16 Universitas Kristen Petra
4. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1. Proses Produksi
Proses produksi pada PT X dibagi menjadi beberapa macam divisi.
Setiap divisi di dalamnya memiliki tugas dan fungsi masing-masing sesuai dengan
pekerjaan yang diminta. Secara garis besar divisi di PT X dapat dilihat pada
gambar 4.1. di bawah ini.
Gambar 4.1. Skema Alur Produksi di PT X
17 Universitas Kristen Petra
Penjelasan mengenai proses produksi yang terjadi pada tiap-tiap divisi di
PT X dapat dilihat pada sub bab 4.1.1. sampai dengan sub bab 4.1.15.
4.1.1. Divisi Penerimaan A
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah operator di divisi Penerimaan A
melakukan penerimaan terhadap bahan baku yang telah dikirim oleh suplier. Pada
saat proses pembongkaran bahan baku dari truk ke dalam divisi ini, akan
dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap kualitas dan juga kesesuaian dari
ukuran bahan baku yang akan diterima menggunakan pengujian sampel. Bila pada
saat proses terjadi ketidaksesuaian dengan kesepakatan yang telah dibuat, maka
pihak Penerimaan A berhak untuk melakukan pending terhadap barang kiriman
dan melakukan negosiasi dengan suplier. Pada ini yang bertanggung jawab atas
kualitas udang yang diterima adalah operator kontrol (QC).
4.1.2. Divisi Penerimaan B
Proses yang terjadi pada divisi ini sebenarnya sama dengan apa yang
dilakukan pada divisi Penerimaan A. Pada divisi ini bahan baku yang telah
dilakukan pengujian terhadap kualitas dan kesesuaian ukuran dengan ketentuan
yang diminta sebelumnya, akan diuji lagi oleh operator di divisi Penerimaan B.
Pengujian di divisi ini lebih difokuskan kepada kesesuaian ukuran udang yang ada
pada divisi Penerimaan A dengan hasil di divisi Penerimaan B, sehingga bila
nantinya terjadi ketidaksesuaian dengan ketetapan yang ada divisi Penerimaan B
dapat melakukan komplain. Perbedaan proses di divisi Penerimaan A dan
Penerimaan B adalah pada divisi Penerimaan B ini tidak berhubungan langsung
dengan para suplier dan setelah proses pengujian, di divisi Penerimaan B bahan
baku yang sudah siap diproses akan ditempatkan ke dalam keranjang untuk
diproses pada bagian divisi Pemotongan.
4.1.3. Divisi Pemotongan
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah bahan baku yang telah selesai
diproses dari divisi Penerimaan B akan dipotong menggunakan alat berupa cincin,
dimana alat ini berfungsi untuk memudahkan proses pemotongan kepala udang.
Setelah proses pemotongan kepala udang dilakukan, udang akan ditempatkan ke
dalam keranjang-keranjang industri. Bagian yang diperhatikan di dalam proses
pemotongan ini adalah hasil akhir dari produk yang telah dipotong, apakah
18 Universitas Kristen Petra
rendemen (ukuran) sesuai dengan ketentuan atau tidak. Karena jika tidak sesuai
dengan rendemen (ukuran), produk dapat dikategorikan cacat. Pada proses di
divisi Pemotongan ini, cacat atau tidaknya produk bergantung kepada kemampuan
pegawai untuk bekerja secara tepat dan sesuai dengan standar yang telah
ditentukan.
4.1.4. Divisi Pemisahan
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah produk yang telah selesai di
proses pada divisi Pemotongan ditempatkan ke dalam keranjang industri, akan
dimasukkan ke dalam mesin sortir. Mesin ini berfungsi untuk melakukan
pemisahan ukuran terhadap produk yang telah diproses pada divisi sebelumnya
berdasarkan berat dari masing-masing produk. Output tersebut nantinya akan
dipindahkan untuk diperiksa kembali mengenai kualitasnya.
4.1.5. Divisi Pengupasan
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah produk yang telah selesai
diproses pada divisi Pemisahan akan dikupas berdasarkan permintaan yang telah
ditentukan. Proses yang harus diperhatikan pada divisi adalah pengupasan harus
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Karena bila tidak sesuai dengan
standar, maka pihak perusahaan dapat dirugikan. Sama halnya dengan proses pada
divisi Pemotongan pada bagian kupasan ini dituntut kemampuan dari masing-
masing individu pekerja untuk mengupas sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
4.1.6. Divisi Perendaman
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah produk-produk yang telah
selesai diproses dari divisi Kupasan akan ditempatkan pada suatu blong-blong
rendaman terlebih dahulu. Produk tersebut nantinya akan direndam dan diaduk
(mesin rendaman) menggunakan larutan khusus. Pemberian perawatan rendaman
ini memiliki tujuan agar produk yang telah diberikan perawatan dapat mencapai
suatu berat tertentu sesuai dengan ketentuan, karena produk pada proses di divisi-
divisi sebelumnya dapat menyusut dari berat aslinya dan selain menaikkan berat,
rendaman juga dapat meningkatkan cita rasa (gurih) pada produk yang direndam.
19 Universitas Kristen Petra
4.1.7. Divisi Sortir dan Timbang (Sortim)
Proses yang terjadi pada divisi Sortim ini adalah proses penyortiran dan
proses penimbangan. Pada proses sortir produk yang telah diproses pada divisi
Perendaman akan dilakukan pengecekan terhadap kualitas dan bagian genjer
(bagian sisa pada produk setelah diproses pada divisi Pemotongan) sudah sesuai
dengan ketentuan atau tidak. Dan bila sudah sesuai dengan ketentuan maka
produk akan dilanjutkan ke proses penimbangan. Pada proses penimbangan
produk-produk akan ditempatkan ke dalam lengser-lengser kecil yang nantinya
akan ditimbang. Setelah proses-proses di atas telah selesai dilakukan maka produk
akan diproses ke divisi selanjutnya.
4.1.8. Divisi Susun
Proses susun ini terdapat pada divisi susun A, susun B, dan juga susun C.
