Download - 09E02664 Unlocked
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
1/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNG JAWABAN
PELAKU USAHA TERHADAP PRODUKNYA
(STUDI KASUS PT. INDOFOOD MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Dalam Mencapai
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
KHORI TIFANI LUBIS
050200135
DEPARTEMEN HUKUM KEPEDATAANPROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
2/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
ABSTRAK
Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Walaupun produk yang ditawarkan semakin variatif, tetapi kerap ditemukan konsumen yangmenjadi korban dalam mengkonsumsi produk akibat tindakan pelaku usaha. Olehkarena pentingnya pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap produknya, makadapat dirumuskan permasalahan diantaranya, Akibat kelalaian pelaku usaha atastanggungjawab produknya terhadap konsumen, pelaksanaan perlindungan hukum
bagi konsumen yang mengalami kerugian terhadap pelaku usaha atas pertanggungjawaban produk di PT. Indoofood Medan, peran dan fungsi BadanYang Berwenang Menangani Sengketa Konsumen (BPSK), penyelesaian/Proseshukum terhadap kerugian akibat kelalaian pelaku usaha atas produknya di PT.
Indofood Medan.Untuk menjawab permasalahan dalam penulisan skipsi ini, dipergunakan
metode penelitian hukum yuridis normatif dengan metode pendekatan secarakualitatif. Metode penelitian yuridis normatif dipergunakan untuk melakukan
penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen yang berlaku, serta untukmemperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur
perpustakaan, jurnal hasil penelitian, koran, majalah, situs internet dansebagainya. Untuk memperoleh data pendukung akan dilakukan wawancaramendalam (in depth interviewng) dengan mempergunakan petunjuk umumwawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu pada informan dari PT.Indoofood Medan.
Dari penulisan skripsi ini maka dapat diketahui bahwa prinsip dankepentingan konsumen memberikan gambaran hak konsumen untuk diperlakukandengan baik oleh pelaku usaha dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Akibatkelalaian pelaku usaha atas tanggungjawab produknya terhadap konsumen adalahkerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilakan atau diperdagangkan. Barang dan jasa yangditerimanya dalam transaksi jual beli dengan pelaku usaha tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Dalam pelaksanaan perlindunganhukum bagi konsumen yang mengalami kerugian terhadap pelaku usaha atas
pertanggungjawaban produk di PT. Indoofood Medan, setiap konsumen yangdirugikan, dapat mengajukan pengaduannya dengan dilengkapi bukti-bukti yangada. Peran dan fungsi Badan Yang Berwenang Menangani Sengketa Konsumen
(BPSK), waktu uang pikiran dalam perekrutan keanggotaan Badan PenyelesaianSengketa Konsumen (BPSK) yang terdiri dari unsur pemerintah, konsumenmaupun pelaku usaha, dan melakukan tes uji kelayakan dan kepetutan (fit and
propertest), agar nantinya mampu bekerja secara profesional, mandiri, berwibawadengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan. Peran pemerintah melaluilembaga-lembaga terkait menjadi harapan dalam penegakan hukum perlindungankonsumen. Cara penyelesaian/Proses hukum terhadap kerugian akibat kelalaian
pelaku usaha atas produknya di PT. Indofood Medan. Adalah penyelesaianSengketa Ligitasi (Melalui Pengadilan dan Penyelesaian diluar Peradilan Umum.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
3/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulllilah, Puji dan Syukur penulis panjatkan
Kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNG
JAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP PRODUKNYA (STUDI KASUS
PT. INDOFOOD MEDAN).” Yang dibuat sebagai salah satu ayarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara Medan.
Penulis menyadari sepertinya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan,
hal ini disebabkan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu
saran dan kririk yang bersifat membangun dari pembaca.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bukan hanya
bersandar pada kemampuan penulis semata, tetapi tidak terlepas dari bantuan
semua pihak yang bersifat mendidik dan membangun. Untuk itu sudah
sepantasnya penulis memberikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih
yang setulus-tulusnya kepada:
Teristimewa persembahan kepada kedua orang tuaku tercinta:
(Alm). Drs. H. Nazamuddin Lubis dan Rakhmiwati. Terima kasih atas cinta, kasih
sayang yang tidak terbatas, doa-doa yang tidak pernah putus, motivasi yang selalu
membangun, bantuan moril dan materi yang tak akan mungkin terlupakan.
(Papa......”Selamat jalan, Semoga Amalmu menjadi mahligai Istana Alam
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
4/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Barzah”. Amin Ya Rabbal Alamin. Papa.... hanya doa yang bisa Oyi berikan,
semoga Oyi bisa memberikan yang terbaik untuk papa dan selalu ingat semua
pesan papa.....I Luv u.....)
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Univeritas Sumatera Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan
II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Husni, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH, MS selaku Guru Besar Ketua
Departemen Hukum Keperdataan, Dosen Hukum Perdata sekaligus Dosen
Pembimbing I, yang telah banyak memberikan masukan, nasehat kepada
Penulis dalam penyusunan skripsi ini;
6. Bapak M. Siddik, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, dalam memberikan bimbingan,
masukan, bantuan, dan pengarahan yang besar kepada Penulis, sehingga
skripsi ini dapat selesai dengan baik, makasih banyak ya pak......;
7. Ibu Pusupa Melati, SH, M.Hum selaku Ketua Jurusan Hukum Dagang yang
telah banyak membantu memberikan saran, arahan, bimbingan dan nasehat
bagi Penulis;
8. Ibu Aflah, SH, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing Akademik dari Penulis;
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
5/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
9. Dosen-dosen Departemen Keperdataan serta staf-staf pengajar Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara lainnya telah memberikan ilmunya kepada
Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan studinya dengan baik;
10. Staf-staf pada Perpustakaan Judicium Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan kemudahan dalam peminjaman buku;
11. Kepada kakak ku dan adik-adik ku:
12. Buat nenek, tante-tante dan om-om aku, terima kasih atas bimbingan dan
nasehatnya;
13. Buat Ade Syahputra S, terima kasih atas segala rasa sayang, cinta, dan
dukungannya yang selalu memotivasiku setiap saat untuk menyelesaikan
skripsi ini;
14. Buat temen-temenku: icha, rini, nina, winika, tutut, sesy, swastika, dll terima
kasih atas dukungannya;
15. Buat Fitri mbod Terima kasih untuk selalu berada di sisiku membantu segala
hal,dan dukungan terutama di saat-saat penulisan skripsi ini;
16. Untuk semua teman-teman di Fakultas Hukum USU, terutama Ade Saputra,
Diah Esty, M.Rafi Erlangga, terima kasih untuk pemberian semangat dan
motivasi dalam penulisan skripsi ini.
Akhir kata, bahwa penulisan skripsi ini masih banyak memiliki
kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya dan semoga skirpsi dapat
bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Semoga ALLAH
SWT, selalu melindungi, memberikan Hidayah-Nya da melimpahkan Rahmat
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
6/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Karunia-Nya kepada kita semua. Kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT,
kekurangan dan kekhilafan itu pasti milik saya
Medan, 05 Juni 2009
Penulis
KHORI TIFANI LUBIS
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
7/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................... vi
BAB I : PENDAHULUAN ............................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ......................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ......................................... 7
D. Keaslian Penulisan ........................................................... 9
E. Tinjauan Kepustakaan ...................................................... 9
F. Metode Penelitian ............................................................ 12
G. Sistematika Penulisan ...................................................... 13
BAB II : HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN MENGENAI
PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PRODUK
(PRODUCT LIABILITY) DAN STANDARISASI MUTU
BARANG ............................................................................. 16
A. Ruang Lingkup Hukum Konsumen dan Hukum
Perlindungan Konsumen .................................................. 16
B. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha.......................... 17C. Kepentingan-Kepentingan Konsumen dan Pelaku Usaha . 22
D. Jalinan Transaksi antara Konsumen dengan Pelaku Usaha 29
E. Tinjauan tentang Aspek Hukum Perlindungan Konsumen
setelah berlakunya Undang-Undang Perlindungan
Konsumen (UUPK) ......................................................... 35
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
8/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
BAB III : BENTUK-BENTUK PELANGGARAN BERKAITAN
DENGAN PENERAPAN PERTANGGUNGJAWABAN
PRODUK (PRODUCT LIABILITY) SERTAPENGAWASAN OLEH PEMERINTAH ........................... 39
A. Prinsip-prinsip yang Berkaitan Dengan Kedudukan
Konsumen dengan Pelaku Usaha ..................................... 39
B. Perkembangan Prinsip Pertanggungjawaban Produk
(Product Liability) ........................................................... 43
C. Faktor-faktor yang Melemahkan Konsumen..................... 46
D. Pengawasan Pemerintah Terhadap Penerapan Prinsip
Tanggung jawab Produk (Product Liability) .................... 48
E. Jaminan Hukum Terhadap Hak-hak Konsumen dan
Pelaku Usaha ................................................................... 52
BAB IV : PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN YANG
MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN
PELAKU USAHA ATAS PERTANGGUNGJAWABAN
PRODUK (PRODUCT LIABILITY) .................................... 64
A. Akibat Kelalaian Pelaku Usaha atas Tanggungjawab
Produknya Terhadap Konsumen ...................................... 64
B. Pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi Konsumen yang
mengalami kerugian terhadap pelaku usaha atas
pertanggungjawaban produk di PT. Indofood Medan ....... 65
C. Peran dan Fungsi Badan Yang Berwenang Menangani
Sengketa Konsumen ........................................................ 68
D. Penyelesaian/Proses Hukum Terhadap Kerugian AkibatKelalaian Pelaku Usaha Atas Produknya di PT. Indofood
Medan ............................................................................. 73
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 81
A. Kesimpulan...................................................................... 81
B. Saran ............................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 84
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
9/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal, maupun
berkelompok bersama orang lain dalam keadaan apapun untuk mempertahankan
kehidupannya selalu membutuhkan produk yang beraneka ragam sehingga setiap
individu maupun kelompok masyarakat tersebut akan menjadi konsumen produk
barang atau jasa tertentu. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebutlah yang
terkadang menimbulkan permasalahan khususnya bagi pihak konsumen, dimana
selalu berada pada posisi yang dirugikan dan tidak aman jika dibandingkan
dengan posisi pelaku usaha. Dengan sistem pemasaran yang dilakukan oleh
pelaku usaha dalam memenuhi kebutuhan konsumen tidak jarang pada akhirnya
pihak konsumenlah yang paling dirugikan.
