1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan (Dirjen Badan POM RI, 1995). Bentuk gel mempunyai beberapa
keuntungan diantaranya tidak lengket, gel mempunyai aliran tiksotropik dan
pseudoplastik yaitu gel berbentuk padat apabila disimpan dan akan segera mencair
bila dikocok, konsentrasi bahan pembentuk gel yang dibutuhkan hanya sedikit untuk
membentuk massa gel yang baik, viskositas gel tidak mengalami perubahan yang
berarti pada suhu penyimpanan (Lieberman, 1970).
Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah
jerawat, karena jerawat dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang, terutama para
remaja yang lebih mengutamakan penampilan wajahnya. Apalagi jika jerawat
tersebut sampai pecah hingga menimbulkan bekas yang lama hilangnya. Hampir
setiap orang di dunia pernah mengalami masalah dengan jerawat. Jerawat umumnya
muncul pada wajah, namun dapat juga muncul pada kepala, punggung, dada, atau
lengan atas.
Biasanya jika melakukan pengobatan jerawat di klinik kulit akan diberikan
antibiotik yang dapat membunuh bakteri dan menghambat inflamasi, contohnya
tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin dan klindamisin. Selain dari itu pengobatan
2
jerawat juga digunakan benzoil peroksida, asam azelat dan retinoid. Namun
obat-obat ini memiliki efek samping dalam penggunaannya antara lain iritasi,
sementara penggunaan antibiotika jangka panjang selain dapat menimbulkan
resistensi juga dapat menimbulkan kerusakan organ dan imuno hipersensitivitas.
(Anggraini dkk., 2013)
Berdasarkan alasan-alasan diatas maka dicari alternatif lain untuk mengobati
jerawat yaitu dengan menggunakan dan memanfaatkan bahan-bahan dari alam,
dengan harapan agar meminimalkan efek samping yang tidak di inginkan seperti
yang terjadi pada pengobatan jerawat dengan menggunakan antibiotik atau zat- zat
aktif lainnya.
Salah satu tanaman obat yang memiliki efek anti jerawat adalah daun
binahong. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa daun binahong memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus
epidermis. Pada hasil uji bioautografi menunjukkan bahwa senyawa yang berperan
aktif sebagai antibakteri dalam daun binahong terhadap Staphylococcus epidermis
diduga adalah senyawa saponin, fenol dan flavonoid sedangkan terhadap
Propionibacterium acnes diduga adalah senyawa flavonoid. (Prijayanti,2011)
Menurut penelitan yang dilakukan oleh Khunaifi, Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) ekstrak daun Binahong pada bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi
25%. (Khunaifi, 2010)
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) termasuk dalam
famili Basellaceae merupakan salah satu tanaman obat berpotensial mengatasi
3
berbagai jenis penyakit dan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan serta
diteliti lebih jauh, karena dari tanaman ini masih banyak yang perlu digali sebagai
bahan fitofarmaka. Terutama untuk mengungkapkan khasiat dari bahan aktif yang
dikandungnya. Berbagai pengalaman yang ditemui di masyarakat, binahong
dapat dimanfaatkan untuk membantu proses penyembuhan pada jerawat dan
penyakit-penyakit berat lainnya.(Manoi, 2009)
Untuk mengoptimalkan pengobatan terhadap jerawat, sebaiknya dipilih
bentuk sediaan yang dapat menyampaikan obat dengan baik dan bahan
pembantunya tidak boleh menimbulkan kecenderungan untuk munculnya jerawat-
jerawat baru. Di pasaran sediaan anti jerawat telah banyak beredar baik dalam
bentuk gel, krim dan losio. Tetapi dari jenis sediaan tersebut sediaan bentuk gel lebih
banyak dipilih karena sediaan gel lebih mudah dibersihkan dari permukaan kulit
setelah pemakaian, tidak mengandung minyak yang dapat meningkatkan
keparahan jerawat, terasa dingin di kulit, dan mudah mengering.
