Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pembangunan di Bumi Nyiur Melambai
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Pub
lic D
iscl
osur
e A
utho
rized
Pub
lic D
iscl
osur
e A
utho
rized
Pub
lic D
iscl
osur
e A
utho
rized
Pub
lic D
iscl
osur
e A
utho
rized
KANTOR BANK DUNIA JAKARTA
Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II Lt. 12-13 Jln. Jenderal Sudirman, Kav. 52-53 Jakarta – 12190 Telp. (+6221) 5299 3000 Fax. (+6221) 5299 3111
Dicetak pada Bulan Agustus 2011
Foto Sampul: Hak Cipta © Bastian Zaini: Latar Belakang, Pojok kanan, Pojok kiri. Hak Cipta © Guntur Sutiyono: Foto tengah.Foto Dalam: Hak Cipta © Bastian Zaini: Bab 1, Bab 2, Bab 3, Bab 4. Hak Cipta © Guntur Sutiyono: Rangkuman Eksekutif, Bab 6, Lampiran, Halaman antar Bab. Hak Cipta © Indira Maulani Hapsari: Bab 5.
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011. Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pembangunan di Bumi Nyiur Melambai merupakan kerjasama tim peneliti Universitas Sam Ratulangi, Pemerintah Daerah Sulawesi Utara, dan staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia maupun pemerintah yang mereka wakili.
Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum pada setiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut.
Untuk pertanyaan lebih lanjut tentang laporan ini, silakan hubungi Bastian Zaini ([email protected]).
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pembangunan di Bumi Nyiur Melambai
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
ii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ucapan Terima Kasih
Laporan ini disusun atas kerja sama antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi, pemerintah Kanada lewat CIDA, dan Bank Dunia. Terima kasih kepada tim peneliti yang dikepalai oleh Veckie Masinambow, beranggotakan Vekie Rumate, Agus Tony Poputra, Lendy Siar, Margaretha Bolang, Richard Tumilaar, Caroline Pakasi, Magdalena Wullur, Victor Lengkong, Bobby Hamenda, Patrick Wauran, dan Bode Lumanauw.Tim data FE Unsrat yang dikoordinasi oleh Bobby Hamenda, beranggotakan Raymond Dirks, Feyne Kairupan, Meiggy Irooth, dan Gita Randang, telah membantu menyiapkan data fi skal untuk kebutuhan penulisan. Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi (FE UNSRAT) di bawah koordinasi Bapak David Paul E. Saerang dibantu saudara Joy Elly Tulung telah mengelola administrasi dan pelaporan. Tim Bank Dunia dipimpin oleh Guntur Sutiyono dan Bastian Zaini, dibantu oleh Erryl Davy, Ihsan Haerudin, Indira Maulani Hapsari, Chandra Sugarda, Magda Galingging, dan Adrianus Hendrawan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada anggota Project Management Committee (PMC) yang secara aktif berpartisipasi memberi masukan selama proses pembuatan laporan, dinas-dinas dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara yang berkontribusi dalam pengumpulan data. Secara khusus, tim menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas kerja keras dan dukungan yang diberikan oleh Kepala BAPPEDA Provinsi Sulawesi Utara sebagai Ketua PMC, Bapak Noldy Tuerah dan Bapak Lucky Longdong, Kepala Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara sebagai sekretaris PMC, Bapak Praseno Hadi, serta Bapak Charles Kepel dari Pokja Forum Kawasan Timur Indonesia. Proses pembuatan laporan ini diarahkan oleh Daan Pattinasarany dan Amin Subekti. Terima kasih kepada Wolfgang Fengler, Bill Wallace, Soekarno Wirokartono, Cut Dian Rahmi, Ahya Ihsan, Elaine A. Tinsley, serta rekan-rekan dari World Bank dan CIDA atas saran dan masukannya. Terima kasih juga kami berikan kepada Sarah Sagitta Harmoun dan Sandra Buana Sari atas dukungan logistiknya. Tak lupa apresiasi kami sampaikan untuk Caroline Tupamahu dan Yayasan BaKTI yang memfasilitasi PEACH di Sulawesi Utara.
iii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Kata Pengantar
Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi termaju di Kawasan Timur Indonesia. Banyak perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Saat ini Provinsi Sulawesi Utara memiliki angka Indeks Pembangunan Manusia kedua tertinggi di Indonesia dengan angka kemiskinan yang rendah dibanding dengan provinsi-provinsi lain. Dalam sepuluh tahun terakhir PDRB riil per kapita meningkat dua kali lipat dan belanja Pemerintah Daerah meningkat dengan signifi kan.
Namun demikian, masih ditemukan berbagai tantangan pembangunan yang harus diatasi serta berbagai peluang/potensi yang dapat dimanfaatkan. Walaupun secara umum Pengelolaan Keuangan Daerah memiliki kinerja yang cukup baik, namun masih terlihat adanya kesenjangan kinerja dan kapasitas baik antara satuan kerja di dalam pemerintah daerah maupun antara pemerintah daerah di Sulawesi Utara. Dengan ketersediaan sumber daya fi skal yang terus meningkat, pemerintah daerah di Sulawesi Utara harus memastikan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan-evaluasi anggaran sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan arah pembangunannya.
Dalam rangka mengatasi tantangan, memanfaatkan peluang, serta meningkatkan kinerja pembangunan tersebut, Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara, khususnya Pemerintah Provinsi perlu berupaya lebih keras dalam memanfaatkan sumber daya fi skal yang dimilikinya. Upaya dalam memperjelas visi, misi, indikator dan target pembangunan perlu dilakukan dan diiringi dengan upaya yang lebih keras untuk menyusun anggaran yang lebih terarah, serta merumuskan program dan kegiatan yang lebih berkualitas dan konsisten dengan target yang dicanangkan.
Laporan ini merupakan sebuah upaya untuk membantu Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara dalam meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah, meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran, dan pada akhirnya berkontribusi dalam kinerja pembangunannya. Laporan ini merupakan hasil kerjasama yang erat antara Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara, Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi, serta dukungan dari CIDA, AusAID, dan Bank Dunia. BAPPEDA Provinsi Sulawesi Utara berperan penting dalam memfasilitasi seluruh proses pembuatan laporan ini.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Daerah lainnya, dan Pemerintah Pusat sebagai alat acuan untuk upaya meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah serta proses pembangunan daerah. Akhirnya, kami berharap laporan ini dapat berkontribusi kepada pengelolaan keuangan daerah dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan efektif.
S.H. Sarundajang
Gubernur Provinsi Sulawesi UtaraStefan G. Koeberle
Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia
iv
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ucapan Terima Kasih ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Istilah xi
Ringkasan Eksekutif 1
Bab 1 Pendahuluan 9
1.1 Sekilas Provinsi Sulawesi Utara 10 1.2 Kondisi Demografi , Tenaga Kerja, dan Kemiskinan 13 1.3 Perekonomian Sulawesi Utara 17 1.4 Keunggulan Kompetitif Sulawesi Utara di Kawasan Timur Indonesia 21Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah 23
2.1 Pendahuluan 24 2.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah 25 2.3 Perencanaan dan Penganggaran 26 2.4 Pengelolaan Kas, Pengadaan, Pengelolaan Aset, serta Hutang dan Investasi Daerah 28 2.5 Akuntansi dan Pelaporan, Internal Audit, serta Audit dan Pengawasan Eksternal 30 2.6 Rekomendasi 31Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan 33
3.1 Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 34 3.1.1 Gambaran Umum Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 34 3.1.2 Pendapatan Asli Daerah 37 3.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU) 40 3.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK) 41 3.1.5 Dana Bagi Hasil (DBH) 42 3.2 Pembiayaan 43 3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi 44Bab 4 Belanja Daerah 45
4.1 Gambaran Umum Belanja Daerah 46 4.2 Belanja Menurut Klasifi kasi Ekonomi 48 4.3 Belanja Menurut Sektor 50 4.4 Hubungan Belanja dan Gender 53 4.5 Kesimpulan dan Rekomendasi 56Bab 5 Analisis Sektor Strategis 57
5.1 Sektor Kesehatan 58 5.1.1 Analisis Belanja Sektor Kesehatan 58 5.1.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Kesehatan 60 5.1.3 Analisis Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara 61 5.1.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan 64
Daftar Isi
v
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
5.1.5 Kesimpulan dan Rekomendasi 65 5.2 Sektor Pendidikan 65 5.2.1 Belanja Pendidikan 65 5.2.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pendidikan 67 5.2.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara 70 5.2.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Pendidikan 72 5.2.5 Kesimpulan dan Rekomendasi 72 5.3 Sektor Infrastruktur 73 5.3.1 Belanja Infrastruktur 73 5.3.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Infrastruktur 74 5.3.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara 77 5.3.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Infrastruktur 79 5.3.5 Kesimpulan dan Rekomendasi 79 5.4 Sektor Pertanian dan Perkebunan 80 5.4.1 Belanja Sektor Pertanian dan Perkebunan 80 5.4.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pertanian dan Perkebunan 81 5.4.3 Kesimpulan dan Rekomendasi 83Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Pintu Gerbang Indonesia menuju Asia Timur
dan Pasifi k 85
6.1 Potensi yang Dimiliki Sulawesi Utara 86 6.1.1 Geografi dan Aksesibilitas 86 6.1.2 Produk Jasa dan Perkebunan 87 6.1.3 Kualitas Sumber Daya Manusia 89 6.2 Aspek Gender dalam Pembangunan di Sulawesi Utara 90 6.3 Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara di Masa Datang 93Daftar Pustaka 95
Lampiran 97
Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Belanja Pemerintah Sulawesi Utara? 98 Lampiran B. Catatan Metodologi 99 Lampiran C. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi 101 Lampiran D. Budget Master Table 106 Lampiran E. Indikator-indikator Gender 114 Lampiran F. Tabel SWOT Sulawesi Utara sebagai Pusat Pertumbuhan di Kawasan Timur Indonesia 117
vi
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Daftar Gambar
Gambar 1 Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain 2Gambar 2 Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara 3Gambar 1.1 Provinsi Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis 10Gambar 1.2 Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain 11Gambar 1.3 Hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara mengalami penurunan angka kemiskinan dalam kurun waktu 2005-2009 12Gambar 1.4 Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara 12Gambar 1.5 Walaupun tingkat pengangguran menurun, namun masih relatif tinggi 15Gambar 1.6 Kemiskinan di Sulawesi Utara tergolong yang paling rendah dibandingkan Provinsi lain di Indonesia 16Gambar 1.7 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara terus meningkat 17Gambar 1.8 Sektor pertanian masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian Sulawesi Utara 18Gambar 1.9 PDRB riil per kapita Sulawesi Utara masih yang tertinggi dibanding dengan provinsi lain di Sulawesi 18Gambar 1.10 Sub-sektor bangunan, perdagangan besar dan kecil, serta pengangkutan memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB dan pertumbuhan 19Gambar 1.11 Sejak tahun 2005, Sulawesi Utara telah berusaha mengejar ketertinggalan tingkat pertumbuhan dengan provinsi-provinsi lain di Sulawesi 20Gambar 1.12 Tingkat harga di Manado cenderung lebih rendah dibandingkan dengan harga di kota besar lainnya di Sulawesi 20Gambar 2.1 Skor PKD Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara 24Gambar 2.2 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Peraturan Perundangan Daerah 26Gambar 2.3 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Perencanaan dan Penganggaran 27Gambar 2.4 Kinerja Daerah dalam Empat Bidang Terkait Pelaksanaan Anggaran 30Gambar 3.1 Perbandingan Pendapatan Perkapita Daerah per Provinsi di Indonesia tahun 2009 34Gambar 3.2 Perkembangan Pendapatan Daerah Riil, 2005-2009 34Gambar 3.3 Komposisi Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 2005-2009 35Gambar 3.4 Perbedaan Komposisi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sulawesi Utara tahun 2008 35Gambar 3.5 Komposisi Pendapatan Per Kapita Daerah Sulawesi Utara per Kabupaten/Kota tahun 2009 37Gambar 3.6 Perkembangan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Utara 2005-2009 37Gambar 3.7 Perbandingan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sulawesi Utara tahun 2009 38Gambar 3.8 Perbandingan PAD per kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara tahun 2009 39Gambar 3.9 Perbandingan PAD per kapita antara Daerah yang mengalami Pemekaran dan Non-Pemekaran 40
vii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Gambar 3.10 Perkembangan DAU Sulawesi Utara selama 2005-2010 berdasarkan Level Pemerintahan 40Gambar 3.11 Perkembangan DAU Per Kapita Kabupaten/kota selama 2005-2009 41Gambar 3.12 Perkembangan DAK Provinsi dan Kabupaten/Kota 2005-2009 42Gambar 3.13 Perkembangan Total DBH Sulawesi Utara periode 2005-2009 43Gambar 3.14 Surplus dan defi sit anggaran di Provinsi Sulawesi Utara 43Gambar 4.1 Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara (termasuk Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan) tahun 2005-2009 46Gambar 4.2 Belanja Riil Perkapita Provinsi di Indonesia tahun 2009 47Gambar 4.3 Belanja Per kapita Kabupaten/kota di Sulawesi Utara tahun 2009 47Gambar 4.4 Belanja Perkapita Kabupaten Hasil Pemekaran dan Non Pemekaran tahun 2009 48Gambar 4.5 Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi, tahun 2005-2009 49Gambar 4.6 Porsi Belanja Klasifi kasi Ekonomi di Tingkat Provinsi dan Kabupaten kota, tahun 2005-2009 49Gambar 4.7 Belanja Konsolidasi Provinsi+Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor, 2005-2009 50Gambar 4.8 Kategori Anggaran Responsif Gender (Sharp and Budlender, 1985) 54Gambar 5.1 Belanja kesehatan Sulawesi Utara cenderung meningkat, ketergantungan terhadap transfer pusat juga berkurang 58Gambar 5.2 Jumlah dan komposisi belanja modal meningkat pesat. 59Gambar 5.3 Mayoritas belanja provinsi dialokasikan untuk pegawai, sementara di kabupaten untuk belanja modal. 59Gambar 5.4 Jumlah masyarakat Sulawesi Utara yang menggunakan fasilitas kesehatan publik merupakan yang terendah di Sulawesi 60Gambar 5.5 Proporsi masyarakat berpendapatan rendah yang memilih pengobatan modern lebih besar dari proporsi yang memilih pengobatan lain 61Gambar 5.6 Kabupaten kepulauan memiliki belanja kesehatan per kapita terbesar 62Gambar 5.7 Kabupaten kepulauan memiliki angka keluhan sakit terendah di Sulawesi Utara 62Gambar 5.8 Akses ke fasilitas kesehatan gratis dan rasio tenaga kesehatan tidak menunjukkan pola yang serupa 63Gambar 5.9 Cakupan kelahiran yang dibantu tenaga medis di wilayah perkotaan lebih baik 64Gambar 5.10 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan kesehatan pemerintah 64Gambar 5.11 Belanja pendidikan Sulawesi Utara secara stabil meningkat dengan proporsi di atas 20 persen dari total belanja 66Gambar 5.12 Belanja pegawai sektor pendidikan di Sulawesi Utara sangat tinggi 66Gambar 5.13 Pembagian peran antara provinsi dan kabupaten/kota dalam urusan pendidikan tercermin dari komposisi belanjanya 67Gambar 5.14 Perkembangan angka melek huruf di Sulawesi 2003-2009 68Gambar 5.15 Angka melek huruf berdasarkan kelompok umur di Sulawesi 68Gambar 5.16 Angka partisipasi murni setiap jenjang pendidikan di Sulawesi Utara 69Gambar 5.17 Angka melek huruf perempuan untuk berbagai kelompok umur di Sulawesi 69Gambar 5.18 Angka partisipasi murni perempuan di Sulawesi 70
viii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Gambar 5.19 Seperti halnya belanja kesehatan, belanja pendidikan di Sulawesi Utara didominasi oleh kabupaten kepulauan 70Gambar 5.20 Angka partisipasi murni kabupaten/kota di Sulawesi Utara 71Gambar 5.21 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan pendidikan di Sulawesi Utara 72Gambar 5.22 Belanja infrastruktur di Sulawesi Utara meningkat empat kali lipat selama 5 tahun, terutama didorong belanja kabupaten/kota 73Gambar 5.23 Komposisi belanja pegawai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menurun 74Gambar 5.24 Capaian indikator infrastruktur dasar di Sulawesi 74Gambar 5.25 Perbandingan akses air bersih dan sanitas di Sulawesi berdasarkan kelompok pendapatan 75Gambar 5.26 Arus barang di pelabuhan utama Sulawesi Utara meningkat sementara arus penumpang cenderung fl uktuatif 76Gambar 5.27 Belanja infrastruktur terbesar terdapat di kabupaten yang baru terbentuk 77Gambar 5.28 Masih terdapat kesenjangan cakupan infrastruktur dasar antara kota dan kabupaten di Sulawesi Utara 78Gambar 5.29 Sebagian masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses ke sanitasi 78Gambar 5.30 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan infrastruktur di Sulawesi Utara 79Gambar 5.31 Separuh dari belanja pertanian di Sulawesi Utara bersumber dari transfer pusat 80Gambar 5.32 Belanja pegawai di tingkat kabupaten/kota menurun yang diikuti peningkatan belanja modal 81Gambar 5.33 Belanja pertanian tertinggi justru berada di wilayah perkotaan 83Gambar 6.1 Kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara terhadap PDRB meningkat 88Gambar 6.2 Tingkat hunian hotel dan kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara (angka konstan tahun 2000) 88Gambar 6.3 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 – 2008 90Gambar 6.4 Jenis Pekerjaan Perempuan per-Provinsi 91Gambar 6.5 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Sulawesi Utara tahun 2005 - 2008 91Gambar 6.6 Perbandingan IPM dan IPG antara tahun 2005 dan 2008 di Sulawesi 92Gambar 6.7 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008 92
ix
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Daftar Tabel
Tabel 1.1 Penduduk Sulawesi Utara terkonsentrasi di wilayah-wilayah perkotaan 13Tabel 1.2 Tenaga Kerja Menurut Sektor Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2006 –Februari 2010 14Tabel 1.3 Pengangguran terbanyak terdapat di Kota Manado 15Tabel 1.4 Sulawesi Utara memiliki angka IPM yang tertinggi di Kawasan Indonesia Timur 21Tabel 2.1 Skor Kapasitas PKD antar Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara Berdasarkan Bidang Strategis. 2010 25Tabel 2.2 Skor Persepsi Responden terhadap Berbagai Indikator Musrenbang Berdasarkan Tahapan. 28Tabel 2.3 Hasil Audit BPK Provinsi dan Kabupaten serta Kota di Sulawesi Utara 2007 – 2009 31Tabel 3.1 Komposisi Pendapatan Fiskal Sulawesi Utara 2005-2009 36Tabel 4.1 Belanja Pemerintah Provinsi Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi terhadap Total Belanja), 2005-2009 51Tabel 4.2 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi terhadap Total Belanja), 2005-2009 52Tabel 4.3 Anggaran yang Berkaitan dengan Pemberdayaan Perempuan pada APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, 2008 – 2009 55Tabel 5.1 Capaian indikator kesehatan dasar di Sulawesi 60Tabel 5.2 Tingkat melek huruf di kabupaten/kota di Sulawesi Utara dari berbagai kelompok umur 71Tabel 5.3 Jumlah penumpang dan barang yang melewati Bandar Udara Sam Ratulangi meningkat 75Tabel 5.4 Terjadi penambahan proporsi jalan berkualitas baik di Sulawesi Utara 77Tabel 5.5 Luas lahan panen dan produksi komoditas pertanian di Sulawesi Utara 82Tabel 5.6 Luas lahan panen dan produksi komoditas perkebunan di Sulawesi Utara 82Tabel 6.1 Jarak Pelabuhan Laut Bitung dengan beberapa pelabuhan laut internasional di Pasifi k 86Tabel C.1 Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Sulut 101Tabel C.2 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Penerimaan dan Belanja 102Tabel C.3 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Sektoral 103Tabel C.4 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara 105Tabel D.1.1 Pendapatan Berdasarkan Sumber (dalam Juta Rupiah) 106Tabel D.1.2 Belanja berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi (dalam Juta Rupiah) 107Tabel D.1.3 Belanja berdasarkan Sektor (dalam Juta Rupiah) 108Tabel D.2.1 Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Sulawesi Utara (dalam Juta Rupiah) 109Tabel D.3.1 Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah) 110Tabel D.3.2 Belanja Riil Perkapita Daerah berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi, per Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah) 111Tabel D.3.3 Belanja Riil Perkapita Daerah berdasarkan Urusan, per Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah) 112Tabel E.1 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2005 - 2008 114Tabel E.2 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008 115Tabel E.3 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008 116
x
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Tabel F.1 Opportunities (O) and Strengths (S) – Weaknesses (W) 117Tabel F.2 Opportunities (O) and Strengths (S) 119Tabel F.3 Opportunities (O) and Weaknesses (W) 121Tabel F.4 Threats (T) and Strengths (S) – Weaknesses (W) 123Tabel F.5 Threats (T) and Strengths (S) 125Tabel F.6 Threats (T) and Weaknesses (W) 126
Daftar Kotak
Kotak 6.1 87Kotak 6.2 89Kotak 6.3 93
xi
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Istilah
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APEC Asia-Pacifi c Economic Cooperation
APM Angka Partisipasi Murni
ASB Analisis Standar Belanja
ASEAN Association of South East Asia Nation
Bawasda Badan Pengawas Daerah
BIMP-EAGA Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area
BKPRS Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi
BLUD Badan Layanan Umum Daerah
Bolmong Bolaang Mongondow (kabupaten)
Boltim Bolaang Mongondow Timur (kabupaten)
Bolmut Bolaang Mongondow Utara (kabupaten)
Bolsel Bolaang Mongondow Selatan (kabupaten)
BPK Badan Pemeriksa Keuangan
BP Kapet Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
BUMD Badan Usaha Milik Daerah
CTI Coral Triangle Initiative
DAK Dana Alokasi Khusus
DAU Dana Alokasi Umum
DBH Dana Bagi Hasil
DPA Dokumen Pelaksanaan Anggaran
DPPKAD Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
IHP International Hub Port
IDG Indeks Pemberdayaan Gender
IPG Indeks Pembangunan Gender
IPM Indeks Pembangunan Manusia
KEK Kawasan Ekonomi Khusus
KUA/PPA Kebijakan Umum Anggaran/Prioritas dan Plafon Anggaran
MICE Meeting Incentives Convention Event
Minut Minahasa Utara (kabupaten)
Minsel Minahasa Selatan (kabupaten)
Mitra Minahasa Tenggara (kabupaten)
MLO Main Lane Operator
xii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Istilah
Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan
PBJ Pengadaan Barang dan Jasa
PDB Produk Domestik Bruto
PDRB Produk Domestik Regional Bruto
Perda Peraturan Daerah
Perkada Peraturan Kepala Daerah
PKD Pengelolaan Keuangan Daerah
PLTP Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Posyandu Pos Pelayanan Terpadu
PUG Pengarus-Utamaan Gender
Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat
Renja Rencana Kerja
Renstra Rencana strategis
RKPD Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
SB Standar Biaya
SDKI Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
SiKPA Selisih Kurang Penggunaan Anggaran
SiLPA Selisih Lebih Penggunaan Anggaran
Sitaro Siau Tagulandang Biaro (kabupaten)
SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah
Susenas Survey Sosial Ekonomi Nasional
UMP Upah Minimum Provinsi
WDP Wajar Dengan Pengecualian
WOC World Ocean Conference
WTP Wajar Tanpa Pengecualian
2
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi termaju di Kawasan Timur Indonesia. Sebagai sebuah provinsi perbatasan, Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis sebagai penghubung ke Asia Timur dan kawasan Maluku serta Papua. Provinsi ini dikaruniai sumber daya alam, khususnya kekayaan alam laut. Jumlah penduduknya sebesar 2,2 juta jiwa tersebar di kawasan pulau Sulawesi dan kawasan kepulauan di utara pulau Sulawesi. Dari segi sumber daya manusia, kondisinya relatif lebih baik dibandingkan provinsi-provinsi lain di Kawasan Timur Indonesia.
Sulawesi Utara mengalami perkembangan pesat dalam 10 tahun terakhir. Dalam kurun waktu tersebut, perekonomian Sulawesi Utara berkembang dua kali lipat dan belanja pemerintah daerah meningkat hampir sepuluh kali lipat. Peningkatan belanja pemerintah daerah merupakan karakteristik dari proses desentralisasi fi skal. Pada tahun 2009, walaupun tingkat pendapatan per kapita masih dibawah rata-rata provinsi secara nasional, namun tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara lebih kecil dibanding tingkat kemiskinan nasional. Walaupun hal ini juga dipengaruhi oleh berpisahnya Provinsi Gorontalo – yang dulu merupakan bagian dari Sulawesi Utara sebagai Kabupaten Gorontalo – peningkatan kinerja ini disebabkan juga oleh kemajuan-kemajuan yang dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Utara.
Gambar 1 Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain
PD
RB
19
99
Pe
r K
ap
ita
PD
RB
20
08
Pe
r K
ap
ita
Belanja Pemerintah Daerah per Kapita tahun 1999 (Rp. Juta) Belanja Pemerintah Daerah per Kapita tahun 2009 (Rp. Juta)
Sumber: Database PEA Sulawesi UtaraCatatan: Angka kemiskinan (BPS, 2009); PDRB per kapita (BPS, 2008); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuan-gan, 2008)
Sumber daya manusia atau human capital merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki oleh
Sulawesi Utara. Sulawesi Utara memiliki nilai IPM paling tinggi di antara seluruh provinsi yang ada di kawasan timur Indonesia dan juga menduduki peringkat kedua secara nasional setelah DKI Jakarta. Nilai IPM provinsi terus mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir di mana pada tahun 2009 tercatat sebesar 75,7. Angka kemiskinan provinsi lebih rendah di bandingkan dengan rata-rata provinsi di Indonesia dan merupakan yang terendah di Kawasan Timur Indonesia. Tingginya nilai IPM dan rendahnya angka kemiskinan menunjukkan bahwa pembangunan sosial-ekonomi di Sulawesi Utara relatif lebih baik dibanding Kawasan Indonesia Timur.
Sulawesi Utara sedang berada dalam transisi ekonomi. Disatu pihak, provinsi ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat secara stabil dengan rata-rata 5,1 persen pertahun dalam delapan tahun terakhir hingga mencapai 7,9 persen ditahun 2009. Pertumbuhan ini sebagian besar disumbangkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa transportasi dan komunikasi. Disaat yang sama, sektor pertanian yang merupakan kontributor terbesar terhadap ekonomi dan menyerap tenaga kerja terbesar justru mengalami pertumbuhan yang rendah dan serapan tenaga kerjanya cenderung menurun.
3
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
Tantangan pembangunan yang dihadapi oleh Sulawesi Utara adalah pembangunan wilayah yang
belum merata. Seperti di provinsi-provinsi lain di Indonesia, pembangunan yang belum merata terlihat di antara Kab/Kota di Sulawesi Utara. Daerah yang memiliki akses lebih baik terhadap kegiatan perekonomian berkembang jauh lebih cepat dibandingkan daerah yang terbatas aksesnya. Secara umum, Kab/Kota di Sulawesi Utara bisa dikelompokkan menjadi Kab/Kota yang memiliki belanja pemerintah daerah per kapita tinggi dan rendah. Namun demikian, kab/kota dengan belanja per kapita tinggi belum tentu memiliki kondisi yang lebih baik, hal ini terlihat dari relatif lebih tingginya tingkat kemiskinan pada kab/kota dengan belanja per kapita tinggi dibanding kab/kota dengan belanja per kapita rendah.
Gambar 2 Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara
Sumber: Database PEA Sulawesi UtaraCatatan: Angka kemiskinan Kabupaten Kota ditunjukkan oleh ukuran lingkaran dan angka didalamnya.
Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) secara umum baik, namun masih banyak ditemukan
kesenjangan kinerja dan kapasitas. Kinerja PKD di Sulawesi Utara secara umum berada di atas rata-rata. Namun masih terlihat ada berbagai aspek yang masih perlu diperbaiki atau ditingkatkan seperti kerangka peraturan daerah, pengelolaan aset, serta pelaporan. Lebih jauh lagi, perbandingan antara pemerintah daerah menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan kapasitas yang cukup besar antar daerah pada bidang perencanaan dan penganggaran.
Pendapatan pemerintah daerah masih belum merata dan masih tergantung kepada pemerintah
pusat. Pendapatan pemerintah daerah Sulawesi Utara terus meningkat, baik secara jumlah maupun dalam per kapita. Sebagian besar dari pendapatan tersebut merupakan dana perimbangan dari pemerintah pusat. Seiring dengan terus meningkatnya dana perimbangan dari pemerintah pusat, ketergantungan itu semakin jelas terlihat. Sebagai daerah yang mengalami transisi dari sektor pertanian ke arah perdagangan dan jasa, masih banyak potensi-potensi pendapatan yang belum optimal dimanfaatkan. Selain itu, pendapatan per
4
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
kapita pemerintah daerah masih belum merata. Kabupaten kepulauan cenderung memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah di bagian selatan, khususnya daerah-daerah yang baru dimekarkan.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas belanja
pemerintah daerah. Walaupun komposisi belanja secara umum mengalami perbaikan dimana porsi belanja modal terus meningkat, namun komposisi belanja terbesar masih didominasi oleh belanja pegawai. Porsi belanja untuk sektor-sektor yang strategis juga masih relatif kecil. Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor pertanian, perikanan dan kelautan, serta pariwisata masih dibawah 5 persen walaupun sektor-sektor tersebut merupakan sumber penghidupan sebagian besar penduduk, khususnya yang tinggal di kawasan pedesaan.
Kinerja sektor strategis
Secara umum, sektor-sektor strategis (Kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pertanian) memiliki
kinerja yang baik dibandingkan dengan provinsi lain di Kawasan Timur Indonesia. Dalam hal kesehatan dan pendidikan, kinerja tersebut memang sudah dimiliki sejak dulu. Dampak meningkatnya belanja pemerintah daerah secara umum belum memberikan hasil yang optimal walaupun ada kecenderungannya peningkatan kinerja, khususnya dalam hal peningkatan capaian-capaian sektoral.
Kesehatan
Indikator kesehatan di Sulawesi Utara secara garis besar baik. Secara umum dapat dikatakan kondisi Sulawesi Utara lebih baik dari propinsi tetangganya di Sulawesi dan rata-rata nasional. Ini terlihat dari berbagai indikator capaian kesehatan. Yang menjadi tantangan bagi sektor kesehatan adalah distribusi pelayanan diantara Kab/Kota yang memiliki karakteristik berbeda. Untuk daerah perkotaan output dan capaian relatif merata, tetapi di kabupaten yang lebih luas wilayahnya terutama kabupaten kepulauan, capaian sektor kesehatan beragam. Untuk kabupaten kepulauan, akses terhadap tenaga kesehatan seringkali terkendala faktor transportasi dan geografi .
Belanja pemerintah daerah untuk kesehatan meningkat walaupun masih rendah porsinya. Secara riil, belanja kesehatan meningkat dua kali lipat dari tahun 2005-2009. Namun, proporsi belanja kesehatan terhadap total belanja (Provinsi maupun Kab/Kota) mayoritas masih di bawah 10 persen. Belanja kesehatan di tingkat Provinsi sebagian besar dialokasikan untuk belanja pegawai. Pada level kabupaten/kota didominasi oleh belanja pegawai dan belanja modal dengan porsi yang seimbang (49 persen). Belanja kesehatan per kapita di kabupaten kepulauan lebih tinggi dengan daerah lain di Provinsi Sulawesi Utara. Pendidikan
Kualitas capaian pendidikan di Sulawesi Utara merupakan yang tertinggi di Indonesia, seperti yang ditunjukkan oleh indikator-indikator pendidikan seperti angka partisipasi murni sekolah dan tingkat melek huruf. Capaian indikator pendidikan tersebut juga tersebar relatif merata di tiap kab/kota di Sulawesi Utara, tidak hanya terfokus di wilayah perkotaan atau ibukota provinsi saja. Peningkatan kualitas capaian pendidikan cenderung rendah karena capaian yang dimiliki sudah relatif tinggi. Selain itu, ketimpangan indikator pendidikan di Sulawesi Utara relatif kecil, baik antar kab/kota, dari kelompok usia, maupun jenis kelamin. Hal ini merupakan salah satu karakteristik provinsi ini yang telah ada sejak dulu.
Belanja sektor pendidikan di Sulawesi Utara meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun,
dan porsinya rata-rata selalu berada di atas 20 persen. Meski demikian, kenaikan itu juga diikuti oleh
5
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
kenaikan belanja pegawai yang juga mencapai dua kali lipat. Di tingkat kabupaten kota, porsi belanja pendidikan hampir seluruhnya di atas 20 persen, bahkan di 2 kabupaten mencapai 40 persen. Namun ada catatan bahwa ketergantungan Sulawesi Utara terhadap belanja pendidikan dari pusat semakin meningkat, ini ditunjukkan dari meningkatnya dana dekonsentrasi sektor pendidikan setiap tahun. Infrastruktur
Permasalahan utama infrastruktur adalah akses ketersediaan air bersih. Dari tiga infrastruktur dasar, cakupan air bersih merupakan yang terendah dibandingkan akses ke sanitasi dan cakupan listrik. Masih dijumpai ketimpangan antar kabupaten dan antar kelompok pendapatan. Ketimpangan tersebut dapat dijumpai di beberapa kabupaten seperti yang baru terbentuk seperti Minahasa Tenggara, Bolaang Mongondow Utara, dan Kepulauan Sitaro.
Selain akses terhadap air bersih, tantangan infrastruktur berikutnya adalah ketersediaan sarana
transportasi bagi daerah-daerah kepulauan. Ketiga kepulauan di Sulawesi Utara yang juga merupakan daerah terluar memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap angkutan laut, khususnya pelayaran perintis yang sangat terbatas jumlahnya dan sangat rentan terhadap perubahan cuaca. Walaupun jumlah penumpang angkutan laut menurun karena pergeseran moda transportasi ke angkutan udara, angkutan laut tetap masih akan menjadi andalan masyarakat di kepulauan.
Pemerintah daerah menyadari bahwa infrastruktur adalah kebutuhan penting bagi pembangunan
Sulawesi Utara. Hal ini diperlihatkan oleh belanja sektor infrastruktur meningkat empat kali lipat selama lima tahun terakhir. Selain itu, proporsi belanja pemerintah pusat pada belanja infrastruktur di Sulawesi Utara juga meningkat dari tahun ke tahun.
Pertanian
Kinerja komoditas di sektor pertanian masih bervariasi. Produksi padi di Sulawesi Utara meningkat hampir 100 ribu ton (24 persen) dalam waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat lebih tinggi, 161 persen dalam waktu 5 tahun. Produktifi tas lahan jagung meningkat hampir 50 persen sementara produktifi tas lahan padi cenderung stagnan di 4,9 ton per hektar. komoditas perkebunan yang potensial, pala dan kakao menunjukkan peningkatan produksi antara tahun 2005-2008. Produksi cengkeh cenderung fl uktuatif disebabkan siklus panen raya cengkeh yang tidak terjadi setiap tahun. Walaupun produksi kelapa pada tahun 2008 meningkat dibanding tahun 2005, trennya menurun sejak tahun 2006.
Peningkatan belanja pertanian belum dimanfaatkan secara optimal. Belanja pertanian di Sulawesi Utara meningkat lebih dari 2 kali lipat selama kurun waktu 2005-2009, hampir separuhnya berasal dari dana dekonsentrasi pemerintah pusat. Belanja pertanian mengambil proporsi sebesar 6 persen dari total belanja pemerintah daerah, dimana separuhnya dialokasikan untuk belanja pegawai. Secara umum, ada penurunan porsi belanja pegawai yang diikuti oleh peningkatan belanja modal. Namun mayoritas belanja modal ini diperuntukkan untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan.
Pemberdayaan/Pengarusutamaan Gender
Walaupun angka capaian gender cenderung tinggi, namun itu belum dapat memberikan gambaran
keseluruhan tentang gender di Sulawesi Utara. Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan Gender provinsi Sulawesi Utara berada diatas provinsi lain di Sulawesi, bahkan diatas rata-rata nasional. Hal ini seiring dengan kondisi sumber daya manusia Sulawesi Utara yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi. Wawancara dengan para pihak menunjukkan bahwa ada permasalahan
6
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
perdagangan perempuan dan anak di provinsi ini. Namun data jumlah kasus masih sulit untuk didapat, karena minimnya kasus yang terdeteksi atau dilaporkan.
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara masih relatif kecil. Walaupun secara umum permasalahan terkait gender di Sulawesi Utara relatif sedikit, provinsi ini dihadapkan pada permasalahan traffi cking. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan permasalahan terkait gender lainnya, pemerintah provinsi telah mengalokasi anggaran. Namun besarnya anggaran tersebut masih terbatas. Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Utara sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan.
Pembangunan Regional
Sulawesi Utara berpeluang untuk memimpin pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Ada tiga aspek yang memungkinkan Sulawesi Utara untuk berperan lebih besar dalam pembangunan di KTI: (i) lokasi provinsi Sulawesi Utara yang strategis sebagai penghubung dengan kawasan Asia Pasifi k serta penghubung wilayah Maluku dan Papua dengan kawasan Indonesia lainnya; (ii) perekonomian yang sedang dalam transisi dari pertanian ke sektor perdagangan dan jasa; serta (iii) kualitas sumber daya manusia yang lebih kompetitif dibandingkan daerah lain di Kawasan Timur Indonesia.
Namun, peluang-peluang tersebut masih belum optimal dimanfaatkan. Penyebabnya bukan hanya keterbatasan sumber daya dan kapasitas, namun juga karena masih dibutuhkan perencanaan pembangunan daerah yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan provinsi. Walaupun memiliki lokasi yang strategis, perlu dipertimbangkan apakah keunggulan Sulawesi Utara adalah sebagai pusat pertumbuhan atau sebagai daerah penghubung. Pergeseran kegiatan ekonomi dari pertanian ke perdagangan dan jasa juga membutuhkan jenis infrastruktur pendukung yang berbeda.
Agenda Pembangunan
Sulawesi Utara memiliki beberapa keunggulan dan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para
pembuat kebijakan untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada. Keunggulan tersebut berupa potensi sumber daya manusia, posisi geografi s, serta perekonomian yang mulai mengarah pada perdagangan dan jasa. Sementara itu, pemerintah Daerah di Sulawesi Utara masih menghadapi tiga tantangan pembangunan yang utama: (i) meningkatkan kualitas PKD dengan fokus pada kapasitas, area yang bermasalah, dan proses perencanaan dan penganggaran yang lebih efektif; (ii) meningkatkan kualitas anggaran dan pelayanan publik dengan menggeser fokus lebih ke arah peningkatan kualitas pelayanan serta akses/distribusi; serta (iii) strategi pembangunan wilayah yang sesuai dengan karakteristik dan kekuatan provinsi.
Peningkatan Kualitas PKD
Pemerintah Provinsi perlu memfasilitasi proses peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan
daerah di Sulawesi Utara. Pemerintah provinsi serta Sangihe, Minahasa, dan Kotamobagu masing-masing memiliki keunggulan pada satu atau lebih bidang lainnya. Keunggulan tersebut merupakan modal dasar untuk mendorong proses saling-belajar dalam rangka mempersempit kesenjangan kapasitas antar-daerah dalam berbagai bidang terkait PKD.
Memperbaiki mekanisme perencanaan dan penganggaran partisipatif (bottom-up) di tingkat
kabupaten/kota. Mekanisme Musrenbang tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten/kota merupakan
7
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
mekanisme yang tersedia untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran. Namun demikian, kualitas dan efektifi tasnya masih perlu ditingkatkan.
Peningkatan kualitas belanja dan pelayanan publik
Memperbaiki komposisi belanja (spending mix) pemerintah daerah. Masih besarnya porsi belanja pegawai menunjukkan bahwa diperlukannya upaya untuk merasionalisasi jumlah pegawai pemerintah daerah secara bertahap. Hal ini bisa dilaksanakan dengan: (1) pengurangan jumlah pegawai secara alami yaitu melakukan penerimaan pegawai dengan jumlah yang lebih kecil dari jumlah pegawai yang pensiun; (2) melakukan penerimaan pegawai yang berkualitas serta pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas pegawai; dan (3) melakukan realokasi pegawai dari bidang yang kelebihan pegawai ke bagian yang kekurangan untuk mencegah penerimaan pegawai yang tidak diperlukan.
Memperbaiki kualitas dan akses pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan. Hasil pembangunan di Sulawesi Utara di kedua sektor tersebut cukup baik, namun beberapa kebijakan masih perlu prioritaskan seperti : (i) meningkatkan jumlah tenaga kesehatan untuk meningkatkan akses kesehatan penduduk di daerah kepulauan dan daerah pedalaman Sulawesi Utara; (ii) meningkatkan kualitas hasil pendidikan atau lulusan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pembangunan Sulawesi Utara (misalnya melalui revitalisasi pendidikan kejuruan atau pelatihan di bidang pertanian, pariwisata, perdagangan, dan jasa),
Prioritas belanja infrastruktur perlu diarahkan pada peningkatan akses masyarakat miskin terhadap
sanitasi dan penyediaan sarana transportasi bagi daerah kepulauan. Peningkatan belanja sebanyak empat kali lipat dalam lima tahun terakhir menunjukkan adanya komitmen pemerintah daerah terhadap pembangunan infrastruktur. Namun demikian, prioritasnya ke depan perlu diarahkan pada upaya : (i) memperbaiki pelayanan terhadap akses infrastruktur dasar masyarakat berpendapatan rendah, terutama penyediaan air bersih dan akses sanitasi; (iv) mendukung pelayaran perintis, dikarenakan jalur-jalur ini sulit diminati pelayaran swasta.
