BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lereng
Lereng (slope) adalah sebuah permukaan tanah yang terbuka, yang
berdiri membentuk sudut tertentu terhadap sumbu horisontal, atau dapat
dikatakan lereng adalah permukaan tanah yang memiliki dua elevasi yang
berbeda dimana permukaan tanah tersebut membentuk sudut. Dari proses
terbentuknya, sebuah lereng dapat terjadi secara alamiah dan buatan manusia.
Yang dimaksud dengan lereng alamiah adalah lereng yang terbentuk karena
proses alam tanpa campur tangan manusia seperti lereng perbukitan dan tebing
sungai, sedangkan lereng buatan adalah lereng yang dibentuk oleh manusia
seperti tanggul sungai, urugan untuk jalan raya, dan lereng bendungan.
Permasalahan dari sebuah lereng adalah kelongsoran, definisi kelongsoran
adalah luncuran atau gelinciran atau jatuhan dari massa batuan / tanah atau
campuran keduanya dari elevasi yang lebih tinggi menuju elevasi yang lebih
rendah. Jika permukaan membentuk suatu kemiringan maka komponen massa
tanah di atas bidang gelincir cenderung akan bergerak ke arah bawah akibat
gravitasi. Jika komponen gaya berat yang terjadi cukup besar, dapat
mengakibatkan longsor pada lereng tersebut. Kondisi ini dapat dicegah jika gaya
dorong (driving force) tidak melampaui gaya perlawanan yang berasal dari
kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.1. Bidang gelincir dapat terbentuk dimana saja di daerah-daerah yang
lemah. Jika longsor terjadi dimana permukaan bidang gelincir memotong lereng
II - 1
pada dasar atau di atas ujung dasar dinamakan longsor lereng (slope failure)
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.2a
Gambar 2.1. Kelongsoran Lereng
Lengkung kelongsoran disebut sebagai lingkaran ujung dasar ( toe circle ),
jika bidang gelincir tadi melalui ujung dasar maka disebut lingkaran lereng (slope
circle). Pada kondisi tertentu terjadi kelongsoran dangkal ( shallow slope failure)
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2b. Jika longsor terjadi dimana
permukaan bidang gelincir berada agak jauh di bawah ujung dasar dinamakan
longsor dasar ( base failure ) seperti pada Gambar 2.3c. Lengkung kelongsorannya
dinamakan lingkaran titik tengah ( midpoint circle) (Braja M. Das, 2002).
Proses menghitung dan membandingkan tegangan geser yang terbentuk
sepanjang permukaan longsor yang paling mungkin dengan kekuatan geser dari
tanah yang bersangkutan dinamakan dengan Analisis Stabilitas Lereng ( Slope
Stability Analysis )
II - 2
(a)
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk keruntuhan lereng (a) Kelongsoran lereng,
(b) Kelongsoran lereng dangkal, (c) Longsor dasar
II - 3
2.1.1. Parameter Tanah
Untuk analisis stabilitas lereng diperlukan parameter tanah/batuan :
ƒ Kuat geser
Kuat geser terdiri dari kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ). Untuk analisis
stabilitas lereng untuk jangka panjang digunakan harga kuat geser efektif
maksimum (c’ , φ’). Untuk lereng yang sudah mengalami gerakan atau material
pembentuk lereng yang mempunyai diskontinuitas tinggi digunakan harga kuat
geser sisa ( cr = 0 ; φr).
Berat Isi �
Berat isi diperlukan untuk perhitungan beban guna analisis stabilitas
lereng. Berat isi dibedakan menjadi berat isi asli, berat isi jenuh, dan berat isi
terendam air yang penggunaannya tergantung kondisi lapangan.
Salah satu penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah/batuan
adalah untuk analisis stabilitas lereng. Keruntuhan geser pada tanah atau batuan
terjadi akibat gerak relatif antarbutirnya. Oleh sebab itu kekuatannya tergantung
pada gaya yang bekerja antarbutirnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kekuatan geser terdiri atas :
Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah/batuan dan
ikatan butirnya.
Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif
yang bekerja pada bidang geser.
Kekuatan geser tanah dapat dinyatakan dengan rumus :
S = C’ + ( τ - µ ) tan φ (2.1)
II - 4
dimana : S = kekuatan geser
τ = tegangan total pada bidang geser
µ = tegangan air pori
C’= kohesi efektif
φ = sudut geser dalam efektif
Gambar 2.3 Kekuatan Geser Tanah
Analisis stabilitas lereng pada dasarnya dapat ditinjau sebagai mekanisme
gerak suatu benda yang terletak pada bidang miring. Benda akan tetap pada
posisinya jika gaya penahan R yang terbentuk oleh gaya geser antara benda dan
permukaan lereng lebih besar dibandingkan dengan gaya gelincir T dari benda
akibat gaya gravitasi. Sebaliknya benda akan tergelincir jika gaya penahan R
lebih kecil dibanding dengan gaya gelincir T . Secara skematik terlihat pada
Gambar (2.4). Secara matematis stabilitas lereng dapat diformulasikan sebagai :
FK = (2.2)
dimana FK = faktor keamanan
II - 5
R = gaya penahan
T = gaya yang menyebabkan gelincir
Jika FK < 1 benda akan bergerak
FK = 1 benda dalam keadaan seimbang
FK > 1 benda akan diam
Gambar 2.4 Keseimbangan Benda Pada Bidang Miring
2.1.2 Angka Keamanan (Safety Factor)
Mengingat lereng terbentuk oleh banyaknya variabel dan banyaknya faktor
ketidakpastian antara lain parameter-parameter tanah seperti kuat geser tanah,
kondisi tekanan air pori maka dalam menganalisis selalu dilakukan
penyederhanaan dengan berbagai asumsi. Secara teoritis massa yang bergerak
dapat dihentikan dengan meningkatkan kekuatan gesernya.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor
keamanan adalah resiko yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang
digunakan dalam melakukan analisis stab ilitas lereng. Resiko yang dihadapi
II - 6
dibagi menjadi tiga yaitu : tinggi, menengah dan rendah. Tugas seorang engineer
meneliti stabilitas lereng untuk menentukan faktor keamanannya. Secara umum,
faktor keamanan dapat dijelaskan sebagai berikut :
FK = (2.3)
dimana FK = angka keamanan terhadap kekuatan tanah.
τ f = kekuatan geser rata-rata dari tanah.
τ d = Tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor.
Kekuatan geser suatu lahan terdiri dari dua komponen, friksi dan kohesi, dan
dapat ditulis,
τ f = c + σ tan φ (2.4)
dimana, c = kohesi tanah penahan
φ = sudut geser penahan
σ = tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor.
