Download - 2. Isi Laporan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dan semua makhluk hidup lainnya membutuhkan air. Air
merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Menurut dokter
dan ahli kesehatan manusiawajib minum air putih 8 gelas per hari. Tumbuhan
dan binatang juga mutlak membutuhkan air. Tanpa air keduanya akan mati.
Sehinggadapat dikatakan air merupakan salah satu sumber kehidupan. Dengan
kata lain air merupakan zat yang paling esensial dibutuhkan oleh makhluk hidup.
Air juga merupakan bagian penting dari sumber daya alam yang mempunyai
karakteristik unik dibandingkan dengan sumber daya lainnya. Sumber daya air
bersifat terbarukan dan dinamis (Kodoatie & Roestam, 2010).
Menurut perhitungan World Health Organization (WHO, 2008) khususnya
di negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari.
Sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia, tiap orang memerlukan
air antara 30-60 liter per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut yang
sangat penting adalah kebutuhan untuk minum air harus mempunyai persyaratan
khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.
Manusia dapat bertahan hidup berminggu–minggu lamanya tanpa makanan,
tetapi tanpa air minum hanya bertahan 3 sampai 4 hari saja. Setiap saat ada air
yang keluar dari tubuh dengan cara penguapan pada permukaan tubuh, pada
2
waktu transpirasi atau berpeluh, pada pernapasan, dan pada waktu buang air.
Yang mengup melalui pori kulit sekitar 500 cc selama satu hari, yang keluar
kelenjar-kelenjar peluh kira-kira 1.000 cc selama satu hari, dan ini sangat
bergantung pada temperatur setempat dan kondisi tubuh, yang dikeluarkan
sebagai uap pada pernapasan lebih kurang 300 cc dan juga ada yang dikeluarkan
oleh tubuh pada waktu buang air untuk keperluan pembersihan tubuh dari bahan-
bahan pencemar yang masuk ke dalam tubuh atau yang dipisahkan di dalam
tubuh (Daud & Arif, 2014).
Berdasarkan Riskesdas (2013), proporsi RT yang memiliki akses terhadap
sumber air minum improved di Indonesia adalah sebesar 66,8 persen (perkotaan:
64,3%; perdesaan: 69,4%). Lima provinsi dengan proporsi tertinggi untuk RT
yang memiliki akses terhadap air minum improved adalah Bali (82,0%), DI
Yogyakarta (81,7%), Jawa Timur (77,9%), Jawa Tengah (77,8%), dan Maluku
Utara (75,3%); sedangkan lima provinsi terendah adalah Kepulauan Riau
(24,0%), Kalimantan Timur (35,2%), Bangka Belitung (44,3), Riau (45,5%), dan
Papua (45,7%). Secara kualitas fisik, masih terdapat RT dengan kualitas air
minum keruh (3,3%), berwarna (1,6%), berasa (2,6%), berbusa (0,5%), dan
berbau (1,4%). Berdasarkan provinsi, proporsi RT tertinggi dengan air minum
keruh adalah di Papua (15,7%), berwarna juga di Papua (6,6%), berasa adalah di
Kalimantan Selatan (9,1%), berbusa dan berbau adalah di Aceh (1,2%, dan
3,8%).
3
Air Minum Isi Ulang (AMIU) merupakan suatu jawaban akan kebutuhan
masyarakat. Air minum yang biasa diperoleh dari depot, harganya jauh lebih
murah, bisa sepertiga dari produk air minum dalam kemasan yang bermerek.
Tidak mengherankan bila banyak masyarakat konsumen beralih pada layanan
AMIU, menyebabkan depot air minum di berbagai kota di Indonesia (Bambang,
dkk, 2014).