Meningkatkan dan memperbaiki prioritas belanja pertanian. Salah satu isu krusial di bidang pertanian adalah tingginya resiko gagal panen pada komoditas pertanian seperti padi dan palawija yang rentan akibat perubahan iklim. Pemerintah daerah di Sulawesi Utara harus menyiapkan program pendampingan dan penyadaran petani untuk mengadaptasi perubahan iklim tersebut. Belanja modal untuk pembangunan gedung pemerintahan sepatutnya sudah dikurangi untuk memberi porsi yang lebih besar bagi belanja program-program pendampingan dan penyuluhan pertanian yang dapat berdampak langsung pada kinerja sektoral. Memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan serta sistem pengumpulan data korban kekerasan.
Perhatian masyarakat terhadap fenomena kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Utara sangat tinggi, namun belum disertai sistem pencatatan dan pendataan mengenai korban kekerasan, terutama di Biro Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan). Diperlukan upaya lebih serius untuk memperbaiki sistem pelaporan, pencatatan, dan pendataan agar dapat mempermudah akses para pengguna data dan informasi secara cepat, akurat, dan periodik, untuk penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak.
8
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
Strategi Pembangunan wilayah yang sesuai dengan karakteristik dan kekuatan provinsi
Sulawesi Utara
Meningkatkan belanja pemerintah daerah yang berkaitan langsung dengan pembangunan
ekonomi daerah. Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor-sektor unggulan Sulawesi Utara sangat kecil. Sektor pertanian hanya dialokasikan dana sekitar 3 persen, pariwisata sekitar 0,5 persen, serta perikanan dan kelautan sekitar 1 persen. Oleh sebab itu, perlu dilakukan program-program yang tepat dan efi sien, termasuk pembangunan ketrampilan dan etos kerja pekerja di sektor-sektor tersebut, yang dibiayai secara memadai agar sektor-sektor unggulan tersebut dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat. Kebijakan tersebut juga harus diselaraskan dengan kebijakan industri pertanian untuk menambah nilai tambah produk perkebunan Sulawesi Utara.
Strategi pembangunan wilayah harus sesuai dengan keunggulan kompetitif daerah. Karena lokasinya yang strategis, strategi pembangunan wilayah sebaiknya berfokus pada peran provinsi Sulawesi sebagai daerah penghubung yang menjadi pintu masuk dan keluar arus barang dan jasa dari dan ke Kawasan Timur Indonesia, khususnya wilayah Maluku dan Papua, dan ke wilayah Asia Pasifi k.
Diperlukannya kajian mendalam tentang potensi sumber daya alam dan potensi pajak dan retribusi
di Sulawesi Utara. Dalam kajian tersebut harus dipertimbangkan aspek konektifi tas, yaitu hubungan wilayah antara Sulawesi Utara sebagai sebuah provinsi; Sulawesi Utara sebagai bagian dari Sulawesi; dan Sulawesi Utara sebagai bagian dari Kawasan Timur Indonesia dengan kawasan lain di Indonesia.
10
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Sekilas Provinsi Sulawesi UtaraProvinsi Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi awal yang mengalami Pemekaran. Pada awalnya Provinsi Sulawesi Utara terbentuk melalui Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 1964 dengan Manado sebagai ibukotanya. Hingga awal tahun 2000, wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari lima kabupaten dan tiga kotamadya. Pada tahun 2000, Provinsi Sulawesi Utara dimekarkan menjadi dua provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo berdasarkan UU Nomor 38 tahun 2000 dengan ibukota masing-masing adalah Kota Manado dan Kota Gorontalo. Sejak itu, beberapa kabupaten di Sulawesi Utara mengalami pemekaran. Pada tahun 2010, Provinsi Sulawesi Utara memiliki empat kota yaitu Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, dan Kotamobagu, sebelas Kabupaten yaitu Minahasa, Minahasa Utara, Talaud, Sitaro, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Sangihe, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, Bolaang Mongondow Selatan, dan Bolaang Mongondow Timur.
Gambar 1.1 Provinsi Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis
Luas Wilayah 15.359 km2 (BPS, 2009)
Populasi 2.228.856 (BPS, 2009)
Angka kemiskinan 9,79 persen (BPS, 2009)
PDRB per kapita (konstan tahun dasar 2000) Rp 6.987.000 (BPS, 2009)
Jumlah Kabupaten/Kota 11 Kabupaten, 4 kota (BPS, 2009)
11
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi perbatasan. Provinsi Sulawesi Utara terletak antara 0°15’ – 5°34’ Lintang Utara dan antara 123°07’ – 127°10’ Bujur Timur. Di Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi, Filipina,dan Laut Pasifi k dan di Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini. Di sebelah timur berbatasan dengan Laut Maluku dan di sebelah barat dengan Provinsi Gorontalo.Luas wilayah provinsi adalah 15.273 km2. Bolaang Mongondow merupakan kabupaten terluas dengan luas wilayah 3.547km2 atau 23 persen dari seluruh wilayah Sulawesi Utara dan Kota Manado memiliki wilayah terkecil dengan hanya 1 persen.Sebagai sebuah provinsi perbatasan, Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis sebagai penghubung ke Asia Pasifi k dan kawasan Maluku serta Papua.
Gambar 1.2 Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain
1999
PD
RB
Ta
hu
n 1
99
9
PD
RB
Ta
hu
n 2
00
8
Sumber: Database PEA Sulawesi UtaraCatatan: Angka kemiskinan (BPS, 2009); PDRB per kapita (BPS, 2008); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuan-gan, 2008)
Sulawesi Utara telah berkembang dalam 10 tahun terakhir seiring dengan provinsi lain pasca
desentralisasi. Dalam kurun waktu tersebut, perekonomian Sulawesi Utara berkembang dua kali lipat dan belanja pemerintah daerah meningkat hampir sepuluh kali lipat. Peningkatan belanja pemerintah daerah merupakan karakteristik umum daerah paska desentralisasi fi skal. Pada tahun 2009, wlaupun tingkat pendapatan per kapita masih dibawah rata-rata provinsi secara nasional, namun tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara lebih kecil dibanding tingkat kemiskinan nasional. Walaupun hal ini juga dipengaruhi oleh berpisahnya Provinsi Gorontalo – yang dulu merupakan bagian dari Sulawesi Utara sebagai Kabupaten Gorontalo – peningkatan kinerja ini disebabkan juga oleh kemajuan-kemajuan yang dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Utara. Akibatnya, Sulawesi Utara sering disebut sebagai salah satu provinsi yang paling berkembang dan maju di Kawasan Timur Indonesia.
Kecuali kota Manado, tingkat kemiskinan di berbagai kabupaten/kota di Sulawesi Utara menunjukkan
penurunan dalam 5 tahun terakhir. Meskipun dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sulawesi Utara, Minahasa Tenggara merupakan daerah yang berhasil menurunkan tingkat kemiskinan diatas rata-rata daerah lainnya (turun hampir 5 basis poin dalam 5 tahun terakhir). Kota Manado merupakan satu-satunya daerah yang justru menunjukkan kenaikan tingkat kemiskinan dalam 5 tahun terakhir. Di lihat dari distribusi penduduk miskin, sebagian besar penduduk miskin berada di daerah dengan tingkat kemiskinan yang sedang dan rendah, dengan besaran penurunan tingkat kemiskinan yang tidak terlalu berarti (bahkan meningkat) seperti Bolmong, Kota Manado, Minahasa, dan Minahasa Selatan. Hal ini menggambarkan pentingnya upaya untuk memberi perhatian tidak hanya pada daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, tapi juga pada daerah dengan jumlah penduduk miskin yang tinggi.
12
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Gambar 1.3 Hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara mengalami penurunan angka
kemiskinan dalam kurun waktu 2005-2009
Sumber : Badan Pusat Statistik
Gambar 1.4 Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara
Sumber: Database PEA Sulawesi UtaraCatatan: Angka kemiskinan Kabupaten Kota ditunjukkan oleh ukuran lingkaran dan angka didalamnya.
Tantangan pembangunan yang dihadapi oleh Sulawesi Utara adalah distribusi pembangunan yang
belum berimbang. Seperti di provinsi-provinsi lain di Indonesia, pembangunan belum merata terlihat di antara Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara. Daerah yang memiliki akses lebih baik terhadap kegiatan perekonomian berkembang jauh lebih cepat dibandingkan daerah yang terbatas aksesnya. Kota Manado dan Kota Bitung adalah dua kota yang paling maju di Sulawesi Utara dengan kegiatan ekonominya dan pelabuhannya. Kota Manado memiliki PDRB Per Kapita lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan Kota
13
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Kotamobagu walaupun angka kemiskinan di kedua kota tersebut adalah yang terendah di tahun 2009. Selain kedua kota tersebut, Kabupaten/Kota lainnya bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu Kabupaten/Kota yang memiliki belanja pemerintah daerah per kapita yang tinggi dan yang rendah. Belanja per kapita yang tinggi umumnya karena daerah tersebut memiliki angka kemiskinan yang relatif tinggi.
1.2 Kondisi Demografi , Tenaga Kerja, dan Kemiskinan
Pertumbuhan penduduk Provinsi Sulawesi Utara tergolong rendah. Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara adalah 2,2 juta di tahun 2009 dengan pertumbuhan penduduk sekitar 0,7 persen pertahun sejak tahun 2004. Tingkat pertumbuhan penduduk ini masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penduduk nasional yang sebesar 1,3 persen.
Penduduk Provinsi Sulawesi Utara terkonsentrasi di Kota Manado. Daerah di Sulawesi Utara yang memiliki jumlah penduduk terbesar pada tahun 2009 adalah Kota Manado, yaitu sebanyak 435 ribu jiwa atau 20 persen dari penduduk total Sulawesi Utara. Sebaliknya, daerah yang memiliki jumlah penduduk terkecil adalah Bolaang Mongondow Selatan yang hanya 2 persen dari penduduk total Sulawesi Utara (Tabel 1.1). Dikaitkan dengan luas wilayah yang ada, terlihat adanya ketimpangan penyebaran penduduk di Sulawesi Utara di mana penduduk Kota Manado yang merupakan 20 persen jumlah penduduk Sulawesi Utara hanya mendiami 1 persen luas wilayah Sulawesi Utara. Di sisi lain, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan yang memiliki penduduk sebesar 2 persen, mendiami 12 persen wilayah provinsi.
Tabel 1.1 Penduduk Sulawesi Utara terkonsentrasi di wilayah-wilayah perkotaan
No. Nama Kabupaten/KotaTahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009
01. Bolaang Mongondow 463.145 474.908 485.222 298.271 302.393 196.263
02. Minahasa 834.640 288.539 293.081 296.142 298.179 300.226
03. Kepulauan Sangihe 193.110 191.102 191.631 130.129 130.290 130.449
04. Kepulauan Talaud 78.944 74.512 74.660 74.786 74.892 74.997
05. Minahasa Selatan n.a 275.997 276.928 182.017 182.292 182.818
06. Minahasa Utara n.a 165.758 170.340 172.690 174.455 176.480
07. Bolaang Mongondow Utara n.a n.a n.a 79.042 80.134 80.508
08. Kepulauan Sitaro n.a n.a n.a 61.576 61.652 61.781
09. Minahasa Tenggara n.a n.a n.a 95.002 95.145 95.525
10. Bolaang Mongondow Selatan n.a n.a n.a n.a n.a 52.122
11. Bolaang Mongondow Timur n.a n.a n.a n.a n.a 59.401
71 Manado 416.771 405.715 417.654 424.111 429.149 434.845
72 Bitung 167.625 163.837 169.243 174.003 178.266 180.618
73 Tomohon n.a 80.649 81.882 82.684 83.200 83.718
74 Kotamobagu n.a n.a n.a 116.357 117.965 119.105
Sulawesi Utara 2.154.234 2.121.017 2.160.641 2.186.810 2.208.012 2.228.856Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
14
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Penduduk produktif Sulawesi Utara terus meningkat. Jumlah tenaga kerja di Sulawesi Utara meningkat dari tahun ke tahun. Pada Februari 2006 tenaga kerja di seluruh sektor ekonomi sebanyak 855 ribu orang, meningkat menjadi 962 ribu orang pada Februari 2010 atau meningkat rata-rata 1,5 persen per semester (Tabel 1.2). Ini didukung dengan struktur usia Sulawesi Utara yang berbentuk piramida. Kelompok umur 5-9 tahun merupakan kelompok umur terbanyak dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Secara umum juga penduduk perempuan lebih banyak dari pada laki-laki.
Sebagian besar tenaga kerja diserap oleh sektor pertanian1 walaupun cenderung menurun dalam
beberapa tahun terakhir. Sebagian besar tenaga kerja tersebut berada pada sub-sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Pada bulan februari 2006, 47 persen tenaga kerja bekerja di sektor tersebut. Namun, tenaga kerja di sektor tersebut cenderung menurun dengan rata-rata 2 persen per semester. Pada Februari 2010, tenaga kerja yang bekerja untuk sektor pertanian turun menjadi 37 persen. Di lain pihak, penurunan porsi tenaga kerja di sektor pertanian menimbulkan kenaikan di sektor-sektor lainnya. Kenaikan yang terbesar terlihat di sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami peningkatan sebesar 26 persen per semester (Tabel 1.2)
Tabel 1.2 Tenaga Kerja Menurut Sektor Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2006 –Februari 2010
Sektor Ekonomi 2006 2007 2008 2009 2010
Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan
403.179 341.347 378.631 373.329 363.771 362.615 386.873 345.595 332.981
Pertambangan dan Penggalian
4.756 10.402 18.229 8.703 14.806 12.804 19.048 18.301 31.052
Industri Pengolahan
49.813 42.273 65.290 44.497 61.270 43.846 57.094 57.520 57.452
Listrik, Gas, dan Air Minum
3.123 3.888 2.872 1.338 3.223 3.915 4.312 4.048 4.747
Konstruksi 40.168 65.268 54.819 61.209 56.406 67.121 53.091 68.843 57.296
Perdagangan, Hotel dan Restoran
154.952 131.614 174.127 164.718 144.155 163.693 175.012 173.432 178.341
Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi
73.350 111.385 89.220 86.287 136.047 90.561 102.115 93.012 97.458
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan
12.254 12.021 12.900 15.627 10.127 13.850 14.496 16.546 19.300
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
113.705 110.352 148.547 152.795 127.558 153.757 150.586 162.876 183.021
Total 855.300 828.550 944.635 908.503 917.363 912.198 962.627 940.173 961.648
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
1 Sektor pertanian mencakup sub-sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.
15
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Gambar 1.5 Walaupun tingkat pengangguran menurun, namun masih relatif tinggi
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
Tidak ada preferensi khusus antara berwirausaha atau bekerja kepada orang lain. Sebanyak 31 persen penduduk Sulawesi Utara memiliki usaha sendiri sedangkan yang bekerja untuk orang lain adalah 30 persen. Di daerah perkotaan, sebagian besar bekerja untuk orang lain (45 persen) sedangkan yang memiliki usaha sendiri sebesar 31 persen. Di daerah rural lebih banyak penduduk yang memiliki usaha sendiri (30 persen) dibandingkan yang bekerja dengan orang lain (21 persen). Apabila dilihat dari aspek gender, laki-laki tidak memiliki kecenderungan untuk berwirausaha dimana 31 persen dari populasi memiliki usaha sendiri, dibandingkan penduduk yang merupakan pekerja (29 persen). Namun, bagi perempuan, ada kecenderungan untuk menjadi pekerja (35 persen) dibandingkan dengan wirausaha (29 persen). Hal ini bisa dilihat dari dua sudut pandang, yang pertama, secara budaya perempuan memang terbatas kesempatan untuk berwirausaha karena harus bertanggung jawab mengurus keluarga, dan yang kedua, ada keterbatasan akses perempuan terhadap sumber-sumber pembiayaan yang dibutuhkan dalam berwirausaha.
Tingkat pengangguran di Sulawesi Utara cenderung berkurang namun masih tergolong tinggi.
Tingkat pengangguran di Sulawesi Utara cenderung menurun selama periode 2006-2009. Pada tahun 2006, tingkat pengangguran terbuka Sulawesi Utara sebesar 13,7 persen dan menurun menjadi 10,6 persen pada tahun 2009. Namun demikian, tingkat pengangguran tersebut relatif lebih tinggi dibanding Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nasional (gambar 1.3).
Tabel 1.3 Pengangguran terbanyak terdapat di Kota Manado
No. Kabupaten/Kota 2007 2008 2009
1 Kabupaten Bolaang Mongondow 8,06 5,16 6,95
2 Kabupaten Minahasa 11,46 10,49 9,45
3 Kabupaten Sangihe 12,16 13,32 10,68
4 Kabupaten Talaud 9,17 9,71 9,64
5 Kabupaten Minahasa Selatan 9,34 9,54 9,30
6 Kabupaten Minahasa Utara 13,68 13,20 11,95
7 Kabupaten Bolaang Mongondow Utara - 7,47 7,77
8 Kabupaten Sitaro - 8,46 6,20
9 Kabupaten Minahasa Tenggara - 7,26 7,08
10 Kota Manado 13,68 14,97 15,38
11 Kota Bitung 13,85 12,91 11,86
12 Kota Tomohon 9,84 8,45 10,29
13 Kota Kotamobagu - 9,13 9,42 Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
16
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Tingginya pengangguran juga dipengaruhi oleh faktor-faktor selain keterbatasan lapangan
pekerjaan. Pada tingkat Kabupaten/Kota, angka pengangguran tertinggi adalah Kota Manado dengan 15persen di tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran lapangan pekerjaan dari pertanian ke sektor lain seiring dengan menurunnya tenaga kerja yang berlibat di sektor pertanian. Hal ini merupakan salah satu ciri dari perubahan struktur perekonomian (structural change) yang terjadi dimana ada perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor manufaktur atau produksi. Selain itu, tingginya angka pengangguran di Kota Manado juga disebabkan oleh meningkatnya arus urbanisasi dan juga migrasi penduduk dari provinsi lain yang tertarik dengan perkembangan ekonomi yang tercermin oleh standar Upah Minimum Provinsi (UMP) dan standar kesejahteraan yang relatif lebih tinggi.
Tingginya pengangguran di Sulawesi Utara tidak dipengaruhi oleh kemiskinan. Berbagai kajian memperlihatkan adanya hubungan positif antara tingkat pengangguran dan kemiskinan, dimana daerah yang miskin cenderung memiliki angka pengangguran yang besar. Namun tidak demikian di Provinsi Sulawesi Utara. Walaupun memiliki angka pengangguran yang relatif tinggi dibandingkan provinsi lain, angka kemiskinan Sulawesi Utara adalah yang paling rendah (gambar 1.6). Di tahun 2006, tingkat kemiskinan Sulawesi Utara sebesar 10,8 persen dan menurun menjadi 9,8 persen di tahun 2009. Tingkat kemiskinan provinsi ini lebih rendah dibandingkan dengan Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nasional. Sebaliknya, tingkat pengangguran Sulawesi Utara lebih tinggi dibandingkan dengan dua provinsi lainnya dan nasional.
Fenomena rendahnya tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara tidak terlepas dari disebabkan oleh
rendahnya ketergantungan provinsi terhadap pertanian. Porsi tenaga kerja di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan di Sulawesi Utara relatif lebih rendah dibanding Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Sektor ini pada umumnya memiliki tingkat pengangguran tersembunyi2 yang tinggi. Data Badan Pusat Statistik masing-masing provinsi memperlihatkan bahwa pada Februari 2009, porsi tenaga kerja Sulawesi Utara di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan sebesar 35 persen. Di lain pihak, porsi tenaga kerja sektor tersebut di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah jauh lebih tinggi, yaitu 51 persen dan 68 persen.
Gambar 1.6 Kemiskinan di Sulawesi Utara tergolong yang paling rendah dibandingkan Provinsi lain
di Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
2 Tenaga kerja yang dianggap tidak menganggur namun sesungguhnya tidak menggunakan waktu kerja secara optimal sehingga pendapatan yang diperoleh sangat terbatas
17
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
1.3 Perekonomian Sulawesi UtaraSulawesi Utara mengalami peningkatan PDRB yang stabil. Dalam 8 tahun terakhir secara riil PDRB Sulawesi Utara sebesar 53 persen atau 5,1 persen pertahun. Data juga menunjukkan kalau pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara mengalami percepatan dari sekitar 4 persen di tahun 2002 menjadi hampir 7,9 persen di tahun 2009. Perbaikan dalam pertumbuhan ekonomi ini terutama disumbangkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang pada periode 2001-2009 tumbuh rata-rata sebesar 7,4 persen, sektor bangunan yang tumbuh rata-rata sebesar 7 persen, dan sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh rata-rata sebesar 7,7 persen.
Pertumbuhan sektor pertanian sebagai kontributor terbesar PDRB Sulawesi Utara tergolong rendah. Pertumbuhannya secara rata-rata adalah 4,1 persen untuk kurun waktu yang 2001-2009. Pertumbuhan sektor pertanian berhubungan dengan peningkatan produktivitas sektoral, dalam hal ini ekstensifi kasi atau intensifi kasi pertanian. Situasi ini menjadi tantangan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk memikirkan strategi bagi sektor pertanian bisa memberikan kontribusi yang lebih besar lagi bagi perekonomian Sulawesi Utara, misalnya dengan meningkatkan nilai tambah komoditas sektor pertanian. Upaya pengembangan sektor pertanian tidak terbatas pada peningkatan hasil produksi, melainkan juga pada pemasarannya. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi untuk memperkuat pemicu dari sisi permintaan sehingga hasil produksi dapat terserap yang pada gilirannya akan mendorong semangat petani dan nelayan untuk meningkatkan kegiatan produksi mereka. Pemicu untuk meningkatkan permintaan hasil produksi sektor tersebut di antaranya pariwisata dan perdagangan antar pulau maupun ekspor.
Gambar 1.7 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara terus meningkat
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
Pertumbuhan yang rendah pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan
perikanan telah menyebabkan terjadinya pergeseran tenaga kerja sektor tersebut ke sektor-
sektor ekonomi yang lain. Kondisi ini juga menyebabkan terjadi penurunan kontribusi sektor tersebut dalam PDRB sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1.8 Pada tahun 2001, kontribusi sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan terhadap PDRB Sulawesi Utara sebesar 21,3 persen dan menurun menjadi 19,3 persen pada 2009 atau mengalami penurunan rata-rata 1,2 persen per tahun. Terjadinya penurunan kontribusi terhadap PDRB, rendahnya tingkat petumbuhan, dan migrasi tenaga kerja ke sektor ekonomi yang lain, mengindikasi perlunya strategi dan program pembenahan yang tepat. Upaya tersebut perlu dilakukan karena lebih dari sepertiga tenaga kerja di Sulawesi Utara masih berada di sektor ini.
18
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Gambar 1.8 Sektor pertanian masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian
Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
Sulawesi Utara merupakan salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia Timur. PDRB riil per kapita Sulawesi Utara relatif lebih tinggi dibanding Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, serta rata-rata provinsi di Pulau Sulawesi. Namun, nilai per kapita tersebut masih lebih rendah dibanding PDB Nasional. Ini mengindikasikan, bahwa kinerja perekonomian Sulawesi Utara masih di bawah rata-rata nasional. PDRB riil per kapita Sulawesi Utara pada 2009 sebesar Rp 7,0 juta, sebaliknya PDB Nasional sebesar Rp 9,1juta.
Gambar 1.9 PDRB riil per kapita Sulawesi Utara masih yang tertinggi dibanding dengan provinsi lain
di Sulawesi
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia
Subsektor bangunan, perdagangan, dan pengangkutan merupakan subsektor yang berkinerja
tinggi. Pemetaan potensi ekonomi sub sektoral Sulawesi Utara dilakukan dengan menggunakan tingkat pertumbuhan rata-rata dan kontribusi terhadap PDRB riil total dari tiap sub sektor ekonomi selama kurun waktu 2005-2009. Hasil pemetaan tersebut memperlihatkan, bahwa sub sektor bangunan, perdagangan besar dan eceran, serta pengangkutan yang berada pada kuadran II merupakan beberapa sub sektor ”bintang” yang memberikan sumbangsih besar terhadap PDRB riil Sulawesi Utara. Di sisi lain, sub-sub sektor yang ditekuni kebanyakan masyarakat Sulawesi Utara, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan,
19
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
perkebunan, dan perikanan masih berada di kuadran III, yaitu memiliki kontribusi relatif besar terhadap PDRB namun pertumbuhannya rendah. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara ke tingkat lebih tinggi, sub-sub sektor ini perlu lebih diberdayakan lewat suatu kesatuan dengan agro-industry.
Gambar 1.10 Sub-sektor bangunan, perdagangan besar dan kecil, serta pengangkutan memberikan
kontribusi yang besar terhadap PDRB dan pertumbuhan
Kontribusi terhadap PDRB Total (%)
Pe
rtu
mb
uh
an
Ek
on
om
i (%
)
Rendah Tinggi6,86
Ting
gi
Kuadran I Kuadran II
Penggalian (3,78:7,74) Bangunan (15,98:7,29)Listrik (0,60:10,80) Perdagangan Besar & Eceran (12,22:8,46)Hotel (1,52:16,47) Pengangkutan (10,62:9,23)Restoran (1,44:6,86) Komunikasi (1,40:13,64) Bank (3,33:7,55) Lembaga Keuangan tanpa Bank (0,34:8,77) Jasa Perusahaan (0,86:8,87)
Rend
ah
Kuadran IV Kuadran III
Peternakan dan Hasil-hasilnya (2,06:6,67) Perikanan (4,50:4,60)Kehutanan (0,32:-0,59) Industri Tanpa Migas (7,82:6,18)Pertambangan tanpa Migas (1,3:-0,28) Tanaman Bahan Makanan (6,36:4,99)Air Bersih (0,16:4,52) Tanaman Perkebunan (7,61:2,85)Sewa Bangunan (2,04:6,09) Pemerintahan Umum (10,02:3,49) Swasta (4,71:6,79)
4,50 Sumber: Diolah dari Data Badan Pusat Statistik Sulawesi UtaraKeterangan: Angka pertama dalam kurung adalah kontribusi terhadap PDRB (%), angka kedua adalah pertumbuhan ekonomi (%)
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara melampaui pertumbuhan rata-rata nasional. Ditahun 2006, pertumbuhannya masih dibawah rata-rata nasional dan daerah lain di Sulawesi. Namun di tahun-tahun berikutnya, Sulawesi Utara berusaha mengejar ketertinggalannya. Pada tahun 2009, capaian pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara mengalami peningkatan menjadi 7,9 persen. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada beberapa tahun terakhir terutama dipicu oleh peningkatankualitas infrastruktur dasar dari pemerintah dan infrastruktur perdagangan dari kalangan swasta. Peningkatan kualitas infrastruktur tersebut merupakan dampak dari pemekaran wilayah administrasi pemerintahan dan penyelenggaran perlehatan internasional di bulan Mei 2009, yakni World Ocean Conference (WOC) dan Coral Initiative Triangle (CTI) di Sulawesi Utara.
Namun masih ada tantangan infrastruktur lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Peningkatan kualitas infrastruktur dasar dan perdagangan yang menjadi modal utama untuk pembangunan ekonomi Sulawesi Utara karena menjadi daya tarik investasi Sulawesi Utara di masa mendatang. Namun demikian, tantangan terbesar dalam pembangunan infrastruktur adalah penyediaan listrik secara memadai untuk mengantisipasi peningkatan investasi di masa mendatang. Tantangan lainnya muncul sebagai konsekuensi Sulawesi Utara sebagai provinsi kepulauan, yaitu pembangunan infrastruktur di pulau terpencil yang sulit untuk memperoleh skala keekonomian yang diharapkan.
20
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Gambar 1.11 Sejak tahun 2005, Sulawesi Utara telah berusaha mengejar ketertinggalan tingkat
pertumbuhan dengan provinsi-provinsi lain di Sulawesi
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia
Dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, tingkat infl asi masih relatif terkendali. Pada periode 2006-2009, tingkat infl asi Sulawesi Utara relatif lebih rendah dibanding Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan nasional, kecuali untuk tahun 2007. Secara rata-rata, tingkat infl asi Sulawesi Utara selama empat tahun tersebut tercatat 6,8 persen, sedangkan Sulawesi Tengah sebesar 8,2 persen, Sulawesi Selatan sebesar 7,0 persen, dan nasional sebesar 6,8 persen (gambar 1.12). Relatif rendahnya infl asi di Manado mengindikasikan adanya kestabilan harga yang relatif lebih baik dibanding dua kota lainnya, dan bahkan nasional. Kestabilan harga dalam bebarapa tahun terakhir terutama disebabkan semakin banyaknya pelaku bisnis dalam bidang perdagangan di Sulawesi Utara yang memicu persaingan harga sehingga harga bisa terkendali. Selain itu, perbaikan dan penambahan infrastruktur perhubungan telah memperlancar distribusi barang dan jasa. Rendahnya infl asi di Sulawesi Utara menyebabkan infl asi tidak terlalu mempengaruhi daya beli masyarakat setempat. Namun, tantangan dihadapi oleh Sulawesi Utara di masa depan adalah bagaimana menekan harga barang dan jasa di wilayah kepulauan terkait masih adanya masalah infrastruktur perhubungan di daerah-daerah terpencil.
Gambar 1.12 Tingkat harga di Manado cenderung lebih rendah dibandingkan dengan harga di kota
besar lainnya di Sulawesi
5,09
10,13 9,71
2,31
6,60 6,59
11,06
2,78
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
Manado
Palu
Makassar
Nasional
2006 2007 2008 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
21
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
1.4 Keunggulan Kompetitif Sulawesi Utara di Kawasan Timur Indonesia
Perkembangan yang Sulawesi Utara yang pesat disebabkan oleh keunggulan kompetitif yang dimilikinya:
1. Sulawesi Utara memiliki nilai IPM paling tinggi di antara seluruh provinsi yang ada di kawasan timur Indonesia sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1.5 dan juga menduduki peringkat kedua secara nasional setelah DKI Jakarta. Nilai IPM provinsi terus mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir di mana pada tahun 2008 tercatat sebesar 75,2. Tingginya nilai IPM mengindikasikan bahwa Sulawesi Utara memiliki sumber daya manusia relatif lebih baik sehingga menunjang kegiatan pembangunan di Sulawesi Utara.
Tabel 1.4 Sulawesi Utara memiliki angka IPM yang tertinggi di Kawasan Indonesia Timur
Provinsi 2004 2005 2006 2007 2008
Sulawesi Utara 73,40 74,21 74,37 74,68 75,16
Sulawesi Tenggara 66,70 67,52 67,80 68,32 69,00
Sulawesi Tengah 67,30 68,47 68,85 69,34 70,09
Sulawesi Selatan 67,80 68,06 68,81 69,62 70,22
Sulawesi Barat 64,40 65,72 67,06 67,72 68,55
Papua 60,90 62,08 62,75 63,41 64,00
Maluku Utara 66,40 66,95 67,51 67,82 68,18
Maluku 69,00 69,24 69,69 69,96 70,38
Irian Jaya Barat 63,70 64,83 66,08 67,28 67,95
Gorontalo 65,40 67,46 68,01 68,83 69,29
Indonesia 68,70 69,57 70,10 70,59 71,17
Sumber: Badan Pusat Statistik
2. Posisi geografi s Sulawesi Utara yang sangat strategis, yaitu: (a) berada di tengah antara Indonesia dan Australia dengan negara-negara di kawasan Pasifi k; dan (b) merupakan provinsi perbatasan terdepan Indonesia dengan negara-negara di Asia Pasifi k. Dengan posisi strategis ini, Sulawesi Utara dapat menjadi: (a) pusat hubungan transportasi Indonesia dan Australia di sebelah selatan dengan negara-negara maju di Asia Pasifi k di utara; dan (b) menjadi ”Pintu Gerbang Indonesia Ke Asia Pasifi k”.
3. Sulawesi Utara memiliki pelabuhan alam yang memiliki laut yang dalamdan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi International Hub Port (IHP) untuk mendukung perekonomian kawasan timur Indonesia dan Indonesia secara keseluruhan.
4. Kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi di Sulawesi Utara tidak memperlihatkan diskriminasi gender sebab semangat kesetaraan dalam budaya dominan setempat, bahkan beberapa pemimpin daerah di Sulawesi Utara datang dari kaum wanita. Selain itu, Sulawesi Utara merupakan provinsi pertama di Indonesia yang menetapkan Peraturan Daerah Anti Perdagangan Wanita.
24
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
2.1 Pendahuluan Analisa pengelolaan keuangan daerah didasarkan pada hasil penilaian PKD. Pengelolaan keuangan daerah (PKD) merupakan serangkaian proses mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, sampai evaluasi dan pertanggungjawaban keuangan. Penilaian kapasitas PKD bertujuan untuk melihat sejauh mana PKD di Provinsi Sulawesi Utara sesuai dengan mandat peraturan perundangan yang berlaku atau mengarah pada praktek terbaik pengelolaan keuangan publik. Penilaian PKD di Sulawesi Utara dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010 meliputi 1 pemerintah provinsi dan 11 pemerintah kab/kota. Alat penilaian yang digunakan adalah alat yang dikembangkan oleh Departemen Dalam Negeri dan Bank Dunia berupa penilaian balance scorecard pada 9 bidang strategis PKD, yakni kerangka peraturan perundangan daerah; perencanaan & penganggaran; pengelolaan kas; pengadaan barang/jasa; akuntansi & pelaporan; pengawasan internal; hutang & investasi publik; pengelolaan asset; serta audit & pengawasan eksternal.
Secara umum kapasitas PKD Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara sudah baik, namun masih perlu
ditingkatkan. Sebagian besar pemerintah daerah memiliki kapasitas PKD yang cukup diatas 60 persen. Pencapaian kinerja tertinggi diperoleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Sangihe, sementara terendah diperoleh Kabupaten Minahasa Utara dan Talaud. Meskipun kinerja PKD cukup baik, namun nilai berdasarkan masing-masing bidang menunjukkan adanya variasi. Secara rata-rata, pemerintah kabupaten/kota masih perlu meningkatkan kinerjanya terutama pada bidang kerangka peraturan daerah, pengelolaan aset, serta pengelolaan hutang dan investasi publik.
Gambar 2.1 Skor PKD Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010 Catatan: Panjang batang dalam diagram pada masing-masing bidang hanya untuk keperluan ilustrasi (belum menunjukkan nilai sebenarnya); Angka persentase pada ujung gambar batang adalah skor total kapasitas PKD.
Pemerintah Provinsi memiliki nilai lebih tinggi dari rata-rata kabupaten/kota pada hampir seluruh
bidang PKD. Sebagaimana terlihat pada table 2.1, hanya pada bidang audit dan pengawasan eksternal pemerintah provinsi memiliki nilai yang lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota. Meskipun masih terdapat beberapa indikator yang belum terpenuhi, Pemerintah Provinsi telah berhasil mencapai kapasitas sangat baik (> 80 persen) pada bidang pengelolaan kas, akuntansi dan pelaporan, serta pengelolaan
25
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
hutang dan investasi. Namun, Pemerintah Provinsi memiliki tantangan pengembangan kapasitas untuk mempersempit kesenjangan kinerja PKD antar kabupaten/kota.
Beberapa kabupaten/kota sudah bisa dijadikan sebagai contoh baik (good practices) untuk daerah
lainnya pada bidang-bidang tertentu. Kabupaten Sangihe memperoleh nilai yang paling tinggi diantara 12 pemerintah daerah yang di survey pada bidang peraturan perundangan daerah, pengadaan barang dan jasa, pengelolaan aset, serta audit dan pengawasan eksternal. Sementara itu, dibanding daerah lainnya, Kabupaten Minahasa memperoleh skor kinerja tertinggi pada bidang perencanaan dan penganggaran, dan Kota Kotamobagu pada bidang pengawasan internal. Meskipun masih terdapat beberapa indikator yang belum terpenuhi, ketiga kabupaten/kota diatas (bersama pemerintah provinsi) dapat dijadikan contoh bagi kabupaten/kota dalam beberapa bidang-bidang PKD.
Tabel 2.1 Skor Kapasitas PKD antar Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara Berdasarkan Bidang
Strategis. 2010
Pemerintah
Daerah
Kode Bidang Strategis PKD (%) Skor
PKD1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bitung 70 72 72 61 71 72 71 47 69 67
Bolmong 58 39 88 66 46 63 67 58 61 61
Kotamobagu 18 64 81 66 73 84 43 53 61 60
Manado 42 76 87 66 81 56 22 83 69 65
Minahasa Utara 53 65 78 42 46 69 50 56 56 57
Sangihe 70 66 71 81 58 53 80 89 81 72
Talaud 53 53 62 67 81 53 57 28 75 59
Minahasa 68 83 77 66 65 63 83 43 74 69
Minahasa Selatan 63 82 65 67 69 78 67 59 75 69
Tomohon 53 41 73 61 77 75 50 53 66 61
Sitaro 53 71 76 66 63 81 40 69 44 63
Rata-rata Kab./Kota 55 65 75 64 66 68 57 58 66 64
Provinsi Sulawesi Utara 63 68 94 80 92 78 90 78 63 78
Keterangan Kode Bidang Strategis PKD:
1 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah 4 Pengadaan 7 Hutang & Investasi Publik
2 Perencanaan & Penganggaran 5 Akuntansi & Pelaporan 8 Pengelolaan Aset
3 Pengelolaan Kas 6 Pengawasan Intern 9 Audit & Pengawasan EksternalSumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010
2.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah Otonomi daerah menuntut daerah untuk menyusun kerangka hukum yang memadai untuk
melandasi pengelolaan keuangannya. Penilaian atas bidang peraturan perundangan daerah didasarkan pada tiga sasaran : (i) adanya kerangka peraturan perundangan daerah terkait pengelolaan keuangan sesuai dengan mandat peraturan perundangan nasional; (ii) adanya organisasi yang efektif; dan (iii) adanya kerangka hukum untuk melaksanakan prinsip transparansi dan partisipasi.
26
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Bidang peraturan perundangan daerah merupakan bidang dengan skor paling rendah. Baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, nilai bidang peraturan perundangan daerah menempati urutan paling rendah dengan kesenjangan kapasitas tertinggi (70 persen vs 18 persen). Rendahnya kinerja dalam bidang ini antara lain disebabkan oleh belum terpenuhinya beberapa indikator oleh sebagian besar daerah, seperti : Perda tentang Penanaman Modal Daerah; Perda tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD); Perkada tentang Standar Biaya (SB) dan Analisa Standar Belanja (ASB); serta kerangka hukum terkait transparansi dan partisipasi.
Meskipun kinerja bidang peraturan perundangan belum baik, terdapat beberapa perkembangan
yang cukup menggembirakan. Beberapa kemajuan positif tersebut antara lain : (i) telah disahkannya RPJMD pada seluruh pemda (100 persen) yang disurvei; (ii) lebih dari 90 persen pemda juga telah menyusun KUA/PPA serta mengesahkan APBD secara tepat waktu setiap tahunnya; dan (iii) Sebanyak 80 persen pemda juga sudah mengesahkan Perda tentang Pokok-Pokok Keuangan Daerah. Selain itu, 7 dari 12 daerah sudah melakukan penggabungan menyeluruh organisasi keuangan daerah kedalam satu organisasi yang terpadu (terdiri dari bagian pendapatan, anggaran, akuntansi & pelaporan, aset daerah, dan bendahara). Sementara itu, 2 daerah baru mengintegrasikan secara parsial, dan 3 daerah (yakni Manado, Minahasa Selatan, dan Provinsi Sulawesi Utara) samasekali belum melakukan upaya penggabungan organisasi.
Gambar 2.2 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Peraturan Perundangan
Daerah
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010
2.3 Perencanaan dan Penganggaran Kesenjangan kapasitas antar-daerah dalam bidang Perencanaan dan Penganggaran masih tinggi.
Bidang perencanaan dan penganggaran menyoroti tiga hal: (i) tersusunnya perencanaan dan penganggaran multi-tahun; (ii) target anggaran yang layak dan berdasarkan proses penyusunan anggaran yang realistis; dan (iii) sistem pemantauan dan evaluasi partisipatif dalam proses perencanaan dan penganggaran. Minahasa dan Minahasa Selatan memiliki kinerja tertinggi dengan kinerja yang bisa dianggap sangat baik, namun Tomohon dan Bolmong masih sangat rendah sehingga kesenjangan kapasitas antara-daerah dalam bidang ini masih tinggi.
27
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Kualitas dokumen perencanaan dan penganggaran masih perlu ditingkatkan. Meskipun sebagian besar daerah sudah memiliki dokumen RPJMD, RENSTRA, dan RENJA SKPD yang telah mencantumkan program/kegiatan dengan pagu indikatif dan memperhatikan kendala anggaran, namun sebagian besar daerah masih belum berhasil membuat standar analisa belanja setiap tahunnya. Hal ini mengakibatkan pagu yang disusun masih belum didasarkan pada efesiensi-ekonomis dan efektivitas belanja (value for money) untuk mencapai target kinerja yang diharapkan dan kewajaran belanja dalam satu tahun anggaran.
Gambar 2.3 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Perencanaan dan
Penganggaran
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010
Selain melalui survei kapasitas PKD, asesmen di bidang perencanaan juga dapat dilihat dari hasil
survey kualitas pelaksanaan Musrenbang. Musyarawah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan forum untuk menyepakati rencana kegiatan pemerintah daerah (RKPD) tahun anggaran berikutnya yang melibatkan stakeholder masyarakat mulai dari tingkat desa sampai tingkat pusat. Survei pelaksanaan Musrenbang dilakukan dengan metode wawancara di setiap kabupaten/kota terhadap masing-masing 3 responden peserta Musrenbang pada 3 tahapan (desa, kecamatan, dan kabupaten/kota). Masing-masing responden diminta untuk memberikan penilaian dalam skala 0 s.d. 100 terhadap 14 indikator. Secara umum, pada tingkat desa aspek yang menonjol adalah kurangnya keterlibatan elemen-elemen dalam masyarakat; pada tingkat kecamatan, terlalu pendeknya waktu pelaksanaan Musrenbang dan masih lemahnya keterwakilan berbagai elemen masyarakat; dan pada tingkat kabupaten/kota, masih pendeknya waktu pelaksanaan Musrenbang.