Atau dapat ditulis,
τ d = Cd + σ tan φ d (2.5)
Dimana cd adalah kohesi dan φd sudut geser yang bekerja sepanjang bidang
longsor. Dengan mensubstitusi persamaan (2.4) dan persamaan (2.5) ke dalam
persamaan (2.3) sehingga kita mendapat persamaan yang baru
FK = (2.6)
Sekarang kita dapat mengetahui beberapa parameter lain yang mempengaruhi
angka keamanan tadi, yaitu angka keamanan terhadap kohesi, Fc, dan angka
keamanan terhadap sudut geser Fφ. Dengan demikian Fc dan F φ dapat kita
definisikan sebagai :
II - 7
Fc = (2.7)
Dan
Fφ = (2.8)
Bilamana persamaan (2.6), (2.7), dan (2.8) dibandingkan adalah wajar bila Fc
menjadi sama dengan Fφ, harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap
kekuatan tanah. Atau, jika
Kita dapat menuliskan
FK = Fc = Fφ (2.9)
FK sama dengan 1 maka lereng dalam keadaan akan longsor. Biasanya, 1.5 untuk
angka keamanan terhadap kekuatan geser yang dapat diterima untuk
merencanakan suatu stabilitas lereng (SKBI-2.3.06, 1987).
Parameter yang digunakan menyangkut hasil pengujian dengan harga batas atau
sisa dengan mempertimbangkan ketelitiannya. Tabel 2.3 memperlihatkan faktor
keamanan terendah berdasar hal-hal tersebut di atas
Tabel 2.1 Faktor Keamanan Minimum Stabilitas Lereng
II - 8
Resiko tinggi jika ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada
pemukiman), dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting.Resiko
menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapi sedikit (bukan
pemukiman), dan atau bangunan tidak begitu mahal dan atau tidak begitu penting.
Resiko rendah bila tidak ada konse kuensi terhadap manusia dan terhadap
bangunan (sangat murah) (SKBI-2.3.06, 1987).
Kekuatan geser maksimum adalah harga puncak dan dipakai apabila massa
tanah/batuan yang potensial longsor tidak mempunyai bidang diskontinuitas
(perlapisan, rekahan, sesar dan sebagainya) dan belum pernah mengalami
gerakan. Kekuatan residual dipakai apabila : (i) massa tanah/batuan yang potensial
bergerak mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau (ii) pernah bergerak
(walaupun tidak mempunyai bidang diskontinuitas) (SKBI-2.3.06, 1987)
2.2 Tekanan Tanah Lateral
Tekanan tanah lateral adalah sebuah parameter perencanaan yang
penting di dalam sejumlah persoalan teknik pondasi, dinding penahan
dan konstruks – konstruksi lain yang ada di bawah tanah. Semuanya ini
memerlukan perkiraan tekanan lateral secara kuantitatif pada pekerjaan
konstruksi, baik untuk analisa perencanaan maupun untuk analisa stabilitas.
Tekanan aktual yang terjadi di belakang dinding penahan cukup sulit
diperhitungkan karena begitu banyak variabelnya. Ini termasuk jenis bahan
penimbunan, kepadatan dan kadar airnya, jenis bahan di bawah dasar
pondasi, ada tidaknya beban permukaan, dan lainnya. Akibatnya, perkiraan
II - 9
detail dari gaya lateral yang bekerja pada berbagai dinding
penahan hanyalah masalah teoritis dalam mekanika tanah.
Jika suatu dinding penahan dibangun untuk menahan batuan solid, maka
tidak ada tekanan pada dinding yang ditimbulkan oleh batuan tersebut.
Tetapi jika dinding dibangun untuk menahan air, tekanan hidrotatis akan bekerja
pada dinding. Pembahasan berikut ini dibatasi untuk dinding penahan tanah,
perilaku tanah pada umumnya berada diantara batuan dan air,
dimana tekanan yang disebabkan oleh tanah jauh lebih tinggi dibandingka n
oleh air. Tekanan pada dinding akan meningkat sesuai dengan kedalamannya.
Pada prinsipnya kondisi tanah dalam kedudukannya ada 3 kemungkinan,
yaitu :
Dalam Keadaan Diam ( Ko )
Dalam Keadaan Aktif ( Ka )
Dalam Keadaan Pasif ( Kp )
2.2.1 Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam
Bila kita tinjau massa tanah seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 2.5 Massa tanah dibatasi oleh dinding dengan permukaan
licin AB yang dipasang sampai kedalaman tak terhingga. Suatu elemen tanah
yang terletak pada kedalaman h akan terkena tekanan arah vertical dan
tekanan arah horizontal Bila dinding AB dalam keadaan diam, yaitu bila
dinding tidak bergerak ke salah satu arah baik ke kanan maupun ke kiri
II - 10
Gambar 2.5 Tekanan tanah dalam keadaan diam
dari posisi awal, maka massa tanah akan berada dalam keadaan
keseimbangan elastic ( elastic equilibrium ). Rasio tekanan arah horizontal dan
tekanan arah vertical dinamakan “ koefisien tekanan tanah dalam keadaan
diam “ Ko, atau :
Ko =
Karena = ℎ , maka
𝜎ℎ = 𝐾𝑜 (𝛾ℎ)
Sehingga koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam dapat
diwakili oleh hubungan empiris yang diperkenalkan oleh Jaky ( 1994 )
Ko = 1 − sin 𝜙
II - 11
Gambar 2.6 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam
Gambar menunjukkan distribusi tekanan tanah dalam keadaan
diam yang bekerja pada dinding setinggi H. Gaya total per satuan lebar
dinding, P, adalah sama dengan luas dari diagram tekanan tanah yang
bersangkutan. Jadi :
Po = Koγ H2
2.2.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif
Konsep tekanan tanah katif dan pasif sangat penting untuk masalah-
masalah stabilitas tanah, pemasangan batang-batang penguat pada galian. Desain
dinding penahan tanah, dan pembentukan penahanan tarik dengan memakai
berbagai jenis peralatan pengukur.
Permasalahan disini hanyalah semata-mata untuk menentukan faktor
keamanan terhadap keruntuhan yang di sebabkan oleh gaya lateral.
II - 12
Pemecahan di peroleh dengan membandingkan gaya-gaya (kumpulan
gaya-gaya yang bekerja). Gaya I adalah gaya yang cenderung mengahancurkan,
Gaya II adalah gaya yang cenderung mencegah keruntuhan, Gaya penghancur
disini misalnya gaya-gaya lateral yang bekerja horizontal atau mendatar.
Gaya penghambat misalnya berat dari bangunan/struktur gaya berat
dari bangunan ini arah bekerja vertical sehingga dapat mengahambat gaya lateral
atau gaya yang bekerja horizontal.
Tekanan Tanah Aktif
Seperti ditunjukkan pada Gambar , akibat dinding penahan berotasi ke
kiri terhadap titik A, maka tekanan tanah yang bekerja pada dinding
penahan akan berkurang perlahan-lahan sampai mencapai suatu harga yang
seimbang. Tekanan tanah yang mempunyai harga tetap atau seimbang dalam
kondisi ini disebut tekanan tanah aktif.
