-
1
ANALISIS
KEBIJAKAN
PENDIDIKAN
KARAKTER
Dr. Abdul Halim, S.Ag., M.Ag
Prof. Dr. Maisah, M.Pd.I
Dr. H. Kasful Anwar. US, M.Pd
Editor :
Dr. Jalaluddin, M.Pd.I
-
2
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
1. Setiap orang yang dengan atau tanpa hak melakukan pelanggaran terhadap
hak ekonomi yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i
untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan ancaman pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000 (seratus juta rupiah)
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap orang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g
untuk peggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1. 000. 000.000
(satu miliar rupiah).
4. Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud ayat (3) yang di-
lakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.
000.000 (empat miliar rupiah).
-
3
PERSEMBAHAN
Disertasi kupersembahkan kepada:
Ayahku
Ibundaku
Sosok yang selalu mendampingiku
Istri tercinta
Anak-anakku tersayang
-
4
ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER
Penulis: Dr. Abdul Halim, S.Ag., M.Ag Prof. Dr. Maisah, M.Pd.I Dr. H. Kasful Anwar. US, M.Pd Editor : Dr. Jalaluddin, M.Pd.I Layout : Team WADE Publish Design Cover : Team WADE Publish
Sumber Gambar: https://www.freepik.com/
Diterbitkan oleh:
Anggota IKAPI 182/JTI/2017
Cetakan Pertama, Desember 2019 ISBN: 978-623-7548-36-2 Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfoto-copy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa seizin tertulis dari Penerbit.
15x23 cm
-
5
KATA PENGANTAR PENULIS
Buku ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian per-
syaratan untuk memperoleh gelar Doktor (S3) Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Penulisan buku ini, dilandasi beberapa kajian literatur
yang berhubungan dengan analisis kebijakan nasional dan pen-
didikan karakter. Buku ini ditulis berdasarkan pada penelitian
lapangan yang dilaksanakan pada Madrasah Aliyah Negeri di
provinsi Jambi. Rasa syukur penulis ucapkan, atas terselesaikan-
nya penulisan buku dengan judul: Analisis Kebijakan Pen-
didikan Karakter.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu demi kelancaran dalam penyelesai-
an buku ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. A. Husein Ritonga MA selaku Direktur
Pascasarjana UIN STS Jambi.
2. Ibu Prof.Dr. Maisah, M.Pd.I dan Bapak Dr.H. Kasful Anwar,
US, M.Pd selaku promotor dan Co-Promotor.
3. Ibu Dr. Risnita M.Pd selaku wakil direktur Pascasarjana UIN
STS Jambi
4. Kepala Kesbanglinmas provinsi Jambi yang telah
memberikan izin penelitian.
5. Kepala MAN Model Jambi, Bapak Ambok Pera Afrizal, MA.
6. Kepala MAN 1 Kuala Tungkal, Bapak Muswadi, S.Ag,
M.Pd.I.
7. Kepala MAN Bangko, Bapak Tri Sulistyo, S.Pd, MA.
-
6
8. Para guru, staf, dan siswa MAN Model Jambi, MAN 1 Kuala
Tungkal, MAN Bangko.
9. Bapak dan ibu Dosen Pascasarjana UIN STS Jambi.
10. Bapak dan ibu Staf Pascasarjana UIN STS Jambi.
11. Kedua orang tua
12. Istri dan anak-anak
13. Teman-teman seperjuangan Pascasarjana UIN STS Jambi.
14. Semua yang tidak dapat peneliti sampaikan satu persatu.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan, saran dan
tanggapan guna penyempurnaan disertasi ini, akan penulis
terima, semoga disertasi ini dapat berguna bagi pembaca
sekalian. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih.