Pada proses susun ini yang terjadi adalah produk-produk yang telah diproses pada
sebelumnya disusun berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan. Pada saat
penyusunan yang perlu diperhatikan pada saat penyusunan adalah kerapian dan
jarak produk antara satu dengan yang lain tidak boleh terlalu berdekatan.
4.1.9. Divisi Cook
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah produk yang telah selesai
diproses pada divisi susun akan diproses lebih lanjut di dalam mesin cook. Proses
yang terjadi adalah produk dikukus pada suhu tertentu sampai matang. Setelah
proses ini selesai produk-produk tersebut akan ditampung di dalam suatu tempat
khusus yang berisikan air es dengan tujuan precooling (proses pendinginan).
4.1.10. Divisi Value Added
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah proses breading dimana
produk-produk yang telah diproses pada divisi-divisi sebelumnya akan diberi
bumbu dan diproses sedemikian rupa agar siap untuk dimasak/digoreng. Di
dalam proses ini yang harus diperhatikan adalah bumbu tidak terlepas dan pada
saat pemberian bumbu tidak berlebihan, karena selain hal tersebut akan
mempengaruhi cita rasa, penampilan produk yang diproses pada divisi ini juga
ikut teRpengaruh.
20 Universitas Kristen Petra
4.1.11. Divisi Stretch
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah stretching di mana produk yang
telah selesai dikupas dan diberikan perawatan rendaman akan diproses lebih
lanjut. Pada saat proses stretching produk-produk akan ditempatkan di dalam alat
cetakan panjang dan di-stretch berdasarkan ketentuan yang diminta. Yang
menjadi perhatian di proses stretch ini adalah panjang produk harus sesuai dengan
ketentuan yang ada dan pada saat proses stretch produk jangan sampai menjadi
hancur atau patah.
4.1.12. Divisi Pembekuan A
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah proses pembekuan yang
dilakukan sekaligus menggunakan mesin Pembekuan A. Yang diperhatikan di
dalam proses pembekuan ini adalah tidak terjadinya banyak bunga es pada saat
pembekuan dan juga suhu pembekuan di dalam mesin harus -20° Celcius.
4.1.13. Divisi Pembekuan B
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah proses pembekuan produk
secara satu persatu dengan cepat. Pada proses ini mesin beRperan sepenuhnya
karena operator tinggal menjalankan mesin yang ada untuk membekukan produk
secara satu per satu. Oleh karena itu kondisi mesin harus dijaga dan selalu
dilakukan perawatan secara berkala.
4.1.14. Divisi Pengepakan
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah produk-produk yang telah
diproses menjadi produk jadi maupun produk raw akan ditempatkan dalam suatu
kantong plastik dan diletakkan di dalam karton. Pengepakan merupakan proses
akhir sebelum produk-produk dimasukkan ke dalam cold storage. Pada proses di
divisi pengepakan ini yang diperhatikan adalah proses pelabelan yang tepat untuk
setiap kantong plastik, dan juga tidak terdapatnya material maupun logam asing di
dalam kantong plastik yang berisi produk.
4.1.15. Divisi Defrost
Proses yang terjadi pada divisi ini adalah pencairan inventory produk
yang telah dibekukan dan dimasukkan ke dalam cold storage. Sehingga nantinya
udang yang telah diproses Defrost tersebut dapat diproses sesuai dengan produk-
produk yang telah ditentukan. Pada proses ini diperlukan ketelitian oleh operator
21 Universitas Kristen Petra
cek suhu untuk memastikan bahwa suhu air sebelum proses ini dilakukan sudah
berada pada suhu 5° Celcius.
4.2. Mesin-mesin dan Peralatan Produksi
Adapun mesin-mesin dan peralatan yang digunakan untuk proses di
lantai produksi pada setiap divisi yang ada pada PT X adalah sebagai berikut:
a. Timbangan besar
Timbangan besar digunakan untuk menentukan berat produk yang akan
diproses di lantai produksi pada suatu divisi. Alat ini terdiri dari 3 macam
ukuran yaitu: 6 kilogram, 12 kilogram dan 60 kilogram. Alat ini digunakan
pada divisi-divisi sebagai berikut: Penerimaan A, Penerimaan B,
Pemotongan, Pemisahan.
b. Timbangan kecil
Timbangan kecil digunakan untuk menentukan berat produk pada pengujian
sampel. Alat ini terdiri dari 3 macam ukuran yaitu: 600 gram, 3 kilogram dan
6 kilogram. Alat ini digunakan pada divisi-divisi sebagai berikut:
Pengupasan, Perendaman, Cook, Value Added, Stretch, dan Pengepakan.
c. Mesin Sortir dan Auto Check (AC)
Mesin Sortir digunakan untuk memisahkan produk yang telah diproses pada
divisi Pemotongan berdasarkan ukuran per produk. Sedangkan untuk mesin
Auto Check (AC) pada dasarnya memiliki fungsi dan prinsip kerja yang sama
dengan mesin Sortir yaitu melakukan pemisahan ukuran udang, tetapi proses
pemisahan dilakukan secara manual. Mesin Sortir ini digunakan pada divisi
Pemisahan, sedangkan untuk mesin AC digunakan pada divisi Sortim.
d. Mesin Rendaman
Mesin ini digunakan dengan tujuan untuk menambah kualitas dan cita rasa
(gurih) pada produk yang direndam, sehingga ketika rendaman selesai produk
akan mencapai suatu berat tertentu sesuai dengan permintaan suplier. Mesin
ini digunakan pada divisi Rendaman.
e. Mesin es curah
Mesin es curah digunakan untuk membuat es yang akan digunakan untuk
proses produksi di tiap-tiap divisi. Es merupakan salah satu komponen
22 Universitas Kristen Petra
penting di dalam perusahaan ini karena es digunakan untuk tetap menjaga
produk agar tetap berkualitas, dengan adanya es pertumbuhan bakteri dapat
dicegah/diperlambat. Tanpa adanya es maka kesegaran udang tidak dapat
terjaga.
f. Mesin Pembekuan B
Mesin ini digunakan untuk membekukan produk yang telah matang maupun
mentah secara satu per satu dengan cepat setelah diproses pada divisi
sebelumnya. Mesin Pembekuan B ini digunakan pada divisi Value Added dan
Cook.
g. Mesin Pembekuan A
Mesin ini digunakan untuk membekukan produk dalam bentuk blok-blokan.
