Transcript

Pikiran Rakyato Senin o Selasa o Rabu • Kamis 0 Jumat

2 317 18 19

OJan OPeb

45620 21

o Mar OApr

7 8 9 10 1122 23 24 25 26--~~--~~--~~----~----oMe; 0 Jun 0 Jul 0 Ags

Dicari, Kampus~Pe'KciAksesibilitasK ETERBATASAN fisik seseorang

ternyata bukan penghalang untukmendapatkan pendidikan yang lebih

baik. Rekan-rekan penyandang eaeat yangmemiliki tekad untuk melanjutkan pendidikansampai ke bangku perkuliahan rela bersusahpayah menyesuaikan diri dengan berbagai fasi-litas yang ada. Padahal, fasilitas yang terdapatdi kampus tidak diperuntukkan khusus bagimereka yang memiliki keterbatasan.

Jumlah mahasiswa yang memiliki keter-batasan fisik di suatu universitas mungkin tidakbanyak. Akan tetapi, jumlah mereka yangsedikit, harusnya bukan menjadi kendala bagipihak kampus untuk menyediakan aksesibilitasbagi mereka. Tepat pada Hari InternasionalPenyandang Caeat (3/12), puluhan mahasiswajurusan Pendidikan Luar Biasa UniversitasPendidikan Indonesia (UP!) mengadakan un-juk rasa, menuntut agar pemerintah mem-berikan fasilitas khusus bagi penyandang eaeatagar mereka mudah melakukan berbagaikegiatan.

Isu yang mereka angkat pun masih samadengan tahun-tahun sebelumnya, yakni aksesi-bilitas untuk para periyandang eaeat. Koordina-tor aksi, Listia Anggraeni mengatakan, selainkurangnya akses, diskriminasi pun masih di-rasakan para penyandang eaeat. "Buktinyaakses bagi penyandang eaeat di gedung peme-rintahan, kampus, dan mal, masih belummemadai," katanya.

Tidak hanya aksesibilitas, sampai saat ini ke-sempatan untuk para penyandang eaeat dalammeneruskan pendidikan pun masih langka.Seperti yang dikutip dari Kantor Berita Antara,Listia menambahkan, aturan yang ada mem-persulit para penyandang eaeat ini untuk ber-saing. Billy Birlan Purnama, alumnus STISIBandung yang memiliki keterbatasan dalamberbicara dan mendengar (tunarungu) pernahmenemukan hal ini di kampusnya dulu. "Sete-lah saya diterima jadi mahasiswa di kampus ini,saya pernah melihat brosur penerimaan maha-siswa baru yang melarang penyandang tu-narungu kuliah di sini. Lalu, ada senior sayayang kebetulan tunarungu mengajukan proteskepada pimpinan kampus," ueap Billyyangditemui di SLB Cieendo, Rabu (15/12). .

Selain aksesibilitas yang kurang memadai,Listia menambahkan, masyarakat pun tidakmemberikan peluang bagi para penyandang ea-cat untuk bisa memaksimalkan potensi yangada pada mereka. "Seperti di Kampus UPI Ban-dung, walaupun membuka Jurusan PendidikanLuar Biasa, tetapi aksesibilitas bagi mahasiswapenyandang eaeatnya masih minim dan mem-

prihatinkan. Tidak adajalur khusus ba-gi mereka. Padahal, kampusnya banyakjalan berkelok dan gedung perkuliahanbertingkat," ujarnya.

Yang disebut Listia di atas diakui pu-la oleh Ipan Hidayatullah, alumnusUPI Jurusan Pendidikan Sejarah 2008."Ketika saya masih kuliah dan sampaisekarang ini, fasilitas di UPI untukpenyandang eaeat sangat minim. Con-tohnya tangga, jalan masuk ke perpus-takaan, dan jalan yang masih berkelokdan berundak-undak, Masih banyak ,kekuranganlah. Ironisnya, UPI itumemilikijurusan pendidikan luar bia-sa, seharusnya mereka sangat pahamdengan keberadaan fasilitas untukpenyandang eacat," ueap Ipan yangmemiliki keterbatasan dalam pengli-hatan (tunanetra).

Ipan yang sekarang telah bekerja se-bagai guru di SMPN 2 Wado,Sumedang ini juga turut prihatin ter-hadap minimnya akses bagi teman-te-

,mail penyandang eaeat. "Sederhana saja, UPIyang dianggap sebagai pereontohan, kon-tribusinya terhadap penyandang eaeat masihkurang, apalagi di universitas lain," katanya.Sebetulnya fasilitas untuk para penyandang ea-eat di UPI sekarang ini sedang dalam tahappembenahan dan pembangunan. "Pada prin-sipnya, UPI sudah berusaha memberi akses ba-gi para penyandang eaeat. Pada semua gedungbaru disediakan lift dengan tulisan braille.Jalan sedang ditata, walaupun belum sepertiyang diharapkan," ujar Suwatno, Humas UPIyang dihubungi melalui telefon selulernya. Se-lain itu, menurut Suwatno, UPI sekarang telahmemiliki pusat layanan untuk penyandang tu-nanetra yang bisa digunakan mahasiswa tu-nanetra dari manapun.