Konsumsi AMIU saat ini lebih banyak dibandingkan dengan air minum
dalam kemasan, dikarenakan harga AMIU relatif lebih murah bila dibandingkan
dengan air minum kemasan, yaitu sepertiga hingga seperempat dari harga air
kemasan. Harga AMIU lebih murah, karena untuk membuka DAMIU tidak
diperlukan biaya pengemasan dan pengiriman, selain itu tidak dibutuhkan modal
yang besar untuk membuka usaha ini. Namun kualitas AMIU masih diragukan
karena diduga dapat terkontaminasi mikroba pathogen jika penanganan dan
pengolahannya kurang baik (Natalia, dkk, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Simbolon, dkk (2012)
terdapat kandungan Escherchia coli sebelum dimasukan ke dalam botol (galon)
pada salah satu depot air minum dan sesudah dimasukan ke dalam botol (galon)
pada dua depot air minum di Kota Tanjungpinang Barat. Sedangkan penelitian
lain yang dilakukan oleh Pratiwi (2014) menemukan bahwa dari 9 Depot Air
Minum Isi Ulang (DAMIU) di wilayah Kecamatan Gondokusuman Yogayakarta
yang digunakan sebagai obyek penelitian ternyata 44,4% (4 depot) masih
4
mengandung bakteri Coliform, sedang yang mengandung E.coli hanya 11,1 % (1
depot).
Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologis pada air galon di
Ruang Bagian Kesehatan Lingkungan Universitas Hasanuddin untuk mengetahui
apakah air minum isi ulang yang biasanya dikonsumsi dosen dan mahasiswa ini
telah memenuhi standar kesehatan yaitu terbebas dari mikrobiologis atau tidak.
B. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui keberadaan bakteri Coliform pada air galon di Ruang
Bagian Kesehatan Lingkungan Universitas Hasanuddin.
2. Untuk menghitung jumlah bakteri Coliform pada air galon di Ruang Bagian
Kesehatan Lingkungan Universitas Hasanuddin.
C. Prinsip Percobaan
1. Alat harus disterillkan terlebih dulu untuk menghindari kontaminasi.
2. Pratikan dilarang untuk berbicara atau meminimalisisr berbicara selama
proses pemeriksaan.
3. Lingkungan tempat kerja disterillkan dengan menggunakan alkohol.
4. Alat yang digunakan harus dekat dengan bunsen.
5. Hindari sumber-sumber yang berpotensi menyebabkan kontaminasi sampel
dengan lingkungan.
6. Jika dalam waktu 2x24 jam terdapat gelembung gas dalam tabung, tes
dinyatakan positif. Sebaliknya, apabila tidak ditemukan gelembung gas pada
tabung maka tes dinyatakan negatif.
5
7. Apabila rentang waktu lebih dari 2x24 jam, sampel tidak dapat diperiksa.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Air
Air merupakan materi penting dalam kehidupan. Semua makhluk hidup
membutuhkan air. Bagi manusia, kebutuhan akan air adalah mutlak karena
sebenarnya 70% zat pembentuk tubuh manusia terdiri dari air. Kebutuhan air
untuk keperluan sehari-hari, berbeda untuk setiap tempat dan setiap tingkatan
kehidupan. Biasanya semakin tinggi taraf kehidupan, semakin meningkat pula
jumlah kebutuhan air (Apriliana, dkk, 2011).
Air tawar di alam ini meliputi jumlah kurang lebih 0,6% dari total volume air
yang mengisi seluruh planet bumi, yang secara umum dapat dibagi dalam 2
kategori besar, yaitu (Daud, 2002) :
1. Air permukaan yang meliputi badan-badan air yang mengalir seperti sungai,
kanal, danau, dan telaga.
2. Air tanah baik dalam bentuk air tanah dangkal maupun air tanah dalam.
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas (PP. No. 82 Tahun
2001) :
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
7
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber
yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman
tersebut, antara lain (Chandra, 2006) :
1. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.
2. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.
3. Tidak berasa dan tidak berbau.
4. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga.
Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO dan Departemen
Kesehatan RI.