Pada proses di mesin ini produk akan ditempatkan dan disusun pada lengser-
lengser sebelum proses pembekuan dimulai. Proses pembekuan dengan mesin
ini memakan waktu yang lebih lama daripada proses menggunakan mesin
pembekuan B. Mesin ini digunakan pada divisi untuk produk blok-blokan.
h. Metal Detector
Mesin ini digunakan untuk memastikan apakah produk-produk yang telah
selesai dibekukan dengan menggunakan mesin pembekuan dan akan
dilakukan proses pengepakan sudah tidak terdapat material maupun logam
asing di dalamnya. Mesin-mesin ini bisanya ditempatkan pada divisi
Pengepakan.
i. Mesin Charcher
Mesin Charcher ini merupakan mesin pompa air yang akan digunakan untuk
membantu proses sanitasi pada mesin dan peralatan di tiap divisi. Mesin ini
digunakan pada semua divisi.
j. Pompa Air Glazing
Mesin ini digunakan pada proses glazing setelah udang selesai diproses di
divisi susun pembekuan B. Air glazing ini digunakan untuk mencegah
terjadinya dehidrasi pada produk yang telah dibekukan sehingga kualitas
produk tetap terjaga.
23 Universitas Kristen Petra
k. Box Thailand
Tempat berbentuk balok yang biasanya digunakan untuk menyimpan produk
maupun es. Box Thailand memiliki fungsi untuk mencegah pembusukan
terjadi pada produk. Karena box menjaga agar suhu tetap dingin. Sehingga
dengan penggunaan alat ini kualitas udang tetap terjamin. Terdiri dari 3
ukuran yaitu: 175, 300, dan 600 liter. Box ini biasanya digunakan pada divisi
Penerimaan A, Penerimaan B, Pemotongan, Pemisahan, Pengupasan, Sortim,
dan Stretch.
l. Keranjang kalo
Keranjang berbentuk balok dan berlubang tanpa tutup di atasnya yang
biasanya diletakkan di atas konveyor dan digunakan untuk menampung
produk dan es selama proses produksi berlangsung. Terdiri dari 3 ukuran
yaitu: 2, 3, dan 5 kilogram. Keranjang kalo ini digunakan pada divisi sebagai
berikut: Penerimaan A, Penerimaan B, Pemotongan, Pemisahan, Pengupasan,
Perendaman, Cook, Value Added, dan Stretch.
m. Keranjang industri
Keranjang berbentuk balok, berlubang, dan tanpa penutup di atasnya yang
berbahan plastik. Biasanya digunakan untuk menampung produk dengan
kapasitas sampai dengan 27 kilogram. Keranjang ini biasanya digunakan pada
divisi sebagai berikut: Penerimaan A, Penerimaan B, Pemotongan,
Pemisahan, Pengupasan, Sortim, dan Stretch.
n. Keranjang kontainer
Keranjang berbentuk balok dan tanpa penutup di atasnya yang berbahan
plastik. Biasanya digunakan untuk tempat menampung keranjang industri.
Keranjang ini dapat menampung dengan kapasitas sampai dengan 27
kilogram. Keranjang ini biasanya digunakan pada divisi sebagai berikut:
Penerimaan A, Penerimaan B, Pemotongan, Pemisahan, Pengupasan, Sortim,
dan Stretch.
o. Keranjang oval
Keranjang berbentuk oval dan berlubang dengan penutup di atasnya.
Biasanya digunakan untuk menampung produk sementara hasil kupasan,
pemotongan dengan kapasitas kurang lebih 1 kilogram. Keranjang ini
24 Universitas Kristen Petra
biasanya digunakan pada divisi sebagai berikut: Pemotongan dan
Pengupasan.
p. Skrup es
Alat berbentuk prisma dan terbuat dari aluminium yang digunakan untuk
menyendok es dari box Thailand. Pada umumnya skrup es yang digunakan
memiliki kapasitas 5 kilogram sekali sendok. Skrup ini digunakan pada
semua divisi yang ada di lantai produksi.
q. Lengser
Tempat yang berbentuk balok dan tanpa tutup, yang biasanya terbuat dari
plastik dan aluminium. Untuk lengser yang berbahan alumunium biasanya
digunakan pada proses pembekuan produk menggunakan mesin pembekuan
A sedangkan untuk lengser yang berbahan plastik biasanya digunakan untuk
meletakkan produk di atas konveyor. Lengser ini biasanya digunakan pada
divisi sebagai berikut: Value Added, Cook, Pembekuan A, dan Pembekuan B.
r. Baskom
Tempat yang bisanya terbuat dari bahan plastik dan aluminium. Baskom ini
biasanya digunakan untuk menaruh produk dan es selama proses produksi
berlangsung. Untuk baskom plastik terdiri dari 2 macam ukuran yaitu: 5 dan
10 kilogram, sedangkan untuk baskom aluminium memiliki satu ukuran saja,
berbentuk bulat setengah lingkaran tanpa penutup di atasnya, dan biasanya
digunakan untuk menampung bumbu-bumbu produk pada divisi Value
Added, sedangkan untuk baskom biasanya digunakan pada divisi work center
Penerimaan A, Pemotongan, dan Pengupasan.
4.3. Karakteristik Kualitas tiap Divisi
Pada umumnya karakteristik kualitas secara global yang sangat
diperhatikan pada perusahaan ini meliputi:
a. Size
Size yang dimaksud adalah di dalam berat tertentu terdapat jumlah
produk tertentu, contohnya: produk size 21-25 per 500 gram, maka arti dari
size itu adalah di dalam 500 gram terdapat produk berjumlah 21-25 ekor.