"Saat melegalisasi ijazah, saya melihat digedung baru lift sudah mulai ada. Tangga puntidak terlalu tinggi dan ada trapnya. Akantetapi, belum ada panduan untuk kami(penyandang tunanetra) menaiki tangga terse-but," kata Ipan. Ketersediaan buku-buku brailledi Perpustakaan UPI pun sangat minim."Malah, hampir tidak ada buku-buku untukpenyandang tunanetra. Saya kebanyakan diba-cakan oleh orang lain, atau memakai komputerdan internet sendiri. Hal-hal inilah yang masihkurang diperhatikan. Padahal, saya ada ren-cana untuk melanjutkan kuliah S-2 di UPI,"katanya lagi.

Billymempunyai eerita lain. Saat kuliah diJurusan Desain Komunikasi Visual STISI, Ban-

Kliping Humas Unpad 2010

dung. dia termasuk rajin menyambangi dosensetelah perkuliahan selesai. "Kalau di kelas,saya hanya bisa memperhatikan, tidak banyakbertanya. Akan tetapi, setelah dosen selesaimengajar, saya biasanya menghampiri dosentersebut dan mencoba berkomunikasi. Un-tungnya, dosen-dosen banyak mengerti, hinggasaya akhirnya diberi bahan untuk difotokopi,lalu dipelajari sendiri," kata Billyyang sekarangbekerja sebagai tenaga honorer di Bidang Pen-didikan Luar Biasa Dinas Pendidikan ProvinsiJawaBarat.

Aksesibilitas bagi para penyandang cacat me-mang mutlak disediakan oleh para penyediafasilitas publik, termasuk kampus. Unpad me-mang belum memiliki aksesibilitas memadaiuntuk penyandang cacat, salah satu alasannyaadalah jurusan yang terdapat di Unpad memili-ki syarat dan aturan tertentu. "Meskipundemikian, ke depannya·karni akan berusahauntuk menyediakan fasilitas untuk parapenyandang cacat, apalagi jika ingin mengikutistandar internasional. Beberapajurusan di Un-pad juga kan, ada yang memiliki kualifikasiseperti tidak memiliki keterbatasan fisik dalampenglihatan," kata Weny Widyowati, HumasUnpad.

Untuk beberapa penyandang cacat, terbatas-nya fasilitas untuk mereka terkadangjadi moti-vasi untuk tambah maju. Ipan dan Billy inisedikit di antara mereka yang merasakandemikian. "Saya tidak begitu kesulitan denganakses jalan di kampus. Yang bermasalah justru

NET

teman-teman yang memakai kursi roda, atautongkat penyangga badan. Sejauh ini, sayatidak melihat kekurangan saya sebagai kendalauntuk maju. Sejak SMA, saya bersekolah disekolah umum, dan bisa menyesuaikan denglingkungan dan fasilitas yang ada," kata Ipan.

Billypun demikian. Bahkan, dia mulaimemilih untuk bersekolah di sekolah umum se-jak SMP. "Saya SMP di Dewi Sartika, lalumelanjutkan ke SMKN 14 Bandung. Saat kuliahpun, saya memilih jurusan desain komunikasivisual karena jurusan ini tidak membutuhkankomunikasi yang banyak dengan orang sekitar.Hanya menggambar, mendesain," ujar Billysedikit terbata-bata. Billy dan Ipan ini termasuktipe orang yang tidak mau terlalu lama beradadi zona nyaman. "Kalau saya sih, tidak mau be-rada di lingkungan yang membuat saya terus-menerus nyaman dalam beraktivitas. Berada dilingkungan yang semuanya sudah dikenali,rasanya tidak enak bagi saya, " kata Ipan.

Keterbatasan aksesibilitas bagi penyandangcacat ternyata bisa menjadi hal yang baik, jikadisikapi dengan positif. Akan tetapi, bukan be-rarti juga para penyandang cacat tidak membu-tuhkan akses yang memadai. Para penyandangcacat pun membutuhkan perlakuan dan fasili-tas yang sama dengan mereka yang normal. Se-moga, aksesibilitas ini bisa dinikmati oleh se-mua. ***

tisha amelia [email protected]

1


Top Related