Efek Faktor Bentuk Elektromagnetik NeutrinoPada Interaksi Neutrino Dengan Materi Mampat
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan
Syarat-syarat Memperoleh Ijazah Magister Fisika
Caroline6301020448
Departemen Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
Depok2004
Lembar Persetujuan
Judul Tesis : Efek Faktor Bentuk Elektromagnetik Neutrino
Pada Interaksi Neutrino Dengan Materi Mampat
Nama : Caroline
NPM : 6301020448
Tesis ini telah diperiksa dan disetujui
Depok, 11 Mei 2004
Mengesahkan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Anto Sulaksono Dr. Terry Mart
Penguji I Penguji II Penguji III
Dr. L.T. Handoko Dr. Rachmat W. Adi Dr. M. Hikam
Ketua Program Studi Fisika
Pasca Sarjana FMIPA Universitas Indonesia
Dr. Dedi Suyanto
NIP: 130 935 271
Kata Pengantar
Bismillahirrohmanirrohiim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi per-
tolongan, pengetahuan dan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
tugas akhir berjudul Efek Faktor Bentuk Elektromagnetik Neutrino Pada
Interaksi Neutrino dengan Materi Mampat ini. Tidak lupa ucapan terima
kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada:
1. Dr Anto Sulaksono sebagai pembimbing I yang telah dengan sabar membim-
bing penulis dalam menyusun tesis ini. Dr Terry Mart sebagai pembimbing
II yang telah membekali penulis dengan pengetahuan dasar yang diperluk-
an dalam penyusunan tesis. Juga kepada para dosen penguji yang telah
mengevaluasi karya ini.
2. Bapak Prof. Yohanes Surya dari Yayasan Tim Olimpiade Fisika Indonesia
yang telah memberi dukungan material dan motivasi kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Kedua orang tua, M. Said Hendrik Kalempouw dan Yusni, kakak dan adik-
adik (Yuke, Harry, Andre, Jimi, Gunther), serta suami tercinta, Fred R
Williams yang selalu ada dan memberi dorongan semangat dan doa untuk
kesuksesan penulis.
4. Rekan seperjuangan, Parada TP Hutauruk, serta rekan-rekan di laborato-
rium Fisika Teori UI Depok (Julio, Freddy, Nita, Novirwan, Nowo, Ardi,
dll) yang Te-O-Pe Be-Ge-Te atas segala pertolongan dan bantuannya.
Jakarta, Mei 2004
Penulis
iii
Abstrak
Telah dilakukan perhitungan tampang lintang differensial hamburan quasi-
elastik neutrino dengan medium mampat. Diperoleh kesimpulan bahwa tampang
lintang differensialnya baik dari kontribusi interaksi lemah, elektromagnetik, dan
interferensi sangat sensitif terhadap perubahan momentum transfer q1, energi
neutrino Eν dan momentum Fermi elektron kF . Tampang lintang differensial
sensitif terhadap perubahan momen magnetik neutrino µν tapi tidak terhadap
perubahan jari-jari muatan R. Efek elektromagnetik menjadi lebih signifikan
untuk q1, Eν dan µν kecil dan untuk kF besar (medium semakin mampat).
Kata kunci : tampang lintang differensial, faktor bentuk
viii+55 hlm. : lamp.
Daftar Acuan : 32 (1971-2002)
Abstract
The differential cross section of quasi-elastic scattering of neutrino with dense
matter has been calculated. It can be concluded that the differential cross se-
ction of weak interaction, electromagnetic and interference are sensitive to the
momentum transfer q1, neutrino energy Eν adn electron Fermi momentum kf .
The differential cross section are sensitive to neutrino magnetic moment µν but
not sensitive to charge radius R. The electromagnetic effect is significant for low
q1, Eν dan µν and for large kF (high density).
iv
Daftar Isi
Kata Pengantar iii
Abstrak iv
Daftar Isi v
Daftar Gambar viii
1 Pendahuluan 1
2 Interaksi Neutrino Dengan Gas Elektron Termampatkan 3
2.1 Hamburan Neutrino Dengan Elektron
di Vakum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
2.2 Hamburan Neutrino Dengan Elektron
di Medium Termampatkan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
2.2.1 Polarisasi Vektor, Vektor-Aksial dan Aksial . . . . . . . . . 11
2.2.2 Kontraksi Lµνν ΠIm
µν . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
3 Hasil dan Pembahasan 17
3.1 Pengaruh Efek Elektromagnetik Untuk
Jangkauan Energi Tertentu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
3.2 Perbandingan Antara Tampang Lintang Total Untuk Berbagai Va-
riasi µν dan R Dengan Tampang Lintang Interaksi Lemah . . . . 19
3.3 Perbandingan Antara Tampang Lintang Total dan Tampang Lin-
tang Interaksi Lemah Untuk Berbagai Variasi kF . . . . . . . . . 21
4 Kesimpulan 24
v
Lampiran 25
A Pembuktian Fµν(p, p + q) = Fµν(p, p − q) 25
B Penentuan Bentuk Umum ΠImµν 27
C Perhitungan F Vµν , F V −A
µν , dan F Aµν 32
C.1 Bagian Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
C.2 Bagian Vektor-Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
C.3 Bagian Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
D Penentuan Polarisasi Vektor Longitudinal dan Transversal 34
D.1 Polarisasi Longitudinal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
D.2 Polarisasi Transversal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
E Penentuan Polarisasi Vektor-Aksial 37
F Penentuan Polarisasi Aksial 38
G Perhitungan Tensor Neutrino Interaksi Lemah, Elektromagnetik
dan Interferensi 40
G.1 Interaksi Lemah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
G.2 Interaksi Elektromagnetik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
G.3 Interferensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
H Perhitungan Kontraksi Bagian Vektor, Vektor-Aksial dan Aksial 42
H.1 Bagian Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
H.2 Bagian Vektor-Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
H.3 Bagian Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
I Perhitungan Kontraksi Interaksi Lemah 44
I.1 Bagian Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44
I.2 Bagian Vektor-Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
I.3 Bagian Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
I.4 Total Kontraksi Interaksi Lemah . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
vi
J Perhitungan Kontraksi Interaksi Elektromagnetik 48
K Penghitungan Kontraksi Interferensi 51
K.1 Bagian Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 51
K.2 Bagian Vektor-Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52
K.3 Total Kontraksi Interferensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52
Daftar Acuan 54
vii
Daftar Gambar
3.1 Perbandingan tampang lintang total, elektromagnetik, interferensi
dan lemah (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV) . . . . . . . . . . . . . . . 18
3.2 Perbandingan tampang lintang total, elektromagnetik, interferensi
dan lemah (q1 = 20 MeV, Eν = 40 MeV) . . . . . . . . . . . . . . 18
3.3 Perbandingan tampang lintang total, elektromagnetik, interferensi
dan lemah (q1 = 100 MeV, Eν = 200 MeV) . . . . . . . . . . . . . 18
3.4 Perbandingan tampang lintang total untuk variasi µν dengan tam-
pang lintang interaksi lemah (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV, kF = 100
MeV) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
3.5 Perbandingan tampang lintang total untuk variasi R dengan tam-
pang lintang interaksi lemah (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV, kF = 100
MeV) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
3.6 Perbandingan tampang lintang interaksi lemah untuk berbagai va-
riasi kF (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV) . . . . . . . . . . . . . . . . 22
3.7 Perbandingan tampang lintang total untuk berbagai variasi kF
(q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
viii
Bab 1
Pendahuluan
Eksistensi neutrino dihipotesakan pertama kali oleh Wolfgang Pauli pada tahun
1930. Hingga saat ini, neutrino merupakan salah satu partikel dasar di alam
semesta yang paling banyak menimbulkan perdebatan di kalangan fisikawan. Ne-
utrino bersama elektron (e), muon (µ), dan tau (τ) disebut lepton. Lepton ber-
sama enam jenis partikel quark adalah pembentuk dasar semua benda di alam
semesta. Neutrino pertama kali dideteksi secara eksperimental pada tahun 1956
dalam bentuk anti-partikel dan kemudian diketahui ada tiga rasa (flavor) neutri-
no, yakni neutrino elektron (νe), neutrino muon (νµ), neutrino tau (ντ )[1].
Saat ini diketahui bahwa neutrino muncul pertama kali sekitar 15 milyar tahun
yang lalu, segera setelah kelahiran alam semesta. Sejak saat itu, alam semesta
terus mengembang, mendingin dan neutrino telah mengembara ke mana-mana.
Secara teoritis, neutrino sekarang banyak terdapat pada radiasi latar belakang
kosmis[1]. Jadi usaha untuk menyingkap misteri tentang sifat-sifat neutrino pen-
ting untuk lebih mengenal perilaku alam semesta.
Dalam bidang astrofisika, interaksi neutrino dengan materi termampatkan
(dense matter) berperan cukup penting misalnya pada teori pembentukan super-
nova dan bintang neutron muda yang mendingin[2, 3, 4]. Karena penampang lin-
tang hamburan neutrino-elektron sangat kecil, maka di medium neutrino-neutrino
tersebut dapat lewat dengan mudah. Ini menyebabkan tetap terjadinya kejutan-
kejutan dalam pembentukan supernova[2, 5, 6].
Hamburan neutrino dengan nukleon juga penting dalam bidang astrofisika.
Tetapi di laboratorium, elektron jelas merupakan partikel target yang paling ba-
1
nyak digunakan[2, 8, 18, 26] karena hamburan neutrino-elektron adalah salah satu
dari sedikit kasus yang interaksinya telah diketahui dari model standar dengan
meyakinkan dan perhitungan hamburannya tidak melibatkan banyak paramater
bebas[2].
Model sederhana yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan efek banyak
benda adalah gas elektron dan jika kerapatannya tinggi disebut gas elektron ter-
mampatkan. Karena bintang neutron atau supernova merupakan materi termam-
patkan, maka studi mengenai interaksi neutrino dengan gas elektron termampatk-
an menjadi relevan.
Sejauh ini studi mengenai interaksi neutrino dengan materi termampatkan ha-
nya terfokus pada reaksi arus netral[2],[7]-[11]. Akan tetapi beberapa fenomena
seperti masalah neutrino matahari, neutrino atmosfer dan berbagai argumentasi
astrofisika dan kosmologi menghendaki penjelasan dengan mengasumsikan neu-
trino mempunyai sifat di luar model standar seperti neutrino mempunyai massa
dan momen magnetik[13]-[15],[25],[28]-[32].
Hasil-hasil eksperimen memberikan batas bawah momen magnetik neutrino
µν < 1, 8 × 10−10µβ [12]-[14]. Di samping itu, ada indikasi neutrino mempu-
nyai jari-jari muatan rata-rata kuadrat sebesar 〈R2〉 = 10−32 cm−2[14, 15, 18].
Fakta-fakta tersebut menunjukkan relevansi pengkajian efek elektromagnetik pa-
da interaksi neutrino dengan medium mampat.
Sistematika penulisan dalam tesis ini adalah sebagai berikut. Bab kedua me-
maparkan dasar teori hamburan neutrino dengan elektron baik di vakum maupun
di medium mampat. Bab ketiga, berisi tentang analisa hasil yang diperoleh dari
perhitungan. Bab keempat memuat kesimpulan.
2
Bab 2
Interaksi Neutrino Dengan GasElektron Termampatkan
Interaksi antara dua partikel dapat dipelajari melalui proses hamburan. Informasi
tentang interaksi tersebut dapat dilihat pada matriks transisi hamburan, M. M2
merupakan probabilitas untuk mendapatkan suatu keadaan akhir tertentu setelah
berlalunya proses interaksi. Probabilitas interaksi ini berbanding lurus dengan
tampang lintang. Tampang lintang merupakan besaran yang dapat langsung
diukur secara eksperimen.
