data kepustakaan yang berkenaan dengan tiga hal, yaitu:
- Gambaran umum mengenai Situs Bulu Sippong.
- Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya guna mengetahui
data-data yang telah terkumpul dari penelitian tersebut.
- Literatur-literatur mengenai peninggalan prasejarah.
Ketiga hal tersebut diperoleh dari berbagai buku, artikel, dan laporan penelitian
yang berkaitan dengan tema penulisan.
1.3.2 Survei
Survei merupakan pengamatan terhadap tinggalan arkeologi yang disertai
dengan analisis yang dalam. Survei bertujuan untuk memperoleh data arkeologi
yang belum pernah ditemukan sebelumnya atau penelitian ulang terhadap benda
atau situs yang pernah diteliti. Adapun kegiatan survei yang dilakukan adalah
survei permukaan. Survei permukaan merupakan suatu kegiatan untuk
3
memberikan gambaran yang representif mengenai kuantitas dan kualitas data
arkeologi dari suatu situs.
1.3.3 Ekskavasi
Ekskavasi adalah satu teknik pengumpulan data melalui penggalian tanah
yang dilakukan secara sistematis untuk menemukan suatu atau himpunan
tinggalan arkeologi. Teknik yang digunakan dalam ekskavasi penelitian ini adalah
teknik spit. Teknik spit (arbitraty level) adalah teknik yang didasarkan pada
kepadatan temuan ataupun jenis temuan.
1.3.4 Analisis
Dalam penelitian arkeologi, analisis dilakukan melalui tiga tahap:
• Tahap identifikasi yaitu tahap penentuan atribut-atribut yang dimiliki.
• Tahap perekaman yaitu tahap memasukkan data dalam formulir atau struktur
database.
• Tahap pengolahan yaitu tahap mencari korelasi data antar artefak atau
konteks lain.
Adapun analisis artefak dibagi menjadi empat macam, yaitu:
• Analisis morfologi yaitu mengindentifikasi pegangan terhadap bentuk dan
ukuran.
• Analisis teknologi yaitu mengidentifikasi teknik pembuatan artefak
berdasarkan bahan baku, pengolahan bahan, teknik pengerjaan, sampai
dihasilkan, termasuk teknik menghias.
• Analisis statistik yaitu mengidentifikasi aspek dekoratif, seperti: warna,
hiasan, ragam hias.
• Analisis jejak pakai yaitu mengkhususkan pada pengamatan terhadap hal-hal
yang menunjukkan sisa penggunaan atau bekas pemakaian.
4
BAB II
LOKASI PENELITIAN
2.1 Letak Administrasi
2.1.1 Wilayah Kabupaten Pangkep
Secara astronomis Kabupaten Pangkajene dan kepulauan terletak diantara
4º 40’ LS Sampai 8º 00’ LS dan diantara 110º BT sampai dengan 119º 48’ 67’’
BT. Adapun batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Pangkajene
Kepulauan adalah:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Barru;
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros;
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone dan Kabupaten
Maros;
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar
Gambar 2.1 Wilayah Kabupaten Pangkep
Sumber : petatematikindonesia.go.id
5
2.2 Aspek Lingkungan
2.2.1 Kondisi Geologi dan Morfologi
Kabupaten Pangkep terdiri dari beberapa endapan batuan, pada
ketingggian ± 8 m Mdpl terdapat endapan permukaan alluvium (Danau dan pantai
Alluvial) serta endapan koral yang terbentuk pada kala pleistosen akhir hingga
holosen. Selanjutnya terdapat lapisan permukaan berupa lapisan undak yang
terdiri krikil, pasir dan lempung kala pleistosen. Terdapat pula endapan
permukaan berupa batuan sedimen yang terdiri batu gamping.
Karst adalah istilah bentang alam yang secara khusus berkembang pada
batuan karbonat (batugamping dan dolomit). Bentang alam tersebut baik
berkelompok maupun tunggal dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan,
yang derajatnya lebih tinggi dibanding kawasan batuan lainnya. Proses pelarutan
kimiawi karena air yang dipercepat oleh CO2, baik yang berasal dari atmosfer
yang terdapat di atas permukaan tanah maupun yang berada di bawah permukaan
sebagai hasil dari pembusukan sisa-sisa tumbuhan atau humus.
Formasi batugamping yang tampak di permukaan bumi pada Kabupaten
Pangkep, membentuk tipe karst yang terbentuk oleh proses pelarutan atau
karstifikasi membentuk bangun menara yang sangat khas yaitu karst tower.
Foto 2.1 Kondisi lingkungan Kabupaten Pangkep
Doc. BPCB Makassar
Kabupaten Pangkep termasuk daerah yang beriklim tropis, karena letaknya
yang berada pada daerah khatulistiwa dengan kelembaban berkisar antara 60-
82%. Curah hujan tahunan rata-rata 347 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan
6
sekitar 16 hari. Temperatur udara rata-rata 29ºC. Kecepatan angin rata-rata 2-3
knot/jam. Daerah Kabupaten Pangkep pada dasarnya beriklim tropis dengan dua
musim, berdasarkan curah hujan yakni:
1. Musim hujan pada periode bulan Oktober sampai Maret
2. Musim kemarau pada bulan April sampai September
2.2.2 Kondisi Sosio-Demografi
Secara umum penduduk Kabupaten Pangkep bermata pencaharian sebagai
petani, nelayan, pedagang dan ternak. Dapat diihat dari pola tata ruang Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan yaitu “Mewujudkan Penataan Ruang Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan yang nyaman, aman, produktif dan berkelanjutan
melalui Pengembangan minapolitan, agropolitan, dan Industri dengan memajukan
sektor unggulan berupa sumber daya alam serta pariwisata lokal yang
mewujudkan ciri khas wilayah maritim kepulauan yang menjunjung kearifan lokal
menuju masyarakat sejahtra”.