Dengan perkembangan pola kehidupan ekonomi modern pada saat ini
yang berdasar pada persaingan bebas dalam pemasaran barang dan jasa dalam
masyarakat yang semakin berkembang ternyata banyak menimbulkan
permasalahan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Gunawan dalam bukunya
Tentang Perlindungan Konsumen yaitu ketidakberdayaan konsumen dalam
menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat merugikan kepentingan masyarakat.
Pada umumnya pelaku usaha berlindung dibalik standart contract atau perjanjian
baku yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak (antara pihak usaha dengan
1
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
10/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
konsumen) atau melalui berbagai informasi “semu” yang diberikan oleh pelaku
usaha kepada konsumen.1 Sehubungan dengan itu maka perlindungan terhadap
konsumen dipandang secara materil maupun formil makin terasa sangat penting
untuk dibahas. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan
perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan hal yang
urgen dan mendesak dan segera harus dicari solusinya, terutama di Indonesia,
mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang terjadi dimasyarakat.
Kehadiran Undang-undang Perlindungan Konsumen memang dirasa sangat tepat
dalam kerangka penguatan kelembagaan hukum perlindungan konsumen.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Didik. J. Rachbini dalam Zumrotin yaitu
dengan kepastian hukum yang jelas dan tegas dapat dipastikan pihak pelaku usaha
akan semakin berhati-hati dalam memproduksi barang dan jasa, sehingga secara
langsung memberikan perlindungan preventif terhadap konsumen.2
Selama ini pada umumnya kita mengenal pertanggungjawaban seseorang
atas segala perbuatan, akibat-akibat dari perbuatannya, tidak berbuat, kelalaian
atau kurang hati-hatinya pada orang atau pihak lain. Tanggung jawab itu
tergantung pada apakah pada peristiwa (yang menimbulkan kerugian pada orang
lain itu) terdapat kesalahan orang tersebut sehingga ia harus membayar ganti rugi
(tanggung jawab berdasarkan kesalahan). Dalam kaitan ini, terkenal pula asas
1 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, HukumTentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta :
Gramedia, Pustaka Utama, 2000), hal. 11.2
Didik. J. Rachbini, Perlindungan Konsumen di dalam Sistem Ekonomi Modern, dalamZumrotin , Penyambung lidah konsumen, (Jakarta : Puspa Swara, 1996), hal. 1.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
11/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
“presumption innoncense” (setiap orang dianggap tidak bersalah, sampai
dibuktikan kesalahannya itu di hadapan pengadilan yang berwenang di atasnya).
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.”
Kesimpulan dari pasal itu adalah setiap orang yang dirugikan oleh
peristiwa perbuatan/kelalaian, kurang hati-hati, berhak mendapatkan ganti rugi
(kompensasi) atas kerugian itu. Tetapi untuk mendapatkan ganti rugi tersebut
undang-undang membebankan pembuktian kesalahan orang lain dalam peristiwa
tersebut kepada mereka yang menggugat ganti rugi.
Hal ini terlihat dari Pasal 1865 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
yang menentukan: “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu
hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang
lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau
peristiwa tersebut”.
Sebagai contoh, misalnya pada “Kasus Biskuit Beracun”, pada Oktober
1989 setidak-tidaknya telah menimbulkan koraban 141 (seratus empat puluh satu)
jiwa konsumen tak berdosa, 35 (tiga puluh lima) orang diantaranya meninggal
dunia. Hasil penyelidikkan menyimpulkan bahwa ammonium bikarbonat, yaitu
sejenis bahan pembuat biskuit supaya renyah, telah tertukar dengan sodium nitrit ,
sejenis bahan bebahaya pada waktu pemindahan bahan-bahan tersebut. Tragedi ini
terjadi pada beberapa tempat yang berbeda, antara lain Tangerang (Jawa Barat),
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
12/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Tegal (Jawa Tengah), Palembang dan Jambi. Contoh lain, pada tagedi yang
menyangkut ketidakamanan pangan terulang kembali pada bulan Juni 1994 di
Palembang, Jambi dan beberapa tempat lainnya, 28 (dua puluh delapan) orang
dirawat di rumah sakit, 5 (lima) orang lainnya meninggal dunia. Hasil investigasi
pihak yang berwenang, antara lain menyalahkan konsmen bahwa air dan alat yang
digunakan tercemar. Kalau yang tercemar air, mengapa yang menjadi korban
hanya yang mengkonsumsi mie instant, sedangkan yang tidak mengkonsumsinya
selamat?
Menurut pemantauan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
bersama-sama dengan organisasi konsumen daerah, pihak PT. Indofood selaku
produsen mie instant memasang iklan-iklan besar di beberapa harian utama,
seperti Suara Karya, Republika, Kompas, Suara Pemabaharuan pada minggu
kedua Juni 1994. Isinya mengenai pengumuman penarikan produknya yang
kadaluarsa.
Dalam barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh pelaku
usaha berisko sangat tinggi terhadap keamanan konsumen, maka pemerintah
selayaknya, mengadakan pengawasan secara ketat. Demi menjaga keamanan
masyrakat atas akibat negatif dari produk tersebut. Sehingga dengan demikian
perlu adanya pembahasan yang lebih mendalam lagi tentang tanggungjawab
pelaku usaha terhadap barang produksinya.
Keberadaan makanan di Kota Medan adalah setiap produksi makanan
maupun kemasan-kemasan lainnya yang menunjang sektor makanan tersebut
memberikan jaminan tentang keamanan dari benda yang dikonsumsi oleh
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
13/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
perusahaan. Dengan adanya PT. Indoofood Medan yang menampilkan
perkembangan teknologi produk makanan sehingga merubah segala kebutuhan
dan kepentingan manusia.
Dalam kenyataannya di lapangan meskipun produk makanan telah
dicantumkan di dalam suatu produksi barang tetapi dalam kenyataannya makanan
tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya, sehingga dalam kapasitas ini
konsumen merasa dirugikan.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 8 ayat (1) huruf f menyatakan
bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.
Selain mudah didapatkan pada sentra-sentra pemasaran, merek makanan
pada PT. Indoofood Medan sudah dikenal di tengah masyarakat. Hal ini
disebabkan lamanya merek produk tersebut beredar di pasaran dan juga produk
tersebut memiliki label, perizinan BPOM dalam setiap kemasannya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka timbul suatu keinginan bagi
penulis untuk menulis judul skripsi yaitu : “Tinjauan Yuridis Tentang Tanggung
jawab Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi Kasus PT. Indoofod Medan).
B. Perumusan Masalah
Permasalahan berarti adanya teori, sehingga perlu mendapatkan
penyelesaian untuk mengetahui apa persoalan yang sebenarnya.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
14/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Bertitik tolak dari judul dan uraian di atas, maka ada beberapa
permasalahan yang timbul dalam penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana akibat kelalaian pelaku usaha atas tanggungjawab produknya
terhadap konsumen?
2. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami
kerugian terhadap pelaku usaha atas pertanggungjawaban produk di PT.
Indoofood Medan?
3. Apakah peran dan fungsi Badan Yang Berwenang Menangani Sengketa
Konsumen?