4
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut maka timbul permasalahan:
Variasi konsentrasi carbopol (karbomer) manakah yang menghasilkan gel
yang stabil untuk bahan aktif ekstrak daun binahong (Anredera cordiflia)
dengan konsentrasi 25% ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini yaitu:
Untuk mengetahui konsentrasi carbopol (karbomer) yang stabil serta baik
digunakan sebagai basis gel.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini yaitu:
1. Sebagai acuan untuk membuat formulasi gel stabil dari ekstrak daun
binahong
2. Sebagai tugas akhir sebagai Mahasiswa Akademi Farmasi Sandi Karsa
Makassar dalam meraih gelar Ahli Madya Farmasi.
3. Sebagai dasar uji lanjutan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. URAIAN TANAMAN
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) berasal dari dataran
Cina dengan nama asalnya adalah Dheng shan chi, di Inggris disebut
madeiravine. Sinonim Boussingaulatia gracilis Miers. Boussingaultia cordifolia
Boussingaultia basselloides. Tanaman ini menyebar ke Asia Tenggara. Di
Indonesia tanaman ini dikenal sebagai gendola yang sering digunakan sebagai
gapura yang melingkar di atas jalan taman.
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) berupa tumbuhan
menjalar, berumur panjang (perenial), bisa mencapai panjang +/- 5 m. Akar
berbentuk rimpang, berdaging lunak. Batang lunak, silindris, saling membelit,
berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk
semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan
bertekstur kasar. Daun tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun
berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5 - 10 cm, lebar 3 –
6
7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus),
tepi rata, permukaan licin, bisa dimakan. Bunga majemuk berbentuk tandan,
bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-
putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5-1 cm,
berbau harum. Perbanyakan generatif (biji), namun lebih sering berkembang atau
dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya.
1.1 Klasifikasi tanaman binahong
Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae (Tumbuhan)
Subregnum : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Hamamelidae
Ordo : Caryophyllales
Famili : Basellaceae
Genus : Anredera
Spesies : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
(Manoi, 2009)
1.2 Kandungan
Kandungan Kimia Anredera cordifolia (Ten.) Steenis pada penelitian sebelumnya
telah dilaporkan mengandung alkaloid, saponin, flavanoid, dan polifenol. Sedangkan
7
dengan analisa secara KLT dapat membunuh bakteri S. aureus. (Rochani, 2009 ;
Setiaji 2009)
1.3 Indikasi
Khasiat Daun Binahong
Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan, secara empiris binahong
dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dalam pengobatan, bagian tanaman
yang digunakan dapat berasal dari akar, batang, daun, dan bunga maupun umbi yang
menempel pada ketiak daun. Tanaman ini dikenal dengan sebutan Madeira vine
dipercaya memiliki kandungan antibakteri dan antioksidan. Tanaman ini masih
diteliti meski dalam lingkup terbatas. Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan
dengan menggunakan tanaman ini adalah kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan
jantung, muntah darah, tifus, stroke, wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi,
pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan khitanan, radang
usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak
napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi,
menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati,
meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh. (Manoi, 2009)
B. URAIAN EKSTRAKSI
8
Ekstrasi adalah kegiatan penarikan kandungan senyawa kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Beberapa
metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:
Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi
yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik
sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif. Karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang
terpekat didesak ke luar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.
Maserasi dilakukan dengan cara : 10 bagian simplisia dengan derajat halus
tertentu dimasukan dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan
penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya. Setelah 5
hari diserkai dan ampas diperas. Keuntungan penyarian dengan maserasi
adalah: pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, serta perusakan zat
aktif yang tidak tahan panas dapat dihindari. (Dirjen Badan POM RI, 1986).
C. Kulit
9
Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh
luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia. Fungsi umum kulit adalah
untuk melindungi jaringan-jaringan tubuh di dalamnya, mengatur suhu badan,
menerima dan meneruskan rangsang – rangsang perasaan, mengeluarkan
(ekskresi) zat-zat tertentu, menyerap (absorbsi) zat-zat tertentu, pembuatan
vitamin D, cadangan energi, meredam pukulan atau tumbukan.