Kesesuaian ukuran produk bergantung kepada size yang telah disepakati
25 Universitas Kristen Petra
antara pihak perusahaan dengan suplier. Jika pada penerimaan terjadi
kesalahan/ketidaksesuaian maka pihak perusahaan berhak untuk melakukan
pending terhadap produk yang telah dikirim. Dalam hal ini berhubungan
langsung dengan divisi penerimaan A. Pada saat produk sudah masuk ke
dalam lantai produksi kesesuaian produk bukan berhubungan dengan para
suplier lagi, melainkan berhubungan dengan antar divisi produksi yang ada
pada lantai perusahaan terutama antara divisi Penerimaan A dan Penerimaan
B.
b. Rendemen
Istilah rendemen merupakan perbandingan antara bobot berat awal
produk sebelum diproses dengan bobot akhir produk setelah diproses.
Rendemen ini biasanya digunakan untuk menghitung persentase penyusutan
setelah selesai proses pada divisi-divisi. Rendemen ini sangat diperhatikan
pada saat proses pemotongan dan pengupasan karena bila terjadi kesalahan
pada saat proses tersebut akan menyebabkan rendemen produk tersebut
menjadi berkurang dari ketentuan. Contohnya produk dengan berat 1
kilogram setelah dilakukan proses di divisi Pemotongan menjadi 650 gram,
maka rendemen produk tersebut adalah 65%.
c. Keseragaman Produk (Uniformity)
Dalam proses produk biasanya istilah dari uniformity dipakai untuk
mengatakan keseragaman dari size produk. Keseragaman produk yang
dimaksud adalah kesesuaian perbandingan antara ukuran produk yang
terbesar dan produk yang terkecil, contohnya produk dengan size 21-25,
uniformity 1:1.5 memiliki arti 10% dari produk terbesar besarnya adalah 1.5
kali dari 10% produk terkecil. Di mana uniformity dapat diperoleh dengan
membagikan antara 10% berat dari produk terbesar dengan 10% berat produk
terkecil.
d. Kesegaran Produk
Produk yang diterima oleh divisi Penerimaan A dari suplier
merupakan produk yang memiliki kualitas baik dan segar. Kesegaran dan
kualitas baik yang dimaksud adalah produk tidak molding (lembek), tidak
patah, tidak berjamur, dan tidak berbau. Bila nantinya pada proses di lantai
26 Universitas Kristen Petra
produksi ditemukan produk-produk dengan kriteria seperti di atas, maka
produk tersebut akan dikumpulkan pada tempat tertentu dan dikategorikan
kualitasnya.
Pada tabel 4.1. ini berisikan karakteristik-karakteristik kualitas pada tiap-
tiap divisi untuk berbagai macam produk yang diproduksi di PT X:
Tabel 4.1. Karakteristik Kualitas di tiap-tiap Divisi
No Divisi Karakteristik Jenis Kecacatan
1 Penerimaan A Size Size tidak sesuai standar
Kesegaran udang Ditemukan udang molding, berbau,
dan patah
2 Penerimaan B Size Size tidak sesuai standar
Kesegaran udang Ditemukan udang molding, berbau,
dan patah
3 Pemotongan Size Size tidak sesuai standar
Rendemen Rendemen tidak sesuai standar
4 Pemisahan Size Size tidak sesuai standar
Uniformity Uniformity tidak sesuai standar
Kesegaran udang Ditemukan udang tidak segar
5 Pengupasan Size Size tidak sesuai standar Kesegaran udang Ditemukan udang molding, berbau,
dan patah Rendemen Rendemen tidak sesuai standar
6 Perendaman Size Size tidak sesuai standar Uniformity Uniformity tidak sesuai standar Campuran larutan Campuran larutan tidak sesuai
standar 7 Sortim Size Size tidak sesuai standar Kesegaran udang Ditemukan udang molding, berbau,
dan patah 8 Cook Size Size tidak sesuai standar Proses masak Udang dimasak terlalu matang Penampilan udang Penampilan udang tidak baik 9 Value Added Size Size tidak sesuai standar Bumbu premix Penampilan udang Penampilan udang tidak baik
10 Stretch Size Size tidak sesuai standar
27 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.1. Karakteristik Kualitas di tiap-tiap Divisi (sambungan)
Panjang udang Panjang udang tidak sesuai permintaan
Penampilan udang Penampilan udang tidak baik 11 Susun Size Size tidak sesuai standar Kerapian dan jarak
penyusunan Penyusunan tidak rapi dan jaraknya saling berdekatan
Size Size tidak sesuai standar Kerapian dan jarak
penyusunan Penyusunan tidak rapi dan jaraknya saling berdekatan
12 Pengepakan Size Size tidak sesuai standar Penanganan Proses packing Proses packing tidak baik meliputi
kesalahan penimbangan, pelabelan, dan terdapat material asing di dalam paket
13 Pembekuan A Suhu Suhu tidak sesuai dengan standar pembekuan -17° celcius
Pembekuan Proses pembekuan terdapat banyak bunga es
14 Pembekuan B Suhu Suhu tidak sesuai dengan standar pembekuan
Pembekuan Proses pembekuan terdapat banyak bunga es
15 Defrost Suhu Suhu air tidak sesuai dengan standar Defrost yaitu 5° celcius
4.4. Penggolongan Biaya Kualitas
Perhitungan mengenai biaya kualitas ini digolongkan berdasarkan 3
macam kategori di dalam teori biaya kualitas. Penggolongan biaya untuk
menghitung biaya kualitas di PT X dapat dilihat dari sub bab 4.4.1. sampai
dengan sub bab 4.4.5.
