Download - #1penanganan Dan Cara Pemberian Obat
PENANGANAN DAN CARA PEMBERIAN OBAT
PADA HEWAN PERCOBAAN
I. TUJUAN
1. Mengetahui dan mampu menangani hewan untuk percobaan farmakologi
secara baik
2. Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi responnya
3. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian
serta pengaruhnya terhadap efek yang ditimbulkan.
II. TEORI DASAR
Uji praklinik dapat dilakukan dalam sistem in vitro dan in vivo.
Percobaan in vitro umumnya dilakukan dalam tabung reaksi atau peralatan
laboratorium lainnya, dan pengujian in vivo dilakukan dengan menggunakan
makhluk hidup. Pengujian ini diteruskan dengan penyaringan toksisitas
yang bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan abnormal pada
organ-organ hewan sehubungan dengan pemberian obat, dan mengetahui
parameter dari dosis terapeutik yang aman. Kelompok kontrol dan
percobaan dibandingkan. Sebelum dilakukan percobaan pada tubuh
manusia, dibuat terlebih dahulu penilaian tentang beratnya penyakit yang
akan diobati dengan obat yang berangkutan dalam kaitannya dengan
toksisitas obat (Kee, 1994).
Percobaan dengan menggunakan hewan percobaan tidak selalu
diperoleh hasil yang tepat. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan
percobaan dapat memperbesar penyimpangan hasil percobaan. Perlakukan
hewan percobaan secara benar. Hewan percobaan yang paling banyak
dipakai adalah mencit, tikus, marmot, dan kelinci. Penanganan hewan
1
percobaan adalah cara memperlakukan hewan selama masa pemeliharaan
maupun selama masa percobaan.
a. Mencit
Mencit bersifat penakut, fotofobia, cenderung berkumpul sesamanya, dan
lebih aktif pada malam hari dibandingkan siang hari. Cara mengambil
dan memegang mencit adalah buka kandang hati-hati, kira-kira cukup
untuk masuk tangan saja, angkat mencit dengan cara memegang ekor (3-
4 cm dari ujung). Letakkan pada lembaran kawat atau alas kasar lainnya.
Dengan tangan kiri, jepit tengkuk di antara jari manis dan jari kelingking
tangan kiri. Mencit siap mendapat perlakuan.
b. Tikus
Tenang dan mudah ditangani. Tidak seperti mencit, tikus tidak begitu
fotofobik. Aktivitasnya tidak demikian terganggu dengan adanya
manusia. Jika diperlakukan kasar, tikus menjadi galak. Cara
mengambilnya adalah dengan membuka kandang, angkat tikus pada
pangkal ekorya dengan tangan kanan, letakkan di atas permukaan
kasar/kawat. Letakkan tangan kiri di belakang tubuh/punggung ke arah
kepala. Selipkan kepala di antara jari telunjuk dan jari tengah, sedangkan
ibu jari, jari manis, dan kelingking diselipkan di sekitar perut sehingga
kaki depan kiri dan kanan terselip di antara jari-jari. Tikus juga dapat
dipegang dengan cara menjepit kulit pada tengkukya.
c. Kelinci
Kelinci harus diperlakukan dengan halus, namun sigap karena cenderung
berontak. Cara mengambilnya adalah jangan memegang telinga karena
dapat mengganggu pembuluh darah dan saraf. Pegang kulit pada leher
kelinci dengan tangan kiri, dan angkat ke belakang dengan tangan kanan.
d. Marmot
Marmot amat jinak dan jarang menggigit. Cara mengambil dan
memegang marmot adalah dengan memegang badan bagian atas dengan
tangan yang satu dan pegang badan bagian belakang dengan tangan yang
lain (Harmita, 2006).
2
Tabel 1. Ukuran dan alat yang diberikan untuk pemberian obat pada hewan
percobaan.
IV IP SC IM Oral
Mencit
Jarum 27.5 g ½ inci
Jarum 25 g ¼ inci
Jarum 25 g ¾ inci
Jarum 18 g ¾ inci
Ujung tumpul 15 g/16 g 2 inci
Tikus
Jarum 25 g Jarum 25 g 1 inci
Jarum 25 g 1 inci
Jarum 25 g 1 inci
Ujung tumpul 15 g/16 g 2 inci
KelinciJarum 25 g I inci
Jarum 21 g 1 ¼ inci
Jarum 25 g 1 inci
Jarum 25 g 1 inci
Kateter karet no. 9
Marmot- Jarum 25 g
1 inciJarum 25 g 1 inci
Jarum 25 g ¾ inci
Kucing- Jarum 21 g
1 ½ inciJarum 25 g 1 inci
Jarum 25 g 1 inci
(Sumber : Buku Ajar Analisis Hayati, Ed.3)
Cara pemberian obat
a. Oral
Mencit dan tikus
Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum/kanula
berujung tumpul dan berbentuk bola. Jarum/kanula dimasukkan ke
dalam muut perlahan-lahan, diluncurkan melalui langit-langit ke
belakang sampai esophagus.
