Download - 08. Eksaminasi Publik Putusan Kasus Tempo
Eksaminasi
EKSAMINASI PUBLIK PUTUSAN KASUS TEMPO
MaPPI FHUI dan Eksaminator
HASIL EKSAMINASI
MAJELIS EKSAMINASI
Terhadap
Berita Acara Pemeriksaan dengan Tersangka Hidayat Lukman alias
Teddy Uban
Berita Acara Pemeriksaan dengan Tersangka David Tjioe
Surat Tuntutan
Reg. Perkara No. P-162/JKTPS/03/2003
Surat Tuntutan
Reg. Perkara No. P-139/JKTPS/03/2003
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.521/PID.B/2003/PN.JKT.PST
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.522/PID.B/2003/PN.JKT.PST
Perkara Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Untuk Bertindak
dengan Terdakwa Hidayat Luman alias Teddy Uban dan
Terdakwa David Tjioe
Pendahuluan
Eksaminasi terhadap putusan perkara Kejahatan Terhadap
kemerdekaan Untuk Bertindak Dengan Terdakwa Hidayat Luman alias
teddy Uban dan Terdakwa David Tjioe, atau yang lebih dikenal
sebagai Eksaminasi Kasus Majalah Tempo, dilakukan dengan tujuan
apakah proses persidangan kasus tersebut serta pertimbangan
hukum yang digunakan sudah sesuai dengan penerapan hukum yang
berlaku atau belum. Tujuan lainnya adalah melakukan analisis
terhadap efektifitas penerapan undang-undang pers berkaitan
www.pemantauperadilan.com 1
Eksaminasi
dengan perlindungan bagi insan pers dalam rangka kebebasan
memberikan informasi, serta mendorong partisipasi publik untuk lebih
kritis terhadap suatu perkara populis yang mencerminkan
ketidakpasrian hukum.
Adapun Majelis Eksaminasi tersebut terdiri dari beberapa unsur
yaitu, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi,
mantan jaksa dan pengacara, yang diharapkan mempunyai posisi
obyektif, tidak memihak dengan kasus yang akan dieksaminasi dan
tidak mempunyai kepentingan, atau hubungan atau keterkaitan
langsung atau tidak langsung dengan kasus yang akan dieksaminasi,
yaitu antara lain Y. Day, S.H.; Antonius Sudjata, S.H.; DR. Rudy Satriyo
Mukantardjo, S.H., M.H.; Prio Trisnoprasetio, S.H; dan Hidayat Achyar,
S.H..
A. PENGANTAR
Merujuk pada apa yang telah dituliskan oleh Kompas Cyber
pada Media tanggal 11 Juli 2003, terbukti melakukan tindak pidana
penganiayaan terhadap Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Bambang
Harymurti dan wartawan Majalah Tempo, Ahmad Taufik, terdakwa
Hidayat Lukman alias Teddy dihukum lima bulan penjara dengan
masa percobaan 10 bulan. Sebaliknya, dalam perkara yang sama,
majelis hakim yang dipimpin Sunarjo membebaskan terdakwa David
Tjioe yang merujuk pada berkas tuntutan juga melakukan tindak
pidana penganiayaan terhadap Pemimpin Redaksi Majalah yang
sama, dengan alasan dakwaan jaksa terhadap David tidak terbukti.
Kepala Satuan Reserse Polres Jakarta Pusat Komisaris Angesta R
Yoyol di Jakarta, mengakui, David memang disangka dan pada proses
persidangan yang berlangsung didakwakan telah melanggar
ketentuan Pasal 335 KUHP dengan ancaman hukuman satu tahun
penjara. Demikian putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Sunarjo. Namun,
www.pemantauperadilan.com 2
Eksaminasi
selayaknya telah khalayak umum ketahui, bahwa Putusan terhadap
Teddy dan David dibacakan dalam sidang yang terpisah.
Akan tetapi, dalam Pasal 21 KUHAP butir b Ayat (4) tercantum
pasal-pasal khusus di KUHP yang memungkinkan pelanggar pasal
tersebut bisa langsung ditahan walaupun ancaman hukumannya
kurang dari lima tahun. Di antara pasal-pasal KUHP yang memberikan
perlakuan khusus berupa penahanan tersebut salah satunya adalah
ketentuan Pasal 335 Ayat (1) KUHP.
Kasus pidana ini merebak kepermukaan karena dipicu dengan
adanya pemberitaan dalam majalah Tempo edisi 3-9 Maret 2003 yang
pada halaman 30-31 terdapat pemberitaan yang berjudul “Ada Tomy
di Tanahabang?” Kedua terdakwa kemudian pada tanggal 8 Maret
2003 kedua terdakwa dengan rombongannya mendatangi kantor
majalah tempo hendak menuntut klarifikasi dan akhirnya berujung
pada suatu peristwa yang disangkakan kepada mereka sebagai suatu
tindak pidana.
Berbagai tanggapan muncul dan mengemuka yang melansir
kecurigaan bahwa polisi sengaja memberikan celah hukum bagi
tersangka David untuk dapat lolos dari hukuman. Sudah barang tentu
tidak cuma hal tersebut saja yang merupakan pertentangan,
melainkan masih banyak isu lainnya yang juga hangat dan diangkat
oleh rekan-rekan wartawan sebagai tajuk yang memiliki magnet bagi
para pembacanya untuk tetap setia mengikuti perkembangan kasus
tersebut. Hal ini juga yang mengakibatkan berangnya pihak
Kepolisian dikarenakan mass media telah menjalankan upaya-upaya
untuk membentuk opini rakyat. Sehingga cara-cara yang sedemikian
rupa dipandang telah mengganggu kinerja Kepolisian dan aparat
penegak hukum lainnya dalam melakukan proses terhadap kasus
perkara Tempo.
Vonis lima bulan dengan masa percobaan 10 bulan terhadap
Teddy tidak jauh berbeda dengan tuntutan yang diajukan Jaksa
Penuntut Umum M Manik. Teddy dituntut pidana enam bulan dengan
www.pemantauperadilan.com 3
Eksaminasi
masa percobaan sembilan bulan. Sedangkan, vonis bebas terhadap
David, sama dengan tuntutan yang diajukan JPU Ramdhanu. Seperti
diberitakan, kedua terdakwa diajukan ke pengadilan karena dituduh
menganiaya Bambang Harymurti dan Ahmad Taufik. Akibat
perbuatan itu, kedua terdakwa didakwa melakukan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP. Dalam perkara David,
majelis hakim menyatakan, David tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana berupa kekerasan dan
perbuatan tidak menyenangkan terhadap Bambang Harymurti.
Hakim menilai, tidak ada tindak kekerasan seperti yang
dituduhkan kepada David. Karena itu, majelis hakim membebaskan
terdakwa David, dan menyatakan agar nama baik David
direhabilitasi. Menanggapi vonis bebas itu, Kepala Pusat Penerangan
Kejagung Antasari Azhar menyatakan, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat
akan melakukan pemeriksaan (eksaminasi) terhadap JPU Ramdhanu
yang telah menuntut bebas terdakwa David. Eksaminasi untuk
meminta pertanggungjawaban terhadap Ramdhanu akan dilakukan
kejaksaan menyusul munculnya sorotan sejumlah pihak atas tuntutan
bebas David. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta pun
mengeluarkan pernyataan sikap bahwa "alat-alat keadilan" di
Indonesia sulit dipercaya. AJI Jakarta mendesak proses peradilan
diulang secara keseluruhan, agar tidak ada tuntutan bebas yang
dilakukan JPU.
Uraian di atas juga merupakan tanggapan dan respon yang
timbul seputar kasus Tempo, yang dikutip dan diangkat oleh Kompas
Cyber Media sebagai corong penyebarluasan informasi. Namun,
terlepas dari berbagai isu yang berkembang di masyarakat, maka
kami mencoba untuk melakukan penelaahan ekslusif dalam tatanan
legal teoritis.