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan pusat pemerintahan di
Kecamatan Pangkajene merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk
tertinggi, yakni mencapai 872 jiwa/Km2. Jumlah rumah tangga yang tercatat
sebanyak 9.359 KK, dengan jumlah penduduk keseluruhan 41.350 jiwa. Luas
wilayah Kecamatan Pangkajene tercatat 47,39 km2 yang meliputi 9 kelurahan.
Angka pertumbuhan penduduk Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan khususnya
tiga tahun terakhir (tahun 2009 - 2011) cenderung mengalami penurunan rata-rata
3,5 % pertahun. Proyeksi penduduk untuk 5 Tahun edepan diprediksikan
mencapai 230 ribu jiwa. (Kabupaten Pangkep, 2017).
2.2.3 Lokasi Penelitian dan Aksesibilitas
Situs Bulu Sippong 4 secara administratif berada di Desa Bontoa,
Kecamatan Minasa Te’ne, Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan.
Berjarak ±51 km dari kota Makassar. Secara Astronomis berada pada titik 4° 47’
16” LS dan 119° 37’ 41” BT pada ketinggian ±20 mdpl.
7
Aksesibilitas menuju Leang Bulu Sippong 4 cukup mudah di jangkau
dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat, dari
jalan poros Semen Tonasa sampai ke depan jalan masuk menuju situs. Kondisi
jalanan tidak rata, sangat becek dan berlumpur ketika hujan dikarenakan jalanan
ini adalah jalanan truk bagi kendaraan PT. Semen Tonasa.
Terdapat pagar kawat yang berada di jalan masuk menuju situs, sehingga
harus membungkukkan badan ketika melewatinya. Setelah itu, jalan ke arah
selatan melewati rerumputan hijau dan kubangan air, lalu ke arah timur mengikuti
jalan setapak sampai kedepan mulut gua. Waktu yang ditempuh untuk sampai ke
mulut gua ± 2-5 menit dengan berjalan kaki.
2.2.4 Flora dan Fauna
Jenis fauna yang kerap ditemui di kawasan karst yaitu sapi, semut, kaki
seribu, serangga dan ular. Sedangkan jenis floranya seperti pohon bambu dan
tumbuhan liar.
Foto 1 Situs Bulu Sippong 4
8
BAB III
STUDI LAPANGAN DAN ANALISIS
Penelitian sebelumnya telah membagi situs ini kedalam 4 bagian yaitu
Bulu Sippong 1, Bulu Sippong 2, Bulu Sippong 3, dan Bulu Sippong 4. Objek
utama pada penelitian ini adalah Bulu Sippong 4. Situs Bulu Sippong 4
dikategorikan sebagai situs prasejarah zaman mesolitik. Dimana kita bisa melihat
dari temuan-temuan yang terdapat pada kotak ekskavasi yang dilakukan
sebelumnya. Temuan yang terdapat pada ekskavasi 2016 yaitu maros point,
serpih, tulang, sesampahan dapur dan terdapat pula lukisan dinding gua yang
dapat menandakan bahwa Bulu Sippong 4 adalah situs prasejarah zaman
mesolitik.
Ekaskavasi sebelumnya dilakukan oleh mahasiswa arkeologi angkatan
2014 pada tahun 2016 dan dilanjutkan pada tahun 2017 oleh mahasiswa arkeologi
angkatan 2015. Ada lima kotak yang dibuka pada ekskavasi sebelumnya, tetapi
pada ekskavasi sekarang hanya dua kelompok yang melanjutkan pendalaman pada
kotak sebelumnya dan tiga kelompok membuka kotak baru yang berada di teras
gua. Kelompok kami termasuk salah-satu yang membuka kotak baru pada
ekskavasi ini, yaitu pada kotak T11.S4 dari DP yang telah ditentukan. Kotak ini
posisinya beda dari keempat kotak yang lain yang berada di dekat dinding gua
pada bagian timur. Laporan ini terfokus pada kotak T11.S4.
Gambar 1 Peta Lokasi Bulu Sippong 4
9
3.1 Proses Ekskavasi
Proses ekskavasi yang kami lakukan, terlebih dahulu membuat DP (Datum
Point) sebagai patokan dari setiap kelompok untuk menyelaraskan kotak
penggaliannya. Setelah itu, kami melakukan survey permukaan sebagai langkah
dalam pemilihan kotak yang akan digali. Setelah survey dan mendapatkan tempat
penggalian, pertama-tama kami membuat layout kotak yang berukuran 1x1 meter,
kami membuat layout 1x1 meter supaya pendalaman kotak yang kami lakukan
lebih akurat dan lebih maksimal dengan jangka waktu ekskavasi yang singkat.
Setelah membuat layout, selanjutnya membuat tali rata untuk mempermudah
pengukuran selama pendalaman berlangsung. Pengukuran tali rata dinaikkan
10cm dari permukaan tanah, dengan interval 10cm digunakan pada setiap spit.