4. Bagaimana cara penyelesaian/proses hukum terhadap kerugian akibat
kelalaian pelaku usaha atas produknya di PT. Indofood Medan?
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen, terutama dari penyampaian informasi yang meneyesatkan melalui
media iklan, serta dapat menjadi bahan masukan guna penyempurnaan peraturan
perundang-undangan perlindungan konsumen.
Untuk mencapai tujuan tersbut dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Untuk mengetahui akibat kelalaian pelaku usaha atas tanggungjawab
produknya Terhadap Konsumen
2. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen yang
mengalami kerugian terhadap pelaku usaha atas pertanggungjawaban produk
di PT. Indoofood Medan
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
15/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
3. Untuk mengetahui peran dan fungsi Badan Yang Berwenang Menangani
Sengketa Konsumen
4. Untuk mengetahui cara penyelesaian/proses hukum terhadap kerugian akibat
kelalaian pelaku usaha atas produknya di PT. Indofood Medan
Penelitian ini diharapkan dapat membarikan manfaat teoretis dan manfaat
praktis sebagai berikut:
2. Secara Teoretis
Secara teoretis diharapkan pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan
akan melahirkan pemahaman bahwa betapa penting penerapan hukum oleh
pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dalam melindungi hak-hak
konsumen dalam pertangungjawaban pelaku usaha terhadap produk yang
dipasarkan produksi yang dipasarkan, sehingga konsumen tidak merasa
dirugikan dan dapat memperoleh barang dan jasa yang diinginkan sesuai
dengan jenis dan kualitasnya. Selain itu konsumen terhindar dari perilaku
pelaku usaha yang lebih memprioritaskan penjualan tanpa memperhatikan
hak-hak serta kepentingan konsumen.
3. Secara Praktis
Secara praktis pembahasan dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi kalangan akademisi
dalam menambah wawasan sebagai regulator dalam melindungi kepentingan
konsumen. Oleh karena itu pula, diharapkan agar dengan adanya pembahasan
tanggungjawab pelaku usaha terhadap produksinya yang dipasarkan kepada
konsumen dalam skripsi ini, maka konsumen semakin menyadari akan hak-
hak yang dimiliki sebagai pengguna barang dan jasa (konsumen) dalam
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
16/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
melakukan fungsi kontrol terhadap perilaku pelaku usaha, sehingga tidak lagi
menjadi objek aktivitas bisnis pelaku usaha untuk mendapayakan keuntungan
yang sebesar-besarnya, guna mengembangkan khasanah Ilmu Pengetahuan
Hukum Perdata, khususnya mengenai Tinjauan Yuridis Tentang Tanggung
jawab Penjual Terhadap Produknya
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide, gagasan maupun pemikiran
penulis secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun gagasan
ini timbul karena penulis melihat keadaan yang berkembang bagaimana tanggung
jawab pelaku usaha terhadap produknya yang terjadi dalam perdagangan bebas.
Artinya tulisan ini bukanlah hasil ciptaan atau penggandaan dari karya
tulis orang lain. Oleh karena itu, keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalau ada
pendapat dan kutipan dari penulisan ini, semata-mata adalah sebagai faktor
pendukung dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan penulisan
ini, karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan
tulisan ini.
E. Tinjauan Kepustakaan
Tanggung jawab produk (Product Liability) sebenarnya mengacu sebagai
tanggungjawab produsen, yang dalam istilah bahasa Jerman disebut produzenten-
haftung. Agnes M. Toar mengartikan tanggung jawab produk sebagai tanggung
jawab para produsen untuk produk yang dibawanya ke dalam peredaran, yang
menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
17/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
tersebut.3
1. Tanggung jawab bersifat kontraktual atau tanggung jawab berdasarkan adanya
suatu perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak atau lebih
Kata “produk” oleh Agnes M. Toar diartikan sebagai barang, baik yang
bergerak maupun tidak bergerak (tetap). Sifat Tanggung jawab itu meliputi :
2. Tanggung jawab berdasarkan perundang-undangan atau gugatannya atas dasar
perbuatan melawan hukum.4
Namun dalam tanggung jawab produk, penekanannya ada pada yang
terakhir (tortious liability). Tanggung jawab produk oleh banyak ahli dimasukkan
dalam sistematika hukum yang berbeda. Ada yang mengatakan tanggung jawab
produk sebagai bagian dan hukm perikatan, hukum perbuatan melawan hukum
(tort law), hukum kecelakaan (ongevallenrecht, casualty law), dan ada yang
menyebutkan sebagai bagian dari hukum konsumen. Pandangan yang lebih maju
menyatakan tanggung jawab produk ini sebagai bagian hukum tersendiri ( product
liability law).
5
1. Pelanggaran jaminan (breach of warranty);
Dasar gugatan untuk tanggung jawab produk dapat dilakukan atas
landasan adanya :
2. Kelalaian (negligence);
3. Tanggung jawab mutlak.
Pelanggaran jaminan berkaitan dengan jaminan pelaku usaha (khususnya
produsen), bahwa barang yang dihasilkan atau dijual tidak mengandung cacat.
3 Agnes M. Toar, “Tanggung jawab Produk dan Sejarah Perkembangan di Beberapa
Negara”. Makalah : Dalam Penataran Hukum Perikatan, (Ujung Pandang : 17-29 Juli 1984), hal.1-2.
4 N.H.T. Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung jawab Produk ,
(Jakarta : Pantai Rei, 2005), hal. 52.5 Ibid. hal. 4.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
18/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Pengertian cacat bisa terjadi dalam konstruksi barang (construction defect ), desain
(design defect ), dan atau pelabelan (labeling defect ).
Adapun yang dimaksud dengan kelalaian (negligence) adalah apabila si
pelaku usaha yang digugat itu gagal menunjukkan, ia cukup berhati-hati
(reasonable care) dalam membuat, menyimpan, mengawasi, memperbaiki,
memasang label, atau mendistribusikan suatu barang.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ketentuan tentang
tanggung jawab produk ini sebenarnya dikenal, dalam Pasal 1504 yaitu :
“Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk
pemakaian yang dimaksudkan, atau yang demikian yang mengurangi
pemakaian itu sehingga, seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia
sama sekali tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang”.
Pasal ini berkaitan dengan Pasal-Pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504 sampai
dengan 1511.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ketentuan yang
mengisyaratkan adanya tanggung jawab produk tersebut dimuat dalam Pasal 7
sampai dengan Pasal 11. Pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut (mulai Pasal
8) dikategorikan sebagai tindak pidana menurut ketentuan Pasal 62 Undang-
Undang Perlindungan Konsumen. Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen secara lebih tegas merumuskan tanggung jawab produk
ini dengan menyataka : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi
atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”
Walaupun secara umum ada perlindungan terhadap cacat tersembunyi,
Pasal 19 Ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberi batas waktu
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
19/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
penggatian sampai tujuh hari setelah tanggal transaksi konsumen. Cacat
tersembunyi yang ditemukan setelah masa garansi berakhir, juga tdak lagi
menjadi tanggung jawab pelaku usaha (Pasal 27 Undang-undang Perlindungan
Konsumen).
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skirpsi ini adalah
metode normatif dengan pendekatan secara kualitatif.
Metode penelitian normatif dipergunakan dalam penelitian ini guna
melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen yang berlaku, serta untuk
memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di
perpustakaan, koran, majalah, situs internet dan sebagainya.6
Metode pendekatan secara kualitatif bermanfaat untuk melakukan analisis
data secara menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral (holistic),
hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif dan mendalam dengan tidak
mempergunakan analisis secara kualitatif.
7
6 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung :
Alumni, 1994), hal. 139.7
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,1996), hal. 22.
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan
( Library Research) untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, serta bahan hukum tertier.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
20/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Bahan hukum primer dapat berupa peraturan perundang nasional, maupun
peraturan perundang-undangan dari negara lain yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen. Demikian pula putusan-putusan pengadilan di Indonesia
untuk melihat aplikasi peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen
tersebut.8
Bahan hukum sekunder dapat berupa karya-karya ilmiah berupa buku-
buku, laporan penelitian, jurnal ilmiah, dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini,
pendapat para ahli yang dikemukakan dalam seminar-seminar, konferensi-
konferensi nasional maupun Internasional yang berkaitan dengan pokok
permasalahan dalam skripsi ini.
9
Bahan hukum tertier, terdiri dari bahan-bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus,
ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.
10
Untuk memperoleh data pendukung akan dilakukan wawancara secara
mendalam (in depth interviewng)
11
Penarikan kesimpulan terhadap data berhasil dikumpulan dilakukan
dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun
secara induktif, sehingga akan dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahan-
permasalahan yang telah disusun.
dengan mempergunakan petunjuk umum
wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu pada beberapa informan yang
mengetahui pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian.
8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia
Press, 1986), hal. 52.9 Ibid.
