Download - 5kr1p51_Atreides
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam penulisan yang bersifat ilmiah, sudah barang tentu setiap
penulisannya memiliki alasan yang berbeda-beda sesuai dengan maksud dan
tujuan dari penulis, dalam mengadakan penelitian terhadap suatu masalah yang
akan ditelitinya. Demikian halnya dengan penyusunan skripsi ini, tidak terlepas
dari permasalahan tersebut diatas sesuai dengan maksud dan tujuan, situasi atau
kondisi masyarakat kita dewasa ini.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada akhir-akhir ini tindak pidana yang
dilakukan oleh anak atau remaja semakin meningkat, meresahkan masyarakat dan
menyebabkan terjadinya kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh anak atau
remaja tersebut. Hal ini dapat kita ketahui melalui berbagai mass media yang
antara lain : radio, surat kabar, televisi, majalah, serta media cetak lainnya dan
bahkan dari internet yang memberi kita informasi mengenai masalah kejahatan
yang dilakukan oleh anak atau remaja tersebut.
Batasan yang diajukan dalam menelaah mengenai pengertian anak /
remaja, berdasarkan dari pendapat pakar-pakar psikologi (Drs. Andi Mappiare
mengutip Elizabeth B. Hurlock) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak)
menyebutkan bahwa pengertian remaja adalah suatu batasan usia dengan rentang
usia antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun.
2
Sedangkan pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sehingga dalam
batasan konsep penulisan hukum ini adalah bagi anak / remaja dalam rentang usia
antara 13 – 21 tahun.
Di bawah ini penulis ketengahkan beberapa contoh-contoh bentuk
kenakalan anak / remaja yang berpotensi menimbulkan kejahatan yang dilakukan
oleh anak atau remaja, dan dapat dikategorikan kepada perbuatan yang dapat
meresahkan masyarakat :
1. Perkelahian pelajar antar Sekolah Menengah Pertama maupun perkelahian
pelajar antar Sekolah Menengah Umum.
2. Kebiasaan merokok, menyalahgunakan narkotika serta minum-minuman
keras yang meresahkan masyarakat dan menimbulkan dampak negatif di
lingkungan masyarakat.
3. Menyalahgunakan atau mempergunakan berbagai macam obat-obatan
perangsang dan melihat adegan atau pertunjukan 17 tahun keatas yang
dapat memacu timbulnya kejahatan asusila atau perbuatan cabul.
4. Sering bergaul dengan wanita-wanita yang mempunyai reputasi kurang
baik di dalam lingkungan masyarakat, sehingga menimbulkan tradisi Sex
Bebas.
5. Kebebasan bergaul tanpa adanya pengawasan yang dapat menimbulkan
sikap brutal, liar dan anarki anak atau remaja.
6. Perjudian dikalangan anak atau remaja.
3
Mengenai kenakalan anak atau remaja tersebut kita tidak dapat
menyalahkan mutlak sepenuhnya, bahwa anak atau remajalah yang bersalah.
Karena remaja sebelum menginjak masa remajanya, tentu melewati masa anak-
anak yang tidak terlepas dari bimbingan orang tua dan juga keberadaan
lingkungan tempat tinggalnya. Dalam hal ini penulis analisa bahwa masa anak-
anak adalah cikal bakal yang akan membentuk kepribadian menjadi remaja yang
dewasa dan berbudi luhur bila pada masa anak-anak mereka dididik dengan baik,
teratur, diberi kasih sayang dan perhatian yang cukup. Sebaliknya apabila pada
masa anak-anak kurang atau tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari
orang tuanya, maka kelak anak tersebut dapat menjadi remaja yang kurang
berkepribadian, nakal dan hidup tidak teratur sehingga pada akhirnya
menyebabkan anak atau remaja tersebut terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif.
Sehubungan dengan masalah kenakalan anak-anak, banyak faktor
penyebab yang bisa disebutkan disini :
1. Kondisi pertumbuhan.2. Kerusakan syaraf.3. Tidak memperhatikan kebutuhan anak.4. Pendidikan buruk.5. Faktor perasaan.6. Penyakit kejiwaan.7. Faktor kesehatan.8. Faktor kejiwaan.9. Faktor peraturan.10. Faktor ajaran buruk.1
Apabila kita berbicara mengenai masalah kenakalan anak atau remaja,
tidak terlepas dari generasi muda sebagai penerus cita-cita luhur bangsa Indonesia.
Oleh karena itu mutlak diperlukan adanya pembinaan generasi muda sesuai
1 Ali Qaimi, Keluarga & Anak Bermasalah, Cahaya, Bogor, 2002, hal. 33.
4
dengan kepribadian bangsa dan Negara Indonesia yang berdasarkan kepada
Pancasila (sebagai falsafah ideologi Negara dan bangsa Indonesia) serta Undang-
Undang Dasar 1945 dalam rangka menciptakan manusia Pancasilais. Manusia
Pancasilais disini mempunyai arti bahwa generasi muda Indonesia adalah
manusia yang baik mental maupun spiritualnya, dalam arti kata manusia yang
menjadi warga Negara yang baik serta menjadi warga dunia yang baik pula serta
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Generasi muda khususnya generasi
muda Indonesia di dalam pembangunan dewasa ini, harus dibimbing dan
diarahkan agar menjadi manusia-manusia yang bertanggung jawab kepada hak
dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik, agar tercipta dan tercapainya
masyarakat adil dan makmur serta sejahtera tentram berdasarkan kepada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kebijaksanaan yang didasarkan atas keinginan masyarakat haruslah
dipupuk dengan menyempurnakan usaha-usaha pemerintah dalam rangka
pembinaan terhadap generasi muda tersebut, baik usaha penyempurnaan dalam
bidang perencanaan, pengarahan, pembinaan serta pembiayaan sekaligus dengan
pelaksanaannya pada anak atau remaja tersebut. Sehubungan dengan pembinaan
generasi muda ini, perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh anak atau remaja
sebagai generasi muda bangsa Indonesia adalah merupakan suatu kejahatan
maupun pelanggaran terhadap ketertiban masyarakat dan Undang-Undang
khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ), Undang-Undang No.
3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-Undang No. 23 tahun 2002
5
tentang Perlindungan Anak yang telah banyak menarik perhatian masyarakat
umum atas permasalahan terhadap anak atau remaja tersebut.
Lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat dominan sekali di
dalam hal penanggulangannya, baik ke dalam lingkungan keluarga sendiri
maupun di luar lingkungan keluarga yang secara otomatis pengawasan terhadap
anak atau remaja berkurang. Sehingga nantinya dapat terlihat intensitas peran
suatu rumah tangga dan pengaruhnya terhadap kenakalan anak atau remaja serta
perkembangan kehidupan remaja yang dilahirkan dalam suatu rumah tangga
maupun baik-buruknya sikap dan tingkah laku seorang anak atau remaja dalam
lingkungannya maupun dalam keluarganya tersebut.
Pembangunan di Negara Indonesia selama kurun waktu masa orde baru
hingga masa reformasi saat ini, telah banyak membawa perubahan-perubahan di
seluruh sektor kehidupan baik itu ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.
Perkembangan dan perubahan yang terjadi antara lain adalah perubahan dari
masyarakat agraris menjadi masyarakat agraris yang berorientasi kepada kegiatan
industri, perdagangan dan jasa. Hal ini juga dilecut oleh adanya dampak
globalisasi yang secara tidak langsung juga mempengaruhi gaya hidup masyarakat
Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, kemajuan pembangunan sarana dan
prasarana fisik di wilayah perkotaan serta timbulnya dampak dari perubahan
orientasi pekerjaan masyarakat desa di usia yang produktif dari pertanian ke non-
pertanian, mendorong lajunya migrasi secara besar-besaran dari desa ke kota. Hal
inilah yang membuat populasi kehidupan wilayah perkotaan menjadi meningkat,
sehingga menimbulkan prospek pekerjaan yang lebih luas di wilayah perkotaan.
6
Tetapi di sisi lain kondisi pendidikan di daerah pedesaan pun lebih mengarah
kepada pendidikan umum yang memberi pilihan alternatif minat pekerjaan,
dimana ruang pekerjaan semakin berkurang yang menyebabkan keterbatasan
pekerjaan bagi para lulusan pendidikan yang ada.
Wilayah Kota Bekasi yang merupakan salah satu bagian dari daerah
industri di Jabotabek mengalami perkembangan yang pesat di segala bidang
pembangunan. Mulai berdirinya Mall, Perusahaan-perusahaan di bidang industri,
perdagangan dan jasa hingga terpenuhinya sarana dan prasarana umum, seolah-
olah menjanjikan kesejahteraan bagi para penduduk dan juga para pendatang.
Dengan sendirinya, dari tahun ke tahun populasi penduduk kota bekasi mengalami
peningkatan jumlah dengan cepat. Keterbatasan lahan-lahan perkotaan bagi
kepentingan pemukiman membuat sebagian warga yang kurang mampu,
menempati sudut-sudut kota yang padat, kumuh dan berbagai keterbatasan serta
kekurangannya. Di lain sisi, gemerlap kehidupan kota bekasi yang lain
menggambarkan kemajuan ekonomi tersirat dari berbagai atribut kemakmuran.
Dampak dari perubahan sosial yang pesat ini dapat di lihat pada sikap dan
perilaku masyarakatnya. Meningkatnya penyimpangan perilaku sosial merupakan
salah satu akibat yang harus diterima oleh masyarakat yang sedang membangun,
masyarakat yang sedang mengalami perubahan kearah masyarakat modern.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh anak atau remaja, sehingga
berbuah timbulnya suatu kejahatan dewasa ini menjadi suatu permasalahan yang
serius dan mengkhawatirkan serta harus segera ditanggulangi. Cukup beralasan
apabila masalah kenakalan anak atau remaja ini dianggap sebagai permasalahan
7
nasional, yang harus ditanggulangi secara efektif dan sedini mungkin oleh bangsa
Indonesia pada umumnya. Pemerintah dan instansi yang terkait dengan masalah
kenakalan anak atau remaja pada umumnya, adalah pihak yang sangat berperan
dalam penanggulangan kejahatan yang disebabkan oleh anak atau remaja tersebut.
Sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan bersama yaitu adanya suatu
kehidupan yang adil dan makmur serta menyelamatkan para generasi muda
Indonesia sebagai asset bangsa dan Negara yang nilainya sangat berharga.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis mengajukan Penulisan
Hukum dengan judul, : “PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK /
REMAJA YANG MENIMBULKAN KEJAHATAN DI KOTA BEKASI ”.
B. Perumusan Masalah
Di dalam penelitian ini ada beberapa pokok permasalahan yang akan
penulis kemukakan dan berkaitan erat dengan materi penelitian yang akan penulis
bahas, adapun masalah-masalah tersebut antara lain :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan timbulnya suatu kejahatan yang
ditimbulkan akibat kenakalan oleh anak / remaja ?
2. Sanksi apakah yang dijatuhkan atas timbulnya kejahatan akibat kenakalan
anak / remaja tersebut ?
3. Bagaimanakah usaha-usaha aparat penegak hukum dalam penanggulangan
terhadap timbulnya kejahatan anak / remaja yang diakibatkan oleh kenakalan
anak / remaja tersebut.
8
C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan ilmiah pastilah mempunyai makna dan tujuan yang hendak
dicapai. Demikian halnya dengan penelitian yang penulis lakukan ini.
Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Tujuan Subyektif.
Tujuan penelitian ini adalah guna menyusun penulisan hukum yang
merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa
Fakultas Hukum untuk memperoleh gelar Sarjana ( S1 ) dibidang Ilmu
Hukum.
2. Tujuan Obyektif.
Tujuan obyektif dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya
kejahatan sebagai akibat dari kenakalan anak / remaja.
b. Untuk mengetahui sanksi atau hukuman yang dijatuhkan atas
kejahatan yang dilakukan anak / remaja.
c. Memperoleh cara-cara penanggulangan terhadap timbulnya
kejahatan anak / remaja yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini ditujukan kepada :
1. Bagi Mahasiswa.
9
Agar para mahasiswa khususnya mahasiswa fakultas hukum dapat
menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai kejahatan yang
ditimbulkan akibat kenakalan anak / remaja secara menyeluruh dari
pada masyarakat umum di dalam mengkaji dan menganalisa serta cara
penangulangannya.
2. Bagi Masyarakat.
Agar masyarakat dapat lebih sensitif terhadap suatu permasalahan
yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat, dalam hal ini
menyangkut pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan hukum.
Sehingga pada akhirnya masyarakat dapat mengerti dan menjalankan
setiap aspek kehidupan berdasarkan hukum.
E. Tinjauan Pustaka
Kenakalan anak atau remaja yang pada zaman yang semakin modern ini
semakin mencemaskan dan menjurus pada timbulnya kejahatan, yang sangat
dikhawatirkan pada masa depan bangsa dan Negara Indonesia kelak. Hal ini
tentunya menjadi suatu permasalahan pokok, karena anak atau remaja merupakan
buah yang akan dipetik keberadaannya demi kelangsungan kehidupan berbangsa
dan bernegara dimasa depan nanti. kenakalan anak atau remaja yang dilakukan
dapat berupa kenakalan yang berkelompok. Hal ini dapat diketahui dengan
banyaknya jumlah pelaku kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja yang
terjadi di dalam masyarakat. Berikut adalah contoh yang dapat penulis kemukakan
10
dari bentuk kenakalan anak atau remaja yang berpotensi menimbulkan kejahatan
dan dilakukan dengan berkelompok adalah :
1. Perkelahian atau tawuran pelajar yang dilakukan oleh siswa Sekolah
Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas.
2. Perampokan di sarana angkutan umum dan bahkan tempat-tempat
umum.
3. Kejahatan yang dilakukan dengan menyebabkan korbannya menderita
luka baik itu secara fisik ataupun non-fisik hingga kejahatan yang
menyebabkan korban jiwa.
”Bukan hanya pencopet dan penodong yang berkeliaran di angkutan, pembajak
juga yang beraksi dengan beringas. Parahnya lagi yang membajak itu adalah para
pelajar yang baru berusia belasan tahun. Kok bisa tunas-tunas bangsa berwatak
penjahat dalam batas usia sedini itu? ”.2
Kejahatan yang dilakukan secara berkelompok ini, pada kenyataannya
lebih memprihatinkan ketimbang kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja
secara individu. Hal ini dapat disebabkan karena dengan cara berkelompok
mereka lebih berani dalam melakukan kejahatan, dan dengan melakukan secara
berkelompok mereka merasa lebih jantan, merasa disegani satu sama lainnya dan
juga terdapat suatu perasaan kebersamaan. Kejahatan yang dilakukan secara
berkelompok ini, lebih banyak mendapatkan perhatian masyarakat bila
2 Subhan SD, Danger Zone Jalanan, Perempatan, & Kawasan Rawan di Jakarta, Cetakanpertama, Gagas Media, Jakarta, 2003, hal 151.
11
dibandingkan dengan kejahatan yang dilakukan perseorangan oleh anak atau
remaja.
Kecenderungan berperilaku agresif berarti tingkah laku dalam tataran kawasanafektif. Afektif merupakan aspek tingkah laku yang mencakup perasaan danemosi serta menggambarkan sesuatu di luar ruang lingkup kesadaran,misalnya: minat, motivasi, nilai, keyakinan, aspirasi, konsep diri, dansebagainya. Status afeksi seseorang terdiri dari tiga komponen yaitu emosi,kognisi dan tingkah laku. Apabila dianalisis afeksi seseorang terhadap sesuatu,maka komponen emosi yang dominan sebagai perasaan subyektif yangdipunyai orang tersebut terhadap suatu obyek.3
Dalam wujudnya kenakalan anak atau remaja tersebut membawa dampak
psikologis di dalam masyarakat. Sama halnya kejahatan yang dilakukan oleh
orang dewasa, kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja ini, sudah barang
tentu memiliki jenis-jenis kejahatan.
Jensen membagi kenakalan anak / remaja menjadi 4 jenis, yaitu :
1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain; perkelahian,perkosaan, perampokan, pembunuhan dll.
2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi ; perusakan, pencurian,pencopetan, pemerasan dll.
3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain ;pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat jugadimasukan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini.
4. Kenakalan yang melakukan status, misalnya mengingkari status anaksebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tuadengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dansebagainya. Pada usia mereka, perilaku-perilaku mereka memang belummelanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya, karena yang dilanggaradalah status-status dalam lingkungan primer ( keluarga ) dan sekunder (sekolah ) yang memang tidak diatur oleh hukum secara terinci. Akantetapi kalau kelak remaja ini dewasa, pelanggaran status ini dapatdilakukannya terhadap atasannya di kantor / petugas hukum di dalammasyarakat. Karena itu pelanggaran ini oleh Jensen digolongkan jugasebagai kenakalan dan bukan sekedar perilaku menyimpang4.
3 Hasballah M Saad, Perkelahian Pelajar : Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, Galang Press,Yogyakarta, 2003, hal 11, Dikutip dari Henry Clay Lindgren, Educational Psychology in theclassroom (5 th ed.), New York, John Wiley & Sons Inc, 1976, hal 98.4 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, Cetakan ketiga, PT.Raja Grafindo Perkasa, Jakarta,2000, hal.200-201.