Kelinci
Pemberian oral pada kelinci dilakukan dengan pertolongn “mouth block”
(alat penahan rahang), berupa pipa kayu/plastic yang berlubang, panjang
12 cm, diameter 3 cm, dan diameter lubang 7 mm. Letakkan muth block
diantara gigi-gigi depan dengan rahang dengan ibu jari dan telunjuk.
Masukkan kateter melalui lubang pada mouth block sekitar 20-25 cm.
untuk memeriksa apakah kateter benar masuk ke esophagus dan bukan
trakea.
3
Marmot
Pemberian oral pada marmot dapat dilakukan seperti pada tikus dan
kelinci.
b. Intravena
Mencit
Penyuntikan dilakukan pada vena ekor (ada 4 vena pada ekor). Letakkan
hewan pada wilayh tertutup sedemikian rupa sehingga mencit tidak
leluasa untuk bergerak-gerak, dengan ekor menjulur keluar. Hangatkan
ekor dengan dicelupkan ke dalam air hangat (40°-50°C). pegang ujung
ekor dengan satu tangan dan suntik dengan tangan yang lain.
Tikus
Pada tikus yang tidak dianestesi, penyuntikan dapat dilakukan pada ekor
(seperti pada mencit), pada vena penis (khusus untuk tikus jantan), atau
pada vena di permukaan dorsal kaki. Pada tikus yang dianestesi,
penyuntikan dapat dilakukan pada vena femoralis.
Kelinci dan marmot
Dapat dilakukan pada vena marginalis untuk marmot atau untuk marmot
yang dianestesi.
c. Subkutan
Pada tikus dan mencit penyuntikan dilakukan di bawah kulit pada
daerah tengkuk. Pada kelinci, penyuntikan dilakukan di bawah kulit di
daerah tengkuk atau sisi pinggang. Untuk marmot dan kelinci, angkat
sebagan kulit dan tusukkan jarum menembus kulit, sejajar dengan otot di
bawahnya.
d. Intramuscular
Untuk mencit dan tikus, penyuntikkan dilakukan pada otot gluteus
maksimus atau bisep fermoris atau semitendonosus paha belakang.
e. Intraperitoneal
Untuk semua hewan percobaan, penyuntikkan dilakukan pada perut
sebelah kanan garis tengah; jangan terlalu tinggi agar tidak mengenai
hati dan kandung kemih. Hewan dipegang pada punggung supaya kulit
4
abdomen mejadi tegang. Pada saat penyuntikkan, posisi kepala lebih
rendah dari abnomen. Suntikkan jarum membentuk sudut 10° menembus
kulit dan otot ke rongga peritoneal.
f. Intradermal
Pada tikus dan marmot, penyuntikkan dilakukan pada perut dan tubuh
belakang atau kaki belakang yang telah dicukur bulunya. Tusukkan
jarum ke kulit yang ditegangkan sedalam 0.67 mm (Harmita, 2006).
Dalam mengorbankan hewan uji, pembunuhan dilakukan
sedemikian rupa sehingga hewan mengalami penderitaan seminimal
mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemberian anestetik dengan
dosis berlebih secara intravena untuk kelinci; secara intraperitoneal untuk
mencit, marmot dan tikus; atau dengan menggunakan kloroform, CO2, N2
inhalasi. Pengorbanan hewan dapat juga dilakukan secara fisik atau
disembelih (Harmita, 2006).