10
Ibid.11 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hal. 59.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
21/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
G.
Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar
tidak terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulisan
dibagi dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub-sub
bab. Adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini digambarkan hal-hal yang bersifat umum yang diikuti
dengan alasan pemilihan judul, kemudian dilanjutkan dengan
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan dan metode penelitian. Bab ini ditutup dengan
memberikan sistematika dari penulisan skripsi.
BAB II HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN MENGENAI PRINSIP
PERTANGGUNGJAWABAN PRODUK (PRODUCT LIABILITY)
Dalam bab ini, dikemukakan Ruang Lingkup Hukum Konsumen dan
Hukum Perlindungan Konsumen, Pengertian Konsumen dan Pelaku
Usaha, Kepentingan-kepentingan Konsumen, Jalinan Transaksi Antara
Konsumen Dengan Pelaku Usaha, Tinjauan Tentang Aspek Hukum
Perlindungan Konsumen setelah berlakunya Undang-Undang
Perlinfdungan Konsumen (UUPK).
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA ATAS PRODUK
DAN HAK-HAK KONSUMEN
Bab III ini, dikemukakan Perkembangan Prinsip Pertanggungjawaban
Produk (Product Liability), Faktor-faktor Yang Melemahkan
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
22/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Konsumen, Pelanggaran Terhadap Prinsip Pertanggung jawaban
Produk yang Dilakukan Pelaku Usaha, Pengawasan Pemerintah
Terhadap Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Produk (Product
Liability), Jaminan Hukum Terhadap Hak-hak konsumen dan Pelaku
Usaha.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
23/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
BAB IV PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN YANG
MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN PELAKU
USAHA ATAS PERTANGGUNGJAWABAN PRODUK (PRODUCT LIABILITY)
Dalam bab IV ini, dikemukakan Akibat Kelalaian Pelaku Usaha atas
Tanggungjawab Produknya Terhadap Konsumen, Pelaksanaan
Perlindungan Hukum bagi Konsumen yang mengalami kerugian
terhadap pelaku usaha atas pertanggungjawaban produk di PT.
Indoofood Medan, Tanggung jawab PT. Indoofood Medan Jika Produk
PT. Indoofood Medan mengalami akibat kerusakan terhadap
produknya, Penyelesaian/Proses hukum terhadap kerugian akibat
kelalaian pelaku usaha atas produknya di PT. Indofood Medan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini,
dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran dari penulis.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
24/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
BAB II
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN MENGENAI PRINSIP
PERTANGGUNGJAWABAN PRODUK (PRODUCT LIABILITY) DAN STANDARISASI MUTU BARANG
A. Ruang Lingkup Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen
Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungann konsumen” sudah
sangat sering terdengar. Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam
materi keduanya. Juga, apakah kedua “cabang” hukum itu identik.
Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh
hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan
perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum
konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang
sullit dipisahkan dan ditarik batasnya.
Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan
bagian dari hukum konsumen yang lebih luas itu. Az. Nasution, misalnya,
berpendapat hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum
konsumen yang memuat asas-asas atau kaiadah-kaidah bersifat mengatur, dan
juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum
konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan
dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.12
12
Az. Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum padaPerlindungan Konsumen, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 64-65.
16
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
25/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Az. Nasution mengakui, asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan dan masalah konsumen itu tersebar dalam berbagai bidang
hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Ia menyebutkan, seperti Hukum
Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pidana, Hukum Administrasi (Negara) dan
Hukum Internasional, terutama konvensi-konvensi yang berkaiatan dengan
kepentingan-kepentingan konsumen.13
B. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha
Dapat dikatakan, hukum konsumen berskala lebih luas meliputi berbagai
aspek hukum yang terdapat kepentingan pihak konsumen di dalamnya. Kata aspek
hukum ini sangat bergantung pada kemauan mengartikan “hukum”, termasuk juga
hukum diartikan sebagai asas dan norma. Salah satu bagian dari hukum konsumen
ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan
hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.
1. Pengertian Konsumen
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah
“konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK),
Undang-undang Perlindungan Konsumen menyatakan, konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
13 Ibid., hal. 64.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
26/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memuat suatu definisi
tentang konsumen, yaitu setiap pemakai dan atau pengguna barang dan
atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang
lain. Batasan itu mirip dan garis besar maknanya diambil alih oleh
Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli”
(koper). Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Pengertian konsumen jelas lebih luas daripada pembeli. Luasnya
pengertian konsumen dilukiskan secara sederhana oleh Mantan Presiden
Amerika Serikat, John F. Kennedy dengan mengatakan, “consumers by
definition include us all.”14
Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan,
para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai,
pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa; (uiteindelijke gebruiker
van goederen en diensten).
15
14
Mariam Darus Badrulzaman, “Perlindungan terhadap Konsumen Dilihat dari SudutPerjanjian Baku (Standar),” dalam BPHN, Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan
Konsumen, (Bandung : Binacipta, 1986), hal. 57.15
Hondius, “ Jaarboek Konsumentenrecht ,” 1976, dalam Mariam Darus Badrulzaman, Loc. Cit .
Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen
bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dengan konsumen pemakai
terakhir.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
27/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Di Perancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang
berkembang, konsumen diartikan sebagai, “The person who obtains goods
or services for personal or family purposes.”16
Di Spanyol, pengertian konsumen diartikan tidak hanya individu
(orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai
terakhir. Adapun yang menarik di sini, konsumen tidak harus terikat dalam
hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik
dengan pembeli.
Dari definisi itu terkandung dua unsur, yaitu konsumen hanya
orang, dan barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau
keluarganya.
17
a. Setiap orang
Rumusan-rumusan berbagai ketentuan itu menunjukkan sangat
beragamnya pengertian konsumen. Masing-masing ketentuan memiliki
kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, dengan mempelajari perbandingan
dari rumusan konsumen, kita perlu kembali melihat pengertian konsumen
dalam Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Sejumlah catatan dapat diberikan terhadap unsure-unsur definisi
konsumen.
Konsumen adalah :
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang
berstatus sebagai pemakai barang/atau jasa.
16 Tim FH UI & Depdagri, Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen, (Jakarta : tidak dipublikasikan, 1992), hal. 57.17 Tim FH UI & Depdagri, Op. Cit ., hal. 58.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
28/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
b. Pemakai
Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, kata “pemakai” menekankan, konsumen
adalah konsumen akhir (ultimate consumer ).
c. Barang dan/atau jasa
Berkaitann dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti
terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah
berkonotasi barang atau jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada
pengertian barang. Dalam dunia perbankan, misalnya, istilah produk
dipakai juga untuk menamakan jenis-jenis layanan perbankan.
d. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus
tersedia di pasaran (bunyi Pasal 9 Ayat (1) Huruf (e) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan
dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan.
Kepentingan ini tidak sekadar ditujukan untuk diri sendiri dan
keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang
lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk
hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
29/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
f. Barang dan atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Secara teoretis hal
demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup
pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit
menetapkan batas-batas seperti itu.
2. Pengertian Pelaku Usaha
Sementara pengertian dari pelaku usaha menurut BAB I, Ketentuan
Umum Pasal 1 Angka (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan
atau badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Abdul Kadir Muhammad dalam Makalah Tan Kamello, pengusaha
diartikan orang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan
perusahaan”.18
Menjalankan perusahaan maksudnya mengelola sendiri
perusahaannya baik dengan dilakukan sendiri maupun dengan bantuan
pekerja. Dalam pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pelaku usaha
adalah perusahaan, korporasi, Badan Usaha Milik Negara, koperasi,
importer, pedagang, distributor, dan lain-lain.
18 Tan Kamello, “Praktek Perlindungan Bagi Konsumen di Indonesia Sebagai Akibat
Produk Asing di Pasar Nasional,” Makalah : Dalam Pelatihan Manajemen dan HukumPerdagangan, (Medan, 1998), hal. 7.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
30/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
C.
Kepentingan-Kepentingan Konsumen dan Pelaku Usaha
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tentang harga, mutu barang dan/
atau jasa, syarat-syarat pembelian, tingkat pendidikan, perlindungan hukum dan
pada umumnya syarat-syarat bagi tercapainya kesejahteraan keluarga, merupakan
hal-hal yang sangat relevan dengan kepentingan konsumen. Dalam perangkat
hukum konsumen, diantara berbagai hal di atas juga sudah diakomodasikan, tentu
saja dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Mulai dari KUHPerdata
misalnya, tersedia berbagai upaya hukum bagi konsumen untuk mengadakan
hubungan hukum dengan para penyedia barang atau jasa yang dibutuhkannya
(antara lain Buku Ketiga Tentang Perikatan). KUH Pidana dan peraturan
perundang-undangan tentang tindak pidana di luar Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), serta berbagai peraturan perundang-undangan tata usaha negara
(hukum administrasi), memuat pula norma-norma hukum yang berfungsi
mencegah ( preventif) atau menindak (refresive) perilaku yang dapat menimbulkan
kerugian atas konsumen.