Model standar minimal yang digunakan untuk menjelaskan tingkah laku neu-
trino adalah model standar elektro-lemah. Dari model ini diketahui bahwa untuk
interaksi νe dengan gas elektron terjadi melalui arus netral dan arus bermuatan.
Sedangkan interaksi neutrino flavor lain, νµ dan ντ hanya melalui arus netral.
Karena pada model standar neutrino tidak bermassa, hanya neutrino jenis left
handed yang diijinkan berinteraksi dengan elektron (gas elektron)[19].
Menurut model standar, neutrino tidak memiliki sifat elektromagnetik pada
pendekatan orde rendah. Sifat elektromagnetik neutrino muncul melalui korek-
si radiasi yang memberikan ”besaran-besaran elektromagnetik” yang merupak-
an fungsi massa neutrino. Jika besaran-besaran ini dibandingkan dengan be-
berapa prediksi dari astrofisika, kosmologi dan model matahari tampak terlalu
kecil[12]. Oleh karena itu pendekatan paling sederhana adalah dengan menam-
bahkan suku-suku elektromagnetik pada formulasi hamburan neutrino-elektron
secara fenomenologis[12, 14, 18, 27].
Berikut ini akan dilakukan perhitungan tampang lintang differensial interaksi
3
neutrino dengan elektron termampatkan dengan memperhitungkan faktor bentuk
elektromagnetik dari neutrino.
2.1 Hamburan Neutrino Dengan Elektron
di Vakum
Dalam model standar, untuk momentum transfer yang jauh lebih kecil dari massa
W , kontribusi arus netral Z0 dan arus bermuatan W± pada matriks transisi Muntuk νe left handed dapat ditulis sebagai berikut[18, 26]
MW =GF√
2[U(k′)γµ(1 + γ5)U(k)][U(p′)JµU(p)], (2.1)
U(k) dan U(p) masing-masing adalah spinor neutrino dan elektron dengan arus
Jµ = γµ(CV + CAγ5). GF adalah konstanta kopling interaksi lemah. CV dan
CA adalah konstanta kopling vektor dan aksial yang bergantung pada sudut We-
inberg, θW (sin2 θW ≈ 0, 223), diberikan oleh[2, 11] CV = 2 sin2 θW ± 1/2 dan
CA = ±1/2 (tanda + untuk νe, tanda - untuk νµ atau ντ ).
Untuk menghitung tampang lintang hamburan neutrino dengan distribusi mu-
atan, kita harus menentukan distribusi sudut dari neutrino yang terhambur dan
membandingkannya dengan tampang lintang neutrino dengan partikel titik yang
sudah diketahui. Dengan demikian, tampang lintang hamburan partikel dengan
distribusi muatan dapat ditulis dalam bentuk[19]
dσ
dΩ′=
(
dσ
dΩ′
)
point
|F (q)|2, (2.2)
dimana F (q) adalah faktor bentuk yang menggambarkan struktur internal dari
materi (dalam hal ini adalah neutrino) dan q adalah momentum transfer antara
partikel datang dan target.
Sifat elektromagnetik dari neutrino Dirac dapat dideskripsikan dalam bentuk
empat faktor bentuk. Matrik elemen untuk arus elektromagnetik antara neutrino
untuk keadaan awal U(k) dan akhir U(k′)[18]
〈νDj (pj)|JEM
µ |νDi (pi)〉 = −eU(k′)ΓD
µ (q2)U(k), (2.3)
4
dimana
ΓDµ (q2) = f1ν(q
2)γα − i
2mef2ν(q
2)σαβqβ
+ g1ν(q2)
(
gαβ − qαqβ
q2
)
γβγ5 − i
2meg2ν(q
2)σαβqβγ5. (2.4)
Di sini f1ν , g1ν , f2ν , g2ν masing-masing adalah faktor bentuk Dirac, anapol, mag-
netik, dan listrik dari neutrino, dan q = k − k′.
Faktor bentuk f1ν dan g1ν berhubungan dengan distribusi muatan neutrino
yakni
ρV (r) =∫
d3q
(2π)3q2V (q2)eiq·r. (2.5)
Secara intuitif, distribusi muatan ini dapat digambarkan sebagai muatan positif
yang dikelilingi oleh awan negatif dan membentuk quasi partikel[24].
Dalam batasan statis, faktor bentuk Dirac f1ν dan anapol g1ν berhubungan
dengan jari-jari muatan vektor and axial vektor 〈R2V 〉 dan 〈R2
A〉 melalui[18]
f1ν(q2) =
1
6a2q2 and g1ν(q
2) =1
6b2q2, (2.6)
dimana a dan b masing-masing adalah fungsi dari R.
Untuk q2 → 0, f2ν dan g2ν mendefinisikan momen magnetik neutrino µν =
f2ν(0)µβ dan dan momen dipol listrik µe = g2ν(0)µβ (suku ini melanggar simetri
muatan dan paritas atau CP violation), dengan µβ = e/2me adalah magneton
Bohr[24, 18].
Selanjutnya persamaan (2.4) dapat ditulis dalam bentuk[18]
ΓDµ (q2) = fmνγ
µ + g1νγµγ5 − (f2ν + ig2νγ
5)P µ
2me
, (2.7)
dimana fmν = f1ν + (mν/me)f2ν dan P µ = kµ + k′µ = 2kµ − qµ. Sehingga matrik
elemen untuk interaksi elektromagnetik menjadi
MEM =4πα
q2[U(p′)γµU(p)]
×
U(k′)[
fmνγµ + g1νγ
µγ5 − (f2ν + ig2νγ5)
P µ
2me
]
U(k)
. (2.8)
5
Matrik transisi total interaksi neutrino dengan elektron adalah
MTOTAL = MW + MEM
=GF√
2[U(p′)γµ(CV + CAγ5)U(p)][U(k′)γµ(1 + γ5)U(k)]
+4πα
q2[U(p′)γµU(p)]
×
U(k′)[
fmνγµ + g1νγ
µγ5 − (f2ν + ig2νγ5)
P µ
2me
]
U(k)
. (2.9)
Probabilitas interaksi
M2TOTAL = M2
W + M2EM + M∗
WMEM + M∗
EMMW. (2.10)
Suku pertama adalah kontribusi dari interaksi lemah, yaitu
M2W =
(
GF√2
)2
LeµνL
µν(W)ν . (2.11)
Suku kedua merupakan kontribusi dari interaksi elektromagnet,
M2EM =
(
4πα
q2
)2
LeµνL
µν(EM)ν . (2.12)
Suku ketiga dan empat berasal dari kontribusi interferensi,
M∗
WMEM + M∗
EMMW =8GFπα
q2√
2Le
µνLµν(INT)ν , (2.13)
dengan Leµν dan Lµν
ν adalah tensor neutrino dan elektron.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, tampang lintang berbanding lurus de-
ngan probabilitas interaksi atau dapat ditulis
dσ ∝ M2. (2.14)
Substitusi persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) pada persamaan (2.14) mengha-
silkan
dσ ∝ M2 =
(
GF√2
)2
LeµνL
µνν
(W) +
(
4πα
q2
)2
LeµνL
µνν
(EM)
+8GFπα
q2√
2Le
µνLµνν
(INT). (2.15)
Tensor neutrino dan elektron pada persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) juga
dapat ditulis dalam bentuk Trace sebagai berikut.
6
Untuk interaksi lemah,
Leµν
(W) = C2V Tr[(p/′ + me)γµ + (p/ + me)γν ]
+ 2CV CA Tr[(p/′ + me)γµ + (p/ + me)γνγ5]
+ C2A Tr[(p/′ + me)γµγ
5 + (p/ + me)γνγ5]. (2.16)
Lµνν
(W) = Tr[(k/ + mν)γµ(1 + γ5)(k/′ + mν)γ
ν(1 + γ5)]. (2.17)
Untuk interaksi elektromagnetik,
Leµν
(EM) = Tr[(p/′ + me)γµ + (p/ + me)γν ], (2.18)
Lµνν
(EM) = Tr
(k/ + mν)[
fmνγµ + g1νγ
µγ5 − (f2ν + ig2νγ5)
P µ
2me
]
× (k/′ + mν)[
fmνγν + g1νγ
νγ5 − (f2ν + ig2νγ5)
P ν
2me
]
. (2.19)
Untuk interferensi,
Leµν
(INT) = CV Tr[(p/′ + me)γµ + (p/ + me)γν ]
+ CA Tr[(p/′ + me)γµγ5 + (p/ + me)γν ], (2.20)
Lµνν
(INT) = Tr
(k/ + mν)γµ(1 + γ5)(k/′ + mν)
×[
fmνγν + g1νγ
νγ5 − (f2ν + ig2νγ5)
P ν
2me
]
. (2.21)
Sehingga secara kompak persamaan tensor elektron dan neutrino dapat ditulis
sebagai
Leµν = Tr[(p/′ + me)J
eµ(p/ + me)J
eν ] dan Lν
µν = Tr[(k/ + mν)Jµν (k/′ + mν)J
νν ].
Dimana verteks elektron Jeµ adalah,
untuk interaksi lemah : Jeµ = γµ(CV + CAγ5),
untuk interaksi elektromagnetik : Jeµ = γµ,
untuk suku interferensi : Jeµ = γµ(CV + CAγ5) dan Je
ν = γν .
7
Sedangkan verteks neutrino Jµν adalah,
untuk interaksi lemah : Jµν = γµ(1 + γ5),
untuk interaksi elektromagnetik : Jµν = fmνγ
µ + g1νγµγ5 − (f2ν + ig2νγ
5) P µ
2me,
untuk suku interferensi : Jµν = γµ(1 + γ5) dan
Jνν = fmνγ
ν + g1νγνγ5 − (f2ν + ig2νγ
5) P ν
2me.
2.2 Hamburan Neutrino Dengan Elektron
di Medium Termampatkan
Efek korelasi dari gas elektron ada pada tensor polarisasi Πµν , sehingga perbeda-
an hamburan neutrino-elektron di vakum dengan di materi mampat adalah[23]
Leµν → ΠIm
µν . Dengan demikian, tampang lintang differensial per volume untuk
hamburan neutrino dengan energi mula-mula Eν dan energi akhir E ′
ν memenuhi
persamaan[8]
1
V
d3σ
d2Ω′dE ′ν
= − 1
16π2
E ′
ν
Eν
(
GF√2
)2
Lµνν ΠIm(W)
µν +
(
4πα
q2
)2
Lµνν ΠIm(EM)
µν
+8GFπα
q2√
2Lµν
ν ΠIm(INT)µν
]
. (2.22)
Tensor polarisasi dapat ditulis sebagai[2]
Πµν(q) = −i∫
d4p
(2π)4Tr[
G(p)JeµG(p + q)Je
ν
]
. (2.23)
Dimana Jeµ dan Je
ν adalah verteks elektron dan G(p) adalah propagator partikel
target yang bentuk eksplisitnya adalah
G(p) = gD(p)(p/ + me) + gF (p)(p/ + me), (2.24)
dengan
gD(p)(p/ + me) =iπ
Epδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)(p/ + me), (2.25)
merupakan propagator yang bergantung pada kerapatan, yang mengakomodasi
efek korelasi gas elektron[20], dan
gF (p)(p/ + me) =1
p2 − m2e + iε
(p/ + me) (2.26)
8
yang merupakan propagator fermion standar[20].