Kulit secara umum dibagi menjadi tiga bagian. Lapisan yang pertama adalah
lapisan epidermis. Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dan lapisan yang
paling banyak menerima kontak dari lingkungan luar. Lapisan epidermis terdiri
dari lima lapisan diantaranya stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum
(lapisan jernih), stratum granulosum (lapisan butir), stratum spinosum (lapisan
taju), dan stratum basalis (lapisan benih). Kedua, Lapisan dermis. Lapisan ini
tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening, kelenjar minyak yang
berpengaruh terhadap proses terjadinya jerawat ada di bagian lapisan ini. Ketiga
adalah lapisan Hipodermis. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung syaraf dan
lapisan jaringan di bawah kulit yang berlemak. (Hakim, 2001)
D. GEL
1. Uraian Gel
Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil
yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium
10
Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma
Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat
jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu
sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal ini tertera pada etiket. Jika
massanya banyak mengandung air, gel itu disebut jelly.
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. (Dirjen Badan POM RI, 1995).
2. Sifat Gel
Gel memiliki sifat yang khas:
a. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi
larutan yang menyebabkan terjadinya pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi di antara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut
dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna jika terjadi ikatan silang
antara polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan
komponen gel berkurang.
b. Sineresis, yaitu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa
gel. Cairan yang terjerat akan ke luar dan akan berada di atas permukaan
gel. Pada saat pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis sehingga
terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi
berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat
11
terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran sel akan
mengakibatkan karakter antar matriks berubah, sehingga memungkinkan
cairan bergerak menuju permukaan, sinerisis dapat terjadi pada hidrogel
maupun organogel.
c. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan
mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam
tergantung dari komponen pembentuk gel.
Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk
gel. Bentuk struktur gel antara lain struktur kumparan acak, heliks, batang, dan
bangunan kartu. Sediaan farmasi umumnya menggunakan gel dengan struktur
kumparan acak yang terbentuk dengan mekanisme interaksi antar polimer.
Pembentukan gel sangat tergantung dari konsentrasi polimer dan afinitas pelarut
terhadap polimer.
Ada tiga macam sifat pelarut dalam struktur gel, yaitu: pelarut yang bebas
terperangkap di dalam struktur tiga dimensi gel. Berdasarkan ketiga sifat pelarut
tersebut di atas, maka pembentukan gel tergantung dari konsentrasi polimer dan
aktivitas pelarut terhadap polimer. Pelarut yang biasa digunakan untuk gel adalah air
(hidrogel) dan pelarut organic (organogel). Xerogel adalah basis gel yang padat
dengan kandungan komponen pembentuk gel dalam pelarut dengan jumlah minimum
yang diperoleh dengan menguapkan pelarutnya.
3. Keunggulan Gel
12
Keunggulan gel pada formulasi:
a. Waktu kontak lama
Kulit mempunyai barrier yang cukup tebal, sehingga dibutuhkan waktu
yang cukup lama untuk zat aktif dapat berpenetrasi.
b. Kadar air dalam gel tinggi
Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum
sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih
permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan penetrasi zat
aktif.
c. Resiko timbulnya peradangan ditekan
Kandungan air yang banyak pada gel dapat mengurangi resiko
peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya lipida pada pori-pori,
karena lipida tersebut merupakan makanan bakteri jerawat (Lieberman,
1970).
E. FORMULASI GEL
Dalam membuat formulasi suatu sediaan gel yang baik perlu diperhatikan
adalah kesesuaian sifat bahan-bahan yang dipilih, yaitu:
1. Gelling agent yang dipilih harus bersifat inert, aman, tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam formulasi
2. Penggunaan polisakarida memerlukan pengawet (rentan terhadap mikroba)
3. Viskositas sediaan harus tepat, mudah digunakan
4. Konsentrasi polimer sebagai gelling agent harus tepat (antisipasi sineresis)
13
5. Inkopamtibilitas terjadi antara obat kationik pada kombinasi zat aktif, pengawet,
dan surfaktan bersifat anionik (inaktivasi/pengendapan bahan kationik).