Mengingat terdapat beberapa perkara pidana yang tengah
dalam proses persidangan, maka berdasarkan kesepakatan dengan
penyelenggara eksaminasi kasus, yaitu dalam hal ini Masyarakat
www.pemantauperadilan.com 4
Eksaminasi
Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI), dan dengan memperhatikan
kesepakatan dengan para Majelis Eksaminasi lainnya, maka kasus
pidana yang akan di eksaminasi terbatas pada Berita Acara
Pemeriksaan Penyidikan, Surat Tuntutan dan Putusan terhadap
terdakwa Hidayat Lukman alias Teddy Uban dan David Tjioe.
B. FAKTA DALAM PERADILAN
1. Berita Acara Pemeriksaan[1]
Bahwa berdasarkan BAP, penyidik menyimpulkan tersangka
dapat dituntut Pasal 335 Ayat (1) Subsider 352 KUHP, dengan analisis
sebagai berikut:
a) Unsur-unsur Pasal 335 (1) KUHP:
- Barangsiapa, adalah tersangka Hidayat Lukman alias Teddy
Uban dalam keadaan sehat jasmani dan rohani dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
- Dengan melawan hak memaksa orang lain supaya
melakukan, tiada melakukan atau membiarkan barang
sesuatu apa dengan kekerasan, dengan suatu perbuatan
lain ataupun dengan ancaman kekerasan, ancaman
dengan sesuatu perbuatan lain, ataupun dengan
ancaman perbuatan yang tak menyenangkan, akan
melakukan itu, baik terhadap orang itu maupun
terhadap orang lain, adalah perbuatan tersangka dengan
ancaman kekerasan maupun dengan perbuatan yang tidak
menyenangkan, bahkan berakhir dengan kekerasan dengan
melempar korban Ahmad Taufik dengan kotak tisu yang terbuat
dari kayu sehingga mengakibatkan saksi Abdul Manan
menderita luka di hidung lecet, memaksa korban Ahmad taufik
untuk menyebutkan sumber berita atas tulisan di majalah
Tempo edisi 3 – 9 Maret 2003 halaman 30 – 31 yang berjudul
“Ada Tomy di Tenabang?”.
www.pemantauperadilan.com 5
Eksaminasi
b) Unsur-unsur Pasal 352 KUHP:
- Barangsiapa, adalah tersangka Hidayat Lukman alias Teddy
Uban dalam keadaan sehat jasmani dan rohani dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
- Dengan sengaja menyebabkan perasaan tidak enak, rasa
sakit atau luka, yang tidak menjadikan sakit atau
halangan melakukan jabatan atau pekerjaan, bahwa
tersangka telah melempar korban Ahmad Taufik dengan kotak
tisu yang terbuat dari kayu, kemudian ditangkis dengan tangan
oleh korban Ahmad Taufik dan mengenai saksi Abdul Manan
yang mengakibatkan luka lecet dan berdarah, namun
perbuatan tersangka tersebut tidak menjadikan korban sakit
atau halangan melakukan jabatan atau pekerjaannya.
Analisa Yuridis
Bahwa berdasarkan BAP, penyidik menyimpulkan tersangka
dapat dituntut sesuai dengan bunyi Pasal 335 Ayat (1) KUHP yang
uraiannya sebagai berikut:
- Barangsiapa, yaitu tersangka David Tjioe.
- Dengan melawan hak memaksa orang lain untuk
melakukan sesuatu dengan kekerasan, bahwa tersangka
memaksa saksi Bambang Harymurti untuk memberikan sumber
berita di Majalah Tempo edisi 3 – 9 Maret 2003 halaman 30 – 31
yang berjudul “Ada Tomy di Tenabang?”.
- Dengan perbuatan yang tidak menyenangkan, dengan
perbuatan tersangka mendorong saksi Bambang Harymurti saat
mereka berjalan ke ruang Kasat Serse, kemudian menonjok perut
dan memegang kepala saksi Bambang Harymurti jelas merupakan
perbuatan yang tidak menyenangkan.
- Dengan Ancaman Kekerasan, yaitu perbuatan tersangka
supaya saksi Bambang Harymurti memberikan sumber berita dan
www.pemantauperadilan.com 6
Eksaminasi
karena saksi tidak mau tersangka mendorong, kemudian menonjok
perut dan memegang kepala serta menendang kaki saksi
Bambang Harymurti.
- Terhadap orang itu sendiri maupun terhadap orang lain,
yaitu terhadap saksi Bambang Harymurti.
2. Surat Dakwaan[2]
Hidayat Lukman alias Teddy Uban dan David Tjioe adalah salah
satu dari pengunjuk rasa yang mendatangi Kantor Tempo yang
terletak di Jl. Proklamasi No. 72, Menteng, Jakarta Pusat. Adapun
tujuan dari unjuk rasa tersebut adalah untuk mengetahui sumber
berita dari sebuah artikel yang dimuat di Majalah Tempo. Setelah
mendatangi Kantor Tempo, klarifikasi tersebut kemudian berlanjut
sampai di Kantor Polres Metro Jakarta Pusat. Untuk peristiwa inilah
kedua terdakwa didakwa perbuatan tidak menyenangkan.
a. Dakwaan Terhadap Terdakwa Hidayat Lukman alias Teddy
Hidayat Lukman alias Teddy (Terdakwa) didakwa melakukan
tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan, yang dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
Pada hari Sabtu tanggal 8 Maret 2003 sekitar pukul 11.00 WIB
telah terjadi unjuk rasa di Kantor Majalah Tempo yang terletak di
Jl. Proklamasi No. 72, Menteng, Jakarta Pusat. Unjuk rasa
tersebut dilakukan oleh sekelompok massa untuk memprotes
pemberitaan di majalah Tempo edisi 3-9 Maret 2003 pada
halaman 30-31 yang berjudul “Ada Tomy di Tenabang”.
Terdakwa Teddy merupakan salah satu dari pengunjuk rasa yang
mendatangi Kantor Tempo tersebut bersama-sama David A.
Miaow dan beberapa orang lainnya. Kedatangan Teddy bersama
teman-temannya diterima Ahmad Taufik di pintu pagar masuk
halaman kantor, kemudian Ahmad menerima kepada para
www.pemantauperadilan.com 7
Eksaminasi
pendemo atau pengunjuk rasa dengan ditemani oleh aparat polisi
untuk berdialog di ruang rapat kantor Majalah Tempo.
Di dalam ruang rapat tersebut Teddy menanyakan kepada
Ahmad Taufik tentang pemberitaan Majalah Tempo edisi 3-9
Maret 2003 pada halaman 30-31 yang berjudul “Ada Tomy di
Tenabang” seperti yang telah disebutkan di atas dan memaksa
kepada Ahmad untuk menyebutkan sumber beritanya dari mana
dan siapa orangnya agar dihadirkan segera. Pertanyaan Teddy
tersebut dijawab oleh Ahmad bahwa ia telah menerima somasi
atau surat peringatan dari Pengacara Tomy Winata bersama
Desmon J. Mahesa, selain itu Ahmad menyatakan bahwa ia tidak
mau menyebutkan sumber berita dan siapa orangnya. Hal ini
menyebabkan Teddy tidak puas lalu berdiri sambil mengucapkan
kata-kata kepada Ahmad “dasar wartawan! Paling UUD yang
dimaksudkan ujung-ujungnya duit, habis lu nulis nemuin boss
gua minta duit”. Ahmad bereaksi dan mengatakan bahwa apa
yang diucapkan Teddy adalah suatu penghinaan, mendengar hal
ini Teddy langsung mengambil kotak tissue terbuat dari kayu
yang berada di atas meja dan dilemparkan ke arah Ahmad Taufik
namun dapat ditangkis oleh Ahmad dan kotak tissue itu berubah
arah mengenai Abdul Manan yang duduk di samping Ahmad
Taufik dan menyebabkan Abdul Manan mengalami luka lecet dan
berdarah di bagian ujung hidung atas dan kacamata yang
dipakainya pecah.