Tabel 2.Konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis hewan dan manusia
Hewan Percobaa
n
Mencit20 g
Tikus200 g
Marmot400 g
Kelinci1.5 kg
Kucing2 kg
Kera4 kg
Anjing12 kg
Manusia70 kg
Mencit20 g
1.0 7.0 12.25 27.8 29.7 64.1 124.2 387.9
Tikus200 g
0.14 1.0 1.74 3.9 4.2 9.2 17.8 56.0
Marmot400 g
0.08 0.57 1.0 2.25 2.4 5.2 10.2 31.5
Kelinci1.5 kg
0.04 0.25 0.44 1.0 1.08 2.4 4.5 14.2
Kucing2 kg
0.03 0.23 0.41 0.92 1.0 2.2 4.1 13.2
Kera4 kg
0.016 0.11 0.19 0.42 0.45 1.0 1.9 6.1
Anjing12 kg
0.008 0.06 0.10 0.22 0.24 0.52 1.0 3.1
Manusia70 kg
0.0026 0.018 0.031 0.07 0.076 0.16 0.32 1.0
(Sumber : Buku Ajar Analisis Hayati)
Kalau saja data eksperimen hewan tersedia untuk senyawa tertentu,
wajar jika kita bertanya berapa dosis pada manusia yang mungkin sebanding
5
untuk senyawa yang sama. Masalah ini sering dihadapi oleh para peneliti
ketika mempertimbangkan zat kimia baru untuk percobaan manusia untuk
pertama kalinya. Berikut ini adalah diskusi tentang bagaimana masalah ini
biasanya diatasi. Proses ini dimulai dengan memperkirakan Maximum
Recommended Starting Dose (MRSD) untuk uji klinis pertama-di-manusia.
Hal ini didasarkan pada No Observable Adverse Effect Level Effect
(NOAEL) yang berasal dari studi toksikologi hewan. Setelah NOAEL
diketahui, Human Equivalent Dose (HED) dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
HED (mg / kg) = Dosis hewan uji (mg / kg) × Km hewan uji Km manusia
Km adalah faktor koreksi yang mencerminkan hubungan antara berat badan
dan tubuh dengan luas permukaan (Leonid, 2012).
Untuk spesies hewan laboratorium yang paling sering digunakan
Km rata-rata adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Km rata-rata yang sering digunakan di laboratorium
Hewan Uji Km rata-rata
Mouse 3
Rat 6
Guinea Pig 8
Rabbit 12
Dog 20
Human Adult 37(sumber : http://www.naturalhealthresearch.org/extrapolation-of-animal-dose-to-human/)
Dalam pengembangan obat baru untuk mengelola penyakit,
komunitas ilmiah sangat bergantung pada studi hewan yang menyediakan
kerangka kerja untuk uji klinis pada manusia. Seringkali, obat yang bekerja
dengan baik pada hewan ini seolah-olah tidak efektif pada manusia.
Beberapa penjelasan ada untuk kurangnya efektivitas. Salah satu penjelasan
6
yang sering diabaikan untuk ketidakefektifan obat adalah penentuan dosis
obat yang tidak tepat dari satu spesies hewan yang lain Masyarakat non-
ilmiah tampaknya salah paham dalam perlunya metode yang tepat
terjemahan dosis alometrik, terutama ketika memulai hewan baru atau studi
klinis. Perhitungan untuk menentukan dosis awal pada manusia sebagai
ekstrapolasi dari hewan harus menggunakan normalisasi luas permukaan
tubuh (BSA). Metode ini pertama kali diperkenalkan ke onkologi medis
dalam rangka untuk memperoleh dosis awal yang aman untuk fase I studi
obat antikanker dari data toksikologi hewan praklinis. Sayangnya, untuk
studi translasi, banyak mengubah dosis awal yang aman berdasarkan berat
badan saja, yang dapat mengakibatkan perbandingan antara studi yang tidak
pantas (Reagan-Shaw, 2008).
III. ALAT DAN BAHAN
III.1Alat
a. Alat suntik 1 ml
b. Beaker glass 25 ml
c. Botol coklat
d. Kandang mencit
e. Neraca ohaus
f. Sonde oral
g. Spidol warna merah
III.2Bahan
1. Aquadest
2. Alkohol
3. Luminal Na konsentrasi 0,7%
4. Mencit 3 ekor
7
III.3Gambar Alat
Alat Suntik 1 ml Beaker Glass 25 ml
Botol cokelat Kandang mencit
Neraca Ohauss Sonde Oral
8
Spidol merah
IV. PROSEDUR
Praktikum kali ini adalah mengenai penananganan hewan
percobaan dengan simulasi pemberian obat pada hewan coba, dimana tiga
ekor mencit dijadikan sebagai hewan percobaan. Pertama-tama mencit yang
berada di dalam kandang di timbang satu persatu. Kemudian dilakukan
pemberian obat secata intravena dengan cara suntikan diambil dan diisi air
sesuai volume yang telah dihitung sebelumnya, lalu disuntikkan pada
mencit, cara perlakuannya yaitu ekor mencit diangkat dengan tangan kanan,
kemudian diletakkan pada ram kawat kemudian ekor mencit ditarik dan
dicari vena pada ekor tikus dan disuntikkan hingga cairan di dalam suntikan
masuk. Selanjutnya dilakukan pemberian dengan cara subkutan, perlakuan
terhadap mencit hampir sama seperti intravena yaitu dengan mencit di
simpan di ram kawat dan ekornya ditarik kemudian kulit pada tengkuk
mencit diambil setelah itu suntikan yang telah diisi, disuntikkan di daerah
bawah kulit dan di tengkuk hingga cairan di dalam suntikkan habis.