6. Penampilan gel, perlu diperhatikan apakah gel transparan atau berbentuk suspensi
partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak
membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi.
7. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan
viskositas saat disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.
8. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan
dapat terjadi penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis
(air mengambang diatas permukaan gel)
9. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar
pelarut dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.
Suatu gel terdiri dari bahan aktif, gelling agent dan zat tambahan. Profil
dari bahan-bahan yang digunakan dalam formula gel ini adalah sebagai berikut
a. Propilen glikol
Rumus molekul : C3H8O2
Cairan bening, tidak berwarna, kental dan agak manis. Propilenglikol pada
penggunaan topikal berfungsi sebagai humektan. Propilenglokol secara kimia
stabil ketika dicampur dengan etanol, gliserin atau air. Dapat bercampur dengan
etanol dan air. Konsentrasi yang digunakan sebagai peningkat penetrasi 1-10%
b. Metil Paraben
14
Metilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %
C8H8O. Digunakan sebagai zat tambahan, zat pengawet. Kelarutan: larut dalam
500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) dan
dalam 3 bagian aseton; mudah larut dalam eter dan dalam larutan alkali
hidroksida; larut dalam 60 bagian gliserol panas dan dalam 40 bagian minyak
lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih (Dirjen Badan POM RI,
1979: 378). Penggunaan metilparaben antara 0,02-0,3 % (Rowe et.al, 2006).
c. Aquadest
Rumus molekul : H2O
Aquadest adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran
ion osmosis terbalik atau murni digunakan dalam sedian-sedian yang
membutuhkan air terkecuali untuk parenteral aquades tidak dapat digunakan.
(Dirjen Badan POM RI, 1995).
d. Carbopol 940 P (Carboksipolimetilen)
Nama lain carbopol adalah acritamer, acrylic acid polymer, carbomer. Dengan
rumus molekul (C3H4O2)n. untuk jenis carbopol 940 mempunyai berat molekul
monomer sekitar 72 gr/mol dan carbopol ini terdiri dari 1450 monomer.
Carbopol merupakan salah satu jenis gelling agent digunakan sebagian besar di
dalam cairan atau sediaan formulasi semisolid berkenaan dengan farmasi sebagai
agent pensuspensi atau agent penambah kekentalan. Digunakan pada formulasi
krim, gel dan salep dan kemungkinan digunakan dalam sediaan obat mata dan
sediaan topikal lain. Carbopol bersifat stabil dan higroskopik, penambahan
15
temperatur berlebih dapat mengakibatkan kekentalan menurun sehingga
mengurangi stabilitas. Carbopol mempunyai viskositas antara 40.000 – 60.000 cP
digunakan sebagai bahan pengental yang baik memiliki viscositasnya tinggi,
menghasilkan gel yang bening. Carbopol digunakan untuk bahan pengemulsi
pada konsentrasi 0,1- 0,5% B, bahan pembentuk gel pada konsentrasi 0,5-2,0%
B, bahan pensuspensi pada konsentrasi 0.5–1.0 % dan bahan perekat sediaan
tablet pada konsentrasi 5 – 10 % (Rowe, et. al., 2006). Dalam medium berair,
polimer seperti carbopol 940 ini yang dipasarkan dalam bentuk asam bebas, mula
mula terdispersi secara seragam. Setelah tidak ada udara yang terjebak, gel
dinetralkan dengan basa yang cocok. Muatan negatif pada sepanjang rantai
polimer menyebabkan polimer tersebut menjadi terurai dan mengembang. Dalam
sistem berair, basa sederhana anorganik, seperti sodium, ammonium, atau
potassium hidroksida atau garam basa seperti sodium carbonat dapat digunakan.