Adapun alasan pemilihan kotak dan proses pendalamannya akan dinarasikan di
bawah ini:
3.1.1 Alasan Pemilihan Kotak
Awalnya kami melakukan survei permukaan untuk memberikan gambaran
yang representif mengenai kuantitas dan kualitas data arkeologi dari suatu situs,
serta melihat dari sebaran temuan yang ada pada permukaan kotak. Hal lain yang
mendasar pada pemilihan kotak T11.S4 yang berada di teras gua adalah dasar
dugaan bahwa biasanya aktivitas penghuni gua lebih banyak dilakukan di teras
gua dari pada di bagian dalam gua, sehingga memungkinkan sisa-sisa aktivitas
dapat dilacak berupa deposit sisa makanan maupun peralatannya seperti artefak
batu dan artefak tulang. Bisa dilihat dari kontur tanah yang ada pada kotak ini
cenderung lebih tinggi di banding kontur tanah yang ada pada kotak-kotak yang
lain. Sehingga kemungkinan besar banyak informasi temuan yang terdapat di
dalam kotak ini. Jadi, kami mau membuktikan dengan melakukan pendalaman
pada kotak T11.S4. Berikut kondisi permukaan kotak yang akan dijelaskan
dibawah ini:
10
3.1.2 Kondisi Permukaan
Kondisi permukaan kotak T11.S4 pada bagian selatan kotak tanahnya
lebih tinggi dibandingkan tanah pada bagian utara. Pada permukaan kotak
terdapat sebaran jerami, fragmen moluska, dan batuan kecil yang telah tercampur
oleh tanah berpasir. Serta terdapat pula beberapa moluska yang masih utuh.
Kondisi tanah pada permukaan kotak yaitu kering berpasir dan berwarna abu-abu.
3.1.3 Spit
Teknik pendalaman kotak ekskavasi yang kami gunakan yaitu per-Spit,
yang ditentukan kedalamannya disetiap spit. Kedalaman setiap spit pada kotak
T11.S4 yaitu interval 10cm, kami melakukan pendalaman kotak sampai spit 9
yang kedalamannya 90-100cm dari tali rata.
• Spit 1
Pendalaman spit 1 dimulai pada tanggal 25 November 2017. Pendalaman
dimulai dari kedalaman 10cm di hitung dari tali rata. Pendalaman dimulai pada
kuadran TL. Warna Tanah spit 1 (Gray) nomor tanah 5/1 dengan pH tanah 7,26.
Tanah pada kuadran TL dan BL semula berwarna coklat muda, teksturnya kering
berpasir. Semakin lama warna tanah berubah menjadi abu-abu. Di kuadran TL dan
BL terdapat konsentrasi fragmen moluska dan bebatuan kecil. Di Kuadran BD
terdapat arang dan temuan lain berupa artefak batu (Hing). Di kuadran BD
mayoritas temuan moluska kelas Gastropoda sedangkan di kuadran BL terdapat
fragmen moluska kelas Pelecypoda. Pada Bagian tengah kotak spit 1 ditemukan
batu gamping lapuk. Pada spit 1 kedalaman 10-20cm terdapat temuan berupa
arang, gerabah, tulang yang jumlahnya masih sedikit, artefak batu (serpih dan
alat), serta moluska kelas gastropoda genusnya telescopium, tylomelania vittoida,
Foto 3.1 Permukaan kotak T11.S4
11
kelas pelecypoda genusnya meretrix dan anadara. Serta ditemukan temuan
modern yaitu besi. Volume tanah yang keluar dari spit 1 adalah 102.57 kg,
sebanyak 21 ember. Pendalaman spit 1 tidak memakan banyak waktu dikarenakan
kondisi tanah yang sangat kering berpasir, sehingga cepat dapat level.
• Spit 2
Pendalaman spit 2 dimulai pada tanggal 26 November 2017. Warna Tanah
spit 2 (Gray) nomor tanah 6/1 dengan pH tanah 7,33. Pendalaman dimulai pada
kuadran TL. Diawal warna tanah coklat muda, namun pada saat penggalian warna
tanah berubah menjadi orange di kedalaman 25 cm, kemudian warna tanah
berubah lagi pada kedalaman 27cm. Terjadi perubahan warna pada kuadran BL
dari coklat menjadi abu-abu. Pada sisi barat warna tanah berubah dari cokelat
menjadi putih abu-abu. Pada kuadran TL dan BL didominasi oleh fragmen
moluska dan terdapat konsentrasi fragmen moluska pada sisi timur. Pada kuadran
TG terdapat arang. Pada sisi selatan terjadi perubahan warna menjadi warna putih
keabu-abuan. Kuadran TG perubahan warna menjadi abu-abu menyerupai debu
pembakaran. Pada spit 2 kedalaman 20-30cm terdapat temuan berupa arang, oker,
artefak batu (maros point dan serpih), tulang, dan moluska kelas gastropoda dan
pelecypoda, moluska yang mendominasi pada spit ini yaitu kelas pelecypoda.
Terdapat 4 genus pada kelas gastropoda yaitu tylomelania, vittoida, viviparus,
dan telescopium, sedangkan kelas pelecypoda genusnya meretrix dan anadara.
Serta ditemukan temuan modern berupa besi. Volume tanah yang keluar dari spit
Foto 3.2 Kotak T11.S4 Spit 1, Kedalaman 10-20cm
12
2 adalah 143.14 kg, sebanyak 27 ember. Pendalaman spit 2, kondisi tanah masih
kering berpasir sehingga memudahkan dalam proses penggalian.