Substitusi persamaan (2.24) pada persamaan (2.23) menyebabkan Πµν dapat
ditulis dalam dua bagian sebagai berikut,
Π1µν =
π
(2π)4
∫ d4p
Ep
[
P
(p + q)2 − m2e
− iπ
2Ep+qδ(p0 + q0 − Ep+q)
]
× δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)Fµν(p, p + q) + (q → −q), (2.27)
Π2µν =
iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)
× θ(kF − |p + q|)Fµν(p, p + q) + (q → −q), (2.28)
dengan Fµν(p, p ± q) = Tr[(p/ + me)Jeµ(p/ ± q/ + me)J
eν ].
Persamaan (2.27) dapat diuraikan menjadi
Π1µν =
π
(2π)4
∫d4p
Ep
P
(p + q)2 − m2e
δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)
× Fµν(p, p + q) + (q → −q)
− iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)
× Fµν(p, p + q) + (q → −q). (2.29)
Dengan demikian bagian imajiner dari Πµν menjadi
ΠImµν = − iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)
× [θ(kF − |p + q|) − 1]Fµν(p, p + q) + (q → −q). (2.30)
Dari prinsip konservasi arus qµFµν = 0 dapat dibuktikan bahwa
Fµν(p, p + q) = Fµν(p, p − q)
(pembuktian lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran A), sehingga bentuk
umum dari ΠImµν adalah
ΠImµν = − iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)
× δ(p0 + q0 − Ep+q)θ(|p + q| − kF )Fµν(p, p + q). (2.31)
Perhitungan lengkap hingga ke persamaan (2.31) dapat dilihat pada lampiran B.
9
Dari verteks Jeµ dan Je
ν di atas dan juga persamaan (2.16), (2.18), (2.20), dapat
diketahui bahwa Fµν(p, p+q) untuk interaksi lemah merupakan penjumlahan dari
bagian vektor F Vµν , bagian vektor-aksial F V −A
µν , dan bagian aksial F Aµν . Bentuk
lengkapnya adalah sebagai berikut,
Fµν(p, p + q)(W) = C2V F V
µν(p, p + q) + 2CV CA F V −Aµν (p, p + q)
+ C2A F A
µν(p, p + q), (2.32)
dimana
F Vµν(p, p + q) = Tr[(p/ + me)γµ(p/ + q/ + me)γν ], (2.33)
F V −Aµν (p, p + q) = Tr
1
2[(p/ + me)γµγ
5(p/ + q/ + me)γν ]
+ Tr1
2[(p/ + me)γµ(p/ + q/ + me)γνγ
5], (2.34)
F Aµν(p, p + q) = Tr[(p/ + me)γµγ
5(p/ + q/ + me)γνγ5]. (2.35)
Sedangkan untuk interaksi elektromagnetik, Fµν(p, p + q) hanya terdiri dari F Vµν ,
yaitu
Fµν(p, p + q)(EM) = F Vµν(p, p + q)(EM) = Tr[(p/ + me)γµ(p/ + q/ + me)γν ]. (2.36)
Untuk interferensi, Fµν(p, p + q) terdiri dari bagian vektor dan bagian vektor-
aksial, yaitu
Fµν(p, p + q)(INT) = CV F Vµν(p, p + q) + CA F V −A
µν (p, p + q). (2.37)
Penyelesaian Trace dari persamaan (2.33), (2.34), (2.35), memberikan
F Vµν(p, p + q) = 4(2pµpν + pµqν + pνqµ − p · qgµν), (2.38)
F V −Aµν (p, p + q) = −4iεµναβpαqβ , (2.39)
F Aµν(p, p + q) = 4(2pµpν + pµqν + pνqµ − p · qgµν − 2m2
egµν). (2.40)
Perhitungan lebih lengkap dari Trace di atas dapat dilihat pada lampiran C.
10
2.2.1 Polarisasi Vektor, Vektor-Aksial dan Aksial
Jika persamaan (2.32), (2.36), dan (2.37) disubstitusi ke persamaan (2.31) maka
akan tampak bahwa untuk masing-masing interaksi, polarisasinya adalah sebagai
berikut,
untuk interaksi lemah : ΠIm(W)µν = C2
V ΠImVµν + 2CV CAΠIm(V−A)
µν
+ C2AΠImA
µν ,
untuk interaksi elektromagnetik : ΠIm(EM)µν = ΠImV
µν ,
untuk suku interferensi : ΠIm(INT)µν = CV ΠImV
µν + CAΠIm(V−A)µν .
Langkah berikutnya adalah menghitung polarisasi secara eksplisit untuk ba-
gian vektor, vektor-aksial dan aksial. Untuk memudahkan perhitungan tanpa
mengurangi keumuman, dipilih kerangka sebagai berikut,
q ≡ (q0, q1, q2, q3) ≡ (q0, |q|, 0, 0) dan p ≡ (p0, p1, p2, p3) ≡ (E, px, py, pz)
dengan px = |p| cos θ, py = |p| sin θ cos ϕ, pz = |p| sin θ sin ϕ[19]. Maka dari
persamaan (2.38) akan memberikan
F V00 = 4(2p0p0 + p0q0 + p0q0 − p · qg00) = 4(2E2 + Eq0 + |p||q|cosθ),
F V11 = 4(2|p|2cos2θ + Eq0 + |p||q|cosθ),
F V22 = F V
33 = 4(2|p|2 sin2 θ cos2 ϕ + Eq0 + |p||q| cos θ),
F V10 = F V
01 = 4(2|p| cos θ + E|q| + |p|q0 cos θ).
Sedangkan
F V02 = F V
03 = F V12 = F V
13 = F V20 = F V
21 = F V23 = F V
30 = F V31 = F V
32 = 0. (2.41)
Dengan demikian, polarisasi vektor dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai
berikut,
ΠImVµν =
Π00 Π01 0 0Π10 Π11 0 00 0 Π22 00 0 0 Π33
.(2.42)
Polarisasi vektor terdiri dari dua komponen yang tidak bergantungan, yai-
tu polarisasi arah longitudinal dan transversal[20] dimana secara umum berlaku
11
qµΠµν = 0. Konsekuensinya polarisasi longitudinal dapat ditulis sebagai
ΠL = − q2µ
|q|2Π00
=q2µ
2π|q|3[1
4(EF − E∗) +
q0
2(E2
F − E∗2) +1
3(E3
F − E∗3)]
, (2.43)
dan polarisasi transversal dapat ditulis sebagai
ΠT = Π22 = Π33
=1
4π|q|
[(
m2e +
q2µ
4|q|2 +q2µ
2
)
(EF − E∗) +q0q
2µ
2|q| (E2F − E∗2)
+q2µ
3|q|(E3F − E∗3)
]
. (2.44)
Perhitungan lebih lengkap dari ΠL dan ΠT dapat dilihat pada lampiran D.
Setelah diketahui polarisasi longitudinal dan transversal dari bagian vektor,
selanjutnya akan dihitung bagian vektor-aksial. Dengan cara yang serupa, dari
persamaan (2.39) dapat diperoleh
F V −Aµν (p, p + q) = 4iε1µ0ν(E|q| − q0|p| cos θ). (2.45)
Dari substitusi persamaan (2.45) ke persamaan (2.31) akan memberikan
ΠIm(V−A)µν = iεαµ0νqαΠV A (2.46)
dengan
ΠV A =iq2
µ
8π|q|3 [(E2F − E∗2) + q0(EF − E∗)]. (2.47)
Perhitungan lebih detil dari ΠV A dapat dilihat pada lampiran E.
Langkah berikutnya adalah menghitung polarisasi aksial. Caranya serupa
dengan sebelumnya, yaitu dengan menuliskan persamaan (2.40) sebagai berikut,
F Aµν(p, p + q) = F V
µν(p, p + q) + gµνFA dengan FA = −8m2e. (2.48)
Jika persamaan (2.48) disubstitusi ke persamaan (2.31), maka akan diperoleh
hubungan
ΠImAµν (q) = ΠImV
µν (q) + gµνΠA dengan ΠA =i
2π|q|m2e(EF − E∗). (2.49)
12
Dengan demikian polarisasi aksial juga dapat ditulis dalam bentuk polarisasi
longitudinal dan transversal,
ΠImAL (q) = ΠImV
L (q) + gµνΠA = ΠImVL (q) + ΠA, (2.50)
ΠImAT (q) = ΠImV
T (q) + gµνΠA = ΠImVT (q) − ΠA. (2.51)
Sekali lagi perhitungan lebih detilnya diberikan di lampiran F.
2.2.2 Kontraksi Lµν
νΠIm
µν
Setelah seluruh polarisasi bagian vektor, vektor-aksial dan aksial diketahui selan-
jutnya akan dihitung kontraksi Lµνν ΠIm
µν dengan terlebih dulu menyelesaikan Trace
tensor neutrino pada persamaan (2.17), (2.19), (2.21) untuk masing-masing in-
teraksi yaitu,
untuk interaksi lemah
Lµνν
(W) = 8[2kµkν − (kµqν + kνqµ) + gµν(k · q) − iεαµβνkαk′
β], (2.52)
untuk interaksi elektromagnetik
Lµνν
(EM) = 4(f 2mν + g2
1ν)[2kµkν − (kµqν + kνqµ) + gµνk · q]
− 8ifmνg1νεαµβνkαk′
β
− f 22ν + g2
2ν
m2e
(k · q)[4kµkν − 2(kµqν + qµkν) + qµqν ], (2.53)
untuk interferensi
Lµνν
(INT) = 4(fmν + g1ν)
× [2kµkν − (kµqν + kνqµ) + gµν(k · q) − iεαµβνkαk′
β]. (2.54)
dengan k adalah vektor empat momentum dari neutrino awal dan q adalah vektor
empat dari momentum transfer, penurunan lengkap perhitungan Trace di atas
diberikan pada lampiran G.
Selanjutnya dihitung kontraksi Lµνν ΠIm
µν untuk bagian vektor, vektor-aksial dan
aksial, yang hasilnya adalah
untuk bagian vektor
Lµνν ΠImV
µν = − q2µ
|q|L00ΠL + 2LT ΠT dengan LT =
L22 + L33
2, (2.55)
13
untuk bagian vektor-aksial
Lµνν ΠIm(V−A)
µν = −8q2µ[2E − q0]ΠV A, (2.56)
untuk bagian aksial
Lµνν ΠImA
µν = Lµνν ΠImV
µν + 8q2µΠA. (2.57)
Dimana perhitungan lengkap untuk sampai ke persamaan (2.55), (2.56), (2.57)
ada pada lampiran H.
Akhirnya total kontraksi diperoleh dengan menjumlahkan kontribusi dari masing-
masing interaksi. Sebelumnya akan ditampilkan bentuk kompak dari masing-
masing kontribusi, yaitu
(a) Kontraksi Lµνν ΠIm
µν Interaksi Lemah
Dengan menggunakan tensor neutrino untuk interaksi lemah [persamaan (2.52)]
dan karena polarisasi untuk interaksi lemah dapat ditulis dalam bentuk penjum-
lahan dari bagian vektor, vektor-aksial dan aksial, maka total kontraksi Lµνν ΠIm
µν
dari interaksi lemah adalah
Lµνν ΠIm(W)
µν = C2V Lµν
ν ΠImVµν + 2CV CA Lµν
ν ΠIm(V−A)µν + C2
A Lµνν ΠImA
µν . (2.58)
Kemudian dengan menggunakan persamaan (2.55), (2.56), (2.57) bentuk di atas
dapat ditulis sebagai
Lµνν ΠIm(W)
µν = −8q2µ(AWR1 + R2 + BW R3), (2.59)
dengan
RW1 = (C2V + C2
A)(ΠL + ΠT ),
RW2 = C2V ΠT + C2
A(ΠT − ΠA),
RW3 = 2CV CAΠV A,
AW =2E(E − q0) + 1
2q2µ
|q|2 ,
BW = 2E − q0.