8
B. Tinjauan Umum Tentang Air Minum Isi Ulang
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/MENKES/SK/VII tahun 2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum, yang dimaksud air minum adalah air yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum. Persyaratan kesehatan air minum meliputi persyaratan
bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik. Sehingga kualitas air minum
seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Selain itu juga
tidak mengandung kuman patogen dan segala mahkluk yang membahayakan
kesehatan manusia (tingkat kontaminasi 0 koloni/100 ml), tidak mengandung zat
kimia yang dapat mengganggu fungsi tubuh, dapat diterima secara estetis dan
tidak merugikan secara ekonomis.
Dengan standar yang berlaku, perlu dilakukan pengawasan. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, pengawasan
kualitas air minum dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara
berkala minimal setiap tiga bulan, meliputi kegiatan:
1. Inspeksi sanitasi dan pengambilan sampel air termasuk air pada: sumber air
baku, proses produksi, jaringan distribusi, air minum isi ulang dan air minum
dalam kemasan
2. Pemeriksaan kualitas air dilakukan di tempat/di lapangan dan atau di
laboratorium
9
3. Analisis hasil pemeriksaan laboratorium dan pengamatan di lapangan,
menjadisuatu rekomendasi untuk mengatasi masalah yang ditemui dari hasil
kegiatan 1 dan 2 yang ditujukan untuk pengelola penyediaan air minum
4. Tindak lanjut upaya penanggulangan/perbaikan dilakukan oleh pengelola
penyedia air minum.
5. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat.
Jadi, pengelola penyediaan air minum harus menjamin air minum yang
diproduksinya memenuhi syarat kesehatan dengan melaksanakan pemeriksaan
secara berkala yaitu pemeriksaan kualitas air yang diproduksi mulai dari
pemeriksaan pada instalasi pengolahan air, jaringan pipa distribusi, pipa
sambungan ke konsumen, proses isi ulang dan kemasan, serta melakukan
pengamanan terhadap sumber air baku yang dikelolanya dari segala bentuk
pencemaran.
Sekitar tahun 1999, mulai muncul usaha Depot Air Minum (DAM). DAM
adalah usaha industri yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air
minum dan menjual langsung kepada pembeli. Pengujian mutu produk wajib
dilakukan oleh DAM di Laboratorium Pemeriksaan Kualitas Air yang ditunjuk
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota atau yang terakreditasi sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan sekali. Pengujian tersebut bertujuan menjamin mutu produk air
minum yang dihasilkan, mendukung terciptanya persaingan usaha yang sehat,
dan sebagai upaya perlindungan kepada konsumen (Wandrivel, 2012).
10
Dalam lampiran Kepmenkes No. 907 tahun 2002 ditetapkan bahwa
pemeriksaan kualitas bakteriologi air minum dalam kemasan dan air minum isi
ulang disebutkan bahwa pemeriksaan bakteriologis air baku untuk air minum
harus dilakukan setiap 3 bulan sekali sedangkan untuk air minum yang siap
dimasukkan ke dalam kemasan minimal 1 kali setiap bulan.
C. Tinjauan Umum Tentang Bakteri Coliform
Terdapat sedikitnya 37 jenis penyakit yang ditularkan melalui air, salah
satunya adalah diare. Penyebab utama 37 jenis penyakit adalah buangan air
limbah domestik. Buangan cair rumah tangga banyak mengandung bahan-bahan
organik yang mudah terurai, sehingga limbah rumah tangga ini berpotensi tinggi
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat (Khotimah, 2013).
Salah satu indikator pencemaran mikroba adalah keberadaan bakteri
Coliform. Bakteri Coliform ada yang bersifat patogen yaitu bakteri yang dapat
menimbulkan penyakit. Bakteri Coliform masuk dalam famili
Enterobacteriaceae yang mempunyai 14 genus (Waluyo, 2007 dalam Tururaja &
Rina, 2010). Bakteri Coliform yang ada dalam air dibedakan ke dalam 2
kelompok yaitu kelompok fecal (E.coli) dan non-fecal (Enterobacter aerogenus).