Kehadiran DPRD dalam Musrenbang dipandang perlu oleh sebagian besar responden. Meskipun terdapat pandangan bahwa perencanaan dan penganggaran merupakan domain eksekutif, namun 80 persen responden memandang perlu DPRD hadir dalam proses Musrenbang. Hal ini untuk memastikan bahwa aspirasi yang disampaikan masyarakat dalam Musrenbang dapat terus dimonitor oleh anggota DPRD sebagai wakil masyarakat dalam proses pembahasan dan penetapan anggaran. Dalam kenyataannya, hanya 20 persen responden yang menyatakan DPRD hadir dalam Musrenbang Desa, dan 30 persen responden yang menyatakan DPRD hadir di Musrenbang Kecamatan.
28
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Tabel 2.2 Skor Persepsi Responden terhadap Berbagai Indikator Musrenbang Berdasarkan Tahapan.
IndikatorSkor Musrenbang
Desa/Kelurahan
Skor Musrenbang
Kecamatan
Skor Musrenbang
Kabupaten./Kota
Pemahaman Proses Perencanaan Pembangunan 72,73 74,12 81,25
Pemahaman Terhadap Pokok-Pokok Pembahasan 77,05 75,29 77,50
Merasa Dilibatkan dalam Musrenbang 71,59 77,35 79,30
Melibatkan Seluruh Elemen Masyarakat 65,00 66,36 71,10
Terlibat dan Berperan Aktif 68,64 72,21 76,10
Seluruh Elemen Masyarakat Terlibat dan Berpartisipasi Aktif 53,86 59,71 66,40
Mewakili Seluruh Elemen 72,27 67,35 69,60
Kapasitas/Kemampuan Peserta Musrenbang 63,41 64,41 65,70
Adanya Transparansi (dapat diakses banyak orang) 77,27 75,00 77,50
Kebebasan Menyampaikan Pendapat 77,73 78,24 77,50
Terakomodasikan Seluruh Sumbang Saran 62,05 71,97 61,40
Sepakat Dengan Hasil Musrenbang 77,05 67,35 77,50
Kesepakatan Seluruh Peserta 68,64 58,94 62,30
Ketersediaan Waktu Pelaksanaan Musrenbang 54,55 56,03 57,90
Rata-Rata 68,70 68,88 71,50
Sumber: Data Diolah dari Hasil Survei/Wawancara Langsung dengan Peserta Musrenbang
Proses perencanaan bottom-up masih belum berjalan optimal. Beberapa kendala dalam pelaksanaan perencanaan bottom up antara lain adalah : (i) belum semua desa menjalankan musrenbang karena kurangnya dana operasional untuk pelaksanaan; (ii) masih lemahnya pemahaman masyarakat terhadap prioritas pembangunan pemerintah yang terdapat dalam berbagai dokumen perencanaan; (iii) usulan masyarakat yang dihasilkan melalui Musrenbang sangat jarang yang diakomodasi dalam anggaran; (iv) tidak ada klarifi kasi atas hasil Musrenbang yang tidak diakomodasi dalam anggaran; dan (v) jangka waktu yang terlalu pendek dalam proses Musrenbang3.
2.4 Pengelolaan Kas, Pengadaan, Pengelolaan Aset, serta Hutang dan Investasi Daerah
Pengelolaan Kas merupakan bidang dengan skor paling tinggi diantara bidang lainnya. Pengelolaan kas merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dari penentuan besaran kas yang dianggarkan, pelaksanaan (realisasi) anggaran kas, sampai pertanggungjawaban atas kas tersebut. Skor kinerja rata-rata daerah dalam bidang ini merupakan skor tertinggi diantara 9 bidang PKD. Empat daerah memiliki kapasitas sangat baik adalah Provinsi Sulawesi Utara, Bolmong, Manado, dan Kotamobagu. Relatif tingginya nilai yang diperoleh masing-masing daerah karena pada umumnya daerah telah memiliki kebijakan, prosedur dan pengendalian pengelolaan kas yang baik .
Kecuali Minahasa Utara, kinerja daerah pada umumnya cukup baik pada bidang pengadaan barang
dan jasa. Pengadaan barang dan jasa diatur dalam Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 (direvisi menjadi Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010) yaitu tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang mewajibkan proses pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara efi sien, efektif,
3 Hasil wawancaran dengan stakeholder perencanaan dan penganggaran.
29
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Kecuali Minahasa Utara, daerah pada umumnya telah mampu memenuhi lebih dari 60 persen indikator yang terkait pengadaan barang dan jasa. Meskipun demikian bukan berarti bahwa proses pengadaan barang dan jasa sudah betul-betul melaksanakan semua prinsip-prinsip diatas. Hal ini karena yang diteliti baru terbatas pada pemenuhan prosedur formal, bukan pada investigasi menyeluruh yang dapat mengidentifi kasi praktek-pratek inefi siensi dalam PBJ seperti KKN.
Kesenjangan kapasitas antar-daerah dalam bidang pengelolaan aset masih cukup tinggi. Kegiatan pengelolaan barang milik daerah mencakup keseluruhan siklus pengelolaan barang yang meliputi: perencanaan kebutuhan, penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan; serta pengawasan/ pengendalian. Berdasarkan hasil survey, hanya terdapat 4 daerah yang mendapatkan nilai diatas 60 persen sedangkan 8 daerah lainnya masih dibawah 60 persen. Beberapa hal yang masih jarang dipenuhi oleh daerah adalah : (i) belum adanya keputusan kepala daerah tentang status penggunaan barang; (ii) belum adanya aturan yang tegas tentang sanksi terhadap pengelola/pembantu pengelola/pengguna/kuasa penguna dalam pengelolaan barang atas perbuatan yang merugikan daerah; dan (iii) pembuatan kode lokasi dan kode barang pada setiap aset daerah.
Pemerintah kabupaten/kota perlu melengkapi berbagai peraturan terkait dengan hutang, hibah,
dan investasi publik. Hasil survey menunjukkan bahwa pemerintah provinsi memiliki kerangka aturan yang jauh lebih lengkap terkait hutang, dan investasi publik dibanding rata-rata kabupaten/kota. Berikut gambaran kinerja daerah di Sulawesi Utara terkait hutang dan investasi publik :
1. Pinjaman (Hutang) Daerah. Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan APBD atau untuk menutup kekurangan kas. Dalam hal akan melakukan pinjaman, daerah wajib membuat kebijakan pengelolaan pinjaman sebagaimana dimandatkan oleh PP 54/2005. Dari 6 daerah yang pernah melalukan pinjaman, 4 daerah telah membuat kebijakan sesuai yang dimandatkan, sementara 2 daerah belum membuat peraturan tersebut.
2. Hibah. Dalam hal menerima hibah, daerah dimandatkan untuk menetapkan kebijakan, prosedur, dan pengelolaan pendapatan hibah. Dari 10 daerah yang menerima hibah pada tahun 2010, 6 daerah telah memiliki peraturan mengenai peneriman, pencatatan, pengelolaan, dan pelaporan hibah, sementara 4 daerah lainnya (Manado, Talaud, Tomohon dan Sitaro) belum memilikinya. Hal yang paling banyak tidak dipenuhi daerah dalam pengelolaan hibah adalah pencantuman dana pendamping hibah dalam DPA-SKPD.
3. Investasi Daerah. Dalam hal akan melakukan investasi, daerah perlu memperoleh persetujuan dari DPRD serta membuat kebijakan, prosedur serta pengendalian investasi daerah dengan memperhitungkan resiko. Hasil survey yang ada menunjukkan daerah Kotamobagu, Manado, Sitaro dan Bitung perlu memperkuat kebijakan mengenai pengelolaan investasi yang disesuaikan dengan kerangka kebijakan nasional, menyajikan investasi ke BUMD dalam Laporan keuangan, dan mendapatkan persetujuan DPRD atas transaksi investasi jangka panjang .
30
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Gambar 2.4 Kinerja Daerah dalam Empat Bidang Terkait Pelaksanaan Anggaran
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010
2.5 Akuntansi dan Pelaporan, Internal Audit, serta Audit dan Pengawasan Eksternal
Kinerja akuntansi dan pelaporan menunjukkan nilai yang baik, namun masih menghadapi kendala
SDM. Dalam bidang ini, Provinsi Sulawesi Utara memiliki kinerja terbaik dibanding seluruh pemerintah daerah di Sulawesi Utara dengan nilai sangat baik (diatas 90 persen), sementara Sangihe, Bolmong dan Minahasa Utara masih dibawah 60 persen. Tingginya kinerja akuntansi dan keuangan Provinsi Sulawesi Utara tidak terlepas dari dukungan SDM yang sudah relatif memadai, sudah tersedianya sistem informasi akuntansi yang terintegrasi, dan adanya pencatatan untuk seluruh transaksi dan saldo keuangan. Hal ini berbeda dengan kinerja tingkat kabupaten/kota yang secara rata-rata masih lemah dalam hal SDM, yakni masih minimnya pegawai berlatarbelakang pendidikan akuntansi pada posisi-posisi penting seperti kepala bagian dalam DPPKAD atau Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) di masing-masing SKPD.
Fungsi internal audit masih perlu didukung oleh SDM dan sumberdaya yang memadai. Beberapa indikator bidang audit internal yang sudah dapat dipenuhi oleh sebagian besar daerah pada umumnya terkait dengan pemenuhan prosedur dan tindaklanjut audit internal. Namun demikian, sebagian besar daerah masih menghadapi kendala sumber daya pendukung operasional. Rata-rata daerah menganggarkan kurang dari 1 persen APBD untuk fungsi audit internal. Selain itu, fungsi audit internal juga kurang didukung oleh SDM yang memadai. Dari 12 daerah yang disurvei, hanya 33 persen daerah yang memiliki dukungan SDM fungsional auditor atau berlatar belakang akuntansi lebih dari 50 persen staff pada instansi seperti BAWASDA (Badan Pengawas Daerah).
Sebagian besar daerah masih terkendala oleh laporan hasil audit eksternal yang masih berstatus
Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Kinerja pemerintah dalam audit dan pengawasan eksternal tidak terlepas dari kinerja laporan keuangan yang diaudit BPK, sosialisasi dan tindaklanjut dari hasil-hasil tersebut, serta peran DPRD dalam pengawasan pelaksanaan APBD. Berdasarkan hasil survey, pada tahun 2009, baru Pemprov Sulawesi Utara yang telah memiliki status kinerja keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 8 daerah berstatus Wajar Dengan Pengeculian (WDP), 2 daerah berstatus Tidak Wajar, dan 1 daerah berstatus Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Berdasarkan hasil survey, disamping masih lemah dalam hal status laporan audit BPK, sebagian besar daerah juga masih lemah dalam memperkuat peran DPRD dalam pengawasan anggaran.
31
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Tabel 2.3 Hasil Audit BPK Provinsi dan Kabupaten serta Kota di Sulawesi Utara 2007 – 2009
No Nama Daerah 2007 2008 2009
1 Prov. Sulawesi Utara WDP WDP WTP
2 Kab. Bolaang Mongondow WDP WDP WDP
3 Kab. Bolaang Mongondow Selatan WDP
4 Kab. Bolaang Mongondow Utara WDP WDP
5 Kab. Minahasa WDP WDP WDP
6 Kab. Minahasa Selatan TMP TW
7 Kab. Minahasa Tenggara TMP
8 Kab. Minahasa Utara TMP WDP WDP
9 Kab. Kep. Sangihe TMP WDP TW
10 Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro WDP WDP
11 Kab. Kep. Talaud TMP TMP
12 Kota Bitung WDP WDP WDP
13 Kota Kotamobagu WDP WDP
14 Kota Manado TMP WDP TW
15 Kota Tomohon WDP TWSumber: Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2010
WTP Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualifi ed) TW Tidak Wajar (Adverse)
WDP Wajar Dengan Pengecualian (Qualifi ed) TMP Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)
2.6 RekomendasiPemerintah Provinsi perlu memfasilitasi proses peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan
daerah di Sulawesi Utara. Pemerintah provinsi serta Sangihe, Minahasa, dan Kotamobagu masing-masing memiliki keunggulan pada satu atau lebih bidang lainnya. Keunggulan tersebut merupakan modal dasar untuk mendorong proses saling-belajar dalam rangka mempersempit kesenjangan kapasitas antar-daerah dalam berbagai bidang terkait PKD. Beberapa agenda peningkatan kapasitas yang diperlukan antara lain terangkum dalam tabel berikut.
Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Sulawesi Utara
Bidang Rekomendasi Usulan Program
Peraturan Perundangan Daerah
Melengkapi berbagai aturan yang melandasi praktek pengelolaan keuangan daerah yang baik sesuai mandat peraturan perundangan dari pusat, antara lain : (i) Perda tentang Penanaman Modal dan BLUD; (ii) Perkada tentang Standar Biaya dan Analisis Standar Belanja untuk mendukung anggaran berbasis kinerja; dan (iii) Berbagai peraturan perundangan daerah lain yang lebih teknis untuk pengelolaan keuangan daerah
Menyusun peraturan daerah untuk mendorong pelaksanaan prinsip transparansi dan partisipasi
(i) Pelatihan tentang kerangka peraturan daerah yang komprehensif terkait Pengelolaan Keuangan Daerah
(ii) Pendampingan Teknis untuk melengkapi berbagai peraturan daerah yang belum dibuat dan disahkan
32
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Bidang Rekomendasi Usulan Program
Perencanaan & Penganggaran
Meningkatkan kapasitas dan keterlibatan DPRD dalam perencanaan dan penganggaran
Menyusun dokumen perencanaan (RPJMD, RENSTRA-SKPD, RKPD, RENJA-SKPD) dan dokumen anggaran (KUA/PPA, RKA-SKPD, APBD) yang lebih terukur dan berorientasi pada pencapaian target kinerja serta memperkuat sinkronisasi dokumen perencanaan dan penganggaran
Menyusun peraturan tentang Standar Biaya dan Analisa Standar Belanja
(i) Pelatihan DPRD tentang Perencanaan dan Penganggaran
(ii) Pelaithan dan pendampingan teknis untuk penyusunan Standar Biaya dan Analisa Standar Belanja
(iii) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk penyusunan indikator dan target yang layak pada berbagai dokumen perencanaan dan penganggaran
Pengelolaan kas,aset dan pengadaan
Meningkatkan kapasitas dalam manajemen pendapatan
Mempertahankan kinerja dalam pengelolaan dan pengendalian pendapatan dan pembayaran kas serta surplus kas temporer dikelola yang sudah cukup baik
Mempertahankan dan meningkatkan kinerja dalam bidang pengadaan barang dan jasa
(i) Pelatihan dan Pendampingan Teknis untuk sistem administrasi dan penagihan pendapatan
(ii) Melengkapi aturan pengadaan barang dan jasa didaerah sesuai dengan kerangka peraturan perundangan pusat yang baru
Akuntansi& Pelaporan
Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang pendidikan akuntansi pada posisi penting pengelolaan keuangan daerah
Mempertahankan sistem informasi yang sudah terintegrasi di beberapa daerah dan mendorong penerapan hal yang sama di kabupten Bolmong
(i) Pelatihan dan Pendampingan Teknis dibidang akuntansi
(ii) Pendampingan teknis untuk sistem informasi akuntansi yang terintegrasi
(iii) Peningkatan jumlah SDM berlatar belakang akuntansi
Audit Internal, serta Audit dan Pengawasan Eksternal
Meningkatkan peran audit internal dalam pengelolaan keuangan daerah melalui peningkatan sumberdaya anggaran serta SDM auditor fungsional yang berkualitas
Meningkatkan komunikasi untuk mendukung audit eksternal serta tindaklanjut temuan audit eksternal
(iv) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk memperkuat fungsi audit internal dan penambahan SDM auditor fungsional
Memperbaiki mekanisme perencanaan dan penganggaran partisipatif (bottom-up) di tingkat
kabupaten/kota. Mekanisme Musrenbang tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten/kota merupakan mekanisme yang tersedia untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran. Namun demikian, pelaksanaannya masih harus ditingkatkan melalui : (i) pemberdayaan masyarakat untuk terlibat dalam Musrenbang (misalnya melalui sosialisasi mengenai pentingnya Musrenbang serta manfaatnya bagi pembangunan daerah/kecamatan/desa); (ii) memberikan kepastian anggaran yang bisa dijadikan patokan bagi perencanaan desa/kecamatan sebelum Musrenbang Desa/Kecamatan dilaksanakan (misalnya melalui penyepakatan pagu indikatif Kecamatan/Desa antara Kepala Daerah dan DPRD sehungga jumlah dana untuk direncanakan melalui Musrenabang Desa dan Kecamatan dapat diketahui sebelumnya); (iii) meningkatkan kuantitas dan kualitas keterlibatan DPRD dalam Musrenbang sesuai dengan daerah pemilihan yang diwakilinya; (iv) membuat mekanisme klarifi kasi kepada masyarakat terkait program/kegiatan yang tidak dapat diakomodasi dalam APBD sebagai bentuk transparansi kebijakan.
34
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
3.1 Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 3.1.1 Gambaran Umum Pendapatan Daerah Sulawesi Utara
Pendapatan daerah perkapita Sulawesi Utara berada di atas rata-rata nasional mencapai Rp. 2,8
juta pada tahun 2009. Meskipun demikian, pendapatan perkapita ini masih berada dibawah kebanyakan provinsi di Kawasan Indonesia Timur lainnya seperti Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara. Pendapatan daerah perkapita nasional pada tahun 2009 mencapai Rp. 1,5 juta.
Gambar 3.1 Perbandingan Pendapatan Perkapita Daerah per Provinsi di Indonesia tahun 2009
Sumber: Data Anggaran APBD Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, 2009
Pendapatan daerah Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang stabil selama lima tahun terakhir
dengan sebagian besar pendapatan dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Pendapatan daerah Sulawesi Utara meningkat dari Rp 3 triliun pada 2005 menjadi sekitar Rp 6,5 triliun pada 2009, dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 28 persen setiap tahunnya. Sebagian besar pendapatan ini dikelola oleh Kabupaten/kota, mencapai 84 persen dari total pendapatan daerah tahun 2009. Pendapatan Provinsi meningkat dari Rp 634 miliar pada 2005 menjadi Rp 1,02 triliun pada 2009 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 15,4 persen per tahun, sedangkan pendapatan Kabupaten dan Kota meningkat dari Rp 2,45 triliun pada 2005 menjadi Rp 5,5 triliun pada 2009 atau rata-rata 31 persen per tahun.
Gambar 3.2 Perkembangan Pendapatan Daerah Riil, 2005-2009
(Persen terhadap Total Pendapatan) (Persen terhadap Total Pendapatan)
Sumber : Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010Catatan : Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
35
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Dana Alokasi Umum merupakan sumber utama pendapatan daerah Sulawesi Utara, baik di level
Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/kota. Pada tahun 2009, 55 persen pendapatan daerah di level provinsi dan 64 persen pendapatan daerah di level kabupaten/kota didominasi oleh DAU. Namun, terdapat perbedaan yang signifi kan antara komposisi pendapatan di level Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/kota. Sumber pendapatan terbesar kedua di level Provinsi berasal dari Pendapatan Asli Daerah, sebesar 32 persen dari total pendapatan, sedangkan Dana Alokasi Khusus merupakan sumber pendapatan daerah terbesar kedua untuk level pemerintah kabupaten/kota, sebesar 15 persen dari total pendapatan daerah.
Gambar 3.3 Komposisi Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Dalam lima tahun terakhir, transfer dari pemerintah pusat mendominasi pendapatan daerah Sulawesi
Utara. Sumber transfer ini merupakan Dana Alokasi Umum, yang mempunyai porsi sebesar rata-rata 65 persen dari total pendapatan. Selain itu, terdapat kecenderungan Dana Alokasi Khusus yang meningkat, yaitu dari 5 persen pada tahun 2005 menjadi 14 persen dari total pendapatan pada tahun 2009. Dana DAK ini digunakan untuk memfasilitasi perbaikan pelayanan publik dalam bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, fasilitas infrastruktur dasar, keluarga berencana, dan lain-lain.
Gambar 3.4 Perbedaan Komposisi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
Sulawesi Utara tahun 2008
55%
5%
6%
32%
2%
Provinsi
DAU
DAK
Dana Bagi Hasil
PAD
Lain -Lain
64%15%
6%
4% 12%
Kabupaten/Kota
DAU
DAK
Dana Bagi Hasil
PAD
Lain -Lain
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009
36
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Pada tingkat Provinsi, sumber pendapatan dari PAD mengalami penurunan secara signifi kan
sementara pendapatan dari DAU mengalami peningkatan dan menguasai lebih dari 50 persen
pendapatan provinsi Sulawesi Utara. Pada tahun 2005, 51 persen (sebesar Rp. 322 miliar) dari pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara berasal dari DAU, dan meningkat menjadi 55 persen (sebesar Rp. 558,6 miliar) pada tahun 2009. Sementara itu, pendapatan asli daerah menurun dari 41 persen menjadi 32 persen dari total pendapatan pemerintah provinsi. Sumber pendapatan dari DAK baru dimulai sejak tahun 2008 dan cenderung stabil seperti juga pendapatan dari dana bagi hasil.
Di tingkat Kabupaten/kota, pendapatan transfer pun mendominasi pendapatan kabupaten/kota dan
mengalami peningkatan selama 2005-2009. Porsi pendapatan dari DAK meningkat dari 6 persen di tahun 2005 menjadi 15 persen di tahun 2009. PAD, seperti halnya dengan provinsi, mengalami penurunan dari 5,5 persen di tahun 2005 menjadi 4 persen di tahun 2009. Sementara itu, pendapatan dari DAU dan bagi hasil juga mengalami penurunan walaupun tidak sebesar porsi penurunan PAD.
Tabel 3.1 Komposisi Pendapatan Fiskal Sulawesi Utara 2005-2009
2005 2006 2007 2008 2009
Provinsi Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
%
DAU 322,0 50,8 499,8 61,9 501,8 55,4 545,2 55,2 558,6 54,6
DAK 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 28,7 2,9 52,9 5,2
Bagi Hasil 34,7 5,5 46,9 5,8 55,5 6,1 53,8 5,4 62,8 6,1
PAD 258,7 40,8 261,2 32,3 283,2 31,3 330,0 33,4 331,1 32,4
Lain-Lain 18,6 2,9 0,0 0,0 65,7 7,2 29,7 3,0 18,0 1,8
Total 634,0 100 807,9 100 906,2 100 987,4 100 1.023,3 100
2005 2006 2007 2008 2009
Kabupaten Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
%
DAU 1.675,6 68,3 2.911,0 76,8 2.746,2 65,0 2.964,0 65,2 3.492,6 63,6
DAK 142,8 5,8 388,8 10,3 677,8 16,1 659,1 14,5 836,4 15,2
Bagi Hasil 170,2 6,9 245,8 6,5 233,0 5,5 252,1 5,5 302,6 5,5
PAD 135,8 5,5 146,0 3,9 178,1 4,2 173,7 3,8 203,0 3,7
Lain-Lain 328,1 13,4 99,7 2,6 387,6 9,2 499,1 11,0 659,2 12,0
Total 2.452,4 100 3.791,3 100 4.222,7 100 4.548,0 100 5.493,8 100
Kapasitas fi skal kabupaten/kota di Sulawesi Utara sangat beragam dan timpang. Berdasarkan data APBD tahun 2009, Kabupaten Kepulauan Sitaro mempunyai kapasitas fi skal terbesar mencapai Rp. 5,2 juta per kapita, sedangkan Kab. Bolaang Mongondow Timur mempunyai kapasitas fi skal paling sedikit sebesar Rp. 1,1 juta per kapita. Sumber pendapatan kabupaten ini paling besar berasal dari dana DAU pemerintah pusat.
37
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Gambar 3.5 Komposisi Pendapatan Per Kapita Daerah Sulawesi Utara per Kabupaten/Kota tahun
2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
3.1.2 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Utara secara absolut mengalami peningkatan selama periode
2005-2010 walaupun peningkatan ini tetap mengalami penurunan secara proporsional terhadap
total pendapatan Sulawesi Utara. PAD Sulawesi Utara selama 2005-2009 meningkat dari Rp 394,4 miliar menjadi Rp 534,1 miliar. Sumber PAD tersebut didominasi oleh komponen Pajak Daerah, yang mengalami peningkatan dari Rp. 259,5 miliar di tahun 2005 menjadi Rp 364,8 miliar di tahun 2009.
Gambar 3.6 Perkembangan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Utara 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-PData Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
38
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Namun, secara proporsi, pendapatan asli daerah ini menurun signifi kan, khususnya dari tahun 2005
ke tahun 2006. Porsi PAD terhadap total pendapatan daerah ini menurun dari 13 persen di tahun 1005 menjadi 9 persen terhadap total pendapatan di tahun 2006. Setelah itu, porsi PAD cenderung stabil sebesar 9 persen dari total pendapatan hingga tahun 2008 sebelum akhirnya turun lagi menjadi 8 persen dari total pendapatan di tahun 2009. Penurunan porsi PAD yang signifi kan ini terjadi ketika jumlah DAU dan DAK untuk Sulawesi Utara meningkat signifi kan pada tahun yang sama, sedangkan total PAD hanya meningkat sebesar 3 persen.
Pajak merupakan komponen terbesar pendapatan asli daerah Sulawesi Utara. Pendapatan dari pajak menguasai sekitar 66 persen total PAD 2005 dan 68 persen total PAD 2009. Porsi Pajak ini bahkan mencapai 72 persen dari total PAD pada tahun 2008. Sumber kedua terbesar PAD merupakan Retribusi, dan diikuti oleh keuntungan dari perusahaan daerah. Namun, porsi kedua komponen PAD ini semakin menurun selama 2005-2009. Sumber pajak terbesar di Sulawesi Utara berasal dari pajak kendaraan bermotor.
Gambar 3.7 Perbandingan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sulawesi
Utara tahun 2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi UtaraCatatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-PData Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
Sumber pendapatan pajak ini sebagian besar berasal dari Pemerintah Provinsi. Pajak merupakan sumber utama pendapatan asli daerah pada kedua tingkat pemerintahan baik Provinsi maupun kabupaten/kota. Namun, terlihat perbedaan komposisi PAD yang sangat signifi kan antara pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/kota. Di level provinsi, hampir seluruh PAD (sekitar 87 persen) bersumber dari Pajak, sementara di level kabupaten/kota, porsi pajak (meskipun masih tetap paling besar) tidak berbeda jauh dengan porsi pendapatan dari retribusi maupun pendapatan asli daerah lainnya. Di tingkat Kabupaten/kota bahkan pendapatan asli daerah lainnya merupakan sumber PAD terbesar kedua setelah pajak. PAD lainnya ini, sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004, mencakup penjualan aset yang dikuasai pemerintah daerah, piutang bunga, dan piutang pengelolaan barang dan jasa.
Kabupaten Kepulauan Sangihe mempunyai pendapatan asli daerah perkapita tertinggi dibandingkan
kabupaten/kota lainnya. PAD percapita kabupaten tersebut mencapai Rp. 190 ribu, diikuti oleh Kota Manado sebesar Rp. 166 ribu, serta Kabupaten Kepulauan Sitaro sebesar Rp. 137 ribu. Ketimpangan PAD di Sulawesi Utara juga cukup besar. Kabupaten Bolaang Mongondow Timur sebagai salah satu kabupaten hasil pemekaran selama lima tahun terakhir mempunyai PAD terendah sebesar Rp. 10 ribu.
39
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Gambar 3.8 Perbandingan PAD per kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara tahun 2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi UtaraCatatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-PData Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
Di tingkat Kabupaten/Kota, retribusi mempunyai peranan lebih besar dibandingkan pajak sebagai
sumber PAD. Selain itu, khusus untuk Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Sitaro, sumber PAD ini juga lebih banyak bersumber dari PAD lainnya. Pada tahun 2009, khusus untuk kedua Kabupaten tersebut, PAD ini sebagian besar bersumber dari bunga bank dan pengembalian atas temuan BPK.
Perbandingan PAD Daerah Pemekaran dan Non-Pemekaran
Kabupaten/kota hasil pemekaran mempunyai peningkatan PAD per kapita yang cukup pesat
dibandingkan kabupaten/kota non-pemekaran. Kabupaten dan Kota yang dikelompokkan ke dalam daerah hasil pemekaran adalah Kabupaten dan Kota yang baru dipisahkan dari Kabupaten induknya untuk lima tahun terakhir. Kabupaten dan Kota tersebut meliputi Kota Kotamobagu, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, dan Kabupaten Kepulauan Sitaro.
PAD kabupaten/kota hasil pemekaran meningkat pesat dan mengalahkan PAD perkapita kabupaten/
kota non-pemekaran tahun pada tahun 2009. Pada tahun 2008, PAD per kapita kabupaten/kota hasil pemekaran hanya sebesar Rp. 19 ribu dan meningkat menjadi Rp. 54 ribu pada tahun 2009. Sedangkan untuk Kabupaten/kota non-pemekaran, pada tahun 2008 mempunyai PAD perkapita sebesar Rp. 41 ribu dan meningkat menjadi Rp. 44 ribu pada tahun 2009. Menariknya, sumber PAD perkapita untuk kab/kota hasil pemekaran didominasi oleh PAD lainnya. Seperti halnya pola pendapatan secara keseluruhan, sumber PAD lainnya untuk kabupaten pemekaran berasal dari penjualan aset daerah dan bunga bank.
40
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Gambar 3.9 Perbandingan PAD per kapita antara Daerah yang mengalami Pemekaran dan Non-
Pemekaran
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi UtaraCatatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-PData Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
3.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)
Ketergantungan Sulawesi Utara terhadap DAU meningkat selama 2005-2009, khususnya pada ta-
hun 2006. Namun, porsi DAU terhadap pendapatan total daerah mengalami penurunan pada tahun 2007, sebelum akhirnya relatif stabil sekitar 63 persen dari total pendapatan daerah. DAU meningkat lebih dari dua kali lipat dari sebesar Rp 1,9 triliun pada 2005 menjadi Rp 4 triliun pada 2009. Peningkatan tajam terjadi pada tahun 2006, seperti umumnya trend daerah-daerah lain di Indonesia, yang disebabkan oleh adanya penurunan subsidi BBM pada tahun 2005. Pada tahun 2006, rata-rata transfer DAU pada pemerintah daerah meningkat sebesar 65 persen untuk seluruh Indonesia (Bank Dunia, 2008).
Terlihat jelas bahwa di Sulawesi Utara, DAU lebih ditargetkan untuk pemerintah di level Kabupaten/
kota. Lebih dari 80 persen dari total DAU dialokasikan untuk pemerintah Kabupaten/Kota pada tahun 2005, dan porsi ini meningkat setiap tahunnya mencapai 86 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2005 DAU meningkat dari Rp. 322 miliar (Provinsi) dan Rp. 1,7 triliun (Kabupaten/kota) menjadi Rp. 559 miliar (Provinsi) dan Rp. 3,5 triliun (kabupaten/kota). Selama periode 2005-2009, DAU mengalami peningkatan sebesar rata-rata 18 persen per tahun untuk provinsi dan rata-rata 27 persen per tahun untuk kabupaten/kota.
Gambar 3.10 Perkembangan DAU Sulawesi Utara selama 2005-2010 berdasarkan Level Pemerintahan
RP. M
iliar
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi UtaraCatatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-PData Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
41
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Transfer DAU untuk Kabupaten/kota di Sulawesi Utara cukup bervariasi, dengan Kabupaten
Kepulauan Talaud merupakan Kabupaten/kota dengan rata-rata DAU per kapita tertinggi. Pada tahun 2009, Kepulauan Talaud mempunyai DAU perkapita mencapai Rp. 3,5 juta, dengan perbedaan yang cukup signifi kan dibandingkan dengan Bolaang Mongondow Timur yang DAU perkapitanya hanya mencapai Rp. 835 ribu. Sepertinya transfer dari pemerintah pusat kurang dapat mengatas kesenjangan pendapatan antara kab/kota di Sulawesi Utara.
Gambar 3.11 Perkembangan DAU Per Kapita Kabupaten/kota selama 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi UtaraCatatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-PData Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
3.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK)
Selama 2005-2009, telah terjadi peningkatan pesat transfer DAK di Sulawesi Utara dengan sedikit
perlambatan pada pada 2008. Pada tahun 2005, total DAK adalah sebesar Rp 143 miliar dan meningkat menjadi Rp 889 miliar pada 2009. Khusus untuk Provinsi, transfer DAK dari pemerintah pusat baru dimulai sejak tahun 2008. Di sisi lain, DAK riil Kabupaten dan Kota mengalami peningkatan signifi kan, yaitu dari Rp 143 miliar pada 2005 menjadi Rp 836 miliar pada 2009.
Seperti halnya transfer DAU, transfer DAK juga lebih difokuskan pada pemerintah Kabupaten/
kota. Pada tahun 2009, pangsa DAK Provinsi adalah sebesar 6 persen, sedangkan Kabupaten dan Kota sebesar 94 persen dari total DAK di Sulawesi Utara. Pada tingkatan kabupaten dan Kota, lima penerima DAK terbesar pada 2009 adalah: Kabupaten Kepulauan Sangihe Rp 104,8 miliar; Kabupaten Minahasa Rp 76 miliar; Kabupaten Bolaang Mongondow Rp. 74,8 miliar; Kabupaten Kepulauan Sitaro Rp. 72 miliar; dan Kota Kotamobagu Rp 63,4 miliar.
Sebagian besar dana DAK ini digunakan untuk dana pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Pembangunan infrastruktur ini mencakup perbaikan pada sarana jalan, irigasi, serta akses terhadap air bersih. Namun, pembangunan fasilitas jalan sebagai penghubung antara kabupaten/kota ataupun antar desa didalam kabupaten/kota yang sama merupakan alokasi terbesar, sebesar Rp. 112 miliar atau sekitar 26 persen dari total DAK di tahun 2008.
42
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Gambar 3.12 Perkembangan DAK Provinsi dan Kabupaten/Kota 2005-2009
Infrastruktur
Pendidikan
Kesehatan
Perikanan
Pertanian
Lain-lain
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi UtaraCatatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur juga merupakan kabupaten/kota dengan pendapatan
DAK perkapita terendah tahun 2009. DAK perkapita antar kabupaten/kota di Sulawesi Utara ini juga begitu timpang dengan DAK perkapita tertinggi mencapai Rp. 1,2 juta untuk Kabupaten Kepulauan Sitaro, dan terendah sebesar Rp. 63 ribu oleh kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Sebagai kabupaten hasil pemekaran, kedua kabupaten (Bolaang Mongondow Timur dan Selatan) mempunyai transfer DAK yang sangat rendah.
3.1.5 Dana Bagi Hasil (DBH)
Secara absolut, terdapat peningkatan DBH selama periode 2005-2009, khususnya pada tahun
2006. Namun, jumlah peningkatan ini tetap lebih kecil dari peningkatan total pendapatan Sulawesi Utara, sehingga porsi DBH selama 2005-2009 mengalami penurunan, khususnya pada tahun 2007. Dari 2005 ke 2009 terjadi peningkatan sebesar 79 persen. Pada tahun 2005 total DBH sebesar Rp 205 miliar meningkat menjadi Rp 366 miliar pada 2009.
Seperti halnya sumber dana perimbangan lain, DBH lebih banyak dihasilkan oleh Kabupaten/kota. Apabila dilihat dari perbandingan Provinsi dengan gabungan Kabupaten dan Kota maka pangsa DBH Provinsi pada tahun 2009 sebesar 17 persen, sementara pangsa Kabupaten/Kota adalah sebesar 83 persen pada tahun yang sama. Dana Bagi Hasil terdiri dari dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak (sumber daya alam). Kecuali untuk tahun 2009, klasifi kasi dana bagi hasil ini digabung untuk pajak dan non pajak. Selama periode 2005-2008, sumber DBH ini lebih banyak berasal dari DBH pajak dibandingkan non-pajak dengan perbandingan DBH pajak hampir menguasai seluruh pendapatan DBH (99 persen) dan DBH non-pajak (SDA) sebesar kurang dari satu persen.
Pendapatan DBH per kapita di Sulawesi Utara juga cukup bervariasi. Kota Tomohon mempunyai sumber pendapatan DBH tertinggi pada tahun 2009 dengan nilai mencapai Rp. 352 ribu, dengan perbedaan cukup besar dibadingkan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur sebagai kabupaten dengan DBH perkapita terendah sebesar Rp. 76 ribu. Kabupaten Bolaang Mongondow Timur secara umum mempunyai pendapatan per kapita daerah paling rendah dibandingkan kabupaten/kota lainnya.
43
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Gambar 3.13 Perkembangan Total DBH Sulawesi Utara periode 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
3.2 Pembiayaan Selama 2005-2009, Sulawesi Utara mengalami surplus pendapatan daerah kecuali pada tahun
2005. Pada tahun 2005, terdapat defi sit pendapatan daerah sebesar Rp. 85,8 miliar, sebelum akhirnya surplus selama 4 tahun berikutnya hingga mencapai surplus tertinggi pada tahun 2008 sebesar Rp. 380 Miliar. Surplus ini mencapai 6,8 persen pada tahun 2008 dan mengindikasikan adanya ketidak mampuan pemerintah menyerap anggaran yang ada.
Pada tahun 2009, sebagian besar surplus dalam APBD digunakan untuk pengeluaran investasi
jangka pendek. Penggunaan surplus ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004. Surplus dalam APBD dapat digunakan untuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo; penyertaan modal (investasi daerah); atau transfer ke rekening dana cadangan.
Sedangkan dalam kasus defi sit, pada tahun 2005 kekurangannya didanai sebagian besar dari sisa
lebih penghitungan anggaran yang ditetapkan tahun lalu (SiLPA). Sesuai UU 32 Tahun 2004, sumber pembiayaan ini dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu (SiLPA); transfer dari dana cadangan; hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan pinjaman daerah. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 pasal 28 ayat 5 menyebutkan Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defi sit anggaran.
Gambar 3.14 Surplus dan defi sit anggaran di Provinsi Sulawesi Utara
Sumber : Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
44
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Pada tahun 2009, Pemerintah provinsi mengalami defi cit sedangkan pemerintah kabupaten/kota
mengalami surplus pendapatan daerah. Defi sit yang dialami Pemerintah Provinsi dapat ditutupi oleh pendapatan pembiayaan sehingga mendapatkan Selisih Lebih Hasil Perhitungan Anggaran (SiLPA). Pada tingkat pemerintahan Kabupaten dan Kota, terdapat surplus serta pembiayaan neto positif sehingga SILPA yang diperoleh lebih besar dari surplus yang mereka alami. Bila ditinjau lebih dalam lagi yang memiliki SILPA terbesar adalah Kabupaten Minahasa Utara, sebaliknya yang memiliki Selisih Kurang Perhitungan Anggaran (SiKPA) terbesar adalah Kabupaten Kepulauan Talaud karena melakukan pembayaran hutang pada pihak ketiga.
3.3 Kesimpulan dan RekomendasiPAD Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara relatif rendah dan ketergantungan pendapatan akan
transfer dari pemerintah pusat semakin besar. Hal ini kurang selaras dengan tujuan otonomi daerah. Oleh sebab itu dibutuhkan upaya meningkatkan kajian tentang potensi pajak dengan dasar pajak (tax base) yang luas, meningkatkan pengawasan untuk meminimalisasi kebocoran pendapatan pajak dan retribusi daerah, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang perpajakan. Namun perlu diperhatikan bahwa pengenaan pajak yang berlebihan dapat menjadi disinsentif bagi kegiatan ekonomi, sehingga pengenaan pajak harus dicermati agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
Sumber Dana Bagi Hasil dari non-pajak (Sumber Daya Alam) masih sangat kecil dibandingkan
dengan DBH pajak, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah potensi SDA di Sulawesi Utara belum
dimanfaatkan secara maksimal. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang potensi SDA di Sulawesi Utara yang dapat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.
Ketimpangan pendapatan perkapita daerah antar kabupaten/kota masih tinggi. Beberapa kabupaten hasil pemekaran sepertinya masih mempunyai sumber pendapatan yang sangat rendah (Kabupaten Bolaang Mongondow Timur). Dibutuhkan dukungan dari pemerintah, misalnya melalui transfer dari pemerintah pusat, untuk memulai pengembangan kabupaten/kota baru hasil pemekaran melalui peningkatan posisi fi skal kabupaten/kota tersebut.
Pemerintah Provinsi dan kebanyakan Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara memiliki SILPA yang
besar. Ini menggambarkan bahwa Pemerintah Daerah kurang dapat menyerap anggaran yang ada dan masih bisa melakukan program dan kegiatan yang penting dalam pelayanan kepada masyarakat. Bilamana pelayanan pada masyarakat telah maksimal maka Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi tambahan untuk memanfaatkan dana yang ada. Sebaliknya, masih terdapat beberapa daerah yang mengalami SiKPA. Dalam menghadapi SiKPA, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam pengelolaan keuangan di tahun berikutnya karena resiko bawaan yang terjadi pada saat terjadi SIKPA tahun berjalan.
46
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
4.1 Gambaran Umum Belanja DaerahTotal belanja daerah Sulawesi Utara meningkat selama 2005-2009. Pada tahun 2005, total belanja Sulawesi Utara (termasuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan/TP) sebesar Rp. 3,7 triliun dan dalam empat tahun meningkat sebesar Rp. 3,4 triliun (menjadi Rp. 7,1 triliun) pada tahun 2009. Total belanja Sulawesi Utara naik dengan rata-rata 23,5 persen per tahun selama 2005-2009.