pH dapat diatur pada nilai yang netral, sifat gel dapat dirusak oleh netralisasi
yang tidak cukup atau nilai pH yang berlebih. Amina tertentu seperti TEA
biasanya digunakan dalam produk kosmetik. Carbopol 940 akan mengembang
jika didispersikan dalam air dengan adanya zat-zat alkali seperti TEA
(trietanolamin) atau diisopropilamin untuk membentuk suatu sediaan semipadat
(Lieberman, et.al.,1970).
e. TEA (Trietanolamina)
Trietanolamina (TEA) merupakan struktur trietanolamina, dietanolamina
monoettanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih 107,4%
16
dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamina. TEA berupa cairan kental,
tidak mewarna hingga kuning pucat,bau mirip amoniak, higroskopik, mudah
larut dalam air dan etanol (95%)P, larut dalam klorofom (Dirjen Badan POM RI,
1979).
TEA bereaksi dengan asam mineral membentuk garam kristal dan ester, dengan
asam lemah yang lebih tinggi, tea membentuk garam dalam air mempunyai
karakteristik sabun, berubah warna dan presipitasi dapat terjadi dengan adanya
logam berat. Memiliki pH 8 trietanolamina di digunakan sebagai elmugator 2-
4% (Rowe R et al,2006).
f. Etanol
Etanol dengan konsentrasi 94,9 – 96,0 v/v di gunakan sebagai pelarut,berbentuk
cairan yang tidak bewarna, jernih,mudah menguap,mudah bergerak, bau khas,
rasa pedas, mudah terbakar dengan memberikan warna biru yang tidak berasap,
sangat mudah larut dalam air, kloroform dan eter (Dirjen Badan POM RI, 1979).
F. EVALUASI KESTABILAN SEDIAAN GEL
Evaluasi kesetabilan gel bertujuan untuk mengetahui kestabilan sebelum dan
sesudah penyimpanan, evaluasi ini meliputi uji homogenitas, uji kemampuan
proteksi, pengujian pH dan uji daya sebar.
1. Uji Organoleptis
Merupakan parameter fisik untuk mengetahui kesetabilan gel dengan
mengamati perubahan bentuk, bau, dan warna.
17
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah menentukan ada atau tidaknya partikel kasar yang
terdapat dalam sediaan, adanya penggumpalan pada sediaan akan
berpengaruh pada zat aktif yang diserap.
3. Uji Kemampuan Proteksi
Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan gel dalam menghalangi
adanya zat berpengaruh dalam kestabilan gel.
4. Pengujian pH
Pengujian ini di lakukan untuk mengetahui nilai pH dalam gel supaya
tidak berbahaya saat di gunakan.
5. Uji Daya Sebar
Pengujian yang bertujuan melihat kemampuan daya sebar yang
menggambarkan kemampuaan menyebar saat gel dioleskan pada kulit. (Ida
dkk, 2012)
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium.
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Waktu penelitian ini di lakukan pada bulan Juni 2015 di laboratorium
Farmasetika Akademi Farmasi Sandi Karsa Makassar.
C. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
Alat-alat yang digunakan antara lain, alat-alat gelas, alat maserasi,
lumpang dan stamfer, viskometer (Brookfield®), termometer, timbangan
analitik, climatic chamber (MMM CLIMACE®), kertas pH.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain sampel ekstrak daun
binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), aquadest, metil paraben, etanol
96%, karbopol 940, trietanolamin, propilenglikol.