12
Kenakalan anak / remaja juga dapat digolongkan dalam dua kelompok
yang besar kaitannya dengan norma hukum, yakni :
1. Kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial serta tidak diatur dalamundang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagaipelanggar hukum.
2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuaidengan undang-undang dan hukum yang berlaku. Hal ini sama denganperbuatan melanggar hukum bilamana perbuatan itu dilakukan oleh orangdewasa5.
Kenakalan anak atau remaja yang menurut istilah hukum sebagai “
Juvenile Delinquency “, terlalu sering dilakukan oleh anak atau remaja terhadap
lingkungannya. Hal ini dapat disebabakan karena anak atau remaja tersebut
sedang dalam proses mencari jati diri untuk menjadi manusia dewasa. Dilain sisi,
kenakalan tersebut adalah sebuah bentuk kebebasan yang tidak terkontrol oleh
orang tua, masyarakat dan Negara, sehingga kenakalan tersebut cenderung
kebabalasan dan menimbulkan suatu kejahatan yang melawan hukum.
Sebagai dampak lain dari pesatnya kemajuan pembangunan diwilayah
perkotaan. Gairah anak atau remaja didalam bersosialisasi dan berkehidupan
tentunya mengalami trend pola pikir dan gaya hidup yang cenderung bebas.
Adanya kesenjangan kehidupan antara satu dengan lainnya, menjadikan satu
alasan lain mengapa dapat timbul kejahatan anak atau remaja. Tingkat pergaulan
dengan sesama dapat menentukan kehidupan anak atau remaja tersebut. ”Dengan
kata lain, ada kesenjangan ekonomi, sosial dan budaya yang terpapar setiap hari.
Kesenjamgan sosial yang tajam dan empirik telah menimbukan perasaan cemburu
5 Ibid., Hal 200.
13
bagi yang tidak mampu dan pada gilirannya dapat pula menimbulkan perilaku
penyimpangan sosial dengan berbagai akibatnya”.6
Persoalan rezeki, ekonomi dan kebutuhan material adakalanya menyebabkanketerjatuhan anak-anak dan remaja ke dalam jurang kebejatan moral atautindak kriminal. Seorang sahabat bagi seseorang ibarat sebuah mobil yangmembawa teman-temannya; ketika mobil itu jatuh ke jurang, maka seluruhpenumpang yang berada di dalamnya niscaya akan ikut terjatuh. Bila seorangsahabat berada dalam kesesatan, secara otomatis kesesatan itu akan menularkepada orang-orang yang bersamanya7.
Bagi seorang anak atau remaja, pendidikan sangatlah diperlukan untuk
bekal dan kehidupannya agar jangan sampai terjerumus kedalam hal-hal yang
dapat menyebabkan kenakalan sehingga dapat menimbulkan suatu tindak
kejahatan. Tidaklah mudah memberikan pendidikan kepada anak atau remaja,
karena antara yang satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan karakter, sikap
dan tindakan. Perbedaan diantara anak atau remaja inilah yang dapat menjadi
penghambat tumbuhnya anak atau remaja yang baik budi pekertinya. Selain itu
diperlukan juga adanya kemantapan dalam mendidik anak atau remaja, agar dapat
berkembang dengan baik dan menjalin kontak pengertian antara pendidik dengan
anak atau remaja tersebut.
Adapun sebab-sebab timbulnya kesulitan-kesulitan tersebut di atas
masing- masing ialah :
1. Kemalasan dan kesewenang-wenangan sang oknum pengajar itu sendiribelaka serta tidak adanya rasa tanggung jawab yang bersangkutan ataspelaksanaan tugasnya.
2. Kurangnya kemantapan atau konsistensi kerja dan berpikirnya pengajaryang bersangkutan sehingga ia mudah terpengaruh oleh berbagai saranorang lain yang dengan bulat-bulat dikabulkannya saja tanpa disaring dan
6 Sardjono Jatiman, Studi Langkah-langkah Penanggulangan Kenakalan Anak Sekolah, ( Jakarta :Departemen Kehakiman RI-Badan Pembinaan Hukum Nasional ), hal. 1.7 Ali Qaimi, Op. Cit., hal. 5.
14
dipertimbangkan dahulu baik-buruknya serta untung-ruginya menurutisaran tersebut.Di samping itu ia pun mungkin juga begitu mudah terpengaruh olehberbagai kebijaksanaan dan metode mengajar dari guru-guru lainnyasehingga ia hanya mencontoh-contoh saja dari metode yang satu kemetode yang lain tanpa dipikirnya lagi akibat dari caranya mengajar itubagi para muridnya. Sebab lain yang dapat menjadi gejala penimbulkesulitan ini ialah adanya sifat pembosan pada diri pengajar yangbersangkutan.
3. Tidak adanya bakat/hobi mendidik pada orang tua atau wali anak yangbersangkutan.Hal ini dapat kita mengerti bila seandainya orang tua atau wali tersebutbukanlah seorang guru sehingga mereka tidak memiliki pandangan danpengalaman yang cukup tentang liku-liku pendidikan serta tanggapankejiwaan anak mereka sendiri terhadap pendidikan yang telahdiperolehnya itu.
4. Kurang mempunyai atau kurang maunya sang ayah atau sang ibu itu untukmembagi dan menyediakan waktu bagi pendidikan anaknya, berhubungsudah adanya orang lain yang diandalkan sebagai penanggung jawabpenuh untuk hal ini (misalkan istrinya atau suaminya atau orang lain lagiyang sudah dipercaya dan sebagainya).
5. Memang terlampau sulitnya atau terlampau beratnya mata pelajaran yangdihadapi sehingga baik bagi pihak guru maupun murid kesulitan tersebuttetap terasa meskipun kedua belah pihak telah sama-sama berusaha kerasuntuk mengatasinya.8
Untuk menanggulangi kenakalan anak atau remaja yang sudah menjurus
pada perilaku yang bertentangan dengan perbuatan pidana, secara teori diajukan
beberapa konsep tindakan, yaitu tindakan Preventif, Represif dan Kuratif.
Beberapa tindakan tersebut merupakan usaha pencegahan agar masyarakat dapat
terhindar dari merajalelanya kenakalan anak atau remaja dan sekurang-kurangnya
merupakan pembatasan atas perkembangan kenakalan anak atau remaja.
Cara-cara dalam usaha penanggulangan kejahatan antara lain yang
terpenting adalah :
1. Prevensi kejahatan arti luas yang meliputi :
8 A. Ridwan Halim, Tindak Pidana Pendidikan (Suatu Tinjauan Filosofis-Edukatif), GhaliaIndonesia, Jakarta, 1985, hal.31 - 32.
15
Reformasi dan prevensi dalam arti sempit.2. Prevensi kejahatan arti sempit meliputi :
a. Moralistik : menyebarluaskan dikalangan masyarakat sarana-saranauntuk memperteguh moral dan mental seseorang agar dapat terhindardari nafsu ingin berbuat jahat ; sarana tersebut adalah ajaran-ajaranagama, etika, budi pekerti, norma-norma sosial dll.
b. Abolionistik : berusaha mencegah kemungkinan timbulnya kejahatandengan meniadakan faktor-faktor yang terkenal sebagai penyebabtimbulnya kejahatan. Umpamanya : memperbaiki ekonomi rakyatuntuk mencegah kejahatan yang disebabkan oleh tekanan ekonomi(penggangguran, kelaparan) ; mempertinggi kebudayaan danperadaban dll sebagainya.
3. Berusaha melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap kejahatandengan berusaha menciptakan :a. Sistim, organisasi dan perlengkapan kepolisian yang baik.b. Sistem pengadilan yang efektif.c. Hukum (Perundang-undangan) yang berwibawa.d. Komisi-komisi penanggulangan kejahatan bersama dll.
4. Mencegah kejahatan dengan pengawasan dan patroli yang teratur.5. Prevensi kenakalan anak-anak sebagai sarana pokok dalam usaha prevensi
kejahatan pada umumnya.9
Kurangnya perhatian kepada anak / remaja menjadi salah satu penyebab
timbulnya kenakalan. Hal ini berhubungan dengan tingkat keberfungsian sosial
sebuah keluarga sebagai ruang terkecil pembentuk kepribadian dan sikap anak /
remaja. Dalam fungsinya, sebuah keluarga menjadi pendorong anak / remaja.
Semakin baik keluarga yang ada, maka semakin rendah tingkat kenakalan anak /
remaja atau kualitas kenakalan semakin rendah dan baik pula anak / remaja yang
berhasil dibentuknya. Keberfungsian sosial keluarga mengandung pengertian
adanya pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi antara keluarga dengan
anggotanya, dengan tetangganya, dan dengan lingkungan sosialnya. Kemampuan
berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunya jika
9 Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kejahatan, Cetakan ketiga, Alumni, Bandung, 1983,hal 152-153.
16
berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya
terutama dalam sosialisasinya terhadap anggota keluarga serta mendidik dan
membina anak / remaja.
F. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian dari penelitian
skripsi ini adalah ;
1. Tipe penelitian.
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research).
Yaitu penelitian yang berdasarkan apa yang terdapat dalam buku maupun
data yang berkaitan erat dengan skripsi ini secara akurat.
b. Penelitian Lapangan (Field Research).
Yaitu penelitian dengan menggambarkan situasi yang sebenarnya
berdasarkan fakta-fakta yang terdapat dan ditemukan dalam penelitian
skripsi ini.
2. Pendekatan penelitian
Pendekatan Hukum Pidana.
Yaitu berdasarkan tinjauan Hukum Pidana terhadap kaitannya dengan
skripsi ini berupa sanksi dan jenis-jenis ancaman pidana (sanksi).
3. Teknik pengumpulan data.
a. Quisioner tertutup.
Yaitu membuat pertanyaan dalam bentuk daftar dimana pertanyaan
tersebut langsung diberikan kepada narasumber untuk dijawab.
17
b. Wawancara.
Yaitu mewawancarai langsung baik narasumber maupun pelaku.
c. Studi Dokumen.
Yaitu mengumpulkan data yang dilakukan melalui data tertulis hasil
penelitian dilapangan.
4. Lokasi penelitian.
a. Polres Kota Bekasi.
b. Pengadilan Negeri Bekasi.
5. Responden.
a. Kompol Wijanarko, Sik. Sebagai KABAG BINAMITRA Polres Metro
Bekasi.
b. Muhammad Ali Als ILAY bin Mamit, sebagai pelaku kejahatan anak.
c. Ratna Suminar, SH. MH. Sebagai Panitera Muda Hukum Pengadilan
Negeri Bekasi.
d. Anak / Remaja Kota Bekasi dalam batasan usia 13 – 19 Tahun.
6. Analisa data.
Yaitu menganalisa data yang diperoleh dengan pengolahan data deskriptif
kualitatif, yang berupa keterangan responden dan data hasil penelitian.
Dianalisis dengan menerapkan teori-teori yang ada secara konsisten,
sistematis, komprehesif ( menyeluruh ) dan benar.
18
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Skripsi ini di bagi dalam 5 (lima) Bab terdiri dari sub-sub bab yang
diuraikan secara terperinci dan disusun secara hierarki. Sehingga yang satu
dengan yang lainnya saling berhubungan erat, serta uraian terdahulu dijabarkan
uraian selanjutnya demikian seterusnya sehingga merupakan satu rangkaian yang
tidak terputus-putus sampai kepada penyelesaian akhir.
Lebih jelasnya penulis menguraikan ke dalam 5 (lima) bab tersebut :
BAB I : Merupakan pendahuluan, disini diterangkan alasan
pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian
serta sistematika penulisan.
BAB II : Dalam bab ini diterangkan uraian-uraian teoritis
mengenai : pengertian anak atau remaja, pengertian
kenakalan anak atau remaja, faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya kenakalan anak atau remaja,
akibat-akibat yang ditimbulkan dari kenakalan anak atau
remaja, serta upaya penanggulangannya.
BAB III : Dalam bab ini dibahas mengenai ketentuan hukum
tentang kenakalan anak atau remaja ditinjau dari Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang
Peradilan Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak
mengenai anak atau remaja di bawah umur, aspek
19
perlindungan terhadap anak / remaja, serta upaya
penanggulangan kenakalan anak atau remaja di kota bekasi.
BAB IV : Dalam bab ini menganalisa kasus-kasus kejahatan dan
data quesioner sebagai akibat dari timbulnya kenakalan
anak atau remaja yang terjadi di kota bekasi.
BAB V : Bab ini merupakan rangkaian akhir dari skripsi ini,
dimana isinya merupakan rangkuman atau kesimpulan dari
keseluruhan penelitian, dimulai dari bab satu sampai
dengan bab lima, dan berisi saran-saran. Sebagai tambahan
dicantumkan daftar kepustakaan dan lampiran-lampiran
sebagai pelengkap dari skripsi ini.
20
BAB II
TINJAUAN MENGENAI KENAKALAN ANAK / REMAJA
A. Pengertian Kenakalan Anak / Remaja
1. Pengertian Anak / Remaja.
Masa remaja apabila diperhatikan perkembangan manusianya sejak masih
berada dalam kandungan sampai dengan masa kelahiran terlihat bahwa setiap
orang akan mengalami perubahan. Bila dilihat dari perubahan fisik, biasanya
perubahan tersebut hampir sama antara satu dengan lainnya. Seolah-olah ada
batas-batas perubahan yang sama antara satu dengan yang lainnya, selama proses
perkembangan berjalan. Tetapi ketika manusia memasuki masa remaja,
perkembangan antara pria dengan wanita terlihat perbedaan karena kodratnya. Hal
ini disebabkan mulai bekerjanya kelenjar kelamin pada setiap remaja. Masa
remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khas
dan perannya yang menentukan dalam kehidupan dan lingkungan orang dewasa.
Masalah mengenai kenakalan anak atau remaja merupakan masalah yang
selalu menarik, hal ini disebabkan karena kenakalan anak atau remaja akan selalu
terjadi pada setiap generasi bangsa. Apabila berbicara tentang anak atau remaja,
seringkali timbul pertanyaan, umur berapakah seseorang tersebut dikatakan
remaja?.
Sebenarnya batasan umur seorang remaja tidak dapat ditentukan begitu
saja. Karena di samping belum ada kesepakatan pendapat diantara para ahli
mengenai klasifikasi umur, juga disebabkan karena masalah tersebut bergantung
21
pada keadaan masyarakat di mana remaja tersebut hidup dan bergantung dari
sudut mana pengertian itu ditinjau.
Dalam pengertian yang dikemukakan oleh pakar psikologi (Dr. Kartini
Kartono), remaja adalah suatu tingkatan umur, dimana seorang anak tidak lagi
bersikap seperti anak-anak, tetapi belum dapat juga dipandang sebagai orang
dewasa. Jadi seorang anak atau remaja adalah batasan umur yang menjembatani
antara umur anak-anak dengan dewasa.
Pada masa remaja ini adalah merupakan masa-masa yang rawan bagi suatu
generasi. Karena pada masa ini remaja ditempatkan disuatu pilihan menuju tahap
kedewasaan antara mempertahankan potensi keremajaannya dengan hal-hal
negatif yang dapat membuat remaja tersebut terperosok ke dalam kenakalan. Oleh
dari itu masalah kenakalan anak atau remaja ini bukanlah merupakan masalah
yang baru pada tiap-tiap kehidupan generasi bangsa, serta dapat dipastikan bahwa
pada masa-masa ini akan timbul suatu bentuk kenakalan antara satu dengan yang
lainnya yang berbeda-beda ukuran kenakalannya. Hanya saja bentuk kenakalan
tersebut tidaklah sama antara generasi satu dengan seterusnya, ada kemungkinan
kenakalan anak atau remaja tersebut semakin melampaui batas-batas kewajaran
nakal.
Ada batasan-batasan mengenai kapan seseorang anak itu dianggap dewasa:
1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah dua puluhsatu tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mentalatau belum pernah melangsungkan perkawinan.10
2. Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap duapuluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu menikah. Apabila perkawinan
10 Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta :Departemen Agama RI-Badan Pembinaan kelembagaan Agama Islam), 2000. hal. 50.
22
dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, makamereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.11
3. Belum cukup umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelumumur enam belas tahun.12
4. Menurut Hukum Adat “anak-anak dibawah umur” adalah mereka yangbelum menunjukkan tanda-tanda fisis yang konkrit, bahwa ia telahdewasa.13
Sehubungan dengan hal tersebut Zakiah Darajat mengemukakan :
Remaja adalah usia transisi seorang individu yang telah meninggalkan usiakanak-kanak, yang lemah dan penuh ketergantungan akan tetapi belummampu ke usia dewasa yang kuat dan penuh tanggung jawab baik terhadapdiri sendiri maupun masyarakat. Banyaknya masa transisi ini bergantungkepada keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana ia hidup. Selain ituharus mempersiapkan diri untuk mampu menyesuaikan dengan masyarakatyang banyak syarat dan tuntutannya. Namun demikian secara sederhana danumum menurut masyarakat maju, masa remaja itu lebih kurang antara 13tahun dan 21 tahun.14
Setelah ditelusuri dan dilihat dari peraturan perundang-undangan, maka
seseorang itu dapat diklasifikasikan sebagai seorang remaja apabila belum
berumur 21 tahun atau terlebih dahulu menikah sebelumnya.