Selanjutnya untuk pemberian intra muscular perlakuan mencit dilakukan
dengan cara mencit dijepit di bagian kulit tengkuk dengan telunjuk dan ibu
jari tangan kiri, dan ekor mencit dipegang di tangan kanan, kemudian posisi
tubuh mencit dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap praktikan
dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kiri, perlakuan
ini selain digunakan dalam pemberian secara intra muscular juga digunakan
9
dalam pemberian obat secara oral dan intra peritoneal. Untuk pemberian
secara intra muscular setelah mencit dengan posisi dihadapkan kepada
praktikan, salah satu praktikan lain memegang salah satu kaki mencit
kemudian disuntikkan dengan suntikkan ke bagian otot paha posterior.
Untuk pemberian secara intraperitonial setelah mencit dalam keadaan
dihadapkan ke praktikan dan sudah dipegangi namun kepala agak ke bawah
abdomen dibuat garis lurus yang melintasi badan mencit garis secara
vertikal dan pada bagian pertangan mencit diberikan garis horizontal,
kemudian suntikkan yang telah berisi cairan kemudian disuntikkan dengan
sudut 10o dari abdomen agak ke pinggir atau di daerah bawah yang sudah
digambar tadi. Kemudian pemberian secara peroral, setelah mencit dipegang
dengan tangan kiri dan menghadap ke praktikan, dilakukkan pemberian
cairan dengan bantuan sonde oral dengan diambil cairan dengan
menggunakan suntikan yang disambungkan dengan sonde oral, kemudian
sonde oral dimasukkan melalui mulut mencit dengan cara sonde oral
ditempelkan pada langit-langit atas mulut mencit, kemudian dimasukkan
pelan-pelan sampai ke esopagus bagian kanan dari mencit.
V. DATA PENGAMATAN
No. Mencit Massa Mencit
1 30 gram
2 21,5 gram
3 25 gram
Perhitungan Dosis
Mencit 1
Intravena (IV) :30 gram20 gram
× 0,5 ml=0,75 ml
Intramuscular (IM) : 30 gram20 gram
× 0,05 ml=0,07 5 ml
10
Intraperitonial (IP) :30 gram20 gram
× 1 ml=1 ,5 ml
Subkutan (SC) :30 gram20 gram
× 0,5 ml=0,75 ml
Peroral (PO) :30 gram20 gram
× 1 ml=1 ,5 ml
Mencit 2
Intravena (IV) :21,5 gram20 gram
× 0,5 ml=0,54 ml
Intramuscular (IM) :21,5 gram20 gram
× 0,05 ml=0,05 ml
Intraperitonial (IP) :21,5 gram20 gram
× 1 ml=1,075 ml
Subkutan (SC) :21,5 gram20 gram
× 0,5 ml=0,5375 ml
Peroral (PO) :21,5 gram20 gram
× 1 ml=1,075 ml
Mencit 3
Intravena (IV) :25 gram20 gram
× 0,5 ml=0,625 ml
Intramuscular (IM) :25 gram20 gram
× 0,05 ml=0,0625 ml
Intraperitonial (IP) :25 gram20 gram
× 1 ml=1,25 ml
Subkutan (SC) :25 gram20 gram
× 0,5 ml=0,625 ml
Peroral (PO) :25 gram20 gram
× 1 ml=1,25 ml
11
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan penangan dan cara
pemberian obat pada hewan percobaan. Tujuan dari praktikum ini adalah
praktikan dapat menagani hewan percobaan, mengetahui sifat dari hewan
percobaan dan faktor yang memengaruhi responnya serta mengetahui teknik
pemberian obat ke hewan percobaan.