4.4.1. Biaya Pencegahan (Prevention Cost)
Berbagai macam biaya yang termasuk di dalam kategori biaya
pencegahan merupakan biaya yang murni dikeluarkan perusahaan untuk
memastikan dan mencegah agar produk-produk yang diproduksi tidak terjadi
kecacatan tanpa tercampur dengan biaya operasional perusahaan. Sehingga tanpa
adanya tindakan pencegahan tersebut kualitas dari produk yang diproduksi dapat
menurun. Biaya pencegahan yang digunakan antara lain adalah sebagai berikut:
28 Universitas Kristen Petra
a. Biaya Pemakaian Es
Pemakaian es termasuk ke dalam biaya pencegahan karena pada tiap-tiap
divisi, es digunakan untuk mencegah/menghambat pertumbuhan bakteri pada
produk. Dengan suhu yang dingin perkembangan bakteri dapat dihambat
sehingga penurunan kualitas pada produk yang diproses tidak terjadi. Oleh
karena hal di atas pemakaian es menjadi sangat penting di dalam proses
produksi di perusahaan ini. Biaya pemakaian es diperoleh melalui beberapa
data-data antara lain: harga es per kilogram, jumlah pemakaian es pada tiap-
tiap divisi selama 6 bulan terakhir. Data pemakaian es selama 6 bulan terakhir
dapat dilihat pada lampiran 3. Setelah memperoleh data-data di atas, untuk
mendapatkan perhitungan biaya pemakaian es pada tiap divisi dapat
dilakukan dengan mengalikan harga es per kilogram dengan jumlah rata-rata
kebutuhan es yang telah digunakan selama 6 bulan terakhir. Contoh
perhitungan:
• Biaya pemakaian es Penerimaan A: Harga es (kg) * rata-rata kebutuhan es
• Biaya pemakaian es Penerimaan B: (Rp 135,00 * 1.063,33 kg)/10 = Rp
14.305,00
Perhitungan biaya pemakaian es di atas berlaku untuk semua divisi yang
dibahas.
b. Biaya Pemakaian Klorin
Pemakaian klorin termasuk ke dalam biaya pencegahan karena pada tiap-tiap
divisi, klorin digunakan untuk membersihkan produk yang jatuh pada saat
proses produksi berlangsung. Produk-produk yang jatuh tersebut dibersihkan
dengan menggunakan air klorin dengan tujuan agar produk-produk terhindar
dari kontaminasi dengan bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan kualitas
menurun. Biaya pemakaian klorin diperoleh melalui beberapa data-data
antara lain: harga klorin per kilogram dan jumlah pemakaian klorin pada tiap-
tiap divisi selama 6 bulan terkahir. Data pemakaian es selama 6 bulan terakhir
dapat dilihat pada lampiran 2. Setelah memperoleh data-data di atas, untuk
mendapatkan perhitungan biaya pemakaian klorin pada tiap divisi dapat
dilakukan dengan mengalikan harga klorin per kilogram dengan jumlah
kebutuhan klorin yang telah digunakan selama ini. Contoh perhitungan:
29 Universitas Kristen Petra
• Biaya pemakaian klorin Penerimaan A: Harga es (kg) * rata-rata
kebutuhan es
• Biaya pemakaian klorin Penerimaan A: (Rp 2.900,00 * 1.49,5 kg)/10 = Rp
333.355,00
Perhitungan biaya pemakaian klorin di atas berlaku untuk semua divisi yang
dibahas.
c. Biaya Maintenance Mesin
Maintenance mesin termasuk di dalam biaya pencegahan karena dengan
adanya perawatan mesin secara berkala, maka mesin-mesin pasti akan selalu
terjaga kondisinya. Kondisi mesin yang baik akan berakibat pada
berkurangnya resiko terjadinya kecacatan dan penurunan kualitas pada
produk yang sedang diproduksi menggunakan mesin-mesin di lantai
produksi. Biaya maintenance mesin dimasukkan hanya pada divisi
Perendaman, Pembekuan A, dan Pembekuan B. Karena bila suatu saat terjadi
kerusakan pada mesin-mesin di divisi-divisi tersebut dapat terjadi pada
penurunan kualitas pada produk yang diproduksi. Biaya maintenance mesin
didapat dari data-data accounting mengenai biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan maintenance mesin di tiap-tiap divisi yang bersangkutan.
d. Biaya Perlengkapan Kerja
Perlengkapan kerja ini terdiri atas jas lab, kaos, celana, masker, sepatu boot,
kerudung, dan juga sarung tangan tipis. Pada umumnya perlengkapan-
perlengkapan ini digunakan oleh semua pekerja yang masuk ke dalam lantai
produksi perusahaan tanpa perlengkapan tersebut, para pekerja dilarang
memasuki area produksi dan yang membedakan adalah pemakaian jas lab
berwarna putih, kerudung berwarna oranye untuk operator kontrol (QC),
kerudung berwarna ungu untuk Kepala Regu (Karu), dan kerudung berwarna
merah untuk Supervisor. Perlengkapan ini termasuk di dalam biaya
pencegahan karena dengan pemakaian perlengkapan ini akan mencegah
terjadinya kontaminasi antara para pekerja di lantai produksi dengan udang
yang diproses pada lantai produksi. Tanpa adanya pemakaian perlengkapan
ini dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi yang dapat berakibat
penurunan/kerusakan pada kualitas produk yang diproses. Contohnya produk
30 Universitas Kristen Petra
menjadi bau dan membusuk akibat adanya kontaminasi dengan bakteri-
bakteri dari luar yang masuk ke dalam divisi. Kebutuhan akan perlengkapan
kerja ini disesuaikan dengan tenaga kerja yang nantinya diperlukan di dalam
elemen Appraisal, perhitungan biaya perlengkapan kerja ini diperoleh dengan
mengalikan jumlah kebutuhan perlengkapan dengan harga tiap-tiap
perlengkapan kerja yang digunakan. Contoh perhitungan:
• (Biaya pemakaian perlengkapan kerja: biaya jas lab + biaya kaos + biaya
celana + biaya masker + biaya sepatu bot + biaya kerudung + biaya sarung
tangan tipis)/10
• Biaya pemakaian perlengkapan kerja = Rp 13.425,00
4.4.2. Biaya Penilaian (Appraisal Cost)
Berbagai macam biaya yang termasuk di dalam kategori biaya penilaian
merupakan biaya yang murni dikeluarkan perusahaan untuk memastikan dan
mengevaluasi apakah produk-produk yang telah dihasilkan sudah sesuai dengan
persyaratan-persyaratan kualitas yang telah ditentukan. Sehingga tanpa adanya
tindakan pencegahan tersebut kualitas dari produk yang diproduksi dapat
menurun. Biaya penilaian yang digunakan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Biaya Gaji Operator Kontrol (QC)
Biaya gaji operator kontrol termasuk di dalam biaya penilaian karena operator
kontrol bertugas untuk melakukan pengecekan/penilaian dan memastikan
bahwa bahan-bahan yang akan diproses sesuai dengan karakteristik kualitas
dan tidak keluar dari standar yang telah ditentukan di dalam perusahaan.