Dari keterangan yang dikemukakan di atas terlihat adanya
keanekaragaman pendapat mengenai batasan umur remaja. Karena selama masa
remaja akan timbul masalah-masalah yang menentukan bagaimana anak atau
remaja itu bersikap dan menghadapi.
2. Pengertian Kenakalan Anak / Remaja.
Kenakalan anak / remaja yang menurut istilah hukum “juvenile
delinquency” bukanlah suatu pengertian yang sederhana karena pengertian ini
11 R. Subekti dan R. Tjitrosudibjo, Cetakan keduapuluh dua, Kitab Undang-Undang HukumPerdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1990. hal. 76.12 Moeljatno, Cetakan keduapuluh satu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara,Jakarta, 2001. hal.22.13 Soedjono Dirdjosisworo, Op. Cit., hal. 230.14 Zakiah Darajat, Pembinaan Remaja, Bulan Bintang, Jakarta, 1982, hal. 10.
23
mencakup semua orang yang masih muda usianya. Kenakalan anak atau remaja
berarti hal-hal yang berbeda bagi individu-individu yang berbeda dan ini berarti
hal-hal yang berbeda bagi kelompok-kelompok yang berbeda.
Dalam hal ini hampir segala bentuk perbuatan anak atau remaja yang
nyata bersifat melawan hukum dan anti sosial tidak disukai oleh masyarakat atau
bahkan pula dapat merugikan orang lain dapat disebut sebagai kenakalan anak /
remaja. Karena perbuatan-perbuatan anak atau remaja tersebut menyangkut tata
kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak.
Kenakalan berasal dari kata nakal. Kata nakal mempunyai dua arti yaitu :
a. Suka berbuat kurang baik (tidak menurut, menggangu, jahil dan
sebagainya, terutama bagi anak-anak).
b. Buruk kelakuan (lacur dan sebagainya)15
Kenakalan anak-anak terbagi dalam dua jenis ; kenakalan yang dilakukan
secara sadar dan sengaja, serta kenakalan secara tidak sadar dan tanpa sengaja.
1. Dalam melakukan kenakalan secara sadar dan sengaja, pada dasarnyaseorang anak memahami betul perbuatan buruk yang dilakukannya. Ia tahubahwa dirinya tengah melakukan perbuatan tercela dan sadar terhadap apayang diperbuatnya. Namun ia sengaja melakukan kenakalan itu demimemaksa orang tuanya untuk memenuhi keinginannya.
2. Adapun kenakalan secara tidak sadar dan tanpa sengaja terjadi di manaseorang anak melakukan perbuatan buruk tanpa memahami keburukanperbuatannya itu. barangkali ia menyangka apa yang dilakukannya demimencapai keinginannya itu sebagai perbuatan baik. Kenakalan anak secaratidak sadar dan tanpa sengaja akan menyebabkan seorang anak memilikisikap emosional, bahkan adakalanya sampai memicu terjadinya kelainanjiwa16.
15 B. Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan remaja Etiologi Juvenile Delinquency, Alumni,Bandung, 1979. hal. 20.16 Ali Qaimi, Op. Cit., hal. 20 - 21.
24
Di Indonesia masalah kenakalan anak atau remaja ini dirasa telah
mencapai tingkat yang meresahkan masyarakat. Kondisi sosial ini memberi
dorongan yang kuat kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab mengenai
masalah ini, baik kelompok edukatif di lingkungan sekolah dan instansi
pendidikan lainnya serta kelompok pakar hukum di bidang penyuluhan dan
penegakan hukum, pimpinan atau tokoh-tokoh masyarakat di bidang pembinaan
kehidupan bermasyarakat dan pemerintah sebagai pembentuk kebijakan-kebijakan
umum dalam membina, mencipta dan memelihara keamanan dan ketertiban di
dalam lingkungan berbangsa dan bernegara. Faktor lainnya yang tidak boleh
dikesampingkan adalah peranan masyarakat dan keluarga di dalam menunjang hal
ini.
Permasalahan mengenai pertanggung jawaban akibat kenakalan yang
berpotensi menimbulkan kejahatan bagi anak di bawah umur secara langsung
disinggung dalam pasal 45, 46 dan 47 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).
Perbuatan Juvenile Delinquency menurut sudut pandang ilmu hukum,
teristimewa hukum pidana terdapat beberapa perbuatan yang nyata-nyata
melawan hukum. Di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, banyak bukti yang
menunjukkan bahwa sering kali terjadi perbuatan melawan hukum dilakukan oleh
anak atau remaja. Di samping itu anak atau remaja yang melakukan perbuatan
melawan hukum sering kali melakukan delik kekerasan yang pada akhirnya
kenakalan anak atau remaja tersebut seringkali menjurus pada timbulnya
kejahatan yang berakibat pada kejahatan terhadap nyawa dan jasmani seseorang.
25
Tidak kalah seringnya kenakalan yang dilakukan oleh anak atau remaja tersebut
meliputi kejahatan pemerasan, delik-delik ini sering dilakukan di tempat-tempat
umum yang ramai dikunjungi orang.
Paradigma kenakalan anak atau remaja yang mengakibatkan kejahatan
lebih luas cakupannya. Kenakalan anak atau remaja tersebut saat ini meliputi
perbuatan-perbuatan yang sangat meresahkan di lingkungan masyarakat, sekolah
maupun keluarga. Sebagai contoh dari kenakalan ini antara lain : mencorat-coret
tembok, pencurian dengan kekerasan, perkelahian antar pelajar, mengganggu
wanita di jalan sehingga menimbulkan pemerkosaan atau pencabulan, sikap anak
atau remaja yang memusuhi orang tuanya atau perbuatan-perbuatan lainnya yang
tercela dan memprihatinkan bangsa dan Negara berupa menggunakan narkotika,
pornografi dan kejahatan dunia maya (Cyber Crime).
B. Jenis-jenis Kenakalan Anak / remaja.
Kenakalan dalam diri seorang anak atau remaja merupakan perkara yang
lazim terjadi. Tidak seorang pun yang tidak melewati tahap / fase negatif ini atau
sama sekali tidak melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya
menimpa beberapa golongan anak atau remaja di suatu daerah tertentu saja.
Dengan kata lain, keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan
masyarakat.
Perbuatan anak atau remaja yang menimbulkan kenakalan dan bahkan
menyebabkan terjadinya kejahatan dapat dilihat melalui beberapa gejala tertentu.
Antara lain, adanya ketidak laziman yang berkenaan dengan pola makan,
26
bersenang-senang atau menjalankan tugas dan program pelajaran di sekolah atau
instansi pendidikan lainnya.
Bentuk kenakalan anak atau remaja terbagi mengikuti tiga kriteria, yaitu :
“kebetulan, kadang-kadang, dan habitual sebagai kebiasaan, yang menampilkan
tingkat penyesuaian dengan titik patahan yang tinggi, medium dan rendah.
Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan tripartite, yaitu : historis,
instinktual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan
dengan sebab-musabab terjadinya kejahatan instinktual, bisa dilihat dari aspek
keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali-anomali
dalam dorongan berkelompok”.17 Klasifikasi ini dilengkapi dengan kondisi
mental, dan hasilnya menampilkan suatu bentuk anak atau remaja yang agresif,
serakah, pendek pikir, sangat emosional dan tidak mampu mengenal nilai-nilai
etis serta kecenderungan untuk menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang
merugikan dan berbahaya.
Adapun macam dan bentuk-bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak
atau remaja dibedakan menjadi beberapa macam :
1. Kenakalan biasa.
2. Kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal.
3. Kenakalan khusus.18
17 Kartini Kartono, Cetakan Keenam, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, PT RajaGrafindoPersada, Jakarta, 2005, hal. 47..18 Akirom Syamsudin Meliala dan E, Sumarsono, Cetakan Pertama, Kejahatan Anak SuatuTinjauan Dari Psikologi dan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 11.
27
Ad. 1. Kenakalan biasa.
Adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang dapat
berupa berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit pada orang
tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah
sembarangan, membolos dari sekolah dan lain sebagainya.
Ad. 2. Kenakalan yang menjurus pada tindakan Kriminal.
Adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang merupakan
perbuatan pidana, berupa kejahatan yang meliputi : mencuri,
mencopet, menodong, menggugurkan kandungan, memperkosa,
membunuh, berjudi, menonton dan mengedarkan film porno, dan
lain sebagainya.
Ad. 3. Kenakalan Khusus.
Adalah kenakalan anak atau remaja yang diatur dalam Undang-
Undang Pidana khusus, seperti kejahatan narkotika, psikotropika,
pencucian uang (Money Laundering), kejahatan di internet (Cyber
Crime), kejahatan terhadap HAM dan sebagainya.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Kenakalan Anak /
Remaja.
Kenakalan anak atau remaja tidak timbul dan ada begitu saja dalam setiap
kehidupan, karena kenakalan-kenakalan tersebut mempunyai penyebab yang
merupakan faktor terjadinya kejahatan anak atau remaja. Untuk mengetahui
sebab musabab timbulnya kenakalan anak / remaja harus diperhatikan faktor-
28
faktor dari dalam diri anak / remaja tersebut, faktor keluarga, lingkungan dan hal-
hal lainnya yang dapat mempengaruhi seseorang anak itu melakukan kenakalan.
Kenakalan anak / remaja yang sering terjadi di dalam masyarakat bukanlah
suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan anak / remaja tersebut timbul
karena adanya beberapa sebab dan tiap-tiap sebab dapat ditanggulangi dengan
cara-cara tertentu. Pada pendahuluan skripsi ini telah disinggung beberapa faktor-
faktor yang menjadi penyebab timbulnya kenakalan tersebut, antara lain :
1. Kondisi pertumbuhan.Adakalanya kenakalan seorang anak / remaja terjadi pada tahap-tahappertumbuhannya. Sebagaimana yang sering kita saksikan, pada tahapan-tahapan tertentu, sang anak mulai menunjukkan kemandiriaannya dantidak bersedia terikat dengan aturan apapun. Ia berusaha menundukkanorang lain dan menolak mengikuti setiap perintah. Dalam mencapaikemandiriannya, sang anak melakukan kenakalan dan berulah tertentudemi melancarkan protes (dengan kata-kata) atau kritikan. Dengan caraseperti inilah, ia ingin menunjukkan kepribadiannya. Kenakalan seperti iniharus segera diperbaiki. Dan sang anak harus segera dikembalikan kedalam kondisinya yang normal dan alamiah.
2. Kerusakan syaraf.Sebagian anak-anak, dikarenakan kerusakan syarafnya, selalu mempersulitkeadaan, bersikap sensitif, dan senang mencari-cari alasan. Ia memilikibanyak keinginan dan ingin segera mewujudkannya tanpa melaluipertimbangan yang matang. Ketika keinginannya dihambat, ia akanberulah dan berbuat nakal. Kerusakan syaraf ini besar kemungkinanberasal dari faktor genetik atau kondisi lingkungan yang kurang baik. Atauterkadang bersumber dari sejumlah penyakit lainnya.
3. Tidak memperhatikan kebutuhan anak.Adakalanya kenakalan seorang anak timbul lantaran faktor orang tua,khususnya ibu, yang tidak memperhatikan segenap kebutuhannya.Misalnya, sang anak meminta makan kepada ibunya, dan ibunya itukemudian berkata, “bersabarlah!” mendengar jawaban itu, sang anak akanmulai menangis dan merengek-rengek menuntut pemenuhan keinginannya.Atau seorang anak yang suka makan (banyak), kemudian memintamakanan dari kedua orang tuanya. Memang, orang tuanya itu tidakmenghalangi atau mencegah keinginannya. Namun pemberian mereka itumasih dianggap kurang oleh sang anak. Atau seorang anak menghendakisesuatu dari toko, dan kedua orang tuanya tidak memenuhi keinginannya
29
atau menolaknya dengan cara-cara yang kasar. Disebabkan inilah, sanganak kemudian berbuat nakal dan bersikeras untuk meraih keinginannya.
4. Pendidikan buruk.Dalam hal ini bisa dianggap pendidikan yang salah kaprah, berhubungandengan cara pendidikan anak yang keliru, yang kemudian menimbulkanpelbagai dampak (buruk).Adakalanya seorang ibu terlampau berlebihan dalam mencurahkanperhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya. Ini menjadikan sanganak bersikap manja dan tergantung kepadanya. Ketika sang anakmenangis, ibunya berusaha menghentikan tangisnya dengan caramemenuhi keinginannya. Itu dilakukan agar sang anak menjadi terdiamdan tidak menangis lagi. Namun, pada masa-masa berikutnya, semua ituakan menjadi kebiasaan (buruk) bagi sang anak. Sikap inilah yang memicusang anak untuk menangis, berbuat nakal, dan menentang perintah.
5. Faktor perasaan.Seorang anak pada umumnya haus akan kasih sayang orang tuanya sertamerindukan seseorang yang mau mencurahkan perhatian kepadanya.Namun, sewaktu merasa kasih sayang yang diberikan orang tua kepadanyamasih kurang, sang anak akan berusaha dengan berbagai macam carauntuk menarik perhatian dan kasih sayang orang tuanya itu. umpama,berpura-pura terjatuh ke tanah dan menangis sedih. Ia tak akan berhentimelakukannya sampai dirinya memperoleh kasih sayang yangdiharapkannya.Apabila kondisi seperti ini terus dibiarkan, sementara kedua orang tuanyatidak kunjung memperhatikan kebutuhannya, niscaya ia akan melakukankenakalan. Lebih dari itu, kondisi kejiwaan sang anak akan berada dalambahaya dan akan dihinggapi sifat dengki atau merasa terasing di tengah-tengah keluarganya sendiri. Untuk melawan kondisi semacam ini, sanganak akan selalu berbuat nakal sampai ibunya mencurahkan perhatian dankasih sayang kepadanya.
6. Penyakit kejiwaan.Sebagian penyakit kejiwaan direfleksikan dalam bentuk kenakalan,mencari-cari alasan, dan berprasangka buruk. Barangkali, masih terlaludini bagi kita untuk membahas soal penyakit kejiwaan anak-anak. Namunkita tidak boleh lupa bahwa sebagian anak-anak telah terjangkiti sindromskizofrenia.Di antara ciri dari sindrom atau penyakit ini adalah sikap mengasingkandiri secara ekstrem, hanyut dalam kesedihan dan kegundahan hati, sertamembatasi dunia kehidupannya sendiri. Dalam beberapa keadaan,penderitanya seringkali menangis tanpa sebab. Dan sewaktu anda bertanyakepadanya tentang penyebab tangisnya, ia akan segera tutup mulut dantidak berbicara sepatah kata pun kepada anda. Ia akan selalu berusaha
30
menumpahkan air matanya. Kadangkala, baginya sebuah perkara kecilbisa menjadi besar dan menyebabkan tangisannya.
7. Faktor kesehatan.Dalam beberapa keadaan, kenakalan seorang anak timbul lantaran faktorkesehatan. Misalnya, tiba-tiba anda melihat anak anda berteriak lantaranhal sepele, kemudian menangis dan membuat kegaduhan. Tanpa menelitipenyebabnya, anda langsung marah atau jengkel dan bahkan memukulnya.Namun selang beberapa saat, barulah anda mengerti ternyata anak anda itutengah menderita sakit gigi atau telinganya berdarah. Sementara ia belumsempat menjelaskan keadaannya itu kepada anda. Penelitian menunjukkanbahwa kondisi kesehatan dan kenakalan anak saling terkait satu sama lain.
8. Faktor kejiwaan.Faktor kejiwaan tidak identik dengan penyakit kejiwaan. Namun lebihdimaksudkan dengan keinginan terhadap sesuatu yang bersumber padasifat dasar manusia, seorang anak menghendaki kebebasan dankemandirian, tercapainya tujuan tertentu, serta bergaya hidup tersendiri.Namun, sewaktu merasa kedua orang tuanya menghalangi keinginannya,ia lantas memikirkan cara untuk menyingkirkan penghalang tersebut.Kalau merasa tak sanggup menghancurkan penghalang dengan kata-kataatau logika, maka sang anak akan menempuh cara lain demi meraihtujuannya itu. dan demi kesuksesannya, ia tak akan sungkan-sungkanmenggunakan cara-cara yang menyimpang.
9. Faktor peraturan.Dalam beberapa keadaan, penyebab kenakalan dan kekeraskepalaan anak-anak berasal dari peraturan yang diberlakukan orang tua yang mempersulitkeadaannya. Ya, pemaksaan kehendak hanya akan mendorong sang anakberani menentang atau melawan perintah orang tua.Mencampuri urusan anak dan membatasi kebebasannya juga dapatmemicu kenakalan anak, khususnya bagi yang masih berusia 2,5 hinggatiga tahun. Memaksakan anak untuk makan atau tidur serta mengenakanpakaian tertentu, terlebih dengan menyertakan ancaman tertentu,merupakan faktor lain yang mendorong anak berbuat nakal.