Hewan percobaan yang dipakai kali ini adalah mencit. Sebenarnya
banyak sekali hewan yang dapat dijadikan hewan percobaan selain mencit
yaitu tikus, kelinci, marmot, katak dan paling besar adalah kuda, hewan
tersebut dipilih sesuai dengan dosis obat yang diujikan. Penggunaan mencit
kali kali ini dikarenakan mencit lebih mudah ditangani dibandingkan hewan
lainnya tapi mencit mempunyai kekurangan yaitu mudah terkena stress atau
tidak resisten terhadap obat yang diberikan sehingga sering kali didapati
mencit yang kejang-kejang, lemas hingga mati.
Seperti yang telah diketahui, banyak faktor yang ditimbulkan
hewan percobaan saat merespon obat yang diberikan. Faktor-faktor tersebut
dibagi menjadi tiga yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor lainnya.
Dimana faktor internal dipengruhi oleh biologik atau sifat genetik dari
hewan percobaan. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh
pemeliharaan lingkungan fisiologik dan isoosmosis. Dan faktor lainnya
dipengaruhi oleh mental dari hewan percobaan saat menerima obat tersebut
atau perlakuan penguji terhadap hewan percobaan.
Teknik pemberian obat pada hewan percobaan banyak macamnya
yaitu oral (pemberian obat dengan sonde oral pada langit-langit atas mulut
lalu secara perlahan dimasukan sampai ke oesopagus) , sub kutan
(pemberian obat dengan suntikan di bawah kulit dan berada di daerah
tengkuk), intravena (pemberian obat dengan suntikan yang menggunakan
jarum nomor 24 melalui vena ekor), intramuscular (pemberian obat dengan
suntikan pada otot paha posterior), dan intraperitonial (pemberian obat
dengan suntikan pada lambung atau saluran pencernaan).
12
Pertama, alat dan bahan disiapkan. Alatnya berupa suntikan dengan
jarum nomor 24, sonde, tiga ekor mencit, aquades, alkohol, dan kapas. Lalu
setiap mencit diandai dengan spidol pada bagian pangkal ekor untuk
memudahkan saat percobaan. Lalu, setiap mencit ditimbang dengan neraca
analitik dan didapat mencit 1 mempunyai massa 30 Gram, mencit 2
mempunyai massa 21.5 Gram, dan mencit 3 mempunyai massa 25 Gram.
Karena setiap mencit mempunyai massa yang berbeda, dilakukan
perhitungan untuk setiap volume aquades yang akan diberikan. Perhitungan
dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
Intravena = massa mencit
20 x 0.5
Intramuskular = massa mencit
20 x 0.05
Intraperitonial = massa mencit
20 x 1
Subkutan = massa mencit
20 x 0.5
Peroral = massa mencit
20 x 1
Setelah itu teknik pemberian obat yang pertama dilakukan adalah
pemberian obat secara intravena. Teknik ini dilakukan pada mencit nomor 1
dan 2 dengan volume aquades yang diberikan sebanyak 0.75 ml dan 0.54 ml
pemberian ini dilakukan menggunakan suntik dengan jarum nomor 24.
Penggunaan jarum nomor 24 karena jarum tersebut adalah jarum paling
kecil dimana jarum tersebut tidak sampai merobek vena mencit terlalu lebar.
Pemberian dengan intravena dilakukan pada pangkal ekor mencit karena
ekor mencit adalah bagian yang paling mudah menemukan pembuluh vena.
Pada pemberian intravena, mencit dapat diletakkan pada alas yang berkawat
lalu ekor dipegang dan disuntikan pada pembuluh vena yang terlihat yang
sebelumnya telah dioleskan alkohol. Jarum suntik terlihat masuk apabila
terdapat darah yang menetes saat jarum suntik masuk ke dalam pembuluh
vena mencit. Dan obat terlihat masuk saat terjadi pembengkakan pada
daerah yang diberikan.
13
Setelah itu teknik pemberian obat yang kedua yaitu pemberian obat
secara subkutan. Teknik ini dilakukan pada mencit nomor 1 dan 3 dengan
volume aquades 0.75 ml dan 0.625 ml. Pemberian obat secara subkutan
dilakukan pada daerah tengkuk dibawah kulit. Pada pemberian subkutan,
mencit diletakkan pada alas yang berkawat lalu tengkuk mencit diangkat
lalu disuntikan di bagian tengkuk yang sebelumnya telah diberi alkohol.