14
Lampiran I memuat penurunan lengkapnya.
(b) Kontraksi Lµνν ΠIm
µν Interaksi Elektromagnetik
Telah diketahui bahwa kontraksi untuk interaksi elektromagnetik hanya terdiri
dari bagian vektor. Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino [persamaan
(2.53)] dan polarisasi elektronnya untuk bagian vektor [persamaan (2.55)], maka
akan diperoleh total kontraksi Lµνν ΠIm
µν elektromagnetik, yaitu
Lµνν ΠIm(EM)
µν = AEMR1 − BEMR2, (2.60)
dengan
REM1 = ΠL + ΠT ,
REM2 = ΠT ,
AEM =[
AW (bq2µ − a) +
1
2bq2
µ
]
q2µ,
BEM =(
1
2bq2
µ + a)
q2µ,
a = 4(f 2mν + g2
1ν),
b =f 2
2ν + g22ν
m2e
.
Penurunan lengkap ada pada lampiran J.
(c) Kontraksi Lµνν ΠIm
µν Interferensi
Selanjutnya dengan menggunakan tensor neutrino untuk interferensi [persa-
maan (2.54)] dan berdasarkan polarisasi elektronnya dapat diperoleh total kon-
traksi, sebagai
Lµνν ΠIm(INT)
µν = CV Lµνν ΠImV
µν + CALµνν ΠIm(V−A)
µν . (2.61)
Dengan menggunakan persamaan (2.55) dan persamaan (2.56) kontraksi Lµνν ΠIm
µν
interferensi dapat ditulis sebagai
Lµνν ΠIm(INT)
µν = −4q2µa (AINT R1 + R2 + BINT R3) , (2.62)
15
dengan
RINT1 = CV (ΠL + ΠT ),
RINT2 = CV ΠT ,
RINT3 = CAΠV A,
AINT = AW =2E(E − q0) + 1
2q2µ
|q|2 ,
BINT = BW = 2E − q0,
a = fmν + g1ν .
Penurunan lengkap dapat dilihat pada lampiran K.
16
Bab 3
Hasil dan Pembahasan
Dengan diketahui kontraksi LµνΠImµν dari interaksi lemah, interaksi elektromag-
netik dan interferensi maka dapat diperoleh total tampang lintang differensial
per volume untuk hamburan quasi-elastik neutrino-elektron dengan gas elektron
termampatkan, yaitu
1
V
d3σ
d2Ω′dE ′ν
= − 1
16π2
E ′
ν
Eν
×
(
GF√2
)2
Lµνν ΠIm(W)
µν +
(
4πα
q2
)2
Lµνν ΠIm(EM)
µν
+8GFπα
q2√
2Lµν
ν ΠIm(INT)µν
]
. (3.1)
Parameter yang digunakan adalah sebagai berikut:
• Konstanta kopling interaksi lemah, GF = 1, 166 × 10−11 (MeV)−2.
• Konstanta kopling vektor neutrino-elektron, CV = 0, 946.
• Konstanta kopling aksial untuk neutrino-elektron, CA = 0, 5.
• Konstanta struktur halus α = e2/4π ' 1/137.
Berikut ini diperlihatkan hasil perhitungan tampang lintang differensial neu-
trino sebagai fungsi dari energi transfer q0 dalam orde 10−9 (MeV-cm)−1.
3.1 Pengaruh Efek Elektromagnetik Untuk
Jangkauan Energi Tertentu
Pada Gambar 3.1, 3.2, dan 3.3 diperlihatkan perbandingan tampang lintang un-
tuk interaksi lemah, elektromagnetik, interferensi dan total dengan variasi mo-
17
0
1
2
3
4
5
6
7
0 1 2 3 4 5
d3 σ/V
d2 ΩdE
’ ν(1
0-9/M
eV-c
m)
q0(MeV)
TotalWeak
EMInt
Gambar 3.1: Perbandingan tampang lintang total, elektromagnetik, interferensidan lemah (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV)
0
20
40
60
80
100
0 5 10 15 20
d3 σ/V
d2 ΩdE
’ ν(1
0-9/M
eV-c
m)
q0(MeV)
TotalWeak
EMInt
Gambar 3.2: Perbandingan tampang lin-tang total, elektromagnetik, interferensidan lemah (q1 = 20 MeV, Eν = 40 MeV)
0
500
1000
1500
2000
2500
0 20 40 60 80 100
d3 σ/V
d2 ΩdE
’ ν(1
0-9/M
eV-c
m)
q0(MeV)
TotalWeak
EMInt
Gambar 3.3: Perbandingan tampang lin-tang total, elektromagnetik, interferensidan lemah (q1 = 100 MeV, Eν = 200MeV)
18
mentum transfer q1 = 5, 20, 200 MeV dan energi neutrino Eν = 10, 40, 200 MeV.
Tampang lintang total merupakan penjumlahan kontribusi interaksi lemah, elek-
tromagnetik dan interferensi.
Di sini digunakan konstanta momen magnetik neutrino-elektron µν = 10−10
dalam satuan magneton Bohr, µβ = e/2me. Angka ini dipilih karena konsisten
dengan eksperimen[12]-[14].
Sedangkan besar jari-jari muatan 〈R2〉 = 10−32 cm−2 dipilih karena berda-
sarkan ekstraksi hasil eksperimen Homestake dan Kamiokande prediksinya dalam
jangkauan tersebut[14, 15, 18], jika dikonversi ke dalam satuan MeV−1 dimana 1
cm = 5, 07 × 1010 MeV−1, maka diperoleh R ≈ 5 × 10−6 MeV−1.
Dari ketiga gambar tersebut tampak bahwa tampang lintang sangat sensitif
terhadap perubahan q1 dan Eν . Tabel berikut ini memuat nilai tampang lintang
maksimum untuk tiap nilai q1 dan Eν yang dipilih.
q1 Eν1V
d3σd2Ω′dE′
ν[10−9 (MeV-cm)−1]
(MeV) (MeV) Int. Lemah Int. EM Interferensi Total
5 10 5,4 0,11 0,73 6,3220 40 89,40 0,19 11,63 101,22100 200 2389,68 2,08 249,66 2641,31
Pada Gambar 3.1 dengan q1 = 5 MeV dan Eν = 10 MeV, tampak bahwa
kontribusi efek elektromagnetik cukup signifikan. Sedangkan pada Gambar 3.2
dengan q1 = 20 MeV dan Eν = 40 MeV, kontribusi efek elektromagnetik tidak
begitu dominan. Pada Gambar 3.3 dimana q1 = 100 MeV dan Eν = 200 MeV
kontribusi interaksi elektromagnetik sangat kecil dibandingkan interaksi lemah.
Dapat disimpulkan bahwa interaksi elektromagnetik penting diperhitungkan un-
tuk q1 dan Eν rendah.
3.2 Perbandingan Antara Tampang Lintang To-
tal Untuk Berbagai Variasi µν dan R Dengan
Tampang Lintang Interaksi Lemah
Pada Gambar 3.4 dan 3.5 diperlihatkan hasil perhitungan tampang lintang to-
tal untuk variasi nilai momen magnetik neutrino µν dan jari-jari muatan, R.
19
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 1 2 3 4 5
d3 σ/V
d2 ΩdE
’ ν(1
0-9/M
eV-c
m)
q0(MeV)
WeakTotal µ=10-9
Total µ=10-10
Total µ=10-11
Total µ=10-12
Gambar 3.4: Perbandingan tampang lin-tang total untuk variasi µν dengan tam-pang lintang interaksi lemah (q1 = 5MeV, Eν = 10 MeV, kF = 100 MeV)
0
1
2
3
4
5
6
0 1 2 3 4 5
d3 σ/V
d2 ΩdE
’ ν(1
0-9/M
eV-c
m)
q0(MeV)
WeakTotal R=10-9
Total R=10-10
Total R=10-11
Total R=10-12
Gambar 3.5: Perbandingan tampang lin-tang total untuk variasi R dengan tam-pang lintang interaksi lemah (q1 = 5MeV, Eν = 10 MeV, kF = 100 MeV)
20
Tampang lintang total ini dibandingkan dengan tampang lintang untuk interaksi
lemah. Di sini digunakan q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV dan kF = 100 MeV.
Pada Gambar 3.4 tampang lintang dihitung dengan menggunakan µν = 10−9,
10−10, 10−11 dan 10−12. Untuk µν = 10−9, tampak bahwa tampang lintang total
sangat jauh berbeda dengan tampang lintang interaksi lemah. Sedangkan untuk
µν = 10−10, 10−11 dan 10−12 tampang lintang total memiliki nilai yang mendekati
tampang lintang interaksi lemah. Dapat disimpulkan bahwa kontribusi efek elek-
tromagnetik pada perhitungan tampang lintang hamburan quasi-elastik neutrino
dengan materi mampat perlu diperhitungkan jika µν ≥ 10−9.
Pada Gambar 3.5 tampang lintang total dihitung dengan menggunakan R =
10−9, 10−10, 10−11 dan 10−12. Di sini ditunjukkan bahwa tampang lintang total
tidak memiliki selisih yang besar untuk tiap R yang dipilih. Dengan kata lain,
perhitungan tampang lintang total tidak terlalu sensitif terhadap perubahan R.
Dari gambar juga tampak bahwa untuk tiap R yang dipilih, dimana R akan
memberikan efek pada nilai jauh dari jangkauan prediksi eksperimen (hasil perhi-
tungan tampang lintang total mendekati nilai tampang lintang interaksi lemah).
Dapat disimpulkan, efek jari-jari muatan neutrino tidak memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap tampang lintang total. Hal ini bisa dibandingkan de-
ngan Gambar 3.2 yang memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan antara
tampang lintang total dan lemah baru muncul jika R ≥ 10−6.
3.3 Perbandingan Antara Tampang Lintang To-
tal dan Tampang Lintang Interaksi Lemah
Untuk Berbagai Variasi kF
Pada gambar 3.6 dan 3.7 diperlihatkan tampang lintang interaksi lemah dan total
untuk momentum Fermi elektron kF = 25, 50, 75, 100 MeV, dengan q1 = 5 MeV,
Eν = 10 MeV, µν = 10−10 dan R = 5×10−6 MeV−1. Untuk tiap kF yang dipilih,
terdapat hasil yang sangat berbeda satu dengan yang lain. Dapat disimpulkan
bahwa tampang lintang total dan interaksi lemah sensitif terhadap perubahan
kF .
Untuk kF kecil, selisih antara tampang lintang total dengan tampang lintang
21
0
1
2
3
4
5
6
7
0 1 2 3 4 5
d3 σ/V
d2 ΩdE
’ ν(1
0-9/M
eV-c
m)
q0(MeV)
kF=100kF=75kF=50kF=25
Gambar 3.6: Perbandingan tampang lin-tang interaksi lemah untuk berbagai va-riasi kF (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV)
0
1
2
3
4
5
6
7
0 1 2 3 4 5
d3 σ/V
d2 ΩdE
’ ν(1
0-9/M
eV-c
m)
q0(Mev)
kF=100kF=75kF=50kF=25
Gambar 3.7: Perbandingan tampang lin-tang total untuk berbagai variasi kF
(q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV)
22
interaksi lemah tidak terlalu besar. Sebaliknya untuk kF besar, selisih tampang
lintang total dengan tampang lintang interaksi lemah cukup besar. Dengan demi-
kian, semakin besar kF maka faktor kontribusi elektromagnetik semakin penting
diperhitungkan. Dengan kata lain, semakin mampat medium maka interaksi elek-
tromagnetik menjadi semakin signifikan kontribusinya.
