1
1BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi perekonomian saat ini telah mengalami banyak perkembangan.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia di dalam dunia usaha juga sudah
bertumbuh dengan pesat. Pertumbuhan ekonomi salah satunya ditandai
dengan banyaknya pengusaha/perusahaan baru dari yang berukuran mikro
hingga besar bermunculan di seluruh Indonesia. Perusahaan-perusahaan
tersebut menghasilkan produk baik berupa barang (manufaktur dan dagang)
maupun jasa. Pada perusahaan manufaktur, terdapat beberapa aktivitas
internal yang berpengaruh secara langsung terhadap proses produksi,
misalnya bagian gudang, bagian pengolahan bahan, bagian pengemasan, dan
sebagainya. Aktivitas-aktivitas ini tentu memerlukan biaya. Biaya inilah yang
pada saat produk telah jadi atau selesai akan menentukan seberapa besar
keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan. Tingkat keuntungan inilah
yang dikejar perusahaan untuk mengembangkan diri agar mampu bersaing
dengan perusahaan lain.
Kronologi diatas menjadi alasan mengapa perusahaan harus mampu
untuk menjalankan usahanya secara efektif dan efisien. Upaya yang bisa
dilakukan perusahaan agar mampu berkembang adalah dengan menjalankan
proses produksinya secara lancar (efektif) dan dengan biaya yang se-efisien
mungkin. Kata lancar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti tidak
terputus-putus atau tidak tersendat-sendat. Merujuk pada pengertian tersebut,
2
maka proses produksi yang lancar berarti seluruh rangkaian pembuatan
produk atau produksi tidak mengalami hambatan atau penghentian yang
dikarenakan ketidak-siapan faktor-faktor produksi untuk memenuhi
permintaan proses produksi, dengan kata lain faktor-faktor produksi mampu
memenuhi permintaan proses produksi sehingga proses produksi dapat secara
terus menerus menjalankan tugasnya sesuai dengan yang sudah direncanakan.
Perusahaan juga perlu memperhatikan tingkat biaya yang digunakan agar
tetap berada pada tingkat biaya yang mampu memberikan pendapatan
maksimum dengan pengeluaran biaya yang se-efisien mungkin. Pengeluaran
biaya yang efisien bagi perusahaan akan mampu menghasilkan keuntungan
maksimal yang dapat digunakan untuk keberlangsungan dan pengembangan
perusahaan itu sendiri.
Proses produksi tidak akan terlepas dari faktor-faktor produksi yang
secara langsung menjadi bagian dari proses itu sendiri. Faktor-faktor produksi
tersebut terdiri dari tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik
(physical resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya
informasi (information resources) (Griffin, 2006). Kelima faktor tersebut
sudah tidak dapat dipisahkan satu sama lain, seluruhnya memiliki
kepentingan dan pengaruh secara langsung terhadap keseluruhan proses
produksi. Faktor sumber daya fisik (physical resources) mencakup semua
kekayaan fisik yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya
yang dapat digunakan dalam proses produksi. Tanah, air, udara, dan bahan
baku untuk produksi termasuk dalam faktor sumber daya fisik (Griffin, 2006).
3
Bahan baku adalah sesuatu yang digunakan untuk membuat barang jadi,
bahan pasti menempel menjadi satu dengan barang jadi (Hanggana, 2006).
Bahan baku dan bahan pembantu memiliki arti yang sangat penting bagi
perusahaan, karena menjadi modal terjadinya proses produksi sampai menjadi
hasil produksi. Baroto (2002) mengemukakan bahwa arti bahan baku adalah
barang–barang yang terwujud seperti tembakau, kertas, plastik ataupun bahan
lainya yang diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari pemasok, atau diolah
sendiri oleh perusahaan untuk digunakan perusahaan dalam proses
produksinya sendiri. Pernyataan-pernyataan tersebut menyimpulkan bahwa
bahan baku merupakan faktor yang sangat terikat dan menjadi modal
terjadinya proses produksi, yang mana berarti ketersediaan bahan baku yang
sesuai dengan permintaan produksi adalah hal yang sangat krusial bagi
kelancaran proses produksi itu sendiri.