Setelah itu teknik pemberian obat yang ketiga yaitu pemberian obat
secara intramuskular. Teknik ini dilakukan pada mencit nomor 2 dengan
volume aquades 0.05 ml. Pemberian obat secara intramuskular dilakukan
pada daerah otot paha posterior. Pada pemberian intramuskular, biasanya
dibutuhkan dua orang. Dimana orang pertama memegang mencit dengan
teknik yang telah dianjurkan yaitu telunjuk dan ibu jari menjepit kulit
tengkuk mencit dan ekor mencit diapit jari manis dan kelingking. Teknik
tersebut membuat mencit tidak dapat bergerak atau tidak berontak saat
pemberian obat. Orang kedua memegang kaki mencit dan menyuntikan di
daerah paha mencit yang sudah diberikan alkohol sebelumnya.
Setelah itu teknik pemberian obat yang keempat yaitu pemberian
obat secara intraperitonial. Teknik ini dilakukan pada mencit nomor 1
dengan volume aquades 1.5 ml. Pemberian obat secara intraperitonial
dilakukan pada darah perut. Pada pemberian intraperitonial dibutuhkan dua
orang. Dimana orang pertama memegang mencit sesuai teknik yang
dianjurkan dan orang kedua menyuntikan ke daerah perut yang telah
diberikan alkohol sebelumnya, cara menyuntiknya pun dengan keadaan
jarum suntik berada 10˚ dari abdomen agak ke pinggir, ini dilakukan untuk
mencegah terkenanya kandung kemih dan hati. Untuk mengetahui obat
sudah masuk atau menembus kulit dengan terlihatnya pembengkakan pada
bagian yang disuntik.
Setelah itu teknik pemberian obat yang kelima yaitu pemberian
obat seacar peroral. Teknik ini dilakukan pada mencit nomor 1,2, dan 3
dengan volume aquades 1.5 , 1.075 , dan 1.25 ml. Pemberian secara peroral
14
dilakukan dengan memasukan sonde kedalam mulut mencit lalu secara
perlahan dimasukan sampai ke oesopagus, dimana arah masuk ke oesopagus
itu kearah kanan mencit. Apabila salah dalam memasukan sonde bisa
berakibat fatal pada mencit karena kalau masuk ke arah kiri mencit, obat
yang diberikan bukannya masuk ke saluran pencernaan tapi ke arah paru-
paru.
Dari semua teknik yang telah dicoba ke mencit menghasilkan hasil
yang memuaskan. Dimana mencit tetap sehat saat diberikan obat. Mungkin
ada beberapa faktor membuat mencit aktif karena stress setelah mendapat
perlakuan seperti disuntik atau dimasukan sonde. Apabila terdapat mencit
yang mati itupun banyak faktornya dari mencit yang kurang resisten
terhadap obat yang diberikan atau kesalahan praktikan saat memberikan
obat seperti memasukan sonde yang seharusnya ke arah saluran pencernaan
tapi malah ke arah paru-paru.
Dikarenakan percobaan kemaren hanya menggunakan aquades jadi
tikus yang bertahan tidak dikorbankan. Tapi saat percobaan menggunakan
obat atau antibiotika, mencit sebaiknya dibunuh secara prosedural yaitu
dislokasi. Caranya ada dua, cara pertama memasukan tikus kedalam wadah
tertutup yang berisi karbondioksida yang mematikan, lama-lama mencit
akan kehilangan kesadaran dan mati. Cara kedua yaitu dislokasi leher,
dimana mencit ditempatkan pada alas yang berkawat lalu pegang ekornya
setelah itu dengan benda tumpul, tengkuknya ditahan lalu ekornya ditarik
secara kuat agar mencit mati seketika.
VII. KESIMPULAN
1. Penanganan hewan uji yang benar dapat diketahui dan dilakukan dengan
baik
2. Sifat-sifat hewan percobaan dapat dipahami dan respon dari faktor-faktor
yang mempengaruhinya dapat diamati
15
3. Teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian serta
pengaruh terhadap efek yang ditimbulkan dapat dipahami dan dilakukan
dengan baik
16
DAFTAR PUSTAKA
Harmita, DR dan DR Maksum Radji. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati. Edisi ke-
3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Kee, Joyce L. dan Evelym R. Hayes. 1994. Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Leonid Ber M.D. 2012. Extrapolation of Animal Dose to Human. Available
online at http://www.naturalhealthresearch.org/extrapolation-of-animal-
dose-to-human/ [diakses pada 15 Maret 2014]
Reagan-Shaw, Shannon., Minakshi Nihal., Nihal Ahmad. 2008. Dose translation
from animal to human studies revisited. The FASEB Journal 22 (3): 659-
661
17