23
Bab 4
Kesimpulan
Dari hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan, maka diperoleh kesim-
pulan sebagai berikut:
1. Tampang lintang hamburan quasi-elastik neutrino dalam medium mampat
dengan atau tanpa memperhitungkan faktor bentuk elektromagnetik neu-
trino sangat sensitif terhadap perubahan energi transfer q1, energi neutrino
Eν dan momentum Fermi elektron kF .
2. Tampang lintang hamburan quasi-elastik neutrino dengan memperhitungk-
an faktor bentuk elektromagnetik neutrino dalam medium mampat sensitif
terhadap perubahan momen magnetik neutrino µν tapi tidak terhadap per-
ubahan jari-jari muatan R.
3. Efek elektromagnetik perlu diperhitungkan untuk q1, Eν dan µν kecil dan
untuk kF besar (medium semakin mampat).
24
Lampiran A
PembuktianFµν(p, p + q) = Fµν(p, p − q)
Dari konservasi arus diperoleh qµFµν = 0. Misal, diambil Fµν hanya bagian
vektor,
F Vµν(p, p + q) = Tr[(p/ + me)γµ(p/ + q/ + me)γν ]
= 4(2pµpν + pµqν + pνqµ − p · qgµν), (A.1)
maka
qµF Vµν(p, p + q) = 0,
4qµ(2pµpν + pµqν + pνqµ − p · qgµν) = 0,
8p · qpν + 4p · qqν + 4q2pν − 4qνp · q = 0,
8p · qpν + 4q2pν = 0,
(A.2)
2p · q = −q2 → p · q = −q2
2dan − 2
p · qq2
= 1. (A.3)
Jika persamaan (A.3) disubstitusi ke persamaan (A.1), akan diperoleh
F Vµν(p, p + q) = 4
[
2pµpν − 2p · qq2
(pµqν + pνqµ) +q2
2gµν
]
. (A.4)
Sekarang perhatikan
F Vµν(p, p − q) = Tr[(p/ + me)γµ(p/ − q/ + me)γν]
= 4(2pµpν − pµqν − pνqµ + p · qgµν). (A.5)
25
Dengan menggunakan cara yang sama akan diperoleh
qµF Vµν(p, p − q) = 0,
4qµ(2pµpν − pµqν − pνqµ + p · qgµν) = 0,
8p · qpν − 4p · qqν − 4q2pν + 4qνp · q = 0,
8p · qpν − 4q2pν = 0,
(A.6)
2p · q = q2 → p · q =q2
2dan 2
p · qq2
= 1. (A.7)
Jika persamaan (A.7) juga disubstitusikan ke persamaan (A.5), maka diperoleh
F Vµν(p, p − q) = 4
[
2pµpν − 2p · qq2
(pµqν + pνqµ) +q2
2gµν
]
. (A.8)
Tampak bahwa persamaan (A.4) identik dengan persamaan (A.8), sehingga dapat
disimpulkan bahwa
F Vµν(p, p + q) = F V
µν(p, p − q).
Untuk kontribusi yang lain dengan cara yang serupa akan diperoleh hasil yang
sama.
26
Lampiran B
Penentuan Bentuk Umum ΠImµν
Diketahui polarisasi adalah
Πµν(q) = −i∫
d4p
(2π)4Tr[
G(p)JeµG(p + q)Je
ν
]
. (B.1)
dengan
G(p) = GF (p) + GD(p). (B.2)
Jika persamaan (B.2) disubstitusi ke persamaan (B.1) maka akan menghasilkan
Πµν(q) = −i∫ d4p
(2π)4Tr
[
GF (p)JeµGF (p + q)Je
ν
]
+[
GF (p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGF (p + q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
. (B.3)
Karena pada perhitungan kami digunakan mean-field (medan rata-rata), maka
suku GF (p)JeµGF (p + q)Je
ν diabaikan, sehingga
Πµν(q) = −i∫
d4p
(2π)4Tr
[
GF (p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGF (p + q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
= −i∫
d4p
(2π)4Tr
[
GF (p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGF (p + q)Je
ν
]
+1
2
[
GD(p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
+1
2
[
GD(p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
= −i∫
d4p
(2π)4Tr
1
2
[
GD(p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
+[
GF (p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGF (p + q)Je
ν
]
. (B.4)
27
Perhatikan suku pertama dari persamaan (B.4), yaitu
= −i∫
d4p
(2π)4Tr
1
2
[
GD(p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
+[
GF (p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
. (B.5)
Jika p → p − q, maka akan menjadi
= −i∫
d4p
(2π)4Tr
1
2
[
GD(p − q)JeµGD(p)Je
ν
]
+[
GF (p − q)JeµGD(p)Je
ν
]
. (B.6)
Dengan menggunakan teorema Trace,
Tr(γµγνγργσ) = Tr(γσγργµγν),
maka persamaan (B.6) dapat ditulis sebagai
= −i∫
d4p
(2π)4Tr
1
2
[
GD(p)JeµGD(p − q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGD(p − q)Je
ν
]
. (B.7)
Sehingga persamaan (B.4) menjadi
Πµν(q) = − i∫
d4p
(2π)4Tr
1
2
[
GD(p)JeµGD(p − q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGF (p − q)Je
ν
]
− i∫ d4p
(2π)4Tr
1
2
[
GD(p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGF (p + q)Je
ν
]
. (B.8)
atau dapat juga ditulis sebagai
Πµν(q) = − i∫
d4p
(2π)4Tr
1
2
[
GD(p)JeµGD(p + q)Je
ν
]
+[
GD(p)JeµGF (p + q)Je
ν
]
+ [q → −q]. (B.9)
Jika bentuk eksplisit dari propagator GD(p) = gD(p)(p/ + me) dan GF (p) =
gF (p)(p/ + me) dimasukkan ke persamaan (B.9), maka diperoleh
Πµν(q) = − i∫
d4p
(2π)4Tr
1
2
[
gD(p)(p/ + me)JeµgD(p + q)(p/ + q/me)J
eν
]
+[
gD(p)(p/ + me)JeµgF (p + q)(p/ + q/me)J
eν
]
+ [q → −q], (B.10)
28
atau
Πµν(q) = − i∫
d4p
(2π)4
1
2[gD(p)gD(p + q) + gD(p)gF (p + q)]
× Tr[
(p/ + me)Jeµ(p/ + q/me)J
eν
]
+ [q → −q]. (B.11)
Sehingga kita dapat menuliskannya sebagai berikut
Πµν(q) = −i∫
d4p
(2π)4[I(p, p + q)Fµν(p, p + q)] + [q → −q], (B.12)
dengan
I(p, p ± q) =1
2gD(p)gD(p ± q) + gD(p)gF (p ± q), (B.13)
dan
Fµν(p, p ± q) = Tr[
(p/ + me)Jeµ(p/ ± q/ + me)J
eν
]
. (B.14)
Karena propagator partikel target
gD(p) =iπ
Ep
δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|), dan gF (p) =1
p2 − m2e + iε
,
dengan kF = momentum-4 elektron pada level Fermi, maka persamaan (B.13)
dapat disederhanakan sebagai
I(p, p ± q) = − π2
2EpEp±qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 ± q0Ep±q)θ(kF − |p ± q|)
+iπ
Ep
δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)(p ± q)2 − m2
e + iε, (B.15)
dengan
1
(p ± q)2 − m2e + iε
=P
(p ± q)2 − m2e
− iπ
2Ep±q
δ(p0 − Ep±q). (B.16)
Hal ini mengakibatkan persamaan (B.15) menjadi
I(p, p ± q) = − π2
2EpEp±q
δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p00Ep±q)θ(kF − |p ± q|)
+iπ
Epδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)
×[
P
(p ± q)2 − m2e
− iπ
2Ep±q
δ(p0 ± q0 − Ep±q)
]
. (B.17)
29
Kemudian jika persamaan (B.17) disubstitusikan ke persamaan (B.12), meng-
akibatkan Πµν dapat ditulis dalam dua bagian yaitu Πµν = Π1µν + Π2
µν , dimana
Π1µν =
π
(2π)4
∫d4p
Ep
[
P
(p + q)2 − m2e
− iπ
2Ep+q
δ(p0 + q0 − Ep+q)
]
× δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)Fµν(p, p + q) + (q → −q), (B.18)
Π2µν =
iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+q
δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)
× θ(kF − |p + q|)Fµν(p, p + q) + (q → −q), (B.19)
Persamaan (B.18) masih dapat dipecah menjadi bagian real dan imajiner,
yaitu Π1µν = ΠRe
µν + ΠImµν , dimana
ΠReµν =
π2
(2π)4
∫d4p
Ep
p
(p + q) − m2e
δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)Fµν(p, p + q)
+ (q → −q), (B.20)
ΠImµν = − iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+q
δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)
× Fµν(p, p + q) + (q → −q). (B.21)
Dengan demikian bagian imajiner total dari vektor polarisasi didapat dengan
menjumlahkan persamaan (B.19) dan persamaan (B.21),
ΠImµν =
iπ2
(2π)4
∫ d4p
2EpEp+qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)θ(kF − |p + q|)
× Fµν(p, p + q) + (q → −q)
− iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+q
δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)
× Fµν(p, p + q) + (q → −q)
=iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)[θ(kF − |p + q|) − 1]
× Fµν(p, p + q) + (q → −q),
=iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)[θ(kF − |p + q|) − 1]
× Fµν(p, p + q)
+iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep−q)[θ(kF − |p − q|) − 1]
× Fµν(p, p − q) (B.22)
30
Karena dari prinsip konservasi arus qµFµν = 0, mengakibatkan Fµν(p, p+q) =
Fµν(p, p − q) dan dengan mengganti p → p + 2q, maka pada akhirnya diperoleh
ΠImµν (q) = − iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)
× δ(p0 + q0 − Ep+q)θ(|p + q| − kF )Fµν(p, p + q). (B.23)
Persamaan (F.5) adalah bentuk umum dari Im Πµν atau ΠImµν .
31
Lampiran C
Perhitungan FVµν, FV −A
µν , dan FAµν
C.1 Bagian Vektor
Diketahui persamaan
F Vµν(p, p + q) = Tr[(p/ + me)γµ(p/ + q/ + me)γν ]. (C.1)
Jika diuraikan menjadi
F Vµν(p, p + q) = Tr[γαγµγβγν ]p
αpβ + Tr[γαγµγβγν ]pαqβ + meTr[γαγµγν ]p
α
+ meTr[γµγαγν ]pα + meTr[γµγαγν ]q
α + m2eTr[γµγν ]. (C.2)
Dengan menggunakan teorema Trace
Tr[γµγν ] = Tr[γνγµ] = 4gµν ,
Tr[γαγµγβγν ] = 4(gαµgβν + gανgµβ − gαβgµν).