19
D. PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN SAMPEL
Sampel daun binahong (Anredera cordifolia) diperolah dari desa Camba,
kabupaten Maros. Daun Binahong dicuci, bertujuan untuk membersihkan
sampel dari sisa-sisa tanah/kotoran yang masih melekat dan memisahkannya
dengan bagian tumbuhan yang tidak diinginkan. Dilakukan proses
pengeringan, hal ini bertujuan untuk memperoleh simplisia yang dapat
disimpan lebih lama. Setelah proses pengeringan, dilakukan proses ekstraksi
dengan metode maserasi hingga menghasilkan ekstrak cair. Ekstrak cair
tersebut kemudian diuapkan dilemari pengeringan hingga menghasilkan
ekstrak kental
E. RANCANGAN FORMULA
BAHANFORMULASI
I II III
Ekstrak Daun Binahong
25% 25% 25%
Karbopol 940 0,5% 1,25% 2%
TEA 0,5% 1,25% 2%
Metil Paraben 0.2% 0,2% 0,2%
Propilenglikol 10% 10% 10%
Air suling 100 100 100
F. CARA PEMBUATAN FORMULA
20
Cara pembuatan gel yaitu carbopol di masukkan kedalam Aquades yang telah
dipanaskan, biarkan selama beberapa menit hingga mengembang, lalu diaduk
hingga terbentuk massa gel dan ditambahkan metil paraben yang telah
ditambahkan air panas. Kemudian dilarutkan dalam propilenglikol hingga larut
sempurna, setelah itu dicampurkan kedalam basis gel dan di aduk hingga
homogen. Ditambahkan trietanolamin lalu diaduk dengan stamfer hingga
homogen. Terakhir ditambahkan ekstrak daun binahong.
G. PENGUJIAN FORMULA
Setiap jenis evaluasi dilakukan sebelum dan setelah kondisi penyimpanan
dipercepat yaitu penyimpanan pada suhu 5o C dan 35o C secara bergantian setiap 48
jam (1 siklus) selama 7 siklus.
Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi pengamatan kejernihan, warna dan bau.
Gel yang stabil harus menunjukkan karakter yang sama berupa warna, bau dan
kejernihan yang sama setelah penyimpanan dipercepat.
Homogenitas
Sediaan gel yang dihasilkan dioleskan pada deck glass kemudian diamati
apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampurkan dengan baik. Gel yang
stabil harus menunjukkan susunan yang homogen baik sebelum maupun setelah
penyimpanan dipercepat.
21
Pengukuran viskositas
Viskositas diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield, spindel no. 6
dengan kecepatan 50 putaran per menit (rpm).
Sineresis
Uji sineresis dilakukan dengan mengamati apakah terbentuk lapisan cairan di
permukaan gel setelah penyimpanan dipercepat. Gel yang stabil tidak boleh
menunjukkan sineresis.
Pengukuran pH
Pengukuran pH dari formula yang dibuat dengan cara mencelupkan kertas pH
universal ke dalam gel setelah tercelup dengan sempurna, pH universal tersebut
dilihat perubahan warnanya dengan menggunakan standar pH universal.
22
BAB IV
HASIL PENELITIAN
1. Hasil Pengamatan
1. Hasil Uji Kestabilan Fisik Gel Ekstrak Daun Binahong
Tabel 1 : Pengamatan organoleptis gel sebelum penyimpanan dipercepat
FormulasiPemeriksaan organoleptis sebelum penyimpanan
Warna Bau Tekstur
I Hijau Berbau khas Semi Padat
II Hijau Berbau khas Semi Padat
III Hijau Berbau khas Semi Padat
23
Tabel 2 : Pengamatan organoleptis gel setelah penyimpanan dipercepat
FormulasiPemeriksaan organoleptis setelah penyimpanan
Warna Bau Tekstur
I Hijau Berbau khas Semi Padat
II Hijau Berbau khas Semi Padat
III Hijau Berbau khas Semi Padat
2. Homogenitas
Tabel 3 : Pengamatan homogenitas gel sebelum dan setelah