Gambar 2.7 Dinding yang berotasi akibat tekanan aktif tanah
II - 13
Menurut teori Rankine, untuk tanah berpasir tidak kohesif, besarnya
gaya lateral pada satuan lebar dinding akibat tekanan tanah aktif pada
dinding setinggi H dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
Pa = 1/2 γ H2 Ka
Dimana harga Ka untuk tanah datar adalah
Ka = Koefisien tanah aktif = = tan2 (450 - )
γ = Berat isi tanah (g/cm3)
H = tinggi dinding (m)
φ = sudut geser tanah (0)
Adapun langkah yang dipakai untuk tanah urugan di belakang
tembok apabila berkohesi (Kohesi adalah lekatan antara butir-butir tanah,
sehingga kohesi mempunyai pengaruh mengurangi tekanan aktif tanah
sebesar 2c ), maka tegangan utama arah horizontal untuk kondisi aktif adalah:
Pa = 1/2 γ H2 Ka - 2c H
Tekanan Tanah Pasif
Gambar 2.8 Dinding yang berotasi melawan tekanan aktif
II - 14
Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 dinding penahan berotasi ke
kanan terhadap titik A, atau dengan perkataan lain dinding mendekati tanah
isian, maka tekanan tanah yang bekerja pada dinding penahan akan bertambah
perlahan-lahan sampai mencapai suatu harga tetap. Tekanan tanah yang
mempunyai harga tetap dalam kondisi ini disebut tekanan tanah pasif.
Menurut teori rankine, untuk tanah pasir tidak kohesif, besarnya gaya
lateral pada dinding akibat tekanan tanah pasif setinggi H dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut :
Pp = ½ γ H2 Kp
Dimana harga Kp untuk tanah datar adalah:
Kp = koefisien tanah pasif = = tan2 (450 + )
γ = berat isi tanah ( g/cm3)
H = tinggi dinding (m)
φ = sudut geser tanah (0)
Adapun langkah yang dipakai untuk tanah berkohesi, maka tegangan
utama arah horizontal untuk kondisi pasif adalah:
Pp = ½ γ H2 Kp + 2c H
Dimana Pp = tekanan tanah pasif
C = kohesi
II - 15
2.3 Sheet Pile
Sheet Pile (turap) merupakan suatu material yang disusun menyerupai
bentuk dinding berfungsi sebagai penahan tebing, penahan tanah galian
sementara, bangunan-bangunan di pelabuhan, penahan tanah sekitar tepian sungai
atau laut dan lain-lain. Material yang digunakan dalam sheet pile ada beberapa
macam, yaitu sheet pile dari material kayu, sheet pile dari material beton, sheet
pile dari bahan baja ( steel ). Sheet pile disusun dengan bentuk khusus agar dapat
tersusun dan saling mengikat satu sama lainnya sesuai dengan kebutuhan
perencana. Oleh karena fungsinya sebagai penahan tanah, maka konstruksi ini
digolongkan juga sebagai jenis lain dari dinding penahan tanah (retaining walls).
Perbedaan mendasar antara dinding turap dan dinding penahan tanah terletak pada
keuntungan penggunaan dinding turap pada kondisi tidak diperlukannya
pengeringan air (dewatering).
Sheet pile dalam berbagai variasi sifat kekuatan dapat diperoleh dengan
pengaturan yang sesuai dari perbandingan jumlah material pembentuknya serta
jenis material yang digunakan.
2.3.1 Jenis Sheet Pile Berdasarkan Bahan
Jenis-jenis sheet pile yang sering dan umum digunakan dalam
pengaplikasiannya dapat dibedakan menurut bahan yang digunakan, Antara lain, :
1) Sheet Pile dari Material Kayu
Tiang turap kayu digunakan hanya untuk konstruksi ringan yang bersifat
sementara yang berada di atas permukaan air. Tiang turap yang biasa digunakan
II - 16
adalah papan kayu atau beberapa papan yang digabung (wakefield piles). Papan
kayu kira-kira dengan ukuran penampang 50 mm x 300 mm dengan takik pada
ujung-ujungnya seperti terlihat pada Gambar (a). Tiang wakefield dibuat dengan
memakukan tiga papan secara bersama-sama dimana papan tengahnya dioffset
sejauh 50 - 75 mm seperti pada Gambar (b). Papan kayu juga bisa ditakik dalam
bentuk takik lidah dalam Gambar (c). Atau pada Gambar (d) dengan
menggunakan besi yang ditanamkan pada masih-masing papan setelah tiang
dimasukkan ke dalam tanah
Gambar 2.9 Sheet pile dari Material Kayu
Keuntungan menggunakan sheet pile kayu :
Bahan mudah diperoleh
Praktis untuk dinding penahan tanah sementara
Kerugian menggunakan sheet pile kayu :
Panjang terbatas
Sulit dipancang pada tanah keras
II - 17
Tidak tahan lama
Hanya dapat digunakan untuk menahan gaya lateral kecil
2) Sheet Pile dari Material Beton
Sheet pile dari material beton merupakan balok-balok beton bertulang
yang dicetak dengan bentuk khusus sebelum dipasang yang bertujuan agar balok-
balok tersebut dapat saling mengikat satu sama lain pada saat penyusunannya.
Pada setiap sambungan sheet pile beton sering diberi tambahan pda celah-celah
sambungan agar dinding turap kedap air.
Tiang turap beton pracetak adalah untuk konstruksi berat yang dirancang
dengan tulangan untuk menahan beban permanen setelah konstruksi dan juga
untuk menangani tegangan yang dihasilkan selama konstruksi. Penampang tiang-
tiang ini adalah sekitar 500 - 800 mm lebar dan tebal 150 - 250 mm. Gambar
memperlihatkan diagram skematik ketinggian dan penampang tiang turap beton
bertulang
Gambar 2.10 Sheet Pile dari Material Beton
II - 18
Keuntungan menggunakan sheet pile beton :
Dapat dibuat di tempat
Waktu pelaksanaannya lebih cepat untuk jenis beton pre-cast
Baik untuk struktur penahan air
Dapat digunakan menahan gaya lateral cukup besar
Kerugian menggunakan sheet pile beton adalah sambungan antar sheet pile sering
mengalami kebocoran
3) Sheet Pile dari Material Baja (Stell)
Sheet pile dengan material ini paling sering dipakai karena memiliki
kekuatan merata, berat sendiri yang relatif ringan dan waktu penggunaan yang
relatif tahan lama. Namun sheet pile jenis ini memiliki sifat korosif, oleh
karena itu penggunaannya perlu dipertimbangkan dengan baik. Interlok pada
tiang turap dibentuk seperti jempol-telunjuk atau bola-keranjang untuk hubungan
yang ketat untuk menahan air. Gambar (a) memperlihatkan diagram skematik
untuk hubungan interlok jempol-telunjuk untuk penampang sayap lurus.