Bakteri Coliform merupakan indikator kontaminasi lingkungan atau sanitasi
yang kurang baik sedangkan E.coli sebagai indikator kontaminasi tinja dari
manusia dan hewan berdarah panas.
Bakteri Coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam
saluran pencernaan manusia. Bakteri Coliform merupakan bakteri indikator
11
keberadaan bakteri patogenik dan masuk dalam golongan mikroorganisme yang
lazim digunakan sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi sinyal
untuk menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak.
Bakteri Coliform ini menghasilkan zat etionin yang dapat menyebabkan kanker.
Selain itu bakteri pembusuk ini juga memproduksi bermacam-macam racun
seperti indol dan skatol yang dapat menimbulkan penyakit bila jumlahnya
berlebih di dalam tubuh.
Bakteri Coliform dapat digunakan sebagai indikator karena densitasnya
berbanding lurus dengan tingkat pencemaran air. Bakteri ini dapat mendeteksi
patogen pada air seperti virus, protozoa, dan parasit. Selain itu, bakteri ini juga
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari pada patogen serta lebih mudah
diisolasi dan ditumbuhkan. Bakteri Coliform fecal adalah bakteri indikator
adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan Coliform fecal menjadi indikator
pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan
keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi Coliform jauh lebih murah,
cepat dan sederhana dari pada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri
Coliform adalah, Esherichia coli dan Entereobacter aerogenes. Jadi, Coliform
adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan Coliform artinya kualitas
air semakin baik (Randa, 2012).
Chandra (2006) mengemukakan bahwa pemeriksaan bakteriologis merupakan
pemeriksaan yang paling baik dan sensitive untuk mendeteksi kontaminasi air
12
oleh kotoran manusia. Mikroorganisme yang sering di periksa sebagai indikator
pencemaran oleh feses, antara lain:
1. Organisme Coliform
Organisme Coliform merupakan organism non-spora yang motil dan non-
motil, berbentuk batang, dan mampu memfermentasi laktosa untuk
menghasilkan asam dan gas pada temperatur 37oC da dalam waktu 48 jam.
Contoh tipikal Coliform tinja adalah E.coli dan Coliform non-fecal adalah
Klebsiella aerogeus. Keberadaan E.coli dalam sumber air merupakan
indikasi pasti terjadinya kontaminasi tinja manusia. Ada beberapa alasan
mengapa organisme Coliform dipilih sebagai indikator terjadinya
kontaminasi tinja di bandingkan kuman patogen lain yang terdapat di saluran
pencernaan manusia, antara lain:
a. Jumlah organisme Coliform cukup banyak dalam usus manusia. Sekitar
200-400 miliar organisme ini dikeluarkan melalui tinja setiap harinya.
Karena jarang sekali di temukan dalam air, keberadaan kuman ini dalam
air member bukti kuat adanya kontaminasi tinja manusia.
b. Organisme ini lebih mudah dideteksi melalui metode kultur (walaupun
hany terdapat 1 kuman dalam 100 cc air) dibandingkan tipe kuman
patogen lainnya.
13
c. Organisme ini lebih tahan hidup di bandingkan dengan kuman usus
patogen lainnya.
d. Organisme ini lebih resisten terhadap proses purifikasi air secara alamiah.
Bila Coliform organisme ini die temukan dalam sampel air maka dapat di
ambil suatu kesimpulan bahwa kuman usus patogen yang lain dapat juga
ditemukan dalam sempel air tersebut di atas walupun dalam jumlah yang
kecil.
2. Streptococcus fecal
Organism ini biasaya ditemukan dalam tinja bersama dengan E.coli. pada
kasus-kasus yang tidak jelas Streptococcus fecal ini digunakan sebagai
indikator untuk uji pembuktian (compirmatory test) adanya konfirmasi tinja
manusia.
3. Clostridium perfringens dan Clostridium welchii
Organisme ini dapat di temukan dalam tinja manusia dalam jumlah kecil.