Tr
γµ · · · γν︸ ︷︷ ︸
ganjil
= 0.
maka diperoleh
F Vµν(p, p + q) = 4(2pµpν + pµqν + pνqµ − p · qgµν). (C.3)
C.2 Bagian Vektor-Aksial
Diketahui persamaan
F V −Aµν (p, p + q) = Tr
1
2[(p/ + me)γµγ5(p/ + q/ + me)γν ]
32
+ Tr
1
2[(p/ + me)γµ(p/ + q/ + me)γνγ
5]
. (C.4)
Dengan menggunakan teorema Trace,
Tr
γ5 γµ · · ·
︸ ︷︷ ︸
kurang dari 4γ
= 0,
γµγ5 = −γ5γµ,
Tr[γ5γµγνγαγβ] = 4iεµναβ ,
maka akan diperoleh
F V −Aµν (p, p + q) = −4iεµναβpαqβ . (C.5)
C.3 Bagian Aksial
Diketahui persamaan
F Aµν(p, p + q) = Tr[(p/ + me)γµγ
5(p/ + q/ + me)γνγ5]. (C.6)
Karena
γµγ5(p/ + q/ + me)γνγ5 = γµγ
5γ5(p/ + q/ − me)γνγ5 = γµ(p/ + q/ − me)γν,
maka
F Aµν(p, p + q) = Tr[(p/ + me)γµ(p/ + q/ − me)γν ]. (C.7)
Dengan menggunakan teorema Trace seperti sebelumnya, maka akan diperoleh
F Aµν(p, p + q) = 4(2pµpν + pµqν + pνqµ − p · qgµν − 2m2
egµν). (C.8)
33
Lampiran D
Penentuan Polarisasi VektorLongitudinal dan Transversal
D.1 Polarisasi Longitudinal
Untuk memperoleh persamaan polarisasi longitudinal, maka dilakukan cara ber-
ikut. Dengan konservasi arus qµΠµν = 0,
q0Π00 + |q|Π01 = 0 → Π01 = − q0
|q|Π00.
q0Π10 + |q|Π11 = 0 → Π11 = − q0
|q|Π10.
Karena Π01 = Π10, maka
Π11 = − q20
|q|2 Π00. (D.1)
Dengan menggunakan hubungan ΠL = Π00 − Π11, maka diperoleh
ΠL = − q2µ
|q|2Π00. (D.2)
Dengan menggunakan bentuk umum dari ΠImµν , maka untuk Π00 diperoleh
ΠIm00 = − i
(2π)2
∫dp0d
3p
8EpEp+q
δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)θ(|p + q| − kF )
× F00(p, p + q)
= − i
(2π)2
∫d3p
8EpEp+qF00(p, p + q)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)
× θ(|p + q| − kF ) (D.3)
34
ΠIm00 = − i
2π
∫ |p|EdE
2EpEp+q
(
2E2 + Eq0 + |p| · |q|)
θ(kF − |p|)θ(|p + q| − kF )
×∫ δ(x − xj)
|g′(x)|xjdx (D.4)
dengan |p| · |q| = |p||q| cos θ. Selanjutnya,
E2p+q = (|p| + |q|)2 + m2
ν = |p|2 + 2|p| · |q| + |q|2 + m2ν , (D.5)
karena g(x) = p0 + q0 − Ep+q = 0, maka Ep+q = E + q0. Sehingga,
2|p| · |q| = E2p+q − |p|2 − |q|2 − m2
ν
= (E + q0)2 − |p|2 − |q|2 − m2
ν
= E2 + 2Eq0 + q20 − |p|2 − |q|2 − m2
ν
= 2Eq0 + q20 − |q|2 = 2Eq0 + q2
µ,
|p| · |q| = Eq0 +1
2q2µ. (D.6)
Selain itu,
g(x) = p0 + q0 − Ep+q = p0 + q0 − (|p|2 + 2|p| · |q| + |q|2 + m2e)
1/2
= p0 + q0 − (|p|2 + 2|p||q|x + |q|2 + m2e)
1/2, dengan x = cos θ,
g′(x) = −1
2(|p|2 + 2|p||q|x + |q|2 + m2
e)1/22|p||q| = −|p||q|
Ep+q
. (D.7)
Jika persamaan (D.6) dan (D.7) disubstitusikan ke persamaan (D.4), maka
diperoleh
ΠIm00 = − i
2π
∫ |p|EdE
2EpEp+q
(
2E2 + Eq0 +q2µ
2
)
θ(kF − |p|)θ(|p + q| − kF )
(
−Ep+q
|p||q|
)
,
=i
4π|q|∫ EF
E∗
dE
(
2E2 + Eq0 +q2µ
2
)
,
= − i
4π|q|
[
2
3(E3
F − E∗3) + q0(E2F − E∗2) +
q2µ
2(EF − E∗)
]
,
= − i
2π|q|
[
1
3(E3
F − E∗3) +q0
2(E2
F − E∗2) +q2µ
4(EF − E∗)
]
. (D.8)
Kemudian jika persamaan (D.8) disubstitusi ke persamaan (D.2), maka diperoleh
polarisasi longitudinal,
ΠL =q2µ
2π|q|3[1
4(EF − E∗) +
q0
2(E2
F − E∗2) +1
3(E3
F − E∗3)]
. (D.9)
35
D.2 Polarisasi Transversal
Sedangkan untuk polarisasi transversal, penyelesaiannya adalah sebagai berikut,
ΠT = ΠIm22
= − i
(2π)2
∫d3p
8EpEp+q
F22(p, p + q)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)θ(|p + q| − kF )
= − i
(2π)2
∫ |p|EdE
2EpEp+q
(
2|p|2 sin2 θ cos2 ϕ + Eq0 + |p| · |q|)
θ(kF − |p|)
× δ(p0 + q0 − Ep+q)θ(|p + q| − kF ). (D.10)
Oleh karena
|p|2 − |p|2 cos2 θ + p · q = |p|2 −(
4E2 + 4Eq0q2µ + q4
µ
4|q|2)
− q2µ
2,
= E2 − m2e −
E2q20
|q|2 − Eq0q2µ
|q|2 − q4µ
4|q|2 − q2µ
2,
= E2 (|q|2 − q20)
|q|2 − Eq0q2µ
|q|2 +
(
m2e +
q4µ
4|q|2 +q2µ
2
)
,
= −[
E2q2µ
|q|2 +Eq0q
2µ
|q|2 +
(
m2e +
q4µ
4|q|2 +q2µ
2
)]
, (D.11)
maka ΠT dapat ditulis sebagai
ΠT =1
4π|q|
[(
m2e +
q2µ
4|q|2 +q2µ
2
)
(EF − E∗) +q0q
2µ
2|q| (E2F − E∗2)
+q2µ
3|q|(E3F − E∗3)
]
. (D.12)
36
Lampiran E
Penentuan PolarisasiVektor-Aksial
Dari persamaan
F V −Aµν (p, p + q) = 4iεαµβνpαqβ, (E.1)
maka dapat diperoleh
F V −Aµν (p, p + q) = 4iε1µ0ν(E|q| − q0|p| cos θ). (E.2)
Jika persamaan di atas disubstitusi ke persamaan umum polarisasi maka dapat
diperoleh
ΠIm(V−A)µν (q) = − iπ2
(2π)4
∫d4p
2EpEp+q
[4iε1µ0ν(E|q| − q0|p| cos θ)]δ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)
× δ(p0 + q0 − Ep+q)θ(|p + q| − kF )
= − i
(2π)2
∫ d3p
8EpEp+q[4iε1µ0ν(E|q| − q0|p| cos θ)]θ(kF − |p|)
× δ(p0 + q0 − Ep+q)θ(|p + q| − kF )
= iε1µ0ν
[
− i
2π
∫ EF
E∗
|p|EdE
2EpEp+q
(E|q| − q0|p| cos θ)θ(kF − |p|)Ep+q
|p||q|
]
= iε1µ0ν |q|[
iq2µ
8π|q|3 (E2F − E∗2) + q0(EF − E∗).
]
(E.3)
Secara umum, persamaan ΠIm(V−A)µν dapat ditulis sebagai
ΠIm(V−A)µν (q) = iεαµ0νqαΠV A, (E.4)
dimana
ΠV A =iq2
µ
8π|q|3 [(E2F − E∗2) + q0(EF − E∗)]. (E.5)
37
Lampiran F
Penentuan Polarisasi Aksial
Persamaan
F Aµν(p, p + q) = 4(2pµpν + pµqν + pνqµ − p · qgµν − 2m2
egµν). (F.1)
dapat juga ditulis sebagai
F Aµν(p, p + q) = F V
µν(p, p + q) + gµνFA, dengan FA = −8m2e. (F.2)
dengan
Jika disubstitusi ke persamaan umum polarisasi maka dapat diperoleh
ΠImµν =
iπ2
(2π)4
∫ d4p
2EpEp+qδ(p0 − Ep)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q)
× θ(|p + q| − kF )[F Vµν(p, p + q) + gµνFA], (F.3)
yang secara umum dapat ditulis sebagai,
ΠImAµν (q) = ΠImV
µν (q) + gµνΠA, (F.4)
dengan
ΠA = − i
(2π)2
∫ d3p
8EpEp+qF A
µν θ(kF − |p|)θ(|p + q| − kF )δ(p0 + q0 − Ep+q),
=i
2π
∫d3p
EpEp+qm2
e δ(p0 + q0 − Ep+q)θ(kF − |p|)θ(|p + q| − kF ),
=i
2π
∫ |p|dE
Ep+q
m2e θ(kF − |p|)θ(|p + q| − kF )
Ep+q
|p||q| (F.5)
atau
ΠA =i
2π|q|m2e(EF − E∗).