10. Faktor ajaran buruk.Dari satu sisi, masalah kenakalan anak merupakan problem akhlak.Sementara pada sisi yang lain merupakan problem perasaan. Apabila kitamampu mengarahkan kenakalan sang anak sejak masih kecil, niscaya iaakan tumbuh dewasa dengan wajar dan normal. Kenakalan merupakanperilaku yang dapat menular. Karena itu, kenakalan atau perilaku burukanggota keluarga, terutama kedua orang tua, sangat berpengaruh dalammemicu kenakalan anak. Kedua orang tua merupakan contoh (teladan)bagi anak-anaknya. Setiap anak akan meniru gerak-gerik dan perilakuorang tua atau anggota keluarga lainnya. Kadangkala, sang anak
31
mempelajari kenakalan atau ulah tertentu dari teman-temanpergaulannya.19
Timbulnya kenakalan anak / remaja yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari dapat penulis analisa karena beberapa faktor yang telah dijelaskan diatas,
yaitu : Tidak memperhatikan kebutuhan anak, sehingga anak / remaja tersebut
cenderung melakukan hal-hal yang melanggar peraturan, dilain sisi anak tersebut
membutuhkan perhatian dari orang tua dan lingkungannya. Faktor pendidikan
buruk dan Faktor ajaran buruk, yang mempengaruhi anak / remaja tersebut
terjerumus dalam ajaran yang sesat, menyalahi peraturan dan bertindak diluar
batas-batas kewajaran. Faktor perasaan dan Faktor kejiwaan, yang dalam hal ini
setiap perbuatan nakal anak / remaja tersebut berawal dari kondisi psikologis
mereka yang ditimbulkan dari rasa penasaran terhadap sesuatu tetapi mendapatkan
hambatan dari pihak lain. Dan faktor peraturan, yang membuat gerak-gerik
perbuatan sang anak dipersulit. Dalam hal ini keputusan orang tua yang terlalu
mengekang setiap perbuatan anak / remaja tersebut. Memang benar bahwa
individu ataupun kelompok mempunyai kebebasan untuk memilih akan mematuhi
atau tidak suatu sistem atau struktur kehidupan tertentu, tetapi pada hakikatnya
karena situasi dan kondisi menyebabkan individu atau kelompok tersebut lebih
bersedia mengikatkan diri demi kepentingannya, meskipun tindakannya itu
bertentangan dengan nurani dan keyakinannya.
Selain faktor-faktor diatas, masih banyak lagi faktor lainnya ; seperti tidak
memperhatikan perasaan seorang anak lantaran banyaknya anak dalam keluarga,
kesibukan orang tua, kekacauan dalam lingkungan keluarga sehingga menjadikan
19 Ali Qaimi, Op. Cit., hal. 33 - 37.
32
sang anak tidak merasa aman tinggal di rumah, tidak adanya kemampuan orang
tua dalam menyelesaikan urusan anak-anak, ketidaksanggupan menanggung
beban derita, perasaan sakit, terjadinya musibah, terjangkitnya berbagai penyakit
fisik yang mengganggu pikiran sang anak, dan lain sebagainnya.
Keluarga sebagai penyebab timbulnya kenakalan anak atau remaja
merupakan salah satu faktor yang berperan besar. Hal ini disebabkan karena
keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan,
mendewasakan dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali.
Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan
lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak yang
belum sekolah. Oleh karena itu keluarga memiliki peranan yang penting dalam
perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi
perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek atau buruk akan berpengaruh
negatif. Oleh karena sejak kecil anak atau remaja dibesarkan oleh keluarga dan
untuk seterusnya. Sebagian besar waktu pertumbuhan dan perkembangan
kedewasaan anak atau remaja adalah di dalam keluarga, maka sudah sepantasnya
kalau kemungkinan timbulnya delinquency itu sebagian besar berasal dari
keluarga.
Lingkungan pendidikan juga tidak dapat lepas dalam berperan serta
mencegah timbulnya Juvenile Delinquency. Pendidikan nasional di Negara
Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja
33
keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat
jasmani dan rohani. Selain itu, lingkungan pendidikan nasional Indonesia juga
harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada tanah air,
mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan
dengan itu dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan
rasa percaya diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif.
Proses pendidikan yang kurang baik dan menguntungkan bagi
perkembangan jiwa anak atau remaja, kerap menimbulkan pengaruh langsung
maupun tidak langsung terhadap peserta didik. Hal ini timbul karena dalam
lingkungan sekolah terdiri dari berbagai macam karakter anak. Sesuai dengan
keadaan seperti ini sekolah-sekolah maupun instansi pendidikan dapat menjadi
sumber terjadinya konflik-konflik psikologis yang pada akhirnya menimbulkan
kenakalan anak atau remaja (Juvenile Delinquency).
Di lain sisi ada beberapa faktor-faktor lain yang dapat memicu terjadinya
kenakalan anak atau remaja. Faktor pemicu tersebut terdiri dari faktor pemicu
internal-kultural, yang berupa ketegangan psikis si anak atau remaja, kelabilan
emosi, kurangnya fondasi emosional dan sebagainya. Sedangkan faktor yang
lainnya adalah faktor pemicu eksternal-struktural, menyangkut masalah makro
dan mikro kehidupan. Antara lain permasalahan globalisasi informasi dan
komunikasi, urbanisasi, transportasi, kecemburuan sosial, kesenjangan pendidikan
dan pekerjaan, pengangguran, perkembangan teknologi yang tidak tersaring,
konflik di wilayah pemukiman, penggunaan narkotika, psikotropika, minuman
keras dan sebagainya.
34
D. Akibat-akibat Dari Kenakalan Anak / Remaja Dan
Upaya Penanggulangannya.
Kenakalan anak atau remaja yang kerap kali menimbulkan banyak
permasalahan di lingkungan sosial masyarakat, membawa dampak yang berakibat
pada timbulnya perilaku-perilaku negatif dalam setiap kehidupannya.
Permasalahan kenakalan anak atau remaja yang menyimpang ini menyebabkan
tingginya tingkat delinquency, hal ini diperparah lagi dengan lemahnya dan
kurangnya pengawasan terhadap anak atau remaja di lingkungan keluarga,
masyarakat serta masih lemahnya penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
Perlindungan terhadap anak juga menjadi satu alasan, bahwa dengan melindungi
anak atau remaja maka berarti melindungi manusia.
Akibat yang timbul dari kenakalan anak atau remaja ini, memunculkan
sikap was-was dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap kegiatan pasti akan selalu
diliputi dengan rasa prasangka dan curiga warga masyarakat akan timbulnya
kejahatan. Di lain pihak, kejahatan yang dilakukan anak atau remaja ini dapat
mendorong dan mengakibatkan pelaku mengalami tekanan jiwa, depresi karena
adanya penyesalan akibat kejahatan yang telah dilakukan, ditolak, diabaikan dan
dibenci masyarakat. Dilain sisi hal tersebut menyebabkan pelaku cenderung
menjadi penghayal, sakit fisik dan mental, agresif dan lari dari semua kenyataan
hidup. Oleh karena kenakalan anak atau remaja ini menyebabkan keguncangan
dalam sosial masyarakat, maka dapat terjadi pula tingkat kehidupan sosial yang
menurun. Akibat dari kualitas kehidupan yang menurun inilah dapat
35
mengakibatkan meningkatnya tingkat delinquency yang disebabkan oleh anak
atau remaja.
Di dalam mewujudkan suatu kehidupan yang harmonis, sejahtera, adil dan
makmur. Pembinaan terhadap anak atau remaja, sebagai bibit masa depan bangsa
dan negara sangatlah harus dikedepankan. Hal ini merupakan sebuah bentuk
kepedulian terhadap kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Permasalahan
mengenai kenakalan anak atau remaja yang dapat menimbulkan tindak kejahatan
memerlukan suatu cara dan upaya dalam menanggulanginya. Keluarga,
masyarakat dan negara merupakan suatu lingkup kehidupan yang secara
menyeluruh menaungi segala bentuk kehidupan anak dan remaja.
Dalam upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak / remaja yang
dapat menimbulkan kejahatan, dilakukan upaya-upaya perbaikan baik secara
internal dan eksternal.
1. Upaya disiplin dalam keluarga.
Keluarga merupakan suatu lingkungan terdekat untuk membesarkan,
mendewasakan dan mendidik seorang anak atau remaja menjadi manusia dewasa
seutuhnya. Kualitas rumah tempat tinggal dan lingkungannya adalah faktor
eksternal yang menjadi stimulus atau rangsangan terhadap respon yang akan
muncul pada anak atau remaja tersebut. Setiap stimulus / rangsangan dapat
memberikan kepuasan atau ketidakpuasan pada diri anak atau remaja yang
bersangkutan, dan ini menjadi salah satu dasar yang dapat mempengaruhi
kecenderungan berperilaku buruk / negatif.
36
Apabila seseorang gagal dalam menumbuhkan hubungan antarpribadi atauinterpersonal relationships yang baik, termasuk dengan orang tuanya sendiri,maka dia akan mengalami keadaan senang berkhayal, sakit fisik dan mental,agresif dan lari dari kenyataan hidup. Oleh karena itu, hubungan dengan oranglain, termasuk dengan orang tua, seyogyanya diwarnai oleh suatu prinsipsaling menjalin komunikasi dan membangun relasi yang dapat mendorongterjadinya hubungan yang sehat. Untuk itu, dapat digambarkan pengaruhlingkungan di dalam keluarga dalam memengaruhi perkembangan psikologisanak-anaknya20
Pihak-pihak yang terdapat di dalam keluarga, baik itu orang tua, wali
ataupun pengasuh harus dapat memahami semua kebutuhan anak-anaknya. Baik
yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis. Anak atau remaja di
dalam hidupnya perlu makan, minum, pakaian dan kebutuhan lainnya. Di samping
itu mereka juga memerlukan kasih sayang serta rasa aman dalam keluarga, juga
perlakuan adil dari kedua orang tua sangat mereka harapkan. Keluarga memiliki
peranan untuk menanamkan disiplin bagi anak sejak kecil agar setelah dewasa hal
tersebut dapat menjadi kebiasaan dan menjauhkan dari bentuk delinquency. Maka
upaya yang perlu dilakukan dalam lingkungan keluarga adalah membentuk
disiplin pribadi yang baik, mentaati norma-norma dalam keluarga sebagai dasar
berkehidupan, dan membina kehidupan keluarga dengan memberikan kasih
sayang serta menciptakan rasa aman.
2. Upaya disiplin dalam kehidupan bermasyarakat.
Kehidupan manusia tidak dapat terpisahkan dari lingkungan dimana ia
berada. Dalam kaitan ini, lingkungan mencakup arti yang luas, termasuk
lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan (milieu) adalah semua benda dan materi
20 Hasballah M Saad, Op. Cit.,hal. 27.
37
yang mempengaruhi hidup manusia, seperti keselamatan jasmani dan rohani,
ketenangan lahir batin, kesejahteraan dan lain sebagainya. Lingkungan
masyarakat juga memiliki peran dalam menciptakan disiplin anak atau remaja.
Kehidupan bermasyarakat juga tidak terlepas dari berbagai proses sosial, karena
dalam lingkungan masyarakat ini, anak atau remaja dipengaruhi secara tidak
langsung untuk melakukan kenakalan yang menjurus pada timbulnya kejahatan.
Proses sosial di kota-kota besar, termasuk kota bekasi mengakibatkan
adanya perubahan-perubahan sosial yang ditimbulkan oleh berbagai macam
masalah ; antara lain masalah urbanisasi, industrialisasi, kemajuan teknologi yang
mengakibatkan adanya mobilitas horizontal dan mobilitas vertikal yang tinggi,
sedangkan kesemuanya itu akan mempertemukan manusia-manusia dari berbagai
bentuk masyarakat, suku dan bangsa di kota modern. Masing-masing karakter
membawa ikatan norma hidup dan perilaku yang berbeda ataupun bertentangan
antara yang satu dengan yang lainnya. Suasana ini selain menimbulkan culture
conflict, juga bisa menimbulkan suasana perbedaan kehidupan (dubicus patterns
of life). Dimana manusia karena banyaknya pola kehidupan menjadi bingung,
sehingga berpegangan kepada pola kehidupan yang tidak beraturan.
Karena masyarakat terdiri dari individu-individu yang berbeda antara satu
dengan lainnya, maka tidak mengherankan kalau pada suatu saat timbul
masyarakat yang bertindak a-moral sehingga menimbulkan bentrokan satu dengan
lainnya, bagaikan orang berjalan dalam gelap gulita tanpa adanya penerangan.
Bentrokan-bentrokan inilah yang pada akhirnya menimbulkan kejahatan.
Kondisi ini dapat menciptakan suatu kelabilan psikologis, apalagi bagi seorang
38
anak atau remaja yang telah terpengaruh oleh lingkungannya, maka dia pun tidak
tanggung-tanggung dapat terjerumus dalam kejahatan pula. Masyarakat sebagai
lingkungan yang menjadi pengaruh bagi perkembangan seorang anak atau remaja
hendaknya dapat membina kestabilan lingkungannya. Dalam lingkungan
masyarakat perlu diciptakan upaya-upaya untuk menanggulangi timbulnya
kejahatan yang disebabkan oleh kenakalan anak atau remaja tersebut.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan di dalam lingkungan masyarakat dapat
berupa perlindungan keamanan terhadap warganya, yakni dengan melakukan
peningkatan keamanan dan ketertiban lingkungan masyarakat, melaksanakan
ronda malam untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, dalam hal ini berupa
upaya peningkatan keamanan wilayah, menciptakan kerukunan antar warga
masyarakat, mempertebal tali silaturahmi sesama warga masyarakat dengan
menciptakan organisasi sosial masyarakat serta menciptakan pemuda-pemudi
masyarakat yang berdisiplin, bertanggung jawab dan taat kepada hukum melalui
kegiatan kepemudaan atau keremajaan.
3. Upaya disiplin dalam kehidupan bernegara.
Negara sebagai penunjang kehidupan warganya juga tidak terlepas pula
dari perannya sebagai pencipta keamanan dan ketertiban dari kebijakan yang
dibentuk oleh pemerintah. Peraturan-peraturan hukum yang dibuat dan ditetapkan
oleh pemerintah, hendaknya tidak hanya menjadi kepentingan pihak tertentu saja.
Aturan-aturan hukum tersebut baiknya mengatur secara mendasar dan menyeluruh
mengenai peri kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Apabila pembentukan
39
peraturan-peraturan hukum tersebut hanya mementingkan kepada pihak-pihak
tertentu saja, maka sudah dapat dipastikan bahwa kelangsungan kehidupan
berbangsa dan bernegara tidaklah dapat berjalan dengan baik. Malah ada
kemungkinan besar akan tercipta berbagai macam konflik sosial yang dapat
menghancurkan bangsa dan negara Indonesia.
Dalam kebijaksanaannya membuat keputusan di bidang hukum,
hendaknya pemerintah memperhatikan pula mengenai dampak dari timbulnya
kejahatan yang disebabkan oleh anak atau remaja ini. Anak atau remaja adalah
bibit yang dikemudian hari akan menjadi pemimpin dari negara Indonesia ini. Jika
keberadaan anak atau remaja tidak diperhatikan dengan baik oleh pemerintah,
rusaknya kehidupan sosial dan hancurnya kehidupan berbangsa dan bernegara
tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab pemerintah itu sendiri.
Masalah mengenai kenakalan anak atau remaja di Indonesia sudah
memasuki tahap yang mengkhawatirkan. Meningkatnya tindak kejahatan yang
dilakukan oleh anak atau remaja adalah sebagai akibat dari bergesernya kehidupan
dalam masyarakat. Jika masyarakat berubah atau bergeser, maka kejahatan pun
akan selalu ada seiring dengan perubahan masyarakat tersebut, suatu hal yang
sangat bijaksana apabila pemerintah beserta masyarakat mampu mencegah atau
bahkan menanggulanginya. Berikut adalah beberapa upaya yang penulis dapat
kemukakan sebagai bentuk dalam mencegah timbulnya kejahatan anak atau
remaja :
1. Penyusunan Undang-Undang yang mengatur mengenai kejahatan tertentu,
meliputi pencegahan dimana peraturan hukum tersebut melarang
40
dilakukannya suatu kriminalitas dan di dalamnya mengandung ancaman
atau hukuman.
2. Melaksanakan kontrol sosial ; dalam hal ini pemerintah mengadakan
suatu perencanaan sosial yang membina kehidupan berbangsa dan
bernegara berdasarkan pada ketaatan terhadap hukum positif.
3. Menciptakan lingkungan Hukum yang berwibawa ; di lingkungan
peradilan dan penegak hukum.
4. Mengadakan penyuluhan kesadaran hukum ; dalam hal ini mengenai
bahaya kenakalan yang dapat menyebabkan timbulnya delinquency.
5. Menciptakan lingkungan yang baik, berupa perbaikan sistem pengawasan
dalam masyarakat, perencanaan dan desain tata kota, dan menghapus
segala bentuk kesempatan anak atau remaja untuk melakukan kejahatan.