Sporanya dapat bertahan lama dalam air dan biasanya resiten terhadap dosis
klorinasi normal. Keberadaan Cl. perfringens bersama E.coli dalam air
menunjukan terjadinya kontaminasi baru, sebaliknya jika yang di temukan
hanya Cl. perfringens, kontaminasi terjadi setelah waktu berselang.
D. Tinjauan Umum Tentang Medium Pertumbuhan
14
Medium pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari
campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi dalam medium untuk
menyusun komponen sel dirinya. Medium pertumbuhan dapat digunakan untuk
hal-hal berikut (Bapelkes, 2012) :
1. Isolat mikroorganisme menjadi kultur murni
2. Memanipulasi komposisi media pertumbuhannya
3. Menumbuhkan mikroorganisne
4. Memperbanyak jumlah
5. Menguji sifat-sifat fisiologisnya
6. Menghitung jumlah mikroba
Dalam pembuatan medium pertumbuhan perlu dilakukan sterilisasi dan
menerapkan aseptis untuk menghindari kontaminasi pada medium. Dua jenis
medium dapat dibedakan berdasarkan komponen dasar yang pembentuknya,
yaitu (Bapelkes, 2012) :
1. Medium kompleks
Medium ini terbuat dari bahan alami yang komposisinya tidak diketahui
secara pasti. Komposisi medium ini terdiri atas hasil penguraian (ekstrak)
berbagai jenis jaringan tumbuhan/daging/ragi yang kaya akan polipeptida,
asam amino, vitamin dan mineral.
2. Medium yang tersusun dari bahan kimia tertentu
15
Medium ini dibuat dari beberapa jenis bahan kimia dengan konsentrasi
tertentu. Bahan kimia yang digunakan berasal dari:
a. Sumber C : glukosa, dekstrosa, dan sukrosa
b. Sumber N : NH4NO3, NH4Cl, dan urea
c. Sumber P : KH2PO4
d. Sumber vitamin
e. Sumber mineral : Fe, Mn, dan S
E. Tinjauan Umum Tentang Most Probable Number (MPN)
Pemeriksaan kualitas bakteriologi air dapat dilakukan dengan metode Most
Probable Number(MPN). Pemeriksaan kehadiran bakteri Coli dari air dilakukan
berdasarkan penggunaan medium kaldu laktosa yang ditempatkan di dalam
tabung reaksi berisi tabung durham (tabung kecil yang letaknya terbalik,
digunakan untuk menangkap gas yang terjadi akibat fermentasi laktosa menjadi
asam dan gas). Tergantung kepada kepentingan, ada yang menggunakan sistem
3-3-3 (3 tabung untuk 10 ml, 3 tabung untuk 1,0 ml, 3 tabung untuk0,1 ml) atau
5-5-5. Uji MPN Coliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap yaitu Uji penduga
(presumptive test), Uji penguat (confirmed test) dan Uji pelengkap (completed
test) (Kholid, 2012).
1. Uji Penduga (Persumtif Test)
Merupakan tes pendahuluan tentang ada tidaknya kehadiran bakteri
Coliform berdasarkan terbentuknya asam dan gas disebabkan karena
16
fermentasi laktosa oleh Coliform. Terbentuknya asam dilihat dari kekeruhan
pada media laktosa, dan gas yang dihasilkan dapat dilihat dalam tabung
Durham berupa gelembung udara. Tabung dinyatakan positif jika terbentuk
gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam tabung Durham.
Banyaknya kandungan bakteri E.coli dapat dilihat dengan menghitung tabung
yang menunjukkan reaksi positif terbentuk asam dan gas dan dibandingkan
dengan tabel MPN. Metode MPN dilakukan untuk menghitung jumlah
mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair.
2. Uji Penguat (Confirmed Test)
Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Dari tabung yang positif
terbentuk asam dan gas, suspensi ditanamkan pada media Lactose Broth
Triple trength (LBTS) secara aseptik dengan menggunakan jarum Inokulasi.
Kemudian diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37oC.jika hasilnya positif
terbentuk gas dan asam, maka sampel diyakini positif Coliform.