• Spit 3
Pendalaman spit 3 dimulai pada tanggal 26 November 2017. Warna Tanah
spit 3 (Gray) nomor tanah 5/1 dengan pH tanah 7,40. Pendalaman dimulai pada
kuadran BL. Pada permukaan spit terdapat moluska yang tersebar dan pada
kuadran BL terdapat perubahan warna menjadi coklat tua, juga didominasi
fragmen moluska. Pada kuadran TL terdapat fragmen moluska. Pada spit ini
tekstur tanahnya lebih halus. Pendalaman dilanjutkan pada tanggal 27 November
2017. Di sisi utara terjadi perubahan tanah berwarna abu-abu pada dinding kotak.
Pada kuadran TG didominasi oleh moluska. Pendalaman spit 3, masih dengan
kondisi tanah yang kering berpasir sehingga proses pendalaman dilakukan dengan
mudah. Pada spit 3 kedalaman 30-40cm terdapat temuan berupa arang, oker,
artefak batu (serpih, alat dan maros point), tulang, capit dan moluska kelas
gastropoda dan pelecypoda, terdapat 3 genus gastropoda yaitu tylomelania,
viviparus, dan vittoida, sedangkan genus pelecypoda hanya dua yaitu meretrix dan
anadara. Volume tanah yang keluar dari spit 3 adalah 105.59 kg, sebanyak 22
ember.
Foto 3.3 Kotak T11.S4 Spit 2, kedalaman 20-30cm
13
• Spit 4
Pendalaman spit 4 dimulai pada tanggal 27 November 2017. Warna Tanah
spit 4 (Dark Reddish Gray) nomor tanah 4/2 dengan pH tanah 7,38. Pendalaman
dimulai pada kuadran BL. Warna tanah abu-abu namun pada saat penggalian
warna tanah berubah menjadi abu-abu kecoklatan pada kedalaman 40 cm.
Pendalaman dilanjutkan pada tanggal 28 November 2017. Pada kuadran TL masih
didominasi fragmen moluska. Pada kuadran TG juga masih didominasi fragmen
moluska. Pada spit ini warna tanah berubah menjadi coklat dibagian dinding
kuadran BD. Pendalaman spit 4, masih dengan kondisi tanah yang kering berpsair
sehingga proses pendalaman dilakukan dengan mudah dan cepat. Pada spit 4
kedalaman 40-50cm terdapat temuan berupa arang, oker, artefak batu (alat, maros
point, perhiasan, dan serpih), tulang, artefak tulang berupa lancipan, capit, dan
moluska kelas gastropoda, genus tylomelania, viviparus, vittoida, telescopium
sedangkan kelas pelecypoda hanya terdapat dua genus yaitu meretrix dan
anadara. Volume tanah yang keluar dari spit 4 adalah 131.53 kg, sebanyak 25
ember.
Foto 3.4 Kotak T11.S4 Spit 3, Kedalaman 30-40cm
14
• Spit 5
Pendalaman spit 5 dimulai pada tanggal 28 November 2017. Warna Tanah
spit 5 (Dark Reddish Gray) nomor tanah 4/2 dengan pH tanah 7,41. Pendalaman
dimulai pada kuadran BL masih didominasi oleh moluska dan bebatuan. Begitu
juga dinding kuadran TL, TG, dan BD semuanya didominasi oleh moluska.
Adapun warna tanah pada kuadran BL adalah abu-abu kecoklatan. Pada kuadran
TL tanah dalam keadaan basah karena air yang menetes dari akar pohon. Warna
tanah pada kuadran BD berubah menjadi coklat. Terdapat konsentrasi moluska
pada kuadran TG dan juga terdapat lubang. Kondisi tanah kering berpasir. Pada
spit 5 kedalaman 50-60cm terdapat temuan berupa oker, artefak batu (alat, maros
point, serpih dan serpih bilah), tulang dan moluska kelas gastropoda, genus
tylomelania, vittoida, telescopium. Kelas pelecypoda, genus meretrix dan anadara
Volume tanah yang keluar dari spit 5 adalah 136.28 kg, sebanyak 25 ember.
Foto 3.5 Kotak T11.S4 Spit 4, Kedalaman 40-50cm
15
• Spit 6
Pendalaman spit 6 dimulai pada tanggal 28 November 2017. Warna Tanah
spit 6 (Dark Reddish Gray) nomor tanah 4/2 dengan pH tanah 7,39. Pendalaman
dimulai pada kuadran TG. Terdapat konsentrasi moluska antara kuadran BD dan
TG. Pada kuadran TG warna tanahnya adalah coklat keabu-abuan, berbeda
dengan kuadran BD yang berwarna coklat. Pendalaman dilanjutkan pada tanggal
29 November 2017 dimulai pada kuadran TG. Dinding pada kuadran TG terdapat
konsentrasi pelecypoda. Terdapat lubang pada sudut kuadran TG di kedalaman 70
cm. Perubahan warna tanah pada kuadran TL pada pemurkaan spit 7 di kedalaman
70cm berubah menjadi warna coklat tua. Pada spit 6 kedalaman 60-70cm terdapat
temuan berupa oker, artefak batu (alat, maros point, dan serpih), tulang, artefak
tulang berupa lancipan, capit dan moluska kelas gastropoda, genus tylomelania,
vittoida, Telescopium, viviparus dan genus baru yaitu murex hanya terdapat pada
spit 6. Kelas pelecypoda, genus meretrix dan anadara. Volume tanah yang keluar
dari spit 6 adalah 112 kg, sebanyak 21 ember.