Atas fakta yang tersebut diatas maka oleh Jaksa Penuntut
Umum Drs. M. Manik, S.H., terdakwa didakwa dengan dakwaan
tunggal, Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
www.pemantauperadilan.com 8
Eksaminasi
barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain
supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan
sesuatu, dengan kekerasan, dengan suatu perbuatan lain
atau dengan perlakuan yang tak menyenangkan, atau
dengan ancaman kekerasan, dengan ancaman perbuatan
lain atau dengan ancaman perlakuan yang tak
menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun
orang lain.
b. Dakwaan Terhadap Terdakwa David Tjioe
David Tjioe (Terdakwa) didakwa melakukan tindak pidana
perbuatan tidak menyenangkan, yang dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
Pada hari Sabtu tanggal 8 Maret 2003 sekitar pukul 12.30 WIB
bertempat di Kantor Polres Metro Jakarta Pusat Jl. Kramat Raya
No. 61 Jakarta Pusat, terdakwa memaksa meminta kepada saksi
Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, untuk
menyebut sumber berita dalam Majalah Tempo edisi 3-9 Maret
2003 halaman 30-31 dengan judul “Ada Tomy di Tenabang?”
yang ditulis oleh saksi Ahmad Taufik.
Atas permintaan terdakwa tersebut, saksi Bambang Harymurti
tidak bersedia menyebutkan sumber berita sebagaimana yang
diminta oleh terdakwa. Selanjutnya oleh karena saksi tidak mau
mengikuti permintaan terdakwa, kemudian terdakwa dengan
mempergunakan tangannya memukul perut saksi Bambang
Harymurti yang sedang duduk di kursi sofa, sebanyak 1 (satu)
kali dan terdakwa menendang kaki saksi Bambang Harymurti
dengan mempergunakan tangan sebanyak 3 (tiga) kali dan
mendorong saksi Bambang Harymurti sehingga mengakibatkan
kacamata saksi terlepas/jatuh, namun demikian saksi Bambang
www.pemantauperadilan.com 9
Eksaminasi
Harymurti tetap tidak mau menyebutkan sumber berita yang
diminta oleh terdakwa.
Atas fakta yang tersebut diatas maka oleh Jaksa Penuntut
Umum Ramdhanu Dwiyantoro, S.H., terdakwa didakwa dengan
dakwaan tunggal, Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP.
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
a. Terhadap Terdakwa Hidayat Lukman alias Teddy
Jaksa Penuntut Umum Drs M. Manik, S.H.; Payaman, S.H.,
M.Hum. dan Mujiono, S.H., dalam tuntutan pidana dengan Nomor
Registrasi Perkara No: P-462/JKTPS/03/2003, menuntut terdakwa
Hidayat Lukman alias Teddy supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini
memutuskan:
1) Menyatakan terdakwa Hidayat Lukman alias teddy terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
tidak menyenangkan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal
335 Ayat (1) ke-1 KUHP.
2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hidayat Lukman al.
Teddy dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dengan
masa percobaan 9 (sembilan) bulan.
3) Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) buah kotak tisu
terbuat dari kayu dikembalikan pada kantor Majalah Tempo cq
saksi Ahmad Taufik.
4) Menetapkan supaya terdakwa Hidayat Lukman al. Teddy
dibebani membayar perkara sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah)
b. Terhadap Terdakwa David Tjioe
Jaksa Penuntut Umum Ramdhanu Dwiyantoro, S.H., dalam
tuntutan pidana dengan Nomor Registrasi Perkara No:
P-139/JKTPS/03/2003, menuntut terdakwa David Tjioe supaya Majelis
www.pemantauperadilan.com 10
Eksaminasi
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan
mengadili perkara ini memutuskan:
1) Perbuatan Terdakwa DAVID TJIOE tidak terbukti bersalah
secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan,
tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan memakai
kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan,
sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain
sebagaimana diatur dalam Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
2) Membebaskan terdakwa DAVID TJIOE dari tuntutan
pidana.
3) Menyatakan barang bukti:
4) Majalah Tempo edisi 3-9 Maret 2003 terlampir dalam
berkas perkara
5) Menetapkan membebankan biaya perkara kepada negara.
4. Putusan Pengadilan Negeri
a. Terhadap Terdakwa Hidayat Lukman alias Teddy
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Putusan No.
521/Pid.B/2003/PN.JKT.PST tanggal 9 Juli 2003) yang dipimpin oleh
Sunarjo, S.H., M.Hum dengan anggota Majelis hakim yang terdiri dari
Ridwan Masyur, S.H., H. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., menyatakan
Hidayat Lukman alias Teddy dinyatakan terbukti bersalah melanggar
Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP dan divonis penjara selama 5 bulan
serta masa percobaan selama 10 bulan.
b. Terhadap Terdakwa David Tjioe
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Putusan No.
522/Pid.B/2002/PN.JKT.PST tanggal 9 Juli 2003) yang dipimpin oleh
Sunarjo, S.H., M.Hum dengan anggota Majelis hakim yang terdiri dari
Ridwan Masyur, S.H., H. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., menyatakan
www.pemantauperadilan.com 11
Eksaminasi
terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana sebagaimana didakwakan Penuntut Umum. Majelis Hakim
membebaskan (vrijspraak) terdakwa dari dakwaan serta memulihkan
hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya.
Analisis terhadap kasus ini disusun dan dianalisa berdasarkan
Berita Acara Pemeriksaan Penyidikan, Tuntutan, Putusan Pengadilan
Negeri No.521/Pid.B/2003/PN.JKT.PST terhadap terdakwa Hidayat
Lukman alias Teddy Uban dan Berita Acara Pemeriksaan Penyidikan,
Tuntutan, Putusan Pengadilan Negeri No.522/Pid.B/2003/PN.JKT.PST
terhadap terdakwa David Tjioe, dan dengan demikian dapat dibagi
dalam beberapa bagian yang menurut kami merupakan hal yang
signifikan namun sederhana, tetapi tetap menarik untuk dibahas
bersama berkenaan dengan hal-hal yang sebelumnya turut dimuat
dalam gugatan maupun putusan-putusan perkara tersebut, yaitu:
C. ANALISIS TERHADAP SURAT DAKWAAN DAN TUNTUTAN
Secara umum dapat dikatakan bahwa peristiwa dan perbuatan
yang dilakukan oleh para terdakwa tersebut ada diantaranya yang
dilakukan dalam lokasi yang sama dan ada pula yang terjadi secara
terpisah, dimana terdakwa yang satu dengan terdakwa yang lain
tidak saling mengetahui peristiwa yang terjadi secara akurat. Namun
demikian, berdasarkan dokumen yang ada menunjukkan bahwa
adanya ancaman dan tindakan kekerasan yang berawal dan
mengambil tempat pada peristiwa unjuk rasa di depan kantor majalah
Tempo, yang kemudian tindak kekerasan tersebut juga dilakukan
ditempat lainnya. Hal yang menarik adalah tidak terdapat kerusakan
pada kantor majalah tempo atau setidaknya massa pengunjuk rasa
tidak melakukan perusakan yang sangat serius.
Dari kedua putusan tersebut di atas salah satu hal yang
menarik adalah dalam putusan No.522/Pid.B/2003/PN.JKT.PST secara
www.pemantauperadilan.com 12
Eksaminasi
tegas-tegas dinyatakan bahwa antara perkara terdakwa David Tjioe
dengan perkara terdakwa Hidayat Lukman alias Tedy Uban
perkaranya satu sama lain dipisah (splitsing) namun diperiksa oleh
Majelis yang sama. Tetapi tidak disebutkan alasan yang sifatnya
spesifik tentang mengapa dilakukannya proses pemisahan dimaksud.
Asumsi-asumsi yang dapat diangkat adalah dikarenakan peristiwa
yang didakwakan tersebut terjadi pada lokasi yang berbeda dan
berdasarkan keterangan para saksi juga menunjukkan bahwa waktu
kejadiannya pun turut berbeda. Atau terbuka kemungkinan karena
alasan psikologis atau sosiologis yang juga melatarbelakangi
peristiwa dimaksud.