Sedangkan tipe interlok bola-keranjang untuk penampang Z diberikan pada
Gambar (b)
Gambar 2.11 Hubungan Tiang Turap (Sheet Pile) : (a) jenis jempol-
telunjuk (b) jenis bola-keranjang
II - 19
Gambar 2.12 Sheet Pile Berbahan Baja
Turap baja sangat umum digunakan, karena lebih menguntungkan dan mudah
penanganannya. Keuntungan–keuntungan antara lain :
Turap baja kuat menahan gaya–gaya benturan pada saat pemancangan.
Bahan turap relatif tidak begitu berat.
Dapat dipakai berulang–ulang (beberapa kali).
Turap baja mempunyai keawetan yang tinggi.
Penyambungan yang mudah, bila kedalaman turap besar.
Kerugian menggunakan sheet pile baja :
Harga lebih mahal
Bersifat korosif
2.3.2 Jenis sheet pile berdasarkan tipe konstruksinya
Pada prinsipnya, perencanaan sheet pile dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu dinding kantilever (cantilever walls) dan dinding berjangkar (anchor walls).
Sheet pile dengan dinding kantilever, sebagaimana dinyatakan dalam
namanya adalah tiang yang ujungnya tertahan oleh tanah sehingga seolah-
olah tergantung. Stabilitas sheet pile jenis ini sangat tergantung pada penanaman
II - 20
tiang, sedangkan turap berjangkar, disamping ujungnya tertanam dan diujung
tiang yang lain dipasang jangkar yang akan memberikan gaya tarik melawan
kecenderungan tiang yang terdorong ke arah yang berlawanan dengan tanah.
Dalam metode konstruksi sheet pile terdapat beberapa cara, yaitu pertama
dengan meletakannya di dalam tanah terlebih dahulu digali lalu kemudian diisi
kembali dengan tanah urugan, dan yang kedua dengan memancangkannya ke
dalam tanah kemudian tanah yang di depannya digali. Dalam banyak kasus
tanah urugan yang diletakkan dibelakang sheet pile biasanya adalah tanah
granular. Sementara dibawah garis penggalian bisa tanah pasir ataupun
lempung. Permukaan tanah pada sebelah dimana air berada biasanya diacu
sebagai garis galian (dredge line).
Berdasarkan hal ini terdapat dua macam metode konstruksi sheet pile,
yaitu struktur urugan (backfilled structure) dan struktur galian (dredge
structure). Langkah-langkah struktur urugan diperlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 2.13 Langkah-langkah konstruksi struktur urugan
II - 21
Berikut adalah langkah-langkah konstruksi untuk struktur urugan :
Langkah 1. Tanah di lapangan digali mengikuti struktur yang diusulkan.
Langkah 2. Pemasangan sheet pile.
Langkah 3. Mengisi tanah urugan sampai ke tingkat elevasi jangkar.
Langkah 4. Mengisi tanah urugan sampai ke atas.
Untuk tipe kantilever langkah ketiga tidak digunakan
Berikut adalah langkah-langkah konstruksi untuk struktur galian.
Langkah 1. Pemasangan sheet pile.
Langkah 2. Mengisi tanah urugan sampai ke tingkat elevasi jangkar.
Langkah 3. Mengisi tanah urugan sampai ke atas.
Langkah 4. Tanah di lapangan digali.
Bila digunakan tipe kantilever langkah kedua tidak digunakan
Gambar 2.14 Langkah-langkah konstruksi untuk struktur galian
II - 22
2.3.3 Turap kantilever (cantilever sheet pile)
Turap kantilever biasanya direkomendasikan untuk dinding ketinggian
sedang, berkisar 6 m atau kurang diatas garis galian. Pada dinding ini, sheet pile
berprilaku seperti sebuah balok lebar kantilever diatas garis galian. Prinsip
dasar untuk menghitung distribusi tekanan lateral tiang sheet pile kantilever
dapat dijelaskan dengan bantuan gambar dibawah yang menunjukan perilaku
leleh dinding kantilever yang tertanam pada lapisan pasir dibawah garis galian.
Dinding berputar pada titik O.
Oleh karena itu adanya tekanan hidrostatik pada masing-masing sisi
dinding, maka tekanan ini akan saling menghilangkan, dengan demikian
yang diperhitungkan hanya tekanan lateral efektif saja. Pada Zona A,
tekanan lateral hanyalah tekanan tanah aktif saja yang berasal dari tanah
sebelah diatas garis galian. Sementara Zona B, dikarenakan pelenturan
dinding didaerah ini, maka bekerja tekanan lateral aktif dari bagian tanah
sebelah garis galian dan tekanan tanah pasif dibawah garis galian disebelah
air. Kondisi pada zona B ini akan berkebalikan dengan Zona C, yaitu dibawah
titik rotasi O. Disribusi tekanan tanah bersih ditunjukan pada gambar (b),
namun untuk penyederhanaan biasanya gambar (c) akan digunakan dalam
perencanaan. Pada bagian berikut akan diberikan sejumlah formula matematis
untuk analisis turap cantilever. Namun perlu diperhatikan bahwa analisis ini
berlaku untuk konstruksi yang sebelahnya menghadap air dan permukaan air
biasanya akan berfluktuasi sebagai akibat pasang surut, oleh karena itu harus hati
– hati dalammenentukan pengaruh air pada diagram tekanan bersih.
II - 23
Gambar 2.15 Sheet pile cantilever pada tanah pasir
a. Turap cantilever pada pasir
Untuk mengembangkan hubungan untuk kedalaman penanaman tiang
turap yang dibutuhkan di dalam tanah granular perhatikanlah Gambar 7(a). Tanah
yang akan ditahan oleh dinding turap, berada di atas garis galian, adalah juga
tanah granular. Permukaan air tanah berada pada kedalaman L1 dari puncak tiang.