Pengalokasian modal untuk persediaan bahan baku juga tidak bisa
dilakukan dengan sembarangan. Ada keuntungan dan kerugian bila
perusahaan membuat persediaan yang terlalu besar atau terlalu kecil jika
dibandingkan dengan kebutuhan produksinya. Penanamkan modal yang
terlalu banyak untuk persediaan akan menyebabkan biaya penyimpanan yang
berlebihan, sedangkan jika jumlah bahan baku terlalu sedikit maka akan dapat
mengganggu proses produksi di dalam perusahaan. (Assauri, 2008).
Sistem pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan dalam
proses operasi perusahaan sesuai dengan apa yang direncanakan baik dalam
hal waktu, jumlah, dan biayanya (Assauri, 2008). Tujuannya adalah untuk
menghilangkan resiko keterlambatan barang atau bahan yang dibutuhkan oleh
4
perusahaan, menghilangkan resiko kualitas bahan yang dipesan sehingga
bahan tersebut harus dikembalikan, untuk bisa menjaga stok bahan-bahan
yang bersifat musiman, mempertahankan stabilitas operasi perusahaan,
mencapai penggunaan mesin yang optimal, dan memaksimalkan pelayanan
kepada pelanggan sehingga keinginan pelanggan tetap bisa dipenuhi (Assauri,
2008).
Terdapat beberapa metode pengendalian persediaan bahan baku yang
sudah berkembang. Beberapa metode diantaranya yang paling populer
digunakan adalah metode Economic Order Quantity (EOQ), metode Periodic
Order Quantity (POQ), dan metode Min-Max. Metode EOQ merupakan salah
satu teknik pengendalian persediaan yang sederhana dimana konsep
pengendalian tersebut mampu untuk menentukan jumlah (Q) setiap kali
pemesanan sehingga biaya total persediaan dapat diturunkan (Heizer, 2015).
Metode POQ merupakan salah satu pengembangan dari metode EOQ, yaitu
dengan mentransformasi optimasi kuantitas pesanan bahan baku menjadi
optimasi frekuensi pesanan bahan baku (Divianto, 2011). Metode Min-Max
mengoptimalkan persediaan dengan menentukan jumlah maksimum dan
jumlah minimum persediaan yang menentukan kapan pemesanan kembali
(reorder) harus dilakukan (Subagyo, 2000).
Siti Nur Fadillah dkk (2008) pernah meneliti dan membandingkan
penerapan metode EOQ, EOI (Economic Order Interval), dan Min-Max pada
PT. PSE. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode EOQ
mampu memberikan optimasi terbaik dibandingkan dengan dua metode
lainnya.
5
Penelitian lain yang dilakukan oleh P. Fithri et al. (2014) dengan judul
“Pengendalian Persediaan Pozzolan di PT. Semen Padang” menunjukkan
hasil yang berbeda dengan penelitan Siti Nur Fadillah dkk (2008). Penelitian
ini membandingkan penerapan metode EOQ, POQ, dan metode pengendalian
persediaan aktual yang digunakan perusahaan, yaitu metode Min-Max.
Menurut hasil perhitungan terhadap data historis penggunaan bahan baku
pozzolan, metode POQ memberikan hasil terbaik, yaitu dengan selisih biaya
Rp 2.465.210,59 lebih sedikit dari hasil perhitungan metode EOQ dan Rp
1.512.440.959,36 lebih sedikit dari metode Min-Max.
Hasil yang berbeda juga muncul dalam penelitian yang dilakukan oleh
Jonathan (2015) dengan membandingkan metode EOQ dan Min-Max.
Pembandingan perhitungan data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
metode Min-Max lebih mampu memberikan biaya yang lebih kecil
dibandingkan metode EOQ.