Analisis ini tidak membahas Putusan Pengadilan Negeri
No.521/Pid.B/2003/PN.JKT.PST terhadap terdakwa Hidayat Lukman
alias Teddy secara spesifik, karena pada prinsipnya telah diputus
bahwa terdakwa bersalah, melainkan hanya sebagai perbandingan
dan pembahasannya juga lebih global, dengan menelaah substansi
teoritis dari ketentuan Pasal 335 ayat (1).
1. Kelemahan Surat Dakwaan
Penggunaan Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP
Pasal 335 ayat (1) KUHP merupakan pasal sapu jagat yang
dapat dipergunakan oleh siapapun juga yang manifestasinya adalah
tindak pemaksaan/kekerasan, dengan suatu perbuatan lain atau
dengan perlakuan yang tak menyenangkan. Yang cukup menyerap
perhatian adalah terhadap ketentuan Pasal 335 ayat (1) KUHP ini
dapat saja dilakukan oleh siapapun juga yang memperoleh perlakuan
yang tidak menyenangkan. Keunikan dari dakwaan kedua kasus ini
adalah ketentuan pasal tersebut berdiri sendiri dan tidak
menggantung pada dakwaan lainnya. Meskipun, hal ini merupakan
sesuatu hal yang tidak jarang terjadi, tetapi pada umumnya pasal ini
merupakan pasal ikutan. Semisal pada kasus pencurian, perkosaan,
penganiayaan atau bahkan pembunuhan, yang tujuannya adalah
www.pemantauperadilan.com 13
Eksaminasi
untuk dapat menjerat dari pelaku tindak pidana dan oleh karenanya
yang bersangkutan tidak dapat mangkir. Dampak yang timbul dari
penggunaan perjenjangan dakwaan tersebut adalah terjadinya
akumulasi hukuman yang akan dijatuhkan terhadap si terdakwa.
Menurut hemat kami perlu untuk kembali pada tatanan teoritis
maupun contoh-contoh kasus yang sederhana dan mudah dipahami
dalam rangka melakukan pendekatan terhadap kasus ini. Yang harus
dibuktikan dalam pasal ini ialah:
a. bahwa ada seseorang yang dengan
melawan hak dipaksa untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan
sesuatu atau membiarkan sesuatu;
b. paksaan dilakukan dengan memakai
kekerasan, suatu perbuatan lain atau ancaman kekerasan,
ancaman perbuatan lain, atau ancaman perbuatan yang tidak
menyenangkan, baik terhadap orang itu maupun tehadap orang
lain.
Sejalan dengan adanya upaya untuk mengorek keterangan
tentang wartawan peliput dan sumber berita dimaksud yang datang
dari kelompok pengunjuk rasa, yang ditambah dengan semakin
meruncingnya suasana, ketika pihak majalah Tempo tidak merespon
sebagaimana yang diharapkan oleh para perwakilan dan terdakwa
dari kelompok pengunjuk rasa dimaksud. Menurut hemat kami
apabila memang benar apa yang disangkakan kepada terdakwa, yaitu
atas peristiwa pemukulan dan tindak kekerasan maupun perbuatan
tidak menyenangkan lainnya adalah sesuatu hal yang benar-benar
terjadi, maka sudah barang tentu tindakan serupa tersebut
merupakan suatu hal yang relevan untuk didakwakan terhadap diri
terdakwa.
Prinsip kebebasan pers merupakan perisai yang dipegang teguh
dan dipergunakan sebagai pertahanan pers (yang bertanggung
jawab) dalam menjalankan kapasitas profesionalisme kinerjanya.
www.pemantauperadilan.com 14
Eksaminasi
Kerahasiaan sumber berita tersebut secara umum diberikan sebagai
suatu hak istimewa dan perlindungan bagi mereka. Tidak jarang
untuk memperoleh suatu berita didalamnya terdapat faktor
terancamnya keselamatan dan jiwa seseorang, atau lain sebagainya.
Menurut kacamata hukum tindak kekerasan yang terjadi memangnya
dapat didakwakan Pasal 335 ayat (1) dimaksud. Tindakan tersebut
secara teoritis tidak temasuk sebagai suatu perbuatan yang jelas-
jelas dikecualikan sebagai tindak pidana. Tetapi, biasanya Jaksa
Penuntut Umum sangat jeli dalam berupaya menjerat pelaku suatu
tindak pidana dengan tidak hanya mencantumkan satu pasal mandiri,
yang apalagi terkenal sebagai pasal sapu jagat.
Menurut kami, berdasarkan fakta-fakta dari keterangan saksi
yang kami temukan baik dalam BAP Penyeidikan maupun pada
berkas-berkas persidangan menunjukan adanya indikasi-indikasi
tindak pidana lain. Kami katakan sebagai indikasi karena masih
banyak hal-hal yang seharusnya dapat digali lebih dalam oleh
penyidik Seandainya hal ini dapat dielaborasi lebih lanjut maka dapat
memberikan akibat hukum yang berbeda. Adapun dari indikasi-
indikasi tersebut apabila dikaji secara ilmiah yaitu dikaitkan dengan
pasal-pasal lain dalam KUHP, maka perbuatan Hidayat Lukman alias
Teddy Uban dan David Tjioe juga dapat dikenakan pasal-pasal
berikut:
Pasal 170 ayat (1) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
Pasal 335 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64
KUHP
Pasal 352 ayat (1) KUHP
2. Tuntutan
Keterangan Saksi
Keterangan saksi adalah alat bukti yang pertama disebutkan
dalam pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(“KUHAP”), dimana dari keterangan-keterangan yang diberikan oleh
www.pemantauperadilan.com 15
Eksaminasi
para saksi yang diajukan ke hadapan persidangan nantinya akan
menjadi penilaian bagi Majelis Hakim terhadap putusan yang akan
dijatuhkan kepada diri si terdakwa. Terlepas dari kualifikasi-kualifikasi
yang mengatur tentang saksi, kami condong untuk mengangkat
secara teoritis mengenai adanya keterangan saksi yang sangat
kontradiksi, baik yang diberikan oleh saksi korban maupun saksi
lainnya yang berasal dari satuan Kepolisian.
Sebelum didengar kesaksiannya para saksi yang oleh undang-
undang tidak dikecualikan untuk disumpah, tunduk pada ketentuan
Pasal 265 ayat (3) HIR dan Pasal 160 ayat (3) KUHAP, dimana
sebelum didengar keterangannya, harus disumpah terlebih dahulu
menurut cara yang ditetapkan oleh agama masing-masing, bahwa
mereka akan memberikan keterangan yang mengandung kebenaran
dan tidak lain dari kebenaran.
Dalam kasus-kasus yang terbuka peluang terjadinya
penyampaian kesaksian palsu, Pasal 283 HIR dan Pasal 174 KUHAP,
mengatur hal seorang saksi memberikan suatu keterangan di bawah
sumpah, yang disangka bohong. Peristiwa semacam ini lazim
dikatakan sebagai sumpah palsu. Dalam hal ini Hakim dengan
kewenangan dan pengetahuan yang dimilikinya harus
memperingatkan seorang saksi itu atas persangkaan adanya sumpah
palsu itu. Barangkali saksi akan mengatakan menarik kembali
keterangan yang disangka bohong itu. Kalau tidak, maka Hakim
berkuasa untuk memerintahkan, supaya seketika itu saksi ditangkap
dan perkaranya, yaitu perkara pidana tentang sumpah palsu (Pasal
242 KUHP) diserahkan kepada Jaksa, supaya diperiksa lebih lanjut,
sedang pemeriksaan perkara pidana semula, dapat ditunda sampai
selesai pemeriksaan perkara sumpah palsu.