41
BAB III
KETENTUAN HUKUM MENGENAI KENAKALAN ANAK / REMAJA
A. Tinjauan KUHP Tentang Kenakalan Anak / Remaja.
Secara yuridis formal, masalah pertanggung jawaban mengenai kenakalan
anak atau remaja yang dapat menimbulkan kejahatan ini telah memperoleh
pedoman yang baku dalam hukum. Pertama-tama adalah hukum pidana yang
pengaturannya tersebar dalam beberapa pasal, dan sebagian pasal yang bersifat
embrional adalah Pasal 45, 46 dan 47 KUHP. Di samping itu KUH Perdata pun
mengatur tentang kenakalan anak atau remaja terutama dalam Pasal 302 dan
segala pasal yang ditunjuk serta terkait dengan masalah kenakalan anak atau
remaja ini. Kondisi dualistik tersebut membawa konsekuensi logis yang berbeda
di dalam sebutannya, walaupun pada prinsip dasarnya sama.
Kenakalan anak atau remaja yang melawan kaedah hukum tertulis yakni
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebut sebagai “Anak
Negara” dan sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata disebut sebagai “Anak Sipil”.
Berkaitan dengan perbuatan kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan
oleh anak atau remaja di bawah usia 16 tahun, KUHP Indonesia mengaturnya
dalam Pasal 45 KUHP sebagai berikut :
“Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karenamelakukan suatu perbuatan sebelum umur 16 tahun, hakim dapat menentukan,memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, waliatau pemeliharanya tanpa pidana apapun, atau memerintahkan supaya yangbersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apapun, jika perbuatanmerupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal ;
42
489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517, 519, 526, 531, 532, 536, dan 540,serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukankejahatan atau pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya menjadi tetap,atau menjatuhkan pidana pada yang bersalah”.21
Pasal 45 KUHP di atas dapat dipandang memadai sebagai pasal yang
memuat beberapa ketentuan yuridis mengenai anak atau remaja di bawah usia 16
tahun yang telah melakukan perbuatan pidana. Ketentuan-ketentuan yang tertuang
di dalamnya menyangkut syarat-syarat penuntutan serta kemungkinan-
kemungkinan yang dapat dipilih oleh hakim di dalam membuat atau memberi
putusan apabila :
1. Merupakan kejahatan sebagaimana termaktub dalam buku kedua KUHPidana.
2. Merupakan pelanggaran terhadap salah satu pasal dalam KUH Pidana ;Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517, 519, 526, 531, 532,536, dan 540.22
Jika dikaji dari segi syarat-syarat penuntutannya, maka Pasal 45 KUHP
memuat empat (4) hal yang harus dipenuhi, yakni :
1. Anak yang dituntut belum cukup umur (minderjarig) atau lebih dikenalbelum dewasa.
2. Tuntutan tersebut mengenai perbuatan pidana yang telah dilakukan olehanak yang bersangkutan pada waktu ia belum berumur 16 tahun danpenuntutan tersebut hanya dapat dilakukan sebelum anak mencapai umur18 tahun.
3. Perbuatan tersebut merupakan : Kejahatan-kejahatan kekerasan, pencurian,penipuan, penggelapan dan pemerasan. Salah satu pelanggaran dalampasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517, 519, 526, 531, 532, 536,dan 540 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
4. Belum kadaluwarsa, yakni belum lewat dua tahun sejak dinyatakanbersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaransebagaimana ditunjuk oleh pasal 45 KUHP dan putusannya menjaditetap.23
21 Tim Penterjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, KUHP, hal. 31.22 Sudarsono, Kenakalan Remaja, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta,1990, hal. 17.23. Ibid, hal. 24.
43
Apabila keempat syarat penuntutan tersebut sudah terpenuhi, maka hakim
dapat membuat putusan berupa salah satu dari tiga kemungkinan yakni :
1. Anak yang bersangkutan dikembalikan kepada orang tua atau wali ataupengasuhnya tanpa dijatuhi pidana apapun.
2. Hakim memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada pemerintahdan tidak dijatuhi pidana apapun.
3. Hakim dapat menjatuhkan pidana.24
Kaitan dalam hal ini jika anak / remaja tersebut menjalani hukuman
penjara, maka ia menjalani pidana penjara tersebut ditempat yang khusus untuk
anak-anak / remaja. Dalam hal anak / remaja diserahkan kepada pemerintah dan
tidak dijatuhi hukuman pidana ketentuan lebih lanjutnya diatur dalam Pasal 46,
yang berisikan mengenai kemungkinan pemeliharaan anak atau remaja tersebut,
yaitu :
1. Pemeliharaan anak dalam lembaga pendidikan negara.
2. Pemeliharaan anak dalam lembaga swasta.
3. Pemeliharaan anak dalam keluarga.25
Apabila hakim menjatuhkan pidana kepada anak yang bersalah, maka
dalam hal ini terdapat beberapa pengecualian yang diatur secara formal dalam
Pasal 47 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu ;
1. Jika hakim menjatuhkan pidana maka maksimal pidana pokok terhadapdeliknya dikurangi 1/3.
2. Jika perbuatan merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana matiatau pidana seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lamalima belas tahun.
3. Pidana tambahan yang tersebut dalam pasal 10 sub b, nomor 1 dan 3, tidakdapat dijatuhkan.26
24 Ibid, hal. 26.25 Ibid, hal. 27.26 Ibid, hal. 28.
44
Mengenai ketentuan-ketentuan khusus anak atau remaja tersebut
kendatipun mereka terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan kesalahan dalam
timbulnya kejahatan atau pelanggaran, dapat diajukan ketentuan. Mengenai anak
atau remaja di bawah usia 16 tahun, maka pelakunya tidak dapat dipidana. Jika
dalam persidangan ternyata hakim dapat memberikan bukti-bukti yang sah dan
meyakinkan tentang kesalahan anak atau remaja sebagai terdakwa, dalam hal
ternyata putusan hakim dalam menyidangkan anak atau remaja di bawah umur 16
tahun Hakim tidak menjatuhkan pidana, hal ini berarti putusan hakim
menyimpang dari asas hukum pidana. Putusan hakim dalam ketentuan Pasal 45
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana memang cukup beralasan dengan maksud
dan tujuan hukum positif. Apabila hakim menjatuhkan pidana sehingga anak atau
remaja di bawah umur harus masuk penjara / Lembaga Pemasyarakatan Khusus
Pemuda, akan berakibat anak atau remaja berada dalam lingkungan yang kurang
baik dan ada kemungkinan anak atau remaja tersebut bergaul dengan delinquent
yang lain. Pergaulan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak atau remaja
yang bersangkutan.
Pedoman yang paling mudah dan amat sederhana untuk mengartikan suatu
perbuatan tergolong kenakalan Anak / Remaja, jika perbuatan tersebut bersifat
melawan Hukum, anti sosial, anti susila dan melanggar norma-norma agama yang
dilakukan oleh subyek yang masih berusia remaja yang menurut pakar psikolog
(Elizabeth B. Hurlock) berkisar antara umur 11 – 21 tahun, dapat diambil
kesimpulan bahwa perbuatan tersebut merupakan Kenakalan Anak / Remaja.
Secara yuridis formal kenakalan anak / remaja tersebut digolongkan dalam 2 (dua)
45
alternatif, yang mana meliputi pelaku kejahatan di bawah umur 16 tahun dan
pelaku kejahatan di atas umur 16 tahun.
B. Tinjauan UU Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dalam
Pasal 2 menyebutkan, bahwa pengadilan anak adalah pelaksanaan kekuasaan
kehakiman yang berada di lingkungan peradilan umum. Ketentuan ini sudah
sejalan dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1970 (penjelasan), bahwa kemungkinan dibukanya spesialisasi pengadilan anak di
lingkungan peradilan umum, ternyata benar-benar diwujudkan dengan
dibentuknya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.
Jauh sebelum dibentuknya Undang-Undang Peradilan Anak, Pengadilan
Negeri telah menyidangkan berbagai perkara pidana yang terdakwanya anak-anak
atau remaja dengan menerapkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHP dan
KUHAP. Dengan mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Peradilan Anak, maka tata cara persidangan maupun penjatuhan hukuman
adalah berdasarkan Undang-Undang tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak,
disebutkan bahwa pengertian anak nakal adalah :
a. Anak yang melakukan tindak pidana; ataub. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,
baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturanhukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan.
Dalam perundang-undangan tersebut juga diatur mengenai batasan usia
anak atau remaja yang melakukan kenakalan terutama yang menyebabkan
46
terjadinya kejahatan anak atau remaja. Batasan umur anak atau remaja tergolong
sangat penting dalam perkara pidana, hal ini karena dipergunakan untuk
mengetahui seseorang yang diduga melakukan kejahatan termauk kategori anak /
remaja atau dewasa. Mengenai batasan anak atau remaja di dalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2), yakni :
1. Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalahsekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapanbelas) tahun dan belum pernah kawin.
2. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anakyang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapaiumur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak.
Adanya penegasan mengenai batasan terhadap usia pelaku tindak pidana
berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak
tersebut akan menjadi pegangan bagi para petugas di lapangan, agar tidak terjadi
salah tangkap, salah tahan, salah sidik, salah tuntut, maupun salah mengadili,
karena menyangkut hak asasi seseorang.
Dalam batasan usia ini, menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak bagi anak / remaja yang usianya di bawah
8 (delapan) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka bagi
anak / remaja tersebut diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan pemeriksaan.
Mengenai ketentuan hasil pemeriksaan ini dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (2) dan
(3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak :
Ayat (2). Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anaksebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih dapat dibina oleh orang tua,wali, atau orang tua asuhnya, penyidik menyerahkan kembali anak tersebutkepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya.
Ayat (3). Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anaksebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dibina lagi oleh orang
47
tua, wali, atau orang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan anak tersebutkepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dariPembimbing Kemasyarakatan.Mengenai sanksi hukumnya, Undang-Undang Peradilan Anak telah
mengaturnya sebagaimana ditetapkan secara garis besar. Sanksi tersebut ada 2
(dua) macam berupa pidana dan tindakan. ’Terhadap Anak Nakal hanya dapat
dijatuhkan pidana dan tindakan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini’.
Sanksi hukuman yang berupa pidana terdiri atas pidana pokok dan pidana
tambahan.
Dalam Pasal 23 diatur mengenai macam-macam pidana pokok yang dapat
dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :
a. pidana penjara;b. pidana kurungan;c. pidana denda; ataud. pidana pengawasan.
Mengenai pidana tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (3),
terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Perampasan barang-barang tertentu, dan atau
2. Pembayaran ganti rugi.
Berdasarkan pada Undang-Undang No 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan
Anak, kepada anak / remaja nakal yang melakukan tindak pidana dapat pula
dijatuhkan tindakan :
a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja; atau
48
c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial
Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja.
Tindakan yang dijatuhkan sebagaimana putusan yang ditetapkan diatas
dapat disertai pula dengan memberikan teguran dan syarat tambahan yang
ditetapkan oleh hakim. Mengenai penjatuhan pidana, Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 menetapkan bahwa penjatuhan pidana terdiri dari Pidana penjara,
Pidana Kurungan, Pidana Denda, dan penjatuhan Pidana Bersyarat.
Pasal 26 mengatur mengenai penjatuhan pidana penjara, sebagai berikut :
(1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu per dua) darimaksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
(2) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 hurufa, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidanapenjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepadaanak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(3) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 hurufa, belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidanayang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, makaterhadap Anak Nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakansebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b.
(4) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 hurufa, belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidanayang diancam pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumurhidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakansebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Penjatuhan pidana kurungan berdasarkan putusan hakim yang dapat
dijatuhkan kepada anak / remaja yang melakukan kejahatan, hanya dapat
dijatuhkan paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana
kurungan yang ditetapkan bagi orang dewasa. Berbeda dengan penjatuhan Pidana
denda, dimana penjatuhan pidana denda ini paling banyak ½ (satu per dua) dari
49
maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa. Apabila pidana denda
tersebut tidak dapat dibayar, maka diganti dengan wajib latihan kerja sebagai
pengganti denda paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja tidak lebih dari 4
(empat) jam sehari serta tidak dilaksanakan pada malam hari.
Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh hakim, apabila pidana penjara yang
dijatuhkan terhadap anak nakal tersebut paling lama 2 (dua) tahun, dan
diberlakukan syarat umum dan syarat khusus. Dalam Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 memberlakukan jangka waktu masa pidana bersyarat adalah
paling lama 3 (tiga) tahun, selama menjalani pidana bersyarat ini anak / remaja
nakal tersebut diawasi oleh jaksa dan dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan yang
berstatus sebagai Klien Pemasyarakatan.
Dalam hal hakim menjatuhkan Pidana pengawasan, dapat dilakukan
kepada anak / remaja nakal tersebut paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama
2 (dua) tahun. Putusan mengenai penjatuhan Pidana penjara, Pidana kurungan,
Pidana denda, Pidana bersyarat, dan Pidana pengawasan ini disesuaikan dengan
ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 huruf a mengenai anak nakal yang melakukan
tindak pidana. Mengenai penempatan anak / remaja nakal yang diputus oleh
hakim untuk diserahkan kepada negara, maka anak / remaja yang melakukan
tindak pidana tersebut ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai
Anak Negara.
50
C. Tinjauan UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Masalah perlindungan anak adalah sesuatu permasalahan yang kompleks
dan dapat menimbulkan berbagai permasalahan lebih lanjut, dalam hal ini
permasalahan tersebut tidak selalu dapat diatasi secara perseorangan, tetapi harus
secara bersama-sama dan penyelesaiannya menjadi tanggung jawab bersama.
Perlindungan anak merupakan suatu hasil interaksi karena adanya
hubungan antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Masalah
perlindungan anak adalah suatu masalah manusia yang merupakan suatu
kenyataan sosial. Pengertian mengenai manusia dan kemanusiaan merupakan
faktor yang dominan dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan
perlindungan anak yang merupakan permasalahan kehidupan manusia .
Mengenai perlindungan anak ini, sebelum Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 diberlakukan, bangsa Indonesia menggunakan Undang-Undang RI
Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Dalam Undang-Undang
tersebut dijelaskan bahwa usaha-usaha mensejahterakan anak dan perlakuan yang
adil terhadap anak sangat diperlukan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1
butir b Undang-Undang nomor 23 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
bahwa Usaha kesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan sosial yang ditujukan
untuk menjamin terwujudnya Kesejahteraan Anak terutama terpenuhinya
kebutuhan pokok anak.
Pengaturan mengenai ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan
perlindungan anak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 adalah :
1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan) belas tahun,termasuk anak yang masih dalam kandungan.
51
2. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungianak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, danberpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatkemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dandiskriminasi.
Dalam hal pengertian anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
menjabarkan mengenai penggolongan anak yang berhak mendapatkan
perlindungan. Penggolongan anak tersebut dijelaskan dalam ketentuan umum
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 butir 6 (enam) – 10 (sepuluh).
Anak yang memperoleh perlindungan adalah :
6. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secarawajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
7. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisikdan/atau mental sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangannyasecara wajar.
8. Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasanluar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.
9. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungankekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan ataupenetapan pengadilan.
10. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untukdiberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dankesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampumenjamin tumbuh kembang anak secara wajar.
Perlindungan Anak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 2
berasaskan pada Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta prinsip-prinsip dasar yang diatur dalam
Konvensi Hak-hak anak meliputi :
a. nondiskriminasi;b. kepentingan yang terbaik bagi anak;c hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dand. penghargaan terhadap pendapat anak.
52
Berdasarkan pada ketentuan diatas dapat ditelaah lebih dalam, bahwa
perlindungan anak / remaja tersebut merupakan suatu wujud keadilan.
Mengabaikan keadilan pada anak / remaja sama halnya dengan menghancurkan
masa depan bangsa. Perlindungan anak yang dimaksudkan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 mempunyai tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi yang selama ini banyak terjadi kekerasan pada
anak / remaja, agar dapat mewujudkan generasi bangsa Indonesia yang sehat,
berakhlak dan sejahtera.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tidak mengatur mengenai
kenakalan anak / remaja yang melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam
Undang-Undang ini mutlak bahwa anak / remaja tersebut mendapat perlindungan
dari segala macam bentuk kekerasan ataupun kerugian baik fisik dan mental, yang
dapat menghambat keberlangsungan hidup sang anak / remaja tersebut.
Perlindungan anak / remaja ditekankan agar anak tersebut tidak tersesat di
dalam kehidupannya, karena banyak anak / remaja yang dalam kehidupan sehari-
harinya terjebak dalam ganasnya pola perilaku menyimpang. Tereksploitasi dan
menyimpang dari kaidah-kaidah hukum adalah salah satu bentuk bahwa anak /
remaja tersebut tidak mendapatkan perlindungan. Permasalahan ini hendaknya
menjadi permasalahan yang khusus bagi keluarga, masyarakat, dan pemerintah
agar perwujudan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak ini dapat terlaksana
53
dengan baik. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik
bagi anak / remaja yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial,
tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai
Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan
negara Indonesia.