38
Dengan demikian polarisasi aksial dapat ditulis dalam bentuk dari polarisasi lo-
ngitudinal dan transversal:
ΠImAL (q) = ΠImV
L (q) + gµνΠA = ΠImVL (q) + ΠA, (F.6)
ΠImAT (q) = ΠImV
T (q) + gµνΠA = ΠImVT (q) − ΠA. (F.7)
39
Lampiran G
Perhitungan Tensor NeutrinoInteraksi Lemah,Elektromagnetik dan Interferensi
G.1 Interaksi Lemah
Lµνν
(W) = Tr[(k/ + mν)γµ(1 + γ5)(k/′ + mν)γ
ν(1 + γ5)],
= Tr[(k/ + mν)γµ(k/′ + mν)γ
ν ] + Tr[(k/ + mν)γµγ5(k/′ + mν)γ
ν ]
+ Tr[(k/ + mν)γµ(k/′ + mν)γ
νγ5]
+ Tr[(k/ + mν)γµγ5(k/′ + mν)γ
νγ5]. (G.1)
dengan
γµ(k/′ + mν)γνγ5 = γµγ5(k/′ − mν)γ
ν ,
γµγ5(k/′ + mν)γνγ5 = γµγ5γ5(k/′ − mν)γ
ν = γµ(k/′ − mν)γν , (G.2)
maka
Lµνν
(W) = Tr[(k/ + mν)γµ(k/′ + mν)γ
ν ]
+ Tr[(k/ + mν)γµγ5(k/′ + mν)γ
ν ]
+ Tr[(k/ + mν)γµγ5(k/′ − mν)γ
ν ]
+ Tr[(k/ + mν)γµ(k/′ − mν)γ
ν ],
= 2Tr(γαγµγβγν)kα(kβ − qβ)
+ 2Tr(γαγµγβγνγ5)kα(kβ − qβ),
= 8[gαµgβν + gανgβν − gαβgµν + iεαµβν ](kαkβ − kαqβ). (G.3)
40
Sehingga diperoleh
Lµνν
(W) = 8[2kµkν − (kµqν + kνqµ) + gµν(k · q) − iεαµβνkαk′
β], (G.4)
G.2 Interaksi Elektromagnetik
Lµνν
(EM) = Tr
(k/ + mν)[
fmνγµ + g1νγ
µγ5 − (f2ν + ig2νγ5)
P µ
2me
]
× (k/′ + mν)[
fmνγν + g1νγ
νγ5 − (f2ν + ig2νγ5)
P ν
2me
]
, (G.5)
dengan cara yang sama akan diperoleh
Lµνν
(EM) = 4(f 2mν + g2
1ν)[2kµkν − (kµqν + kνqµ) + gµν(k · q)]
− 8ifmνg1νεαµβνkαk′
β
− f 22ν + g2
2ν
m2e
(k · q)[4kµkν − 2(kµqν + qµkν) + qµqν ]. (G.6)
G.3 Interferensi
Lµνν
(INT) = Tr
(k/ + mν)γµ(1 + γ5)(k/′ + mν)
×[
fmνγν + g1νγ
νγ5 − (f2ν + ig2νγ5)
P ν
2me
]
. (G.7)
dengan cara yang sama penyelesaian Tracenya adalah
Lµνν
(INT) = 4(fmν + g1ν)[2kµkν − (kµqν + kνqµ) + gµν(k · q) − iεαµβνkαk′
β]. (G.8)
41
Lampiran H
Perhitungan Kontraksi BagianVektor, Vektor-Aksial dan Aksial
H.1 Bagian Vektor
Telah diketahui suku-suku yang memberi kontribusi pada polarisasi yaitu
Π00, Π01, Π10, Π11, Π22, Π33,
dengan demikian kontraksinya adalah
Lµνν ΠImV
µν = L00Π00 + L01Π01 + L10Π10 + L11Π11 + L22Π22 + L33Π33
= L00Π00 + L11q20Π00 + 2L10Π10 + 2L22Π22,
= L00Π00 +q20
|q|2q20
|q|2 L00Π00 + 2q20
|q|2L00Π00 + 2L22Π22,
=
[
1 +q40
|q|4 + 2q20
|q|2]
L00Π00 + 2L22Π22,
= LLΠL + 2LT ΠT = − q2µ
|q|2L00ΠL + 2LT ΠT . (H.1)
Atau dapat ditulis juga sebagai
Lµνν ΠImV
µν = − q2µ
|q|2L00ΠL + 2LT ΠT dengan LT =L22 + L33
2. (H.2)
H.2 Bagian Vektor-Aksial
Untuk mencari bagian vektor-aksial dari polarisasi interaksi lemah, lihat kembali
persamaan ΠIm(V−A)µν = iεαµ0νqαΠV A pada lampiran E. Oleh karena
ΠIm(V−A)23 = iε23α0q
αΠV A (H.3)
42
ΠIm(V−A)32 = iε32α0q
αΠV A (H.4)
maka dapat dilihat bahwa ΠIm(V−A)23 = −Π
Im(V−A)32 . Sehingga kontraksinya
Lµνν ΠIm(V−A)
µν = L23ΠV−A23 + L32ΠV−A
32 = (L23 − L32)ΠV−A. (H.5)
H.3 Bagian Aksial
Selanjutnya, untuk menghitung Lµνν ΠImA
µν , harus dicari dulu bagian yang memberi
kontribusi:
Lµνν ΠImA
µν = L00Π00 + L01Π01 + L10Π10 + L11Π11 + L22Π22 + L33Π33 (H.6)
Dari persamaan
ΠImAµν (q) = ΠImV
µν (q) + gµνΠA (H.7)
dapat diperoleh
ΠImA00 = ΠImV
00 + g00ΠA = ΠV00 + ΠA,
ΠImA01 = ΠImV
01 + g01ΠA = ΠV01 − ΠA,
ΠImA10 = ΠImV
10 + g10ΠA = ΠV10,
ΠImA22 = ΠImV
22 + g22ΠA = ΠV22 − ΠA,
ΠImA33 = ΠImV
33 + g33ΠA = ΠV33 − ΠA.
Jika disubstitusi ke persamaan (H.6) akan diperoleh
Lµνν ΠImA
µν = Lµνν ΠImV
µν + 8q2µΠA. (H.8)
43
Lampiran I
Perhitungan Kontraksi InteraksiLemah
Total kontraksi untuk interaksi lemah, sebagai berikut
Lµνν ΠIm(W)
µν = C2V Lµν
ν ΠImVµν + 2CV CA Lµν
ν ΠIm(V−A)µν + C2
A Lµνν ΠImA
µν . (I.1)
I.1 Bagian Vektor
Telah diketahui persamaan
Lµνν ΠImV
µν = − q2µ
|q|2L00ΠL + 2LT ΠT , dengan LT =L22 + L33
2. (I.2)
Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino interaksi lemah, yaitu
Lµν(W)ν = 8[2kµkν − (kµqν + kνqµ) + gµν(k · q) − iεαµβνkαk′
β], (I.3)
maka untuk L00 diketahui sebagai
L00 = 8[2E(E − q0) + k · q] = 8
[
2E(E − q0) +q2µ
2
]
. (I.4)
Selanjutnya,
LT = 4[2(k2)2 − (k · q)] + 4[2(k3)2 − (k · q)],
= 8[(k2)2 + (k3)2 − (k · q)] = 8[|k|2 sin2 θ(cos2 ϕ + sin2 θ) − k · q],
= 8[|k|2 sin2 θ − k · q] = 8[|k|2(1 − cos2 θ) − k · q],
= 8
k2µ − k2
0 −(
2Eq0 − q2µ
2|q|
)2
− q2µ
2
= 8
0 − E2 −(
2Eq0 − q2µ
2|q|
)2
− q2µ
2
,
44
= −8
[
E2 +4E2q2
0
4|q|2 +q4µ
4|q|2 − 4Eq0q2µ
4|q|2 +q2µ
2
]
,
= −8q2µ
|q|2[
E2|q|2q2µ
+E2q2
0
q2µ
+q2µ
4− Eq0 +
|q|22
]
,
= −8q2µ
|q|2[
E2(q2µ − q2
0)
q2µ
+E2q2
0
q2µ
+(q2
0 + |q|2)4
− Eq0 +|q|22
]
,
= −8q2µ
|q|2[
E2 − Eq0 +q20
4+
|q|24
+|q|22
]
,
= −8q2µ
|q|2[
E2 − Eq0 +(q2
µ − |q|2)4
+|q|24
+|q|22
]
,
= −4q2µ
|q|2[
2E(E − q0) +q2µ
2+ |q|2
]
,
sehingga
2LT = −8q2µ
|q|2[
2E(E − q0) +q2µ
2+ |q|2
]
. (I.5)
Dengan demikian, kontraksi bagian vektor untuk interaksi lemah,
Lµνν ΠImV
µν = −8q2µ
|q|2[
2E(E − q0) +1
2q2µ
]
ΠL − 8q2µ
|q|2[
2E(E − q0) +1
2q2µ + |q|2
]
ΠT ,
= −8q2µ
[
2E(E − q0) + 12q2µ
]
|q|2 ΠL − 8q2µ
[
2E(E − q0) + 12q2µ
|q|2 +|q|2|q|2
]
ΠT ,
= −8q2µ
[
2E(E − q0) + 12q2µ
]
|q|2 (ΠL + ΠT ) − 8q2µΠT .
Sehingga diperoleh
Lµνν ΠImV
µν = −8q2µAW(ΠL + ΠT ) − 8q2
µΠT . (I.6)
I.2 Bagian Vektor-Aksial
Telah diketahui persamaan
Lµνν ΠIm(V−A)
µν = L23ΠV−A23 + L32ΠV−A
32 =(
L23 − L32)
ΠV−A23 . (I.7)
Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino untuk interaksi lemah akan
didapat
L23 = 8[2k2k3 − (k2q3 + k3q2) + g23(k · q) − iεα2β3kαk′
β],
= 8[2k2k3 − iεα2β3kαk′
β],
L32 = 8[2k3k2 − iεα3β2kαk′
β],
45
sehingga
Lµνν ΠIm(V−A)
µν = 8[
2k2k3 − iεα2β3kαk′
β − (2k3q2 − iεα3β2kαk′
β)]
ΠV−A23 ,
= 8[
−iεα2β3kαk′
β + iεα3β2kαk′
β
]
iεµνα0qαΠV A,
= 8εα2β3ε23α0kαk′
βqαΠV A − 8εα3β2ε23α0kαk′
βqαΠV A,
= −16ε23αβε23σρkαk′
βqσΠρV A
= −16(
gασgβ
ρ − gαρ gβ
σ
)
kαk′
βqσΠρV A,
= −16(
gασgβ
ρ kαk′
βqσΠρV A − gα
ρ gβσkαk′
βqσΠρV A
)
,
= −16(
kσqσk′
ρΠρV A − kρk
′
σqσΠρV A
)
,
= −16 [k · q (k0 − q0) − k0 (kσ − qσ) qσ] ΠV A
= 16[
q0k · q − Eq2µ
]
ΠV A,
= 16
[
q0
(
q2µ
2
)
− Eq2µ
]
ΠV A
= 8q2µ (q0 − 2E) ΠV A,
atau
Lµνν ΠIm(V−A)
µν = −8q2µ (2E − q0)ΠV A (I.8)
I.3 Bagian Aksial
Telah diketahui
Lµνν ΠImA
µν = Lµνν ΠImV
µν + 8q2µΠA. (I.9)
I.4 Total Kontraksi Interaksi Lemah
Subsitusi semua persamaan (I.6), (I.8), (I.9) ke persamaan (I.1) akan mengha-
silkan
Lµνν ΠIm
µν = C2V Lµν
ν ΠImVµν + 2CV CA
[
−8q2µ (2E − q0)ΠV A
]
+ C2A
(
Lµνν ΠImV
µν + 8q2µΠA
)
,
= (C2V + C2
A) Lµνν ΠImV
µν − 16q2µCV CA(2E − q0)ΠV A + 8q2
µC2AΠA,
=(
C2V + C2
A
) [
−8q2µAW(ΠL + ΠT ) − 8q2
µΠT
]
− 16q2µCV CA(2E − q0)ΠV A
46
+ 8q2µC2
AΠA,
= −8q2µAW
(
C2V + C2
A
)
(ΠL + ΠT ) − 8q2µ(C
2V + C2
A)ΠT
− 16q2µCV CA(2E − q0)ΠV A + 8q2
µC2AΠA,
= −8q2µAW(C2
V + C2A)(ΠL + ΠT ) − 8q2
µC2V ΠT − 8q2
µC2A(ΠT − ΠA)
− 16q2µCV CA(2E − q0)ΠV A
= −8q2µ[AW(C2
V + C2A)(ΠL + ΠT ) + C2
V ΠT + C2A(ΠT − ΠA)
+ 2CV CA(2E − q0)ΠV A].
Akhirnya diperoleh
Lµνν ΠIm(W)
µν = −8q2µ(AWR1 + R2 + BW R3), (I.10)
dengan
RW1 = (C2V + C2
A)(ΠL + ΠT ),
RW2 = C2V ΠT + C2
A(ΠT − ΠA),
RW3 = 2CV CAΠV A,
AW =2E(E − q0) + 1
2q2µ
|q|2 ,
BW = 2E − q0.