Saksi tersebut masih diizinkan menarik kembali keterangannya,
dan menerangkan keadaan yang sebenarnya. Jika ia melakukan
demikian, maka ia tidak akan dituntut, tetapi jika ia tetap bertahan
pada keterangan yang dianggap dusta tadi, maka Hakim
www.pemantauperadilan.com 16
Eksaminasi
memerintahkan untuk menahan sementara saksi tersebut. Keadaan
semacam ini akan berbuntut panjang apabila ternyata perkara pidana
tersebut sangat mengandalkan saksi tersebut, atau misalnya yang
bersangkutan merupakan saksi kunci. Sidang perkara pidana karena
keadaan semacam ini dapat terganggu dengan adanya penundaan
persidangan dan terhadap pemeriksaan selanjutnya ditentukan
sampai selesainya tuntutan pidana terhadap saksi tersebut dan
rentetan prosedural lainnya yang harus dipenuhi berdasarkan
ketentuan undang-undang yang berlaku.
Majelis Hakim dalam putusan No.522/Pid.B/2003/PN.JKT.PST
telah memutus bebas. Sebagai masyarakat yang taat hukum, maka
kami menghormati putusan yang telah dikeluarkan tersebut. Sejalan
dengan bunyi Pasal 183 KUHAP yang berbunyi, bahwa “Hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Keterangan Saksi Yang digunakan Dalam Tuntutan Pada
Perkara David Tjioe
Pada penuntutan terhadap David Tjioe, JPU tidak berhasil
membuktikan salah satu unsur dakwaan, yaitu unsur “dengan
memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain
maupun perlakukan yang tak menyenangkan terhadap orang lain”.
Dengan tidak terpenuhinya unsur ini kemudian Jaksa Penuntut Umum
sendiri menuntut bebas terhadap David Tjioe. Pembuktian atas unsur
ini menarik untuk dianalisa. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut
Umum menyatakan bahwa fakta yang ada di persidangan
menunjukan bahwa tidak terjadi kekerasa ataupun ancaman
kekerasan, perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan atas dasar sebagian besar saksi-saksi yang diperiksa
di persidangan menyatakan tidak melihat adanya kekerasan
www.pemantauperadilan.com 17
Eksaminasi
ataupun ancaman kekerasan, perbuatan lain maupun
perlakuan tak menyenangkan tersebut.
Dalam uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum, kekerasan atau
ancaman kekerasan ini dilakukan dengan cara:
“...terdakwa dengan mempergunakan tangannya memukul
perut saksi Bambang Harymurti yang sedang duduk di kursi sofa,
sebanyak 1 (satu) kali dan terdakwa menendang kaki saksi Bambang
Harymurti dengan mempergunakan tangan sebanyak 3 (tiga) kali dan
mendorong saksi Bambang Harymurti sehingga mengakibatkan
kacamata saksi terlepas/jatuh...” Hal yang berhubungan dengan
peristiwa hukum “terdakwa menjadi emosi sehingga kemudian
memukul ke arah perut saksi Bambang Harimurti yang duduk di kursi
sofa dengan mempergunakan tangan sebanyak 1 (satu) kali,
menendang kaki kiri saksi Bambang Harimurti sebanyak 3 (tiga) kali
dan menepuk-nepuk kepala saksi Bambang Harimurti sebanyak 3
(tiga) kali dengan mempergunakan tangan serta mendorong saksi
Bambang Harimurti yang mengakibatkan kacamata saksi Bambang
Harimurti terlepas/jatuh dan saksi Bambang Harimurti mengalami
sakit” dan keterangan para saksi di persidangan, didapatkan
kenyataan sebagai berikut:
Pertama, 3 (tiga) orang saksi yaitu, saksi korban, Achmad
Taufik dan Karaniya Darmasaputra memberikan keterangan bahwa
benar telah terjadi peristiwa “terdakwa menjadi emosi sehingga
kemudian memukul ke arah perut saksi Bambang Harimurti yang
duduk di kursi sofa dengan mempergunakan tangan sebanyak 1
(satu) kali, menendang kaki kiri saksi Bambang Harimurti sebanyak 3
(tiga) kali dan menepuk-nepuk kepala saksi Bambang Harimurti
sebanyak 3 (tiga) kali dengan mempergunakan tangan serta
mendorong saksi Bambang Harimurti yang mengakibatkan kacamata
saksi Bambang Harimurti terlepas/jatuh dan saksi Bambang Harimurti
mengalami sakit”
www.pemantauperadilan.com 18
Eksaminasi
Kedua, 4 (empat) orang saksi yaitu Hidayat Lukman alias
Teddy, Edi Purbosusianto, M Syarifin dan Suwandar, menurut JPU
pada pokoknya mereka menyatakan tidak melihat “terdakwa
memukul ke arah perut saksi Bambang Harimurti yang duduk di kursi
sofa dengan mempergunakan tangan sebanyak 1 (satu) kali,
menendang kaki kiri saksi Bambang Harimurti sebanyak 3 (tiga) kali
dan menepuk-nepuk kepala saksi Bambang Harimurti sebanyak 3
(tiga) kali dengan mempergunakan tangan serta mendorong saksi
Bambang Harimurti yang mengakibatkan kacamata saksi Bambang
Harimurti terlepas/jatuh dan saksi Bambang Harimurti mengalami
sakit”.
Tuntutan Bebas Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara
David Tjioe
Ada suatu hal yang menarik dengan dakwaan yang diajukan
terhadap David Tjioe, dimana Jaksa Penuntut Umum melakukan
sesuatu hal yang menurut hemat kami kurang lazim, yaitu sebagai
pengacara negara justru menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk
memutus bebas terdakwa. Adapun alasan yang diajukan oleh Jaksa
Penuntut Umum adalah:
a. Perbuatan terdakwa David Tjioe tidak terbukti bersalah
secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan,
tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan memakai
kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan,
sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain
sebagaimana diatur dalam Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP.
b. Membebaskan terdakwa David Tjioe dari tuntutan pidana.
c. Menyatakan barang bukti : Majalah Tempo edisi 3 – 9
Maret 2003 terlampir dalam berkas perkara.
www.pemantauperadilan.com 19
Eksaminasi
d. Menetapkan membebankan biaya perkara kepada
negara.
Dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sedikit
menakjubkan karena secara tegas dan jelas menuntut agar diri
terdakwa dibebaskan. Sementara itu Hakim seharusnya memproses
perkara yang didakwakan terhadap terdakwa sebelum berakhir
dengan kapasitas dan keyakinannya untuk memutus bebas terdakwa.
Setidaknya Majelis Hakim dapat meminta kepada Jaksa Penuntut
Umum untuk mencari bukti-bukti lainnya sehubungan dengan perkara
yang didakwakan terhadap diri terdakwa, apabila menurut
pandangannya dakwaan bebas terhadap terdakwa dikarenakan
kekurangan alat bukti yang meyakinkan bahwa dirinya bersalah.
Selanjutnya, baik terhadap dakwaan maupun ketidakadaan
pertanyaan dari Hakim tentang dakwaan yang diajukan terhadap diri
terdakwa, sebenarnya dapat dilakukan suatu pengkajian secara lebih
mendalam di luar dari lingkup eksaminasi ini.
Sistem Peradilan menurut KUHAP seharusnya
mengimplemantasikan adanya hubungan fungsional dan institusional
serta sinkronisasi antar lembaga-lembaga penegak hukum.[3]
Meskipun tidak dicantumkan dalam KUHAP namun secara eksplisit
konsepsi yang diterapkan KUHAP adalah “Integrated Criminal Justice
System” yang memandang proses penyelesaian perkara pidana
sebagai suatu rangkaian kesatuan sejak dari penyidikan, penuntutan,
putusan pengadilan hingga ditingkat lembaga pemasyarakatan.
Secara teoritis maka kita kembali pada apa itu penuntut umum.
Penuntut umum adalah instansi yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan dan
penetapan pengadilan. Sementara itu tentang apa yang dimaksud
dengan penuntutan adalah merujuk pada ketentuan Pasal 1 butir 7
dan Pasal 137 KUHAP, yang berarti penuntutan berarti tindakan
penuntut umum untuk:
www.pemantauperadilan.com 20
Eksaminasi
a. Melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang
berwenang.
b. Dengan permintaan supaya perkara tersebut diperiksa dan diputus
oleh hakim di sidang pengadilan.