Biaya gaji operator kontrol diperoleh melalui menjumlahkan gaji pokok yang
didapat per bulannya dengan asuransi kesehatan sebesar 2% dari gaji pokok.
Gaji operator QC dihitung 100% dari gaji pokoknya karena seluruh kegiatan
yang dilakukan oleh operator kontrol merupakan kegiatan kualitas. Contoh
perhitungan:
• Biaya gaji operator kontrol Penerimaan A: (jumlah pekerja * gaji pokok) +
((0.02 * gaji pokok) * jumlah pekerja)/10
• Biaya gaji operator kontrol Penerimaan A: (1 * Rp 948.500,00) + ((0.02 *
Rp 948.500,00) * 1)/10 = Rp 96.747,00
31 Universitas Kristen Petra
2. Biaya Gaji Kepala Regu (Karu)
Biaya gaji Karu termasuk di dalam biaya penilaian karena Karu bertugas
untuk melakukan penilaian dan pengawasan terhadap kinerja para tenaga
kerja pada tiap-tiap divisi. Pengawasan bertujuan untuk menjaga agar
produksi dapat berlangsung sesuai dengan standar dan ketentuan yang ada.
Khusus untuk Karu di divisi Pembekuan A dan Pembekuan B selain
melakukan pengawasan, mereka juga melakukan pengecekan terhadap suhu.
Bila proses tidak sesuai dengan standar maka penurunan kualitas dapat terjadi
pada tiap-tiap divisi yang berkaitan. Biaya gaji Karu diperoleh dengan
mengalikan persentase aktifitas kualitas Karu dengan hasil penjumlahan gaji
pokok yang didapat per bulannya dan asuransi kesehatan sebesar 2% dari gaji
pokok. Biaya gaji Karu tidak dihitung 100% dari gaji pokoknya karena
seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Karu bukan merupakan kegiatan
kualitas seluruhnya. Oleh karena itu untuk mendapatkan persentase biaya gaji
Karu dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan dan wawancara dengan
para Karu tersebut untuk mendapatkan kegiatan kualitas yang dilakukan oleh
Karu, setelah mendapatkan data-datanya yang harus dilakukan selanjutnya
adalah membandingkan kegiatan kualitas dengan kegiatan total yang
dilakukan oleh Karu selama jam kerja sehingga diperoleh persentasenya.
Contoh perhitungan:
• Gaji Karu Pemotongan: (Persentase aktifitas kualitas * jumlah pekerja *
gaji pokok) + (Astek * Persentase aktifitas kualitas)/10
• Biaya Astek diperoleh dari: (0.02 * gaji pokok) * jumlah pekerja
• Gaji Karu Pemotongan: (0.360 * 6 * Rp 948.500,00) + ( Rp 113.820,00 *
0.360))/10 = Rp 208.974,00
3. Biaya Gaji Operator Defrost
Biaya gaji operator Defrost termasuk di dalam biaya penilaian karena
operator Defrost memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan pencairan bahan
baku di divisi tersebut. Selain mengoperasikan mesin, para operator ini juga
bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan terhadap suhu pada saat
melakukan proses Defrost. Biaya gaji operator Defrost diperoleh dengan
mengalikan persentase aktifitas kualitas operator Defrost dengan hasil
32 Universitas Kristen Petra
penjumlahan gaji pokok yang didapat per bulannya dan asuransi kesehatan
sebesar 2% dari gaji pokok. Biaya gaji operator Defrost tidak dihitung 100%
dari gaji pokoknya karena seluruh kegiatan yang dilakukan oleh operator
Defrost bukan merupakan kegiatan kualitas seluruhnya. Oleh karena itu untuk
mendapatkan persentase biaya gaji dapat dilakukan dengan melakukan
pengamatan dan wawancara dengan para operator di divisi Defrost untuk
mengetahui kegiatan kualitas yang dilakukan oleh operator Defrost, setelah
mendapatkan data-datanya yang harus dilakukan selanjutnya adalah
membandingkan kegiatan kualitas dengan kegiatan total yang dilakukan oleh
operator Defrost selama jam kerja sehingga diperoleh persentasenya. Contoh
perhitungan:
• Gaji Operator Defrost: (Persentase aktifitas kualitas * jumlah pekerja *
gaji pokok) + (Astek * Persentase aktifitas kualitas)/10
• Biaya Astek diperoleh dari: (0.02 * gaji pokok) * jumlah pekerja
• Gaji Operator Defrost: (0.283 * 3 * Rp 948.500,00) + ( Rp 56.910,00 *
0.283)/10 = Rp 82.138,00
4. Biaya Gaji Operator Larutan
Biaya gaji operator larutan termasuk di dalam biaya penilaian karena biaya
operator larutan bertugas untuk mempersiapkan larutan-larutan yang akan
digunakan untuk proses di divisi Perendaman. Operator larutan memiliki
peranan penting karena bila terjadi kesalahan pada campuran larutan
rendaman dapat berakibat penurunan pada kualitas produk yang diproses dan
secara langsung hal tersebut merugikan perusahaan. Biaya gaji operator
larutan diperoleh dengan mengalikan persentase aktifitas kualitas operator
larutan dengan hasil penjumlahan gaji pokok yang didapat per bulannya dan
asuransi kesehatan sebesar 2% dari gaji pokok. Biaya gaji operator larutan
tidak dihitung 100% dari gaji pokoknya karena seluruh kegiatan yang
dilakukan oleh operator larutan bukan merupakan kegiatan kualitas
seluruhnya. Oleh karena itu untuk mendapatkan persentase biaya gaji dapat
dilakukan dengan melakukan pengamatan dan wawancara dengan Supervisor
di bagian divisi Perendaman untuk mengetahui kegiatan kualitas yang
dilakukan oleh operator larutan, setelah mendapatkan data-datanya yang
33 Universitas Kristen Petra
harus dilakukan selanjutnya adalah membandingkan kegiatan kualitas dengan
kegiatan total yang dilakukan oleh operator larutan selama jam kerja sehingga
diperoleh persentasenya. Contoh perhitungan:
• Gaji operator larutan rendaman: (Persentase aktifitas kualitas * jumlah
pekerja * gaji pokok) + (Astek * Persentase aktifitas kualitas)/10.