Jambi, November 2019
Penulis,
Abdul Halim
NIM: DMP.16.138
-
9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR PENULIS.................................................. 5 SAMBUTAN DIREKTUR PASCASARJANA UIN STS JAMBI................................................................................................ 7 DAFTAR ISI .................................................................................... 9 BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN ......................................................................... 11
A. Latar Belakang ..................................................................... 11 B. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ..................................... 37
BAGIAN KEDUA STUDI TEORETIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER ................................................................................... 39
A. Analisis Kebijakan .............................................................. 39 B. Pendidikan Karakter .......................................................... 56 C. Undang-Undang dan Peraturan tentang
Kebijakan Nasional terhadap Pendidikan Karakter ................................................................................ 78
BAGIAN KETIGA DESKRIPSI MAN JAMBI........................................................... 83
A. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model Jambi ............. 83 1. Sejarah MAN Model Jambi ....................................... 83 2. Visi MAN Model Jambi ............................................. 86 3. Misi MAN Model Jambi ............................................ 87 4. Tujuan Pendidikan MAN Model Jambi .................. 88 5. Data Identitas Madrasah ........................................... 89 6. Letak geografis ............................................................ 90 7. Tenaga pendidik ......................................................... 90 8. Tenaga Kependidikan ................................................ 96 9. Keadaan Peserta Didik............................................... 97 10. Sarana dan Prasarana ................................................. 98
B. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Kuala Tungkal ..... 100 1. Sejarah MAN I Kuala Tungkal ............................... 100 2. Tujuan MAN I Kuala Tungkal................................ 101
-
10
3. Visi MAN I Kuala Tungkal ..................................... 102 4. Misi MAN I Kuala Tungkal .................................... 102 5. Letak Geografis ......................................................... 103 6. Tenaga Pendidik ....................................................... 103 7. Tenaga Kependidikan .............................................. 106 8. Peserta didik .............................................................. 107 9. Sarana Prasarana....................................................... 108
C. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Bangko ..................... 108 1. Sejarah MAN Bangko ............................................... 108 2. Visi MAN Bangko ..................................................... 110 3. Misi MAN Bangko .................................................... 110 4. Data Identitas MAN Bangko .................................. 110 5. Tujuan MAN Bangko ............................................... 111 6. Tenaga Pendidik ....................................................... 111 7. Tenaga Kependidikan .............................................. 114 8. Peserta didik .............................................................. 115 9. Sarana dan Prasarana ............................................... 116
BAGIAN KEEMPAT TEMUAN DAN ANALISIS HASIL KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI MAN JAMBI ..................... 119
A. Dasar-Dasar Pemerintah Mengeluarkan Kebijakan Nasional Tentang Pendidikan Karakter di Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi .......................... 119
B. Analisis Kebijakan Nasional Tentang Pendidikan Karakter di Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi ......... 136
C. Implementasi Pendidikan Karakter di Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi .................................... 171
D. Implementasi Kebijakan Nasional Belum Mampu Mencapai Standar Pendidikan Karakter di Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi............................... 215
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 225 RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................. 235
-
11
BAGIAN PERTAMA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fakta historis pasca reformasi 1998 bangsa Indonesia
menghadapi banyak tantangan dan permasalahan dari berbagai
aspek. Demoralisasi mulai merambah ke dunia pendidikan, feno-
mena maraknya korupsi, terorisme, plagiatisme naskah, anarkis-
me, LGBT, tawuran, bullying, tindakan asusila dan amoral serta
banyak lagi yang lain. Arus modernisasi yang begitu kencang
juga banyak memberi perubahan dalam kehidupan masyarakat
Indonesia secara umum. Globalisasi sebagai anak kandung
modernisasi secara serta merta juga memberikan pengaruh
negatif yang mengarah pada krisis moral dan akhlaq. Krisis ini
sudah menjalar hampir ke seluruh aspek kehidupan dan elemen
bangsa.
Akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan
kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat
adalah sandangan fundamental yang memberikan kemampuan
kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam ke-
damaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan ke-
bajikan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak
bermoral.1
Fenomena ini dalam analisis peneliti berawal dari kele-
mahan dunia pendidikan dalam menjalankan fungsinya sebagai
institusi yang turut bertanggungjawab membenahi moralitas
1 Hasirah, Pendidikan Budi Pekerti dalam Membentuk Karakter Siswa di Sekolah Menengah
Pertama, (Jurnal Mau’izhah Akademika/Vol. 3/No.02/Oktober 2014), hal. 777.
-
12
anak bangsa. Di antara lembaga/ institusi pendidikan yang
paling dekat dengan pembinaan moral dan akhlak anak bangsa
adalah sekolah. Kegagalan pembentukan moral dan akhlak anak
bangsa pada fakta tersebut berawal dari konten materi pelajaran
yang diberikan kepada siswa di sekolah yang tidak korelatif
terhadap pengembangan nilai-nilai karakter peserta didik. Di sisi
lain, sebagai bangsa yang kaya akan nilai-nilai tradisi dan
budaya, sudah sejak lama warisan nilai tradisi dan budaya ter-
sebut menjadi banteng pengaman bagi kekuatan moral anak
bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan dunia.
Menyadari kondisi ini, pemerintah berupaya mengintegrasikan
nilai-nilai tradisi dan budaya lokal tersebut ke dalam kurikulum
pembelajaran sekolah dalam bentuk kurikulum muatan lokal di
sekolah-sekolah.