Kiranya perlu dikemukakan terlebih dahulu, bahwa yang menjadi
perhatian utama dalam upaya perlindungan konsumen adalah kepentingan-
kepentingan umum konsumen. Secara tidak langsung dalam berbagai peraturan
perundang-undangan menyebutkan tentang keamanan dan keselamatan rakyat,
hak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan
berkumpul dan sebagainya. Tetapi secara tegas hak dan/atau kepentingan
konsumen telah termuat dalam suatu peraturan perundang-undangan yaitu
Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Karena
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
31/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
sesungguhnya seluruh rakyat itu adalah konsumen (pengguna atau pemakai
barang dan/atau jasa kebutuhan hidup), maka tidak perlu diragukan bahwa ke
semua hak dan kepentingan rakyat sebagaimana ditetapkan dalam hukum positif,
terutama yang berkaitan dengan penggunaan barang atau jasa konsumen, adalah
hak dan kepentingan konsumen.
Untuk memudahkan dan mendasarkan diri pada pemahaman umum
masyarakat tentang kepentingan sebagai konsumen, maka bahasan tentang
kepentingan konsumen ini dilakukan dengan menggunakan pengelompokkan,
yaitu:
1. Kepentingan Fisik Konsumen
Kepentingan fisik ini maksudnya adalah kepentingan badani konsumen yang
berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan/atau jiwa dalam
penggunaan barang dan/atau jasa konsumen. Dalam setiap perolehan barang
dan/atau jasa konsumen, haruslah barang/jasa itu memenuhi kebutuhan hidup
dari konsumen tersebut dan memberikan manfaat baginya (tubuh dan
jiwanya). Kepentingan fisik konsumen dapat terganggu kalau suatu perolehan
barang atau jasa malah menimbulkan kerugian berupa gangguan kesehatan
badan atau ancaman pada keselamatan jiwanya. Contoh, pembelian biscuit
Marie Super dimaksudkan untuk menghilangkan lapar seorang anak atau bayi
bukan untuk menghilangkan nyawanya19
19
Putusan Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 1 Agustus 1990 No. 30/Pid.B/PN-TNGkasus biscuit beracun PT GABISCO Tangerang. Dikutip dari Az. Nasution Op. cit., (1), hal. 7.
.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
32/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
2. Kepentingan Sosial-Ekonomi Konsumen
Kepentingan ini menghendaki agar setiap konsumen dapat memperoleh hasil
optimal dari penggunaan sumber-sumber ekonomi dalam mendapatkan barang
dan/atau jasa kebutuhan hidup. Untuk keperluan ini, tentu saja konsumen
harus mendapatkan informasi yang benar dan bertanggungjawab tentang
produk konsumen tersebut20
Hasil optimal bagi konsumen hanya dapat dicapai, apabila konsumen
dalam pembelian kebutuhan hidupnya memperoleh barang/jasa senilai dengan
harga yang harus dibayarnya untuk itu. Misalnya, kalau seorang konsumen
mengeluarkan biaya untuk membeli gula pasir sebesar Rp. 7.350,00 (tujuh
ribu tiga ratus lima puluh rupiah), maka tentunya harus memperoleh sebanyak
1 (satu) kilogram atau 10 (sepuluh) ons gula pasir tersebut dan bukan 8
(delapan) atau 9 (sembilan) ons saja (berkaitan dengan ukuran, takaran dan
timbangan
.
Konsumen pun harus memperoleh pendidikan yang relevan untuk
mengerti informasi produk konsumen yang disediakan. Tersedianya upaya
penggantian kerugian yang efektif, apabila dirugikan dalam transaksi
konsumen, dan kebebasan untuk menbentuk oragnisasi atau kelompok-
kelompoknya yang diikutsertakan dalam setiap proses pengambilan keputusan
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.
21
20
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Naskah AkademisPeraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen dalam hal Makanan dan
Minuman, 1992/1993, (1), hal. 31, segi-segi sosial ekonomi makanan, sumber informasi bagi
masyarakat.21 Az.Nasution, Op.cit., (1), hal. 80.
. Begitu pula dengan produk-produk atau merek lain yang menjadi
kebutuhan konsumen, haruslah sesuai dengan apa yang diinginkan dan bukan
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
33/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
produk orang lain “pembajak” merek tersebut (berkaitan dengan keaslian
produk konsumen dan persaingan/kecurangan dalam bidang usaha).
3. Kepentingan Hukum Konsumen
Kepentingan hukum bagi masyarakat Indonesia dalam kualitas sebagai
konsumen, merupakan suatu kepentingan dan kebutuhan yang sah. Suatu hal
yang tidak adil bagi konsumen Indonesia, bila kepentingan tidak seimbang
dan tidak dihargai sebagaimana penghargaan pada kepentingan-kepentingan
konsumen ini tercermin dalam UUPK (Undang-uNdang Perlindungan
Konsumen).
Sifat kepentingan khas produsen (lebih tepat pelaku usaha atau pengusaha
telah dirasakan bahwa dalam menjalankan kegiatan memproduksi atau
berdaganga, menggunakan barang atau bahan pelengkap. Kepentingan dalam
menggunakan barang atau jasa adalah untuk kegiatan usaha memproduksi
dan/atau berdagang itu adalah untuk meningkatkan pendapatan atau
penghasilan mereka (tujuan komersil)22
Kepemtingan peningkatan pendapatan atau penghasilan kalangan pelaku
usaha adalah dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha. Dalam hubungan
dengan para konsumen, kegiatan usaha pengusaha adalah dalam rangka
memproduksi, menawarkan dan/atau mengedarkan produk hasil usaha.
Perlindungan hukum yang diperlukan adalah agar penghasilan dalam
berusaha dapat meningkat, baik merosot atau bahkan hilang sama sekali baik
karena :
.
23
22
Az. Nasution, Op.cit ., (2), hal.33.23 Ibid ., hal. 34-35.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
34/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
a. Terdapat kelemahan dalam menjalankan usaha tertentu atau tidak efisien
dalam menjalankan manajemen usaha (perlu ketentuan-ketentuan tentang
pembinaan) atau,
b. Adanya praktek-praktek niaga tertentu yang menghambat atau
menyingkirkan para pengusaha dari pasar, seperti pratek persaingan
melawan hukum, pengusahaan pasar yang dominant, dan lain-lain
(memerlukan ketentuan pengawasan).
Perbedaan prinsip dari kepentingan-kepentingan dalam penggunaan
barang/jasa dan pelaksanaan kegiatan antara pelaku usaha dan konsumen,
dengan sendirinya memerlukan jenis pengaturan perlindungan dan dukungan
yang berbeda pula.
Bagi kalangan pelaku usaha, perlindungan itu adalah untuk kepentingan
komersial dalam menjalankan kegiatan usaha. Seperti bagaimana
memproduksinya, mengangkutnya dan memasarkannya, termasuk di
dalamnya bagaimana menghadapi persaingan usaha. Haruslah ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang usaha dan mekanisme persaingan
usaha itu24
24
Undang-undang No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan PersainganUsaha Tidak Sehat.
. Persaingan harus berjalan secara wajar dan tidak terjadi
kecurangan-kecurangan sehingga mengakibatkan kalangan pelaku usaha tidak
saja meningkat pendapatannya, bahkan dapat mati usahanya, sekalipun diakui
bahwa persaingan merupakan suatu yang biasa saja dalam dunia usaha, tetapi
persaingan antar kalangan usaa itu haruslah sehat dan terkendali.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
35/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Dalam upayanya untuk memperkenalkan produk kepada konsumen,
pelaku usaha dapat melakukan beberapa upaya, salah satu diantaranya adalah
dengan memberikan informasi produk dalam suatu konsep yang dapat
menarik perhatian konsumen sekaligus dapat memenuhi keingintahuan
konsumen terhadap konsumen terhadap informasi produk yang diberikan,
biasanya informasi produk tersebut dalam bentuk periklanan.25
Dalam sruktur pasar yang demikian, kedudukan dan peran konsumen
sangatlah kuat atau berkuasa (sovereign), sehingga melahirkan teori
kedaulatan konsumen (consumer sovereign theory). Menurut teori ini,
kedudukan dan peran konsumenlah yang mengayun pasar. Dikatakan bahwa
Peran konsumen adalah ekonomi kepada produksi barang dan jasa yang
diinginkannya (the consumer’s role is the guide the economy to production of
Dalam Konteks Perlindungan Konsumen oleh mekanisme pasar tanpa ada
aturan pemerintah/negara dikenal dua teori, yaitu teori pasar bebas (free
market theory) dan teori kedaulatan konsumen (consumer sovereignty theory).