D. Aspek Perlindungan Terhadap Anak / Remaja
Perlindungan terhadap anak / remaja sangatlah diperlukan, hal ini
menyangkut keberlangsungan kehidupan anak / remaja tersebut dimasa yang akan
datang. Anak / remaja sebagai tunas bangsa merupakan generasi penerus dalam
pembangunan bangsa dan negara, sebagai insan yang belum dapat berdiri sendiri,
perlu diadakan usaha peningkatan kesejahteraan dengan memberikan
perlindungan terhadap anak agar anak / remaja tersebut dapat tumbuh dan
berkembang dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial. Kehidupan anak /
remaja yang terlindungi tentunya akan membawa efek positif bagi perkembangan
anak / remaja tersebut, sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang harmonis, dinamis, dan meningkatkan
kesejahteraan kehidupan sosial bagi seluruh anggota masyarakat yang kurang
beruntung, termasuk mereka anak / remaja yang hidupnya terasing dan
terbelakang. Usaha perlindungan anak / remaja ini juga dilakukan dalam rangka
meningkatkan kesadaran serta kemampuan setiap warga negara untuk ikut serta
dalam meningkatkan pembangunan.
54
Aspek perlindungan anak / remaja ini ditujukan kepada anak / remaja yang
bermasalah. Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak memberikan penjelasan atas pengertian anak / remaja adalah
anak yang tidak mempunyai orang tua, wali, dan kerabat lainnya, terlantar, anak /
remaja yang tidak mampu, anak cacat, serta anak / remaja yang bermasalah
dengan hukum. Dengan pembatasan tersebut, tidak berarti bahwa anak yang tidak
termasuk dalam kriteria tersebut tidak berhak untuk memperoleh perlindungan.
Semua anak / remaja adalah sama, tetapi kita harus memperhatikan bahwa
kecenderungan anak / remaja tersebut berperilaku menyimpang adalah sebagai
akibat dari kurangnya perhatian dan perlindungan terhadap mereka.
Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak telah mengatur mengenai
Anak / remaja yang dilindungi. Dijelaskan bahwa : Pemerintah dan lembaga
negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan
perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak
korban perlakuan salah dan penelantaran.
Berdasarkan pada perincian Peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang Perlindungan Anak tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak /
remaja Indonesia wajib dilindungi agar tidak menjadi korban tindakan
55
kepentingan individu atau kelompok, organisasi swasta maupun pemerintah baik
secara langsung dan tidak langsung. Selain menjadi korban dari pihak lain, anak /
remaja tersebut juga ada kemungkinan menjadi korban dari diri sendiri. Situasi
dan kondisi diri sendiri yang mempengaruhi tindakan-tindakan anak / remaja
tersebut berlaku menyimpang dan merugikan, sebagai akibat dari buah perbuatan
orang lain atau kelompok lain.
E. Penanggulangan Kenakalan Anak / Remaja Di Kota Bekasi
Juvenile Delinquency muncul sebagai masalah sosial yang semakin gawat
pada masa modern sekarang, baik yang terdapat di negara-negara dunia ketiga
yang baru merdeka maupun di negara-negara maju yang mempunyai aturan
hukum yang lebih baik. Kejahatan anak / remaja ini erat sekali kaitannya dengan
modernisasi, industrialisasi, urbanisasi, taraf kesejahteraan dan kemakmuran.
Kejahatan adalah suatu kenyataan sosial yang sangat mengganggu
kehidupan manusia dan keberadaannya tidak bisa dihindari, sehingga mau atau
tidak mau kita harus menghadapinya dengan berbagai upaya. Kejahatan
menimbulkan keresahan pada pemerintah dan anggota masyarakat, yang lebih
memprihatinkan adalah kejahatan tersebut timbul karena kenakalan anak / remaja.
Perbuatan-perbuatan yang menimbulkan gangguan terhadap keamanan,
ketentraman dan ketertiban masyarakat dapat berupa ; pencurian, pembunuhan,
penganiayaan, pemerasan, penipuan, penggelapan dan gelandangan, serta
perbuatan-perbuatan menyimpang lainnya yang dilakukan oleh anak / remaja yang
meresahkan masyarakat. Tindakan-tindakan diambil untuk mengurangi dan
56
mencegah timbulnya permasalahan tersebut, banyak dana dan tenaga telah
dikerahkan untuk menanggulangi masalah kejahatan akibat kenakalan anak /
remaja tersebut.
Kota Bekasi sebagai daerah industri dan kota berkembang di kawasan
timur ibukota, terbawa dampak dari berkembang kehidupan gaya metropolitan.
Kejahatan yang dilakukan oleh anak / remaja semakin meningkat. Anak / remaja
mempunyai jiwa yang labil, kecenderungan untuk melakukan kenakalan dan
menjurus pada tindak kejahatan sangatlah mudah terjadi. Tindakan mereka
acapkali menyimpang dari aturan hukum. Fenomena ini menjadi pekerjaan rumah
tersendiri bagi masyarakat, institusi, aparat penegak hukum dan perangkat negara
lainnya di kota bekasi untuk dapat menyelesaikannya.
Tindak delinkuen anak / remaja banyak menimbukan kerugian materiil dan
kesengsaraan batin baik pada subyek pelaku sendiri maupun pada korbannya,
maka masyarakat dan pemerintah dipaksa untuk melakukan tindak-tindak
preventif dan penanggulangan secara kuratif.
Tindakan preventif yang dilakukan antara lain berupa :
1. Meningkatkan kesejahteraan keluarga.2. Perbaikan lingkungan, yaitu daerah slum, kampung-kampung miskin.3. Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki
tingkah-laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka.4. Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja.5. Membentuk badan kesejahteraan anak-anak.6. Mengadakan panti asuhan.7. Mengadakan lembaga reformatif untuk memberikan latihan korektif,
pengoreksian dan asistensi untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan.
8. Membuat badan supervisi dan pengontrol terhadap kegiatan anakdelinkuen, disertai program yang korektif.
9. Mengadakan pengadilan anak.
57
10. Menyusun undang-undang khusus untuk pelanggaran dan kejahatan yangdilakukan oleh anak dan remaja.
11. Mendirikan sekolah bagi anak gembel (miskin).12. Mengadakan rumah tahanan khusus untuk anak dan remaja.13. Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk
membangun kontak manusiawi di antara para remaja delinkuen denganmasyarakat luar. Diskusi tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemahamankita mengenai jenis kesulitan dan gangguan pada diri para remaja.
14. Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreativitas para remajadelinkuen dan yang nondelinkuen. Misalnya berupa latihan vokasional,latihan hidup bermasyarakat, latihan persiapan untuk bertransmigrasi, danlain-lain.27
Selanjutnya tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak delinkuen
antara lain berupa :
1. Menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya kejahatan remaja, baikyang berupa pribadi familial, sosial ekonomis dan kultural.
2. Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tuaangkat/asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembanganjasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja.
3. Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ke tengahlingkungan sosial yang baik.
4. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib danberdisiplin.
5. Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk membiasakan diribekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi.
6. Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihanvokasional untuk mempersiapkan anak remaja delinkuen itu bagi pasarankerja dan hidup di tengah masyarakat.
7. Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatanpembangunan.
8. Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflikemosional dan gangguan kejiwaan lainnya. Memberikan pengobatanmedis dan terapi psikoanalitis bagi mereka yang menderita gangguankejiwaan. 28
Keresahan yang ditimbulkan akibat dari kenakalan anak / remaja tersebut,
menjadi tanggung jawab sepenuhnya anggota masyarakat. Juvenile Delinquency
27 Kartini Kartono, Op. Cit., hal. 95-96.28 Ibid, hal. 96-97.
58
tidak dipandang sebagai masalah yang timbul dan menimpa kelompok umur
tertentu, akan tetapi dinilai sebagai problema sosial yang muncul dari kelompok
kecil sebagai implikasi dari akselerasi perubahan masyarakat secara global.
Norma-norma hukum yang dijadikan salah satu pedoman dalam pergaulan
dan kehidupan bermasyarakat, bertujuan agar perkembangan kehidupan sosial
dapat berjalan dengan stabil dan normal. Sehingga kepentingan-kepentingan
individu yang beraneka ragam di dalam masyarakat dapat diselaraskan satu
dengan lainnya. Norma-norma hukum pada akhirnya akan dapat menyatukan
kepatutan segala bentuk perilaku di dalam masyarakat.
Jika dipikirkan lebih lanjut, nampaknya ada beberapa faktor pendorong
yang menjadikan norma hukum lebih dipatuhi oleh anak remaja, antara lain :
1. Dorongan yang bersifat psikologis/kejiwaan.2. Dorongan untuk memelihara nilai-nilai moral yang luhur di dalam
masyarakat.3. Dorongan dalam upaya untuk memperoleh perlindungan hukum.4. Dorongan untuk menghindari dari sanksi hukum.29
Kesadaran pada hukum dapat menyebabkan anak / remaja tersebut
mengerti dan memahami lebih dalam segala bentuk peraturan, sanksi, dan
larangannya. Para delinkuen hendaknya diarahkan agar lebih taat dan sadar
hukum, kesadaran akan hukum ini tidak akan tumbuh dengan sendirinya, akan
tetapi keadaan tersebut akan berevolusi seiring dengan perkembangan zaman dan
mental anak / remaja itu. Dalam tahapan yang pertama, anak / remaja hendaknya
diberikan pengetahuan yang cukup tentang hukum. Anak / remaja yang telah
terbina dengan baik oleh aturan hukum, akan lebih mengerti hukum, kemudian
29 Sudarsono, Op.Cit., hal. 111.
59
mereka akan menghargainya dan pada akhirnya anak / remaja tersebut mampu
mematuhi hukum dengan sebaik-baiknya. Dalam tingkat yang paling tinggi inilah
anak / remaja telah sanggup berperilaku sesuai dengan norma-norma hukum yang
berlaku.
Anak / remaja yang taat dan menjalani aturan hukum dengan baik, akan
menjauhkan mereka dari segala bentuk kenakalan yang bisa berakibat pada
timbulnya kejahatan. Semakin baik pola perilaku anak / remaja Indonesia, maka
akan semakin cerah pula kehidupan berbangsa dan bernegara menuju
pembangunan yang adil dan merata di masa yang akan datang.
60
BAB IV
DATA DAN ANALISA
Guna melengkapi penulisan hukum yang dilakukan ini, maka dalam bab
ini penulis menyajikan data yang diperoleh selama masa penelitian berhubungan
dengan kenakalan anak / remaja dalam timbulnya kejahatan di kota
Bekasi. Data yang disajikan diperoleh dengan membahas permasalahan dan
melalui analisa kasus yang terjadi serta penyajian dari hasil metode quesioner di
lapangan. Dan kemudian dianalisa, dengan maksud untuk menemukan kebenaran
sesuai dengan hukum yang berlaku..
A. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Anak / Remaja.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan di kota Bekasi yang
bersumber pada data Kepolisisan Polres Metro Kota Bekasi, diperoleh data yang
menjelaskan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya kenakalan anak / remaja
adalah sebagai berikut :
1. Faktor lingkungan tempat dimana para pelaku tinggal. Hal ini dapat
dibuktikan dari data yang diperoleh, bahwa pelaku tindak pidana Muhammad
Ali dan Cipto Triyoko melakukan perbuatan melawan hukum karena
terpengaruh oleh lingkungan tempat tinggalnya. Keadaan lingkungan yang
kumuh, miskin dan terbelakang menyebabkan pelaku terbawa pada perilaku
yang menyimpang.
61
2. Keadaan ekonomi yang berada dibawah standar kelayakan. Faktor ini menjadi
penyebab utama mengapa pelaku melakukan perbuatan melawan hukum.
Keadaan ekonomi yang buruk menjadikan mereka berbuat kebablasan hanya
untuk mengejar uang atau impian yang tidak bisa dicapai, sehingga pelaku
memiliki kecenderungan untuk menghalalkan segala cara meskipun perbuatan
yang dilakukannya melawan hukum.
3. Keluarga yang kurang memperhatikan. Faktor ini menjadi asal mula dari
timbulnya kenakalan anak / remaja tersebut, keluarga yang tidak mengerti
kebutuhan anaknya menyebabkan pelaku bertindak menyimpang. Para pelaku
tindak pidana ini melakukan perbuatan melawan hukum sebagai akibat dari
kurangnya keluarga mereka memperhatikan keinginan sang anak.
B. Sanksi Terhadap Kejahatan Anak / Remaja
Penjatuhan sanksi terhadap timbulnya kejahatan anak / remaja disesuaikan
dengan tindak pidana yang dilakukan. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Pengadilan Negeri Kota Bekasi selama mengadakan penelitian atas kasus-kasus
yang terjadi pada pelaku, terdapat kecenderungan bahwa majelis hakim
menjatuhkan sanksi pidana tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diatur
dalam Perundang-undangan, ada kecenderungan majelis hakim menjatuhkan
putusan lebih ringan dari yang ditetapkan dalam Undang-undang. Dalam hal ini
majelis hakim menjatuhkan putusannya karena memiliki pertimbangan tersendiri
mengapa putusannya lebih ringan. Majelis hakim berpendapat bahwa putusan
lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum atau ketentuan Perundang-
62
undangan adalah karena anak / remaja tersebut dapat dibina, diperbaiki tingkah
lakunya, dihindarkan dari kegoncangan mental akibat hukuman yang dijatuhkan,
dan agar hukuman yang dijatuhkan majelis hakim sekalipun lebih ringan dapat
menjerakan pelaku kejahatan dan mengurangi timbulnya kejahatan anak / remaja
Data penelitian menyebutkan bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan
terhadap pelaku kejahatan anak / remaja, dalam hal ini kepada Muhammad Ali
dan Cipto Triyoko lebih ringan dari sanksi dalam Peraturan Perundang-undangan.
Terdakwa Muhammad Ali alias Ilay bin Mamit, dijatuhi pidana penjara selama 2
(dua) tahun walaupun dalam ketentuan Pasal 85 huruf a UU RI Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika adalah selama 4 (empat) tahun. Sedangkan bagi terdakwa
Cipto Triyoko, dijatuhi pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda
sebesar Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) denda mana jika tidak
dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 10 (sepuluh) hari latihan
kerja. Yang mana disebutkan dalam Pasal 78 Ayat (1) huruf a UU RI Nomor 22
Tahun 1997 adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
C. Usaha-usaha Aparat Penegak Hukum Terhadap Timbulnya Kejahatan
Anak / Remaja.
Dalam menanggulangi timbulnya kejahatan anak / remaja, aparat penegak
hukum di kota bekasi telah melakukan beberapa tindakan yaitu upaya Preventif,
Represif dan Kuratif. Usaha-usaha pencegahan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum dilaksanakan oleh pihak kepolisian dan Pengadilan Negeri kota
63
bekasi. Dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum, Pihak
Kepolisian dan Pengadilan Negeri kota bekasi didasarkan pada ketentuan
Peraturan Perundang-undangan yang ada.
Dalam upayanya untuk menjaga dan melindungi warga masyarakat kota
bekasi dari ancaman kejahatan yang ditimbukan oleh anak / remaja ini, aparat
penegak hukum khususnya Kepolisian Resort Metro bekasi bagian Reskrim telah
mengupayakan cara penanggulangan seperti yang telah dijelaskan di atas. Baik itu
dalam tindakan preventif dan represif. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak
kepolisian adalah dengan cara :
a. Melaksanakan pembinaan dan penyuluhan ke sekolah-sekolah tentang :1. Kenakalan remaja.2. Narkoba.3. Pengetahuan lalu lintas4. Kamtibmas.
b. Melaksanakan operasi penertiban (pemeriksaan tas siswa-siswi) disekolah.
c. Melaksanakan patroli dan sambang pada jam-jam rawan perkelahianpelajar.
d. Pembentukan PKS (Patroli Keamanan Sekolah).30
Pihak Pengadilan Negeri dalam upayanya menanggulangi kejahatan anak
adalah menjatuhkan putusan atas timbulnya perkara pidana yang dilakukan oleh
anak / remaja tersebut. Dalam hal ini majelis hakim menjatuhkan putusan
pengadilan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan meskipun kadangkala
tidak menjatuhkan pidana apapun karena pertimbangan kemanusiaan, dalam
upaya mengembalikan anak / remaja tersebut kembali kejalan yang benar dan
tidak mengulangi lagi perbuatannya.
30 Wawancara dengan Kepala Bagian RESKRIM Polrestro kota bekasi, Oktober 2006.
64
D. Penyajian Kasus Perkara Pidana dan Data Hasil Quesioner
1. Kasus Perkara Pidana Nomor 1065/Pen.Pid/2005/PN.Bks. Di
Pengadilan Negeri Bekasi.
Pengadilan Negeri bekasi dalam sidang pengadilan hari senin, tanggal 21
November 2005 telah memeriksa dan mengadili serta memutus perkara pidana
tanpa hak menggunakan narkotik golongan I, yang dilakukan oleh terdakwa :
Nama lengkap : Muhammad Ali Als Ilay bin Mamit
Tempat lahir : Bekasi
Umur atau tanggal lahir : 19 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jl. Flamboyan Rt 07/07 No.39 Ds. Jatimulya kec.