Penelitian-penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa metode EOQ,
POQ, dan metode Min-Max masing-masing mampu menawarkan hasil yang
lebih baik pada kondisi-kondisi tertentu dan mampu mengoptimalkan biaya
persediaan yang harus dibayar perusahaan.
Perum Jasa Tirta I adalah perusahaan umum berbentuk Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
mengelola dan mengolah sumber daya air yang ada di Wilayah Sungai (WS)
Kali Brantas, WS Bengawan Solo, WS Toba Asahan, WS Serayu
Bogowonto, dan WS Jratunseluna. Berdasarkan maksud dan tujuan
6
pendiriannya, Perum Jasa Tirta melakukan berbagai kegiatan usaha yang
meliputi pelayanan air baku untuk air minum, pembangkitan dan penyediaan
tenaga listrik kepada PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) dan Non
PT. PLN, usaha konsultansi di bidang teknologi Sumber Daya Air,
penyewaan alat berat, jasa laboratorium air, dan pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM). Salah satu produk dari usaha
pengembangan SPAM Perum Jasa Tirta I adalah Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK) dengan merk “ASA” yang sebenarnya merupakan akronim dari “Air
Sehat Alami”. Perum Jasa Tirta I mengembangkan produk ini dengan
memanfaatkan mata air murni yang berada di salah satu sumber mata air di
Wilayah Sungai Kali Brantas. Pengolahan mata air tersebut dilaksanakan di
sebuah pabrik pemurnian air dan pengemasan milik Perum Jasa Tirta I di
Bendungan Sengguruh.
Perum Jasa Tirta I sebagai perusahaan yang memiliki status sebagai
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), memiliki kewajiban mutlak yang lebih
besar dari perusahaan swasta (pesaing) dengan bentuk usaha sejenis. Pertama,
Perum Jasa Tirta harus menghasilkan keuntungan untuk pengembangan
perusahaan itu sendiri. Kedua, Perum Jasa Tirta yang pada dasarnya adalah
perusahaan yang didirikan dan dimiliki negara harus mampu memberikan
kontribusi kepada stakeholder-nya, terutama pemerintah dan masyarakat. Hal
ini menuntut perusahaan untuk dapat bekerja dengan lebih efisien dan secara
terus menerus melakukan perbaikan dan pengembangan.
Usaha Perum Jasa Tirta I memproduksi AMDK ASA telah berjalan
sejak tahun 2006. Perkembangan usaha ini bisa dibilang cukup sukses jika
7
dilihat dari betapa sengitnya persaingan di kategori pasar Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK). Perusahaan-perusahaan yang menciptakan produk
AMDK antara lain adalah Aqua, Ades, Aquase, Aquaria, Club, Cleo, dan Vit.
Perusahaan-perusahaan tersebut masing-masing sudah mempunyai wilayah
pasar sendiri-sendiri. Perusahaan AMDK ASA mempunyai daerah pemasaran
di wilayah Kota Malang, Blitar, Tulungagung, dan Kediri. Pada Tahun 2013,
produksi AMDK ASA ini telah mampu menghasilkan keuntungan rata-rata
sebesar dua hingga tiga ratus juta rupiah per bulan, atau sekitar Rp 2,5 milyar
per tahun. Keuntungan tersebut menunjukkan bahwa produk AMDK ASA
sudah dikenal dan cukup diterima oleh masyarakat sebagai produk Air
Minum Dalam Kemasan yang ekonomis. Produk ini juga sudah memiliki
sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM), Kementrian Kesehatan (Joe).