Sekolah menjadi sorotan utama bagi pembinaan dan
pembentukan moral dan akhlaq belakangan ini lebih akrab
disebut dengan “karakter”-anak. Memang benar, dunia pendi-
dikan bukan satu-satunya yang bertanggungjawab atas pem-
bentukan karakter anak bangsa. Namum, melalui pendidikanlah
peradaban masyarakat terbentuk, sebab itu, dunia pendidikan
juga sangat sering disebut sebagai agen perubahan atau agent of
change. Bagaimanapun, pendidikan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia.
Bagaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia, me-
merlukan adanya pendidikan.
Sekolah merupakan salah satu wadah komunitas manusia
untuk mengenyam pendidikan formal. Sekolah dasar merupakan
basis pembentuk awal bagi moral dan budi pekerti komunitas
manusia tersebut yang disebut dengan siswa atau anak didik.
Sekolah dasar merupakan Institusi terendah dan paling ber-
pengaruh dominan bagi terbentuknya karakter suatu siswa atau
anak didik sebagai generasi perubahan komunitas manusia di
masa akan datang. Melalui kurikulum dan proses pembelajaran
yang telah direncanakan oleh sekolah, para peserta didik
-
13
terbentuk. Pendidikan menjadi sangat penting bagi setiap komu-
nitas masyarakat. Pendidikan merupakan kebutuhan utama anak
bangsa dalam menghadapi dan menjalani kehidupannya di masa
yang akan datang. Pendidikan merupakan sarana pembentuk
karakter anak bangsa baik karakter pribadi maupun karakter
publik.
Lembaga pendidikan seperti sekolah ini dibentuk untuk
menciptakan Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan
keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta
memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik.2
Sekolah merupakan sebuah lembaga yang bergerak dalam
bidang pembangunan kualitas sumber daya manusia, dalam
menjalakan kinerja kelembagaan pendidikan harus mempertim-
bangkan banyak hal diantaranya kebijakan yang lahir dalam
sistem sekolah. Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah
tidak hanya memprioritaskan perkembangan aspek kognitif atau
pengetahuan peserta didik, yang lebih penting di era millenial
yakni perkembangan individu sebagai pribadi yang unik serta
utuh.
Pendidikan juga merupakan upaya untuk memajukan
budi pekerti, pola pikiran, dan jasmani anak yang selaras dengan
alam dan masyarakatnya3. Kata pendidikan bukanlah suatu
istilah baru yang asing dan sulit bagi masyarakat Indonesia.
Sebab itu, pendidikan bagi masyarakat Indonesia merupakan
suatu kebutuhan yang tidak terpisahkan dari berbagai aspek
kegiatan kehidupan sehari-hari. Terkait dengan upaya yang
dilakukan berbagai kalangan untuk memajukan budi pekerti
anak bangsa, secara sadar atau tidak sesungguhnya pendidikan
karakter menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam proses
pendidikan yang dilalui siswa.
2 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Rajawali, 2012), hal. 49. 3 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra; Internalisasi Nilai-nilai Karakter
melalui pengajaran Sastra, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013, hal. 2.
-
14
Karakter merupakan kepribadian atau akhlak seseorang
yang digunakan sebagai landasan dalam menentukan cara
pandang, bersikap, berfikir, dan bertindak. Narvaez mengatakan
“character is the set psychological characteristic that motivate and
enable an individual to function as a competent moral agent4. Bahwa
karakter yang ada dalam diri seseorang dapat membentuk moral
seseorang. Karakter baik akan membentuk moral yang baik,
begitu sebaliknya. Jika didefinisikan, karakter berasal dari kata
character Bahasa Ingris yang dirujuk dari Bahasa Yunani
charassein yang berarti to engrave (melukis, menggambar). Selan-
jutnya character diartikan sebagai tanda atau ciri khusus. Sebab
itu, karakter kemudian diartikan dalam banyak kamus sebagai
“sifat”,”akhlak”,”budi pekerti” yang menjadi ciri khas
seseorang5.
Darmiyati Zuchdi mengatakan bahwa pendidikan karakter
bersifat holistic menyeluruh atau komprehensif, menyangkut
banyak aspek yang terkait menjadi satu kesatuan. Pendidikan
karakter yang bertumpu pada strategi tunggal sudah tidak
memadai untuk dapat menjadikan peserta didik memiliki moral
yang baik6.