Sebagian besar belanja daerah Sulawesi Utara ini dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/kota. Porsi belanja yang dikelola pemerintah kabupaten/kota ini juga meningkat semenjak tahun 2005. Pada tahun 2005, sebesar 69 persen belanja daerah dikelola kabupaten/kota, dan meningkat menjadi 75 persen pada tahun 2009. Pemerintah provinsi mengelola sebesar 13 persen total belanja Sulawesi Utara, dan sisanya merupakan belanja pemerintah pusat yang berada di daerah, yaitu sebesar 12 persen. Belanja di level Kabupaten/kota ini sebagian besar ditujukan untuk belanja pegawai, khususnya pada urusan pemerintahan umum. Belanja ini digunakan untuk belanja gaji dan tunjangan, yaitu: gaji pokok pegawai (belanja terbesar), tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan fungsional, tunjangan umum, tunjangan khusus, serta tambahan penghasilan pegawai (berdasarkan prestasi kerja).
Gambar 4.1 Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara (termasuk Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan) tahun 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-PData Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan kalkulasi Staf Bank Dunia berdasarkan data dari Departemen Keuangan
Total belanja pemerintah daerah per kapita Sulawesi Utara berada diatas tingkat rata-rata nasional
pada tahun 2009. Dengan menggunakan data anggaran Departemen Keuangan, total belanja daerah per kapita Sulawesi Utara pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 2,8 juta, secara signifi kan lebih besar dari belanja perkapita nasional sebesar Rp. 1,7 juta. Dibandingkan provinsi lainnya di Sulawesi, belanja per kapita ini cukup tinggi walaupun masih berada dibawah Sulawesi Tenggara sebesar Rp. 3,1 juta rupiah. Belanja perkapita tertinggi dimiliki oleh Provinsi Papua Barat sebesar Rp. 10 juta rupiah.
47
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Gambar 4.2 Belanja Riil Perkapita Provinsi di Indonesia tahun 2009
Sumber: Data diambil dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan.Data merupakan data anggaran.Data Populasi didapat dari BPS, 2009
Serupa dengan pola pendapatan per kapita di Sulawesi Utara, Kabupaten Bolaang Mongodow Timur
sebagai salah satu kabupaten hasil pemekaran merupakan kabupaten dengan belanja perkapita
terendah. Belanja perkapita kabupaten/kota di Sulawesi Utara cukup bervariasi dan timpang. Belanja perkapita tertinggi ditempati oleh Kabupaten Kepulauan Sitaro (yang juga mempunyai pendapatan perkapita tertinggi) sebesar Rp. 4,5 juta. Sementara itu, perbedaan belanja perkapita ini cukup tinggi dengan Kabupaten Bolaang Mongodow Timur dengan belanja perkapita sebesar Rp. 1,2 juta. Bolaang Mongodow Timur dan Bolaang Mongodow Selatan adalah kabupaten paling muda yang dimekarkan pada tahun 2009. Ini merupakan salah satu alasan mengapa kabuapten tersebut mempunya pendapatan dan belanja per kapita terendah. Kedua kabupaten tersebut masih baru menata pemerintahannya dan bertransisi menjadi pemerintahan baru, selain itu fasilitas infrastruktur di kabupaten ini juga masih minim sehingga kegiatan ekonomi agak terhambat.
Gambar 4.3 Belanja Per kapita Kabupaten/kota di Sulawesi Utara tahun 2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
48
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Belanja Perkapita Kabupaten Hasil Pemekaran dan Non-Pemekaran
Berbeda dengan pola pendapatan perkapita antara kabupaten/kota pemekaran dan non-pemekaran,
belanja perkapita kabupaten/kota hasil pemekaran secara signifi kan lebih tinggi dari kabupaten/
kota non-pemekaran, terutama pada belanja modal perkapita. Pada tahun 2009, belanja perkapita kabupaten pemekaran mencapai Rp. 2,8 juta sedangkan belanja perkapita kabupaten non-pemekaran kurang lebih sepertiga kabupaten pemekaran, sebesar Rp. 1 juta.
Belanja modal perkapita merupakan belanja dengan perbedaan terbesar antara kabupaten
pemekaran dan non-pemekaran. Belanja modal perkapita kabupaten pemekaran mencapai Rp. 1,2 juta sedangkan kabupaten non-pemekaran hanya sebesar Rp. 273 ribu. Selain itu, belanja modal merupakan belanja terbesar kabupaten pemekaran pada tahun 2009, sedangkan kabupaten non-pemekaran didominasi oleh belanja pegawai pada tahun 2009. Kabupaten pemekaran sepertinya lebih banyak mengalokasikan belanja daerahnya untuk pembangunan infrastruktur kabupaten, seperti pembangunan sekolah dan kantor-kantor pemerintah baru, yang termasuk dalam belanja modal.
Gambar 4.4 Belanja Perkapita Kabupaten Hasil Pemekaran dan Non Pemekaran tahun 2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
4.2 Belanja Menurut Klasifi kasi EkonomiBelanja pegawai merupakan sumber belanja terbesar untuk pemerintah daerah Sulawesi Utara
selama 2005-2009. Porsi belanja pegawai memang mengalami penurunan selama 2005-2009, namun
porsi ini tetap menjadi belanja terbesar pemerintah daerah Sulawesi Utara. Pada tahun 2009, porsi belanja pegawai daerah Sulawesi Utara mencapai 47 persen dari total belanja, lebih kecil dibandingkan porsinya pada tahun 2005 sebesar 56 persen. Belanja pegawai secara absolut meningkat dari Rp. 1,5 triliun di tahun 2005 menjadi Rp. 2,8 triliun di tahun 2009. Namun, terdapat peningkatan yang cukup signifi kan pada porsi belanja modal Sulawesi Utara.
Belanja modal pemerintah Sulawesi Utara meningkat 3.5 kali lipat selama 2005-2009 dari Rp. 420 miliar di tahun 2005 menjadi Rp. 1,9 triliun di tahun 2009. Porsi belanja modal pemerintah daerah ini juga meningkat signifi kan dari yang paling rendah pada tahun 2005 dibandingkan belanja ekonomi lainnya (modal dan pegawai), yaitu sebesar 14 persen dari belanja total, menjadi belanja ekonomi terbesar kedua pada tahun 2009 sebesar 31 persen. Pada tahun 2009, Sulawesi Utara menjadi tuan rumah atas World Ocean Conference (WOC), dan hal ini berdampak positif pada pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Terdapat pembangunan infrastruktur seperti terminal baru dan perpanjangan landasan pacu Bandara
49
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Internasional Sam Ratulangi, perluasan jalan dari Kota Manado ke bandara, perbaikan prasarana dan sarana penyeberangan ke Pulau Bunaken, terbangunnya jalan lingkar luar (ring road), serta terbangunnya fasilitas pada objek-objek wisata dan perbaikan pada akses ke objek-objek wisata4.
Gambar 4.5 Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi, tahun
2005-2009
%
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Perubahan porsi belanja pegawai relatif lebih kecil dan stabil dibandingkan dengan porsi belanja
modal dan belanja barang dan jasa. Porsi belanja pegawai masih berfl uktuasi tidak terlalu tajam selama periode 2005-2009, yaitu berkisar antara 47-56 persen. Di pihak yang lain, porsi belanja barang dan jasa (goods and services) mengalami penurunan tajam pada kurun waktu yang sama, yaitu 27 persen pada 2005 menjadi 17 persen pada 2009. Berdasarkan perubahan porsi ketiga kelompok belanja tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan porsi belanja modal merupakan pergeseran dari belanja barang dan jasa, bukannya dari belanja pegawai.
Gambar 4.6 Porsi Belanja Klasifi kasi Ekonomi di Tingkat Provinsi dan Kabupaten kota, tahun 2005-
2009
37% 36% 39% 40% 32%
28% 27% 24% 20%23%
6%0%
18% 17% 23%
29% 36%19% 22% 21%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
2005 2006 2007 2008 2009
Provinsi
Pegawai Barang dan JasaModal Lain - lain
57% 49% 49% 51% 48%
24%25% 17% 16% 16%
16%14% 26% 27% 32%
2% 11% 8% 5% 4%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
2005 2006 2007 2008 2009
Kabupaten/Kota
Pegawai Barang dan JasaModal Lain - lain
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
4 Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi, Dampak WOC bagi Pengembangan Sulawesi Utara, 24 Maret 2009, http://www.bkprs-news.com/index.php?option=com_content&task=view&id=190&Itemid=117
50
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Di level Provinsi, belanja pegawai juga merupakan belanja ekonomi terbesar pemerintah Sulawesi
Utara. Nampak bahwa dari tahun ke tahun belanja pegawai (personnel) mengambil porsi terbesar yaitu 37 persen pada 2005 dan 32 persen pada 2009 sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4.5. Porsi jenis belanja tersebut berfl uktuatif namun masih di atas 30 persen. Pada 2005, belanja modal memiliki proporsi terkecil dari semua jenis belanja yang ada yaitu sebesar 6 persen. Namun demikian, terdapat peningkatan belanja modal dari tahun ke tahun dan sejak 2007 proporsi belanja modal mengalami kenaikan signifi kan hingga pada 2009 mencapai 23 persen dari total belanja, sama dengan belanja barang dan jasa.
Pemerintah Kabupaten/kota nampaknya mempunya pola belanja yang serupa dengan pola belanja
pemerintah provinsi, di mana belanja pegawai (personnel) memiliki porsi terbesar. Belanja modal merupakan belanja terbesar kedua dengan porsi 32 persen dari total belanja pada tahun 2009. Porsi belanja modal mengalami peningkatan yang cukup tinggi, khususnya di tahun 2007 dari 14 persen menjadi 26 persen dari total belanja. Namun, serupa dengan pola belanja keseluruhan pemerintah Sulawesi Utara, sepertinya peningkatan belanja modal ini dibarengi dengan penurunan belanja barang dan jasa, sementara belanja pegawai tetap memiliki porsi terbesar dari total belanja kab/kota Sulawesi Utara tahun 2009 sebesar hampir setengahnya.
4.3 Belanja Menurut SektorMeskipun dengan proporsi yang menurun, belanja pemerintahan umum masih mendominasi belanja
pemerintah daerah (konsolidasi provinsi + kabupaten/kota) di Sulawesi Utara. Secara riil, belanja gabungan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk sektor pemerintahan umum pada periode 2005-2009 menunjukkan peningkatan yang cukup konsisten dari Rp. 950 miliar (2005) menjadi Rp. 2 triliun (2009). Peningkatan ini mengakibatkan belanja pemerintahan umum masih tetap mendominasi meskipun mengalami penurunan proporsi dari 37 persen (2005) menjadi 33 persen (2009). Belanja infrastruktur cenderung meningkat pesat meskipun masih lebih kecil dibanding sektor pendidikan yang merupakan kedua terbesar. Belanja kesehatan dan pertanian cenderung berfl uktuasi, sementara belanja kelautan dan perikanan masih sangat kecil dengan proporsi rata-rata sebesar 1 persen.
Gambar 4.7 Belanja Konsolidasi Provinsi+Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor, 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
51
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Pada tingkat provinsi, belanja untuk sektor pemerintahan umum masih diatas 50 persen. Belanja pemerintah provinsi untuk sektor pemerintahan umum meningkat dari Rp 418 miliar ( 2005) menjadi Rp 566 miliar (2009) atau tumbuh rata-rata 9 persen per tahun sehingga belanja sektor tersebut masih mendominasi (diatas 50 persen). Belanja provinsi untuk infrastruktur dan pendidikan mengalami peningkatan dengan proporsi tahun 2009 hampir 2 kali lipat dari proporsi tahun 2005. Sementara untuk sektor kesehatan, meskipun secara riil meningkat, namun secara proporsi stagnan pada 5 persen.
Tabel 4.1 Belanja Pemerintah Provinsi Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi terhadap
Total Belanja), 2005-2009
2005 2006 2007 2008 2009
Kabupaten Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
%
Pemerintahan Umum 418 69,2 507 63,1 474 54,5 546 58,4 566 54,7
Infrastruktur 65 10,8 98 12,2 167 19,2 150 16,1 198 19,1
Pendidikan 18 3,1 49 6,0 56 6,5 52 5,6 54 5,2
Kesehatan 30 4,9 39 4,8 47 5,5 46 4,9 54 5,2
Pertanian 17 2,8 29 3,6 51 5,9 50 5,3 58 5,7
Kelautan dan Perikanan 5 0,9 9 1,1 9 1,1 10 1,1 13 1,2
Kehutanan 12 2,1 16 2,0 8 0,9 9 1,0 10 1,0
Sosial dan Pemberdayaan Perempuan
4 0,7 6 0,8 6 0,7 8 0,9 11 1,1
Perindutrian dan Perdagangan
5 0,8 7 0,9 7 0,8 8 0,9 8 0,8
Ketenagakerjaan 8 1,3 10 1,3 11 1,3 12 1,2 14 1,4
Kependudukan dan Transmigrasi
0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
4 0,6 6 0,7 7 0,8 7 0,7 9 0,9
Pariwisata 10 1,6 14 1,7 8 0,9 8 0,8 14 1,4
Energi dan Sumber Daya Mineral
4 0,6 6 0,7 7 0,8 6 0,7 6 0,6
Lingkungan Hidup 2 0,3 3 0,4 3 0,4 3 0,3 4 0,4
Penanaman Model 2 0,3 5 0,6 6 0,7 5 0,6 5 0,5
Perumahan 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Pemuda dan Olah Raga 0 0,0 0 0,0 1 0,1 13 1,4 9 0,8
Penataan Ruang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 0,1 0 0,0
Pertahanan 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Total 605 100 803 100 870 100 935 100 1.034 100
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Masih tingginya belanja pemerintahan umum di tingkat provinsi terutama disumbang oleh
meningkatnya belanja transfer bagi hasil. Berbeda dengan belanja sektor pada umumnya, disamping belanja pegawai, barang-jasa, dan modal, belanja sektor pemerintahan umum juga meliputi belanja transfer5. Pada periode 2007-2009, belanja transfer rata-rata mencapai 42 persen dari belanja sektor
5 Belanja transfer meliputi belanja hibah, subsidi, bantuan sosial, bantuan keuangan kepada kabupaten/kota, dan belanja tidak terduga. Berbeda dengan peraturan sebelumnya dimana setiap SKPD diperbolehkan menganggarkan dan menatausahakan belanja transfer, berdasarkan Permendagri 13/2006, belanja tersebut hanya dialokasikan pada PPKD, yakni satuan kerja yang berada pada sektor pemerintahan umum.
52
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
pemerintahan umum provinsi dan sebagian besar dialokasikan untuk belanja bagi hasil, diikuti oleh hibah dan bantuan kepada kabupaten/kota. Meskipun demikian, belanja sektor pemerintahan umum diluar belanja transfer tetap merupakan belanja dengan proporsi terbesar dibanding infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini menunjukkan belum adanya pergeseran prioritas belanja yang berarti dari sektor pemerintahan umum ke sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Hampir sama dengan tingkat provinsi, belanja pemerintah kabupaten/kota juga didominasi oleh
sektor pemerintahan umum. Urusan yang mendominasi belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota sama dengan yang yang ada pada provinsi, yaitu urusan pemerintahan umum, dengan pertumbuhan yang cukup tinggi, yakni dari Rp 704 miliar (2005) menjadi Rp 1,5 triliun (2009). Sektor lain yang cukup dominan belanjanya adalah pendidikan (rata-rata diatas 30 persen) diikuti oleh infrastruktur dan kesehatan. Sektor intrastruktur merupakan sektor dengan peningkatan proporsi yang cukup signifi kan pada kurun waktu 2005-2009 yakni dari 5 persen (2005) menjadi 19 persen (2009).
Tabel 4.2 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi
terhadap Total Belanja), 2005-2009
2005 2006 2007 2008 2009
Kabupaten/Kota Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
% Miliar
Rupiah
%
Pemerintahan Umum 704 29,8 1.162 34,2 1.511 37,6 1.300 31,2 1.580 30,1
Infrastruktur 119 5,0 493 14,5 596 14,9 702 16,8 1.015 19,3
Pendidikan 808 34,2 879 25,8 1.240 30,9 1.416 33,9 1.689 32,2
Kesehatan 199 8,4 355 10,4 278 6,9 325 7,8 424 8,1
Pertanian 39 1,6 107 3,1 137 3,4 131 3,1 157 3,0
Kelautan dan Perikanan 19 0,8 37 1,1 48 1,2 50 1,2 73 1,4
Kehutanan 14 0,6 22 0,6 18 0,4 21 0,5 28 0,5
Sosial dan Pemberdayaan Perempuan
32 1,4 33 1,0 14 0,3 19 0,5 28 0,5
Perindutrian dan Perdagangan
16 0,7 22 0,6 26 0,7 32 0,8 50 1,0
Ketenagakerjaan 7 0,3 55 1,6 11 0,3 13 0,3 14 0,3
Kependudukan dan Transmigrasi
17 0,7 22 0,7 17 0,4 23 0,6 23 0,4
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
5 0,2 8 0,2 13 0,3 13 0,3 13 0,2
Pariwisata 7 0,3 15 0,4 11 0,3 12 0,3 18 0,3
Energi dan Sumber Daya Mineral
6 0,3 9 0,3 11 0,3 12 0,3 14 0,3
Lingkungan Hidup 12 0,5 19 0,5 40 1,0 49 1,2 53 1,0
Penanaman Modal 2 0,1 5 0,1 6 0,1 11 0,3 8 0,2
Perumahan 104 4,4 161 4,7 13 0,3 7 0,2 19 0,4
Pemuda dan Olah Raga 1 0,0 0 0,0 14 0,3 23 0,6 11 0,2
Penataan Ruang 38 1,6 0 0,0 10 0,3 13 0,3 28 0,5
Pertahanan 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 0,0 2 0,0
Total 2.362 100 3.400 100 4.014 100 4.172 100 5.246 100
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010Catatan : Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
53
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
4.4 Hubungan Belanja dan GenderAnggaran Responsif Gender (ARG)
Pengarusutamaan Gender di Kementerian/Lembaga (K/L) baik pusat maupun daerah merupakan
implementasi Inpres No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Na-
sional. Sesuai dengan Inpres tersebut K/L berkewajiban untuk mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, ke-butuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Inpres Nomor 9 Tahun 2000 diacu oleh Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2014, yang menetapkan Kebijakan
Pengarusutamaan Gender (PUG) lintas Bidang pembangunan, sebagai salah satu prinsip dan landasan
operasional bagi seluruh pelaksanaan pembangunan (RPJMN 2010-2014). Pengarusutamaan gender dalam pembangunan adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi/menghilangkan kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi keduanya dalam pengambilan keputusan dan penguasaan terhadap sumberdaya pembangunan, seperti misalnya pengetahuan, keterampilan, informasi, kredit.
Anggaran Responsif Gender di Provinsi Sulawesi Utara
Di Sulawesi Utara, anggaran responsif gender mencakup:
Kategori anggaran khusus bagi perempuan dan anak, yaitu: anggaran untuk pemenuhan kebutuhan prioritas perempuan dalam pelayanan publik (kesehatan, pendidikan, dan kesra); anggaran untuk kesehatan, pendidikan dan perlindungan anak perempuan dan atau anak laki-laki; anggaran untuk peningkatan keadaan ekonomi perempuan miskin; serta dana untuk anak yang dibayarkan untuk membiayai perawatan anak di keluarga-keluarga miskin.
Kategori alokasi anggaran untuk affi rmative action bagi kelompok marginal, yaitu: anggaran untuk kelompok-kelompok marginal (seperti : kelompok miskin, etnis minoritas, suku terasing, dll); anggaran untuk program-program pelatihan pemerintah yang mengutamakan keseimbangan gender; anggaran untuk mewujudkan keseimbangan gender dalam sektor-sektor kepegawaian publik; anggaran untuk penyediaan payung hukum untuk pelaksanaan affi rmative action atau upaya mewujudkan kesetaraan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan di sektor-sektor publik.
Kategori alokasi anggaran untuk pengarusutamaan gender, yaitu: anggaran untuk program-program PUG; anggaran untuk keperluan analisis gender termasuk penyediaan data terpilih; anggaran untuk pelaksanaan pelatihan gender dan penyediaan modul-modul untuk PUG sesuai dengan sektor; anggaran untuk penelitian dan evaluasi terhadap dampak program atau proyek terhadap laki-laki dan perempuan.
54
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Gambar 4.8 Kategori Anggaran Responsif Gender (Sharp and Budlender, 1985)
Kategori
Kategori I
Alokasi Anggaran Gender specifi c targeted
Kategori II
Alokasi Anggaran untuk Meningkatkan kesempatan setara
dalam pekerjaan
Kategori III
Alokasi Anggaran Umum yang Mainstreaming
Belanja Yang Diperlukan bagi perempuan atau laki-laki dalam komunitas untuk memenuhi kebutuhan khususnya
Sebagai affi rmative action untuk mewujudkan kesempatan yang setara antar laki-laki dan perempuan terutama dalam lingkungan pemerintahan atau dunia kerja lainnya
Alokasi anggaran umum yang menjamin agar pelayanan publik dapat diperboleh dan dinikmati oleh semua anggota masyarakat (laki-laki dan perempuan)
Contoh: Alokasi Anggaran untuk Kesehatan reproduksi perempuan, alokasi anggaran untuk penyediaan alat kontrasepsi bagi laki-laki, alokasi anggaran untuk pap smear, alokasi anggaranuntuk penderita kanker prostan, alokasi anggaran untuk sunatan masal
Contoh: Alokasi anggaran untuk pelatihan teknologi pertanian bagi perempuan, alokasi anggaran untuk fasilitas penitipan anak di tempat kerja
Contoh: Alokasi anggaran untuk fasilitas umum (wc umum) antara laki-laki dan perempuan yang proporsional, alokasi anggaran untuk angkutan masing-masing khusus perempuan dan laki-laki.
Kategori
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara pada tahun 2009 sebesar Rp 19,3 miliar atau 2,2 persen
dari total anggaran provinsi. Anggaran ini berkurang dari tahun sebelumnya (2008) yaitu sebesar Rp. 29,2 miliar. Penyebab berkurangnya anggaran yang terkait gender di tahun 2009 tidak diketahui, apakah karena ada pengalihan anggaran atau anggaran tersebut sudah digabungkan dalam program lain yang tidak dirinci. Rincian mengenai belanja pemberdayaan perempuan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Sebagian besar anggaran pemberdayaan perempuan dialokasikan untuk anggaran kategori
perempuan dan anak, yaitu sebesar Rp 17.548 juta (91 persen). Di lain pihak, alokasi anggaran untuk affi rmative action bagi kelompok marginal dan pengarusutamaan, masing-masing sebesar Rp 1.346 juta (7 persen) dan Rp 416 juta (2 persen). Namun, porsi anggaran ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total APBD Provinsi Sulawesi Utara pada 2009. Alokasi anggaran khusus untuk perempuan dan anak hanya sebesar 2 persen, affi rmative action bagi kelompok marginal sebesar 0,15 persen, dan 0,05 persen untuk pengarusutamaan gender.
55
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Tabel 4.3 Anggaran yang Berkaitan dengan Pemberdayaan Perempuan pada APBD Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara, 2008 – 2009
Program Anggaran (Juta Rp)
2008 2009
Pemberdayaan Perempuan 1.196Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera 322 205Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan 40 95Pendidikan Anak Usia Dini 165 608Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak
7071.188
34768
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun 968 705Pembinaan Anak Terlantar 111 113Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan 359 115Pendidikan Non Formal 1.111Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender Dalam Pembangunan 449 210Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (eks Narapidana, PSK, Narkoba dan Penyakit Sosial)- Pemberian Penyuluhan tentang Bahaya Narkoba bagi Masyarakat 373 334Peningkatan Penanggulangan Narkoba, PMS termasuk HIV/AIDS 322 111Manajemen Pelayanan Pendidikan 3.262Peningkatan Mutu Pendidikan 13.746Standarisasi Pelayanan Kesehatan 45Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin 455Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah 1.730
1.727Pendidikan Menengah 1.345 5.896Upaya Kesehatan Masyarakat 83 4.386Biro Pemberdayaan Perempuan 811Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan 40Pembinaan Anak Terlantar 111Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (eks Narapidana, PSK, Narkoba dan Penyakit Sosial lainnya)
373 231
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 1.214Peningkatan Peran Serta Kepemudaan- Penyuluhan Pencegahan Penggunaan Narkoba di Kalangan Generasi Muda 213Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba 651Pembinaan Panti Asuhan/Panti Jompo 740Peningkatan Peran Perempuan di Perdesaan 47Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat 319Perbaikan Gizi Masyarakat 44Pengembangan Bahan Informasi tentang Pengasuhan dan Pembinaan Tumbuh Kembang Anak
94
Wajib Belajar Dua Belas Tahun 1.333Pembinaan Seni, Bakat, Kreativitas dan Prestasi Siswa 2.350Balai Penyantunan Anak dan Remaja 200TOTAL 29.213 19.309
Sumber: Diolah dari Data APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2008-2009
56
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
4.5 Kesimpulan dan RekomendasiBelanja pegawai masih sangat mendominasi. Oleh karena itu, ke depan perlu dilakukan: (1) pengurangan jumlah pegawai secara alami yaitu melakukan penerimaan pegawai dengan jumlah yang lebih kecil dari jumlah pegawai yang pension; (2) melakukan penerimaan pegawai yang berkualitas serta pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas pegawai; dan (3) melakukan realokasi pegawai dari bidang yang kelebihan pegawai ke bagian yang kekurangan untuk mencegah penerimaan pegawai yang tidak diperlukan.
Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor-sektor unggulan Sulawesi Utara sangat
kecil. Sektor pertanian hanya dialokasikan dana sekitar 3 persen, pariwisata sekitar 0,5 persen, serta perikanan dan kelautan sekitar 1 persen. Oleh sebab itu, perlu dilakukan program-program yang tepat dan efi sien, termasuk pembangunan ketrampilan dan etos kerja pekerja di sektor-sektor tersebut, yang dibiayai secara memadai agar sektor-sektor unggulan tersebut dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat. Selain itu, perlu ada upaya mengarahkan tren belanja pada keseimbangan antara belanja pegawai dan belanja infrastruktur. Belanja kesehatan yang hanya 8 persen perlu lebih ditingkatkan seiring meningkatnya biaya kesehatan dan relatif tingginya angka kemiskinan dan pengangguran.
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara juga masih sangat kecil. Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Utara.Perlu diperluas akses perempuan dalam sektor-sektor ekonomi sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan. Alokasi anggaran untuk pemberdayaan perempuan dan anak dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Perlu disediakan anggaran yang cukup untuk pembiayaan korban trafi cking, perkosaan, kehamilan yang tidak di inginkan, anak-anak terlantar termasuk pendampingan (bantuan) hukum. Perlu adanya alokasi belanja yang lebih baik untuk kesejahteraan kaum Lansia.
58
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
5.1 Sektor KesehatanProvinsi Sulawesi Utara mentargetkan untuk menyelesaikan sejumlah masalah kesehatan seperti
yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi SULAWESI
UTARA 2005-2010 Permasalahan tersebut diantaranya: besarnya disparitas status kesehatan antara kelompok masyarakat, rendahnya jumlah, kualitas, pemanfaatan, keterjangkauan sarana, prasarana kesehatan, pelayanan kesehatan kepada kelompok masyarakat miskin/terpencil, terbatasnya jumlah sumber daya tenaga kesehatan, distribusi tidak merata, perilaku masyarakat untuk menumbuhkan budaya hidup bersih/sehat berdasarkan sumberdaya lokal, kondisi sanitasi lingkungan pemukiman dan lingkungan kerja
5.1.1 Analisis Belanja Sektor Kesehatan
Ketergantungan belanja kesehatan Provinsi Sulawesi Utara terhadap transfer pusat semakin
berkurang. Belanja kesehatan Provinsi Sulawesi Utara mengalami peningkatan, tahun 2005 sebesar Rp. 203 miliar meningkat lebih dua kali lipat menjadi Rp. 426 miliar pada Tahun 2009. Dibanding tahun 2005, porsi belanja kesehatan yang bersumber dari APBD meningkat pesat yaitu sebanyak 90 persen dari keseluruhan belanja kesehatan. Belanja kesehatan Sulawesi Utara terlihat fl uktuatif. Peningkatan cukup tinggi terjadi di tahun 2006, yaitu 60 persen dari tahun sebelumnya. Tetapi besaran belanja kesehatan menurun selama 3 tahun sebelum meningkat kembali di tahun 2009.
Gambar 5.1 Belanja kesehatan Sulawesi Utara cenderung meningkat, ketergantungan terhadap
transfer pusat juga berkurang.
RP
. M
ilia
r
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
Sebagian besar peningkatan belanja kesehatan disebabkan meningkatnya belanja pegawai dan
belanja modal. Gambar 5.2 menunjukkan secara nominal belanja pegawai meningkat dari Rp. 99 miliar menjadi 203 miliar pada tahun 2009. Meski demikian, proporsinya dibanding 5 tahun sebelumnya relatif tetap (48 persen). Peningkatan signifi kan terjadi pada belanja modal yaitu dari Rp. 26 miliar menjadi Rp. 175 miliar, yang sebelumnya hanya 13 persen menjadi 41 persen dari porsi belanja kesehatan.
59
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.2 Jumlah dan komposisi belanja modal meningkat pesat.
RP
. M
ilia
r
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
Mayoritas belanja kesehatan tingkat provinsi dialokasikan untuk belanja pegawai, sementara di
tingkat kabupaten porsi belanja pegawai dan belanja modal berimbang. Hampir 70 persen belanja provinsi dibelanjakan untuk pegawai sementara alokasi belanja barang dan jasa, dan modal masing-masing hanya 19 persen dan 12 persen. Jika dibandingkan dengan daerah studi PEA lain yang baru saja dilakukan, yaitu Provinsi Maluku, komposisi belanja kesehatan provinsinya lebih berimbang, di mana mayoritas dikeluarkan untuk belanja barang dan jasa (44 persen).
Di tingkat kabupaten, belanja modal dan belanja pegawai berimbang. Ini disebabkan kabupaten memang memiliki tanggung jawab lebih dalam menyediakan fasilitas infrastruktur kesehatan dibanding provinsi. Komposisi serupa juga bisa ditemui pada kasus studi PEA Maluku di mana belanja modal memiliki porsi cukup tinggi (36 persen).
Gambar 5.3 Mayoritas belanja provinsi dialokasikan untuk pegawai, sementara di kabupaten untuk
belanja modal.
45%
10%
45%
69%
19%
12%
Lingkar luar: Provinsi
Lingkar Dalam: Kabupaten/kota
Pegawai
Barang dan Jasa
Modal
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
60
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
5.1.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Kesehatan
Kualitas kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara lebih baik dari provinsi lain di Sulawesi dan rata-rata
nasional. Angka kelahiran yang dibantu tenaga medis di Sulawesi menunjukkan ketimpangan yang tinggi. Tujuh puluh enam persen kelahiran di Sulawesi Utara ditangani oleh tenaga medis profesional, sementara yang terendah yaitu di Sulawesi Barat hanya tercakup 29 persen. Bagi Sulawesi Utara, angka ini masih lebih tinggi dari Sulsel dan rata-rata nasional. Cakupan imunisasi di Sulawesi Utara juga yang tertinggi bila dibandingkan dengan Sulawesi dan rata-rata nasional.
Tabel 5.1 Capaian indikator kesehatan dasar di Sulawesi
Wilayah Cakupan imunisasi
bayi (%)
Kelahiran yang dibantu tenaga
medis profesional (%)
Morbiditas (%)
Sulawesi Utara 79 76 36
Sulteng 73 46 38
Sulawesi Selatan 76 59 32
Sultra 77 36 36
Gorontalo 75 37 48
Sulbar 68 29 38
Indonesia 77 65 34
Akses masyarakat kepada fasilitas kesehatan publik di Sulawesi Utara, merupakan yang terendah
di Sulawesi. Terlepas dari tingginya indikator kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, ternyata akses kepada fasilitas kesehatan publik cukup rendah. Rata-rata akses tersebut hanya 7 persen untuk Sulawesi Utara atau sama dengan rata-rata nasional, sementara Gorontalo memiliki angka rata-rata tertinggi yaitu sebesar 11 persen. Angka ini dapat pula berarti masyarakat Sulawesi Utara banyak yang memilih fasilitas kesehatan yang disediakan oleh swasta. Jika dilihat dari penggunanya, kelompok masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses yang paling besar kepada fasilitas kesehatan publik.
Gambar 5.4 Jumlah masyarakat Sulawesi Utara yang menggunakan fasilitas kesehatan publik
merupakan yang terendah di Sulawesi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
61
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memilih metode pengobatan modern
dibanding metode lainnya. Hal ini dapat dilihat dari porsi masyarakat berpendapatan rendah (kuintil 1 dan kuintil 2) yang memilih menggunakan metode pengobatan modern daripada metode pengobatan tradisional dan metode lainnya (mengobati sendiri). Dari ketiga macam metode pengobatan, 37 persen adalah masyarakat berpendapatan rendah yang memilih pengobatan modern. Sementara yang memilih pengobatan tradisional sebesar 34 persen dan metode pengobatan lainnya 29 persen.
Mayoritas masyarakat yang memilih metode pengobatan lainnya justru berasal dari kelompok pendapatan menengah ke atas (kuintil 4 dan kuintil 5) sebesar 51 persen.
Gambar 5.5 Proporsi masyarakat berpendapatan rendah yang memilih pengobatan modern lebih
besar dari proporsi yang memilih pengobatan lain
16% 18% 13%
18% 19%16%
23% 18%19%
21% 25%28%
21% 20% 23%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Tradisional Modern Lainnya
Kuintil 5
Kuintil 4
Kuintil 3
Kuintil 2
Kuintil 1
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
5.1.3 Analisis Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
Kabupaten-kabupaten kepulauan mendominasi belanja kesehatan terbesar di Sulawesi Utara. Kabupaten Sitaro adalah kabupaten dengan belanja kesehatan per kapita terbesar yaitu Rp. 392 ribu diikuti Kabupaten Sangihe, akan tetapi Kabupaten Sangihe memiliki porsi belanja kesehatan terbesar dengan 11,5 persen. Kota Manado, Kab Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) dan Bolaang Mongondow Timur (Boltim) adalah kabupaten/kota dengan belanja kesehatan per kapita terendah di Sulawesi Utara
Kabupaten-kabupaten dengan belanja kesehatan tertinggi sebaliknya memiliki angka keluhan
kesehatan (morbidity) yang terendah. Kabupaten-kabupaten kepulauan seperti Sangihe, Talaud, dan Sitaro yang belanja kesehatan per kapitanya tertinggi, memiliki keluhan kesehatan yang terendah di Provinsi Sulawesi Utara. Akses ke fasilitas kesehatan di Kabupaten Sangihe juga termasuk yang tertinggi (8 persen). Data Dinas Kesehatan tahun 2009, menyebutkan jumlah kematian ibu di propinsi Sulawesi Utara tertinggi di Kabupaten Bolmong dgn jumlah 16 kasus/1000 kelahiran hidup dan pada beberapa kab/kota dibawah 5 kasus/1000 kelahiran hidup.
62
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.6 Kabupaten kepulauan memiliki belanja kesehatan per kapita terbesar
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
Kabupaten hasil pemekaran cenderung memiliki belanja kesehatan per kapita yang rendah. Empat kabupaten hasil pemekaran terakhir yaitu kabupaten hasil pemekaran Bolaang Mongondow – Bolmut, Bolsel, Boltim – dan Minahasa Tenggara (Mitra). Pengecualian terlihat pada Mitra yang justru belanja kesehatannya terbesar keempat di Sulawesi Utara. Kabupaten baru hasil pemekaran cenderung banyak membelanjakan anggarannya untuk administrasi pemerintahan atau belanja modal berbentuk pembangunan gedung atau perkantoran pemerintahan.
Gambar 5.7 Kabupaten kepulauan memiliki angka keluhan sakit terendah di Sulawesi Utara
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
Ketimpangan dalam ketersediaan tenaga kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara masih terlihat, wilayah
perkotaan umumnya memiliki ketersediaan yang lebih baik. Hal ini terutama terlihat pada rasio dokter per 10.000 penduduk yang ketimpangannya lebih tinggi daripada rasio bidan per 10.000 penduduk. Rasio dokter tertinggi dapat ditemui di Kota Manado (13,5) dan Kota Tomohon (7,8). Tomohon juga memiliki rasio
63
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
bidan yang cukup tinggi di Sulawesi Utara, yaitu 9,9 per 10.000 penduduk. Kabupaten Kepulauan Talaud menunjukkan performa penyediaan bidan yang terbaik di Sulawesi Utara (10,7 per 10.000 penduduk), sementara rasio dokternya adalah tertinggi keempat (4,4 per 10.000 penduduk). Hal ini melanjutkan kinerja baik dari Talaud yang memiliki belanja kesehatan per kapita tertinggi ketiga dan angka keluhan kesehatan terendah kedua di Provinsi Sulawesi Utara.
Tetapi ketersediaan tenaga kesehatan tidak berbanding lurus dengan tingkat akses masyarakat ke
kesehatan gratis. Kota Manado dan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) memiliki tingkat akses ke kesehatan gratis tertinggi (18 persen), meskipun Kabupaten Bolmong memiliki rasio dokter yang terendah di Sulawesi Utara. Akses kepada kesehatan gratis lebih banyak dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas seperti Puskesmas dan Posyandu, di mana Kabupaten Bolmong merupakan kabupaten dengan jumlah Puskesmas (21 unit) dan Posyandu (251 unit) terbanyak di Sulawesi Utara.
Gambar 5.8 Akses ke fasilitas kesehatan gratis dan rasio tenaga kesehatan tidak menunjukkan pola
yang serupa
Sumber: Estimasi Bank Dunia dan tim PEA Sulawesi Utara dari Podes 2008
Cakupan imunisasi di Provinsi Sulawesi Utara relatif merata, sementara kelahiran yang dibantu
tenaga medis professional menunjukkan ketimpangan. Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) memiliki tingkat kelahiran yang dibantu tenaga medis yang terkecil (33 persen). Dari Gambar 5.7 Dan 5.8 di atas dapat dilihat bahwa Kabupaten Bolmut juga memiliki angka morbiditas tertinggi, sementara rasio tenaga kesehatan dan akses ke fasilitas kesehatan gratisnya termasuk yang terendah di Provinsi Sulawesi Utara.
Hubungan antara output (rasio dokter dan bidan per 10.000 penduduk) dengan capaian (cakupan
imunisasi dan kelahiran dibantu tenaga medis) beragam. Untuk daerah perkotaan output dan capaian relatif merata, tetapi di kabupaten yang lebih luas wilayahnya terutama kabupaten kepulauan, capaian sektor kesehatan beragam. Kabupaten Sitaro memiliki rasio bidan yang tinggi, dan rasio dokter yang sangat rendah, sehingga cakupan imunisasi di Sitaro termasuk yang terendah tetapi kelahiran dibantu tenaga medisnya lebih baik. Sementara di Talaud, walaupun rasio bidannya tertinggi, kelahiran dibantu tenaga medisnya termasuk yang terendah di Sulawesi Utara. Hal ini disebabkan distribusi dan akses tenaga kesehatan di kabupaten kepulauan masih banyak terkendala transportasi dan lokasi geografi s.
64
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.9 Cakupan kelahiran yang dibantu tenaga medis di wilayah perkotaan lebih baik
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
5.1.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan
Tim peneliti PEA Sulawesi Utara melakukan survey untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik di sejumlah sektor. Survey ini dilakukan dengan mewawancarai responden dari seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara.
Untuk mengevaluasi respon pelayanan publik pada bidang kesehatan, terdapat 8 (Delapan) indikator pelayanan kesehatan, yaitu: kemudahan dan kepastian mendapatkan pelayanan, terdapat prosedur tetap, kewajaran biaya pengobatan, kehandalan penyedia layanan, kelengkapan dan kebersihan peralatan/ruangan, penggunaan fasilitas kesehatan, pelayaan kepada pasien, dan penilaian mengenai realisasi program pemerintah.
Dari delapan indikator persepsi yang ditanyakan kepada masyarakat, indikator Prosedur Pelayanan mendapat persepsi terbaik. Sementara masyarakat menilai kelengkapan dan kebersihan alat dan ruangan kesehatan sebagai hal yang masih kurang dari pelayanan kesehatan.
Gambar 5.10 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan kesehatan pemerintah
020406080
100
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Universitas Sam Ratulangi
65
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
5.1.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Indikator kesehatan di Sulawesi Utara secara umum lebih baik dari propinsi tetangganya di Sulawesi
dan rata-rata nasional. Yang masih perlu diperhatikan adalah distribusi di antara kabupaten/kota. Oleh karena itu Kabupaten perlu memiliki tenaga kesehatan yang memadai dilengkapi dengan akses untuk menjangkau penduduk.
Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) mayoritas
masih di bawah 10 persen. Belanja kesehatan di tingkat Provinsi sebagian besar dialokasikan untuk belanja pegawai. Pada level kabupaten/kota didominasi oleh belanja pegawai dan belanja modal dengan porsi yang seimbang (49 persen). Belanja kesehatan per kapita di kabupaten kepulauan lebih tinggi dengan daerah lain di Provinsi Sulawesi Utara. Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) masih perlu ditingkatkan. Hal ini penting untuk meningkatkan alokasi belanja pemerintah daerah pada masyarakat.