penyimpanan dipercepat
Formulasi
Susunan Homogenitas
Sebelum Penyimpanan
Dipercepat
Setelah Penyimpanan
Dipercepat
I Homogen Homogen
II Homogen Homogen
III Homogen Homogen
3. Sineresis
Tabel 4 : Pengamatan sineresis gel setelah penyimpanan dipercepat
24
Formulasi Uji SineresisI Tidak Menunjukkan SineresisII Tidak Menunjukkan SineresisIII Tidak Menunjukkan Sineresis
4. Viskositas
Tabel 5 : Pengamatan viskositas gel sebelum dan setelah penyimpanan
dipercepat
Formulasi
Nilai Viskositas
Sebelum Penyimpanan
Dipercepatt = 0 hari
Setelah Penyimpanan
Dipercepatt = 14 hari
I 3.460 4.043
II 15.726 16.946
III 31.542 33.892
5. Pengukuran pH
25
Tabel 6 : Pengamatan nilai pH sebelum dan setelah penyimpanan
dipercepat
Formulasi
Nilai pH
Sebelum Penyimpanan
Dipercepat
Setelah Penyimpanan
DipercepatI 9 9
II 6 6
III 5 5
BAB V
PEMBAHASAN
Setelah pembuatan sediaan, dilakukan pengujian kestabilan berdasarkan dua
parameter pada kondisi sebelum dan sesudah penyimpanan yang dipercepat,
diantaranya pemeriksaan organoleptis, pengujian homogenitas, pengujian sineresis,
pengujian viskositas, pengujian pH, dan pengujian kestabilan dilakukan dengan
metode kondisi dipaksakan (stressed condition) dengan penyimpanan pada suhu 5o C
dan 35o C secara bergantian selama 7 siklus, masing-masing siklus berdurasi 48 jam.
Tujuan dilakukannya kondisi dipaksakan adalah untuk mempercepat proses peruraian
26
dari bahan-bahan dan untuk mempersingkat waktu pengujian. Evaluasi kestabilan gel
yang mengandung ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) antara lain:
Pemeriksaan Organoleptis. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
terjadinya perubahan pada warna, bau dan konsistensi dari sediaan sebelum dan
sesudah kondisi dipaksakan. Hasil pengamatan yang diperoleh dari ketiga formula gel
yang mengandung ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) sebelum dan sesudah
penyimpanan tidak memperlihatkan perubahan baik segi warna bau maupun
konsistensi sediaan. Hal ini menunjukkan tidak ada interaksi antara bahan peningkat
viskositas dan bahan lainnya sehingga ketiga formulasi dapat dikatakan stabil dalam
pengujian organoleptis.
Pengujian Homogenitas. Pada pengujian homogenitas yang mengandung
ekstrak daun binahong menunjukkan susunan yang homogen pada ketiga formula,
baik sebelum dan sesudah kondisi dipaksakan, sehingga ketiga formula tersebut
dikatakan stabil dalam pengujian homogenitas.
Pengukuran pH. Pengukuran pH dari sediaan gel harus dilakukan sebelum
maupun sesudah kondisi dipaksakan. Hal ini berkaitan dengan keamanan penggunaan
sediaan untuk menghindari terjadinya iritasi kulit bagi pemakainya. Hasil yang
diperoleh yaitu dari ketiga formula baik sebelum dan sesudah kondisi dipaksakan,
kisaran pHnya 5-9. Formulasi I memiliki pH 9 sebelum kondisi dipaksakan dan
memiliki pH 9 setelah kondisi dipaksakan, Formulasi II memiliki pH 6 sebelum
kondisi dipaksakan dan memiliki pH 6 setelah kondisi dipaksakan, dan Formulasi III
memiliki pH 5 sebelum kondisi dipaksakan dan memiliki pH 5 setelah kondisi
27
dipaksakan. Pada dasarnya gel stabil akan tetapi konsentrasi gel pada formulasi I
tidak sesuai dengan pH fisiologi kulit yaitu dengan nilai pH 9, sehingga dapat
dikatakan gel tidak baik untuk kulit dan tidak dapat di adsorbsi dengan baik.