• Biaya Astek diperoleh dari: (0.02 * gaji pokok) * jumlah pekerja
• Gaji operator larutan rendaman: (0.894 * 2 * Rp 948.500,00) + ( Rp
37.940,00 * 0.894))/10 = Rp 172.984,00
4.4.3. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost)
Biaya kegagalan internal merupakan biaya yang murni timbul karena
terjadinya ketidaksesuaian dengan persyaratan kualitas yang terdapat di dalam
perusahaan. Biaya-biaya tersebut timbul karena adanya kesalahan produksi
maupun rendahnya kualitas dari barang produksi dari awal sampai akhir proses.
Biaya kegagalan internal yang digunakan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Biaya Produk Jatuh
Biaya produk jatuh termasuk di dalam biaya kegagalan internal karena
produk-produk yang jatuh pada saat proses produksi ini harus dicuci terlebih
dahulu agar tidak terkontaminasi dengan bakteri. Pencucian produk dilakukan
dengan menggunakan air klorin dengan tujuan agar kontaminasi bakteri tidak
terjadi dan kualitas produk yang digunakan pada saat proses produksi tidak
menurun. Dan kejadian produk jatuh ini terjadi sebelum produk keluar ke
divisi lainnya. Sehingga dikategorikan ke dalam biaya kegagalan internal.
Biaya produk jatuh dapat diperoleh dengan mencari persentase produk jatuh
pada masing-masing divisi dan dapat diperoleh melalui Supervisor divisi
yang bersangkutan. Selain persentase kejatuhan produk untuk mendapatkan
biaya produk jatuh juga harus diperoleh data berupa biaya operasional per
bulan tiap-tiap divisi yang berkaitan. Perbandingan produk jatuh nantinya
akan dikalikan dengan biaya total rata-rata operasional per bulan pada
masing-masing divisi untuk mendapatkan biaya produk jatuh karena pada
umumnya produk jatuh tidak akan menurun kualitasnya bila sudah dicuci
menggunakan air klorin. Rincian mengenai data-data persentase produk jatuh
dapat dilihat pada lampiran 6.
34 Universitas Kristen Petra
2. Produk Keluaran (Broken)
Yang dimaksud dengan produk keluaran ini adalah produk-produk yang
sementara tidak dapat menjadi produk akibat dari adanya kesalahan proses
pada saat proses produksi berlangsung. Biaya produk keluaran termasuk di
dalam biaya kegagalan internal karena produk-produk yang broken ini sudah
tidak dapat dipakai lagi oleh divisi yang berkaitan untuk menghasilkan
produk yang sesuai dengan ketentuan dan standar yang ada. Produk-produk
keluaran ini akan diberikan pada divisi pembekuan untuk dibekukan dan
disimpan di dalam Cold Storage (CS). Produk-produk keluaran ini tidak
dibuang karena pada saat dibutuhkan nantinya produk-produk ini nantinya
dapat digunakan kembali sesuai dengan keperluan berdasarkan kontrol dari
departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC). Biaya
produk keluaran didapat dengan mencari data dari departemen Produksi
mengenai data produk keluaran pada tiap-tiap divisi yang bersangkutan.
Setelah mengetahui persentase masing-masing divisi yang bersangkutan,
untuk mendapatkan biaya produk keluaran didapat dengan mengalikan
persentase produk keluaran dengan total rata-rata biaya operasional per bulan
pada masing-masing divisi. Salah satu contoh pada divisi Pemisahan dapat
dilihat bahwa rata-rata persentase produk broken adalah 2.10%. Persentase ini
dapat diperoleh dengan membagi rata-rata produk broken yang berjumlah
22.488,11 kg dengan jumlah rata-rata hasil pada divisi Pemisahan yang
berjumlah 1.059.441,08 kg. Contoh perhitungan:
• Rata-rata Persentase = Rata-rata produk broken/Rata-rata hasil
• Rata-rata Persentase = 22.481,11 kg/1.059.441,08 kg = 2.10%
Data-data mengenai hasil dan jumlah produk broken dapat dilihat lebih lanjut
pada lampiran 4. Pada tabel 4.2. ini dapat dilihat penggolongan data-data
produk keluaran di PT X.
35 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.2. Data-data Produk Keluaran PT X
Divisi Rata-rata Broken (kg) Rata- Rata Persentase (%) Pemisahan 22.488,11 2.10% Pengupasan 2.461,68 0.87%
Susun C 561,34 0.28% Stretch 52,43 0.13% Cook 1.962,54 0.56%
Value Added 4.300,34 1.31%
Dari tabel di atas dapat dilihat rata-rata dan persentase produk broken yang
terdapat pada PT X. Dari semua divisi di atas bukan berarti divisi-divisi lain
tidak terdapat produk broken. Melainkan produk-produk broken yang berasal
dari divisi-divisi sebelumnya terkumpul pada divisi di atas kecuali divisi
Pengupasan dan Stretch. Produk keluaran dari divisi Pemisahan berasal dari
divisi Penerimaan A, Penerimaan B, dan Pemotongan, produk keluaran dari
divisi Cook berasal dari divisi Susun A dan Packing A, produk keluaran dari
divisi Value Added berasal dari divisi Packing Value Added. Sedangkan
untuk divisi-divisi seperti Sortim, Perendaman, Pembekuan A, Susun B, dan
Packing B tidak memiliki data-data produk Broken.