Tambun Selatan. Bekasi.
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum Bekerja
Dakwaan JPU :
a. Primair Pasal 78 Ayat (1) UU RI No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
b. Subsidair Pasal 85 huruf a UU RI No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Tuntutan JPU :
1. Menyatakan Dakwaan Primair berdasarkan Pasal 78 Ayat (1) huruf a UU
RI Nomor 22 Tahun 1997 tidak terbukti dan tidak dapat dibuktikan.
2. Menyatakan Dakwaan Subsidair berdasarkan Pasal 85 huruf a UU RI
Nomor 22 Tahun 1997 telah terpenuhi dan terbukti secara meyakinkan,
65
yaitu terdakwa tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan I bagi diri sendiri.
3. Menyatakan menghukum terdakwa Muhammad Ali alias Ilay bin Mamit
dengan hukuman penjara selama 2 tahun, dikurangi tahanan sementara.
4. Menyatakan barang bukti Ganja 0,6159 gram dirampas untuk
dimusnahkan.
5. Menghukum terdakwa membayar biaya perkara Rp.1000 (Seribu Rupiah).
Putusan Hakim :
1. Menyatakan terdakwa Muhammad Ali als. ILAY bin Mamit tersebut
diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana : “Tanpa hak menggunakan narkotik golongan I (satu)”.
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana
penjara selama 2 (dua) tahun.
3. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari perkara yang telah dijatuhkan padanya.
4. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan Lembaga
Pemasyarakatan di bekasi.
5. Menetapkan agar barang bukti berupa :
Ganja 0,6159 gram dirampas untuk dimusnahkan.
6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.1000,- (seribu
rupiah).
66
Analisa
Setelah mempelajari kasus perkara pidana “Tanpa hak menggunakan
Narkotika golongan I ( satu )” yang telah diperiksa, dilalui dan diputus oleh
Pengadilan Negeri Bekasi, maka penulis dapat menganalisa data tersebut di atas
sebagai berikut :
1. Terdakwa yang masih berusia 19 (sembilan belas) Tahun, jika berdasarkan
pada aturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak
digolongkan sebagai anak / remaja. Tetapi jika ditinjau dari ketentuan
peraturan perundang-undangan lain yang berlaku (KUH Perdata dan
Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991) dapat digolongkan sebagai anak / remaja.
2. Bahwa penyusun menilai putusan majelis hakim / putusan Pengadilan
tersebut dinilai masih sangat ringan yaitu lamanya masa penahanan yang
pernah dijalani terdakwa itu masih harus dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan. Selain itu penjatuhan pidana penjara selama 2
(dua) tahun dapat penyusun simpulkan terlalu singkat dibandingkan
dengan lamanya hukuman yang ditentukan dalam Pasal 78 ayat (1) huruf
b yakni pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) serta ketentuan dalam
Pasal 85 huruf a UU RI Nomor 22 Tahun 1997 yakni 4 (empat) tahun.
Namun tindakan majelis hakim tersebut juga dihubungkan dengan upaya
penanggulangan bagi timbulnya kenakalan anak / remaja yang berupa cara
preventif dan represif. Bersifat represif karena dengan putusan yang
dijatuhkan tersebut maka sisa hukuman yang harus dijalani oleh terdakwa
67
tidak terlalu lama, sedangkan selama di tingkat penyidik (kepolisian)
terdahulu terdakwa memperoleh penangguhan penahanan, sehingga dalam
masa penangguhan penahanan dan menjalani hukuman itu terdakwa dapat
memperbaiki diri dan bertindak hati-hati agar tidak melakukan /
mengulangi tindak pidana lagi. Bersifat represif karena pengadilan /
majelis hakim tetap menjatuhkan pidana kepada terdakwa meskipun
terdakwa masih dikategorikan sebagai anak / remaja, sehingga terdakwa
dapat memahami bahwa rimi tidak memandang status seseorang dan
memahami bahwa perbuatannya itu dapat diancam dan dijatuhi sanksi
pidana.
3. Bahwa dalam putusan majelis hakim terhadap terdakwa yaitu tetap berada
dalam tahanan dan diserahkan kepada pemerintah. Putusan tersebut dapat
dibenarkan oleh aturan rimi pidana yang diterapkan bagi anak / remaja.
Berdasarkan aturan rimi pidana adalah bahwa si anak / remaja yang
terlibat tindak pidana masih diharapkan untuk dibinan dan dididik oleh
pemerintah agar menjadi manusia yang baik serta membantu pemerintah
dalam hal memerangi peredaran dan penggunaan Narkotika.
4. Bahwa jika ditinjau dari bentuk perbuatannya, maka perbuatan terdakwa
tersebut merupakan perbuatan / tindak pidana dan dapat dikatakan sebagai
kejahatan. Hal ini dapat ditarik berdasarkan tuduhan jaksa penuntut umum
dan putusan majelis hakim yang menyatakan bahwa terdakwa melakukan
perbuatan pidana menggunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri,
68
sebagaimana diatur dalam Pasal 85 huruf a Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika.
2. Kasus Perkara Pidana Nomor 2075/PID.B/2006/PN.Bks. Di
Pengadilan Negeri Bekasi.
Pengadilan Negeri bekasi dalam rimin pengadilan hari Kamis, tanggal
14 Desember 2006 telah memeriksa dan mengadili serta memutus perkara pidana
tanpa hak dan melawan rimi mencoba menyerahkan Narkotika golongan I jenis
ganja, yang dilakukan oleh terdakwa :
Nama lengkap : Cipto Triyoko
Tempat lahir : Purwokerto
Umur atau tanggal lahir : 17 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Kp. Bojong Tua Rt. 002/14, Kel. Jatiwaringin,
Kec. Pondok Gede, Bekasi.
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Dakwaan JPU :
a. Primair Pasal 83 UU RI No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
b. Subsidair Pasal 78 Ayat (1) UU RI No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
69
Tuntutan JPU :
1. Menyatakan terdakwa Cipto Triyoko telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak dan melawan
rimi mencoba menyerahkan Narkotika Golongan I” sebagaimana diatur
dan diancam Pidana dalam Pasal 83 UU RI Nomor 22 Tahun 1997.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1
(satu) tahun dikurangi selama dalam tahanan. Denda : Rp. 500.000,-
Subsider : 15 hari latihan kerja.
3. Menetapkan barang bukti berupa daun ganja kering sebanyak 0,3850 (nol
koma tiga ribu delapan ratus lima puluh) gram dirampas untuk
dimusnahkan.
4. Menetapkan supaya terdakwa tetap ditahan dan membebankan terdakwa
untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,-
Putusan Hakim :
1. Menyatakan terdakwa Cipto Triyoko tersebut diatas telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : “Tanpa hak dan
melawan rimi mencoba menyerahkan Narkotik golongan I (satu) jenis
ganja”.
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana
penjara selama 8 ( delapan ) bulan dan denda sebesar Rp.250.000,- ( dua
ratus lima puluh ribu rupiah ). Denda mana jika tidak dibayar harus diganti
dengan pidana kurungan selama : 10 ( sepuluh ) hari latihan kerja.
70
3. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari perkara yang telah dijatuhkan padanya.
4. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan Lembaga
Pemasyarakatan di bekasi.
5. Menetapkan agar barang bukti berupa :
Daun ganja kering sebanyak 0,3850 ( nol koma tiga ribu delapan ratus
lima puluh ) gram dirampas untuk dimusnahkan.
6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.1000,- (seribu
rupiah).
Analisa
Setelah mempelajari kasus perkara pidana kedua “ Tanpa hak dan
melawan rimi mencoba menyerahkan Narkotika golongan I ( satu ) jenis ganja”
yang telah diperiksa, dilalui dan diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri
kota Bekasi, maka penulis dapat menganalisa data tersebut di atas sebagai berikut:
1. Bahwa terdakwa yang masih berusia 17 ( tujuh belas ) Tahun, jika
dihubungkan dengan riminal secara biologis maupun yuridis ( menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, KUH
Perdata, Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 dan UU Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak ) dapat digolongkan sebagai anak / remaja.
2. Bahwa penyusun menilai putusan majelis hakim / putusan Pengadilan Negeri
Bekasi tersebut dinilai masih teramat ringan yaitu lamanya masa penahanan
yang pernah dijalani terdakwa itu masih harus dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan. Selain itu penjatuhan pidana selama 8 ( delapan )
71
bulan penjara disertai dengan denda sebesar Rp.250.000,- ( dua ratus lima
puluh ribu rupiah ), denda mana jika tidak dibayar harus diganti dengan pidana
kurungan selama 10 ( sepuluh ) hari latihan kerja dapat penulis simpulkan
masih terlalu ringan, meskipun terdakwa hanya mencoba untuk menyerahkan
Narkotika golongan I ( satu ) jenis ganja riminal r dengan lamanya
hukuman yang ditentukan dalam Pasal 78 ayat 1 ( satu ) huruf b yakni pidana
penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan denda paling banyak Rp.
500.000.000,- ( lima ratus juta rupiah ). Namun tindakan majelis hakim
tersebut dapat penyusun analisa sebagai bentuk upaya penanggulangan
timbulnya kenakalan anak / remaja dengan cara preventif dan represif. Selain
itu agar terdakwa memahami bahwa perbuatannya melawan rimi dan
menimbulkan efek jera untuk tidak mengulanginya kembali.
3. Bahwa putusan majelis hakim terhadap terdakwa agar tetap berada dalam
tahanan dan diserahkan kepada pemerintah. Putusan tersebut dapat dibenarkan
oleh aturan rimi pidana yang diterapkan bagi anak / remaja. Berdasarkan
pada aturan rimi pidana adalah bahwa anak / remaja tersebut yang terlibat
dalam tindak pidana diharapkan untuk dibina dan dididik oleh pemerintah agar
dapat menjadi manusia yang baik serta membantu pemerintah dalam hal
mengurangi kenakalan anak / remaja pada umumnya dan memerangi
peredaran serta penggunaan narkotika pada khususnya.
4. Bahwa jika ditinjau dari bentuk perbuatannya, maka perbuatan terdakwa
tersebut merupakan perbuatan / tindak pidana. Hal ini dapat ditarik
berdasarkan tuduhan jaksa penuntut umum dan putusan majelis hakim yang
72
menyatakan bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan pidana tanpa hak
dan melawan rimi mencoba menyerahkan Narkotika golongan I ( satu )
sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika.
3. Hasil Penelitian Menggunakan Metode Quesioner.
Kenakalan anak / remaja dalam studi masalah rimin dapat dikategorikan
ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah
rimin terjadi karena penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan rimin
ataupun dari nilai dan norma rimin yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat
dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya rimin
rimin dan penegakan rimi positif.
Metode yang digunakan dalam penulisan rimi ini adalah menggunakan
metode riminal r, yaitu memperoleh sample secara acak dengan memberikan
daftar pertanyaan dan isian kepada narasumber. Pemilihan metode ini karena
penelitian yang dilakukan ingin mempelajari dan mengetahui masalah-masalah
rimin dalam suatu masyarakat, yang dalam kenyataannya tidak terbuka secara
umum. Juga memperoleh fenomena dari kejadian yang ada.
Cara pemilihan rimin yang dilakukan adalah dengan memilih responden
yang berstatus anak / remaja. Responden dalam penelitian ini ditentukan bagi
mereka yang berusia antara 13 tahun-19 tahun. Mengingat pengertian anak /
remaja dalam Peraturan Perundang-undangan (KUH Perdata) adalah mereka yang
belum berumur 21 tahun dan belum menikah. Dengan pertimbangan pada usia
73
tersebut, terdapat berbagai masalah dan krisis diantaranya ; krisis identitas,
kecanduan narkotik, kenakalan, tidak dapat menyesuaikan diri di sekolah ataupun
lingkungannya, konflik mental dan terlibat kejahatan.
a. Bentuk Kenakalan Yang Dilakukan Oleh Responden
Berdasarkan data yang penulis peroleh di lapangan dengan cara
mengajukan daftar pertanyaan (Quesioner) kepada narasumber, dapat disajikan
hasil penelitian tentang kenakalan anak atau remaja sebagai salah satu perbuatan
yang menyimpang dan cenderung menimbulkan kejahatan dengan keberfungsian
rimin di Kota Bekasi. Adapun ukuran yang dipergunakan penulis untuk
mengetahui kenakalan anak atau remaja seperti yang disebutkan dalam skripsi ini,
yaitu : (1) Kenakalan Biasa, (2) Kenakalan yang menjurus pada tindak riminal,
dan (3) Kenakalan Khusus yang pengaturannya terdapat dalam Hukum Pidana
Khusus. Responden dalam penelitian menggunakan metode Quesioner ini
berjumlah 50 orang, dengan jenis kelamin laki-laki 30 responden, dan perempuan
20 responden. Mereka berusia antara 13 tahun – 19 tahun. Terbanyak adalah
mereka yang berumur 16 tahun – 18 tahun.
Tabel 1.Bentuk Kenakalan Anak / Remaja Yang Dilakukan Responden(n=50)
No. Bentuk Kenakalan / Kejahatan X % Y %
1 Berbohong 50 100 0 0
2 Pergi dari rumah tanpa pamit 46 92 4 8
3 Keluyuran 49 98 1 2
4 Begadang 49 98 1 2
5 Membolos sekolah 45 90 5 10
6 Berkelahi dengan teman 47 94 3 6
7 Berkelahi antar sekolah 19 38 31 62
74
8 Buang sampah sembarangan 50 100 0 0
9 Membaca buku porno 37 74 13 26
10 Melihat gambar porno 47 94 3 6
11 Menonton film porno 46 92 4 8
12 Mengendarai kendaraan tanpa SIM 46 92 4 8
13 Kebut-kebutan 39 78 11 22
14 Minum-minuman keras 28 56 22 44
15 Kumpul kebo 12 24 38 76
16 Hubungan sex pra-nikah 10 20 40 80
17 Mencuri 28 56 22 44
18 Mencopet 10 20 40 80
19 Menodong 12 24 38 76
20 Menggugurkan kandungan 4 8 46 92
21 Memperkosa 3 6 47 94
22 Berjudi 34 68 16 32
23 Menyalahgunakan narkotika / psikotropika 20 40 30 60
24 Membunuh 2 4 48 96
25 Money Laundering 3 6 47 94
26 Cyber crime 3 6 47 94
Keterangan :n : Jumlah respondenX : Jumlah responden yang melakukan bentuk kenakalanY : Jumlah responden yang tidak melakukan bentuk kenakalanSumber : Data Quesioner Anak / Remaja Kota Bekasi, 2006
Dengan tabel diatas dijelaskan bahwa seluruh responden pernah
melakukan kenakalan, terutama pada tingkat kenakalan biasa seperti berbohong,
pergi keluar rumah tanpa pamit kepada orang tuanya, keluyuran, begadang,
membolos sekolah dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat kenakalan yang
menjurus pada timbulnya tindak kriminal seperti mengendarai kendaraan tanpa
SIM, kebut-kebutan, minum-minuman keras, mencuri, juga cukup banyak
dilakukan oleh responden. Bahkan pada kenakalan khusus pun banyak pula
dilakukan oleh responden dalam penelitian ini. Diantaranya adalah hubungan sex
pra-nikah, menggugurkan kandungan, memperkosa, menyalahgunakan narkotika,
hingga timbulnya kejahatan khusus seperti money laundering dan cyber crime
meskipun bentuk kenakalan ini persentasenya sangat kecil. Keadaan yang
75
memperparah lingkungan sosial dimana responden tinggal adalah terdapat
beberapa diantara responden yang melakukan hubungan sex pra-nikah dan
kumpul kebo. Keadaan yang demikian cukup mengkhawatirkan jika tidak segera
ditanggulangi, ada kemungkinan dapat membahayakan baik bagi pelaku, keluarga,
maupun lingkungan sosial dimana anak atau remaja tersebut bertempat tinggal.
Karena hal tersebut dapat menimbulkan masalah sosial di kemudian hari yang
semakin kompleks, semisal timbulnya sex bebas.
a.1. Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan
Salah satu hubungan variabel yang disajikan dalam penelitian ini adalah
hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan anak atau remaja yang
menimbulkan kejahatan. Hal ini untuk mengetahui apakah anak atau remaja laki-
laki lebih nakal daripada anak atau remaja perempuan atau probalitasnya adalah
sama. Berdasarkan tabel hubungan diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan bentuk kenakalan (n=50)
No. Bentuk Kenakalan / Kejahatan Jenis Kelamin
Laki-laki % Perempuan %
1 Berbohong 30 60 20 40
2 Pergi dari rumah tanpa pamit 27 54 19 38
3 Keluyuran 30 60 19 38
4 Begadang 30 60 19 38
5 Membolos sekolah 29 58 16 32
6 Berkelahi dengan teman 28 56 19 38
7 Berkelahi antar sekolah 16 32 3 6
8 Buang sampah sembarangan 30 60 20 40
9 Membaca buku porno 23 46 14 28
10 Melihat gambar porno 29 58 18 36
11 Menonton film porno 29 58 17 34
12 Mengendarai kendaraan tanpa SIM 29 58 17 34
76
13 Kebut-kebutan 25 50 14 28
14 Minum-minuman keras 22 44 6 12
15 Kumpul kebo 9 18 3 6
16 Hubungan sex pra-nikah 7 14 3 6
17 Mencuri 19 38 9 18
18 Mencopet 6 12 4 8
19 Menodong 9 18 3 6
20 Menggugurkan kandungan 3 6 1 2
21 Memperkosa 3 6 0 0
22 Berjudi 26 52 8 16
23 Menyalahgunakan narkotika / psikotropika 15 30 5 10
24 Membunuh 2 4 0 0
25 Money Laundering 2 4 1 2
26 Cyber crime 3 6 0 0
Sumber : Data Quesioner Anak / Remaja Kota Bekasi, 2006
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat ditarik
kesimpulan bahwa anak atau remaja laki-laki lebih cenderung melakukan
perbuatan kenakalan dibanding dengan anak atau remaja perempuan. Dengan
demikian maka anak atau remaja laki-laki memiliki kecenderungan untuk
melakukan kenakalan yang menjurus pada kejahatan lebih dibandingkan dengan
anak atau remaja perempuan.
b.1. Hubungan antara pekerjaan responden dengan tingkat kenakalan.