Hubungan antara output (rasio dokter dan bidan per 10.000 penduduk) dengan capaian (cakupan
imunisasi dan kelahiran dibantu tenaga medis) beragam. Untuk daerah perkotaan output dan capaian relatif merata, tetapi di kabupaten yang lebih luas wilayahnya terutama kabupaten kepulauan, capaian sektor kesehatan beragam. Untuk kabupaten kepulauan, akses terhadap tenaga kesehatan seringkali terkendala faktor transportasi dan geografi . Kabupaten kepulauan perlu mendapat perhatian khusus dalam hal akses dan mobilitas tenaga kesehatan. Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap pelayanan kesehatan relatif baik, tetapi penyedia jasa kesehatan perlu meningkatkan standar kebersihan alat dan fasilitasnya.
5.2 Sektor PendidikanPemerintah Sulawesi Utara menjamin semua anak mempunyai akses yang sama mendapatkan
pendidikan berkualitas. Rencana strategis Dinas Pendidikan Nasional Sulawesi Utara Tahun 2005-2010 disusun sebagai pedoman dalam rangka mempercepat pencapaian sasaran pembangunan yaitu: pemerataan dan perluasan pendidikan yang bermutu agar dapat menjamin bahwa menjelang Tahun 2015 semua anak, termasuk anak perempuan, anak kurang beruntung dan minoritas etnik, mempunyai akses yang sama dan dapat menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan berkualitas yang baik (Kerangka Aksi Dasar Pendidikan Untuk Semua).
5.2.1 Belanja Pendidikan
Belanja Pendidikan di Sulawesi Utara berkisar di atas 20 persen tiap tahunnya, meningkat lebih
dari dua kali lipat dalam 5 tahun. Tidak seperti halnya fi gur belanja kesehatan yang fl uktuatif, belanja pendidikan cenderung meningkat stabil. Pertumbuhan tertinggi terjadi di tahun 2007, meningkat 40 persen dari tahun sebelumnya.
Porsi belanja pendidikan yang bersumber dari transfer pusat cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari meningkatnya dana dekonsentrasi yang diperuntukkan untuk pendidikan yang meningkat hampir 4 kali lipat dari Rp. 128 miliar di tahun 2005 sampai Rp. 431 miliar di tahun 2009. Porsi belanja pendidikan yang bersumber dari APBD semakin berkurang dari 85 persen menjadi 78 persen di tahun 2009. Pendidikan dasar dan menengah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sementara pendidikan tinggi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat lewat dana dekonsentrasi. Meningkatnya dana dekonsentrasi dapat diartikan semakin tinggi pula peran pemerintah pusat dalam menyediakan pelayanan pendidikan tinggi di Sulawesi Utara.
66
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.11 Belanja pendidikan Sulawesi Utara secara stabil meningkat dengan proporsi di atas 20
persen dari total belanja
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
Belanja pegawai di sektor pendidikan sangat tinggi. Selama periode tahun 2005-2009 komponen belanja pegawai mengalami peningkatan hampir 2 kali lipat dari Rp. 657 miliar menjadi Rp 1,2 triliun. Proporsi belanja pegawai memang mengalami penurunan dari 88 persen pada tahun 2005 menjadi 77 persen di tahun 2009. Meski demikian, angka ini masih terbilang tinggi. Sebagai pembanding, studi analisis belanja publik di Maluku menunjukkan bahwa proporsi belanja pegawai di Maluku pada tahun 2009 adalah 69 persen. Penurunan di belanja pegawai diimbangi dengan kenaikan proporsi belanja modal. Kenaikannya secara proporsi sangat besar, yaitu dari hanya 3 persen menjadi 17 persen.
Gambar 5.12 Belanja pegawai sektor pendidikan di Sulawesi Utara sangat tinggi
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
67
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Pemerintah provinsi mengalokasikan belanja pendidikan paling besar pada komponen barang
dan jasa, sedangkan kabupaten/kota pada belanja pengawai. Besarnya komponen belanja pegawai dikarenakan untuk membayar gaji guru SD dan SMP di masing-masing kabupaten/kota. Terdapat perbedaan mencolok belanja barang dan jasa antara pemerintah provinsi dengan gabungan kabupaten/kota. Pemerintah provinsi mengalokasikan sebesar 59 persen sebaliknya gabungan kabupaten/kota hanya sebesar 5 persen. Perbedaan lainnya pada alokasi belanja pengawai, dimana pemerintah Provinsi mengalokasikan sebesar 37 persen sebaliknya gabungan Kabupaten/Kota sebesar 78 persen.
Hasil studi PEA di provinsi lain menunjukkan pola serupa seperti di Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Gorontalo.
Gambar 5.13 Pembagian peran antara provinsi dan kabupaten/kota dalam urusan pendidikan
tercermin dari komposisi belanjanya
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.2.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pendidikan
Provinsi Sulawesi Utara memiliki capaian pendidikan yang sangat baik di Indonesia. Tingkat melek huruf di Sulawesi Utara umumnya selalu yang terbaik di Indonesia. Jika dibandingkan dengan provinsi tetangganya di Sulawesi dan rata-rata nasional, terlihat bahwa angka melek huruf Sulawesi Utara jauh lebih baik. Provinsi-provinsi lain yang biasanya memiliki tingkat melek huruf tinggi di Indonesia antara lain Maluku dan DKI Jakarta, yang pada tahun 2009 masing-masing memiliki angka melek huruf sebesar 97,4 dan 98,9.
Angka melek huruf di Sulawesi Utara pun lebih merata antar kelompok umur. Gambar 5.15 menunjukkan bahwa relatif tidak banyak perbedaan antara kelompok usia produktif (15-60 tahun) dan usia non produktif (60 tahun ke atas). Lazimnya, tingkat melek huruf yang lebih rendah akan dijumpai pada tingkat usia 60 tahun ke atas, seperti pada Provinsi Sulawesi Selatan (55,6 persen) dan Sulawesi Barat (58,6 persen). Provinsi Sulsel juga memiliki ketimpangan angka melek huruf terbesar di Sulawesi.
68
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.14 Perkembangan angka melek huruf di Sulawesi 2003-2009
Sumber: Estimasi Bank Dunia dan tim PEA Sulawesi Utara dari Susenas 2009
Gambar 5.15 Angka melek huruf berdasarkan kelompok umur di Sulawesi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
Angka partisipasi murni untuk setiap tingkat pendidikan di Sulawesi Utara adalah yang tertinggi
bila dibandingkan dengan rata-rata nasional dan provinsi lain di Sulawesi. Untuk tingkat pendidikan dasar, APM di Sulawesi cukup merata, namun di tingkat pendidikan menengah, Sulawesi Utara memiliki APM yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Sulawesi Utara lebih merata di tiap jenjang. Jarak antara APM SD (97,9 persen) dan APM SMP (87,2 persen) tidak terlampau jauh, dapat dikatakan bahwa upaya pemerintah Sulawesi Utara menerapkan wajib belajar 9 tahun sudah mendekati targetnya.
69
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.16 Angka partisipasi murni setiap jenjang pendidikan di Sulawesi Utara
Sumber: Estimasi Bank Dunia dan tim PEA Sulawesi Utara dari Susenas 2009
Perempuan di Sulawesi Utara memiliki pendidikan yang lebih baik jika dibandingkan dengan
perempuan di provinsi tetangganya. Di Sulawesi Utara tidak terlihat ketimpangan angka melek huruf di antara kelompok umur. Selain itu APM untuk seluruh tingkat pendidikan Di Sulawesi Utara juga merupakan yang tertinggi di Sulawesi.
Gambar 5.17 Angka melek huruf perempuan untuk berbagai kelompok umur di Sulawesi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
70
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.18 Angka partisipasi murni perempuan di Sulawesi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
5.2.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara
Seperti halnya belanja kesehatan, alokasi belanja pendidikan per kapita di kabupaten kepulauan
juga mendominasi di Sulawesi Utara. Pola yang sama juga dapat terlihat pada kabupaten dengan belanja terendah yaitu Bolmut, Bolsel, dan Boltim. Ketiga kabupaten tersebut merupakan kabupaten baru yang mekar pada tahun 2008. Dengan pengecualian kabupaten Mitra, kabupaten hasil pemekaran dari Bolmong memiliki belanja pendidikan dan kesehatan yang rendah.
Proporsi belanja pendidikan kabupaten/kota di Sulawesi Utara termasuk tinggi. Mayoritas belanja pendidikan di Sulawesi Utara pada tahun 2009 mengambil proporsi di atas 30 persen dari total belanja. Kabupaten Minahasa memiliki proporsi tertinggi dengan 45 persen. Sementara proporsi terendah ditemui di Kabupaten Bolmut. Kabupaten baru biasanya mengalokasikan belanja untuk pembangunan fi sik fasilitas perkantoran pemerintahan, sehingga memiliki alokasi belanja untuk kebutuhan dasar yang lebih rendah.
Gambar 5.19 Seperti halnya belanja kesehatan, belanja pendidikan di Sulawesi Utara didominasi
oleh kabupaten kepulauan
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
71
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Jika dibandingkan dengan belanja di provinsi lain, proporsi belanja pendidikan di kabupaten/kota di Sulawesi Utara terbilang tinggi. Sebagai contoh Provinsi Maluku yang memiliki indikator pendidikan sangat baik di Indonesia. Belanja pendidikan di Maluku mencapai 40 persen di Kota Ambon dan 38 persen di Kabupaten Maluku Tengah. Sementara mayoritas justru berada di bawah 20 persen. Ini menunjukkan bahwa peningkatan capaian pendidikan di Sulawesi Utara lebih merata daripada di Maluku yang lebih didorong oleh indikator Kota Ambon. Capaian yang merata tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2, yang menunjukkan tingkat melek huruf pada berbagai kelompok usia. Perbedaan yang relatif kecil baru terlihat pada kelompok usia di atas 60 tahun, hal ini dapat dimaklumi karena generasi terdahulu belum tentu memiliki akses pendidikan seperti saat ini.
Tabel 5.2 Tingkat melek huruf di kabupaten/kota di Sulawesi Utara dari berbagai kelompok umur
Usia 15-29 tahun 30-44 tahun 45-59 tahun 60 tahun ke atas
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Bolmong 99,4% 99,6% 99,3% 99,3% 99,6% 97,2% 93,9% 82,9%
Minahasa 100,0% 100,0% 99,5% 99,7% 100,0% 100,0% 100,0% 97,9%
Sangihe 100,0% 100,0% 99,7% 100,0% 98,7% 98,4% 93,8% 90,9%
Talaud 100,0% 100,0% 99,3% 100,0% 98,5% 98,3% 99,0% 98,4%
Minsel 99,6% 100,0% 99,7% 100,0% 99,1% 99,5% 97,3% 97,6%
Minut 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 97,6% 95,8%
Bolmut 98,3% 100,0% 99,0% 98,5% 98,1% 95,4% 93,8% 91,2%
Sitaro 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 99,4% 96,5% 95,3%
Mitra 100,0% 100,0% 100,0% 99,5% 98,7% 100,0% 100,0% 98,4%
Manado 100,0% 100,0% 100,0% 99,6% 99,0% 99,5% 100,0% 96,7%
Bitung 99,5% 100,0% 99,9% 98,1% 100,0% 99,9% 100,0% 97,6%
Tomohon 99,0% 99,8% 99,2% 99,3% 99,4% 99,5% 100,0% 99,1%
Kotamobagu 98,7% 100,0% 100,0% 99,6% 100,0% 99,5% 100,0% 98,6%Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
Angka partisipasi sekolah untuk tingkat pendidikan dasar di Sulawesi Utara sudah merata, walaupun
masih ada kesenjangan untuk pendidikan menengah atas. Kepulauan Talaud merupakan kabupaten dengan angka partisipasi murni tingkat SMA yang tertinggi di Sulawesi Utara (67,5 persen) diikuti Kota Tomohon (64,7 persen). Angka ini juga mendukung komitmen Talaud di pendidikan yang terlihat dari alokasi anggarannya. Perbedaan APM SD dengan APM SMP di Talaud juga termasuk yang terkecil di Sulawesi Utara, menunjukkan bahwa pendidikan wajib 9 tahun relatif dapat dipenuhi.
Gambar 5.20 Angka partisipasi murni kabupaten/kota di Sulawesi Utara
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
72
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
5.2.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Pendidikan
Tim peneliti PEA Sulawesi Utara melakukan survey untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik di sejumlah sektor. Survey ini dilakukan dengan mewawancarai responden dari seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara.
Untuk mengevaluasi respon pelayanan publik pada bidang pendidikan yang diberikan Pemerintah Kabupaten/Kota di SULAWESI UTARA, terdapat 7 (Tujuh) indikator pelayanan pendidikan, yaitu: kemudahan mendaftar, terdapat prosedur tetap, kewajaran biaya, pendidikan bebas pungutan, keterlibatan orang tua, pengelolaan BOS, dan penyelenggaraan pendidikan.
Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap pelayanan pendidikan relatif baik. Dari hasil survey, diketahui bahwa masyarakat Sulawesi Utara relatif puas dengan pendidikan bebas pungutan yang diprogramkan pemerintah. Masyarakat Sulawesi Utara juga berpendapat bahwa keterlibatan orang tua murid dan prosedur pelayanan pendidikan relatif baik.
Gambar 5.21 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan pendidikan di Sulawesi Utara
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.2.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Kualitas capaian pendidikan di Sulawesi Utara merupakan yang tertinggi di Indonesia, seperti yang ditunjukkan oleh indikator-indikator pendidikan seperti angka partisipasi murni sekolah dan tingkat melek huruf. Capaian indikator pendidikan tersebut juga tersebar relatif merata di tiap kabupaten/kota di Sulawesi Utara, tidak hanya terfokus di wilayah perkotaan atau ibukota provinsi saja. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan atau lulusan sehingga mendukung penciptaan lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran.
Ketimpangan indikator pendidikan di Sulawesi Utara relatif kecil, baik antar kabupaten/kota, dari
kelompok usia, maupun jenis kelamin. Pemerataan akses pendidikan di kabupaten kepulauan dalam hal mobilisasi murid dan guru masih perlu diperhatikan.
Belanja sektor pendidikan di Sulawesi Utara meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun,
dan porsinya rata-rata selalu berada di atas 20 persen. Meski demikian, kenaikan itu juga diikuti oleh kenaikan belanja pegawai yang juga mencapai dua kali lipat. Di tingkat kabupaten kota, porsi belanja pendidikan hampir seluruhnya di atas 20 persen, bahkan di 2 kabupaten mencapai 40 persen. Proporsi
73
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
belanja pegawai di sektor pendidikan masih perlu diturunkan. Proporsi belanja pegawai ini termasuk tinggi bila dibandingkan dengan belanja pegawai sektor pendidikan di beberapa daerah studi PEA.
Ketergantungan Sulawesi Utara terhadap belanja pendidikan dari pusat semakin meningkat, ini
ditunjukkan dari meningkatnya dana dekonsentrasi sektor pendidikan setiap tahun. Meningkatnya dana dekonsentrasi pendidikan berarti semakin kuat pula peran pemerintah pusat dalam penyediaan pendidikan tinggi di Sulawesi Utara. Rekomendasi lainnya adalah perguruan tinggi di Sulawesi Utara harus meningkatkan kualitas dan kemandirian sehingga mengurangi pada transfer dari pusat, misalnya melalui output akademik berupa penelitian atau pelatihan.
5.3 Sektor InfrastrukturKeberadaan Provinsi Sulawesi Utara yang strategis di bibir pasifi k semestinya dapat dimanfaatkan untuk mendorong perannya dalam perdagangan dan arus lintas barang dan jasa. Salah satu syarat mutlak tercapainya tujuan tersebut adalah penyediaan infrastruktur yang berkualitas.
5.3.1 Belanja Infrastruktur
Terjadi peningkatan belanja infrastruktur sebanyak empat kali lipat antara 2005 hingga 2009. Peningkatan yang cukup signifi kan terlihat pada belanja kabupaten/kota pada tahun 2006 dan 2009, yang disebabkan munculnya kabupaten-kabupaten baru pada kedua tahun tersebut. Hal itu juga mendorong peningkatan proporsi belanja infrastruktur di Sulawesi Utara dari 6 persen pada tahun 2005 menjadi 19 persen. Namun perlu dicermati jika peningkatan ini disebabkan oleh kemunculan kabupaten baru, maka belanja infrastruktur yang tinggi kemungkinan banyak terserap di pembangunan fasilitas pemerintahan.
Seiring meningkatnya belanja tingkat kabupaten/kota, ketergantungan pada transfer pusat pun menurun. Separuh dari belanja infrastruktur pada tahun 2005 merupakan transfer pusat lewat dana dekonsentrasi. Angka tersebut berkurang drastis pada tahun-tahun berikutnya hingga menjadi hanya 14 persen di tahun 2009.
Gambar 5.22 Belanja infrastruktur di Sulawesi Utara meningkat empat kali lipat selama 5 tahun,
terutama didorong belanja kabupaten/kota
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
74
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Komposisi belanja pegawai di sektor infrastruktur semakin menurun. Di level provinsi, proporsi belanja pegawai turun dari 42 persen menjadi 22 persen, sementara di kabupaten proporsinya turun dari 21 persen menjadi hanya 7 persen. Di sisi lain kenaikan proporsi belanja modal sangat besar terutama setelah tahun 2007
Gambar 5.23 Komposisi belanja pegawai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menurun
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.3.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Infrastruktur
Secara umum akses kepada infrastruktur dasar di Sulawesi Utara adalah yang terbaik di Sulawesi.
Berdasarkan Susenas 2009 terlihat bahwa cakupan tiga indikator infrastruktur dasar di Sulawesi Utara lebih tinggi dari provinsi lain di Sulawesi. Dua provinsi terakhir yang terbentuk di Sulawesi memiliki tingkat akses ke sanitasi dan akses air bersih yang lebih kecil. Hal ini bisa disebabkan provinsi-provinsi baru tersebut merupakan daerah yang dahulunya relatif tertinggal. Sementara penyediaan listrik masih lebih banyak didominasi oleh kewenangan pusat.
Gambar 5.24 Capaian indikator infrastruktur dasar di Sulawesi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
75
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Masih ada ketimpangan antar kelompok pendapatan dalam mengakses infrastruktur dasar di
Sulawesi dan Sulawesi Utara. Dari seperlima penduduk berpendapatan terendah di Sulawesi Utara, baru 18 persen di antaranya yang memiliki akses ke air bersih dan 51 persen yang memiliki akses ke sanitasi layak. Kecuali seperlima penduduk termakmur, akses air bersih di kelompok pendapatan lain tidak mencapai 50 persen, ini berarti terlepas dari tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara, separuhnya tidak memiliki akses ke air bersih yang layak. Pada seperlima penduduk termakmur, 76 persen di antaranya memiliki akses ke air bersih dan hampir seluruhnya (99 persen) memiliki akses ke sanitasi.
Ketimpangan juga tertlihat di provinsi lain. Untuk akses ke sanitasi, Sulawesi Utara tidak memiliki ketimpangan sebesar Gorontalo misalnya. Hanya 20 persen dari penduduk berpendapatan terendah di Gorontalo yang memiliki akses ke sanitasi, dibandingkan dengan 90 persen dari masyarakat berpendapatan tertinggi. Untuk akses ke air bersih, Gorontalo dan Sulbar terlihat memiliki ketimpangan yang lebih besar. Dari 80 persen penduduk di Sulbar cakupan akses air bersihnya tidak sampai 30 persen, sementara dari 20 persen masyarakat berpendapatan tinggi 68 persen memiliki akses air bersih. Ketimpangan seperti ini perlu mendapat perhatian Pemprov Sulawesi Utara, terutama dalam penyediaan dan pengawasan kualitas air bersih.
Gambar 5.25 Perbandingan akses air bersih dan sanitas di Sulawesi berdasarkan kelompok
pendapatan
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
Di sektor transportasi, terjadi peningkatan pada penggunaan moda angkutan udara baik untuk
pergerakan manusia maupun barang. Data BPS Provinsi Sulawesi Utara tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah penumpang maupun barang yang keluar masuk lewat Bandar Udara Sam Ratulangi meningkat. Dalam waktu lima tahun jumlah penumpang meningkat 22 persen, jumlah total kargo yang dilayani meningkat 27 persen, dan jumlah pengiriman lewat pos udara meningkat lebih dari 2 kali lipat (122 persen).
Tabel 5.3 Jumlah penumpang dan barang yang melewati Bandar Udara Sam Ratulangi meningkat
2004 2005 2006 2007 2008
Penumpang (jiwa) 1.042.002 802.371 1.139.334 1.132.657 1.275.405
Bagasi (Kg) 14.278.850 13.720.566 14.898.766 14.758.286 16.016.042
Kargo (Kg) 8.687.025 7.911.961 9.553.703 9.866.495 11.004.635
Pos (Kg) 214.333 160.928 170.478 229.292 475.136 Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik
76
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Penumpang yang menggunakan transportasi laut berkurang, tetapi arus barang tetap meningkat.
Mobilitas manusia di Sulawesi Utara diukur dari dua pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Bitung dan Pelabuhan Manado, sementara arus barang diukur dari pelabuhan utama barang yaitu Pelabuhan Bitung. Selama kurun waktu 15 tahun, secara umum pengguna jasa kapal menurun dari total 524 ribu penumpang menjadi 491 ribu penumpang. Walalaupun pada akhir 1990-an dan awal 2000-an terlihat tren peningkatan jumlah penumpang, tetapi peningkatan jasa angkutan udara relatif membuat jumlah penumpang angkutan laut berfl uktuatif dan cenderung menurun. Tidak demikian halnya dengan arus barang, meskipun arus barang yang keluar dari Sulawesi Utara cenderung menurun sejak tahun 2005, terjadi peningkatan yang besar pada arus barang yang masuk ke Sulawesi Utara. Dalam 15 tahun, total arus barang yang dilayani Pelabuhan Bitung meningkat hampir 2 kali lipat. Jika tren ini terus berlangsung, Pemerintah Sulawesi Utara perlu mempertimbangkan kapasitas dan kualitas layanan pelabuhan serta infrastruktur pendukung seperti jalan raya.
Gambar 5.26 Arus barang di pelabuhan utama Sulawesi Utara meningkat sementara arus penumpang
cenderung fl uktuatif
Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik
Pelayaran di kabupaten kepulauan masih bergantung pada layanan kapal perintis. Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan bahwa Pelayaran- Perintis adalah pelayanan angkutan di perairan pada trayek-trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani daerah atau wilayah yang belum atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum memberikan manfaat komersial. Kabupaten kepulauan seperti Sangihe dan Talaud masih sangat bergantung pada layanan pelayaran perintis yang hingga 2008 hanya memiliki 3 unit. Dalam UU Pelayaran juga disebutkan bahwa
77
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
wewenang dan pembiayaan operasional kapal perintis dapat berada pada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
Kualitas jalan nasional di Sulawesi Utara menurun, sementara jalan provinsi lebih baik. Salah satu infrastruktur dasar pendukung mobilitas barang dan manusia dari pelabuhan laut dan udara adalah jalan raya. Berdasarkan data BPS Sulawesi Utara, terlihat penurunan kualitas jalan nasional yang berkategori mantap sebesar 10 persen. Sementara jalan nasional berstatus kritis meningkat dari 4 persen menjadi 7 persen. Sebaliknya pada jalan provinsi yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, terjadi peningkatan panjang jalan yang berkategori mantap hampir 2 kali lipat. Melihat tren peningkatan arus barang dan manusia di Sulawesi Utara, sudah selayaknya perhatian diberikan pada kualitas jalan sebagai pendukung utama.
Tabel 5.4 Terjadi penambahan proporsi jalan berkualitas baik di Sulawesi Utara
Jalan Nasional Jalan Provinsi
2003 2007 2003 2007
Mantap (Km) 655,06 893,44 408,69 511,82
Tidak Mantap (Km) 116 272,95 649,77 273,7
Kritis (Km) 38,36 101 252,06 47,5
persen Mantap 81% 70,5% 31% 61%
Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik
5.3.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara
Umumnya kabupaten/kota yang baru terbentuk memiliki belanja infrastruktur yang lebih besar. Hal ini lazim ditemui di berbagai daerah dikarenakan kabupaten/kota yang baru terbentuk akan membelanjakan anggarannya untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan baru. Di Provinsi Sulawesi Utara hal ini ditunjukkan dari 4 kabupaten/kota dengan belanja infrastruktur terbesar – baik secara per kapita maupun persentase terhadap total belanja – merupakan kabupaten/kota yang relatif baru terbentuk.
Gambar 5.27 Belanja infrastruktur terbesar terdapat di kabupaten yang baru terbentuk
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
78
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Daerah perkotaan di Sulawesi Utara umumnya memiliki akses terhadap air bersih yang tinggi, tetapi
beberapa kabupaten masih jauh tertinggal. Kabupaten-kabupaten yang umumnya memiliki tingkat akses yang rendah adalah kabupaten kepulauan dan kabupaten yang baru saja terbentuk. Permasalahan lain adalah kesenjangan antar kelompok pendapatan, meskipun hal tersebut ditemui juga di perkotaan seperti Kota Kotamobagu. Di Kabupaten Bolmut dan Sitaro, dari 20 persen penduduk termakmur sepertiganya memiliki akses ke air bersih. Tetapi dari 80 persen penduduk sisanya, kurang dari 10 persen saja yang memiliki akses air bersih. Dari 40 persen masyarakat berpendapatan terendah, yang memiliki akses ke air bersih rata-rata 28 persen, jauh lebih rendah dari angka rata-rata kota sebesar 63 persen
Gambar 5.28 Masih terdapat kesenjangan cakupan infrastruktur dasar antara kota dan kabupaten
di Sulawesi Utara
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
Pada umumnya rakyat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses ke sanitasi yang
layak. Jika diambil 2 kelompok masyarakat berpendapatan terendah di Sulawesi Utara, mayoritas di atas 90 persen dari mereka memiliki akses sanitasi. Beberapa daerah yang memiliki yang masih rendah angka aksesnya adalah Bolmong, Sangihe, Bolmut, dan Kotamobagu. Hanya 40 persen dari penduduk berpendapatan terendah di Kotamobagu yang memiliki sanitasi layak, sementara rata-rata di kota tersebut mencapai 80 persen. Di Bolmong, persentase akses sanitasi masyarakat berpendapatan rendah hampir sama dengan rata-rata kabupaten. Kedua contoh tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang tinggi di Kotamobagu sementara di Bolmong, secara keseluruhan akses sanitasi layak memang rendah.
Gambar 5.29 Sebagian masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses ke
sanitasi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
79
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
5.3.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Infrastruktur
Untuk mengevaluasi respon pelayanan publik khususnya pada pelayanan infrastruktur dasar terdapat 7 (Tujuh) indikator, yaitu persepsi masyarakat atas kualitas jalan dan jembatan, ketersediaan irigasi, ketersediaan drainase, ketersediaan sanitasi, ketersediaan air bersih dan air baku, ketersediaan listrik, ketersediaan telekomunikasi.
Persepsi masyarakat terhadap pelayanan infrastruktur relatif rendah jika dibandingkan dengan
pelayanan kesehatan dan pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata skor penilaian yang diberikan responden sebesar 62 (skala 1 sampai 100) dibandingkan rata skor pelayanan kesehatan yang di atas 70. Dari penyediaan infrastruktur yang ditanyakan, persepsi masyarakat terbaik diberikan pada ketersediaan telekomunikasi, meskipun untuk penyediaan jasa ini hampir seluruhnya disediakan swasta. Indikator lain yang mendapat persepsi relatif baik adalah ketersediaan air bersih, walaupun hal ini bertentangan dengan hasil capaian berdasarkan Susenas 2009 yang menunjukkan bahwa cakupan akses air bersih di Sulawesi Utara tidak lebih baik dari akses sanitasi dan listrik. Hal ini bisa disebabkan responden yang dipilih berada pada wilayah perkotaan atau ibukota kabupaten, atau berada pada kelompok pendapatan yang lebih tinggi.
Gambar 5.30 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan infrastruktur di Sulawesi Utara
0
50
100
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.3.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Belanja sektor infrastruktur meningkat 4 kali lipat selama 5 tahun terakhir, komposisi belanja
pegawai juga cenderung menurun. Meski demikian, proporsi belanja pusat pada belanja infrastruktur di Sulawesi Utara juga meningkat dari tahun ke tahun. Empat Kabupaten/Kota hasil pemekaran di Sulawesi Utara mendominasi besaran belanja di sektor infrastruktur. Mayoritas belanja infrastruktur yang berasal dari kabupaten hasil pemekaran harus diperhatikan, sebab hal ini tidak serta merta mencerminkan penyediaan layanan dasar yang lebih baik.
Dari tiga infrastruktur dasar, cakupan air bersih merupakan yang terendah dibandingkan dengan
akses ke sanitasi dan cakupan listrik. Masih dijumpai ketimpangan antar kabupaten dan kelompok pendapatan. Ketimpangan tersebut dapat dijumpai di beberapa kabupaten seperti yang baru terbentuk seperti Mitra, Bolmut, dan Sitaro. Rekomendasinya adalah pelayanan terhadap akses infrastruktur dasar difokuskan pada masyarakat berpendapatan rendah, terutama penyediaan air bersih dan akses sanitasi.
Terjadi pergeseran moda transportasi untuk arus penumpang dari angkutan laut ke angkutan udara. Hal ini disebabkan makin meningkatnya pariwisata di Sulawesi Utara disertai peran Sulawesi Utara yang
80
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
makin penting dalam penyediaan jasa MICE, di mana mayoritas konsumennya adalah pengguna angkutan udara. Sementara itu, angkutan laut masih menjadi pilihan untuk transportasi barang. Rekomendasi utama adalah perlunya peningkatan kapasitas tampung dan kualitas layanan di pelabuhan udara untuk mengantisipasi pertumbuhan penumpang. Rekomendasi lainnya adalah peningkatan efi siensi layanan bongkar muat di pelabuhan harus dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan arus barang dan meningkatkan daya saing dengan pelabuhan lain.
Masyarakat Sulawesi Utara yang tinggal di kabupaten terluar masih sangat bergantung kepada
pelayaran perintis, tetapi jumlah kapal perintis di Sulawesi Utara masih sangat sedikit. Walaupun jumlah penumpang angkutan laut menurun, angkutan laut tetap masih akan menjadi andalan masyarakat di kepulauan. Tetapi layanan transportasi di kabupaten terluar terkendala frekuensi dan cuaca. Rekomendasi yang penting diperhatikan adalah perlunya alokasi belanja infrastruktur khusus untuk mendukung pelayaran perintis, dikarenakan jalur-jalur ini sulit diminati pelayaran swasta.
5.4 Sektor Pertanian dan PerkebunanKomoditi tanaman perkebunan yang potensial di Sulawesi Utara adalah kelapa, cengkeh, pala, kopi
dan coklat. Akan tetapi output dari sub-sektor perkebunan ini terlihat tidak konsisten. Tanaman kelapa sebagai primadonanya masyarakat Sulawesi Utara dari tahun ke tahun tidak mengalami peningkatan yang signifi kan, baik dari segi luas tanam maupun produksi. Hal yang sama terjadi pada tanaman cengkeh yang justru pada tahun 2008 mengalami penurunan yang cukup signifi kan. Di sisi lain produksi pertanian seperti padi dan palawija seperti jagung, kacang tanah, dan kedelai, meningkat.
5.4.1 Belanja Sektor Pertanian dan Perkebunan
Belanja sektor pertanian cenderung meningkat tiap tahunnya walaupun proporsinya masih sangat
kecil. Belanja pertanian pada tahun 2009 meningkat lebih dari 2 kali lipat dibanding tahun 2005, dengan proporsi 6 persen dibanding 3 persen pada tahun 2005. Komitmen pemerintah daerah dalam belanja sektor ini belum dapat dikatakan maksimal sebab 43 persen dari belanja pertanian bersumber dari transfer pemerintah pusat. Dari Rp. 192 miliar belanja pertanian pemerintah Sulawesi Utara tahun 2009, 49 persen atau Rp. 94 miliar dialokasikan untuk belanja pegawai.
Gambar 5.31 Separuh dari belanja pertanian di Sulawesi Utara bersumber dari transfer pusat
%
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
81
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Belanja pegawai sektor pertanian di Sulawesi Utara masih tinggi, terutama di tingkat pemerintah
provinsi. Gambar 5.32 menunjukkan belanja pegawai di provinsi rata-rata di atas 60 persen, berbeda dengan tingkat kabupaten yang menunjukkan penurunan porsi belanja pegawai dari 65 persen menjadi 42 persen. Pada sektor pertanian, umumnya program-program terkait ketahanan pangan, atau peningkatan produksi berada dalam alokasi belanja barang dan jasa. Belanja barang dan jasa di tingkat kabupaten meningkat dari hanya Rp. 6 miliar (19 persen dari belanja pertanian) di tahun 2005 menjadi Rp. 31 miliar di tahun 2009 (22 persen dari belanja pertanian). Meski demikian, belanja barang dan jasa juga memasukkan biaya perjalanan dinas. Proporsi belanja modal di tingkat kabupaten meningkat dari 8 persen (Rp. 3 miliar) pada tahun 2005 menjadi 36 persen (Rp. 50 miliar) 5 tahun berikutnya. Akan tetapi untuk sektor pertanian, seringkali belanja modal ini digunakan untuk pembangunan atau pengadaan barang pada perkantoran pemerintahan.
Gambar 5.32 Belanja pegawai di tingkat kabupaten/kota menurun yang diikuti peningkatan belanja
modal
8% 10% 9% 9%12% 12%
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.4.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pertanian dan Perkebunan
Produksi padi di Sulawesi Utara meningkat, tetapi produktifi tasnya cenderung stagnan dalam 3
tahun terakhir. Komoditas pertanian yang konsisten meningkat adalah padi, jagung, kacang-kacangan. Produktifi tas padi di Sulawesi Utara juga meningkat dalam 5 tahun terakhir dari 4,7 ton per hektar menjadi 4,97 ton per hektar, meskipun dalam 3 tahun terakhir cenderung stagnan. Sulitnya meningkatkan produktifi tas padi dikarenakan metode penanaman dan kualitas input sudah hampir mencapai titik maksimal pada saat ini. Sementara tanaman padi yang membutuhkan air dalam jumlah besar sangat terpengaruh oleh faktor iklim, misalnya curah hujan yang tinggi dapat membanjiri lahan pertanian dan menambah kadar air dalam gabah sehingga sulit untuk dikeringkan dan menurunkan kualitas beras yang dihasilkan. Melihat luas lahan padi yang terus bertambah dan produktifi tas yang relatif stagnan, kebijakan yang dilakukan pemerintah di Sulawesi Utara untuk meningkatkan produksi padi masih terbatas pada ekstensifi kasi lahan.
Produksi jagung di Sulawesi Utara meningkat hampir tiga kali lipat dan produktifi tasnya naik 50
persen dalam kurun waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat dari 195 ton pada tahun 2005 menjadi 509 ton di tahun 2009. Pada tahun 2007 jumlah lahan meningkat pesat menjadi 115 ribu hektar dari 82 ribu hektar pada tahun sebelumnya, hal ini diikuti oleh kenaikan produksi 68 persen di tahun 2007. Dilihat dari peningkatan produksi dan produktifi tas jagung di Sulawesi Utara, tampak bahwa pemerintah di Sulawesi
82
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Utara menitikberatkan produksi jagung dalam 5 tahun terakhir. Program peningkatan serupa juga ditemui di sejumlah provinsi lain di Sulawesi seperti Gorontalo dan Sulawesi Selatan.
Tabel 5.5 Luas lahan panen dan produksi komoditas pertanian di Sulawesi Utara
Lahan (Hektar) Produksi (Ton)
2005 2006 2007 2008 2009 2005 2006 2007 2008 2009
Padi Sawah 88.772 89.159 94.528 98.416 103.887 417.659 441.573 473.940 492.177 516.522
Padi Ladang 6.174 5.558 38.020 11.535 10.858 14.966 13.328 92.957 28.014 27.657
Jagung 71.644 82.189 115.664 131.791 126.349 195.305 242.713 406.759 466.041 509.261
Ubi Kayu 6.695 6.058 5.709 6.388 5.907 68.463 82.919 74.406 83.654 79.471
Ubi Jalar 4.457 3.755 3.618 4.278 5.430 38.670 37.345 35.485 42.059 39.980
Kacang tanah 5.668 5.821 5.756 6.573 6.450 6.267 7.206 7.553 8.639 8.896
Kedelai 3.179 3.321 2.662 5.227 5.652 4.113 4.875 4.573 7.217 7.342
Kacang Hijau 1.417 1.506 1.614 1.791 2.123 1.463 2.079 2.153 2.381 2.553 Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik
Selain pala dan kakao, produksi perkebunan di Sulawesi Utara cenderung menurun. Berbeda dengan tanaman pangan seperti padi dan palawija, tanaman perkebunan (cash crop) sangat dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut. Walaupun pemerintah telah menetapkan harga beli nasional, harga beli di tingkat petani lokal sering lebih rendah. Selain itu ada pula komoditas yang panen besarnya setiap 2 tahun sekali seperti cengkeh. Pala dan kakao sebagai komoditas unggulan di Sulawesi Utara terlihat meningkatkan produksinya. Produktifi tas lahan pala meningkat dari 0,26 ton per hektar di tahun 2005 menjadi 0,7 ton per hektar di tahun 2008. Tidak dijadikannya vanila sebagai tanaman prioritas menyebabkan turunnya produksi secara drastis dalam kurun waktu 2005-2008.
Tabel 5.6 Luas lahan panen dan produksi komoditas perkebunan di Sulawesi Utara
Lahan (Hektar) Produksi (Ton)
2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008
Kelapa 262.347 259.306 267.652 272.137 187.719 246.262 229.613 209.995
Cengkeh 70.721 68.106 72.248 74.383 12.672 8.862 19.329 285
Pala 11.330 13.814 12.319 13.774 2.946 4.815 1.887 9.646
Kopi 9.689 9.579 9.488 9.143 5.929 5.951 3.323 3.305
Kakao 10.556 9.743 10.071 11.695 3.144 3.069 1.924 5.141
Vanila 5.239 5.273 5.755 5.404 1.165 717 436
Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik
Belanja per kapita sektor pertanian tertinggi terdapat di wilayah perkotaan. Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu adalah wilayah dengan belanja pertanian per kapita terbesar pertama dan ketiga di Sulawesi Utara. Kota Tomohon dikenal sebagai penghasil sayuran di Sulawesi Utara. Data BPS Sulawesi Utara menunjukkan pada tahun 2008 Kotamobagu memiliki produktifi tas lahan padi tertinggi di Sulawesi Utara, sebesar 5 ton per hektar. Dari kedua kota ini terlihat bahwa komitmen anggaran ditujukan untuk peningkatan komoditas pertanian.
Beberapa kabupaten hasil pemekaran juga memiliki belanja pertanian yang tinggi seperti Bolmut. Meskipun kabupaten baru, data tahun 2008 menunjukkan Bolmut sebagai penghasil beras terbesar ke lima dan penghasil jagung terbesar ke empat di Sulawesi Utara.
83
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.33 Belanja pertanian tertinggi justru berada di wilayah perkotaan
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.4.3 Kesimpulan dan Rekomendasi
Belanja pertanian di Sulawesi Utara meningkat lebih dari 2 kali lipat selama kurun waktu 2005-2009,
hampir separuhnya berasal dari dana dekonsentrasi pemerintah pusat. Belanja pertanian mengambil proporsi sebesar 6 persen dari total belanja, di mana separuhnya dialokasikan untuk belanja pegawai. Menurunnya belanja pegawai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. diikuti peningkatan belanja modal. Namun mayoritas belanja modal ini diperuntukkan untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan. Rekomendasi yang utama adalah mengurangi belanja modal untuk pembangunan gedung sementara di sisi lain belanja program-program pendampingan dan penyuluhan pertanian yang biasanya terdapat di belanja barang dan jasa perlu ditingkatkan.
Produksi padi di Sulawesi Utara meningkat hampir 100 ribu ton (24 persen) dalam waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat lebih tinggi, 161 persen dalam waktu 5 tahun. Produktifi tas lahan jagung meningkat hampir 50 persen sementara produktifi tas lahan padi cenderung stagnan di 4,9 ton per hektar. Komoditas pertanian seperti padi dan palawija rentan terhadap perubahan iklim, pemerintah Sulawesi Utara harus menyiapkan program pendampingan dan penyadaran petani untuk mengadaptasi perubahan iklim.
Dari beberapa komoditas perkebunan yang potensial di Sulawesi Utara, pala dan kakao menunjukkan
peningkatan produksi antara tahun 2005-2008. Produksi cengkeh cenderung fl uktuatif disebabkan siklus panen raya cengkeh yang tidak terjadi setiap tahun. Walaupun produksi kelapa pada tahun 2008 meningkat dibanding tahun 2005, trennya menurun sejak tahun 2006. Sulawesi Utara perlu mengambil kebijakan strategis berfokus pada produk perkebunan tertentu untuk meningkatkan keunggulan. Kebijakan tersebut juga harus diselaraskan dengan kebijakan industri pertanian untuk menambah nilai tambah produk perkebunan Sulawesi Utara.
86
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Untuk berkembang lebih cepat, Sulawesi Utara tidak dapat hanya tergantung pada keunggulan
sektor pertanian yang selama ini mendominasi atau sebagai penggerak utama ekonomi daerah.
Untuk mempercepat gerak ekonomi daerah, dibutuhkan transformasi pembangunan ekonomi daerah, melalui penguatan industri berbasis pertanian dan perikanan yang sudah berkembang, serta melakukan terobosan untuk mempercepat gerak perkembangan sektor jasa dan kegiatan terkait lainnya.