3. Uji Pelengkap (Completed Test)
Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk
menentukan bakteri E.coli. Dari koloni yang positif gas pada uji ketetapan
diinokulasikan ke dalam medium kaldu laktosa dan medium Nutrient Agar
(NA), dengan jarum inokulasi secara aseptik. Kemudian diinkubasi pada suhu
37oC selama 1 x 24 jam. Koloni bakteri E.coli tumbuh berwarna merah
kehijauan dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda dengan
lendir untuk kelompok Coliform lainnya. Dan untuk membedakan bakteri
17
Coliform dari bakteri Coliform fecal (berasal dari tinja hewan berdarah panas),
selanjutnya dibuat Duplo, di mana satu seri diinkubasi pada suhu 37oC (untuk
Coliform) dan satu seri diinkubasi pada suhu 42oC (untuk Coliform fecal).
Bakteri Coliform tidak dapat tumbuh dengan baik pada suhu 42oC, namun
bakteri Coliform fecal dapat tumbuh dengan baik pada suhu 42oC.
18
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Autoclave 1 unit
b. Botol sampel 1 buah
c. Bulp 1 buah
d. Inkubator 1 unit
e. Korek api 1 buah
f. Ose 1 buah
g. Pembakar bunsen 1 buah
h. Pipet ukur 1 buah
i. Rak tabung 1 buah
j. Tabung durham 7 buah
k. Tabung reaksi 7 buah
l. Tali pengikat 1 buah
2. Bahan
a. Alcohol swabs secukupnya
b. Alkohol secukupnya
c. Kaldu laktosa encer 10 ml/tabung
d. Kaldu laktosa pekat 6 ml/tabung
19
e. Kapas secukupnya
f. Kertas copy secukupnya
g. Kertas label secukupnya
h. Larutan Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLB) 6 ml/tabung
i. Sampel air galon 200 ml
j. Tissu secukupnya
B. Waktu dan Tempat Pengambilan Sampel
1. Waktu : Jumat, 27 Februari 2015 pukul 10.00 WITA.
2. Tempat : Ruang Bagian Kesehatan Lingkungan Universitas Hasanuddin.
C. Prosedur Kerja
1. Cara Pengambilan Sampel
a. Tangan praktikan dibersihkan mengggunakan hand sanitizer.
b. Kran dispenser dibersihkan dari setiap benda yang menempel dan
dimungkinkan dapat mengganggu proses pengambilan sampel dengan
menggunakan kain bersih, bersihkan ujung kran dari setiap kotoran atau
debu.
c. Kran yang akan diambil air sampelnya disterilkan terlebih dahulu selama
1 menit dengan alcohol swabs.
d. Buka kran dengan hati-hati dan biarkan mengalir sebentar.
e. Tali pengikat dan kertas pelindung botol sampel dilepas kemudian
penutup botol sampel diangkat atau diputar.
20
f. Buka kran dispenser kemudian isi air sebanyak 3/4 botol sampel.
g. Botol disumbat atau ditutup dengan memutar kemudian dibungkus kertas
copy lalu diikat.
2. Proses Pemeriksaan bakteri Coliform
a. Uji Perkiraan (Presumptive Test)
1) Tangan dan meja kerja disterilkan dengan menggunakan alkohol.
2) Menyiapkan tabung media laktosa sebanyak 7 tabung reaksi dengan
perbandingan: 5:10 ml (laktosa broth pekat); 1:1 ml (laktosa broth
encer), 1:0,1 ml (laktosa broth encer).
3) Pipet steril dan mulut tabung media laktosa diplumbir setiap hendak
memindahkan sampel.
4) Dengan menggunakan pipet steril, sampel dipindahkan ke dalam
tabung media dengan jumlah sesuai dengan perbandingan dan tidak
jauh dari pembakar bunsen.
5) Tabung media laktosa yang telah dicampur dengan sampel
dihomogenkan agar media laktosa dan sampel tercampur rata
kemudian diletakkan pada rak tabung.