Foto 3.6 Kotak T11.S4 Spit 5, Kedalaman 50-60cm
16
• Spit 7
Pendalaman spit 7 dimulai pada tanggal 29 November 2017. Warna Tanah
spit 7 (Reddish Brown) nomor tanah 5/4 dengan pH tanah 7,38. Pendalaman
dimulai pada kuadran BD. Warna tanah diawal pendalaman yaitu coklat muda,
tekstur tanah mulai berubah yaitu lembab berpasir. Namun pada kuadran TG
warna tanah berubah menjadi coklat kehitaman (coklat tua). Pada kuadran TG di
kedalaman 78cm terdapat lubang yang berukuran 13cm x 12cm, kedalaman
lubang 9cm. pendalaman dilanjutkan pada tanggal 30 November 2017. Kuadran
TL warna tanahnya coklat keabu-abuan. Akar yang berada pada dinding barat
meneteskan air, sehingga tanah pada bagian barat basah. Temuan pada spit 7
masih didominasi oleh moluska. Pada spit 7 kedalaman 70-80cm terdapat temuan
berupa oker, artefak batu (alat, maros point, serpih dan batu inti), tulang dan
moluska kelas gastropoda, genus tylomelania, vittoida, Telescopium. Kelas
pelecypoda, genus meretrix dan anadara. Volume tanah yang keluar dari spit 7
adalah 88.69 kg, sebanyak 17 ember.
Foto 3.7 Kotak T11.S4 Spit 6, Kedalaman 60-70cm
17
• Spit 8
Pendalaman spit 8 dimulai pada tanggal 30 November 2017. Warna Tanah
spit 8 (Reddish Brown) nomor tanah 4/3 dengan pH tanah 7,39. Pendalaman
dimulai pada kuadran TG. Tekstur tanah gembur agak lembab, tanahnya berwarna
coklat tua. Pada kuadran TL disisi utara, tanah berwarna hitam namun disisi timur
tanah berwarna keabu-abuan. Lubang yang terdapat pada kuadran TG tambah
melebar sampai ke kuadran TL. Di kedalaman 88cm pada kuadran TL warna
tanah coklat kehitaman. Terdapat konsentrasi moluska di sudut kuadran TL.
Selanjutnya pada kuadran BD warna tanah coklat muda. Pembersihan dinding
dilanjutkan pada tanggal 01 Desember 2017 sebelum pengambilan foto level spit,
dengan volume tanah pembersihan dinding 5,45 kg & 5,08 kg. Pada spit 8
kedalaman 80-90cm terdapat temuan berupa oker, artefak batu (alat, maros point,
dan serpih), tulang, artefak tulang berupa lancipan, capit dan moluska kelas
gastropoda, genus tylomelania, vittoida, Telescopium. Kelas pelecypoda, genus
meretrix dan anadara. Volume tanah yang keluar dari spit 8 adalah 139.02 kg,
sebanyak 28 ember.
Foto 3.8 Kotak T11.S4 Spit 7, Kedalaman 70-80cm
18
• Spit 9
Pendalaman spit 9 dimulai pada tanggal 01 Desember 2017. Warna Tanah
spit 9 (Dark Reddish Brown) nomor tanah 3/3 dengan pH tanah 7,38. Pendalaman
dimulai pada kuadran TL, tekstur tanah gembur. Pada kuadran TL terdapat lubang
yang panjangnya 20cm dan lebar 12cm, serta tingginya 10cm. Pada sisi Barat
terdapat konsentrasi gastropoda yang berukuran kecil. Pada spit terakhir terdapat
akar pohon dari dinding sisi selatan ke dinding sisi timur. Pada kuadran TL sisi
timur tanahnya basah, karena akar pohon pada dinding timur mengeluarkan air.
Terdapat batu gamping yang berada di tengah kotak. Pada spit 9 kedalaman 90-
100cm terdapat temuan berupa oker, artefak batu (alat, maros point, serpih, dan
batu inti), tulang, moluska kelas gastropoda, genus tylomelania, vittoida,
telescopium, viviparus. Kelas pelecypoda, genus meretrix dan anadara. Terdapat
pula tulang manusia Homo Sapeiens bagian MT 1, phalangs 1, phalangs 1 & 2,
serta phalangs 3 & 4. Diduga usia tulang manusia ini masih muda. Volume tanah
yang keluar dari spit 9 adalah 137.92 kg, sebanyak 24 ember.
Foto 3.9 Kotak T11.S4 Spit 8, Kedalaman 80-90cm
19
3.2 Analisis Stratigrafi
Pada kotak T11.S4 dengan kedalaman 90-100cm, layer tanah sudah bisa
terlihat jelas. Ada 3 layer dalam kotak T11.S4 yaitu layer 1, layer 2, dan layer 3.
Layer 1 lapisan stratigrafinya tipis dibandingkan lapisan stratigrafi pada layer 2
dan layer 3.