Ambillah sudut gesek pasir sebagai φ. Intensitas tekanan aktif pada kedalaman z =
L1 dapat dinyatakan sebagai
p1 = γ L1 Ka (1)
Dimana,
Ka = Koefisien tekanan aktif Rankie = tan2 (45 – φ /2)
γ = Berat isi tanah di atas muka air
II - 24
Gambar 2.16 Tiang turap cantilever tertanam pada pasir : (a) variasi diagram
bersih (b) variasi momen
Dengan cara yang sama, tekanan aktif pada kedalaman z = L1 + L2 (yaitu pada
kedalaman muka galian) adalah sama
p2 = (γL1 + γ L2 )Ka (2)
Perlu dicatat bahwa pada kedalaman garis galian, tekanan hidrostatik dari kedua
arah dinding adalah sama dan oleh karena itu akan saling menghilangkan
Untuk menentukan tekanan tanah bersih dibawah garis galian hingga pada
titik rotasi O, seperti ditunjukkan pada gambar 2.16 (a) sebelumnya, haruslah
dipertimbangkan bahwa tekanan pasif bekerja dari sebelah kiri (sebelah air) ke
arah sebelah kanan (sebelah tanah) dan juga tekanan aktif bekerja dari sebelah
kanan ke sebelah kiri dinding. Untuk kasus-kasus ini, pengabaian tekanan
II - 25
hidrostatik untuk kedua sisi dinding, tekanan aktif pada kedalaman z dapat
diberikan sebagai,
Pa = [γL1 + γ L2 + γ( z – L1 – L2)]Ka (3)
Juga, tekanan pasif pada kedalaman z adalah sama dengan
Pp = γ (z – L1 – L2) Kp (4)
dimana, Kp= koefisien tekanan passif Rankine = tan2 (45 + φ /2)
Maka dengan mengombinasikan Pers. (3) dan (4), tekanan lateral bersih dapat
ditentukan sebagai
P = Pa - Pp = (γL1 + γ L2) Ka – γ( z – L1 – L2)( Kp – Ka )
= P2 – γ (z – L)( Kp – Ka ) (5)
dimana L=L1+L2.
Tekanan bersih p menjadi sama dengan nol pada kedalaman L3 di bawah
garis galian; atau
P2 – γ (z – L)(Kp – Ka ) = 0
Atau
(z – L)=L3= P 2γ ' (K p – K a) (6)
Dari persamaan sebelumnya, kelihatan bahwa kemiringan (slope) garis distribusi
tekanan bersih DEF adalah 1 vertikal dengan (Kp-Ka) horizontal. Sehingga di
dalam diagram
HB = P3 = L4(Kp – Ka ) γ’ (7)
Pada dasar tiang turap, tekanan pasif (pp) bekerja dari kanan ke kiri, dan
tekanan aktif bekerja dari kiri ke kanan, sehingga pada z = L+D
II - 26
Pp = (γL1 +γL2 + γD)Kp (8)
Maka, tekanan lateral bersih pada dasar turap adalah sama dengan
Pp – Pa = P4 = (γL1 +γL2) Kp + γD )(Kp – Ka )
= (γL1 +γL2) Kp + γL3 (Kp – Ka ) + γL4 (Kp – Ka )
= P5 + γL4 (Kp – Ka ) (10)
Dimana
P5 = (γL1 +γL2) Kp + γL3 (Kp – Ka ) (11)
D = L3 + L4 (12)
Untuk kestabilan turap, prinsip statika sekarang dapat digunakan
Σ gaya – gaya horizontal persatuan panjang dinding = 0
Dan
Σ momen per satuan panjang dinding pada titik B = 0
Jumlah dari seluruh gaya-gaya horizontal adalah,\ Luas ACDE pada diagram
tekanan - luas EFHB + luas FHBG = 0 atau
P−12
p3. L 4+ 12
L5 (p3+ p 4)=0 (13)
Dimana P = luas ACDE pada diagram tekanan.
Penjumlahan momen ke titik B dari seluruh gaya-gaya menjadi,
P(L 4+z)−( 12
L 4. p 3)+( L 43
)+12
L 5( p 3+ p 4 )+( L53
)=0 (14)
Dari Pers (13)
L 5= p 3. L 4−2Pp3+p 4
(15)
Dengan mengombinasikan Pers. (6), (10), (14), dan (15) dan kemudian
II - 27
menyederhanakan mereka secara bersama-sama, maka akan diperoleh sebuah
persamaan berderajat 4 dalam L4
L 44+ A 1. L 43−A 2. L 42−A 3. L 4−A 4=0 (16)
Dimana,
A 1= p5γ (Kp−Ka)
(17)
A 2= 8Pγ (Kp−Ka)
(18)
A 3=6P ¿¿ (19)
A 4=P(6 z p5+4 P)γ 2(Kp−Ka)2 (20)
Prosedur Menentukan Diagram Tekanan
Berdasarkan teori yang diberikan sebelumnya, berikut ini adalah prosedur
langkah demi langkah untuk menentukan diagram tekanan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan kedalaman tiang turap cantilever pada tanah-tanah granular:
1. Hitung Ka dan Kp.
2. Hitung p1 (Pers.1) dan p2 (Pers. 2) . Catatan: L1 dan L2 sudah diketahui.
3. Hitung L3 (Pers. 6).
4. Hitung P.
5. Hitung z (yaitu pusat tekanan untuk luasan ACDE) dengan mengambil
momen di E.
6. Hitung p5 (Pers. 11).
7. Hitung A1, A2, A3 dan A4 (Pers. 17 sampai Pers. 20).
8. Menyelesaikan Pers. 16 dengan cara coba-coba untuk menentukan L4.
II - 28
9. Hitung p4 (Pers. 10).
10. Hitung p3 (Pers. 7).
11. Menentukan L5 dari Pers. 15.
12. Sekarang diagram distribusi tekanan sebagaimana diperlihatkan oleh Gambar
2.16 (a) dapat dengan mudah digambarkan.
13. Menentukan kedalaman teoritis Pers.12 penetrasi tiang turap sebagai L3 + L4.
Kedalaman aktual penetrasi tiang turap dapat ditentukan dengan menaikkan
besaran kedalaman teoritis sebesar 20-30%.
b. Turap cantilever pada lempung
Dalam beberapa kasus, tiang turap cantilever harus disorongkan ke dalam
lapisan lempung yang mempunyai kohesi taksalur (undrained cohesion), c
(konsep φ = 0). Diagram tekanan bersih akan agak berbeda daripada yang
diperlihatkan pada Gambar 2.16 (a). Gambar 2.17 memeperlihatkan sebuah
dinding turap yang disorongkan ke dalam lempung dengan bahan isian di
belakang turap adalah tanah granular yang terletak di atas garis galian tanah.
Misalkan permukaan air terletak padakedalaman L1 di bawah puncak turap.
Sebagaimana sebelumnya, dengan menggunakan Pers. (1) dan (2), intensitas
tekanan tanah bersih p1 dan p2 dapat dihitung, sehinga diagram untuk distribusi
tekanan tanah diatas permukaan garis galian dapat digambarkan
II - 29
Gambar 2.17 Tiang turap cantilever tertanam pada lapisan lempung
Pada kedalaman z yang lebih besar dari L1 + L2 dan diatas titik rotasi
(titik O pada Gambar 2.15 (a), tekanan aktif (pa) dari kanan ke kiri dapat
dinyatakan dengan,
pa=[ γL1+γL2+γsat ( z−L 1−L 2 ) ] . Ka−2c √Ka (21)
dimana,
Ka = koefisien tekanan tanah aktif Rankine; dengan φ = 0, besarannya akan
menjadi nol.