6) Ketujuh tabung dalam rak dimasukkan ke dalam inkubator selama
2x24 jam pada suhu 35°C.
b. Uji Penegasan (Confirmed Test)
1) Tangan dan meja kerja disterilkan dengan menggunakan alkohol.
21
2) Sampel dikeluarkan dari inkubator yang telah di simpan selama 2x24
jam.
3) Setiap sampel di dalam tabung durham diamati, tabung yang tidak
mengandung gelembung gas dipisahkan, sedangkan tabung yang
mengandung gelembung gas diambil untuk uji penegasan.
4) Disiapkan tabung yang berisi Brilliant Green Lactose Bile Broth
(BGLB).
5) Pembakar bunsen dinyalakan. Selama memindahkan sampel, ose dan
tabung BGLB tidak boleh jauh dari pembakar bunsen.
6) Ose/Wire loop disiapkan.
7) Ose dan tabung BGLB diplumbir. Jika ose terlalu panas maka
didinginkan sebelum dicelupkan ke dalam tabung. Kemudian ose
dicelupkan ke dalam sampel sebanyak 2 kali, lalu dicelupkaan lagi ke
tabung yang berisi BGLB.
8) Tabung yang berisi BGLB yang telah ditambahkan sampel positif
menggunakan ose kemudian dihomogenkan.
9) Rak tabung dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 35°C selama
2x24 jam.
10) Setelah 2x24 jam, tabung dikeluarkan dari inkubator dan diamati,
tabung durham yang memiliki gelembung dinyatakan positif dn
dilanjutkan dengan perhitungan jumlah bakteri.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di Laboratorium Terpadu
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, maka diperoleh hasil
pemeriksaan bakteriologis pada air galon di Ruang Bagian Kesehatan
Lingkungan Universitas Hasanuddin sebagai berikut :
Tabel 1.Hasil Pemeriksaan Bakteriologis
pada Air Galon Universitas Hasanuddin Kota Makassar
Nama Tabung Uji perkiraan
Tabung 10 ml :IIIIIIIVV
-----
Tabung 1 ml :I -
Tabung 0,1 ml :I -
Sumber : Data Primer, 2015
Keterangan : + (Positif mengandung bakteri Coliform)
- (Negatif mengandung bakteri Coliform)
Pada perhitungan jumlah bakteri Coliform, digunakan tabel Most Probable
Number (MPN). Setelah sampel air galon tersebut dikeluarkan dari inkubator dan
diamati, ketujuh tabung reaksi tersebut tidak ditemukan adanya gelembung di
dalam tabung. Sehingga hasil pengamatan pada uji perkiraan sampel air galon di
23
Ruang Bagian Kesehatan Lingkungan Universitas Hasanuddin dinyatakan
negatif mengandung bakteri Coliform dan sampel air galon tersebut tidak dapat
dilakukan pengujian selanjutnya yaitu uji penegasan.
B. Pembahasan
Sampel air yang diteliti adalah sampel air galon di Ruang Bagian Kesehatan
Lingkungan Universitas Hasanuddin. Air galon di Ruang Bagian Kesehatan
Lingkungan diteliti merupakan salah satu sumber air minum yang dikonsumsi
sehari-hari oleh dosen dan mahasiswa, sehingga penting diketahui ada tidaknya
kandungan bakteri dalam produk air minum isi ulang ini.
Pada saat pengambilan sampel, terlebih dahulu tangan dan meja kerja
disterilkan menggunakan hand sanitizer, tujuannya agar botol sampel tidak
terkontaminasi dengan bakteri yang terdapat pada tangan. Selanjutnya tali
pengikat kertas pelindung dilepas dan penutup botol sampel diangkat atau
diputar, lalu lap bibir botol dan mulut dispenser dengan menggunakan alcohol
swabs, buka kran dispenser kemudian isi air sebanyak 3/4 botol sampel. Hal ini
dilakukan agar terdapat sisa ruang di dalam botol sampel sehingga dapat
mencampur sampel sebelum diperiksa. Tetapi, sebelum mengambil air sampel,
terlebih dahulu botol sampel dicuci menggunakan air sampel tujuannnya agar
menghomogenkan botol sampel.