Pengujian Sineresis. Uji sineresis dilakukan dengan mengamati apakah
terbentuk lapisan cairan di permukaan gel setelah penyimpanan dipercepat. Gel yang
stabil tidak boleh menunjukkan sineresis. Hasil yang diperoleh dari ketiga formula
setelah kondisi yang dipaksakan menunjukkan tidak ada sineresis. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ketiga formula tersebut dapat dikatakan stabil dalam pengujian
sineresis.
Pengukuran Viskositas. Viskositas diukur dengan menggunakan viskometer
Brookfield, spindel no 6 dengan kecepatan 50 putaran per menit (rpm), dari hasil
pengamatan dan pengukuran viskositas sebelum penyimpanan memiliki nilai yang
berbeda-beda, pada formulasi I memiliki viskositas 3.460 Cps, formulasi II
viskositasnya 15.726 Cps dan formulasi III viskositasnya 31.542 Cps. Setelah
penyimpanan viskositas dari sediaan gel juga masih memiliki nilai yang berbeda-beda
akan tetapi viskositas setelah penyimpanan lebih meningkat dibandingkan viskositas
sediaan sebelum penyimpanan, dimana pada formulasi I memiliki viskositas 4.043
Cps, formulasi II viskositasnya 16.946 Cps dan formulasi III viskositasnya 33.892
Cps. Nilai viskositas gel yang baik adalah 20.000 – 40.000 Cps.
28
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap Formulasi gel
yang mengandung ekstrak daun binahong, maka dapat disimpulkan bahwa gel
dengan konsentrasi ekstrak daun binahong 25% dengan penambahan carbopol
0,5 % (formulasi I); 1,25% (formulasi II); 2% (formulasi III) pada dasarnya
menghasilkan gel yang stabil. Akan tetapi konsentrasi pada formulasi I (0,5%)
29
tidak sesuai dengan pH fisiologi kulit yaitu 4,2 – 6,2. Sehingga tidak baik
untuk kulit serta gel tidak di adsorbsi dengan baik.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji efektivitas daya
hambat ekstrak daun binahong terhadap pertumbuhan bakteri staphylococcus
aureus, staphylococcus epidermis, dan p. acne.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D., Rahmawati, N., & Hafsah, S. (2013). Formulasi Gel Anti Jerawat dari Ekstrak Etil Asetat Gambir, Jurnal Farmasi Indonesia
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1979, Farmakope Indonesia, ed.III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Farmakope Indonesia, ed. IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Djajadisastra, J., Munim, A. dan Dessy, N.P. (2009). Formulasi Gel Topikal dari Ekstrak Nerii Folium dalam Sediaan Anti Jerawat, Jurnal Farmasi Indonesia, Vol 4: No 4.
30
Hakim, Nelly. (2001). Tata Kecantikan Kulit Tingkat Terampil. PT Carina Indah Utama : Jakarta
Ida Nur dan Noer Fauziah Sitti, 2012. Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera L.). Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.2 – Juli 2012, hlm. 79 – 84. Universitas Islam Makassar. Makassar.
Khunaifi Mufid, 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap bakteri Staphylococcus aureus Dan Pseudomonas aeruginosa. Skripsi, Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Lieberman HA, Lachman L, and Kanig JL. 1970, The theory and practice of industrial pharmacy. Philadelphia: Lea & Febiger; 1970. p. 1092-1120
Manoi, F. (2009). Binahong (Anredera cordifolia)(Ten) Steenis Sebagai Obat. Jurnal Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri.Volume 15
Prijayanti, A.J. (2011). Uji Aktivitas Anti Bakteri Fraksi Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) Terhadap Propionibacterium acnes ATCC 6919 dan Staphylococcus epidermidis FNCC 0048. Skripsi, Fakultas MIPA : Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Rochani, N. (2009). Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Candida albicans Serta Skrining Fitokimianya. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surabaya :Fakultas Farmasi UMS Surakarta.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C.(eds), 2006, Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association. Electronic version.
Setiaji, A. (2009). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Petroleum Eter, Etil Asetat Dan Etanol 70% Rhizoma Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923