Foto 3.10 Kotak T11.S4 Spit 9, Kedalaman 90-100cm
Gambar 2 Stratigrafi Kotak T11.S4
20
3.3 Analisis Temuan
Metode analisis temuan pada kotak T11.S4 menggunakan analisis secara
sederhana, kami bagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama, tahap identifikasi untuk
penentuan atribut-atribut yang dimiliki. Tahap kedua, tahap perekaman dengan
memasukkan data dalam formulir atau struktur database. Tahap ketiga, tahap
pengelolaan dimana kami mencari korelasi data antar artefak atau konteks lainnya
serta membuat diagram grafik di setiap temuan. Ada beberapa temuan yang kami
analisis sebagai berikut:
3.3.1 Analisis Tulang
Hasil penggalian pada kotak T11.S4 menunjukkan sejumlah temuan sisa
fauna sebanyak 1383 spesimen, yang dapat diidentifikasi sebanyak 12 jenis fauna
dengan jumlah 1265 spesimen. Temuan fragment tulang babi menjadi temuan
dengan jumlah persentase 58% dan selebihnya temuan lainnya pada posisi
fragment tulang ular dengan jumla 16 %, sedangkan untuk temuan lainnya seperti
kepiting 8%, manusia dan biawak masing-masing 3%.
Adapun pembagian persentasinya sebagai berikut:
Persentase 1 Folk Taksonomi Tulang
Anoa, 2, 1%
Babi, 164, 58%
Babirusa, 1, 0%
Biawak, 9, 3%
Burung, 17, 6%
Katak, 1, 0%
Kelelawar, 1, 0%
Kelelawar Serangga,
2, 1%
Kepiting, 25,
9%
Kuskus, 7, 2%
Manusia, 8, 3%
Monyet, 1, 0%
Musang, 1, 0%
Ular, 46, 16%
Folk Taksonomi Tulang
Anoa
Babi
Babirusa
Biawak
Burung
Katak
Kelelawar
Kelelawar Serangga
Kepiting
Kuskus
Manusia
Monyet
21
Berdasarkan usia temuan yang dapat diidentifikasi terbagi menjadi empat
kategori yakni usia tidak teridentifikasi, muda, sangat muda dan tua. Fragmen
tulang dengan usia muda berjumlah 16, usia sangat muda berjumlah satu, dan usia
tua berjumlah 1141. Sedangkan jumlah temuan yang dapat diidentifikasi usianya
sebanyak 1158.
Temuan pada kotak T11.S4 diketahui sejumlah spesies yang dapat di
identifikasi dan beberapa tidak dapat diidentifasi. temuan yang teridentifikasi
spesiesnya sebanyak tiga spesimen yakni Homo Sapien, Sus Celebensis, dan
Macaca. Untuk lebih jelasnya bisa di lihat pada diagram berikut:
8 119
214
0
50
100
150
200
250
Spesies
Spesies
Homo Sapiens
Macaca
Sul Celebensis
Tidak Teridentifikasi
1 160
200
400
600
800
1000
1200
1400
Usia
Usia Temuan
Sangat Muda Muda Tua Tidak Teridetifikasi
Diagram 1 Usia Temuan Tulang
Diagram 2 Spesies Tulang
22
Diagram diatas jelas terlihat bahwa kerusakan tulang atau fragmen
menjadi salah satu kendala dalam mengidentifikasi jenis spesies sehingga sulit
dilakukan pengidentifikasian. Sedangkan untuk persentasinya temuan yang tidak
teridentifasi spesiesnya sebanyak 88%, temuan spesies homo sapien 3%, temuan
macaca 0% dan temuan Sul Celebensis 8%.
3.3.2 Analisi Gigi
Temuan gigi ditemukan dengan jumlah 13 yang terdiri dari tiga elemen
yaitu gigi, akar gigi dan taring. Terbagi kedalam empat taksonomi seperti bangsa
tikus, kuskus, babi dan babi sulawesi. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada
iagram berikut:
3, 14%
13, 62%
5, 24%
ELEMEN GIGI
Gigi
Akar Gigi
Taring
Persentase 2 Elemen Gigi
Foto 2 Lancipan Foto 3 Lancipan
Foto 4 Meta Tarsal 1 Foto 5 Fibula Suidae
23
Diagram diatas memperlihatkan data bahwa akar gigi mendominasi
dengan jumlah 64% dari jumlah yang ditemukan, kemudian disusul temuan gigi
yang berjumlah 23% dan taring berjumlah 23%.
Sedangkan untuk persentasi taksonomi khusus temuan gigi, yang
ditemukan seperti babi hutan sulawesi, tikus, babi, dan kuskus. Dari keempat
temuan taksonomi, babi mendominasi untuk temuan gigi dengan jumlah delapan,
babi hutan Sulawesi berjumlah tiga, kuskus dan tikus masing-masing berjumlah
satu.
17
3
1 1
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Jumlah
ELEMEN GIGI
Babi
Babi Hutan Sulawesi
Tikus
Kuskus
14
0 0 01
01 11
3
0 00
2
4
6
8
10
12
14
16
Babi Babi HutanSulawesi
Kuskus Tikus
Temuan Gigi dengan Folk Taksonomi
Akar Gigi
Gigi
Taring
Diagram 3 Folk Taksonomi Elemen Gigi
Diagram 4 Gigi dengan Folk Taksonomi
24
Diagram diatas memperlihatkan data bahwa temuan gigi pada babi tidak
hanya akar gigi saja melainkan ditemukan gigi juga meskipun jumlahnya hanya
satu. Jika di bandingkan dengan temuan pada babi hutan sulawesi, kuskus dan
tikus yang hanya memiliki masing-masing satu varian. Babi hutan sulawesi hanya
ditemukan taring, kuskus dan tikus hanya ditemukan gigi saja.