Tidak adanya peraturan tempat pasar (Unregulated market place) dijiwai
oleh prinsip laissez faire yang menjunjung tinggi kebebasan berusaha dan
kekuatan pasar atas peraturan perundang-undangan sebagai alat untuk
mengawasi kegiatan ekonomi.
25 Badan Pembinaan Hukum Nasional, “ Laporan Akhir Naskah Akademis Peraturan
Perundang-undangan tentang Periklanan”, Disusun Tim Kerja di bawah pimpinan A.z. Nasution,(Jakarta : Departemen Kehakiman Republik Indonesia, 1995/1996), (2), hal.12.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
36/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
goods and service that he wants).26
Kedua teori ini percaya bahwa konsumen
terlindungi kepentingannya yang didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu:27
a Dipasar terdapat banyak pembeli dan penjual suatu produk. Hal inidimaksudkan, tidak satu pun pelaku usaha yang menawarkan dan
konsumen yang meminta produk dalam jumlah tertentu dapat
mempengaruhi harga. Sebagai contoh, apabila ada seorang pelaku
usaha atau sejumlah kecil pelaku usaha secara bersama-sama
membatasi jumlah suatu jenis barang atau jasa yang beredar di pasar, pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha tersebut akan menaikkan
harga produk sampai jumlah tertentu. Sebaliknya, apabila hanya adasatu atau sekelompok kecil konsumen, maka konsumen atau
sekelompok tersebut dapat memanipulasi pasar. b Penjual dan pembeli bebas untuk masuk atau keluar dari pasar produk
tertentu. Asumsi ini, bermakna bahwa tidak ada pembatasan atau
larangan untuk mendirikan perusahaan baru dan menjual produknya
dengan harga yang kompetitif.
c Suatu persaingan yang sehat terjadi apabila dan jasa yang tersediasama dan dipasarkan pada harga ang sama.
d Pihak penjual dan pembeli sama-sama mengetahui harga produk yangdijual. Teori ekonomi mengenai hubungan antara konsumen dan
pelaku usaha berimplikasi pada teori hukum yang berkembang pada
era dominasinya kebebasan individu dan liberalisme. Kekuatankonsumen kemudian melahirkan teori dalam kontrak, yaitu kebebasan
berkontrak (freedom of contract) dan hubungan kontrak (privity of
contract).”
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam hal ini
mencoba untuk memperluas kepentingan. Kepentingan ini tidak sekadar
ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu
diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan
untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Sisi teori kepentingan
setiap tindakan manusia adalah bagian dari kepentingannya, karena pada
dasarnya tindakan memakai suatu barang dan atau jasa (terlepas untuk
26 www.google.com, Latar Belakang Lahirnya Perlindungan Konsumen di Indonesia,
diakses tanggal 30 Maret 2009.27 Ibid.
http://www.google.com/http://www.google.com/
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
37/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
ditujukan untuk siapa dan makhluk hidup lain), juga tidak terlepas dari
kepentingan pribadi.28
D.
Jalinan Transaksi antara Konsumen dengan Pelaku Usaha
Seseorang yang membeli makanan untuk kucing
peliharanya, misalnya, berkaitan dengan kepentingan pribadi orang itu untuk
memiliki kucing yang sehat.
Konsumen yang dibicarakan dalam bagian ini dan bab-bab selanjutnya
adalah Konsumen Akhir. Selanjutnya disebut konsumen, yaitu setiap pengguna
barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga dan
tidak untuk memproduksi barang dan/atau jasa lain atau memperdagangkan
kembali. Dengan transaksi konsumen dimaksudkan proses terjadinya peralihan
atau penikmatan barang atau jasa di penyedia barang atau penyelenggara jasa
kepada konsumen. Peralihan dapat terjadi karena adanya sesuatu hubungan
hukum tertentu sebagimana diatur dalam KUHPerdata atau peraturan perundang-
undangan lainnya yang berkaitan dengan peralihan hak atau penikmatan barang
atau jasa (hubungan hukum jual beli, beli sewa, sewa menyewa, pinjam
meminjam, dan sebagainya).
Barang atau jasa konsumen yang dialihkan kepada konsumen dalam suatu
transaksi, dibatasi berupa barang atau jasa yang lazimnya dalam masyarakat
digunakan untuk kerperluan kehidupan atau rumah tangga dan tidak untuk tujuan
komersial, seperti menggunakan barang atau jasa itu untuk memproduksi barang
atau jasa lain dan memperdagangkannya kembali. Dalam praktik sehari-hari
terjadi beberapa tahap transaksi konsumen. Tahap-tahap tersebut adalah:
28 Shidarta, Op.cit ., hal. 9.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
38/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
2. Tahap pra-transaksi konsumen;
3. Tahap transaksi konsumen;
4. Tahap purna-transaksi konsumen.
Tahap-tahap di atas, tidaklah tegas terpisah satu sama lain. Mungkin saja
tahap pertama dan kedua langsung terjadi dalam satu kegiatan konsumen.
Misalnya konsumen datang ke suatu toko melihat barangnya, mencari, dan
mendapat sekedar informasi mengenai barang tersebut. Karena merasa cukup
mengenal produk tersebut ia langsung membelinya (mengadakan transaksi
konsumen). Tahap-tahap transaksi konsumen tersbut diperlukan agar dapat
dengan mudah memahami akar permasalahan dan mencari jalan penyelesaiannya.
Di samping itu, dengan pemahaman ini penyusunan suatu perundang-undangan
yang khusus untuk melindungi konsumen lebih mudah dan terarah.29
1. Tahap Pra- Transaksi Konsumen
Pada tahap pra transaksi konsumen, transaksi (pembelian, penyewaan,
peminjaman, pemberian hadiah komersial, dan sebagainya) belum terjadi.
Konsumen masih mencari keterangan dimana barang atau jasa kebutuhannya
dapat ia peroleh, beberapa hanya dan apa pula syarat-syarat yang harus ia
penuhi, serta mempertimbangkan berbagai fasilitas atau kondisi dari transaksi
yang ia inginkan. Pada tahap ini, informasi tentang barang atau jasa konsumen
memegang peranan penting. Informasi yang benar dan bertanggung jawab
(informative information) merupakan kebutuhan pokok konsumen sebelum ia
dapat mengambil sesuatu keputusan untuk mengadakan, menunda atau tidak
mengadakan transaksi bagi kebutuhan hidupnya.
29 Ibid.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
39/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Putusan pilihan konsumen yang benar mengenai barang dan jasa yang ia
butuhkan (informed choice), sangat tergantung pada kebenaran dan
bertanggung jawabnya informasi yang disediakan oleh pihak-pihak berkaitan
dengan barang atau jasa konsumen. Informasi yang setengah benar,
menyesatkan, apalagi informasi yang menipu dengan sendirinya menghasilkan
putusan yang dapat menimbulkan kerugian materiil atau bahkan mungkin
membahayakan kesehatan tubuh atau jiwa konsumen, karena keliru, salah atau
disesatkan dalam mempertimbangkannya
Informasi barang atau jasa konsumen dapat diperoleh dari berbagai
sumber dan dalam berbagai bentuk. Sumber utama informasi adalah yang
disediakan oleh pengusaha (produsen atau distributor) produk konsumen
tersebut. Informasi itu baik yang disampaikan dalam rangka memperkenalkan
dan memasarkan produk konsumen tersebut, maupun yang diharuskan oleh
suatu peraturan perundang-undangan yang berkaitan. Tetapi di samping itu
informasi dapat pula diperoleh dari kalangan konsumen sendiri (organisasi-
organisasi konsumen) atau dari sumber pemerintah.
Informasi dari organisasi konsumen terdapat dalam bentuk laporan hasil
penelitian atau pengujian organisasi tersebut atas barang atau jasa tertentu.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) misalnya, menyampaikan
informasi barang/jasa hasil survei atau pengujiannya sendiri atau hasil
penelitian internasional yang diperolehnya, dari sumber pemerintah, dapat
dalam bentuk pengumuman ketentuan-ketentuan tentang persyaratan yang
harus dipenuhi sesuatu barang atau jasa konsumen, melalui informasi pasar
terutama yang terlihat atau melalui pengumuman-pengumuman tentang
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
40/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
beredarnya atau dilarangnya barang atau jasa konsumen tertentu yang
berbahaya atau tidak memenuhi pesyaratan. Tetapi volume terbesar dari
informasi tersebut terutama berasal dari kalangan pengusaha.