Pendidikan karakter merupakan berbagai usaha yang
dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masya-
rakat untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau
memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.7
Berdasarkan pengertian ini, terlihat jelas bahwa pendidikan
karakter atau pembentukan karakter seseorang dapat dilakukan
pada seseorang yang masih anak-anak atau remaja. Proses
pengubahan sifat, kejiwaan, akhlak, budi pekerti seseorang atau
4Nucci L dan Narvaez D, Hnadbook of Moral and Character Education, (New York :
Routledge, 2008), hal. 415. 5Arnold Jacobus,dkk, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Melalui Keteladanan
dan Pembiasaan, Jurnal JPDI Vol I Nomor 2 bulan September 2016, hal.25-29. 6 Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan – Menemukan kembali Pendidikan yang
Manusiawi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), hal.35. 7Darwanto, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta : Gaya Media,
2013), hal.85.
-
15
kelompok orang agar menjadi dewasa atau dalam Bahasa agama
Islam; menjadi insan kamil merupakan kegiatan pendidikan
karakter yang hanya bisa dilakukan pada level anak-anak dan
remaja.
Orang tua dan guru memiliki peran besar dalam
pembentukan karakter anak, sebagaimana dijelaskan dalam Al-
Qur’an berikut ini:
َك لَُظۡۡلٌ ۡ لِۡشِٱنَّ ٱ
ِِۖ إ ِ ّللَّ
ٱبََُنَّ ََل تُۡۡشِۡك ِبٱ بۡنِِهۦ َوُهَو يَِعُظُهۥ يَ َٰ
ٱُن ِل ۡذ قَاَل لُۡقَم َٰ
َِوإ
١٣َعِظمٞي
Artinya: “Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika
dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah
engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya memper-
sekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.
(Q.S. Luqman: 13)8
Dan dilanjutkan pada surah Luqman ayat 17
ۡصِِبۡ عَََلٰ َمآ ٱََصابََكِۖ ٱلُۡمنكَِر َوٱ
ٱنَۡه َعِن ٱ
ٱلَۡمۡعُروِف َوٱ
ٱلَٰوَة َوٱ ُۡمۡر ِبٱ لصَّ
ٱبََُنَّ ٱَِقِم ٱ يَ َٰ
ۡلُُموِر ٱِِلَ ِمۡن َعۡزِم ٱ نَّ َذَٰ
ِ ١٧إ
Artinya: “Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah manusia
berbuat yang makruf dan cegahlah mereka dari yang mungkar
dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguh-
nya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. (Q.S.
Luqman: 13)9
Karakter seseorang memiliki banyak pengaruh terhadap
keseluruhan aspek kehidupan seseorang. Bagi anak dan remaja,
karakter memiliki peran yang sangat besar bagi berbagai prestasi
yang diperolehnya di sekolah. Karakter menjadi pembeda antara
8 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an Tiga Bahasa (Depok: Al-
Huda, 2009), hal. 802. 9Ibid., hal. 803.
-
16
satu anak dengan anak yang lain. Karakter seseorang juga
memiliki hubungan yang kuat dengan pola pengasuhan anak
sehari-hari dalam keluarga, lingkungan dan masyarakat.
Pendidikan karakter menjadi sangat penting karena memiliki
tujuan untuk menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan
sehari-hari. Pendidikan karakter merupakan proses pemberian
tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuh-
nya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, rasa, dan
karsa10. Pendidikan karakter merupakan proses penanaman
nilai-nilai karakter atau pengembangan etika melalui olah pikir,
olah rasa, olah raga, dan olah karsa yang meliputi komponen
pengetahuan, keasadaran, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan
karakter tidak hanya bersumber dari ajaran agama un-sich, tetapi
juga bersumber dari nilai-nilai dan ajaran yang terkandung
dalam kearifan local.
Kemajuan suatu bangsa dan daerah ini tidak akan
terwujud jika kecerdasan, kepandaian atau keterampilan sumber
daya manusianya tidak dilandasi dengan keimanan dan akhlak
yang mulia. Kepandaian dan keterampilan tanpa moral dan
akhlak yang mulia akan menjerumuskan dan mencelakakan.
Dimensi moral erat kaitannya dengan dimensi watak. Maka
krisis moral dapat diatasi dengan pembinaan watak.11
Pelaksanaan pembinaan watak atau karakter peserta didik
di sekolah menjadi tanggung jawab semua elemen sekolah, baik
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sampai kepada peran
aktif orang tua. Pembinaan watak di sekolah merupakan suatu
proses yang membutuhkan waktu lama guna mengubah watak
siswa yang amoral menjadi bermoral, proses tersebut bukanlah
proses yang bisa dilakukan sekali jadi. Semua pihak sekolah baik
10Novan A Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar; Konsep dan
Strategi, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hal.27-28. 11 Rohinah M. Noor, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra: Solusi Pendidikan Moral yang
Efektif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2017), hal. 44.