Adapun temuan tiap spit khusus tulang dan gigi sebagai berikut:
Spit 1 Spit 2 Spit 3 Spit 4 Spit 5 Spit 6 Spit 7 Spit 8 Spit 9
Anura 1
Aves 1 2 11
Cerchopitidae 1
Hominidae 8
Mamalia 6 67 131 156 220 149 97 133 137
Mubalus 1 1
Muridae 1 1
Phalangaridae 2 1 2 4
Squamata 2 14 7 7 2 6 8
Suidae 2 3 10 22 30 43 27 40 17
Varanidae 1 2 4 2 1
Viverridae 1
0
50
100
150
200
250 Temuan Tulang & Gigi Tiap Spit
Anura
Aves
Cerchopitidae
Hominidae
Mamalia
Mubalus
Muridae
Phalangaridae
Squamata
Suidae
Varanidae
Viverridae
Diagram 5 Tulang & Gigi Tiap Spit
Foto 6 Maxila Foto 7 Taring
25
Diagram diatas memperlihakan temuan tiap spitnya. Seperti temuan
mamalia baik itu mamalia kategori kecil dan sedang, temuan mamalia mulai dari
penggalian spit 1 sampai spit 9 selalu ditemukan dengan jumlah mulai dari 6 buah
sampai 220 spesimen. Hal lain yang dapat diketahui dari hasil temuan mamalia
yang paling banyak di antara temuan lainnya khusus kategori gigi dan tulang,
bahwa pada kotak galian T11.S4 Suidae juga selalu ditemukan mulai dari spit 1
sampai spit 9. Jika dikaitkan dengan temuan Mamalia dan Suidae, sedikit
memberikan gambaran bahwa hewan mamalia yang banyak ditemukan adalah
tulang dari hewan babi (suidae). Hanya pada spit 9 kami temukan tulang manusia
yaitu pada bagian MT 1, phalangs 1 & 2, phalangs 3 & 4, dan phalangs 1.
3.3.3 Analisis Artefak Batu
Artefak batu yang terdapat pada kotak ini kami klasifikasi berdasarkan
jenisnya, ada beberapa jenis artefak batu yaitu alat diidentifikasi adanya jejak
pemakaian seperti kilapan dan perimping, batu inti yang ditandai dengan adanya
bekas pemangkasan, fragmen serpih yang merupakan patahan dari fragmen utuh
terbagi menjadi tiga bagian yaitu (proximal, medial, dan distal), serpih utuh
adalah pelepasan dari batu inti yang memenuhi atribut. Artefak batu yang paling
banyak ditemukan yaitu jenis serpih utuh.
Diagram 3 Klasifikasi Artefak Batu
46
2 3
112
822
1
191 192
0
50
100
150
200
250
Total
Total
26
Foto 8 Serpih Utuh Foto 9 Perhiasan
Foto 10 Batu Inti Foto 11 Manuport
Foto 12 Alat Foto 13 Fragmen
Foto 14 Maros Point Foto 15 Maros Point
27
Diagram 4 Klasifikasi Bahan Artefak Batu
Diagram diatas menjelaskan bahwa pada temuan artefak batu yang
terdapat pada kotak T11.S4 ada 7 bahan yang dipakai anatara lain chert, jasper,
kalsedon, kuarsa, limestone, vulkanik, dan unidentified. Bahan yang paling
mendominasi pada artefak ini adalah artefak berbahan chert.
3.3.4 Analisis Moluska
474
8 1 15 32 1037
0
100
200
300
400
500
Total
Total
249
19
588
320
728
1050908
1600
1270
125
1458
1772
1418
1148
904
579 585
202
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gastropoda Pelecypoda
Diagram 5 Temuan Pelecypoda dan Gastropoda Tiap Spit
28
Dari diagram diatas kita bisa mengetahui bahwa keseluruhan kelas moluska
yang lebih mendominasi pada kotak T11.S4 yaitu kelas pelecypoda dengan
jumlah 8.191 individu, sedangkan gastropoda hanya berjumlah 6.732 individu.
Temuan pelecypoda paling banyak dijumpai pada spit 3 berjumlah 1.772 individu
dan temuan pelecypoda yang paling sedikit dijumpai pada spit 1 berjumlah 125
individu. Sedangkan, temuan gastropoda yang banyak di jumpai pada spit 8
berjumlah 1.600 individu dan temuan gastropoda paling sedikit dijumpai pada
spit 2 berjumlah 19 individu.
Foto 17 Telescopium
Foto 18 Murex Foto 19 Vittoida
Foto 20 Viviparus Foto 21 Vittoida
Foto 16 Tylomelania
29
Moluska juga di klasifiksi berdasarkan genusnya. Diagram di bawah dapat
membuktikan bahwa pada kotak T11.S4 terdapat 7 genus moluska. Genus dari
pelecypoda ada dua yaitu anadara dan meretrix, sedangkan genus dari
gastropoda ada lima yaitu murex, telescopium, tylomelania, vittoida dan
viviparus. Dapat disimpulkan bahwa genus yang mendominasi pada kotak ini
adalah meretrix dari pelecypoda dengan jumlah 8.142 dan paling sedikit adalah
anadara dengan jumlah 49 individu. Sedangkan, genus yang mendominasi dari
gastropoda adalah tylomelania dengan jumlah 6.292 individu dan yang paling
sedikit adalah genus murex dengan jumlah 1 individu. Murex hanya di dapat di
spit 6.