Produk AMDK ASA terbagi menjadi 4 varian ukuran, yaitu cup 120
ml, cup 240 ml, botol 500 ml, dan galon 19 l. Data jumlah produksi dan
penjualan produk AMDK ASA selama tahun 2016 dapat disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 1.1
Jumlah Produksi AMDK ASA Tahun 2016
Bulan Cup 120 ml
(Dus)
Cup 240 ml
(Dus)
Botol 500 ml
(Dus)
Galon 19 l
(Unit)
Total
Januari 18,517 87% 1,771 8% 268 1% 830 4% 21,386
Februari 12,746 86% 805 5% 473 3% 791 5% 14,815
Maret 18,791 87% 1,137 5% 451 2% 1,150 5% 21,529
April 21,018 86% 1,724 7% 653 3% 1,123 5% 24,518
Mei 39,119 92% 2,245 5% 382 1% 714 2% 42,460
Juni 56,858 96% 1,507 3% 230 0% 871 1% 59,466
Juli 38,343 98% 190 0% 93 0% 485 1% 39,111
8
Lanjutan Tabel 1.1
Bulan Cup 120 ml
(Dus)
Cup 240 ml
(Dus)
Botol 500 ml
(Dus)
Galon 19 l
(Unit)
Total
Agustus 20,335 85% 2,217 9% 494 2% 939 4% 23,985
September 27,692 88% 1,763 6% 803 3% 1,052 3% 31,310
Oktober 16,124 85% 1,527 8% 294 2% 918 5% 18,863
November 19,572 86% 1,802 8% 489 2% 975 4% 22,838
Desember 14,442 80% 2,153 12% 422 2% 959 5% 17,976
Total 303,557 18,841 5,052 10,807 338,257
Rata-rata 25,296 88% 1,570 6% 421 2% 901 4% 28,188
Sumber: Data Diolah, 2017
Rata-rata prosentase produksi dan penjualan dari 4 varian ukuran
tersebut selama tahun 2016 secara berurutan adalah 88%, 6%, 2%, dan 4%.
Berdasarkan prosesntase tersebut dapat disimpulkan bahwa varian ukuran cup
120 ml menyumbang prosentase produksi yang secara signifikan lebih besar
dibanding dengan ukuran yang lain. Mempertimbangkan hal ini maka data
produksi dan pengendalian bahan baku cup 120 ml dijadikan sebagai input
metode-metode pengendalian yang digunakan dalam penelitian ini.
Bahan Baku yang digunakan oleh Perum Jasa Tirta I untuk
memproduksi AMDK ASA ukuran cup 120 ml terdiri dari air murni, cup
ukuran 120 ml, kardus mini, led cup, pita karbon, sedotan, lakban, cartride,
dan carbon. Bahan baku air murni didapatkan perusahaan secara langsung
dari alam, yaitu dari air waduk Bendungan Sengguruh, Kecamatan Kepanjen,
Kabupaten Malang. Bahan kemasan yang digunakan oleh Perum Jasa Tirta I
untuk memproduksi ASA didatangkan dari beberapa supplier/pemasok di
Malang, Pasuruan, Surabaya, dan sekitarnya.
Pada proses produksi AMDK ASA, seluruh bahan baku tersebut harus
secara terus-menerus tersedia agar proses produksi tidak terhambat dan
9
permintaan pasar dapat terus dipenuhi. Bahan baku Cup ukuran 120 ml
merupakan bahan yang termasuk dalam golongan critical item pada proses
produksi AMDK ASA. Critical item menurut BusinessDictionary.com
didefinisikan sebagai:
“Component, material, or system whose failure endangers
safety or survivability of personel, or which (1) is essential
for the firm’s continued operations, (2) is in short supply and
has long lead time, (3) is expensive, (4) has high maintenance
requirements, or (5) requires special handling procedures.
Also called critical material, critical system, or critical
stock.”