Berdasarkan data yang diperoleh, pekerjaan responden adalah pelajar.
Masing-masing terdiri atas pelajar SLTP, SLTA/SMU, SMK dan Mahasiswa.
Tabel 3. Pekerjaan responden dengan Tingkat kenakalan (n=50)
No Tingkat Pendidikan n %
1 SLTP 1 2
2 SLTA / SMU 40 80
3 SMK 6 12
4 Mahasiswa 3 6
50 100
Sumber : Data Primer
77
Data diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkatan pendidikan
tidak menjamin bahwa anak atau remaja tersebut tidak akan melakukan kenakalan
(Mahasiswa 6%). Faktor yang kuat menyebabkan terjadinya delinquency yaitu
karena adanya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik, untuk kegiatan
positif, dan adanya pengaruh buruk dalam sosialisasi dengan teman bermainnya
atau faktor lingkungan sosial yang sangat besar pengaruhnya. Hal ini dapat
dikaitkan dengan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan data dari pihak
Kepolisian Metro Bekasi.
c.1. Hubungan antara keberfungsian sosial keluarga dengan tingkat kenakalan.
Keberfungsian sosial keluarga merupakan pendorong terjadi timbulnya
kenakalan anak atau remaja. Dalam hal ini diuraikan mengenai bagaimanakah
suatu lingkungan sosial keluarga berperan penting dalam melaksanakan fungsi
kehidupan, peranan dan tugasnya serta peranannya dalam membina anak atau
remaja memenuhi kebutuhannya.
c.1.1 Hubungan antara pekerjaan orang tua anak / remaja dengan tingkat
kenakalan.
Untuk mengetahui apakah kenakalan anak atau remaja juga ada
hubungannya dengan pekerjaan orang tuanya, dalam arti tingkat pemenuhan
kebutuhan hidup sang anak atau remaja tersebut. Karena pekerjaan orang tua
dapat dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna memenuhi kebutuhan
keluarganya. Hal ini perlu untuk diketahui karena dalam keberfungsian sosial,
78
salah satunya adalah mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Berdasarkan dari
data yang penulis peroleh selama mengadakan penelitian ini, diperoleh data
berdasarkan pekerjaan orang tuanya adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Pekerjaan Orang tua dengan Tingkat kenakalan (n=50)
No Pekerjaan Orang Tua n %
1 Pegawai Negeri Sipil 21 42
2 Wiraswasta 19 38
3 Pensiunan 5 10
4 Karyawan 3 6
5 Pegawai Swasta 1 2
6 Buruh Pabrik 1 2
50 100
Keterangan :n : Jumlah Pekerjaan Orang tua respondenSumber : Data Primer
Dari korelasi diatas diketahui bahwa kecenderungan anak atau remaja
yang orang tuanya bekerja sebagai pegawai negeri sipil lebih cenderung
melakukan kenakalan bila dibandingkan dengan anak atau remaja yang orang
tuanya bekerja sebagai wiraswasta, pensiunan, karyawan, pegawai swasta dan
buruh. Hal ini berarti pekerjaan orang tua anak atau remaja tersebut, berhubungan
dengan tingkat kenakalan yang dilakukan oleh anak atau remaja tersebut. Keadaan
yang demikian karena kemungkinan bagi orang tua yang bekerja sebagai pegawai
negeri sipil, lebih memperhatikan anaknya untuk mencapai masa depan yang
lebih baik. Tetapi kesibukannya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya, membuat berkurangnya perhatian pada anak atau remaja tersebut.
Kurangnya penanaman moral dan nilai-nilai sosial kepada anaknya, menyebabkan
anak atau remaja lebih terfokus pada kelompoknya yang kurang mengarahkan
pada kehidupan normatif, sehingga besar kemungkinan terjadinya delinquency.
79
c.1.2. Hubungan antara keutuhan keluarga dengan tingkat kenakalan.
Keutuhan keluarga seorang anak atau remaja dapat berpengaruh terhadap
sifat dan kelakuan anak atau remaja dalam timbulnya kenakalan. Dalam arti yang
sempit, kenakalan anak atau remaja tersebut berasal dari keluarga yang tidak utuh,
baik dilihat dari struktur keluarga maupun dalam interaksinya di lingkungan
keluarga.
Tabel 5. Keutuhan Keluarga dengan Tingkat Kenakalan (n-50)
No Keutuhan Keluarga n %
1 Harmonis & Utuh 41 82
2 Harmonis & Tidak Utuh 9 18
50 100
Keterangan :n : Jumlah bentuk keutuhan keluarga respondenSumber : Data Primer
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ternyata keutuhan suatu
lingkungan keluarga tidak menjamin bagi anak atau remaja untuk tidak
melakukan kenakalan.
c.1.3. Hubungan antara kehidupan beragama keluarganya dengan tingkat
kenakalan.
Kehidupan beragama keluarga juga dapat dijadikan salah satu ukuran
untuk melihat keberfungsian sosial suatu keluarga. Sebab dalam konsep
keberfungsian sosial juga dilihat dari segi kerohanian. Keluarga yang menjalankan
kewajiban-kewajiban agama dengan baik, berarti mereka menanamkan nilai-nilai
dan norma yang baik. Secara teoritis bagi keluarga yang menjalankan kewajiban
beragama dengan baik, maka anak-anaknya pun akan melakukan hal-hal yang
80
baik sesuai dengan norma agama. Berdasarkan data yang diperoleh dalam
penelitian ini, adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Kehidupan beragama keluarga dengan tingkat kenakalan (n=50)
No Kehidupan Beragama Keluarga n %
1 Keluarga Taat Beragama 38 76
2 Keluarga Kurang & Tidak Taat Beragama 12 24
50 100
Keterangan :n : Jumlah bentuk kehidupan beragama keluarga respondenSumber : Data Primer
Dengan demikian kenakalan tidak hanya timbul begitu saja karena
keluarga yang kurang dan tidak taat beragama. Dari data yang diperoleh
menunjukkan bahwa timbulnya kenakalan, terbanyak berasal dari keluarga yang
taat beragama. Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya memberikan
pendidikan kepada anak atau remaja tersebut. Ada kemungkinan besar bahwa
keluarga tersebut taat menjalankan kewajiban beragama, tetapi anak atau
remajanya tidak menjalankan.
c.1.4. Hubungan antara sikap orang tua dalam pendidikan anak dengan tingkat
kenakalan.
Salah satu sebab kenakalan anak atau remaja dalam timbulnya kejahatan
adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Hubungan antara sikap orang tua
dengan pendidikan anak sangat berperan.
Tabel 7. Sikap Orang tua dalam Pendidikan anak (n=50)
No Sikap Orang Tua dalam Pendidikan Anak n %
1 Otoriter 16 32
2 Over Protection 16 32
3 Kurang Memperhatikan 14 28
81
4 Tidak Memperhatikan sama sekali 4 8
50 100Keterangan :n : Jumlah hubungan sikap orang tua responden dalam pendidikan anakSumber : Data Primer
Dari data peneltian dapat disimpulkan bahwa sikap orang tua yang otoriter
dan over protection, menyebabkan terjadinya kenakalan anak atau remaja. Sikap
orang tua yang kurang memperhatikan kehidupan anak atau remaja juga perlu
dipertimbangkan, karena apabila orang tua kurang memberi perhatian kepada
anak-anaknya, ada kemungkinan sang anak atau remaja tersebut semakin
terjerumus melakukan delinquency.
c.1.5. Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya terhadap tingkat
kenakalan.
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau
tidak mau harus berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Adapun yang
diharapkan dari hubungan antara keluarga dengan masyarakat adalah terciptanya
keserasian, karena keserasian akan menciptakan kenyamanan dan ketentraman.
Apabila hal tersebut tidak dapat diciptakan, maka proses sosialisasi anak atau
remaja juga tidak dapat berjalan dengan baik dan sebaliknya. Dari data
dilapangan, diperoleh hasil :
Tabel 8. Hubungan Interaksi keluarga dengan Lingkungan terhadap tingkat
kenakalan (n=50)
No Hubungan Interaksi keluarga dengan Lingkungan n %
1 Serasi dengan Lingkungan 35 70
2 Kurang serasi dengan Lingkungan 12 24
3 Tidak serasi dengan Lingkungan 3 6
50 100
82
Keterangan :n : Jumlah bentuk interaksi keluarga responden dengan lingkunganSumber : Data Primer
Dari data diperoleh, bahwa timbulnya kenakalan anak atau remaja lebih
banyak berasal dari keluarga yang serasi dengan lingkungan sosialnya. Hasil ini
lebih banyak daripada keluarga yang kurang serasi dan keluarga yang tidak serasi.
Analisa
Berdasarkan dari data yang penulis dapatkan dilapangan, dapat diambil
kesimpulan bahwa timbulnya kenakalan anak atau remaja yang menimbulkan
kejahatan disebabkan karena banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan
dengan baik dan positif oleh anak atau remaja tersebut. Dilain itu faktor keluarga
dan lingkungan juga sangat berpengaruh besar dalam timbulnya kenakalan.
Keluarga yang harmonis dan utuh, belum tentu menjamin bahwa anak atau remaja
tidak akan terjerumus dalam kenakalan, begitu pula dengan keluarga yang taat
menjalankan kewajiban beragama. Meskipun keluarganya adalah keluarga yang
taat beragama, bila anaknya memang memiliki mental yang bobrok sekalipun
akan sangat berat menjauhkan anak atau remaja tersebut dari kenakalan.
Berdasarkan kenyataan yang ada, maka untuk memperkecil tingkat
kenakalan anak atau remaja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yaitu
dengan meningkatkan fungsi sosial keluarga terhadap anak-anaknya melalui
pembinaan yang baik, memberikan perhatian yang adil dan seimbang dengan
kebutuhan anak, penanaman pendidikan agama yang baik, dan meningkatkan
budaya sadar hukum dalam lingkungan keluarga. Dalam hubungannya dengan
83
masyarakat, melalui peningkatan program-program sosial yang berorientasi pada
keluarga dan pembangunan sosial masyarakat. Di samping itu untuk memperkecil
penyimpangan anak atau remaja, diperlukan banyak kegiatan positif dalam
mengisi waktu luang dan pengadaan program-program peningkatan sumber daya
manusia.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keseluruhan uraian mengenai “Penanggulangan Kenakalan Anak /
Remaja Dalam Timbulnya Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Anak / Remaja Di
Kota Bekasi”. Sebagaimana telah dituangkan dalam Bab I sampai dengan Bab IV
penulisan hukum ini, maka pada Bab V sebagai bagian penutup ini akan diuraikan
beberapa kesimpulan dan saran dari penyusun.
Bahwa kenakalan anak / remaja yang semakin waktu semakin
menimbulkan kecemasaan dan sudah melampaui batas-batas kewajaran, maka
dalam hal ini diperlukan upaya-upaya penanggulangannya.
Adapun dari hasil penelitian dan uraian yang telah dijabarkan dalam Bab-
bab terdahulu, dapat penyusun mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kenakalan anak / remaja tersebut timbul sebagai bentuk perilaku
menyimpang yang banyak disebabkan karena faktor pendidikan yang
buruk, lingkungan yang tidak mendukung anak / remaja tersebut untuk
menjadi manusia yang baik, keluarga tidak harmonis yang tidak
memperhatikan segala bentuk kebutuhan sang anak / remaja, peraturan
yang terlalu mengikat dan mengekang sehingga anak / remaja tersebut
melanggarnya, dan keadaan jiwa atau psikologis anak / remaja tersebut
yang memiliki kecenderungan bertindak diluar batas-batas kewajaran serta
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
85
2. Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku kejahatan anak / remaja
adalah sanksi yang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku. Ketentuan hukum yang sesuai dengan kenakalan anak / remaja
adalah pada Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam Pasal
ini anak yang melakukan kejahatan dapat dikembalikan kepada orang
tuanya, diserahkan kepada pemerintah, dan Anak tersebut dapat dijatuhi
Pidana. Selain dalam KUHP aturan lainnya juga ditetapkan dalam UU RI
Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Dalam UU RI Nomor 3
tahun 1997 tersebut dijabarkan bahwa, terhadap anak yang melakukan
kenakalan dapat dijatuhkan Pidana pokok dan Pidana tambahan serta
tindakan yang ditentukan dalam UU RI Nomor 3 tahun 1997 tentang
Peradilan Anak
3. Dalam upaya menanggulangi berbagai macam kenakalan anak / remaja
tersebut, diperlukan usaha-usaha preventif, kuratif dan represif untuk
mengurangi dan mencegah terjadinya kejahatan sebagai akibat dari
timbulnya kenakalan anak / remaja. Tindakan preventif dalam hal ini
adalah dengan cara : meningkatkan kesejahteraan keluarga, menciptakan
keadaan lingkungan yang baik, mengadakan sosialisasi mengenai hukum
dan segala bentuk kenakalan yang melanggar hukum, menyelenggarakan
peradilan bagi anak / remaja yang terlibat dalam kejahatan, menyediakan
rumah tahanan atau tempat rehabilitasi bagi anak / remaja delinkuen, dan
mendirikan fasilitas-fasilitas umum yang baik untuk memungkinkan anak /
remaja tersebut selalu bersifat positif. Tindakan kuratif dengan melalui
86
upaya-upaya : menghilangkan semua sebab-sebab timbulnya kejahatan
akibat kenakalan anak / remaja tersebut, menggiatkan kegiatan-kegiatan
yang bersifat positif bagi anak / remaja, dan mengadakan lembaga
konsultasi bagi anak / remaja dalam meringankan serta memecahkan
segala bentuk permasalahan yang dihadapi anak / remaja tersebut.
Tindakan represif yang berupa menindak dengan tegas dan sesuai dengan
peraturan hukum yang berlaku terhadap anak / remaja yang melakukan
perbuatan melawan hukum.
B. Saran
Kenakalan seorang anak / remaja yang dapat menimbulkan kejahatan
harus segera dibenahi dan diperbaiki, terlebih jika kenakalan itu bukanlah proses
mereka untuk mencapai tahap pendewasaan diri. Namun, sekalipun menjadi
bagian dari proses psikologisnya, perbuatan kenakalan anak / remaja tersebut tetap
harus dibatasi agar tidak menjadi kebiasaan dan bersifat permanent dalam diri
mereka.
Mengabaikan keadaan anak / remaja yang berlaku menyimpang ini dan
membiarkannya berkembang, akan menyebabkan timbulnya akhlak yang buruk,
gangguan psikologis, dan berbagai dampak negatif lainnya yang bersifat kejiwaan.
Tentunya anak / remaja yang rusak dalam jiwanya akan dapat merugikan bangsa
dan negara Indonesia. Anak / remaja adalah sesuatu yang harus dilindungi dengan
baik, keselamatan jiwa mereka teramat bergantung pada keadaan sekitarnya yang
sehat dan mendukung.
87
Agar penyelesaian permasalahan kenakalan anak / remaja yang berpotensi
menimbulkan kejahatan lebih optimal dan tercapai dalam tingkat keberhasilannya,
maka penulis sekiranya dapat menyampaikan saran-saran :
1. Pengenalan terhadap hukum dan norma-norma yang berlaku secara umum
dalam lingkungan keluarga, sehingga dapat mendidik anak / remaja
berlaku baik dan memiliki kedisiplinan khususnya pada diri anak / remaja
tersebut.
2. Menciptakan kondisi lingkungan tempat tinggal yang sehat, memberikan
pengawasan dan bimbingan baik di bidang sosial maupun di bidang
rohani.
3. Pemerintah dan aparat penegak hukum yang berwibawa, menegakkan
hukum sesuai dengan peraturan yang menyangkut permasalahan mengenai
anak seperti yang diatur dalam KUHP Pasal 45, 46 dan 47. Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
4. Bagi bangsa dan negara Indonesia diharapkan menyelesaikan
permasalahan kenakalan anak / remaja dengan bijaksana, karena anak /
remaja Indonesia adalah asset berharga yang nilainya pun tidak dapat
disamai dengan seribu gunung emas.