Potensi sumber daya daerah, posisi strategis di Pasifi k, serta didukung dengan sumberdaya
manusia yang memadai, menjadi modal utama untuk mengembangkan Sulawesi Utara menjadi
pintu gerbang Indonesia menuju kawasan Asia Timur dan Pasifi k. Visi ini tertuang dalam rancangan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 yang dipresentasikan oleh Kementrian koordinasi Perekonomian di Bogor pada tanggal 21 Februari 2011. Di dalam Master Plan tersebut, Sulawesi Utara berperan pada sektor perikanan dan kelautan yang diandalkan dalam koridor ekonomi Sulawesi. Dan kedua, dalam isu konektifi tas nasional, Pelabuhan Bitung diarahkan untuk menjadi pelabuhan penghubung global di Indonesia. Bab ini memetakan potensi pendukung Sulawesi Utara sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi baru di KTI, sekaligus melihat tantangan yang dihadapi baik dari internal Sulawesi Utara maupun secara nasional.
6.1 Potensi yang Dimiliki Sulawesi Utara6.1.1 Geografi dan Aksesibilitas
Secara geografi s Provinsi Sulawesi Utara berada dekat dengan Samudera Pasifi k. Kedekatan ini dapat dimanfaatkan untuk menarik lalu lintas barang dari kawasan Asia Timur jika didukung oleh sejumlah kemudahan akses laut, akses darat, dan birokrasi dalam transportasi. Badan Pengelola Kawasan Ekonomi Terpadu (BP KAPET) Manado-Bitung membuat estimasi perbedaan jarak, waktu tempuh, dan selisih biaya sewa kapal dari beberapa pelabuhan di Pasifi k menuju Pelabuhan Bitung jika harus melewati Tanjung Priok dan jika langsung menuju Bitung, seperti ditunjukkan Tabel 6.1.
Tabel 6.1 Jarak Pelabuhan Laut Bitung dengan beberapa pelabuhan laut internasional di Pasifi k
Pelabuhan Negara Tujuan
Kaohsiung, Taiwan
Hong Kong, Cina
Shanghai, Cina
Busan, Korea
Tokyo, Jepang
Los Angeles, A.S
Jarak dengan Bitung via Tanjung Priok(Mil Laut) 3.526 3.365 4.142 4.408 3.429 9.574
Jarak langsung dengan Bitung(Mil Laut) 1.346 1.423 1.901 2.113 2.220 6.651
Estimasi beda jarak dibanding via Tan-jung Priok (Mil Laut) 2.180 1.942 2.241 2.295 1.209 2.923
Estimasi beda waktu tempuh dibanding via Tanjung Priok (Jam) 346,46 336,11 349,11 351,46 364,24 378,76
Estimasi beda hari dibanding via Tan-jung Priok (Hari) 14,44 14,00 14,55 14,64 15,18 15,78
Selisih Biaya Charter Kapal (ribu US$) 2.887 2.801 2.909 2.929 3.035 3.156
Sumber: Badan Pengelola (BP KAPET) Manado-Bitung, 2008.Catatan: Asumsi kecepatan Kapal Ocean going 23 knot Asumsi kecepatan kapal feeder domestik 10 knot Asumsi waktu transit di Tanjung Priok adalah 3 hari.
87
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Lalu lintas barang melalui laut dan darat menuju Sulawesi Utara bertambah, kualitas jalan provinsi
juga meningkat. Dari Gambar 5.26 diketahui bahwa volume barang yang melalui pelabuhan laut dan udara cenderung meningkat. Tabel 5.4 juga menunjukkan persentase jalan provinsi yang berkualitas baik bertambah dalam kurun waktu 5 tahun. Dikarenakan tidak adanya angkutan kereta, maka kualitas jalan yang menghubungkan pelabuhan laut dan udara dengan pasar domestik di Sulawesi Utara menjadi sangat vital untuk mendukung transportasi barang dan penumpang yg meningkat.
Untuk meningkatkan peran Pelabuhan Laut Bitung, perlu dukungan dari sisi regulasi. Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang didukung oleh Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2009 tentang Pelabuhan, diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan badan usaha pelabuhan. Terbitnya kedua aturan tersebut memberi peluang untuk terciptanya kompetisi dalam penyediaan layanan pelabuhan, yang pada akhirnya meningkatkan produk dan kualitas layanan.
Kotak 6.1
Tahun 2001, pemerintah Sulawesi Utara melalui Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Manado-Bitung melakukan inisiatif bekerjasama dengan SWIRE Shipping Company membuka pelayaran kontainer langsung dari Bitung ke Singapura. Pelayaran ini sebagai perintis reguler yang membuka pelayaran langsung ke Singapura dimulai dengan 3 kontainer dan selang hampir 2 tahun jumlah kontainer 20 kaki berkembang menjadi lebih dari 200 kontainer sekali angkut setiap 2 minggu. Jumlah kontainer untuk tujuan luar negeri dari pelabuhan Bitung jauh lebih besar. Karena sebagian pabrik perikanan tetap menggunakan jalur konventional yaitu tetap melalui Tanjung Priok atau Tanjung Perak.
Umumnya yang menggunakan jasa pelayaran langsung ini adalah eksportir kelas menengah dan kecil. Dibandingkan dengan pengiriman melalui Jakarta atau Surabaya biaya pengiriman lebih murah, selisihnya bervariasi antara USD 250-USD 300 per kontainer 20 kaki.
PT. Pelindo IV memberikan keringanan untuk pembayaran sewa container yard. Hanya saja insentif ini tidak berlangsung lama, sekitar 3 bulan. Insentif yang diberikan oleh PT. Pelindo IV tidak sebanding dengan biaya untuk mereposisi ocean going container dari Singapura ke Bitung. Pelayaran langsung ini berlangsung kurang dari 3 tahun, disebabkan pelayanan dan insentif diberikan pelabuhan Bitung kalah bersaing dengan pelabuhan Madang (Papua New Guinea) di mana jalur pelayaran Madang-Bitung-Singapura ini berawal.
Sementara proses perluasan pelabuhan kontainer tahap II berjalan, dan dikeluarkannya UU no. 17/2008 dan PP no 61/2009, Pemprov Sulawesi Utara terus berupaya untuk mengajak para Main Lane Operators (MLO) untuk turut serta dalam pemanfaatan pelabuhan Bitung. Yang sudah menunjukkan minat antara lain adalah Maersk Line Singapore. Tindak lanjut pelaksanaan masih menunggu kejelasan pelaksanaan teknis dari PP no. 61/2009.
Pengembangan Pelabuhan Bitung dapat membantu mengurangi biaya pengangkutan dan distribusi
produk-produk ekspor dari kawasan timur Indonesia. Kawasan timur Indonesia memiliki hasil sumber daya alam yang berorientasi ekspor, misalnya hasil perikanan dari perairan Banda dan hasil perkebunan unggulan seperti kakao dan rempah-rempah. Mayoritas hasil laut dan perkebunan ini diekspor melalui pelabuhan-pelabuhan utama di Jawa yang berujung pada meningkatkan biaya transportasi produk tersebut. Mendukung perkembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di kawasan timur Indonesia, dalam hal ini Sulawesi Utara, diharapkan dapat membantu mengurangi biaya dan menjaga kualitas produk yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing produk kita di pasar internasional.
6.1.2 Produk Jasa dan Perkebunan
Sumbangan sektor jasa terhadap PDRB Sulawesi Utara meningkat dalam 10 tahun terakhir. Gambar 6.1 menunjukkan bahwa kontribusi sektor jasa (gabungan jasa pemerintahan, jasa keuangan dan asuransi, dan jasa lainnya) meningkat, sementara sektor pertanian relatif menurun.
88
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Gambar 6.1 Kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara terhadap PDRB meningkat
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara, 2010.
Jika kontribusi jasa pemerintahan dipisahkan, jasa non pemerintah menyumbang 39 persen terhadap PDRB Sulawesi Utara pada tahun 2008, di mana sektor perdagangan, hotel, dan restauran tumbuh 14 persen antara tahun 2001 dan 2008. Pertumbuhan tersebut didukung oleh tingkat hunian hotel yang meningkat pesat dari 35 persen menjadi 55 persen. Jumlah wisawatan mancanegara yang berkunjung ke Sulawesi Utara dalam 5 tahun (2003-2008) meningkat 64 persen, jika memperhitungkan World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) pada tahun 2009, angka kunjungan dan tingkat hunian hotel akan jauh meningkat.
Gambar 6.2 Tingkat hunian hotel dan kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara (angka konstan tahun
2000)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara, 2006 dan 2009.Jasa non pemerintah adalah kontribusi sektor terkait terhadap PDRB; mencakup sektor perdagangan, hotel, dan restauran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa tanpa jasa pemerintahan.Tingkat hunian hotel mencakup seluruh hotel kelas berbintang.
Pariwisata dapat menjadi unggulan dalam sektor jasa di Sulawesi Utara, meski demikian
pemanfaatannya masih terbatas pada obyek wisata tertentu. Sejak awal tahun 1980an, industri pariwisata hanya terfokus mengeksploitasi keunikan dan kekayaan bawah laut taman nasional Bunaken, sehingga berkembang sangat cepat dan menjadi ikon tujuan wisata bawah laut di Indonesia, sehingga saat ini menunjukkan gejala kepadatan pengunjung. Belum banyak digarap potensi industri pariwisata lainnya seperti wisata memancing, hiking dan trekking, olahraga pantai, community based eco-tourism, dan
89
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
sebagainya. Tren wisata di Sulawesi Utara saat ini adalah jasa MICE (Meeting, Incentive, Convention, Event) yang sangat bergaung sejak penyelenggaraan WOC dan CTI tahun 2009.
Kotak 6.2
Pada tahun 2009 Sulawesi Utara menjadi tuan rumah penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit yang dihadiri dari 76 negara, 12 lembaga internasional, dan 6 kepala negara. Kedua perhelatan internasional tersebut dilaksanakan pada bulan Mei dan dihadiri lebih dari 6000 orang, dan menghasilkan suatu kesepakatan pengelolaan kelautan yang disebut “Manado Ocean Declaration”. Kedua perhelatan tersebut kemudian dilanjutkan dengan Sail Bunaken pada bulan Agustus yang diikuti dari 33 negara. Sail Bunaken mencatat sejarah dengan diizinkannya kapal perang milik Amerika Serikat USS. George Washington masuk dalam perairan Indonesia dan melakukan manuver di teluk Manado bersama dengan kapal-kapal perang dari negara peserta lainnya. Helatan ini dihadiri lebih dari 10.000 pengunjung luar negeri, domestik, dan lokal.
Setelah menyelenggarakan beberapa perhelatan akbar selang waktu 2006-2009, Sulawesi Utara menjadi salah satu tujuan MICE internasional di Indonesia, walaupun sebelumnya Manado sudah dikenal pelancong dunia dengan taman laut Bunaken dan Selat Lembeh. Marine tourism industries ditetapkan pemerintah daerah menjadi backbone pengembangan industri pariwisata di Sulawesi Utara. Saat ini kota Manado dan wilayah sekitarnya sedang dipersiapkan oleh pemerintah provinsi untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan acara dalam forum ASEAN 2011 dan APEC 2013. Pada bulan Maret 2011, Sulawesi Utara menjadi tuan rumah pelaksanaan Management Disaster Exercise yang akan dihadiri oleh 26 negara peserta dan sejumlah negara peninjau yang memiliki wilayah pantai. Pelaksanaan kegiatan ini merupakan kolaborasi kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang.
Nilai ekspor bersih Sulawesi Utara meningkat setiap tahunnya.6 Meskipun nilai eskpor bersih (setelah dikurangin impor) Sulawesi Utara tidak terlalu besar, jumlahnya meningkat setiap tahun. Ekspor bersih Sulawesi Utara pada tahun 2008 adalah Rp. 1,5 miliar atau setara dengan 10 persen dari PDRB (atas dasar harga konstan tahun 2000). Angka ini naik dari Rp. 1,03 miliar pada tahun 2004 yang setara dengan 14,5 persen PDRB. Turunnya kontribusi ekspor terhadap PDRB disebabkan tidak berkembangnya komoditas ekspor Sulawesi Utara, sementara arus barang masuk dari daerah lain cenderung meningkat pesat.
Ekspor dari Sulawesi Utara didominasi oleh produk perkebunan dan olahannya. Sektor perkebunan yang didominasi oleh komoditas tradisional seperti kopra, minyak kelapa kasar (crude coconut oil), bungkil, dan arang tempurung, masih tetap memiliki kontribusi terbesar terhadap total ekspor Sulawesi Utara sampai saat ini. Walaupun Sulawesi Utara tidak memiliki perkebunan sawit, bahan baku disuplai dari beberapa daerah di Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua Barat. Proses pengolahan dilakukan di 2 pabrik di Bitung untuk sekaligus diekspor lewat pelabuhan Bitung. Komoditas ekspor terbesar kedua adalah hasil produk perikanan. Keterbatasan produk yang dapat diekspor hanya pada produk agro industri berbasis kelapa dan perikanan. Untuk mengatasinya diperlukan inovasi dan penguasaan teknologi untuk menghasilkan produk turunan (pertanian dan perkebunan) berbasis teknologi tinggi.
6.1.3 Kualitas Sumber Daya Manusia
Capaian pendidikan dan kesehatan di Sulawesi Utara menunjukkan kualitas sumber daya manusia
yang tinggi. Gambar 5.14 dan 5.16 menunjukkan angka melek huruf dan partisipasi sekolah di Sulawesi Utara adalah yang tertinggi di Sulawesi. Capaian Sulawesi Utara di kedua indikator tersebut juga lebih baik dari rata-rata nasional. Hal serupa terlihat pada capaian kesehatan, Tabel 5.1 menunjukkan cakupan imunisasi dan kelahiran yang dibantu tenaga medis profesional di Sulawesi Utara lebih baik dari provinsi lain di Sulawesi dan rata-rata nasional.
6 Terminologi ekspor dan impor yang digunakan mencakup perdagangan domestik dengan daerah lain di Indonesia.
90
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Bias gender di Sulawesi Utara relatif kecil. Gambar 5.17 dan 5.18 memperlihatkan bahwa capaian pendidikan perempuan di Sulawesi Utara tidak timpang dengan angka provinsi. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir pada tahun 2007 juga memperlihatkan 96 persen wanita di Sulawesi Utara mendapat layanan kesehatan paska melahirkan, angka ini lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 93 persen. Dari sisi lapangan pekerjaan, Gambar 6.4 menunjukkan persentase perempuan yang bekerja sebagai profesional atau di level manajerial sebanyak 14 persen, sementara yang bekerja di bidang jasa dan penjualan sebanyak 49 persen. Hali ini mengindikasikan pendidikan perempuan di Sulawesi Utara yang baik. Persentase tertinggi perempuan yang menikah yang memiliki andil dalam keputusan rumah tangga terdapat di Sulsel yaitu 86 persen, Sulawesi Utara memiliki angka tertinggi kedua sebanyak 81 persen. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional sebesar 66 persen.
6.2 Aspek Gender dalam Pembangunan di Sulawesi Utara
Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Sulawesi Utara menduduki posisi tertinggi di Sulawesi dan
berada diatas rata-rata Indeks Pembangunan Gender Nasional. Pada tahun 2005, IPG Sulawesi Utara sebesar 64,1, diatas IPG Nasional yang 63,9. Tahun 2006, IPG Sulawesi Utara sedikit lebih rendah dari IPG Nasional yaitu 64,9 dan 65,1, namun di tahun berikutnya (2007) IPG Sulawesi Utara meningkat lagi menjadi 66, sementara IPG Nasional 65,3. Demikian pula dengan tahun berikutnya 2008, dimana IPG Sulawesi Utara mencapai angka 67,3, sementara IPG nasional 66,4. Dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, Indeks Pembangunan Gender Sulawesi Utara menempati posisi ke-empat, setelah DKI Jakarta, Yogyakarta dan Bali7.
Gambar 6.3 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 – 2008
Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.
Tingginya Indeks Pembangunan Gender di Sulawesi Utara merupakan cerminan tingginya angka
harapan hidup dan angka melek huruf yang sudah dibahas sebelumnya, serta angkatan kerja di
provinsi ini. Dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi, 47,8 persen perempuan di Sulawesi Utara bekerja di bidang jasa dan perdagangan, angka ini lebih tinggi dari angka pekerja perempuan di bidang yang sama pada provinsi lain di Sulawesi. Hal yang sama terlihat pada bidang profesional dan manajerial yang lebih membutuhkan skill. Sebanyak 14 persen pekerja perempuan di Sulawesi Utara bekerja di bidang profesional dan manajerial; tertinggi dibanding dengan provinsi lain di Sulawesi.
7 Lihat lampiran Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
91
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Gambar 6.4 Jenis Pekerjaan Perempuan per-Provinsi
Sumber: IDHS 2007.
Namun IPG Sulawesi Utara yang berada diatas rata-rata nasional, masih berada dibawah angka
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di provinsi ini. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan di provinsi ini. Kesenjangan ini bisa dilihat pada tahun 2005, saat IPG Sulawesi Utara 64,1, IPM di provinsi ini mencapai angka 73,4. Demikian pula di tahun-tahun berikutnya, 2006 dan 2007, saat IPG Sulawesi Utara berada di angka 64,9 dan 66, IPM berada di angka 74,2 dan 74,4. Kondisi yang sama juga terjadi di tahun 2008.
Gambar 6.5 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Indeks Pembangunan
Gender (IPG) di Sulawesi Utara tahun 2005 - 2008
Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.
Kesenjangan gender juga masih terjadi di provinsi lain di Sulawesi, bahkan di tingkat nasional. Di Sulawesi, kesenjangan gender paling besar terdapat di provinsi Gorontalo, dimana pada tahun 2005 nilai IPM vs IPG nya adalah 65,4 dan 50,2 atau selisih 15,2 poin. Sementara di tahun 2008, selisih IPM dan IPG Gorontalo masih berada di angka 14. Kesenjangan paling kecil terdapat di Sulawesi Barat yang selisihnya berkisar pada angka 4,3 poin.
92
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Gambar 6.6 Perbandingan IPM dan IPG antara tahun 2005 dan 2008 di Sulawesi
Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.
Sementara itu, sama halnya dengan Indeks Pembangunan Gender, Indeks Pemberdayaan Gender
(IDG) Sulawesi Utara menduduki posisi tertinggi di Sulawesi dan berada diatas rata-rata Nasional. Bahkan untuk tahun 2005 dan 2006, Sulawesi Utara menduduki posisi tertinggi nasional yaitu 62,7 dan 63,6; angka ini berada diatas angka rata-rata nasional 59,7 dan 61,3 di tahun yang sama. Tahun 2007 dan 2008, IDG Sulawesi Utara masih berada diatas rata-rata angka nasional yaitu 64,2 dan 65,5, namun provinsi ini menduduki posisi kedua setelah Kalimantan Tengah8.
Gambar 6.7 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.
Meski Sulawesi Utara memiliki angka Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan
Gender (IDG) yang tinggi, bahkan berada diatas rata-rata nasional, namun masih tingginya kasus
kekerasan dan perdagangan perempuan di provinsi ini, masih perlu mendapat perhatian khusus
pemerintah setempat. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab IPG Sulawesi Utara berada dibawah IPM-nya atau masih terjadi kesenjangan gender di provinsi ini. Data LSM Swara Parangpuan Sulawesi Utara menyoroti banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan di provinsi ini. Tahun 2002, terdapat 376 kasus, tahun 2003 meningkat drastis menjadi 577 kasus, sementara di tahun 2004 angka itu menurun lagi menjadi 334 kasus, masih terlalu tinggi untuk kasus kekerasan. Tiga kasus dominan dalam kasus-kasus kekerasan adalah penganiayaan, perkosaan dan pencabulan.
8 Lihat lampiran Indeks Pemberdayaan Gender Tahun 2005 – 2008
93
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Sementara kasus traffi cking atau perdagangan perempuan dan anak, juga cukup menonjol di provinsi ini. Kasus traffi cking di Sulawesi Utara terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
Kasus perempuan yang dijual untuk menjadi ‘pelayan’ bar atau restoran Kasus pengiriman penari ke Jepang dengan visa entertainment, lalu dijadikan wanita penghibur
setibanya di negara tujuan. Untuk kasus ini tercatat di tahun 2003, sebanyak 500 perempuan Sulawesi Utara yang dijual ke Jepang dengan modus ini.
Kasus perdagangan bayi.
Namun mencari data yang akurat mengenai kekerasan terhadap perempuan maupun traffi cking,
bukanlah hal yang mudah. Tidak semua kasus terdeteksi. Tidak semua kasus dilaporkan. Misalnya, kepolisian mencatat tahun 2002-2007, ada sebanyak 170 kasus traffi cking. Sementara satu LSM menemukan 500 perempuan diperdagangkan ke Jepang pada tahun 2003 saja.
Kotak 6.3
Indeks Pembangunan Manusia (IPM): pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup. untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Disebut juga Human Development Index (HDI)
Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM dengan memperhitungkan ketimpangan gender. IPG dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender terjadi apabila nilai IPM sama dengan IPG. Disebut juga Gender-related Development Index (GDI)
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) adalah indeks komposit yang mengukur peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik mencakup partisipasi berpolitik, partisipasi ekonomi dan pengambilan keputusan serta penguasaan sumber daya ekonomi. Disebut juga Gender Empowerment Measure (GEM)
6.3 Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara di Masa Datang
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara masih relatif kecil.Walaupun secara umum permasalahan terkait gender di Sulawesi Utara relatif sedikit, provinsi ini dihadapkan pada permasalahan traffi cking. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan permasalahan terkait gender lainnya, pemerintah provinsi telah mengalokasi anggaran. Namun besarnya anggaran tersebut masih terbatas. Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat membantu pengembangan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Utara sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan.
Walaupun angka capaian gender cenderung tinggi, namun itu belum dapat memberikan gambaran
keseluruhan tentang gender di Sulawesi Utara. Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan Gender provinsi Sulawesi Utara berada diatas provinsi lain di Sulawesi, bahkan diatas rata-rata nasional. Hal ini seiring dengan kondisi sumber daya manusia Sulawesi Utara yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi. Wawancara dengan para pihak menunjukkan bahwa ada permasalahan perdagangan perempuan dan anak di provinsi ini. Namun data jumlah kasus masih sulit untuk didapat, karena minimnya kasus yang terdeteksi atau dilaporkan.
Kerja sama tingkat regional dapat dijadikan peluang bagi provinsi yang dilibatkan secara aktif oleh
pemerintah pusat. Kerja sama seperti BIMP-EAGA (Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East
94
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
ASEAN Growth Area, merupakan salah satu contoh bentuk kerja sama di mana pemerintah pusat melibatkan beberapa provinsi di Sulawesi untuk menjadi pemangku kepentingan. Meski demikian, komitmen pemerintah daerah dalam kerja sama ini juga perlu direspon pemerintah pusat dalam menetapkan regulasi yang mendukung seperti di bidang kepelabuhanan, imigrasi, dan bea cukai. Salah satu contoh adalah rencana menetapkan Bitung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Komitmen untuk menjaga kualitas infrastruktur diperlukan, termasuk yang berada di bawah
tanggung jawab pemerintah pusat. Infrastruktur yang dimaksud seperti jalan nasional, ketenagalistrikan, pelabuhan, bandar udara, dan sebagainya. Tabel 5.4 menunjukkan bahwa persentase jalan nasional yang berkualitas baik di Sulawesi Utara justru menurun, berbanding terbalik dengan kualitas jalan provinsi. Beberapa layanan infrastruktur seperti penyediaan tenaga listrik sebagian memang telah didesentralisasikan, tetapi mekanisme penjualan dan distribusinya masih berada di tingkat pusat. Dukungan infrastruktur diperkuat dengan direncanakannya Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan penghubung global di Indonesia seperti yang dituangkan dalam rancangan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 milik Kementrian Koordinasi Perekonomian.
Pemerintah daerah di Sulawesi Utara perlu mengembangkan sektor pariwisata dan jasa di Sulawesi
Utara. Provinsi Sulawesi Utara memiliki keunggulan di sektor jasa dan pariwisata. Keunggulan tersbeut didukung terutama oleh kualitas SDM yang memadai, penyedia jasa perhotelan yang berkembang setelah WOC dan CTI, serta infrastruktur yang baik. Ekonomi Sulawesi Utara di masa depan dapat didorong oleh industri pariwisata yang saat ini belum berkembang secara optimal. Stimulus fi skal dan regulasi dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan. Misalnya dengan promosi parwisata, menggiatkan pariwisata berbasis partisipasi masyarakat, menggiatkan eko-wisata, membenahi dan menerapkan standar kualitas biro perjalanan, dan sebagainya. Pemerintah daerah harus mendukung industri energi yang ramah lingkungan. Kebutuhan energi listrik di luar Jawa-Bali sangat tinggi, tetapi penyediaannya sangat terbatas. Saat ini mayoritas energi ramah lingkungan di Sulawesi Utara bersumber dari tenaga panas bumi, dan telah dimanfaatkan lewat PLTP Lahendong di Tomohon. Ke depannya, pemerintah daerah bisa memberikan insentif baik pajak maupun bukan pajak untuk industri energi terbarukan, atau kepada industri yang memproduksi barang secara ramah lingkungan.
Industri pendidikan menjadi penopang dan penggerak utama berkembangnya industri daerah. Salah satu keunggulan Provinsi Sulawesi Utara adalah di bidang pendidikan. Pendidikan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi negeri dan swasta harus mampu mendukung pengembangan industri-industri yang diidentifi kasi diatas. Selanjutnya perlu dibangun kerjasama pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan sektor industri untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja bidang industri turunan kelapa, perikanan, industri pariwisata bahari dan pariwisata ekologis, industry energi, dan teknologi informasi. Sehingga tercipta hubungan permintaan dan penawaran yang seimbang antara tenaga kerja dan pencari kerja, dan pada akhirnya mampu mengurangi tingkat pengangguran di Sulawesi Utara.
Membangun kerjasama dan jaringan dengan provinsi tetangga mutlak dilakukan. Kerjasama dengan provinsi tetangga berupa meningkatkan perdagangan antara daerah, dan kerjasama promosi daerah bersama. Misalnya dengan memanfaatkan forum-forum yang sudah ada seperti BKPRS atau Forum Kepala Bappeda sebagai wadah komunikasi dan keselarasan kebijakan kawasan. Salah satu contoh yaitu provinsi tetangga juga dapat memanfaatkan pelabuhan Bitung sebagai pintu utama untuk ekspor dan impor daerah dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan menggunakan pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok di pulau Jawa. Implikasinya, diharapkan produk petani dan nelayan di kawasan sekitar dapat menjadi lebih kompetitif di pasar internasional
95
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Pustaka
Badan Pengelola KAPET Manado-Bitung. ”Kajian Strategis Pelabuhan Bitung Sebagai International Hub Port”. Manado (2007).
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara (2009). “Sulawesi Utara Dalam Angka 2009”. BPS, Manado. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara (2006). “Sulawesi Utara Dalam Angka 2006”. BPS, Manado. Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi. “Dampak WOC bagi Pengembangan Sulut”, diakses
pada 24 Maret 2009, http://www.bkprs-news.com/index.php?option=com_content&task=view&id=190&Itemid=117Badan Pusat Statistik (2009). ”Kajian Awal Penyusunan Indeks Pembangunan Regional”. CV. Nario Sari,
JakartaHamel. G., dan Prahalad, C.K., (1995). ”Kompetisi Masa Depan. Strategi-Strategi Terobosan untuk Merebut
Kendali Atas Industri anda dan Menciptakan Pasar Masa Depan”. Binarupa Aksara. Jakarta.Kasali. R., (2005). “Change!. Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah Yang Anda Jalani, Putar Arah Sekarang Juga”.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Lasserre. P., and Shutte. H., (2006). “Strategies For Asia Pasifi c. Meeting New Challenges”. Third Edition.
Palgrave Macmillan. New York.Prabawa. T.S., (2010). “The Tourism Indutry Under Crisis. The Struggle of Small Tourism Enterprises in
Yogyakarta (Indonesia)”. Vrije Universiteit, Netherland.__________(2009) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan.World Bank (2010). ”Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik di Provinsi Seribu Pulau. Analisis
Pengeluaran Publik Provinsi Maluku”. World Bank Technical Report.World Bank (2007). ”Gorontalo Public Financial Management Survey”. World Bank Technical Report.Ratulangi, G.S.S.J, (1981). ”Indonesia di Pasifi k”. Sinar Harapan. Jakarta.The Asia Foundation, 2008. ”Biaya Transportasi Barang. Angkutan, Regulasi, dan Pungutan Jalan di Indonesia”.
Jakarta.__________(2008) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran.Wahyuningsih, Rina., (tidak ada tahun). ”Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di Indonesia.
Pusat Sumber Daya Geologi”. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. __________(2011) “Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.”
Kementrian Koordinasi Perekonomian
98
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Belanja Pemerintah Sulawesi Utara?Melihat pengalaman dari pelaksanaan analisis belanja Pemerintah dan Penyelarasan Kemampuan (PEACH) di berbagai daerah di kawasan timur Indonesia Pemerintah Sulawesi Utara (Sulut) berinisiatif untuk melakukan program serupa.
Pengalaman PEACH di provinsi lain menunjukkan bahwa analisis partisipatif atas belanja pemerintah merupakan titik awal yang baik untuk memperbaiki kualitas pengelolaan belanja pemerintah untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang baru diperoleh pemerintah daerah di indonesia yang mulai terdesentralisasi.
Sebagai tanggapan, Bank Dunia bekerja sama dengan tim peneliti yang diorganisasi Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi melakukan analisis menyeluruh atas pengelolaan belanja pemerintah, yang dihubungkan dengan suatu program kegiatan untuk memperkuat kapasitas pemerintah-pemerintah daerah. Tujuan yang diharapkan dari PEACH Sulut adalah perbaikan alokasi sumber daya anggaran yang mengarah pada penyediaan barang umum yang lebih baik di tingkat daerah yang disesuaikan dengan preferensi dan pertimbangan di tingkat daerah. Hal tersebut dapat dicapai dengan keterlibatan para pengambil keputusan di tingkat daerah serta para pemangku kepentingan lainnya dalam pengidentifkasian prioritas belanja pemerintah dan pengelolaan keuangan. Tujuan utama dari komponen PEA adalah:
(i) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan belanja pemerintah di suatu provinsi khususnya sehubungan dengan proses perencanaan dan penganggaran parsitipatif dan pemberian layanan dasar.
(ii) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang reformasi kepegawaian negeri sipil yang saat ini sedang dijalankan, khususnya sehubungan dengan pelaksanaan tunjangan kesejahteraan Daerah;
(iii) mengembangkan strategi-strategi untuk memperbaiki pengelolaan keuangan Sulawesi Utara untuk mencapai layanan umum dan penanaman modal umum yang lebih baik untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
(iv) membentuk sistem yang lebih baik untuk menganalisis dan mengawasi anggaran daerah. Sistem tersebut dapat berupa:
• membentuk jaringan rekan imbangan dari universitas-universitas lokal di Sulawesi Utara dan instansi pemerintah daerah yang akan memimpin pelaksanaan PEACH Sulawesi Utara dan dengan demikian akan membangun kapasitas untuk dapat melaksanakan analisis belanja pemerintah secara mandiri di masa mendatang;
• memberikan bantuan teknis/peningkatan kapasitas pada jaringan ini untuk melakukan analisis serupa di masa mendatang.
99
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran B. Catatan MetodologiB.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah atau APBD adalah anggaran tahunan yang dialokasikan dan/atau dibelanjakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Anggaran tersebut terdiri dari dua kategori: rencana (untuk disetujui oleh DPR) dan realisasi (pengeluaran yang sebenarnya atau laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah).
Rentang data dari tahun 2005 hingga 2009, diperoleh dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Departemen keuangan memberikan data sebagai perbandingan skala nasional.
B.2 Kerangka kerja Pengelolaan Keuangan Publik (PFM): Bidang Strategis, Hasil, dan Indikator
Bank Dunia dan Kementerian Dalam Negeri Pemerintah indonesia akan menilai kapasitas pengelolaan keuangan dari pemerintah kabupaten/kota dalam mengembangkan kerangka kerja PFM. Kerangka kerja tersebut terbagi dalam sembilan bidang yang menjadi kunci pengelolaan keuangan pemerintah oleh pemerintah kabupaten/kota:
(1) Kerangka Peraturan Perundangan Daerah,(2) Perencanaan dan Penganggaran, (3) Pengelolaan Kas,(4) Pengadaan,(5) Akuntansi dan Pelaporan,(6) Pengawasan Intern,(7) Hutang dan Investasi Publik,(8) Pengelolaan Aset, dan(9) Audit dan Pengawasan Eksternal.
Setiap bidang strategis dibagi menjadi antara 1 sampai 5 hasil, dan daftar indikator dicantumkan untuk setiap hasil. Hasil mewakili pencapaian yang dikehendaki dalam setiap bidang strategis, dan indikator digunakan untuk menilai bagaimana kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam bidang tersebut. Perlu dicatat bahwa praktik-praktik-praktik internasional yang terbaik belum diterapkan untuk menetapkan dasar-dasar bagi hasil-hasil tersebut karena pada praktiknya, jarak antara hasil-hasil tersebut dan kenyataan yang ada saat ini terlalu besar untuk dapat membuahkan hasil yang nyata.
Para responden diminta untuk menjawab “ya” atau “tidak” untuk setiap pernyataan yang diwakili oleh masing-masing indikator.
Jawaban setuju ditambahkan untuk setiap hasil, dan skor dihitung berdasarkan persentase jawaban “ya”.
Beberapa bidang strategis memiliki indikator lebih banyak daripada bidang-bidang lainnya, sehingga bidang-bidang tersebut memiliki bobot lebih dalam hasil keseluruhan. Misalnya, perencanaan dan penganggaran mencakup 49 indikator, tetapi hutang dan investasi publik meliputi hanya 8 indikator. Indikator strategis lainnya yang berbobot lebih termasuk pengadaan (41 indikator) dan pengelolaan uang (31 indikator).
100
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lokasi survey kerangka kerja PFM diterapkan di Sulawesi Utara, dan meliputi pemerintah provinsi dan 15 kabupaten/kota. universitas Sam Ratulangi dilibatkan dalam penelitian untuk survei tersebut. Pada akhir tahun 2007, survei PFM telah diadakan di sekitar 60 kabupaten/kota di seluruh indonesia.
Metodologi
Hasil diperoleh melalui wawancara dan FGD (diskusi kelompok terfokus) dengan perwakilan pemerintah daerah dari departemen terkait. Diskusi-diskusi ini melibatkan bappeda, departemen keuangan; DPRD, dinas pendapatan daerah; kantor bendahara daerah; badan pekerjaan umum; dan badan pengawas pemerintah daerah. untuk menjamin akurasi data, maka setiap jawaban “ya” harus didukung dengan dokumen terkait dan/atau diperiksa silang dengan responden tambahan.
Interpretasi hasil
skor diberikan untuk setiap bidang strategis dan lokasi survei, dan skor menyeluruh diberikan untuk setiap lokasi survei. untuk perbandingan dan evaluasi, skor bidang strategis dapat dinilai sesuai dengan kategori berikut ini. akan tetapi, interpretasi hasil berisiko menimbulkan subyektivitas, karena hasilnya sangat bergantung pada interpretasi pihak yang mengadakan survei. Saat ini, Bank Dunia dan Kementerian Dalam Negeri bekerja sama untuk memperbaiki survei tersebut, khususnya mencoba memperkecil risiko subyektivitas.
Skor menyeluruh (%)
80–100 sempurna/dapat diterima sepenuhnya60–79 sangat baik/sangat dapat diterima40–59 baik/dapat diterima20–39 sedang/cukup dapat diterima0–19 kurang/tidak dapat diterima
101
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran C. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi
Tabel C.1 Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Sulut
Bidang Rekomendasi Usulan Program
Peraturan Perundangan Daerah
Melengkapi berbagai aturan yang melandasi praktek pengelolaan keuangan daerah yang baik sesuai mandat peraturan perundangan dari pusat, antara lain : (i) Perda tentang Penanaman Modal dan BLUD; (ii) Perkada tentang Standar Biaya dan Analisis Standar Belanja untuk mendukung anggaran berbasis kinerja; dan (iii) Berbagai peraturan perundangan daerah lain yang lebih teknis untuk pengelolaan keuangan daerah
Menyusun peraturan daerah untuk mendorong pelaksanaan prinsip transparansi dan partisipasi
(i) Pelatihan tentang kerangka peraturan daerah yang komprehensif terkait Pengelolaan Keuangan Daerah
(ii) Pendampingan Teknis untuk melengkapi berbagai peraturan daerah yang belum dibuat dan disahkan
Perencanaan & Penganggaran
Meningkatkan kapasitas dan keterlibatan DPRD dalam perencanaan dan penganggaran
Menyusun dokumen perencanaan (RPJMD, RENSTRA-SKPD, RKPD, RENJA-SKPD) dan dokumen anggaran (KUA/PPA, RKA-SKPD, APBD) yang lebih terukur dan berorientasi pada pencapaian target kinerja serta memperkuat sinkronisasi dokumen perencanaan dan penganggaran
Menyusun peraturan tentang Standar Biaya dan Analisa Standar Belanja
(i) Pelatihan DPRD tentang Perencanaan dan Penganggaran
(ii) Pelaithan dan pendampingan teknis untuk penyusunan Standar Biaya dan Analisa Standar Belanja
(iii) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk penyusunan indikator dan target yang layak pada berbagai dokumen perencanaan dan penganggaran
Pengelolaan kas,aset dan pengadaan
Meningkatkan kapasitas dalam manajemen pendapatan Mempertahankan kinerja dalam pengelolaan dan pengendalian
penerimaan dan pembayaran kas serta surplus kas temporer dikelola yang sudah cukup baik
Mempertahankan dan meningkatkan kinerja dalam bidang pengadaan barang dan jasa
(i) Pelatihan dan Pendampingan Teknis untuk sistem administrasi dan penagihan pendapatan
(ii) Melengkapi aturan pengadaan barang dan jasa didaerah sesuai dengan kerangka peraturan perundangan pusat yang baru
Akuntansi & Pelaporan
Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang pendidikan akuntansi pada posisi penting pengelolaan keuangan daerah
Mempertahankan sistem informasi yang sudah terintegrasi di beberapa daerah dan mendorong penerapan hal yang sama di kabupten Bolmong
(i) Pelatihan dan Pendampingan Teknis dibidang akuntansi
(ii) Pendampingan teknis untuk sistem informasi akuntansi yang terintegrasi
(iii) Peningkatan jumlah SDM berlatar belakang akuntansi
Audit Internal, serta Audit dan Pengawasan Eksternal
Meningkatkan peran audit internal dalam pengelolaan keuangan daerah melalui peningkatan sumberdaya anggaran serta SDM auditor fungsional yang berkualitas
Meningkatkan komunikasi untuk mendukung audit eksternal serta tindaklanjut temuan audit eksternal
(iv) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk memperkuat fungsi audit internal dan penambahan SDM auditor fungsional
102
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel C.2 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Penerimaan dan Belanja
Penerimaan
Kesimpulan Rekomendasi
PAD Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara relatif rendah dan ketergantungan pendapatan akan transfer dari pemerintah pusat semakin besar. Hal ini kurang selaras dengan tujuan otonomi daerah.
Oleh sebab itu dibutuhkan upaya meningkatkan kajian tentang potensi pajak dengan dasar pajak (tax base) yang luas, meningkatkan pengawasan untuk meminimalisasi kebocoran pendapatan pajak dan retribusi daerah, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang perpajakan.
Sumber Dana Bagi Hasil dari non-pajak (Sumber Daya Alam) masih sangat kecil dibandingkan dengan DBH pajak, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah potensi SDA di Sulawesi Utara belum dimanfaatkan secara maksimal.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang potensi SDA di Sulawesi Utara yang dapat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.
Ketimpangan pendapatan perkapita daerah antar kabupaten/kota masih tinggi. Beberapa kabupaten hasil pemekaran sepertinya masih mempunyai sumber pendapatan yang sangat rendah (Kabupaten Bolaang Mongondow Timur).
Dibutuhkan dukungan dari pemerintah, misalnya melalui transfer dari pemerintah pusat, untuk memulai pengembangan kabupaten/kota baru hasil pemekaran melalui peningkatan posisi fi skal kabupaten/kota tersebut.
Pemerintah Provinsi dan kebanyakan Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara memiliki SILPA yang besar. Ini menggambarkan bahwa Pemerintah Daerah kurang dapat menyerap anggaran yang ada dan masih bisa melakukan program dan kegiatan yang penting dalam pelayanan kepada masyarakat.
Bilamana pelayanan pada masyarakat telah maksimal maka Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi tambahan untuk memanfaatkan dana yang ada.
Belanja
Kesimpulan Rekomendasi
Belanja pegawai masih sangat mendominasi. (1) Pengurangan jumlah pegawai secara alami yaitu melakukan penerimaan pegawai dengan jumlah yang lebih kecil dari jumlah pegawai yang pensiun.
(2) Melakukan penerimaan pegawai yang berkualitas serta pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas pegawai.
(3) Melakukan realokasi pegawai dari bidang yang kelebihan pegawai ke bagian yang kekurangan untuk mencegah penerimaan pegawai yang tidak diperlukan.
Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor-sektor unggulan Sulawesi Utara sangat kecil. Sektor pertanian hanya dialokasikan dana sekitar 3%, pariwisata sekitar 0,5%, serta perikanan dan kelautan sekitar 1%.
(1) Perlu dilakukan program-program yang tepat dan efi sien, termasuk pembangunan ketrampilan dan etos kerja pekerja di sektor-sektor tersebut, yang dibiayai secara memadai agar sektor-sektor unggulan tersebut dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat.
(2) Perlu ada upaya mengarahkan tren belanja pada keseimbangan antara belanja pegawai dan belanja infrastruktur.
(3) Belanja kesehatan yang hanya 8% perlu lebih ditingkatkan seiring meningkatnya biaya kesehatan dan relatif tingginya angka kemiskinan dan pengangguran.
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara juga masih sangat kecil.