Dasar hukum kewajiban menyediakan informasi produk menjadi
demikian penting, bahkan pelanggaran atasnya diancam sebagai tindak pidana
ekonomi, dan hal ini sangat berarti bagi perlindungan konsumen.30
2. Tahap Transaksi Konsumen
Pada fase ini, transaksi konsumen sudah terjadi. Jual-beli atau sewa
menyewa barang, telah terjadi. Berbagai syarat peralihan kepemilikan atau
penikmatan, cara-cara pembayaran atau hak/kewajiban yang mengikuti,
merupakan hal-hal pokok bagi konsumen. Pada saat ini umumnya suatu
perikatan antara pelaku usaha dan konsumen dengan pembayaran atau
pelunasan berjangka (antara lain perjanjian beli sewa, kredit perbankan, kredit
perumahan dan sebagainya), tidak jarang memunculkan masalah. Hal yang
pada awalnya dirasakan manis pada konsumen (segera mendapatkan barang
keinginannya dengan hanya membayar sebagian kecil dari harga), namun pada
akhirnya tidak jarang menimbulkan kepahitan dan kejengkelan
berkepanjangan. Salah satu penyebab ini adalah perjanjian dengan syarat-
syarat baku, terutama perjanjian dengan syarat-syarat baku sepihak.
Dalam banyak peristiwa yang terjadi, orang menandatangani sesuatu
konsep perjanjian tanpa membaca dengan teliti syarat-syarat yang terdapat
dalam perjanjian itu. Keadaan ini, dari pengalaman sendiri dan penelitian-
30 Az. Nasution, Op.cit. hal. 39-41.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
41/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
penelitian, tidak hanya dilakukan oleh orang-orang awam, kurang mampu,
atau kurang pendidikan, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang yang
mengerti, mampu dan berpendidikan cukup. Agaknya kecerobohan ini
umumnya dilakukan oleh orang yang tidak mau pusing atau susah-susah,
terutama Bangsa Indonesia yang kadangkala bersikap “ah semua bias diatur”
atau “pokoknya dapat”. Di samping kelemahan intern konsumen ini, masih
ada penyebab ekstern konsumen yaitu “kelebihan kemampuan pengusaha’
sehingga konsumen kecuali bersedia untuk tidak mendapatkan barang atau
jasa yang diinginkan, ia seakan-akan terpojok dalam posisi “take it or leave
it”.
Informasi yang benar dan bertanggung jawab dapat membantu konsumen
menetapkan pilihan yang tepat (sesuai kebutuhan dan harga kemampuannya),
begitu pula cara-cara memasarkan barang atau jasa. Cara-cara pemasaran yang
wajar akan sangat mendukung putusan pilihan konsumen yang
menguntungkannya. Leluasanya konsumen memilih barang atau jasa
kebutuhannya adalah salah satu hak konsumen dan juga merupakan
kepentingan konsumen.31
3. Tahap Purna-Transaksi Konsumen
Tahap ini dapat disebut tahap purna jual. Pada tahap ini transaksi
konsumen telah terjadi dan pelaksanaan telah diselenggarakan. Misalnya,
pembelian satu unit kenderaan bermotor telah terjadi dan kenderaan bermotor
itu telah digunakan konsumen sendiri atau secara bersama-sama keluarganya.
31 Ibid, hal. 43-47.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
42/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Kepuasan konsumen atau kekecewaannya berkenaan dengan transaksi yang
diselenggarakan akan segera menjadi kenyataan. Kepuasan konsumen akan
menyebabkan konsumen untuk setia, dan tidak beralih dari merek (brand)
barang atau jasa tertentu, sehingga pengusaha bersangkutan akan dapat
mempertahankan langganannya.
Kebutuhan konsumen akan barang atau jasa, baik kebutuhan produk
rohaniah dan jasmaniah maupun kebutuhan yang dirangsang oleh berbagai
praktek atau strategi pemasaran dan keberanian pengusaha mengambil resiko
(dana, tenaga dan masa depan) dalam menyediakan berbagai kebutuhan
konsumen tersebut, sesungguhnya merupakan dua sisi dari satu kehidupan.
Tinjauan lain dari hal-hal yang dikemukakan di atas dengan sendirinya
memperhatikan makin tingginya tingkat ilmu dan teknologi dalam
memproduksi produk-produk konsumen, membuat konsumennya semakin
“awam” menyangkut produk kebutuhannya sendiri. Karena itu anjuran supaya
“konsumen teliti dalam membeli” (caveat emptor) seharusnya didampingi
oleh atau bahkan lebih tepat apabila diganti dengan kewajiban “pengusaha
bertanggung jawab” (caveat venditor).
Tanpa tanggung jawab pengusaha itu, kepentingan ekonomis, keselamatan
tubuh dan keamanan jiwa konsumen dipertaruhkan dan menghadapi resiko
yang tidak sepatutnya mereka alami. Dilihat dari segi lain, melepas tanggung
jawab tidaklah sesuai dengan kesusilaan dan kepatutan pada setiap orang
dalam masyarakat. Dalil caveat emptor tidak patut dijadikan pendukung
perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan konsumen, baik perbuatan dengan
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
43/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
menggunakan cara-cara menyesatkan apalagi dengan perbuatan memalsu atau
menipu.32
1. Pasal 204 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana :
Keadaan barang atau jasa setelah mulai digunakan atau mulai dinikmati,
kemudian ternyata tidak sesuai dengan deskripsi yang klaim pengusaha, baik
tentang asal produk, keadaan, sifat, jumlahnya, atau jaminan/garansinya,
merupakan masalah pada tahap purna jual. Dengan memperbincangkan asal
produk konsumen, mutu, sifat, keadaan, jumlah, garansi dan hal-hal yang
berkaitan dengan itu, sesungguhnya masalah sudah termasuk
pertanggungjawaban pengusaha atau tanggung jawab produk. Pada masa
purna transaksi konsumen masalah ini termasuk masalah yang terus-menerus.
E. Tinjauan tentang Aspek Hukum Perlindungan Konsumen setelah
berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)
Hukum konsumen belum dikenal sebagaimana dikenal cabang hukum
pidana, hukum perdata, hukum administrasi, hukum internasional, hukum adat
dan berbagai cabang hukum lainnya. Dalam hal ini juga belum ada kesepakatan
hukum konsumen terletak dalam cabang hukum yang mana. Hal ini dikarenakan
kajian masalah hukum konsumen tersebar dalam berbagai lingkungan hukum
antara lain perdata, pidana, administrasi, dan konvensi internasional.
Ketentuan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di bidang
konsumen setelah berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8
Tahun 1999 sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Hal itu
bisa dilihat misalnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
32 Ibid , hal. 52-56.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
44/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
ayat 1 : “Barang siapa menjual menawarkan, menyerahkan ataumembagi-bagikan barang yang dikatahuinya membahayakan nyawa
atau kesehatan orang, padahal sifat bahaya itu tidak diberitahu,diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.ayat 2 : “Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalahdiancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjaraselama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.”
2. Pasal 205 KUHP mengatur tentang perbuatan yang karenakealpaannya menyebabkan barang-barang berbahaya bagi nyawa ataukesehatan orang, dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan tanpadiketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yangmemperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulanatau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Jika mengakibatkanmatinya orang, si bersalah dikenakan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan atau kurungan paling lama satu tahun dan barang- barang itu disita.3. Pasal 359 KUHP : kealpaan menyebabkan matinya orang lain,
diancam pidata paling lamalima tahun atau kurungan paling lama satutahun.
4. Pasal 382 KUHP : tentang tindakan menjual, menawarkan ataumenyerahkan makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui
palsu, diancam penjara paling lama empat tahun.5. Pasal 386 KUHP yang mengatur mengenai makanan, minuman atau
obat-obatan yang palsu, dimana perbuatan pemalsuan dari pihak penjual, penawar, yang menyerahkan makanan, minuman dan obat-obatan itu tidak diberitahukannya kepada pembeli.
6. UU No.5 tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli danPersaingan Usaha Tidak Sehat (UU LPM PUTS) Pasal 4 tentangmengatur dan menentukan identifikasi yuridis mengenai oligopoli.Oligopoli ialah kesepakatan atau perjanjian antara satu dengan
beberapa pelaku usaha untuk menguasai sebagian besar produksi dan pasar. UU ini mengkriteriakan penguasaan pasar itu berupa lebih dari75 persen dari pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.Praktek monopoli atau persaingan curang pada akhirnya akanmerugikan konsumen.33
Dalam hal tanggung jawab kontraktual atau tanggung jawab berdasarkan
adanya suatu perjanjian, berarti bahwa dalam melakukan suatu kontrak atau
perjanjian, sudah barang tentu ada yang bertanggung jawab atas sesuatu yang
telah dibuat dalam perjanjian. Seperti hal dalam hal perjanjian jual beli, dimana
orang yang menjual berjanji kepada orang yang membeli untuk menyerahkan
sesuatu barang kepada pembeli dan orang yang membeli menyerahkan sejumlah
33
N.H.T. Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk ,(Jakarta : Pantai Rei, 2005), hal 63.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
45/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
uang menurut harga yang ditentukan. Dan si penjual juga menjamin tidak adanya
cacat yang terdapat pada barang yang dijualnya. Dan apabila benda yang dijual
oleh si penjual setelah sampai keterangan si pembeli, ternyata ada cacatnya, maka
si penjual wajib menanggung kerugian. Karena dengan adanya cacat pada barang
tersebut karena si penjual sesuai dengan harga pembelian semula ditambah
dengan biaya-biaya pembelian yang diderita oleh si pembeli sebelumnya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1504 KUH Perdata yang menyatakan :
Bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk
pemakaian yang dimaksudkan, atau yang demikian mengurangi pemakaianitu sehingga apabila si pembeli mengetahuinya sebelumnya, tidak akan
membeli barang yang dijual oleh si penjual pun jika si pembeli membeli
barang tersebut, maka harganya akan berkurang.