Dengan cara yang sama, tekanan pasif (pp) dari kiri ke kanan dapat diberikan
sebagai,
pp=γsat ( z−L1−L2 ) . Kp+2c √ Kp (22)
dimana,
Kp = koefisien tekanan tanah pasif Rankine; dengan φ = 0, besarannya akan
menjadi nol.
Maka tekan bersih menjadi;
p 6=pa−pp ¿ [γsat ( z−L 1−L 2 )+2 c ]
−[γL1+γL2+γsat ( z−L 1−L2 ) ]+2 c
¿4 c−(γL1+γL2)
p 6=4 c−(γL1+γL2) (23)
Pada dasar tiang turap, tekanan pasif (pp) bekerja dari kanan ke kiri, dan tekanan
aktif (pa) bekerja dari kiri ke kanan adalah,
II - 30
Pp=( γL1+γL2+γsat D )+2 c (24)
Dengan cara yang sama, tekanan aktif dari kiri ke kanan adalah
Pa=γsat D−2c (25)
Maka tekanan bersih menjadi
p 7=pp−pa=4c+(γL1+γL2) (26)
Untuk analisis kesetimbangan, ∑FH = 0 (yaitu luas diagaram tekanan ACDE - luas
EFIB + luas GIH = 0), atau;
P 1−[4 c−( γL1+γL2 ) D ]+12
L 4[4 c−( γL1+γL2 )+4 c+( γL1+γL2 )]=0 dimana,
P1 = luas diagram tekanan ACDE
Dengan menyederhanakan persamaan sebelumnya, maka diperoleh
L 4=D [4 c− (γL1+γL2 )]−P1
4 c
(27)
Sekarang ambilah momen di titik B, ∑MB = 0, atau
P 1 ( D+z 1 )−[4 c−( γL1+γL2 ) ] D2
2+ 1
2L 4 (8c )( L 4
3)=0 (28)
dimana,
z1 = jarak dari pusat tekanan pada diagram ACDE diukur dari permukaan garis
galian.
Dengan mengkombinasikan Pers. (27) dan (28) dapat diturunkan
D2 [4 c− (γL 1+γL2 ) ]−2 D P1−P 1¿¿ (29)
Dengan menyelesaikan persamaan ini maka dapat diperoleh D, yaitu kedalaman
penetrasi ke dalam lapisan lempung yang dibutuhkan oleh turap.
Prosedur Menentukan Diagram Tekanan
II - 31
Berdasarkan teori yang diberikan sebelumnya, berikut ini adalah prosedur
langkah demi langkah untuk menentukan diagram tekanan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan besarnya penetrasi turap pada lapisan lempung.
1. Menghitung Ka = tan2(45- φ /2) untuk tanah isian.
2. Mendapatkan p1 dan p2 [Pers. (1) dan (2)] .
3. Hitung P dan z1.
4. Menggunakan Pers. (29) untuk memperoleh kedalaman teoritis D.
5. Menggunakan Pers. (27) untuk menghitung L4.
6. Menghitung p6 dan p7 [ Pers. (23) dan (26)].
7. Menggambarkan diagram distribusi tekanan seperti Gambar 2.17
8. Hitung p3 (Pers. 7).
9. Kedalaman actual penetrasi turap dihitung sebagai Daktual = 1,4 sampai
1,6 (Dteoritis).
2.3.4 Turap berjangkar (anchored sheet pile)
Apabila tinggi tanah di belakang dinding sheet pile kantilever mencapai
sekitar 6 m, maka akan menjadi lebih ekonomis apabila sheet pile tersebut
diperkuat dengan suatu plat jangkar (anchor plates), dinding jangkar (anchor
walls), atau tiang jangkar (anchor piles), yang letaknya dekat dengan puncak
sheet pile. Cara dengan perkuatan jangkar ini disebut dengan sheet pile
berjangkar (anchored sheet piling) atau sekatan berjangkar (anchored
bulkhead). Jangkar akan mengurangi kedalaman penetrasi yang diperlukan
oleh turap dan juga akan mengurangi luas penampang dan berat yang
diperlukan dalam konstruksi. Namun, batang penguat (tie rods), yang
II - 32
menghubungkan turap dengan jangkar dan jangkar itu sendiri harus dirancang
dengan hati-hati.
Metode free earth support adalah metode dengan kedalaman penetrasi
minimum. Di bawah garis galian, tidak terdapat pivot untuk sistem statik,
yaitu sebuah titik perubahan defleksi, gambar 2.18 memperlihatkan defleksi
turap untuk metode free earth support
Gambar 2.18 Defleksi dan momen turap berjangkar metode free earth support
a. Metode Free Earth Support pada Pasir
Gambar 2.19 menunjukkan sebuah turap jangkar dengan tanah di
belakang turap adalah pasir dan juga tiang turap disorong ke dalam tanah
pasir. Batang penguat (tie rod) menghubungkan turap dengan jangkar
ditempatkan pada kedalaman l1 di bawah puncak turap.
Diagram distribusi tekanan bersih di atas garis galian akan sama seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.16. Pada kedalaman z = L1, p1 = γ L1 Ka; dan pada z
II - 33
= L1 + L2, p2 = (γ L1 + γ’ L2)Ka. Di bawah garis galian, tekanan bersih akan
sama dengan nol pada kedalaman z = (L1 + L2 + L3). Hubungan untuk L3 dapat
diberikan dengan Pers. (6) atau
L 3= P 2γ ' (K p – K a)
Gambar 2.19 Turap berjangkar tertanam pada pasir
Pada kedalaman z = (L1 + L2 + L3 + L4), tekanan bersih dapat diberikan sebagai,
P8 = γ’ (Kp – Ka ) L4 (30)
Perlu dicatat bahwa kemiringan garis DEF adalah 1 vertikal ke γ’(Kp - Ka)
horizontal. Untuk kesetimbangan turap, Σ gaya-gaya horizontal = 0, dan Σ
momen di titik O’ = 0. (Catatan: Titik O’ terletak pada batang penguat
jangkar.) Dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah horizontal (per satuan
panjang dinding),
Luas diagram tekanan ACDE – luas EBF – F = 0
Dimana F = gaya tarik pada batang penguat per satuan panjang dinding turap, atau
II - 34
P−12
L 4−F=0
Atau
F=P−12¿ (31)
dimana P = luas diagram tekanan ACDE
Sekarang, ambillah momen pada titik O’
−P [ ( L1+L 2+ L3 )−( z+ l1 ) ]+ 12[γ ’ ( K p – K a )]
x L 42 x (l 2+L2+L 3 223
L 4)=0
Atau
L 43+1.5 L 42 (l 2+L2+L 3 )−3 P [ (L 1+L2+L 3 )−( z+l 1 ) ]
γ ’ ( K p – K a )=0 (32)
Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan cara trial and error
untuk mendapatkan kedalaman teoretis, L4. Maka kedalaman teoretis penetrasi
sama dengan
Dteoritis = L3+L4 (33)
Kedalaman teoretis dinaikkan sekitar 30 - 40 % untuk mendapatkan
kedalaman yang diaktualkan pada pekerjaan konstruksi
Daktual = 1.3 sampai 1.4 Dteoritis (34)
Langkah demi langkah pada prosedur yang diajukan sebelumnya, faktor
keamanan dapat dipakaikan pada Kp pada permulaan perhitungan yaitu, Kp
( rencana) = Kp/FS. Kalau ini dipakai, maka tidak perlu penambahan kedalaman
teoretis.