49
8142
1 90
6292
336 130
100020003000400050006000700080009000
Diagram 6 Pengklasifikasian Moluska berdasarkan Genus
Foto 22 Anadara Foto 23 Meretrix
30
3.3.5 Analisis Gerabah
Persentase 3 Klasifikasi Jenis Gerabah
Diagram diatas menjelaskan mengenai klasifikasi pertama gerabah
berdasarkan jenisnya, dimana pada kotak T11.S4 terdapat tembikar dan
stoneware. Namun jenis gerabah lebih didominasi oleh jenis tembikar sebanyak
78% sedangkan stoneware hanya 22%.
Klasifikasi kedua gerabah berdasarkan bagian yang ditemukan berupa
badan dan tepian. Namun yang paling mendominasi adalah bagian badan gerabah
sebanyak 93% sedangkan bagian tepian hanya 7%.
Stoneware22%
Tembikar78%
TOTAL
Badan93%
Tepian 7%
Total
Badan
Tepian
Persentasi 4 Klasifikasi Bagian pada Gerabah
31
Foto 24 Gerabah Foto 25 Gerabah
32
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dari situs ini khusunya pada kotak yang menjadi kotak
penggalian yang dipilih ada beberapah penjelasan dari temuan yang didapat
sebelum menyimpulkan.
• Setelah menganalisis, kami mendapat 48 alat batu serpih yang terdapat
jejak pakainya seperti kilapan maupun perimping, 22 maros point, 2 bilah,
1 perhiasan, 192 serpih utuh dan 3 batu inti. Selebihnya fragmen serpih
(proximal, medial, distal), tatal, dan manuport.
• Ada berbagai macam jenis fauna dengan usia yang beragam. Hal yang
paling menarik dengan ditemukannya tulang manusia prasejarah Homo
Sapeiens. Selain itu terdapat pula artefak tulang yang di temukan berupa
lancipan.
• Temuan yang juga mendominasi pada kotak ini ialah kerang yaitu
pelecypoda dengan jumlah temuan 8.191 individu dan gastropoda dengan
jumlah 6.732 individu. Dari temuan moluska yang di dapat, kami
menyimpulkan bahwa manusia purba dulunya lebih suka mengkonsumsi
moluska kelas pelecypoda.
• Gerabah juga di temukan pada kotak ini dengan jumlah 18 buah. Ada dua
jenis gerabah di kotak T11.S4 yaitu stoneware dan tembikar
• Selain itu temuan lain yang terpadat pada kotak ini adalah oker, arang, dan
terdapat pula temuan modern yaitu besi.
Menurut data yang sudah dijelaskan di atas bisa dilihat bahwa Situs Bulu
Sippong 4 memang mempunyai varian temuan. Varian temuan ini kemudian
sedikit menjawab bahwa terlihat sebuah aktivitas hunian pada situs ini. Beberapa
temuan juga seperti tulang manusia Homo sapian yang lebih jelas memberikan
penjelasan bahwa ada sebuah aktivitas disini. Hubungan ini memberikan petunjuk
bahwa kelengkapan temuan yang didapat pada penelitian ini seperti adanya
lancipan yang terbuat dari tulang yang dipakai sebagai alat. Hal lain juga terlihat
ada beberapa temuan yang meggabarkan sebuah pola hidup manusia penghuni
33
pada situs ini dengan melihat sampah dapur yang lebih dominan pada kotak yang
di gali. Hasil ini jelas bahwa melihat secara konteks temuan yang sudah
dibahasakan sebelumnya ini adalah termasuk gua hunian.
4.2 Rekomendasi
Setelah melakukan ekskavasi ada beberapa point yang akan kami
rekomendasikan untuk peneliti selanjutnya, terkait eksakvasi yang kami lakukan
selama satu minggu di lapangan.
• Pertama, kita harus memperhatikan legalitas suatu kegiatan dimana satu
minggu sebelum kegiatan terlebih dahulu harus mengurus administrasi
terkait perizinan kepada BPCB, PT. Semen Tonasa dan pemerintah.
• Kedua, perlakukan temuan dengan selayak-layaknya temuan serta lakukan
analisis lebih mendalam terkait temuan-temuan yang diperoleh selama
ekskavasi dan usahakan peneliti harus lebih detail dalam melihat temuan,
karena banyak temuan-temuan kecil yang kadang terlewatkan.
• Ketiga, melakukan tindakan penyelamatan terhadap data yang ada pada situs
ini, karena situs ini berada di dalam area pertambangan.
• Keempat, lakukan penelitian dan analisis lebih jauh soal temuan-temuan yang
ada pada kotak ini, terkhusus pada tulang manusia Homo sapiens.
Semoga rekomendasi yang kami berikan, dapat bermafaat untuk penelitian
selanjutnya.
34
DAFTAR PUSTAKA
Nur, Muhammad. 2009. Pelestarian Komfres Gua Leang-Leang, Kabupaten
Maros Sulawesi Selatan. Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Gis, As. 2012. Profil Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
http://sebatasgis.blogspot.co.id/2012/04/profil-kabupaten-pangkajene-
dan.html. Diakses tanggal 12 Desember 2017, pukul 22:03 Wita.
35
Lampiran Foto Kegiatan
Foto 26 Pembuatan Layout Kotak Foto 27 Pendalaman Kotak
Foto 28 Menyortir Temuan Foto 29 Menyortir di Ayakan
Foto 30 Sedang Mendeskripsi Kotak Foto 31 Penamaan Label Temuan
36
Foto 32 Foto Tim Kotak T11.S4 dan Dosen Pendamping