Botol sampel yang telah berisi sampel air dibuka secara perlahan. Mulut botol
diplumbir terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada bakteri yang menempel
pada mulut botol. Pembakar bunsen harus selalu berada di dekat pemeriksaan
24
dilakukan agar bakteri di luar sampel air tidak mengontaminasi peralatan. Tujuh
tabung media laktosa yang berisi tabung durham disiapkan dan diisi sampel air
dengan perbandingan 5 : 10 ml, 1 : 1 ml dan 1 : 0,1 ml dan diberi label. Media
laktosa digunakan dalam uji perkiraan karena bakteri Coliform dapat meragikan
laktosa sehingga apabila terjadi proses peragian dalam air, dapat disimpulkan
bahwa terdapa bakteri Coliform dalam sampel air yang diteliti.
Setelah pengambilan sampel air galon di Ruang Bagian Kesehatan
Lingkungan, sampel air kemudian dimasukkan ke dalam cairan lactose sesuai
porsinya masing-masing pada rak tabung dan dimasukkan ke dalam inkubator
dengan suhu 35oC selama 2 x 24 jam. Apabila setelah 2 x 24 jam terdapat
gelembung gas pada tabung durham maka percobaan pada tabung dianggap
positif dan apabila tidak ada gelembung gas maka percobaan dianggap negatif.
Hal ini dilakukan karena bakteri Coliform dapat membentuk gelembung gas
dalam waktu 2 x 24 jam pada suhu 35oC.
Berdasarkan uji perkiraan ini, dari ketujuh sampel yakni masing-masing 5
tabung reaksi yang berisi 10 ml sampel air (6 ml cairan lactose), 1 tabung yang
berisi 1 ml sampel air (10 ml cairan lactose), dan 1 tabung yang berisi 0,1 ml
sampel air (10 ml cairan lactose) tidak ditemukan adanya gelembung dalam
tabung durham. Hal ini menandakan bahwa air galon di Ruang Bagian
Kesehatan Lingkungan Universitas Hasanuddin tidak terkontaminasi oleh
bakteri golongan Coliform dan pemeriksaan bakteri ini tidak dilanjutkan ke
tahap uji penegasan. Hal ini sesuai dengan ketentuan persyaratan bakteriologis
25
air minum yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
492/MenKes/SK/IV/2010 khususnya kandungan bakteri E.coli dengan kadar
maksimum 0/100ml. Sehingga dapat disimpulkan bahwa air galon di Ruang
Bagian Kesehatan Lingkungan Universitas Hasanuddin dianggap layak untuk
dikonsumsi sehari-hari.
26
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis dalam tahap uji perkiraan
menunjukkan bahwa tidak terdapat bakteri Coliform pada air galon di Ruang
Bagian Kesehatan Lingkungan Universitas Hasanuddin, sehingga dinyatakan
layak konsumsi.
B. Saran
1. Bagi pemerintah setempat agar mengupayakan untuk terus memantau dan
mengawasi depot-depot air minum, serta lebih memperhatikan sarana
penyediaan air bersih dam air minum untuk masyarakat sehingga derajat
kesehatan masyarakat setempat dapat lebih ditingkatkan.
2. Bagi masyarakat setempat agar senantiasa menjaga kebersihan lingkungan,
menjaga galon dan dispenser dari bahan kontaminan, sehingga air yang
dikonsumsi tetap aman untuk dikonsumsi.
3. Bagi praktikan agar informasi yang telah diperoleh terkait pemeriksaan
bakteriologis dapat disampaikan kepada pihak yang berwenang untuk
dijadikan sebagai bahan acuan dan pertimbangan kedepannya agar tidak
hanya sebatas memenuhi tuntutan mata kuliah.