II - 35
Momen maksimum pada turap akan terjadi pada kedalaman diantara z =
L1 ke z = L1 + L2. Kedalaman z ini merupakan kedalaman pada gaya geser sama
dengan nol, sehingga momen maksimum dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
12
p1 L 1=F+ p 1 ( z−L1 )+ 12
Ka γ ' (z−L1)2
=0 (35)
Kalau nilai z telah ditentukan, maka besaran momen maksimum dapat
dengan mudah diperoleh. Prosedur dalam menentukan kapasitas dukung jangkar
akan dibicarakan pada bagian yang akan datang.
b. Metode Free Earth Support pada Lempung
Gambar 2.20 menunjukkan sebuah turap berjangkar yang ditanamkan pada
lapisan lempung, sedangkan tanah di belakang turap adalah tanah granular.
Diagram distribusi tekanan di atas garis galian adalah mirip dengan Gambar 2.17,
distribusi tekanan bersih di bawah garis galian dapat diberikan sebagai
p 6=4c−(γL1+γL2)
II - 36
Gambar 2.20 Turap berjangkar tertanam pada lempung
Untuk kesetimbangan statik, penjumlahan gaya-gaya dalam arah horizontal adalah
P1 = p6D = F (36)
dimana P1 = luas diagram tekanan ACD dan F = gaya jangkar per satuan panjang
dinding turap. Kembali dengan mengambil momen di titik O’
P 1 ( L 1+ L2−l1−z 1 )−p 6 D ¿ = 0
Kedalaman teoritis penetrasi, D dapat ditentukan dari persamaan diatas
Sebagaimana dalam bagian sebelumnya, momen maksimum dalam kasus ini akan
terjadi pada kedalaman L1 < z < L1 + L2. Kedalaman dimana gaya geser
sama dengan nol (berarti momen akan menjadi maksimum) dapat ditentukan
dengan menggunakan Pers. (35)
Macam – macam Jangkar
Apabila dibedakan berdasarkan bentuk konstruksinya, jangkar dapat
dibedakan sebagai berikut:
a) Blok beton (deadmen anchorge)
terdiri dari blok menerus atau setempat tahanan jangkar diperoleh dari tekanan
tanah pasif.
b) Tiang pancang (braced piles)
digunakan untuk lapisan tanah lunak yang cukup tebal.
II - 37
c) Penjangkaran pada lapisan tanah (soil anchorge)
1) Blok beton (menerus, kepala jangkar terbuat dari blok beton yang menerus
sepanjang dinding turap)
Gambar 2.21 Penjangkaran blok beton menerus
Gaya jangkar yang diijinkan tergantung dari tekanan aktif dan pasif tanah
Gambar 2.22 Diagram tanah pada jangkar
Ti = ( Pp−Pa ) . BSF
Dimana :
II - 38
Pp = 12
. γ . Kp . H2
Pa = 12
. γ . Ka . H 2
Ti = Gaya jangkar yang diizinkan
L = panjang kepala angkur
SF = 1.5 – 2
2) Blok beton (setempat, L/h <5)
Gambar 2.23 Penjangkaran blok beton setempat
Gaya jangkar dapat dihittung dengan persamaan :
Tult = L( Pp−Pa)+ 13
Ko . γ .(√Kp+√Ka ). H 2 tan ϕ
Dimana :
Tult = gaya jangkar ultimit, sehingga Ti = Tult / SF
Ko = koefisien tekanan tanah diam = (1−sin ϕ )√OCR
L = jarak antara jangkar (Ti / F)
3) Tiang pancang (braced piles)
II - 39
Gambar 2.24 Penjangkaran tiang pancang
Tiang pancang ditempatkan setempat, pada setiap penjangkaran saja. Gaya
jangkar yang dijinkan diperoleh dari perhitungan tahanan lateral tiang pancang
4) Penjangkaran pada lapisan tanah
Gambar 2.25 Penjangkaran pada lapisan tanah
Tult diperoleh dengan persamaan :
Tult = π . d . σ ' . L . K . tan ϕ + ca . π . d . L
Dimana :
Tult = gaya jangkar ultimit, sehingga Ti = Tult/SF
d’ = panjang kepala angker
K = koefisien tekanan tanah (dapat diambil Ko)
II - 40
h’ = kedalaman kepala angkur dari permukaan tanah
Ca = 0,3 sampai 0,9c
SF = 1,5 – 2
d = diameter kepala jangkar
c = kohesi tanah
2.4 Plaxis
PLAXIS adalah program komputer berdasarkan metode elemen hingga
dua dimensi yang digunakan secara khusus untuk melakukan analisis deformasi
dan stabilitas untuk berbagai aplikasi dalama bidang geoteknik. Program ini
menerapakan metode antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna
dapat dengan cepat membuat model geometri dan jaring elemen berdasarkan
penampang melintang dari kondisi yang ingin dianalisis
2.4.1 Model Material
Model material merupakan suatu persamaan matematis yang menyatakan
hubungan antar tegangan dan regangan. Seluruh model material di dalam PLAXIS
II - 41
didasarkan pada suatu hubungan antara perubahan tegangan efektif dan perubahan
regangan.
Berbagai macam model materisl dalam PLAXIS, yaitu:
1. Model linier elastis
Model ini menyatakan hukum Hooke tentang elastisitas linier isotropis.
Model ini meliputi dua buah parameter kekakuan, yaitu modulus Young (E)
dan angka Poisson (μ). Model linier elastis sangat terbatas untuk pemodelan
perilaku tanah. Model ini terutama digunakan pada struktur-struktur yang
kaku dalam tanah.
2. Model Mohr-Coulomb (MC)
Model ini digunakan untuk pendekatan awal terhadap perilaku tanah secara
umum. Model ini meliputi lima buah parameter, yaitu modulus Young (E),
angka Poisson (μ), kohesi (c), sudut geser (φ), dan sudut dilatansi (Ψ).
3. Model jointed rock
Model ini merupakan model elastis-plastis dimana penggeseran plastis
hanya dapat terjadi pada beberapa arah penggeseran tertentu saja. Model ini
dapat digunakan untuk memodelkan perilaku dari batuan yang terstratifikasi
atau batuan yang memiliki kekar (joint).