47
Lampiran J
Perhitungan Kontraksi InteraksiElektromagnetik
Telah diketahui bahwa kontraksi untuk interaksi elektromagnetik hanya terdiri
dari kontraksi bagian vektor, yaitu
Lµνν ΠImV
µν = − q2µ
|q|L00ΠL + 2LT ΠT dengan LT =
L22 + L33
2. (J.1)
Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino interaksi elektromagnetik,
maka akan diperoleh
L00 = 2aE2 − 2aEq0 +1
2aq2
µ − 2bE2q2µ + 2bEq0q
2µ − 1
2bq2
0q2µ, (J.2)
L22 = a
[
2|k|2 sin2 θ cos2 ϕ − q2µ
2
]
− bq2µ
2
(
4|k|2 sin2 θ cos2 ϕ)
, (J.3)
L33 = a
[
2|k|2 sin2 θ sin2 ϕ − q2µ
2
]
− bq2µ
2
(
4|k|2 sin2 θ sin2 ϕ)
. (J.4)
Jika persamaan (J.2), (J.3) dan (J.4) disubsitusi ke persamaan (K.2), maka
akan diperoleh
Lµνν ΠImV
µν =
(
−2aE2 q2µ
|q|2 + 2aEq0
q2µ
|q|2 − 1
2aq2
µ
q2µ
|q|2 + 2bE2q2µ
q2µ
|q|2
− 2bEq0q2µ
q2µ
|q|2 +1
2bq2
0q2µ
q2µ
|q|2)
ΠL,
=
(
2aE2 − 2aE2 q20
|q|2 + 2aEq0
q2µ
|q|2 − 1
2a
q4µ
|q|2 − aq2µ − 2bE2q2
µ
+ 2bE2q20
q2µ
|q|2 − 2bEq0q2µ
q2µ
|q|2 +1
2bq2
µ
q4µ
|q|2)
ΠT , (J.5)
48
atau
Lµνν ΠImV
µν =(
2aEq0 −1
2aq2
µ − 2bEq0q2µ
) q2µ
|q|2 (ΠL + ΠT )
+
(
2bE2 q2µ
|q|2 − 2aE2
|q|2)(
q2µΠL + q2
0ΠT
)
+1
2b
q4µ
|q|2(
q20ΠL + q2
µΠT
)
+(
2aE2 − aq2µ − 2bE2q2
µ
)
ΠT ,
= α (ΠL + ΠT ) + β[
q2µΠL +
(
q2µ + |q|2
)
ΠT
]
+ γ[
q20ΠL +
(
q20 − |q|2
)
ΠT
]
+ θΠT ,
= α(ΠL + ΠT ) + βq2µ(ΠL + ΠT ) + β|q|2ΠT + γq2
0(ΠL + ΠT )
− γ|q|2ΠT + θΠT ,
sehingga
Lµνν ΠImV
µν =(
α + βq2µ + γq2
0
)
(ΠL + ΠT ) +[
(β − γ)|q|2 + θ]
ΠT . (J.6)
dengan
α + βq2µ + γq2
0 =(
2aEq0 −1
2aq2
µ − 2bEq0q2µ
) q2µ
|q|2 +
+
(
2bE2 q2µ
|q|2 − 2aE2
|q|2)
q2µ +
1
2b
q4µ
|q|2 q20,
=(
2aEq0 −1
2aq2
µ − 2bEq0q2µ + 2bE2q2
µ − 2aE2 +1
2bq2
0q2µ
) q2µ
|q|2 ,
=[
2Eq0(a − bq2µ) + 2E2(bq2
µ − a) − 1
2q2µ(a − bq2
0)] q2
µ
|q|2 ,
=
2E(E − q0)(bq
2µ − a) − 1
2aq2
µ
[
a − b(q2µ + |q|2)
]
|q|2
q2µ,
=
[
2E(E − q0) + 12aq2
µ
|q|2]
(bq2µ − a) +
12q2µb|q|2|q|2
q2µ,
= AW(bq2µ − a)q2
µ +1
2bq4
µ. (J.7)
Sedangkan
(β − γ)|q|2 + θ =
[(
2bE2 q2µ
|q|2 − 2aE2
|q|2)
− 1
2b
q4µ
|q|2]
|q|2 +(
2aE2 − aq2µ − 2bE2q2
µ
)
,
49
= 2bE2q2µ − 2aE2 − 1
2bq4
µ + 2aE2 − aq2µ − 2bE2q2
µ,
= −1
2bq4
µ − aq2µ. (J.8)
Maka diperoleh
Lµνν ΠIm(EM)
µν = AEMR1 − BEMR2, (J.9)
dengan
REM1 = ΠL + ΠT ,
REM2 = ΠT ,
AEM =[
AW (bq2µ − a) +
1
2bq2
µ
]
q2µ,
BEM =[1
2bq2
µ + a]
q2µ,
a = 4(f 2mν + g2
1ν),
b =f 2
2ν + g22ν
m2e
.
50
Lampiran K
Penghitungan KontraksiInterferensi
Telah diketahui bahwa kontraksi untuk interferensi terdiri dari kontraksi bagian
vektor dan bagian vektor-aksial, yaitu
Lµνν ΠIm(INT)
µν = CV Lµνν ΠImV
µν + CA Lµνν ΠIm(V−A)
µν . (K.1)
K.1 Bagian Vektor
Untuk bagian vektor
Lµνν ΠImV
µν = − q2µ
|q|2L00ΠL + 2LT ΠT dengan LT =L22 + L33
2. (K.2)
Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino untuk interferensi didapat
L00 = 4(fmν + g1ν)[2k0k0 − (k0q0 + k0q0) + g00(k · q)],
= 4a
[
2E2 − 2Eq0 +q2µ
2
]
. (K.3)
L22 = 4a[2k2k2 − 2k2q2 − (−1)(k · q)],
= 4a
[
2|k|2 sin2 θ cos2 ϕ +q2µ
2
]
,
= 4a
[
|k|2 − |k|2 cos2 θ +q2µ
2
]
,
= 4a
[
E2 − E2 q20
|q|2 + Eq0
q2µ
|q|2 − 1
4
q4µ
|q|2 +q2µ
2
]
. (K.4)
51
Dengan demikian
Lµνν ΠImV
µν = −4aq2µ
|q|2[
2E(E − q0) +q2µ
2
]
(ΠL + ΠT )
− 4aq2µΠT . (K.5)
K.2 Bagian Vektor-Aksial
Untuk bagian vektor-aksial
Lµνν ΠIm(V−A)
µν =(
L23 − L32)
ΠV−A23 , (K.6)
dengan menggunakan tensor neutrino untuk interferensi akan diperoleh
L23 = 4a[2k2k3 − (k2q3 + k3q2) + g23(k · q) − iεα2β3kαk′
β],
= 4a[2k2k3 − iεα2β3kαk′
β],
L32 = 4a[2k3k2 − iεα3β2kαk′
β],
sehingga
Lµνν ΠIm(V−A)
µν = 4a[
2k2k3 − iεα2β3kαk′
β − (2k3k2 − iεα3β2kαk′
β)]
ΠV −A23 ,
= 4a[
−iεα2β3kαk′
β + iεα3β2kαk′
β
]
iεµνα0qαΠV A
= −8aε23αβε23σρkαk′
βqσΠσV A,
= −8a(
gασgβ
ρ − gαρ gβ
σ
)
k′
βqσΠσV A,
= −8a(
kσqσk′
ρΠσV A − kρk
′
σqσΠρ
V A
)
,
= −8a(
q0k · q − Eq2µ
)
ΠV A,
= 8a
[
q0
(
q2µ
2
)
− Eq2µ
]
ΠV A. (K.7)
Sehingga
Lµνν ΠIm(V−A)
µν = −4aq2µ(2E − q0)ΠV A. (K.8)
K.3 Total Kontraksi Interferensi
Dengan mensubstitusikan persamaan (K.5) dan (K.8) ke persamaan (K.1) dipe-
roleh
Lµνν ΠIm(INT)
µν = −4q2µa (AINT R1 + R2 + BINT R3) , (K.9)
52
dengan
RINT1 = CV (ΠL + ΠT ),
RINT2 = CV ΠT ,
RINT3 = CAΠV A,
AINT = AW =2E(E − q0) + 1
2q2µ
|q|2 ,
BINT = BW = 2E − q0,
a = fmν + g1ν .
53
Daftar Acuan
[1] http://wwwlapp.in2p3.fr/neutrinos/anhistory.html (1999).
[2] C.J. Horowitz and K. Wehrberger, Phys. Rev. Lett. 66, 272 (1991).
[3] D.Z. Freedman, D.N. Schramm, and D.L Tubbs, Ann. rev. Nucl. Sci. 2 7,
167 (1997).
[4] A. Burrows and J.M. Latimer. Astrophys. J307, 178 (1986).
[5] S.W. Bruenn, Astrophys. J. Suppl. Ser. 58, 771 (1985).
[6] E.S. Myra and S.A. Bludman, Astrophysics. J340, 384 (1989).
[7] C.J Horowitz and K. Wehrberger, Phys. Lett. B226, 236 (1992).
[8] C.J Horowitz and K. Wehrberger, Nucl. Phys. A531, 665 (1991).
[9] S. Reddy, M. Prakash, J.M. Lattimer, Phys. Rev. D58, 13009 (1998).
[10] S. Reddy, M. Prakash, J.M. Lattimer, J.A. Pons, Phys. Rev. C59, 2888
(1999).
[11] R. Niembro, P. Bernados, M. Lopez-Quele, S. Marcos, Phys. Rev. C64,
055802 (2001).
[12] P. Vogel and J. Engel, Phys. Rev. D39, 3378 (1989).
[13] W.J. Marciano and Z. Parsa, Annu. Rev. Nucl. Part. Sci. 36, 171 (1986).
[14] A.M. Mourao, J. Pulido, J.P. Ralston, Phys. Lett. B 285, 364 (1992).
[15] R.C. Allen, et. Al. Phys. Rev. D43, 1 (1991).
54
[16] J.N. Bahcall and H. Bethe, Phys. Rev. Lett. 65, 2233 (1990).
[17] L. Wolfenstein, Phys. Rev. D17, 2369 (1978); L. Wolfstein, Phys. Rev. D20,
2365 (1979).
[18] B.K. Kerimov, M. Ya Safin and H. Nazih, Izvestiya Akademi Nauk USSR.
Fiz. 52, 136 (1998).
[19] F. Halzen, A.D. Martin, Quarks and Leptons; an Introductory Course in
Modern Particle Physics (John Wiley, New York, 1984).
[20] S.A. Chin, Ann. Phys. (N.Y.) 108, 301 (1977).
[21] K. Lim and C.J. Horowitz, Nucl. Phys. A501, 729 (1989).
[22] M. Prakash, J.M. Lattimer, R.F. Sawyer and R.R. Volkas, Astro-ph/0103095
v1 (2001).
[23] H. Kim, J. Piekarewicz, C.J. Horowitz, nucl-th/9412017 v1 (1994).
[24] Enrico Nardi,in Particles and Field hep-ph/0212266 v1, (2002).
[25] M.B. Voloshin, M.I. Vysotskii, and L.B. Okun, Zh, Eksp. Teor. Fiz. 91, 754
(1986) [Sov. Phys. JETP 64, 446 (1986)].
[26] G.’t Hooft, Physics Letter, Vol. 37B, No.2 (1971).
[27] H.P. Simanjuntak and A. Sulaksono, Mod. Phys. Lett. 9A, 2179 (1994); A.
Sulaksono and H.P. Simanjuntak, Solar Physics, 151, 205 (1994).
[28] J. Morgan, Phys. Lett. B102, 247 (1981); M. Fukugita and S. Yazaki, Phys.
Re. D36, 3817 (1987).
[29] J. Bernstein et al. Phys. Rev. 132, 1227 (1963); P. Sutherland et al. Phys.
Rev. D37, 3817 (1987).
[30] J.M. Lattimer and J. Cooperstein, Phys. Rev. Lett. 61, 23 (1988).
[31] R. Barbieri and R.N. Mohapatra, Phys. Rev. Lett. 61, 27 (1988).
[32] D. Notzold, Phys. Rev. D38, 1658 (1988).
55