Kemudian dipertegas lagi dengan Pasal 137, yang dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Hanya penuntut umum saja yang berwenang menuntut atau
melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melakukan
tindak pidana. Instansi atau pejabat lain di luar penuntut umum
tidak mempunyai wewenang melakukan penuntutan terhadap
siapapun yang didakwa melakukan tindak pidana.
b. Wewenang dan tindakan penuntut umum tersebut dilakukan oleh
penuntut umum dengan jalan “melimpahkan” perkaranya ke
pengadilan yang berwenang untuk mengadilinya. Dan sesuai
dengan apa yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 7, dalam tindakan
pelimpahan berkas ke pengadilan inilah penuntut umum meminta
kepada pengadilan supaya perkara tersebut diperiksa dan diputus
oleh hakim dalam sidang pengadilan.
Berdasarkan kedua pasal di atas, maka hal-hal yang dapat
dikemukakan adalah:
a. Melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri yang
berwenang,
b. Untuk diperiksa dan diputus oleh hakim dalam sidang
pengadilan,
c. Wewenang penuntutan perkara hanya semata-mata hak yang
ada pada penuntut umum.
www.pemantauperadilan.com 21
Eksaminasi
Tugas untuk mengungkapkan pelaku serta peristiwa pidana
merupakan kewenangan aparat penyidik Polri, sementara tugas untuk
menerapkan ketentuan pidana terhadap pelaku peristiwa dimaksud
menjadi tanggungjawab Jaksa/Penuntut Umum. Hakim pengadilan
bertanggung jawab untuk memeriksa, mempertimbangkan serta
memberi putusan atas perkara yang bersangkutan.
surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak
pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan
ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta
landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan.
Terhadap kasus David Tjioe, dimana telah dikatakan bahwa
justru jaksa penuntut umum dalam tuntutannya menuntut bebas
terhadap terdakwa, maka menurut hemat kami berdasarkan uraian
teoritis yang sangat mendasar menimbulkan beberapa pertanyaan
yang juga mendasar. Berkas yang sedianya dilimpahkan kepada
Pengadilan Negeri adalah berkas yang memuat tuntutan terhadap
perbuatan pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Namun, dalam
perkara ini berkas memang telah dilimpahkan tetapi substansi lainnya
adalah untuk diperiksa dan diputus oleh hakim didalam persidangan.
Timbul pertanyaan tentang dakwaan tersebut justru tidak mendakwa
terdakwa dengan pasal-pasal pidana yang telah dilanggar tetapi
justru menuntut agar terdakwa dibebaskan.
Hal yang menarik untuk dibahas dengan adanya dakwaan itu
berarti tidak ada yang mesti dituntutkan terhadap terdakwa, dan
dengan demikian artinya dapat dikatakan tidak terdapat kasus
pidana. Sehingga hanya dengan definisi dari surat dakwaan saja
sebenarnya sudah dapat dipatahkan. Sebenarnya hakim dalam
menyikapi hal yang semacam ini dapat menyatakan kepada penuntut
umum bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima atas alasan isi
rumusan dakwaan kabur atau obscuur libel. Sehingga hal yang
mungkin dipertanyakan adalah tentang bagaimana proses penyidikan
www.pemantauperadilan.com 22
Eksaminasi
yang telah dilakukan atau dapat meminta kepada penuntut umum
untuk melakukan penyidikan secara lebih mendalam dalam mencoba
menggali tentang tindak pidana yang sebenar-benarnya telah
dilakukan oleh terdakwa. Tetapi, dalam kasus ini yang tidak kalah
menarik adalah hal semacam ini sepertinya dianggap sebagai sesuatu
hal yang wajar dan sebagaimana hasil pemeriksaan dokumen yang
telah kami terima, tidak terdapat suatu tindakan atau pernyataan
yang secara tegas-tegas ataupun terselubung memberikan komentar
khusus baik dari penuntut umum maupun hakim terhadap surat
dakwaan yang sedemikian rupa tersebut.
D. PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
1. Dalam Perkara Terdakwa David Tjioe
Majelis Hakim tidak menggali keterangan saksi secara
mendalam berkaitan dengan pembuktian adanya tindakan kekerasan.
Majelis Hakim dalam putusannya tidak memberikan pertimbangannya
sendiri melainkan ‘hanya’ mengadopsi apa yang telah ada dalam
tuntutan Jaksa Penuntut Umum sehingga Majelis Hakim salah dengan
menyatakan tidak terpenuhinya unsur “melawan hukum memaksa
orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan
sesuatu”. Kelemahan-kelemahan dari putusan hakim dalam perkara
ini adalah sebagai berikut:
Pertama, mengapa dalam keterangan terdakwa (hal. 21
putusan) tidak terdapat keterangan yang berhubungan dengan
peristiwa hukum di kantor majalah TEMPO Jl. Proklamasi No. 72
Menteng Jakarta Pusat hari Sabtu tanggal 08 Maret 2003
sekitar pukul 11.00 WIB, padahal sebagaimana diketahui tempat
inilah sebagai awalnya. Meskipin yang menjadi locus delictie dalam
dakwaan adalah ruang Kasatserse Jakarta Pusat, namun semestinya
Majelis Hakim melihat bahwa peristiwa hukum di ruang Kasatserse
www.pemantauperadilan.com 23
Eksaminasi
merupakan lanjutan dari apa yang terjadi sebelumnya di Kantor
Majalah TEMPO.
Kedua, hal. 26 putusan menyatakan “bahwa berdasarkan
uraian fakta-fakta hukum di atas ternyata bahwa perbuatan terdakwa
tidak memenuhi unsur “melawan hukum memaksa orang lain supaya
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu” dengan jalan
meminta sumber berita. Memang benar, peristiwa hukum itu
tidak terjadi di ruang Kasatserse Jakarta Pusat, akan tetapi
itu terjadi di kantor majalah TEMPO Jl. Proklamasi No. 72
Menteng Jakarta Pusat hari Sabtu tanggal 08 Maret 2003
sekitar pukul 11.00 WIB. Kami melihat pertimbangan Majelis
Hakim yang menyatakan tidak terpenuhi unsur pemaksaan karena
terkait dengan poin pertama diatas, Majelis Hakim membatasi ruang
lingkup tempat terjadinya pidana yaitu peristiwa pidana terjadi hanya
di ruang Kasatserse. Padahal pemaksaan terjadi di Kantor Majalah
Tempo. Dengan demikian semestinya Majelis Hakim menyatakan
bahwa Kantor Majalah TEMPO juga merupakan locus delictie,
sehingga unsur adanya pemaksaan ini dapat terpenuhi.
Ketiga, hal. 28 putusan yang menyatakan bahwa dengan
membandingkan keterangan saksi-saksi tersebut di atas yaitu:
Bambang Harimurti, Ahmad Taufik, Karaya Dharma Saputra dengan
saksi-saksi Hidayat Lukman als Teddy, Eddy Purbosusianto dan
Suwandar, Majelis Hakim tidak mendapat keyakinan bahwa terdakwa
melakukan perbuatan sebagaimana di dakwakan penuntut umum.
Disini Majelis Hakim tidak memberikan pertimbangan ataupun
kesimpulan mengenai apakah terjadi pemukulan atau tidak terjadi
pemukulan oleh Terdakwa David.
2. Disparitas Putusan
Secara umum ancaman pidana yang didakwakan kepada kedua
terdakwa dalam eksaminasi ini adalah pasal yang sama yaitu Pasal
335 ayat (1) ke-1, tetapi dengan dasar pertimbangan Majelis Hakim,
www.pemantauperadilan.com 24
Eksaminasi
maka terhadap Teddy dijatuhkan pidana dengan diputus bersalah dan
dilain pihak David diputus bebas.
Dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana, dimana
didalamnya kita berbicara tentang adanya suatu putusan didalam
pemidanaan yang akan mempunyai konsekuensi yang luas, baik yang
menyangkut langsung pelaku tindak pidana maupun masyarakat
secara luas. Lebih-lebih kalau putusan pidana tersebut dipandang
tidak tepat, maka akan menimbulkan reasi yang kontroversial, sebab
kebenaran di dalam hal ini sifatnya adalah relatif tergantung dari
mana kita memandangnya. Karena apabila terhadap suatu kasus
seseorang dinyatakan bersalah, maka sudah barang tentu
terhadapnya akan dijatuhkan sanksi pidana sebagai suatu bentuk
hukuman terhadap mereka yang melakukan suatu delik.
Di dalam ruang lingkup ini, maka disparitas pemidanaan
memiliki dampak yang dalam, karena didalamnya terkandung
perimbangan konstitusional antara kebebasan individu dan hak
negara untuk memidana. Begitu banyak faktor yang dapat
menyebabkan disparitas, yang salah satunya adalah disparitas itu
timbul dari hukum itu sendiri. Di dalam hukum pidana positif di
Indonesia Hakim mempunyai kebebasan yang sangat luas untuk
memilih jenis pidana (straafsoort) yang dikehendaki, sehubungan
dengan penggunaan sistem alternatif di dalam pengancaman pdana
di dalam undang-undang.
Pada kasus ini, maka dapat dilihat bahwa atas wewenang yang
dimiliki oleh Hakim maka terhadap suatu kasus yang didakwakan
ancaman pidana yang sama, ternyata pada prakteknya justru
berbeda putusan satu sama lain dan terhadap kasus tersebut proses
peradilannya secara tegas-tegas dalam salah satu putusannya
dinyatakan dengan cara splitsing.
Sebenarnya dengan melihat pada Surat Dakwaan pada
masing-masing kasus dan masing-masing putusan sebenarnya sarat
dengan manifestasi kewenangan Jaksa Penuntut Umum dan Majelis
www.pemantauperadilan.com 25
Eksaminasi
Hakim yang begitu besar. Yang juga menarik adalah dari terpidana
Teddy yang sudah barang tentu mengetahui putusan yang ditetapkan
terhadap David, dapat saja meminta untuk diajukan banding dengan
menggunakan konsep disparitas pemidanaan. Meskipun tidak
dipungkiri bahwa peristiwa atas perbuatan yang diancam dengan
Pasal 335 ayat (1) ke-1 tersebut terdapat beberapa perbedaan,
misalnya tempat terjadinya peristiwa, tetapi mana tahu bahwa
perbuatan yang dilihat dari nilainya adalah sama bobotnya atau
mungkin lebih berat bobotnya yang dilakukan oleh David.
E. PERDUNGAN TERHADAP INSAN PERS MENURUT
UNDANG-UNDANG PERS
Undang Undang No. 40 Tahun 1999 hanya memuat satu
ketentuan mengenai tindak pidana yang termuat dalam pasal 18.
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tersebut
dapat disimpulkan bahwa ketentuan pidana untuk menjaring tindak
kekerasan terhadap wartawan sangat sedikit, hanya satu ayat,
sementara dua ayat yang lain ditujukan kepada perusahaan pers.
Terdapat kendala juridis untuk menerapkan Pasal 18 ayat (1) tersebut
antara lain bahwa ancaman pidana maksimal hanya 2 tahun serta
tidak dapat dilakukan penahanan terhadap pelaku.
Pengaturan tindak pidana yang dalam UU No. 40 Tahun 1999 ini
tidak dapat dikenakan terhadap David Tjioe ataupun Hidayat Lukman.
Adapun alasan-alasannya adalah, pertama, tindak pidana yang
dilakukan terhadap orang (individu) adalah untuk perbuatan pidana
yang dilakukan sebelum adanya pemberitaan dan kedua, perbuatan
tersebut mengakibatkan tidak tersiarnya suatu
pemberitaan/informasi. Yang terjadi dalam kasus ini adalah
pemberitaan telah dilakukan sehingga jelas pasal 18 ayat (1) UU No.
40 Tahun 1999 ini tidak dapat digunakan.
www.pemantauperadilan.com 26
Eksaminasi
Pasal 18 UU No. 40 Tahun 1999 ini sebenarnya merupakan lex
spesialis dari KUHP. Disini kita harus dapat melihat urgensi
diberlakukannya suatu peraturan khusus guna memberikan
perlindungan terhadap kalangan pers. Kegiatan jurnalistik yang
dilakukan oleh pers sebenarnya terkait pada dua hal yang paling
mendasar yakni sebagai jaminan kemerdekaan mengeluarkan
pendapat/pikiran sebagaimana diatur dalam pasal 28 UUD 1945 dan
sebagai Hak Asasi Manusia dalam berkomunikasi dan memperoleh
informasi sebagaimana dinyatakan dalam Ketetapan MPR RI
XVII/MPR/1998 yang juga sejalan dengan Piagam PBB tentang HAM
pasal 19.[4]
Meskipun diberikan suatu kebebasan yang demikian luas bagi
pers namun kebebasan ini tetap diberikan batasan, terutama
berkaitan dengan sejauhmana pers dapat menyampaikan suatu
informasi kepada masyarakat. Sebagai suatu bentuk pertanggung
jawaban bagi pers dalam memberikan informasi diberikan hak kepada
wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama
atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakan,
hak ini disebut sebagai Hak Tolak.[5] Adanya Hak Tolak ini
bertujuan agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi,
dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hak
tolak dapat dibatalkan demi kepentingan Sedangkan sebagai
instrumen pengawasan terhadap insan pers maka UU pers
menyediakan Hak Jawab dan Kewajiban Koreksi. Hak Jawab
adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang
merugikan nama baiknya.[6] Sedangkan Kewajiban Koreksi adalah
keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi,
data, fakta, opini, atau gambar yang tidak dibenarkan yang telah
diberitakan oleh pers yang bersangkutan.[7]
Dilihat dari perspektif perlindungan pers pada kasus ini
penggunaan dari Hak Tolak dan pelaksanaan Hak Jawab tersebut
www.pemantauperadilan.com 27
Eksaminasi
ternyata menghadapi kendala. Mengenai Hak Tolak bagi wartawan,
meskipun telah diatur dalam UU Pers, ternyata dalam
pelaksanaannya penolakan memberikan sumber informasi tidak
selamanya ditanggapi sebagai upaya perlindungan terhadap pihak-
pihak tertentu (yang menjadi narasumber dari pemberitaan). UU Pers
tidak mengatur mengenai sanksi bagi pihak lain yang mengancam
wartawan yang menggunakan hak tolaknya. Kekosongan hukum ini
kemudian mengakibatkan perbuatan ancaman kepada wartawan
yang demikian ini pada akhirnya akan kembali mengacu kepada
ancaman-ancaman pidana dalam KUHP.
Undang-undang pers sebenarnya telah memberikan
penyelesaian di luar jalur hukum dalam hal terdapat pihak-pihak
tertentu yang berkeberatan dengan berita yang disiarkan yaitu
dengan adanya Hak Jawab bagi perusahaan pers. Namun mekanisme
Hak Jawab dalam kenyataannya menjadi tidak efektif mengingat
undang-undang pers tidak melihat mekanisme ini sebagai mekanisme
yang wajib ditempuh sebelum digunakan jalur hukum. Dalam
prakteknya mekanisme Hak Jawab justru sering digunakan beriringan
dengan mekanisme hukum atau bahkan diabaikan. Baik mekanisme
hukum maupun mekanisme Hak Jawab dapat memberikan dampak
yang berbeda. Mekanisme hukum lebih menekankan pada efek ‘jera’
yaitu agar pelaku tidak melakukan hal yang sama dikemudian hari
sedangkan mekanisme Hak Jawab lebih menekankan pada
pemahaman terhadap akuntabilitas dari suatu pemberitaan. Pada
masa sekarang ini, dimana masyarakat dianggap berhak untuk
mengetahui berbagai macam informasi maka tidak seharusnya hak
ini dihilangkan dengan membuat jera insan pers untuk meliput suatu
berita.