4. Model hardening soil
Model ini merupakan model hiperbolik yang bersifat elastoplastik, yang
diformulasikan dalam lingkup plastisitas dari pengerasan akibat friksi.
Model ini telah mengikutsertakan kompresi hardening untuk memodelkan
pemampatan tanah yang tidak dapat kembali seperti semula saat menerima
II - 42
pembebanan yang bersifat kompresif. Model berderajat dua ini dapat
digunakan untuk memodelkan perilaku tanah pasiran, kerikil serta jenis
tanah yang lebih lunak seperti lempung dan lanau.
5. Model soft soil
Model ini merupakan model Cam-Clay yang digunakan untuk memodelkan
perilaku tanah lunak seperti lempung terkonsolidasi normal dan gambut.
Model ini paling baik digunakan untuk situasi kompresi primer.
6. Model soft soil creep
Model ini merupakan model berderajat dua yang diformulasikan dalam
lingkup viskoplastisitas. Model ini digunakan untuk memodelkan perilaku
tanah lunak yang bergantung pada waktu seperti lempung terkonsolidasi
normal dan gambut. Model ini telah mengikutsertakan kompresi logaritmik.
2.4.2 Jenis Perilaku Material
Pada prinsipnya, seluruh parameter model bertujuan untuk menyatakan respon
tanah dalam kondisi tegangan efektif, yaitu hubungan antara tegangan dan
regangan yang terjadi pada butiran-butiran tanah. Salah satu hal yang memegang
peranan besar dalam hal ini adalah tekanan air pori. Tekanan air pori ini sendiri
erat kaitannya dengan jenis perilaku material tersebut. Berikut ini jenis perilaku
material yang ada dalam permodelan finite elemnet menggunakan PLAXIS .
1. Perilaku terdrainase
Pada keadaan ini, maka tekanan air pori berlebih tidak akan terbentuk sama
sekali. Perilaku ini jelas untuk diterapkan pada kasus tanah-tanah kering,
II - 43
kasus dimana terjadi drainase penuh akibat permeabilitas yang tinggi (tanah
pasiran) dan juga kasus dimana kecepatan pembebanan sangat rendah.
Pilihan ini juga dapat digunakan untuk memodelkan perilaku jangka
panjang dari tanah tanpa perlu memodelkan sejarah pembebanan tak
terdrainse maupun konsolidasi.
2. Perilaku tak terdrainase
Pilihan ini digunakan untuk pembentukan tekanan air pori berlebih secara
penuh. Aliran air pori terkadang dapat diabaikan karena permeabilitas yang
sangat rendah (tanah lempungan) atau akibat kecepatan pembebanan yang
sangat tinggi. Seluruh klaster yang dispesifikan sebagai tak terdrainase akan
benar-benar bersifat tak terdrainase, meskipun klaster atau sebagian dari
klaster tersebut berada di atas garis freatik.
3. Perilaku tidak porous
Dalam kondisi ini, maka baik tekanan air pori awal maupun tekanan air pori
berlebih tidak akan diperhitungkan sama sekali pada klaster-klaster dengan
jenis perilaku tidak porous. Perilaku ini sering dikombinasikan dengan
penggunaan model linier elastis, juga dapat diterapkan pada elemen antar
muka. Masukan berupa berat isi jenuh dan permeabilitas tidak relevan untuk
material tanpa-pori.
2.5 Peneliti Terdahulu
II - 44
Referensi pendukung dalam penelitian ini digunakan penelitian terdahulu
yang relevan. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini pernah
dilakukan oleh :
1. Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Perkuatan Geogrid (Studi Kasus
Jalan Medan – Berastagi, Desa Sugo) oleh Iro Ganda dan Roesyanto.
Tujuan studi ini adalah melakukan analisis stabilitas lereng pada
kondisi awal sebelum menggunakan perkuatan geogrid dan sheetpile,
analisis stabilitas lereng setelah perkuatan standart menggunakan
Geogrid dan Sheetpile, dan analisis stabilitas lereng dengan
menggunakan perkuatan alternatif dengan menambahkan beban
Counterweight dibelakang Sheet Pile. Adapun metode yang dilakukan
untuk menganalisis perkuatan Sheet pile dan perkuatan Geogrid,
digunakan metode elemen hingga yaitu menggunakan program Plaxis 2D
versi 8.2. Dan didapatkan hasil nilai safety faktor pada kondisi awal
sebesar 0,67. Nilai Safety Faktor pada perkuatan standart yang
menggunakan Geogrid dan Sheet pile sebesar 1.18. Nilai safety faktor
dengan menggunakan perkuatan alternatif dengan penambahan
Counterweight dibelakang sheet pile sebesar 1,35. Perhitungan safety
faktor teraman adalah pada penambahan beban Counterweight disamping
sheet pile.
2. Alternatif Perkuatan Lereng Pada Ruas Jalan trenggalek – Ponorogo KM
23 + 650 oleh Dedy Dharmawansyah
II - 45
Penelitian ini merencanakan perkuatan pada lereng yang sudah diperbaiki
(eksisting) dan perkuatan pada lereng yang belum diperbaiki. Alternatif
perkuatan yang digunakan terdiri dari mini pile, sheet pile, geotextile wall
dan gabion. Analisis dilakukan dengan perhitungan manual dan
menggunakan pprogram XSTABL dan PLAXIS 8.2. Hasil yang diperoleh
yaitu diperlukan tambahan perkuatan dengan menggunakan mini pile
ukuran 20x20 cm yang dipasang mulau elevasi -3,5 m dari permukaan
jalan sampai 1,5 m dibawah bidang gelincir (panjang total 6.0 m), dengan
jarak 0,5 m. untuk tambahan perkuatan pada eksisting retaining wall yang
sudah retak digunakan sheet pile yang ditanam sampai kedalaman 8m.
perkuatan pada bagian lereng atas yang belum diperbaiki digunakan
gabion dengan ukuran panjang 180 cm, lebar 90 cm dan tinggi 45 cm dan
dipasang mulai elevasi -3,5 m sampai permukaan jalan
3. Penelitian Kedalaman Turap Berangker Sebagai Penahan Tanah Timbunan
Pada Perumahan The Mutiara oleh Nur Alam
Penelitian ini merencanakan alternatif perkuatan Turap kantilever dan
turap berjangkar dengan analisis menggunakan perhitungan manual dan
program Geoslope 2007 hasil yang diperoleh berdasarkan penginputan dan
penggolahan data yang dilakukan diperoleh kedalaman efektif = 3,5 m
dengan panjang jangkar = 10,5 m, untuk turap kantilever memenuhi faktor
keamanan pada kedalaman 4 m dengan nilai faktor keamanan sebesar
1,543
II - 46
II - 47