Jika kutipan tersebut diterjemahkan, maka memiliki arti bahwa critical
item adalah komponen, material, atau sistem yang dapat membahayakan
keamanan atau keselamatan pengguna jika terjadi kegagalan atau kesalahan,
atau item yang (1) penting untuk keberlanjutan operasi perusahaan, (2)
ketersediaannya rendah dan memiliki waktu tunggu yang lama, (3) mahal, (4)
memerlukan pemeliharaan yang tinggi, atau (5) membutuhkan prosedur
penanganan khusus. Bahan baku cup dalam proses produksi AMDK ASA
merupakan bahan yang memiliki tingkat ketersediaan terbatas, memiliki lead
time yang cukup lama, dan merupakan bagian dengan harga yang paling
mahal jika dibandingkan bagian produk yang lain (kardus mini, led cup, pita
karbon, sedotan, lakban, cartride, atau carbon), sehingga bahan baku cup 120
ml dapat membahayakan keberlanjutan proses produksi perusahaan jika
terjadi kekurangan atau kekosongan persediaan. Merujuk pada pernyataan
tersebut maka bahan baku cup ukuran 120 ml dapat digolongkan sebagai
bahan mendesak atau critical item. Oleh karena itu perlu adanya sistem yang
mampu menjamin ketersediaan bahan baku cup tersebut.
10
Saat ini Perum Jasa Tirta I masih menggunakan metode sederhana
untuk melakukan pengendalian persediaan bahan bakunya. Kebijakan
perusahaan dalam melakukan pembelian bahan baku cup 120 ml adalah
dengan menyesuaikan jumlah persediaan di awal bulan dengan perkiraan
kebutuhan produksi pada bulan tersebut. Jumlah tersebut ditentukan dengan
menggunakan perkiraan yang didasarkan pada pengalaman pada bulan-bulan
sebelumnya. Hal ini mengakibatkan tingkat persediaan menjadi kurang
menentu dan biaya-biaya persediaan yang harus ditanggung perusahaan
masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Perusahaan juga tidak memiliki
alokasi persediaan yang berguna sebagai persediaan cadangan untuk
mengatasi kekosongan persediaan atau melonjaknya permintaan.
Tabel 1.2
Jumlah Persediaan Bahan Baku Cup 120 ml
AMDK ASA Tahun 2016
Bulan
Persediaan
Awal Bulan
(Pcs)
Pengadaan
(Pcs)
Penggunaan
(Pcs)
Sisa
(Pcs)
Total
Persediaan
(Pcs per
bulan)
Januari 310,895 674,499 848,285 137,109 985,394
Februari 137,108 736,000 669,780 203,328 873,108
Maret 203,329 688,000 677,457 213,872 891,329
April 213,872 848,000 1,041,548 20,324 1,061,872
Mei 20,324 1,856,000 1,732,682 43,642 1,876,324
Juni 143,642 2,796,200 2,755,300 184,542 2,939,842
Juli 184,542 1,746,400 1,727,707 203,235 1,930,942
Agustus 203,235 956,000 731,621 427,614 1,159,235
September 427,614 1,092,000 1,324,669 194,945 1,519,614
Oktober 194,945 1,534,400 1,196,211 533,134 1,729,345
November 533,134 - 461,820 71,314 533,134
Desember 71,314 490,720 501,419 60,615 562,034
Total 13,418,219 13,668,499 16,062,173
Sumber: Data Diolah, 2017
11
Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa penentuan jumlah pengadaan
bahan baku cenderung tidak stabil dan bahkan pada bulan November
perusahaan tidak melakukan pengadaan. Hal ini menunjukkan adanya
kelebihan tingkat persediaan bahan baku pada bulan Oktober yang merupakan
pertanda dari kurang efisiennya biaya persediaan.
Menurut teori-teori pengendalian persediaan, terdapat beberapa metode
yang bisa digunakan untuk mengendalikan persediaan yang independen agar
biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat menjadi lebih efisien serta resiko
kekosongan atau kelebihan persediaan secara efektif dapat diminimalisir.
Alasan inilah yang menjadi pertimbangan penulis ingin meneliti apakah
metode-metode pengendalian persediaan (Economic Order Quantity (EOQ),
metode Periodic Order Quantity (POQ), dan metode Min-Max dapat
membantu perusahaan untuk meningkatkan efisiensi biaya persediaan yang
pada akhirnya akan dapat menurunkan harga pokok produksi sehingga
dibuatlah penelitian dengan judul “PENGENDALIAN PERSEDIAAN
BAHAN BAKU CUP 120 ml MENGGUNAKAN METODE EOQ, POQ,
DAN MIN-MAX PADA PERUM JASA TIRTA I MALANG”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan agar masalah yang diteliti tidak
mengalami perluasan, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses pengendalian persediaan bahan baku cup 120 ml
yang dilakukan oleh Perum Jasa Tirta I Malang?