F. KESIMPULAN
1. Jaksa Penuntut Umum
www.pemantauperadilan.com 28
Eksaminasi
Terdapat beberapa hal yang dapat diindikasikan sebagai
kelemahan Jaksa Penuntut Umum dalam membuat surat
dakwaan, antara lain:
a. Bahwa lemahnya dakwaan yang juga lahir dari rangkaian
penyelidikan dan penyidikan, merupakan suatu hal yang perlu
untuk dievaluasi kembali, apakah memang berdasarkan hasil
proses penyidikan fakta-fakta yang diperoleh dilapangan memang
demikian adanya, atau ternyata proses tersebut belum berjalan
secara optimal. Terutama pasal yang dipergunakan sebagai dasar
penuntutan adalah pasal yang oleh sementara kalangan dikatakan
sebagai pasal sapu jagat, yang dalam kasus pidana pada
umumnya apabila dengan hanya menggunakan pasal ini secara
mandiri, seringkali tidak dapat menjerat terdakwa.
b. JPU telah tidak seksama dan kurang menggali lebih dalam
berkaitan dengan penunjukan penyebab (causa) serta akibat dari
tindak pidana oleh masing-masing Terdakwa; JPU kurang
mengorek hubungan atau keterkaitan para Terdakwa dalam
melakukan tindakan-tindakan pidana, sehingga dapat dikatakan
bahwa JPU tidak memberikan konstruksi dakwaan lengkap dan
jelas sehingga surat dakwaan dapat dikategorikan obscuur libel.
c. Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan delik dakwaan
semestinya tidak terpaku pada Pasal 335 ayat (1) KUHP saja,
melainkan perlu untuk memperhatikan peraturan dan perangkat
hukum lainnya yang dapat menjerat dan membuktikan peran
terdakwa atas delik dimaksud. Berdasarkan fakta-fakta yang
diperoleh dalam BAP pun sudah dapat mengarahkan dapat
dikenakannya pasal-pasal lain dalam KUHP. Semisal terhadap
pelanggaran atas ketentuan tindak pidana lainnya yang relevan
untuk diajukan delik pidananya.
d. Keterangan saksi-saksi yang digunakan oleh Jaksa
Penuntut Umum untuk menunjukan bahwa terdakwa David Tjioe
www.pemantauperadilan.com 29
Eksaminasi
tidak terbukti melakukan tindak pidana bertentangan dengan
pasal 185 ayat (4) KUHAP.
2. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Majelis hakim PN dalam memberikan pertimbangan-
pertimbangan atas perkara tersebut tidak memberikan
pertimbangan secara mendalam.
Bahwa baik Jaksa maupun Majelis Hakim tidak mengupas fakta-
fakta yang telah berhasil dikumpulkan dalam bentuk dokumen-
dokumen maupun fakta-fakta yang terjadi di lapangan dengan
dakwaan yang diajukan. Akibat dari kurang optimalnya fokus tersebut
mengakibatkan yang diajukan dengan pertimbangan hukum yang
diambil. Penekanan terhadap inisiatif, wawasan dan peran optimal
dari Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim merupakan suatu hal
yang kami pandang perlu untuk dievaluasi kembali.
G. REKOMENDASI
1. Kejaksaan Agung RI
a. Bahwa agar Kejaksaan Agung melakukan Eksaminasi perkara
dengan melibatkan pihak luar, seperti akademisi, mantan jaksa,
mantan hakiim dan masyarakat, terhadap semua berkas yang
dibuat oleh JPU. Dan serta mengumumkan kepada publik hasil
Eksaminasi yang dilakukan dalam rangka peningkatan
akuntabilitas publik kejaksaan.
b. Agar Kejaksaan Agung perlu mengambil langkah untuk lebih
meningkatkan profesonalisme Jaksa.
c. Agar kejaksaan Agung memberikan perhatian khusus pada
perkara-perkara yang sangat menarik perhatian masyarakat
(seperti kasus ini). Sehingga pelimpahan perkara tersebut
www.pemantauperadilan.com 30
Eksaminasi
dilakukan setelah melalui pemaparan di Kejaksaan Agung yang
lebih seksama dan sungguh-sungguh.
d. Mendesak untuk segera melakukan pembentukan dewan
kehormatan profesi jaksa yang melibatkan pihak luar, seperti
akademisi, mantan jaksa, mantan hakim dan masyarakat.
2. Mahkamah Agung RI
a. Bahwa agar tidak menjadikan putusan dalam perkara ini
sebagai yurisprudensi dalam memberikan pertimbangan hukum
dalam memutuskan suatu perkara.
b. Bahwa agar Mahkamah Agung lebih
menggiatkan/mengefektifkan kegiatan Eksaminasi perkara-
perkara yang menarik perhatian masyarakat dengan
melibatkan pihak luar, seperti akademisi, mantan hakim,
mantan jaksa dan praktisi hukum lain. Dan mengumumkan
kepada publik hasil Eksaminasi yang dilakukan.
H. PENUTUP
Demikianlah putusan (hasil) Eksaminasi yang dilakukan Majelis
Eksaminasi terhadap berkas-berkas perkara dimulai dari Berita Acara
Pemeriksaan dengan Tersangka Hidayat Lukman alias Teddy, Surat
Tuntutan Reg. Perkara No. P-162/JKTPS/03/2003, Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat No.521/PID.B/2003/PN.JKT.PST dengan Terdakwa
Hidayat Lukman alias Teddy Berita Acara Pemeriksaan dengan
Tersangka David Tjioe, Surat Tuntutan Reg. Perkara No.
P-139/JKTPS/03/2003, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.522/PID.B/2003/PN.JKT.PST. dengan Terdakwa David Tjioe.
Majelis Eksaminasi hanya membaca dan mencermati berkas-
berkas yang telah disebutkan di atas dan disertai dengan adanya
bukti baru yang tidak digunakan dalam pengadilan berupa video
rekaman siaran stasiun televisi SCTV berkenaan dengan pemberitaan
www.pemantauperadilan.com 31
Eksaminasi
mengenai unjuk rasa di majalah Tempo. Pendekatan yang dijadikan
pangkal tolak adalah pendekatan ilmu pengetahuan hukum (pidana)
dan praktek peradilan selama ini. Majelis Eksaminasi melakukan
pengujian secara ilmiah dari sisi ilmu hukum pidana dan hukum acara
pidana yang menghasilkan kesimpulan yang pada bagian tertentu
sepaham dengan cara berpikir JPU dan hakim, pada bagian lain tidak
sepaham (berbeda) dengan cara berpikir JPU dan hakim dalam
menilai fakta dan menafsirkan serta menerapkan hukum. Dengan
kata lain hasil Eksaminasi dari Majelis Eksaminasi merupakan analisis
ilmiah hukum terhadap praktek penegakan hukum, khususnya pada
perkara tindak pidana dengan terdakwa Hidayat Lukman alias Teddy
dan David Tjioe.
Tentunya hasil Eksaminasi ini belum sempurna sehingga
diperlukan saran dan kritik yang membangun untuk lebih
menyempurnakan dan melengkapinya. Hasil Eksaminasi dari Majelis
Eksaminasi ini diputus pada tanggal Juni 2004 di Jakarta.
NOTE:
Uraian eksaminasi ini hanya merupakan resume. Untuk
melihat naskah Eksaminasi secara lengkap, Anda dapat
langsung mengunjungi MaPPI (Redaksi)
[1] Sebagaimana uraian keterangan saksi dalam BAP
Penyidikan.
[2]Sebagaimana uraian kasus posisi dalam surat dakwaan Jaksa
Penuntut Umum dan Tuntutannya.
[3] Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Jakarta, 1928,
halaman 22
www.pemantauperadilan.com 32
Eksaminasi
[4] Hinca I.P. Panjaitan dan Amir Effendi Siregar, Undang
Undang Pers, Lex Specialis. (Jakarta: B2H&A, 2004)
[5] Pasal 4 ayat (4) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
[6] Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
[7] Pasal 5 ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan
Pasal 1 angka 12 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
www.pemantauperadilan.com 33