(1) Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Utara.
(2) Perlu diperluas akses perempuan dalam sektor-sektor ekonomi sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan.
(3) Perlu disediakan anggaran yang cukup untuk pembiayaan korban trafi cking, perkosaan, kehamilan yang tidak di inginkan, anak-anak terlantar termasuk pendampingan (bantuan) hukum.
(4) Perlu adanya alokasi belanja yang lebih baik untuk kesejahteraan kaum Lansia.
103
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel C.3 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Sektoral
Kesehatan
Kesimpulan Rekomendasi
Indikator kesehatan di Sulut secara umum lebih baik dari propinsi tetangganya di Sulawesi dan rata-rata nasional. Yang masih perlu diperhatikan adalah distribusi di antara kabupaten/kota.
Oleh karena itu Kabupaten perlu memiliki tenaga kesehatan yang memadai dilengkapi dengan akses untuk menjangkau penduduk.
Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) mayoritas masih di bawah 10%. Belanja kesehatan di tingkat Provinsi sebagian besar dialokasikan untuk belanja pegawai. Belanja kesehatan per kapita di kabupaten kepulauan lebih tinggi dengan daerah lain di Provinsi Sulut.
Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) masih perlu ditingkatkan. Hal ini penting untuk meningkatkan alokasi belanja pemerintah daerah pada masyarakat.
Hubungan antara output (rasio dokter dan bidan per 10.000 penduduk) dengan capaian (cakupan imunisasi dan kelahiran dibantu tenaga medis) beragam. Untuk daerah perkotaan output dan capaian relatif merata, tetapi di kabupaten terutama kabupaten kepulauan, capaian sektor kesehatan beragam. Akses terhadap tenaga kesehatan di kabupaten kepulauan seringkali terkendala faktor transportasi dan geografi .
Kabupaten kepulauan perlu mendapat perhatian khusus dalam hal akses dan mobilitas tenaga kesehatan. Persepsi masyarakat Sulut terhadap pelayanan kesehatan relatif baik, tetapi penyedia jasa kesehatan perlu meningkatkan standar kebersihan alat dan fasilitasnya.
Pendidikan
Kesimpulan Rekomendasi
Kualitas capaian pendidikan di Sulut merupakan yang tertinggi di Indonesia. Capaian indikator pendidikan tersebut juga tersebar relatif merata di tiap kabupaten/kota di Sulut.
Rekomendasi yang dapat diberikan adalah untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan atau lulusan sehingga mendukung penciptaan lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran.
Ketimpangan indikator pendidikan di Sulut relatif kecil, baik antar kabupaten/kota, dari kelompok usia, maupun jenis kelamin.
Pemerataan akses pendidikan di kabupaten kepulauan dalam hal mobilisasi murid dan guru masih perlu diperhatikan.
Belanja sektor pendidikan di Sulut meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun, dan porsinya rata-rata selalu berada di atas 20%. Kenaikan itu juga diikuti oleh kenaikan belanja pegawai yang juga mencapai dua kali lipat. Di tingkat kabupaten kota, porsi belanja pendidikan hampir seluruhnya di atas 20%.
Proporsi belanja pegawai di sektor pendidikan masih perlu diturunkan. Proporsi belanja pegawai ini termasuk tinggi bila dibandingkan dengan belanja pegawai sektor pendidikan di beberapa daerah studi PEA.
Ketergantungan Sulut terhadap belanja pendidikan dari pusat semakin meningkat. Ini berarti semakin kuat pula peran pemerintah pusat dalam penyediaan pendidikan tinggi di Sulut.
Rekomendasi lainnya adalah perguruan tinggi di Sulut harus meningkatkan kualitas dan kemandirian sehingga mengurangi pada transfer dari pusat, misalnya melalui output akademik berupa penelitian atau pelatihan.
Infrastruktur
Kesimpulan Rekomendasi
Belanja sektor infrastruktur meningkat 4 kali lipat selama 5 tahun terakhir, komposisi belanja pegawai juga cenderung menurun. Empat Kabupaten/Kota hasil pemekaran di Sulut mendominasi besaran belanja di sektor infrastruktur.
Mayoritas belanja infrastruktur yang berasal dari kabupaten hasil pemekaran harus diperhatikan, sebab hal ini tidak serta merta mencerminkan penyediaan layanan dasar yang lebih baik.
Dari tiga infrastruktur dasar, cakupan air bersih merupakan yang terendah dibandingkan dengan akses ke sanitasi dan cakupan listrik. Masih dijumpai ketimpangan antar kabupaten dan kelompok pendapatan terutama pada kabupaten baru.
Rekomendasinya adalah pelayanan terhadap akses infrastruktur dasar difokuskan pada masyarakat berpendapatan rendah, terutama penyediaan air bersih dan akses sanitasi.
104
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Terjadi pergeseran moda transportasi untuk arus penumpang dari angkutan laut ke angkutan udara. Sementara itu, angkutan laut masih menjadi pilihan untuk transportasi barang.
Rekomendasi utama adalah perlunya peningkatan kapasitas tampung dan kualitas layanan di pelabuhan udara untuk mengantisipasi pertumbuhan penumpang. Rekomendasi lainnya adalah peningkatan efi siensi layanan bongkar muat di pelabuhan harus dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan arus barang dan meningkatkan daya saing dengan pelabuhan lain.
Masyarakat Sulut yang tinggal di kabupaten terluar masih sangat bergantung kepada pelayaran perintis, tetapi jumlah kapal perintis di Sulut masih sangat sedikit.
Rekomendasi yang penting diperhatikan adalah perlunya alokasi belanja infrastruktur khusus untuk mendukung pelayaran perintis, dikarenakan jalur-jalur ini sulit diminati pelayaran swasta.
Pertanian
Kesimpulan Rekomendasi
Belanja pertanian di Sulut meningkat lebih dari 2 kali lipat selama kurun waktu 2005-2009, hampir separuhnya berasal dari dana dekonsentrasi pemerintah pusat. Belanja pertanian mengambil proporsi sebesar 6% dari total belanja, di mana separuhnya dialokasikan untuk belanja pegawai.
Rekomendasi yang utama adalah mengurangi belanja modal untuk pembangunan gedung sementara di sisi lain belanja program-program pendampingan dan penyuluhan pertanian yang biasanya terdapat di belanja barang dan jasa perlu ditingkatkan.
Produksi padi di Sulut meningkat hampir 100 ribu ton (24%) dalam waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat lebih tinggi, 161% dalam waktu 5 tahun. Produktifi tas lahan jagung meningkat hampir 50% sementara produktifi tas lahan padi cenderung stagnan di 4,9 ton per hektar.
Komoditas pertanian seperti padi dan palawija rentan terhadap perubahan iklim, pemerintah Sulut harus menyiapkan program pendampingan dan penyadaran petani untuk mengadaptasi perubahan iklim.
Dari beberapa komoditas perkebunan yang potensial di Sulut, pala dan kakao menunjukkan peningkatan produksi antara tahun 2005-2008. Walaupun produksi kelapa pada tahun 2008 meningkat dibanding tahun 2005, trennya menurun sejak tahun 2006.
Sulut perlu mengambil kebijakan strategis berfokus pada produk perkebunan tertentu untuk meningkatkan keunggulan. Kebijakan tersebut juga harus diselaraskan dengan kebijakan industri pertanian untuk menambah nilai tambah produk perkebunan Sulut.
105
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel C.4 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara
Kesimpulan Rekomendasi
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara masih relatif kecil.Walaupun secara umum permasalahan terkait gender di Sulawesi Utara relatif sedikit, provinsi ini dihadapkan pada permasalahan traffi cking.
Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Utara sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan
Walaupun angka capaian gender cenderung tinggi, namun itu belum dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang gender di Sulawesi Utara.
Perlu ada studi perbandingan indikator dalam IPG dan IPM untuk mengetahui dengan pasti kesenjangan yang terjadi (di bidang apa saja) dan setelah itu melakukan langkah tertentu untuk mempersempit kesenjangan yang ada.
Kerja sama tingkat regional dapat dijadikan peluang bagi provinsi yang dilibatkan secara aktif oleh pemerintah pusat.
Komitmen dan kerja sama pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam menetapkan regulasi yang mendukung seperti di bidang kepelabuhanan, imigrasi, dan bea cukai.
Komitmen untuk menjaga kualitas infrastruktur diperlukan, termasuk yang berada di bawah tanggung jawab pemerintah pusat.
Harus ada peningkatan kualitas pada infrastruktur yang menunjang aktifi tas ekonomi seperti bandar udara, pelabuhan, jalan, kelistrikan, dan sebagainya.
Pemerintah daerah di Sulut perlu mengembangkan sektor pariwisata dan jasa di Sulut.
Stimulus fi skal dan regulasi dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan. Misalnya dengan promosi parwisata, menggiatkan pariwisata berbasis partisipasi masyarakat, menggiatkan eko-wisata, membenahi dan menerapkan standar kualitas biro perjalanan, dsb.
Pemerintah daerah harus mendukung industri energi yang ramah lingkungan. Kebutuhan energi listrik di luar Jawa-Bali sangat tinggi, tetapi penyediaannya sangat terbatas.
Ke depannya, pemerintah daerah bisa memberikan insentif baik pajak maupun bukan pajak untuk industri energi terbarukan, atau kepada industri yang memproduksi barang secara ramah lingkungan.
Industri pendidikan menjadi penopang dan penggerak utama berkembangnya industri daerah.
Perlu dibangun kerjasama pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan sektor industri untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja bidang industri turunan kelapa, perikanan, industri pariwisata bahari dan pariwisata ekologis, industry energi, dan teknologi informasi.
Membangun kerjasama dan jaringan dengan provinsi tetangga mutlak dilakukan.
Memanfaatkan forum-forum yang sudah ada seperti BKPRS atau Forum Kepala Bappeda sebagai wadah komunikasi dan keselarasan kebijakan kawasan.
106
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran D. Budget Master Table
Lampiran D.1 Konsolidasi Anggaran Pemerintah Sulawesi Utara
Tabel D.1.1 Pendapatan Berdasarkan Sumber (dalam Juta Rupiah)
Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009
PAD 258.686 261.186 283.220 330.032 331.084
Pajak Daerah 205.752 206.191 238.424 294.955 289.215
Retribusi Daerah 10.563 10.272 5.302 6.331 7.567
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
33.373 30.787 30.311 13.201 16.369
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 8.998 13.936 9.183 15.545 17.933
DANA PERIMBANGAN 356.746 546.750 557.289 627.740 674.268
Dana Bagi Hasil Pajak 34.642 46.406 55.451 53.786 62.754
Bagi Hasil Bukan Pajak 100 541 0 0 0
Dana Alokasi Umum 322.003 499.804 501.838 545.227 558.635
Dana Alokasi Khusus 0 0 0 28.728 52.879
BAGIAN LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH 18.567 0 65.663 29.670 17.998
Pendapatan Hibah 0 0 0 0 0
Dana Darurat 0 0 40.408 28.647 0
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
0 0 0 0 0
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 0 0 22.449 0 17.998
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
0 0 2.806 0 0
Bagi Hasil Bukan Pajak dari Propinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
0 0 0 0 0
Pendapatan lainnya 0 0 0 1.023 0
TOTAL PENDAPATAN 633.998 807.936 906.172 987.442 1.023.349
Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009
PAD 135.761 145.968 178.078 173.704 202.969
Pajak Daerah 53.819 62.103 77.265 66.700 75.605
Retribusi Daerah 51.721 49.492 47.371 51.940 57.160
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
11.245 9.043 13.720 10.542 7.931
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 18.976 25.330 39.722 44.522 62.273
DANA PERIMBANGAN 1.988.548 3.545.670 3.657.013 3.875.255 4.631.587
Dana Bagi Hasil Pajak 165.183 182.706 207.978 250.802 302.574
Bagi Hasil Bukan Pajak 4.977 63.138 25.053 1.275 0
Dana Alokasi Umum 1.675.550 2.911.000 2.746.160 2.964.050 3.492.574
107
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009
Dana Alokasi Khusus 142.838 388.825 677.823 659.129 836.439
BAGIAN LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH 328.125 99.683 387.646 499.066 659.247
Pendapatan Hibah 0 0 19.643 46.286 42.539
Dana Darurat 0 0 121.896 89.521 64.663
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
0 0 68.521 82.736 137.803
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 0 0 165.439 214.857 285.315
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
0 0 0 21.951 65.727
Bagi Hasil Bukan Pajak dari Propinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
0 0 2.909 13.788 40.847
Pendapatan lainnya 0 0 9.238 29.925 22.352
TOTAL PENDAPATAN 2.452.435 3.791.322 4.222.737 4.548.025 5.493.803
Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009)Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P
Tabel D.1.2 Belanja berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi (dalam Juta Rupiah)
Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009
Belanja pegawai 223.549 292.218 337.084 376.161 335.167
- Tidak langsung 0 0 269.717 300.717 297.466
- Langsung 0 0 67.367 75.445 37.701
Belanja barang & jasa 172.173 218.900 209.487 188.620 236.257
- Barang & jasa 76.640 111.819 0 0 0
- Perjalanan dinas 22.689 36.588 0 0 0
- Pemeliharaan 72.844 70.492 0 0 0
Belanja modal 34.528 0 155.122 161.371 241.284
Belanja lain-lain 174.275 292.081 167.808 208.944 221.720
Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009
Belanja pegawai 1.340.998 1.679.041 1.950.867 2.135.423 2.540.743
- Tidak langsung 0 0 1.674.886 1.873.269 2.279.056
- Langsung 0 0 275.981 262.154 261.688
Belanja barang & jasa 578.611 854.964 700.572 676.420 826.537
- Barang & jasa 297.619 393.038 0 0 0
- Perjalanan dinas 99.080 143.198 0 0 0
- Pemeliharaan 181.912 318.728 0 0 0
Belanja modal 385.435 480.245 1.055.598 1.144.036 1.690.853
Belanja lain-lain 57.312 385.977 306.679 215.709 188.347
Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009)Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P.
108
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel D.1.3 Belanja berdasarkan Sektor (dalam Juta Rupiah)
Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009
Sektor Pemerintahan Umum 418.403 506.778 473.746 545.796 566.058Infrastruktur 64.995 98.367 167.038 150.251 197.910Pendidikan 18.476 48.532 56.251 52.225 53.987Kesehatan 29.542 38.898 47.405 46.117 53.915Pertanian 16.894 28.690 50.945 49.818 58.452Kelautan dan Perikanan 5.450 8.655 9.361 10.014 12.850Kehutanan 12.485 16.339 8.172 9.373 10.225Sosial dan Pemberdayaan Perempuan 4.169 6.257 6.254 8.235 11.187Perindutrian dan Perdagangan 4.852 7.206 6.851 8.243 8.162Ketenagakerjaan 7.769 10.151 11.135 11.687 14.413Kependudukan dan Transmigrasi 0 0 0 0 215Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 3.810 5.698 7.379 6.655 8.805Pariwisata 9.580 14.054 7.786 7.919 14.167Energi dan Sumber Daya Mineral 3.918 5.672 6.886 6.162 6.198Lingkungan Hidup 2.090 2.994 3.235 3.259 4.080Penanaman Model 2.091 4.904 6.378 5.335 5.241Perumahan 0 0 0 0 0Pemuda dan Olah Raga 0 0 680 13.370 8.518Penataan Ruang 0 0 0 635 45Pertahanan 0 0 0 0 0Total 604.525 803.199 869.501 935.096 1.034.428
Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009
Sektor Pemerintahan Umum 703.826 1.161.697 1.510.709 1.299.571 1.580.388Infrastruktur 118.986 492.742 596.184 701.786 1.014.713Pendidikan 808.341 878.788 1.240.227 1.415.790 1.688.736Kesehatan 198.801 354.740 277.985 325.420 424.495Pertanian 38.737 106.726 136.974 131.227 157.105Kelautan dan Perikanan 18.844 36.518 48.441 49.745 73.067Kehutanan 13.942 21.555 17.502 21.398 27.863Sosial dan Pemberdayaan Perempuan 32.002 32.975 13.613 18.778 27.541Perindutrian dan Perdagangan 15.631 21.888 26.349 31.971 49.981Ketenagakerjaan 7.052 54.784 11.018 12.710 14.029Kependudukan dan Transmigrasi 16.933 22.337 17.397 23.029 23.210Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 4.997 8.109 12.517 13.178 12.723Pariwisata 7.083 14.831 11.026 11.787 17.652Energi dan Sumber Daya Mineral 5.943 8.607 10.919 12.206 14.220Lingkungan Hidup 11.690 18.622 39.827 48.555 53.033Penanaman Model 1.921 4.696 5.858 11.036 8.113Perumahan 103.985 160.612 13.375 6.660 19.437Pemuda dan Olah Raga 987 0 13.596 23.474 10.750Penataan Ruang 38.034 0 10.198 12.610 27.583Pertahanan 52 0 0 656 1.842Total 2.362.356 3.400.228 4.013.717 4.171.588 5.246.480
Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009)Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P.
109
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran D.2 Belanja Pemerintah Pusat Ke Provinsi Sulawesi Utara
Tabel D.2.1 Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Sulawesi Utara (dalam Juta
Rupiah)
2005 2006 2007 2008 2009
PELAYANAN UMUM 28.588 47.284 12.494 6.144 3.167
PERTAHANAN 910
KETERTIBAN DAN KEAMANAN 100 7 311 389 551
EKONOMI 221.497 179.792 173.085 207.975 217.337
LINGKUNGAN HIDUP 6.279 1.841 2.359 4.918
PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM 92.569 21.566 44.866 104.697 145.063
KESEHATAN 66.811 113.407 93.849 33.168 49.006
PARIWISATA DAN BUDAYA 4.791 4.773 4.250 3.626 7.430
AGAMA 12
PENDIDIKAN 166.738 277.525 278.255 311.871 430.574
KEPENDUDUKAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL 40.995 55.266 39.211 20.966 18.551
Keterangan: Data diambil Dari Direktorat Perimbangan Keuangan, Departemen KeuanganData merupakan data realisasi (riil tahun dasar 2009).
110
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lam
pira
n D
.3 A
ngga
ran
Dae
rah
Ber
dasa
rkan
Pro
vins
i dan
Kab
upat
en K
ota
Ta
be
l D
.3.1
Pe
nd
ap
ata
n R
iil
Pe
rka
pit
a D
ae
rah
be
rda
sark
an
Ka
bu
pa
ten
/Ko
ta t
ah
un
20
09
(d
ala
m R
up
iah
)
Pr
ovin
si
Sulu
tKo
taM
anad
oKo
ta
Bitu
ngKo
ta
Tom
ohon
Kota
Ko
tam
obag
uKa
b.M
inah
asa
Kab.
Min
utKa
b.M
inse
l
Kab.
Kepu
laua
n Ta
laud
Kab.
Kepu
laua
n Sa
ngih
e
Kab.
Kepu
laua
n Si
taro
Kab.
Bolm
ong
Kab.
Bolm
utKa
b.Bo
ltim
Kab.
Bols
elKa
b.M
itra
PAD
14
8.5
44
16
6.5
08
93
.14
08
3.5
23
51
.57
07
9.0
95
66
.61
34
7.8
66
54
.42
11
91
.22
21
37
.22
34
0.6
95
62
.05
61
0.1
01
27
.12
940
336.
2994
Paja
k D
aera
h12
9.75
910
3.08
934
.593
39.7
4514
.359
28.3
6310
.504
12.9
4512
.333
20.5
1514
.317
1.12
59.
737
3.53
55.
100
8264
.852
13
Retr
ibus
i Dae
rah
3.39
538
.342
21.8
1325
.263
16.3
3321
.889
18.4
8012
.706
13.3
3486
.659
24.2
5712
.510
11.4
423.
199
19.2
4720
499.
6074
Has
il Pe
ngel
olaa
n Ke
kaya
an
Dae
rah
yang
Dip
isah
kan
7.34
42.
754
7.46
211
.945
-6.
193
--
-7.
438
-7.
929
--
-0
Lain
-lain
Pen
dapa
tan
Asl
i Dae
rah
yang
S ah
8.04
622
.323
29.2
736.
570
20.8
7822
.649
37.6
2822
.215
28.7
5476
.609
98.6
5019
.131
40.8
773.
367
2.78
211
571.
8398
DA
NA
PER
IMBA
NG
AN
30
2.5
17
1.1
97
.43
61
.87
9.7
29
3.3
96
.85
02
.27
2.0
18
1.5
82
.87
61
.91
7.5
40
1.9
67
.50
44
.46
6.9
01
3.0
69
.44
54
.66
6.4
78
1.8
06
.69
03
.30
7.3
20
97
5.7
69
1.2
84
.00
328
6435
1.4
Dan
a Ba
gi H
asil
Paja
k28
.155
101.
794
134.
091
352.
456
123.
268
90.1
4612
1.37
912
6.30
026
5.88
611
4.13
122
2.56
115
0.74
819
7.76
276
.962
149.
176
1245
01.9
33
Dan
a Ba
gi H
asil
Buka
n Pa
jak
--
--
--
--
--
--
--
-0
Dan
a A
loka
si U
mum
250.
638
967.
592
1.50
1.64
32.
445.
012
1.61
6.49
71.
239.
344
1.45
3.49
91.
529.
155
3.40
1.34
32.
151.
782
3.27
7.91
21.
274.
674
2.43
6.23
383
5.45
81.
062.
631
2152
286
Dan
a A
loka
si K
husu
s23
.725
128.
050
243.
996
599.
381
532.
253
253.
386
342.
662
312.
048
799.
672
803.
532
1.16
6.00
638
1.26
767
3.32
463
.349
72.1
9658
7563
.465
BAG
IAN
LA
IN-L
AIN
PEN
ERIM
AA
N
YAN
G S
AH
8.0
75
12
4.3
34
28
0.8
92
44
0.5
25
26
5.6
28
25
4.6
11
26
2.0
34
36
5.2
16
49
1.7
37
32
7.3
73
49
3.4
08
30
9.1
56
70
6.9
24
17
9.7
44
20
1.4
50
4987
49.8
56
Pend
apat
an H
ibah
--
--
--
--
227.
200
-16
.186
--
126.
261
153.
486
9421
6.17
38
Dan
a D
arur
at-
86.6
42-
-62
.660
--
42.0
4259
.847
-13
.758
--
-47
.964
4187
3.85
5
Dan
a Ba
gi H
asil
Paja
k da
ri Pr
ovin
si
dan
Pem
erin
tah
Dae
rah
Lain
nya
-10
.276
75.5
4777
.326
164.
707
--
323.
174
131.
455
49.2
81-
34.6
0461
.729
--
6771
0.65
17
Dan
a Pe
nyes
uaia
n da
n O
tono
mi
Khus
us8.
075
-20
5.34
536
3.19
9-
35.6
8817
0.62
2-
-21
5.76
825
6.46
427
4.55
364
5.19
5-
-28
4480
.712
Bant
uan
Keua
ngan
dari
Prov
insi
at
au P
emer
inta
h D
aera
h La
inny
a-
--
--
218.
924
--
--
--
--
-0
Bagi
Has
il Bu
kan
Paja
k da
ri Pr
opin
si d
an P
emer
inta
h D
aera
h La
inny
a-
27.4
16-
-38
.262
-61
.668
-73
.236
-77
.946
--
53.4
84-
0
Pend
apat
anl a
inny
a-
--
--
-29
.743
--
62.3
2312
9.05
4-
--
-10
468.
4638
TOTA
LPEN
DA
PATA
N4
59
.13
71
.48
8.2
77
2.2
53
.76
23
.92
0.8
98
2.5
89
.21
61
.91
6.5
82
2.2
46
.18
72
.38
0.5
85
5.0
13
.05
83
.58
8.0
39
5.2
97
.11
02
.15
6.5
41
4.0
76
.30
11
.16
5.6
14
1.5
12
.58
334
0343
7.55
Kete
rang
an: D
ata
diam
bil d
ari r
ealis
asi a
ngga
ran
daer
ah S
ulaw
esi U
tara
, 200
5-20
10 (r
iil ta
hun
dasa
r 200
9)Kh
usus
unt
uk To
moh
on ta
hun
2009
men
ggun
akan
APB
D-P
.
111
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Ta
be
l D
.3.2
Be
lan
ja R
iil
Pe
rka
pit
a D
ae
rah
be
rda
sark
an
Kla
sifi
ka
si E
ko
no
mi,
pe
r K
ab
up
ate
n/K
ota
ta
hu
n 2
00
9 (
da
lam
Ru
pia
h)
Bela
nja
Men
urut
Kl
asifi
kasi
Eko
nom
iPr
ovin
si
Sulu
tKo
ta
Man
ado
Kota
Bitu
ngKo
ta
Tom
ohon
Kota
Ko
tam
obag
uKa
b.
Min
ahas
aKa
b. M
inut
Kab.
Min
sel
Kab.
Ke
pula
uan
Tala
ud
Kab.
Ke
pula
uan
Sang
ihe
Kab.
Ke
pula
uan
Sita
ro
Kab.
Bo
lmon
gKa
b. B
olm
utKa
b. B
oltim
Kab.
Bol
sel
Kab.
Mitr
a
Bela
nja
tidak
la
ngsu
ng
Pega
wai
133.
461,
29
885.
498,
10
1.05
8.18
6,83
1.
505.
323,
15
843.
324,
47
1.01
4.94
9,36
96
1.42
2,80
1.
059.
050,
62
1.66
2.26
2,68
1.
579.
079,
96
1.34
7.77
5,99
87
7.56
2,99
79
4.47
8,80
62
1.91
8,35
70
4.63
0,65
88
5.85
9,25
Bung
a-
- 2.
810,
50
- -
- -
- -
--
--
--
-
Hib
ah/s
ubsi
di9.
896,
22
25.5
38,1
2 8.
245,
79
23.2
92,4
8 16
.582
,01
2.83
1,20
10
.341
,12
65.6
39,0
5 87
.081
,22
105.
215,
40
49.9
72,8
1 28
.915
,28
33.4
15,9
3 6.
144,
68
3.83
7,15
27
.260
,82
Bant
uan
Sosi
al24
.551
,24
63.7
53,8
0 66
.418
,56
105.
354,
09
12.2
87,5
7 20
.596
,36
90.7
28,6
7 38
.289
,45
56.7
62,8
7 36
.693
,34
43.0
59,0
3 31
.992
,79
30.0
44,8
1 10
.760
,76
27.1
47,8
5 10
7.69
2,23
Bagi
Has
il ke
Dae
rah
Baw
ahan
61.3
26,4
8 24
9,59
-
- -
- 52
.008
,39
-2.
172,
94
--
--
--
-
Bant
uan
ke D
aera
h Ba
wah
an2.
691,
96
- -
25.0
84,2
1 2.
518,
79
34.4
57,3
8 -
85.3
30,7
7 73
.640
,28
105.
088,
00
153.
732,
22
72.5
96,4
6 7
7.40
1,00
15
.004
,80
9.59
2,88
83
.280
,82
Tida
k Te
rdug
a1.
011,
22
2.29
9,50
8.
280,
46
1.79
1,73
-
51,8
8 -
10.9
39,8
4 16
.000
,64
5.36
6,07
24
.847
,72
2.54
7,60
1.
846,
72
3.57
7,38
7.
674,
30
4.89
9,24
Bant
uan
kepa
da
Lem
baga
Ve
rtik
al-
- -
- -
- -
--
--
--
--
Bela
nja
lang
sung
Pega
wai
16.9
14,7
6 99
.956
,32
165.
999,
17
360.
864,
16
80.8
70,5
2 33
.782
,71
83.1
78,2
9 79
.742
,05
223.
508,
82
119.
552,
96
179.
256,
09
126.
436,
09
206.
379,
00
110.
886,
69
117.
204,
83
19.7
45,2
5
Bara
ng d
an
Jasa
105.
999,
44
181.
257,
83
353.
639,
46
933.
171,
49
328.
811,
07
197.
538,
17
320.
065,
98
585.
512,
45
702.
750,
86
378.
064,
77
730.
297,
51
278.
272,
93
795.
237,
44
182.
950,
86
206.
276,
63
589.
653,
31
Mod
al10
8.25
4,48
33
5.98
7,17
53
5.88
4,91
1.
130.
254,
56
1.10
6.90
2,36
51
2.81
4,29
80
5.75
8,50
45
2.76
9,24
1.
002.
699,
87
1.23
6.29
5,66
2.
025.
615,
78
703.
372,
04
1.77
9.73
2,83
58
.458
,21
456.
651,
33
1.67
9.82
3,45
Tota
l46
4.10
7,09
1.
594.
540,
42
2.19
9.46
5,69
4.
085.
135,
88
2.39
1.29
6,78
1.
817.
021,
34
2.32
3.50
3,74
2.
377.
273,
47
3.82
6.88
0,17
3.
565.
356,
16
4.55
4.55
7,14
2.
121.
696,
18
3.71
8.53
6,53
1.
209.
701,
73
1.53
3.01
5,61
3.
498.
214,
36
Kete
rang
an: D
ata
diam
bil d
ari r
ealis
asi a
ngga
ran
daer
ah S
ulaw
esi U
tara
, 200
5-20
10 (r
iil ta
hun
dasa
r 200
9)Kh
usus
unt
uk To
moh
on ta
hun
2009
men
ggun
akan
APB
D-P
112
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Ta
be
l D
.3.3
Be
lan
ja R
iil
Pe
rka
pit
a D
ae
rah
be
rda
sark
an
Uru
san
, p
er
Ka
bu
pa
ten
/Ko
ta t
ah
un
20
09
(d
ala
m R
up
iah
)
Bela
nja
Men
urut
U
rusa
nPr
ovin
si
Sulu
tKo
ta
Man
ado
Kota
Bi
tung
Kota
To
moh
onKo
ta
Kota
mob
agu
Kab.
M
inah
asa
Kab.
M
inut
Kab.
M
inse
lKa
b.
Kepu
laua
n Ta
laud
Kab.
Ke
pula
uan
Sang
ihe
Kab.
Ke
pula
uan
Sita
ro
Kab.
Bo
lmon
gKa
b.
Bolm
utKa
b.
Bolti
mKa
b.
Bols
elKa
b. M
itra
URU
SAN
WA
JIB
URU
SAN
PE
ND
IDIK
AN
22.8
47
639.
414
636.
751
1.03
7.63
7 59
1.38
1 81
7.59
2 71
1.43
2 83
1.97
0 1.
283.
969
1.23
2.32
0 1.
157.
638
650.
980
549.
891
246.
963
412.
214
669.
013
URU
SAN
KES
EHAT
AN
24.1
89
81.6
64
221.
692
217.
194
193.
479
156.
371
203.
785
178.
959
295.
867
411.
309
439.
892
204.
660
202.
093
48.7
65
75.1
13
270.
264
URU
SAN
PEK
ERJA
AN
U
MU
M82
.255
20
4.08
8 25
8.78
9 59
0.04
7 64
0.31
3 28
8.59
9 35
5.42
4 34
4.88
8 52
6.67
1 48
3.36
3 1.
132.
127
361.
946
1.22
8.35
4 11
7.96
0 30
2.92
1 1.
296.
584
URU
SAN
PE
RUM
AH
AN
RA
KYAT
-10
.538
18
.171
56
.067
-
-11
.237
-
1.14
7 28
.385
-
-7.
119
--
5.58
4
URU
SAN
PEN
ATA
AN
RU
AN
G20
14
.406
23
.619
30
.468
53
.913
-
7.31
6 -
-28
.888
28
.275
-
3.18
9 -
19.5
26
-
URU
SAN
PE
REN
CAN
AA
N
PEM
BAN
GU
NA
N3.
951
15.0
90
16.2
67
34.0
37
31.9
64
7.38
4 28
.211
18
.052
76
.567
33
.246
54
.518
29
.638
68
.789
44
.187
28
.381
22
.246
URU
SAN
PE
RHU
BUN
GA
N6.
540
30.4
30
20.7
40
62.4
87
38.0
04
11.4
05
15.2
52
-41
.581
48
.394
24
.313
12
.096
34
.034
16
.191
17
.196
13
.658
URU
SAN
LI
NG
KUN
GA
N H
IDU
P1.
831
29.3
72
57.8
32
48.6
57
25.8
05
6.59
5 18
.044
7.
223
24.0
35
24.2
32
51.8
07
10.9
64
33.6
64
5.96
0 10
.308
23
.723
URU
SAN
PE
RTA
NA
HA
N-
- -
--
-50
3 -
-13
.441
-
--
--
-
URU
SAN
KE
PEN
DU
DU
KAN
D
AN
CAT
ATA
N S
IPIL
- 7.
269
11.1
18
28.5
81
14.6
93
7.11
8 10
.736
-
12.1
62
18.5
21
25.1
01
4.70
7 17
.729
13
.569
18
.334
7.
342
URU
SAN
PE
MBE
RDAY
AA
N
PERE
MPU
AN
DA
N
PERL
IND
UN
GA
N
AN
AK
544
- -
4.72
0 -
-16
.732
-
109
-17
.474
-
2.38
4 -
16.7
96
5.33
9
URU
SAN
KEL
UA
RGA
BE
REN
CAN
A
DA
N K
ELU
ARG
A
SEJA
HTE
RA
92
10.4
45
18.2
95
34.4
51
28.2
21
12.7
72
4.15
1 16
.475
27
.940
23
.381
9.
628
15.2
82
19.7
89
--
21.0
93
URU
SAN
SO
SIA
L4.
475
6.87
3 13
.128
1.
495
15.4
54
5.79
5 15
.718
14
.164
12
.560
13
.466
16
.020
12
.011
5.
849
--
6.09
1
URU
SAN
KE
TEN
AGA
KERJ
AA
N6.
467
6.65
8 13
.641
24
.161
-
5.45
4 5.
587
--
2.36
0 3.
341
10.0
43
3.79
6 -
-12
.904
URU
SAN
KO
PERA
SI
DA
N U
KM3.
951
4.82
6 11
.073
21
.930
-
6.29
1 11
.621
-
14.8
54
1.25
7 1.
437
5.52
6 1.
120
-5.
895
-
URU
SAN
PE
NA
NA
MA
N M
OD
AL
2.35
2 -
11.5
31
17.6
31
-3.
642
8.18
4 3.
452
7.37
5 -
10.6
69
-2.
154
--
-
URU
SAN
KE
BUD
AYA
AN
1.37
5 19
.002
-
19.7
87
--
2.26
0 -
11.0
10
12.9
37
3.52
0 -
1.38
4 -
576
14.7
04
URU
SAN
KE
PEM
UD
AA
N D
AN
O
LAH
RAG
A3.
822
3.91
4 4.
807
25.5
23
--
1.20
3 -
963
5.86
1 -
17.1
52
7.11
4 -
20.2
41
-
113
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Bela
nja
Men
urut
U
rusa
nPr
ovin
si
Sulu
tKo
ta
Man
ado
Kota
Bi
tung
Kota
To
moh
onKo
ta
Kota
mob
agu
Kab.
M
inah
asa
Kab.
M
inut
Kab.
M
inse
lKa
b.
Kepu
laua
n Ta
laud
Kab.
Ke
pula
uan
Sang
ihe
Kab.
Ke
pula
uan
Sita
ro
Kab.
Bo
lmon
gKa
b.
Bolm
utKa
b.
Bolti
mKa
b.
Bols
elKa
b. M
itra
URU
SAN
KES
ATU
AN
BA
NG
SA D
AN
PO
LITI
K D
ALA
M
NEG
ERI
4.85
3 41
.375
53
.609
11
6.06
5 27
.858
15
.670
41
.620
23
.638
20
.933
43
.951
73
.052
23
.078
39
.108
12
.012
21
.657
31
.929
URU
SAN
PE
MER
INTA
HA
N
UM
UM
238.
207
419.
246
663.
812
1.39
3.12
7 57
2.44
4 3
34.4
60
644.
241
709.
903
1.21
0.44
7 85
9.15
4 1.
033.
411
581.
126
1.04
0.99
5 60
2.42
7 51
0.45
3 86
2.49
9
-URU
SAN
KE
PEG
AWA
IAN
- -
--
--
--
--
--
--
--
URU
SAN
PE
MBE
RDAY
AA
N
MA
SYA
RAKA
T D
AN
D
ESA
2.11
9 5.
192
10.1
69
23.9
00
-13
.804
9.
952
34.9
55
45.2
44
15.9
16
56.7
86
17.5
07
81.6
14
55.7
47
-29
.382
URU
SAN
STA
TIST
IK-
- -
--
--
-1.
032
1.08
3 3.
535
--
--
-
URU
SAN
KEA
RSIP
AN
31
1.99
4 -
10.1
06
--
30
-28
0 49
8 -
-13
.999
-
--
URU
SAN
KO
MU
NIK
ASI
DA
N
INFO
RMAT
IKA
1.46
1 5.
530
12.2
93
794
--
5.72
0 -
-7.
138
29.5
46
12.0
39
18.6
93
--
-
PERP
UST
AKA
AN
3.25
5 -
--
8.22
9 1.
300
2.19
7 2.
692
-6.
478
13.1
11
1.17
5 -
--
-
KETA
HA
NA
N
PAN
GA
N2.
741
6.42
1 12
.385
-
-5.
581
5.40
6 11
.962
17
.958
8.
598
-9.
023
--
-8.
983
URU
SAN
PIL
IHA
N
URU
SAN
PER
TAN
IAN
23.4
83
13.6
64
30.0
05
148.
282
121.
221
45.8
09
84.0
29
88.4
38
102.
055
98.2
41
109.
984
62.9
38
135.
968
-52
.064
61
.991
URU
SAN
KE
HU
TAN
AN
4.58
7 -
57
46.6
39
-17
.103
19
.227
9.
901
16.3
02
4.33
3 13
.120
2
0.01
3 37
.771
-
-42
.327
URU
SAN
EN
ERG
I D
AN
SU
MBE
R D
AYA
M
INER
AL
2.78
1 -
-23
.488
-
3.63
3 7.
759
6.06
3 -
16.0
74
27.2
05
6.93
2 33
.289
-
-9.
082
URU
SAN
PA
RIW
ISAT
A6.
356
-12
.814
9.
842
-10
.551
28
.209
8.
544
556
8.98
5 21
.177
7.
460
8.61
5 -
2.41
1 -
URU
SAN
KEL
AUTA
N
DA
N P
ERIK
AN
AN
5.76
5 10
.153
27
.851
25
.929
-
16.7
15
31.2
99
26.9
32
65.5
34
84.1
35
151.
238
28.1
13
89.6
27
35.0
58
1.40
1 61
.376
URU
SAN
PE
RDAG
AN
GA
N3.
238
6.97
4 18
.381
10
.775
28
.319
14
.056
4.
544
19.5
30
9.46
4 27
.834
22
.263
6
.437
5.
145
-1.
343
-
URU
SAN
IND
UST
RI42
4 -
20.5
58
21.3
13
-
9.
323
11.8
76
19.5
30
26
7 1.
576
24.3
69
10.8
50
23.2
73
10.8
61
16.1
86
22.1
00
URU
SAN
KE
TRA
NSM
IGRA
SIA
N97
-
77
--
--
--
--
-1.