12
2. Berapa jumlah unit, frekuensi pemesanan, besarnya persediaan
pengaman (safety stock), dan titik (kuantitas) pemesanan kembali (Re-
Order Point) bahan baku cup 120 ml berdasarkan metode Economic
Order Quantity (EOQ) yang harus dilakukan Perum Jasa Tirta I
Malang?
3. Berapa jumlah unit, frekuensi pemesanan, besarnya persediaan
pengaman (safety stock), dan titik (kuantitas) pemesanan kembali (Re-
Order Point) bahan baku cup 120 ml berdasarkan metode Periodic
Order Quantity (POQ) yang harus dilakukan Perum Jasa Tirta I
Malang?
4. Berapa jumlah unit, frekuensi pemesanan, besarnya persediaan
pengaman (safety stock), kuantitas minimum, dan kuantitas maksimum
bahan baku cup 120 ml berdasarkan metode Min-Max yang harus
dilakukan Perum Jasa Tirta I Malang?
5. Bagaimanakah pengaruh analisis metode EOQ, POQ, dan Min-Max
terhadap biaya persediaan bahan baku cup 120 ml pada Perum Jasa
Tirta I Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian yang dilakukan adalah:
1. Mengetahui proses pengendalian persediaan bahan baku cup 120 ml
yang dilakukan oleh Perum Jasa Tirta I Malang.
2. Mengetahui jumlah unit, frekuensi pemesanan, besarnya persediaan
pengaman (safety stock), dan titik (kuantitas) pemesanan kembali (Re-
13
Order Point) bahan baku cup 120 ml berdasarkan metode Economic
Order Quantity (EOQ) yang harus dipesan Perum Jasa Tirta I Malang.
3. Mengetahui jumlah unit, frekuensi pemesanan, besarnya persediaan
pengaman (safety stock), dan titik (kuantitas) pemesanan kembali (Re-
Order Point) bahan baku cup 120 ml berdasarkan metode Periodic
Order Quantity (POQ) yang harus dipesan Perum Jasa Tirta I Malang.
4. Mengetahui jumlah unit, frekuensi pemesanan, besarnya persediaan
pengaman (safety stock), kuantitas minimum, dan kuantitas maksimum
bahan baku cup 120 ml berdasarkan metode Min-Max yang harus
dipesan Perum Jasa Tirta I Malang.
5. Mengetahui pengaruh analisis metode EOQ, POQ, dan Min-Max
terhadap jumlah persediaan, frekuensi pemesanan, safety stock, reorder
point, kuantitas minimum, kuantitas maksimum, dan biaya persediaan
bahan baku cup 120 ml pada Perum Jasa Tirta I Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu manfaat bagi:
1. Bagi Perum Jasa Tirta I Malang
Perusahaan dapat menggunakan hasil dari penelitian ini sebagai bahan
evaluasi dan penilaian serta pertimbangan keputusan yang
berhubungan dengan pengendalian persediaan bahan baku yang
sesuai dengan kondisi Perum Jasa Tirta I Malang.
2. Bagi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Dapat digunakan sebagai tambahan pustaka yang dapat memberikan
manfaat bagi fakultas dan rekan mahasiswa khususnya bagi yang
14
mengambil konsentrasi manajemen operasional yang berkaitan dengan
metode EOQ, POQ, dan Min-Max dalam pengendalian persediaan.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi
bagi penelitian selanjutnya terutama di bidang operasional yang
berkaitan dengan pengendalian persediaan, sehingga pengembangan
ilmu tersebut memberikan manfaat bagi pihak lain yang
memerlukannya.