4.4.4. Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Cost)
Biaya kegagalan eksternal merupakan biaya yang ditimbulkan akibat dari
produk gagal untuk memenuhi persyaratan dan diketahui setelah produk tersebut
dikirimkan ke pelanggan. Biaya kegagalan eksternal tidak terdapat pada
perusahaan ini karena seperti yang diketahui perusahaan ini memiliki konsumen
dengan persentase sebesar 99%, yang dimana semuanya merupakan konsumen
berasal dari luar negeri. Oleh karena itu perusahan ini sangat menjaga dan
melakukan berbagai macam tindakan pencegahan untuk memastikan sebelum
produk-produk keluar sudah memenuhi kualitas sesuai dengan permintaan para
konsumen. Karena bila terjadi pengembalian terhadap produk-produk yang
diproduksi oleh perusahaan selain akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan,
para konsumen pasti akan kehilangan rasa kepercayaan dengan perusahaan. Untuk
meminimalkan atau menghilangkan terjadinya biaya kegagalan eksternal ini pihak
perusahaan mengupayakan berbagai macam tindakan untuk mencegah dan
36 Universitas Kristen Petra
memastikan pada produk yang telah mereka produksi sesuai dengan standar
kualitas.
4.4.5. Rincian Biaya Kualitas
Rincian biaya kualitas meliputi perhitungan dan persentase biaya kualitas
yang ditimbulkan pada tiap-tiap divisi yang dimiliki oleh PT X. Adapun rincian
perhitungan biaya kualitas untuk setiap divisi-divisi yang ada pada PT X dapat
dilihat pada lampiran 24 sampai dengan lampiran 26. Pada tabel 4.3. sampai
dengan tabel 4.5. ini merupakan tabel biaya kualitas pada tiap-tiap divisi untuk per
bulannya.
37 Universitas Kristen Petra
38 Universitas Kristen Petra
39 Universitas Kristen Petra
40 Universitas Kristen Petra
Pada tabel 4.6. di bawah dapat dilihat persentase dari elemen-elemen
biaya kualitas di tiap-tiap divisi yang ada di dalam perusahaan. Sekitar 76.79%
dari total biaya kualitas yang dikeluarkan oleh perusahaan berasal dari biaya
kualitas Prevention. Persentase diperoleh dengan perhitungan:
• Persentase total biaya kualitas Prevention = Total biaya Prevention
Total biaya kualitas
• Persentase total biaya kualitas Prevention = Rp 31.720.997,00/Rp
41.310.433,00 = 76.79%
Diikuti oleh biaya kualitas Appraisal sebesar (13.96%) dan sisanya untuk Failure
Internal Cost sebesar (9.25%). Sehingga untuk menurunkan biaya kualitas secara
signifikan perlu diberikan usulan-usulan perbaikan pada divisi yang memiliki
biaya kualitas yang besar. Perhitungan persentase elemen-elemen biaya kualitas di
tiap-tiap divisi dapat didapatkan dengan cara menjumlahkan total biaya pada
setiap elemen (PAF) di tiap-tiap divisi dan nantinya akan dibandingkan dengan
total biaya kualitasnya. Sehingga diperoleh persentase seperti pada tabel 4.6.
Contoh perhitungan persentase elemen-elemen biaya kualitas pada divisi
Penerimaan A:
• Persentase biaya kualitas Prevention = Total biaya Prevention Penerimaan A
Total biaya kualitas Penerimaan A
• Persentase biaya kualitas Prevention = Rp 361.085,00/ Rp 461.433,00 =
78.25%.
• Persentase biaya kualitas Appraisal = Total biaya Appraisal Penerimaan A
Total biaya kualitas Penerimaan A
• Persentase biaya kualitas Appraisal = Rp 96.747,00/ Rp 461.433,00 = 20.97%.
• Persentase biaya kualitas Internal Failure
= Total biaya Internal Failure Penerimaan A
Total biaya kualitas Penerimaan A
• Persentase biaya kualitas Internal Failure = Rp 3.601,00/Rp 461.433,00 =
0.78%.
Keterangan: Perhitungan elemen-elemen biaya kualitas ini berlaku untuk semua
divisi yang terdapat pada tabel 4.6.
41 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.6. Persentase Elemen-elemen Biaya Kualitas pada tiap-tiap Divisi Divisi Prevention Cost Appraisal Cost Internal Failure Cost
PENERIMAAN A 78.25% 20.97% 0.78%
PENERIMAAN B 89.65% 10.19% 0.17%
PEMOTONGAN 83.55% 14.55% 1.60%
PEMISAHAN 90.10% 3.69% 6.21%
PENGUPASAN 71.63% 20.17% 8.20%
SORTIM 81.2% 17.8% 1.00%
PERENDAMAN 89.79% 10.21% 0.00%
STRETCH 72.20% 17.85% 9.95%
DEFROST 78.72% 21.28% 0.00%
COOK 84.74% 10.56% 4.70%
VALUE ADDED 50.07% 17.70% 35.23%
PEMBEKUAN A 97.85% 2.15% 0.00%
PEMBEKUAN B 87.04% 12.96% 0.00%
PENGEPAKAN B 45.69% 52.94% 1.37%
PENGEPAKAN
VALUE ADDED 16.14% 76.54% 7.31%
PENGEPAKAN A 70.76% 27.21% 2.04%
SUSUN A 55.57% 36.68% 7.75%
SUSUN C 50.64% 30.73% 18.63%
SUSUN B 85.97% 12.55% 1.48%