988
--
-
Kete
rang
an: D
ata
diam
bil d
ari r
ealis
asi a
ngga
ran
daer
ah S
ulaw
esi U
tara
, 200
5-20
10 (r
iil ta
hun
dasa
r 200
9)Kh
usus
unt
uk To
moh
on ta
hun
2009
men
ggun
akan
APB
D-P
114
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran E. Indikator-indikator Gender
Tabel E.1 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2005 - 2008
Propinsi/ Kabupaten/ Kota IPM
2005 2006 2007 2008
1. Nanggroe Aceh Darussalam 68,7 69 69,4 70,762. Sumatera Utara 71,4 72 72,5 73,293. Sumatera Barat 70,5 71,2 71,6 72,964. Riau 72,2 73,6 73,8 75,095. Jambi 70,1 71 71,3 71,996. Sumatera Selatan 69,6 70,2 71,1 72,057. Bengkulu 69,9 71,1 71,3 72,148. Lampung 68,4 68,8 69,4 70,3
9. Bangka Belitung 69,6 70,7 71,2 72,19
10. Kepulauan Riau 70,8 72,2 72,8 74,18
11. DKI Jakarta 75,8 76,1 76,3 77,03
12. Jawa Barat 69,1 69,9 70,3 71,12
13. Jawa Tengah 68,9 69,8 70,3 71,6
14. Yogyakarta 72,9 73,5 73,7 74,88
15. Jawa Timur 62,2 68,4 69,2 70,38
16. Banten 69,2 68,8 69,1 69,7
17. Bali 69,1 69,8 70,1 70,98
18. Nusa Tenggara Barat 60,6 62,4 63 64,12
19. Nusa Tenggara Timur 62,7 63,6 64,8 66,15
20. Kalimantan Barat 65,4 66,2 67,1 68,17
21. Kalimantan Tengah 71,7 73,2 73,4 73,88
22. Kalimantan Selatan 66,7 67,4 67,7 68,72
23. Kalimantan Timur 72,2 72,9 73,3 74,52
24. Sulawesi Utara 73,4 74,2 74,4 75,16
25. Sulawesi Tengah 67,3 68,5 68,8 70,09
26. Sulawesi Selatan 67,8 68,1 68,8 70,22
27. Sulawesi Tenggara 66,7 67,5 67,8 69
28. Gorontalo 65,4 67,5 68 69,29
29. Sulawesi Barat 64,4 65,7 67,1 68,55
30. Maluku 69 69,2 69,7 70,38
31. Maluku Utara 66,4 67 67,5 68,1832. Irian Jaya Barat 63,7 64,8 66,1 67,9533. Papua 60,9 62,1 62,8 64INDONESIA 68,7 69,6 70,1 71,17
Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA bekerjasama BPS
115
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel E.2 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
Propinsi/ Kabupaten/ KotaIPG
2005 2006 2007 2008
1. Nanggroe Aceh Darussalam 59,3 59,6 62,8 64,12
2. Sumatera Utara 61,7 63 66,7 68,87
3. Sumatera Barat 62,3 63 66,3 67,46
4. Riau 61,2 62 64 65,41
5. Jambi 58,6 59,6 61,1 62,49
6. Sumatera Selatan 57 58,5 62,4 64,8
7. Bengkulu 62,3 63,9 65,3 67,05
8. Lampung 58 59,5 60,4 62,18
9. Bangka Belitung 54,3 55,4 57,8 59,69
10. Kepulauan Riau 55,1 56,7 60,5 62,5
11. DKI Jakarta 67,7 68,1 71,3 72,7
12. Jawa Barat 58,2 59,8 60,8 61,81
13. Jawa Tengah 59,8 60,8 63,7 64,66
14. Yogyakarta 69,9 70,2 70,3 71,5
15. Jawa Timur 58,1 59,7 60,5 62,97
16. Banten 56,7 58,1 59 61,49
17. Bali 64,3 66 66 67,08
18. Nusa Tenggara Barat 52,1 53,9 54,6 55,6
19. Nusa Tenggara Timur 58,6 59,6 61,3 63,44
20. Kalimantan Barat 57,9 58,8 61 62,78
21. Kalimantan Tengah 60,8 62,3 67,3 68,31
22. Kalimantan Selatan 60,7 61,8 62,2 63,8
23. Kalimantan Timur 54,2 54,9 56,6 58,12
24. Sulawesi Utara 64,1 64,9 66 67,32
25. Sulawesi Tengah 55,6 56,8 59,8 61,42
26. Sulawesi Selatan 56,9 57,4 59 61,04
27. Sulawesi Tenggara 59,1 60 61,4 62,48
28. Gorontalo 50,2 52,3 53,6 55,25
29. Sulawesi Barat 60,1 61,5 63,6 64,18
30. Maluku 61,9 62,5 64,6 66,75
31. Maluku Utara 59,6 60,3 60,5 62,87
32. Irian Jaya Barat 51,4 52,6 56,1 57,36
33. Papua 57,4 58,6 59,3 61,4
INDONESIA 63,9 65,1 65,3 66,38
Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA bekerjasama BPS
116
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel E.3 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
Propinsi/ Kabupaten/ KotaIDG
2005 2006 2007 2008
1. Nanggroe Aceh Darussalam 42,1 46,5 49,7 50,67
2. Sumatera Utara 49,5 51,2 54,8 56,95
3. Sumatera Barat 55,3 55,8 59,1 59,56
4. Riau 43,6 47,3 49,9 51,91
5. Jambi 56,1 55,7 58 60,18
6. Sumatera Selatan 56,1 57,1 60,1 62,46
7. Bengkulu 56,4 58,8 60 62,05
8. Lampung 59,3 60,6 61,4 62,81
9. Bangka Belitung 39,6 40,2 42,4 44,11
10. Kepulauan Riau 35,6 37,7 42,8 43,71
11. DKI Jakarta 57,8 57,9 62 63,37
12. Jawa Barat 49,2 53 54,4 55,51
13. Jawa Tengah 56,5 56,9 59,3 59,76
14. Yogyakarta 62,3 62,4 62,4 62,87
15. Jawa Timur 56,8 57,6 58 59,81
16. Banten 40,1 45,4 46,5 49,02
17. Bali 56 57,7 57,8 58,95
18. Nusa Tenggara Barat 53,2 54,3 54,5 55,32
19. Nusa Tenggara Timur 56,3 57,3 59 61,14
20. Kalimantan Barat 48,7 49,4 51,3 53,96
21. Kalimantan Tengah 57,1 60,1 65,1 66,45
22. Kalimantan Selatan 57,4 57,4 57,7 59,86
23. Kalimantan Timur 43,8 46,5 48,9 49,74
24. Sulawesi Utara 62,7 63,6 64,2 65,48
25. Sulawesi Tengah 58,3 59,6 62,5 63,23
26. Sulawesi Selatan 49,2 50 51,8 52,96
27. Sulawesi Tenggara 53 53,4 55,3 55,56
28. Gorontalo 51,3 53,5 54,1 55,63
29. Sulawesi Barat 60,2 60,6 62,8 63,06
30. Maluku 51,4 52,2 53,9 56,28
31. Maluku Utara 40,1 44,1 44,1 46,63
32. Irian Jaya Barat 41 50,5 55 55,89
33. Papua 57,1 61,9 63,5 64,56
INDONESIA 59,7 61,3 61,8 62,27
Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA bekerjasama BPS
117
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran F. Tabel SWOT Sulawesi Utara sebagai Pusat Pertumbuhan di Kawasan Timur Indonesia
Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia Ke Asia Timur Dan Pasifi k
Tabel F.1 Opportunities (O) and Strengths (S) – Weaknesses (W)
STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)
- Posisi geografi strategis terhadap Asia Timur dan Samudera Pasifi k;
- Posisi semenanjung wilayah Sulawesi Utara yang terletak di tepian samudra Pasifi k, diapit Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dan ALKI II;
- Situasi keamanan yang terkendali dengan masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun dalam perbedaan agama dan budaya;
- Kekayaan sejarah sebagai pusat perdagangan rempah di dunia;
- Kekayaan alam baik di laut maupun di darat seperti terumbu karang, satwa endemik, rempah-rempah, laut dalam, dsb;
- Industri yang telah ada: kelapa, perikanan, ekoturisme, pariwisata kelautan;
- Infrastruktur yang ada: misalnya pelabuhan udara/laut internasional, sekolah tinggi khusus pengolahan kelapa;
- Kepemimpinan SHS dengan dianugerahi Bintang Mahaputra.
- Kesiapan SDM minim: kurangnya pengetahuan dan pelatihan (aktifi tas sasaran misalnya pariwisata dan industri pengolahan kelapa);
- Kerja sama institusi lokal antara politisi dan birokrat;
- Akses permodalan untuk dunia usaha;
- Kurangnya pendanaan baik dari donor maupun investor untuk proyek-proyek besar;
- Lokal: infrastruktur pelabuhan, landasan bandara, suplai listrik;
- Nasional: perpajakan, pandangan umum tentang korupsi;
- Dukungan pengelolaan keuangan Pemkab/Pemkot
118
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
OPPORTUNITIES (O) SO STRATEGY WO STRATEGY
- Pusat pertumbuhan ekonomi dunia telah bergeser dari wilayah Atlantik ke wilayah Asia Timur dan Pasifi k.
- Keunggulan jangka pendek: momentum WOC; dukungan presiden misalnya untuk landas pacu bandara; ketertarikan perusahaan besar – Maersk; minat politik dari luar negeri – duta besar dan konsul Amerika Serikat.
- Rekonsiliasi nasional dan otonomi daerah/desentralisasi.
- Kiprah BPD menuju asset 1T
- Keberadaan tiga universitas negeri dan beberapa PTS terkemuka di KTI.
- Kebutuhan untuk memperpendek jarak Indonesia-Asia Pasifi k (PP).
- Momentum Pemerintah Nasional untuk mengembangkan wilayah perbatasan dan pinggiran (periphery).
- Sulut dan wilayah sekitarnya banyak memiliki komoditi eksport
- Kebjakan Pemeritah Nasional untuk mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dan pintu gerbang Indonesia selain Jakarta, dan Bali.
Strategi Peningkatan Industri dan
Perdagangan
1. Mewujudkan peran aktif Indonesia (melalui
Sulawesi Utara) di kawasan Asia Timur dan
Pasifi k.
2. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat
konsolidasi dan distribusi kontainer dari In-
donesia ke pasar Asia Timur dan Pasifi k dan
kontainer dari Asia Timur dan Pasifi k masuk
ke Indonesia.
- Meningkatkan kerjasama regional dalam perdagangan dengan provinsi tetangga (Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, and Papua)
- Kerjasama regional seperti BIMP-EAGA, ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui regional integration arrangement.
- Menjadikan pusat operasional dan distribusi kapal kontainer untuk pasar Asia Timur dan Pasifi k;
- Menjadikan Sulut sebagai basis regional bagi perusahaan bisnis dan jasa di kawasan timur Indonesia
Strategi Peningkatan Infrastruktur
- Peningkatan pelabuhan bitung/bandara Sam Ratulangi
- Menjadi salah satu pelabuhan penguhubung skala internasional di Indonesia.
- Menjadikan bandara Sam Ratulangi sebagai salah satu penhubung udara;
- Pembangunan infrastruktur dasar dan fasilitas pendukung melalui Pemerintah Nasional .
Strategi Peningkatan Pariwiasata
1. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat distribusi wisatawan wisata bahari dan eco-wisata masuk dan keluar di kawasan timur Indonesia.
2. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai Pusat Ka-jian Kelautan dan Pusat Kajian Industri Wisata Bahari dan Community Based Eco-Tourism.
3. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di Kawasan Timur Indonesia.
4. Mewujudkan Sulawesi Utara pusat belanja, hiburan, makanan khas lokal, dan pembelaja-ran kerukunan antar umat beragama.
Strategi Peningkatan Kualitas SDM
- Program Pelatihan SDM; diarahkan kepada aktifi tas pariwisata, industri pengolahan kelapa, dsb;
- Meningkatkan pemahaman tentang Pintu Gerbang Pertumbuhan kepada masyarakat melalui sosialisasi.
- Membangun keahlian spesifi k misalnya pelatihan kewirausahaan untuk mahasiswa, pengalaman keahlian yang diperoleh dari lulusan luar negeri;
- Keterlibatan peran akademisi.- Peningkatan peran Institusi
pendidikan
Strategi Peningkatan Industri dan
Perdagangan
- Membangun industri pengangkutan untuk distribusi logistik dengan asumsi telah terciptanya integrasi dan kolaborasi
- Membangun industri berbasis potensi lokal yang mampu memenuhi skala keekonomisan, misalnya dengan tenaga kerja terlatih di produksi kelapa kita bisa mengembangkan industri tersebut;
Strategi Peningkatan Kewirausahaan
- Membangun usaha lokal masyarakat dengan perencanaan ekspansinya;
- Membangun UKM dengan dukungan kewirausahaan (meningkatkan kuantitas dan memperluas jangkauan);
- Meningkatkan jiwa entrepreneurship baik itu intrapreneurship maupun interpreneurship masyarakat.
- Keterlibatan peran perbankan.
Strategi Good Government
Governance
- Membangun kepercayaan, komitmen, dan tindakan; kerjasama tingkat lokal antara institusi publik (politik dan birokrasi);
- Membangun tanpa korupsi
119
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur dan Pasifi k
Tabel F.2 Opportunities (O) and Strengths (S)
OPPORTUNITIES (O) STRENGTHS (S) SO STRATEGY
- Pusat pertumbuhan ekonomi dunia telah bergeser dari wilayah Atlantik ke wilayah Asia Timur dan Pasifi k.
- Posisi geografi strategis terhadap Asia Timur dan Samudera Pasifi k;
Strategi Peningkatan Industri dan Perdagangan melalui
- Mewujudkan peran aktif Indonesia (melalui Sulawesi Utara) di kawasan Asia Timur dan Pasifi k.
- Kerjasama regional seperti BIMP-EAGA, ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui regional integration arrangement.
- Menjadikan Sulut sebagai basis regional bagi perusahaan bisnis dan jasa di kawasan timur Indonesia.
- Kebijakan Pemeritah Nasional untuk mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dan pintu gerbang Indonesia selain Jakarta, dan Bali.
- Momentum Pemerintah Nasional untuk mengembangkan wilayah perbatasan dan pinggiran (periphery).
- Kebutuhan untuk memperpendek jarak Indonesia-Asia Pasifi k (PP).
- Posisi semenanjung wilayah Sulawesi Utara yang terletak di tepian samudra Pasifi k, diapit ALKI II dan ALKI II.
- Infrastruktur yang ada: misalnya pelabuhan udara/laut internasional, sekolah tinggi khusus pengolahan kelapa
- Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat konsolidasi dan distribusi kontainer dari Indonesia ke pasar Asia Timur dan Pasifi k dan kontainer dari Asia Timur dan Pasifi k masuk ke Indonesia.
- Meningkatkan kerjasama regional dalam perdagangan dengan provinsi tetangga (Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, and Papua).
- Peningkatan Infrastruktur; Peningkatan pelabuhan bitung/badara Sam Ratulangi; International hub port in Eastern part of Indonesia.
- Pembangunan infrastruktur dasar dan fasilitas pendukung melalui Pemerintah Nasional .
- Keunggulan jangka pendek: momentum WOC; dukungan presiden misalnya untuk landas pacu bandara; ketertarikan perusahaan besar – Maersk; minat politik dari luar negeri – duta besar dan konsul Amerika Serikat.
- Situasi keamanan yang terkendali dengan masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun dalam perbedaan agama dan budaya;
- Adanya hubungan baik pemerintah daerah dengan pemerintah nasional, khususnya kepemimpinan SHS dengan SBY
- Meningkatkan aktivitas MICE di SULUT (10% MICE di Indonesia).
- Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di Kawasan Timur Indonesia.
- Mewujudkan Sulawesi Utara pusat belanja, hiburan, makanan khas lokal, dan pembelajaran kerukunan antar umat beragama
120
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
OPPORTUNITIES (O) STRENGTHS (S) SO STRATEGY
- Rekonsiliasi nasional dan otonomi daerah/desentralisasi
- Kepemimpinan SHS dengan dianugerahi Bintang Mahaputra
- Predikat WTP satu-satunya provinsi di Indonesia
Strategi Good Government Governance
- Membangun kepercayaan, komitmen, dan tindakan; kerjasama tingkat lokal antara institusi publik (politik dan birokrasi)
- “Membangun Tanpa Korupsi” dalam mewujudkan Good Government Governance
- Pro Job, Poor, and Growth
- Kiprah BPD menuju asset 1T
- Keberadaan tiga universitas negeri dan beberapa PTS terkemuka di KTI.
- Sulut dan wilayah sekitarnya banyak memiliki komoditi eksport.
- SULUT memiliki potensi pariwisata.
- Kekayaan sejarah sebagai pusat perdagangan rempah di dunia;
- Kekayaan alam baik di laut maupun di darat seperti terumbu karang, satwa endemik, rempah-rempah, laut dalam, dsb;
- Industri yang telah ada: kelapa, perikanan, ekoturisme, pariwisata kelautan
- Meningkatnya aktivitas bisnis retail di Manado 5 tahun terakhir, yang melibatkan pebisnis dari beberapa daerah di luar SULUT.
- Memfasilitasi pihak penyedia jasa keuangan dengan pebisnis, khususnya UMKM.
- Kemitraan dengan pihak perbankan dalam pembagunan infrastruktur.
- Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat distribusi wisatawan wisata bahari dan eco-wisata masuk dan keluar di kawasan timur Indonesia.
- Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat distribusi wisatawan wisata bahari dan eco-wisata masuk dan keluar di kawasan timur Indonesia
- Kemitraan dengan universitas dalam mewujudkan Sulawesi Utara sebagai Pusat Kajian Kelautan dan Pusat Kajian Industri Wisata Bahari dan Community Base Eco-Tourism.
- Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai Pusat Kajian Kelautan dan Pusat Kajian Industri Wisata Bahari dan Community Based Eco-Tourism.
121
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur kan Pasifi k
Tabel F.3 Opportunities (O) and Weaknesses (W)
OPPORTUNITIES (O) WEAKNESSES (W) WO STRATEGY
- Pusat pertumbuhan ekonomi dunia telah bergeser dari wilayah Atlantik ke wilayah Asia Timur dan Pasifi k.
-- Pemerintah daerah belum
mengoptimalkan kerjasama regional seperti BIMP-EAGA, ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui regional integration arrangement.
- Kurangnya pendanaan baik dari donor maupun investor untuk proyek-proyek besar.
Strategi Peningkatan Industri dan Perdagangan melalui
- Mewujudkan peran aktif Indonesia (melalui Sulawesi Utara) di kawasan Asia Timur dan Pasifi k.
- Kerjasama regional seperti BIMP-EAGA, ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui regional integration arrangement.
- Menjadikan Sulut sebagai basis regional bagi perusahaan bisnis dan jasa di kawasan timur Indonesia.
- Kebijakan Pemeritah Nasional untuk mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dan pintu gerbang Indonesia selain Jakarta, dan Bali.
- Momentum Pemerintah Nasional untuk mengembangkan wilayah perbatasan dan pinggiran (periphery).
- Kebutuhan untuk memperpendek jarak Indonesia-Asia Pasifi k (PP).
- Pemerintah daerah belum memprioritaskan pengembangan ekonomi perbatasan.
- SULUT Tidak memiliki perusahaan skala besar atau kantor pusat.
- KABIMA, KEK, KAPET belum optimal sebagai suatu kawasan bisnis terpadu.
- Belum tersedia Cargo Air, HIP (Local: infrastructure- port, airport runway, power).
Strategi Peningkatan Industri dan
Perdagangan
- Membangun industri pengangkutan untuk distribusi logistik dengan asumsi telah terciptanya integrasi dan kolaborasi
- Membangun industri berbasis potensi lokal yang mampu memenuhi skala keekonomisan, misalnya dengan tenaga kerja terlatih di produksi kelapa kita bisa mengembangkan industri tersebut;
- Mengembangkan ekonomi perbatasan.
- SULUT menjadi surge investor melalui
perbaikan iklim investasi.
- Mengoptimalkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi.
- Peningkatan infrastruktur, bandara dan
pelabuhan.
- Keunggulan jangka pendek: momentum WOC; dukungan presiden misalnya untuk landas pacu bandara; ketertarikan perusahaan besar – Maersk; minat politik dari luar negeri – duta besar dan konsul Amerika Serikat.
- Kesiapan SDM minim: kurangnya pengetahuan dan pelatihan (aktifi tas sasaran misalnya pariwisata dan industri pengolahan kelapa)).
- Mendorong percepatan dukungan
pemerintah pusat untuk merealisasikan
gateway, dalam bentuk perudang-
undangan.
- Kemitraan dengan investor (BOT) dalam
pembangunan infrastruktur.
122
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
OPPORTUNITIES (O) WEAKNESSES (W) WO STRATEGY
- Rekonsiliasi nasional dan otonomi daerah/desentralisasi
- Kurangnya dukungan pengelolaan keuangan Pemkab/Pemkot;
- Kerja sama institusi lokal antara politisi dan birokrat.
- Nasional: perpajakan, pandangan umum tentang korupsi.
Strategi Good Government Governance
- Membangun kepercayaan, komitmen, dan tindakan; kerjasama tingkat lokal antara institusi publik (politik dan birokrasi)
- “Membangun Tanpa Korupsi” dalam mewujudkan Good Government Governance
- Pro Job, Poor, and Growth
- Kiprah BPD menuju asset 1T
- Keberadaan tiga universitas negeri dan beberapa PTS terkemuka di KTI.
- Sulut dan wilayah sekitarnya banyak memiliki komoditi eksport.
- SULUT memiliki potensi pariwisata.
- Akses permodalan untuk dunia usaha;
- Kemitraan Pemerintah Daerah dengan Universitas belum maksimal.
Strategi Peningkatan Kualitas SDM
- Program Pelatihan SDM; targeted activities e.g. tourism, coconut industri etc)
- Meningkatkan pemahaman Gateway kepada masyarakat melalui sosialisasi.
- Membangun keahlian spesifi k misalnya pelatihan kewirausahaan untuk mahasiswa, pengalaman keahlian yang diperoleh dari lulusan luar negeri;
- Keterlibatan peran akademisi.- Peningkatan peran Institusi pendidikanStrategi Peningkatan Kewirausahaan
- Membangun usaha lokal masyarakat dengan perencanaan ekspansinya;
- Membangun UKM dengan dukungan kewirausahaan (meningkatkan kuantitas dan memperluas jangkauan);
- Meningkatkan jiwa entrepreneurship baik itu intrapreneurship maupun interpreneurship masyarakat.
- Keterlibatan peran perbankan.Strategi Peningkatan Pariwisata
- Mengefektifkan pemasaran dan pencitraan Sulawesi Utara.
- Meningkatkan pegelaran budaya dan promosi daerah.
- Pembangungan industry pariwisata yang berkelanjutan.
- Penegakan aturan lingkungan hidup- Meningkatkan belanja pariwisata- Kualitas infrastruktur angkutan udara
, ketersediaan kursi, dan penerbangan internasional.
- Meningkatkan jumlah operator penerbangan.- Infrastruktur angkutan darat, kualitas jalan,
123
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Ana
lisis
Str
ateg
i Pen
gem
bang
an S
ulaw
esi U
tara
Men
jadi
Pin
tu G
erba
ng In
done
sia
ke A
sia
Tim
ur d
an
Pasi
fi k
Ta
be
l F.
4 T
hre
ats
(T
) a
nd
Str
en
gth
s (S
) –
We
ak
ne
sse
s (W
)
ST
RE
NG
TH
S (
S)
WE
AK
NE
SS
ES
(W
)
- Po
sisi
geo
grafi
str
ateg
is te
rhad
ap A
sia
Tim
ur
dan
Sam
uder
a Pa
sifi k
;-
Posi
si s
emen
anju
ng w
ilaya
h Su
law
esi U
tara
ya
ng te
rleta
k di
tepi
an s
amud
ra P
asifi
k,
diap
it A
lur L
aut K
epul
auan
Indo
nesi
a (A
LKI)
II da
n A
LKI I
I;-
Situ
asi k
eam
anan
yan
g te
rken
dali
deng
an
mas
yara
kat b
erpi
kira
n te
rbuk
a, h
idup
ruku
n da
lam
per
beda
an a
gam
a da
n bu
daya
;-
Keka
yaan
sej
arah
seb
agai
pus
at
perd
agan
gan
rem
pah
di d
unia
;-
Keka
yaan
ala
m b
aik
di la
ut m
aupu
n di
dar
at
sepe
rti t
erum
bu k
aran
g, s
atw
a en
dem
ik,
rem
pah-
rem
pah,
laut
dal
am, d
sb;
- In
dust
ri ya
ng te
lah
ada:
kel
apa,
per
ikan
an,
ekot
uris
me,
par
iwis
ata
kela
utan
;-
Infr
astr
uktu
r yan
g ad
a: m
isal
nya
pela
buha
n ud
ara/
laut
inte
rnas
iona
l, se
kola
h tin
ggi
khus
us p
engo
laha
n ke
lapa
;-
Kepe
mim
pina
n SH
S de
ngan
dia
nuge
rahi
Bi
ntan
g M
ahap
utra
- Ke
siap
an S
DM
min
im: k
uran
gnya
pen
geta
huan
dan
pel
atih
an (a
ktifi
tas
sasa
ran
mis
alny
a pa
riwis
ata
dan
indu
stri
peng
olah
an k
elap
a);
- Ke
rja s
ama
inst
itusi
loka
l ant
ara
polit
isi d
an b
irokr
at;
- A
kses
per
mod
alan
unt
uk d
unia
usa
ha;
- Ku
rang
nya
pend
anaa
n ba
ik d
ari d
onor
mau
pun
inve
stor
unt
uk p
roye
k-pr
oyek
be
sar;
- Lo
kal:
infr
astr
uktu
r pel
abuh
an, l
anda
san
band
ara,
sup
lai l
istr
ik;
- N
asio
nal:
perp
ajak
an, p
anda
ngan
um
um te
ntan
g ko
rups
i;-
Duk
unga
n pe
ngel
olaa
n ke
uang
an P
emka
b/Pe
mko
t
124
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
TH
RE
AT
S (
T)
ST
ST
RA
TE
GY
WT
ST
RA
TE
GY
1.
Pula
u M
o-ro
tai (
Ma-
luku
Uta
ra
) mem
iliki
in
fras
truk
tur
pote
nsia
l un-
tuk
men
jadi
pe
nghu
bung
ud
ara.
2.
Kem
auan
po
litik
unt
uk
mem
bang
un
kaw
asan
tim
ur In
do-
nesi
a.3.
Pa
radi
gma
Kebi
jaka
n Pe
mba
ngu-
nan.
Str
ate
gi
Pe
ng
ua
tan
Re
gu
lasi
- M
ewuj
udka
n Su
law
esi U
tara
seb
agai
sal
ah
satu
sim
pul k
unci
mem
perk
uat d
aya
sain
g ek
onom
i nas
iona
l.-
Mer
ubah
par
adig
m d
an m
eyak
inka
n pe
mer
inta
h na
sion
al (p
usat
) pen
tingn
ya
gate
way
.-
Men
dapa
tkan
duk
unga
n ke
bija
kan
deng
an
pera
tura
n hu
kum
, unt
uk m
enun
jang
pe
mba
ngun
an g
atew
ay b
ukan
han
ya p
ada
saat
pem
erin
taha
n SH
S, s
ehin
gga
mem
baw
a ar
ah k
ebija
kan
pem
bang
unan
gat
eway
.-
Ke
kaya
an s
ejar
ah s
ebag
ai p
usat
pe
rdag
anga
n re
mpa
h di
dun
ia, j
ika
didu
kung
ke
mau
an p
oliti
k un
tuk
mem
bang
un
kaw
asan
tim
ur In
done
sia.
Str
ate
gi
Pro
mo
si G
ate
wa
y
- M
enin
gkat
kan
pem
aham
an G
atew
ay k
epad
a m
asya
raka
t mel
alui
sos
ialis
asi.
Sehi
ngga
m
elal
ui p
enge
tahu
an in
i aka
n m
embe
rikan
ar
ah y
ang
lebi
h ba
ik m
enan
ggap
i nat
iona
l po
litic
al.
- Si
tuas
i kea
man
an y
ang
terk
enda
li de
ngan
m
asya
raka
t ber
piki
ran
terb
uka,
hid
up
ruku
n da
lam
per
beda
an a
gam
a da
n bu
daya
se
lam
a m
asih
ada
Par
adig
ma
Kebi
jaka
n Pe
mba
ngun
an.
- M
enyi
apka
n SD
M m
elal
ui p
enin
gkat
an a
ktiv
itas
DIK
LAT
terk
ait d
enga
n ga
tew
ay.
- M
enda
patk
an d
ukun
gan
dari
pem
erin
tah
nasi
onal
dan
dae
rah
seki
tar m
enge
nai
keun
ggul
an g
eopo
sitio
n SU
LUT
dala
m m
ewuj
udka
n ga
tew
ay.
- M
enda
patk
an d
ukun
gan
pem
erin
tah
daer
ah d
i KTI
dan
Pem
erin
tah
Nas
iona
l.-
Men
awar
kan
inse
ntif
dan
regu
lasi
khu
susn
ya d
alam
bid
ang
kepe
labu
hana
n,
keba
ndar
aan,
imig
rasi
, dan
bea
cuk
ai k
epad
a m
itra/
inve
stor
.-
Kesi
apan
infr
astr
uktu
r; G
atew
ay b
anda
ra in
tern
asio
nal S
am R
atul
angi
, pel
abuh
an
hub
inte
rnas
iona
l Bitu
ng, d
an K
awas
an E
kono
mi K
husu
s (K
EK) B
itung
per
lu
men
dapa
tkan
keb
ijaka
n kh
usus
ole
h pe
mer
inta
h na
sion
al m
elal
ui p
enet
apan
U
ndan
g U
ndan
g kh
usus
sep
erti
pem
erin
tah
nasi
onal
tela
h la
kuka
n un
tuk
Pela
buha
n Be
bas
Saba
ng d
an K
awas
an P
erda
gang
an B
ebas
Bat
am, B
inta
n, d
an
Karim
un, s
ejak
mas
a or
de b
aru
sam
pai m
asa
tran
sisi
.-
Regu
lasi
dae
rah
berk
aita
n de
ngan
Ren
cana
Pem
bang
unan
Jang
ka P
anja
ng
Dae
rah
(RPJ
PD),
Renc
ana
Pem
bang
unan
Jang
ka M
enen
gah
Dae
rah
(RPJ
MD
), Re
ncan
a Ta
ta R
uang
Wila
yah
Prov
insi
, Kab
upat
en, d
an K
ota,
Ban
dara
, dan
Pe
labu
han,
Pro
sedu
r Inv
esta
si d
an P
rom
osi D
aera
h, L
ingk
unga
n, K
awas
an
Stra
tegi
s N
asio
nal d
an D
aera
h, S
trat
egi P
emba
ngun
an In
fras
truk
tur D
aera
h,
men
desa
k un
tuk
sege
ra d
iwuj
udka
n ol
eh m
asin
g-m
asin
g pe
mer
inta
h da
erah
.-
Refo
rmas
i biro
kras
i yan
g se
lam
a in
i bel
um s
epen
uhny
a tu
ntas
dila
ksan
akan
ole
h m
asin
g-m
asin
g pe
mer
inta
h da
erah
per
lu m
enja
di p
riorit
as u
ntuk
teru
s dila
njut
kan
pela
ksan
aann
ya. P
rogr
am t
erse
but
term
asuk
per
ampi
ngan
str
uktu
r pe
mer
inta
h da
erah
dan
jum
lah
pega
wai
dae
rah,
pel
ayan
an a
dmin
istr
asi p
ublik
dan
inve
stas
i te
rpad
u, k
eseh
atan
, pen
didi
kan,
dan
infr
astr
uktu
r das
ar.
- Pe
ngem
bang
an in
dust
ri da
erah
ked
epan
per
lu d
iara
hkan
pad
a pe
ngem
bang
an
prod
uk tu
runa
n pe
rikan
an d
an k
elau
tan,
indu
stri
jasa
pen
gelo
laan
kep
elab
uhan
an
dan
keba
ndar
aan,
indu
stri
pariw
isat
a ba
hari,
indu
stri
skal
a ke
cil d
an m
enen
gah
berb
asis
kno
wle
dge
and
tech
nolo
gy, i
ndus
tri m
ikro
dan
kec
il pe
ngha
sil k
eraj
inan
ta
ngan
, mak
anan
, dan
min
uman
, dan
ind
ustr
i kr
eatif
yan
g da
pat
mem
perk
uat
prod
uk d
an e
kspo
r dae
rah
sert
a da
pat m
empe
ngar
uhi b
erke
mba
ng k
egia
tan
eko-
nom
i bar
u la
inny
a di
dae
rah.
-
Perb
aika
n pe
ngel
olaa
n ke
uang
an P
emka
b/Pe
mko
t.-
Peni
ngka
tan
prom
osi d
an p
enci
traa
n da
erah
dal
am s
egal
a as
pek.
- M
ende
sak
pem
erin
tah
nasi
onal
den
gan
duku
ngan
dae
rah-
daer
ah se
kita
r (KT
I) un
-tu
k m
engu
bah
para
digm
pem
bang
unan
yan
g ha
nya
terf
okus
di P
ulau
Jaw
a da
n Ba
li.-
Mem
pert
ahan
kan
stab
ilita
s ke
aman
an d
aera
h da
n re
gion
al d
ari
baha
ya t
eror
is,
traffi
cki
ng, p
ered
aran
oba
t ter
lara
ng y
ang
dapa
t mem
perb
uruk
pen
citr
aan
SULU
T.
125
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Ana
lisis
Str
ateg
i Pen
gem
bang
an S
ulaw
esi U
tara
Men
jadi
Pin
tu G
erba
ng In
done
sia
ke A
sia
Tim
ur d
an
Pasi
fi k
Ta
be
l F.
5 T
hre
ats
(T
) a
nd
Str
en
gth
s (S
)
TH
RE
AT
S (
T)
ST
RE
NG
TH
S (
S)
ST
ST
RA
TE
GY
1.
Pula
u M
orot
ai
(Mal
uku
Uta
ra
) mem
iliki
in
fras
truk
tur
pote
nsia
l unt
uk
men
jadi
pen
g-hu
bung
uda
ra.
2.
Kem
auan
po
litik
unt
uk
mem
bang
un
kaw
asan
tim
ur
Indo
nesi
a.3.
Pa
radi
gma
Kebi
jaka
n Pe
m-
bang
unan
- Po
sisi
geo
grafi
str
ateg
is te
rhad
ap A
sia
Tim
ur d
an
Sam
uder
a Pa
sifi k
;-
Posi
si s
emen
anju
ng w
ilaya
h Su
law
esi U
tara
yan
g te
rleta
k di
tepi
an s
amud
ra P
asifi
k, d
iapi
t Alu
r Lau
t Ke
pula
uan
Indo
nesi
a (A
LKI)
II da
n A
LKI I
I;-
Infr
astr
uktu
r yan
g ad
a: m
isal
nya
pela
buha
n ud
ara/
laut
inte
rnas
iona
l, se
kola
h tin
ggi k
husu
s pe
ngol
ahan
ke
lapa
.-
Situ
asi k
eam
anan
yan
g te
rken
dali
deng
an
mas
yara
kat b
erpi
kira
n te
rbuk
a, h
idup
ruku
n da
lam
pe
rbed
aan
agam
a da
n bu
daya
;-
Adan
ya h
ubun
gan
baik
pem
erin
tah
daer
ah d
enga
n pe
mer
inta
h na
sion
al, k
husu
snya
kep
emim
pina
n SH
S de
ngan
SBY
Str
ate
gi
Pe
ng
ua
tan
Re
gu
lasi
- M
ewuj
udka
n Su
law
esi U
tara
seb
agai
sal
ah s
atu
sim
pul k
unci
m
empe
rkua
t day
a sa
ing
ekon
omi n
asio
nal.
- M
erub
ah p
arad
igm
a da
n m
eyak
inka
n pe
mer
inta
h na
sion
al (p
usat
) pe
ntin
gnya
gat
eway
.-
Men
dapa
tkan
duk
unga
n ke
bija
kan
deng
an p
erat
uran
huk
um,
untu
k m
enun
jang
pem
bang
unan
gat
eway
buk
an h
anya
pad
a sa
at
pem
erin
taha
n SH
S, s
ehin
gga
mem
baw
a ar
ah k
ebija
kan
pem
bang
unan
ga
tew
ay.
-
Keka
yaan
sej
arah
seb
agai
pus
at p
erda
gang
an re
mpa
h di
dun
ia,
jika
didu
kung
kem
auan
pol
itik
untu
k m
emba
ngun
kaw
asan
tim
ur
Indo
nesi
a.
Str
ate
gi
Pro
mo
si G
ate
wa
y
- M
enin
gkat
kan
pem
aham
an G
atew
ay k
epad
a m
asya
raka
t mel
alui
so
sial
isas
i. Se
hing
ga m
elal
ui p
enge
tahu
an in
i aka
n m
embe
rikan
ara
h ya
ng le
bih
baik
men
angg
api n
atio
nal p
oliti
cal.
- Si
tuas
i kea
man
an y
ang
terk
enda
li de
ngan
mas
yara
kat b
erpi
kira
n te
rbuk
a, h
idup
ruku
n da
lam
per
beda
an a
gam
a da
n bu
daya
sel
ama
mas
ih a
da P
arad
igm
a Ke
bija
kan
Pem
bang
unan
.
126
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Ana
lisis
Str
ateg
i Pen
gem
bang
an S
ulaw
esi U
tara
Men
jadi
Pin
tu G
erba
ng In
done
sia
ke A
sia
Tim
ur d
an
Pasi
fi k
Ta
be
l F.
6 T
hre
ats
(T
) a
nd
We
ak
ne
sse
s (W
)
TH
RE
AT
S (
T)
WE
AK
NE
SS
ES
(W
)W
T S
TR
AT
EG
Y
1.
Pula
u M
orot
ai
(Mal
uku
Uta
ra
) mem
iliki
in
fras
truk
tur
pote
nsia
l unt
uk
men
jadi
pen
g-hu
bung
uda
ra.
2.
Kem
auan
po
litik
unt
uk
mem
bang
un
kaw
asan
tim
ur
Indo
nesi
a.3.
Pa
radi
gma
Kebi
jaka
n Pe
m-
bang
unan
- Ke
siap
an S
DM
min
im:
kura
ngny
a pe
nget
ahua
n da
n pe
latih
an (a
ktifi
tas
sasa
ran
mis
alny
a pa
riwis
ata
dan
indu
stri
peng
olah
an k
elap
a);
- Ke
rja s
ama
inst
itusi
lo
kal a
ntar
a po
litis
i dan
bi
rokr
at;
- A
kses
per
mod
alan
unt
uk
duni
a us
aha;
-
Kura
ngny
a pe
ndan
aan
baik
dar
i don
or m
aupu
n in
vest
or u
ntuk
pro
yek-
proy
ek b
esar
;-
Loka
l: in
fras
truk
tur
pela
buha
n, la
ndas
an
band
ara,
sup
lai l
istr
ik;
- N
asio
nal:
perp
ajak
an,
pand
anga
n um
um
tent
ang
koru
psi;
- D
ukun
gan
peng
elol
aan
keua
ngan
Pem
kab/
Pem
kot
- M
enyi
apka
n SD
M m
elal
ui p
enin
gkat
an a
ktiv
itas
DIK
LAT
terk
ait d
enga
n ga
tew
ay.
- M
enda
patk
an d
ukun
gan
dari
pem
erin
tah
nasi
onal
dan
dae
rah
seki
tar m
enge
nai k
eung
gula
n ge
opos
ition
SU
LUT
dala
m m
ewuj
udka
n ga
tew
ay.
- M
enda
patk
an d
ukun
gan
pem
erin
tah
daer
ah d
i KTI
dan
Pem
erin
tah
Nas
iona
l.-
Men
awar
kan
inse
ntif
dan
regu
lasi
khu
susn
ya d
alam
bid
ang
kepe
labu
hana
n, k
eban
dara
an,
imig
rasi
, dan
bea
cuk
ai k
epad
a m
itra/
inve
stor
.-
Kesi
apan
infr
astr
uktu
r; G
atew
ay b
anda
ra in
tern
asio
nal S
am R
atul
angi
, pel
abuh
an h
ub
inte
rnas
iona
l Bitu
ng, d
an K
awas
an E
kono
mi K
husu
s (K
EK) B
itung
per
lu m
enda
patk
an k
ebija
kan
khus
us o
leh
pem
erin
tah
nasi
onal
mel
alui
pen
etap
an U
ndan
g U
ndan
g kh
usus
sep
erti
pem
erin
tah
nasi
onal
tela
h la
kuka
n un
tuk
Pela
buha
n Be
bas
Saba
ng d
an K
awas
an P
erda
gang
an B
ebas
Bat
am,
Bint
an, d
an K
arim
un, s
ejak
mas
a or
de b
aru
sam
pai m
asa
tran
sisi
.-
Regu
lasi
dae
rah
berk
aita
n de
ngan
Ren
cana
Pem
bang
unan
Jang
ka P
anja
ng D
aera
h (R
PJPD
), Re
ncan
a Pe
mba
ngun
an Ja
ngka
Men
enga
h D
aera
h (R
PJM
D),
Renc
ana
Tata
Rua
ng W
ilaya
h Pr
ovin
si, K
abup
aten
, dan
Kot
a, B
anda
ra, d
an P
elab
uhan
, Pro
sedu
r Inv
esta
si d
an P
rom
osi D
aera
h,
Ling
kung
an, K
awas
an S
trat
egis
Nas
iona
l dan
Dae
rah,
Str
ateg
i Pem
bang
unan
Infr
astr
uktu
r D
aera
h, m
ende
sak
untu
k se
gera
diw
ujud
kan
oleh
mas
ing-
mas
ing
pem
erin
tah
daer
ah.
- Re
form
asi b
irokr
asi y
ang
sela
ma
ini b
elum
sep
enuh
nya
tunt
as d
ilaks
anak
an o
leh
mas
ing-
mas
ing
pem
erin
tah
daer
ah p
erlu
men
jadi
prio
ritas
unt
uk te
rus d
ilanj
utka
n pe
laks
anaa
nnya
. Pro
gram
ters
e-bu
t te
rmas
uk p
eram
ping
an s
truk
tur
pem
erin
tah
daer
ah d
an ju
mla
h pe
gaw
ai d
aera
h, p
elay
anan
ad
min
istr
asi p
ublik
dan
inve
stas
i ter
padu
, kes
ehat
an, p
endi
dika
n, d
an in
fras
truk
tur d
asar
.-
Peng
emba
ngan
indu
stri
daer
ah k
edep
an p
erlu
dia
rahk
an p
ada
peng
emba
ngan
pro
duk
turu
nan
perik
anan
dan
kel
auta
n, in
dust
ri ja
sa p
enge
lola
an k
epel
abuh
anan
dan
keb
anda
raan
, ind
ustr
i par
i-w
isat
a ba
hari,
indu
stri
skal
a ke
cil d
an m
enen
gah
berb
asis
kno
wle
dge
and
tech
nolo
gy, i
ndus
tri m
i-kr
o da
n ke
cil p
engh
asil
kera
jinan
tang
an, m
akan
an, d
an m
inum
an, d
an in
dust
ri kr
eatif
yan
g da
pat
mem
perk
uat
prod
uk d
an e
kspo
r da
erah
ser
ta d
apat
mem
peng
aruh
i ber
kem
bang
keg
iata
n ek
o-no
mi b
aru
lain
nya
di d
aera
h.
- Pe
rbai
kan
peng
elol
aan
keua
ngan
Pem
kab/
Pem
kot.
- Pe
ning
kata
n pr
omos
i dan
pen
citr
aan
daer
ah d
alam
seg
ala
aspe
k.-
Men
desa
k pe
mer
inta
h na
sion
al d
enga
n du
kung
an d
aera
h-da
erah
sek
itar
(KTI
) unt
uk m
engu
bah
para
digm
pem
bang
unan
yan
g ha
nya
terf
okus
di P
ulau
Jaw
a da
n Ba
li.-
Mem
pert
ahan
kan
stab
ilita
s ke
aman
an d
aera
h da
n re
gion
al d
ari b
ahay
a te
roris
, tra
ffi ck
ing,
per
eda-
ran
obat
terla
rang
yan
g da
pat m
empe
rbur
uk p
enci
traa
n SU
LUT.