Akibat cacat barang tersebut berarti telah timbul suatu tanggung jawab
bagi si penjual meskipun cacat barang tersebut yang dapat menimbulkan kerugian
baginya, tidak dikehendaki olehnya.34
Dalam perbuatan melanggar hukum atau tanggung jawab perundang-
undangan, berarti tanggung jawab itu dipikul oleh orang yang melakukan suatu
perbuatan yang melanggar hukum dimana akibat dari perbuatannya itu
mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Jadi akibat dari perbuatannya itulah
yang menimbulkan adanya suatu tanggung jawab dimana tanggung jawab itu
harus dipikul olehnya sendiri. Baik akibat dari perbuatan yang melanggar hukum
tersebut dikehendakinya maupun tidak dikehendaki oleh si pembuat atau dalam
arti karena kurang hati-hati atau kelalaiannya menyebabkan timbulnya perbuatan
yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.
34
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2000), hal.117.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
46/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
Demikian pula halnya dengan tanggung jawab seorang pelaku usaha
terhadap barang-barang produksinya. Pelaku usaha bertanggung jawab atas barang
yang diproduksinya yang beredar di pasaran dan sampai ke tangan konsumen
selaku pihak yang menggunakan atau memakai barang-barang produk dari pelaku
usaha.35
Pengertian tanggung jawab itu sebenarnya cukup luas pengertiannya,
dikatakan demikian karena tanggung jawab itu mempunyai pengertian berbeda-
beda, tergantung dari pada objek tanggung jawab sendiri. Akan tetapi dapat
ditarik suatu pengertian secara umum bahwa pengertian tanggung jawab itu
adalah suatu resiko tersebut dapat berupa sesuatu suatu kerugian yang diderita
oleh si pembuat atau berupa sesuatu yang harus dijalani oleh si pembuat seperti
tanggung jawab seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang akibatnya diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
36
35 Sofie Yusuf, Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana Korporasi, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 2003), hal. 114.36
Sofie Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen Hukumnya, (Bandung : CitraAdytia, 2003), hal. 80.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
47/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
BAB III
BENTUK-BENTUK PELANGGARAN BERKAITAN DENGAN
PENERAPAN PERTANGGUNGJAWABAN PRODUK (PRODUCT LIABILITY) SERTA PENGAWASAN OLEH PEMERINTAH
A. Prinsip-prinsip yang Berkaitan Dengan Kedudukan Konsumen dengan
Pelaku Usaha
Prinsip-prinsip yang muncul tentang kedudukan dalam hubungan hukum
dengan pelaku usaha berangkat dari doktrin atau teori-teori yang dikenal dalam
sejarah hukum perlindungan konsumen, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :
1. Prinsip Let Buyer Beware (Caveat Emptor )
Doktrin let buyer beware atau caveat emptor sebagai embrio dari lahirnya
sengketa di bidang transaksi konsumen. Asas ini berasumsi, pelaku usaha dan
konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu
proteksi apapun bagi konsumen.37
Tentu saja dalam perkembangannya, konsumen tidak mendapat akses
informasi yang sama terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya.
Ketidakmampuan itu bisa karena keterbatasan pengetahuan konsumen, tetapi
terlebih-lebih lagi banyak disebabkan oleh ketidakterbukaan pelaku usaha
terhadap produk yang ditawarkannya. Akhirnya, konsumen pun didikte oleh
pelaku usaha. Jika konsumen mengalami kerugian, pelaku usaha dapat dengan
ringan berdalih, semua itu karena kelalaian konsumen sendiri. Menurut prinsip
ini, dalam suatu hubungan jual-beli keperdataan yang wajib berhati-hati
adalah pembeli. Dalam kesalahan pembeli jika sampai membeli dan
37
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia,Cetakan Kedua, Edisi Revisi,(Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hal. 61.
39
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
48/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
mengkonsumsi barang-barang yang tidak layak. Dengan adanya Undang-
undang Perlindungan Konsumen, kecendrungan caveat emptor (konsumen
berhati-hati) dapat mulai diarahkan sebaliknya menuju kepada caveat venditor
(pelaku usaha yang perlu berhati-hati).
Perkembangan kedua caveat ini sangat erat kaitannya dengan strategi
bisnis yang digunakan oleh pelaku usaha. Pada masa pelaku usaha berorientasi
pada kemampuannya untuk menghasilkan produk, maka pada masa itu
konsumen harus waspada dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
ditawarkan oleh pelaku usaha. Pada masa ini, konsumen tidak banyak
memiliki peluang untuk memilih barang atau jasa yang akan dikonsumsinya
sesuai dengan selera, daya beli dan kebutuhannya. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan dan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dalam masyarakat,
konsumen pun mengalami peningkatan daya kritis dalam memilih barang/atau
jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Di dalam kondisi seperti itu, pelaku
usaha tidak dapat bertahan pada strategi bisnisnya dengan resiko barang
dan/atau jasa yang ditawarkan tidak laku di pasaran, melainkan harus
mengubah strategi bisnianya ke arah pemenuhan, kebutuhan, selera dan daya
beli pasar (market oriented/market in policy). Pada masa ini pelaku usahalah
yang harus waspada (caveat venditor) dalam memenuhi kebutuhan dan/atau
jasa untuk konsumen.38
38
Johannes Gunawan, Tanggung jawab Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, Jurnal Hukum Bisnis, volume 8, 1999.
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
49/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
2. The Due Care Theory
Teori ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-
hati dalam memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa selama
berhati-hati dengan produknya, tidak dapat dipersalahkan.39
3. The Privity of Contract
Jika ditafsirkan, maka untuk mempersalahkan pelaku usaha, seseorang
harus dapat membuktikan, pelaku usha itu melanggar prinsip kehati-hatian.
Ditinjau dari pembagian beban pembuktian, tampak si penggugat (konsumen)
harus membentangkan bukti-bukti. Si pelaku usaha (tergugat) cukup bersikap
menunggu. Berdasarkan bukti-bukti dari si penggugat barulah dapat membela
diri, misalnya dengan bukti-bukti kontra yang menyatakan dalam tadi sama
sekali tidak ada kelalaian (negligence).
Hukum pembuktian di Indonesia pada umumnya menganut pembagian
beban pembuktian kepada si penggugat dalam Pasal 1865 KUHPerdata.
Dalam realita agak sulit bagi konsumen untuk menghadirkan bukti-bukti guna
memperkuat gugatannya. Sebaliknya si pelaku saham dengan berbagai
keunggulannya (secara ekonomi, sosial, psikologis, bahkan politis), relatif
lebih mudah berkelit, menghindar dari gugatan demikian. Disini letak
kelemahan teori ini.
Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk
melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika di antaranya
telah terjalin suatu hubungan-hubungan kontraktual. 40
39 Shidarta, Op.cit., hal. 62.
Pelaku usaha tidak
40 www.pemantauperadilan.com Desita Sari, dan Indah Liza Diana, Perbuatan Melawan
Hukum Dalam katannya dengan Perlindungan Konsumen,02 Oktober 2003, diakses 30 April2009.
http://www.pemantauperadilan.com/http://www.pemantauperadilan.com/
-
8/17/2019 09E02664 Unlocked
50/94
Khori Tifani Lubis : Tinjauan Yuridis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Produknya (Studi KasusPT. Indofood Medan), 2009.
dapat disalahkan atas hal-hal di luar perjanjian. Artinya konsumen boleh
menggugat berdasarkan wanprestasi (contractual liability). Di tengah
minimnya peraturan perundang-undangan di bidang konsumen, sangat sulit
menggugat dengan dasar perbuatan melawan hukum (tortius liability).
Seandainya sudah terdapat hubungan hukum, persoalannya tidak begitu
saja selesai. Walaupun secara yuridis sering dinyatakan, antara pelaku usaha
dan konsumen berkedudukan sama, tetapi faktanya konsumen adalah pelaku
yang selalu dididkte menurut kemauan si pelaku usaha. Fenomena kontrak-
kontrak standar yang banyak beredar di masyarakat merupakan petunjuk yang
jelas betapa t