-
17
kepala sekolah, guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling,
OSIS, bahkan siswa itu sendiri menjadi bagian penting yang
terlibat aktif dalam membentuk karakter anak di sekolah.
Pada proses pendidikan, guru dan kepala sekolah adalah
komponen yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat
yang paling mendasar dan mereka memerlukan bantuan-
bantuan khusus dalam memecahkan masalah mereka. Bantuan
khusus sesuai dengan tuntutan pengembangan pendidikan,
khususnya pengembangan kurikulum.12
Bentuk kenakalan dan perilaku menyimpang dari para
siswa menjadi beban tambahan sekaligus sumber kepedulian
utama bagi guru. Bentuk kenakalan siswa yang sering terjadi di
sekolah seperti membuang sampah di sembarang tempat apalagi
sampah permen karet yang sering menimbulkan permasalahan
antar siswa, berkelahi, mencuri, tidak disiplin dalam belajar,
sering bolos, dan bahkan terdapat beberapa siswa yang menjadi
pecandu obat-obat terlarang. Perilaku menyimpang tersebut
sering kali menyebabkan terjadinya konflik di lembaga
pendidikan.
Pentingnya pendidikan karakter yang komprehensif dan
terukur bagi masyarakat dan anak bangsa ini, menjadi perhatian
besar pemerintah Republik Indonesia sejak sepuluh tahun
terakhir. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya beberapa undang-
undang dan peraturan yang mempertegas signifikansi pen-
didikan karakter di seluruh satuan pengelola pendidikan. Tujuan
Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Indonesia yang memiliki tujuan yaitu menjadikan
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini harus diwujudkan
dengan pendidikan yang memanusiakan manusia Indonesia.
12 Daryanto, Administrasi dan Manajemen Sekolah: Untuk Mahasiswa, Guru, dan Peserta
Kuliah Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hal. 152.
-
18
Standar pendidikan nasional berfungsi sebagai dasar
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan
dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pen-
didikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermar-
tabat. Standar nasional pendidikan disempurnakan secara
terencana, terarah dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.13
Sistem pendidikan mengandung proses pendidikan
khususnya di sekolah yang bekerja untuk langsung atau tidak
langsung mencapai tujuan pendidikan. Proses ini merupakan
interaksi fungsional antara komponen-komponen pengambil
kebijakan pendidikan pada pemerintah di pusat, pemerintah di
daerah provinsi dan kabupaten/kota, serta penyelenggara
pendidikan di sekolah merupakan penjabaran tujuan pendidikan
nasional. Semua masukan pendidikan disusun menurut pola
tertentu menjadi bagian baik dalam bentuk jenjang maupun jenis
pendidikan yang mempunyai hubungan fungsional mencapai
suatu tujuan.14
Garis besar kebijakan pendidikan nasional sebagaimana
tertuang dalam padal 31 UUD 1945, yang menyatakan bahwa:
a. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
b. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
c. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta takhlak mulia dalam rangka men-
cerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-
Undang.
13 Mukhtar dkk, Pengelolaan Madrasah Bermutu, (Jambi: Salim Media Indonesia, 2017),
hal. 7 14 Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan: Pembuka
Ruang Kreativitas, Inovasi, dan Pemberdayaan Potensi Sekolah dalam Sistem Otonomi Sekolah, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 17.
-
19
d. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyeleng-
garaan pendidikan nasional.
e. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.15
Amanat kebijakan pendidikan nasional dirumuskan ke
dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yakni pendidikan
yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Kebijakan nasional
pendidikan bertujuan mengembangkan potensi anak didik men-
jadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, memiliki akhlak mulia, sehat jasmani dan rohani,
berilmu, kecakapan, bersikap mandiri dan kreatif, dan menjadi
bagian dari warga negara yang bertanggung jawab.
Pendidikan sangat rentan dengan isu-isu kebijakan yang
sering muncul akibat ketimpangan pengambilan kebijakan baik
secara internal maupun eksternal. Untuk melahirkan suatu
pengetahuan dan memberikan arah sebuah tindakan unsur
organisasi maka analisis sebuah kebijakan sangat penting dilak-
sanakan oleh para pemangku wewenang pendidikan. Sebagai
sebuah prosedur berpikir, analisis kebijakan memiliki prosedur
atau cara untuk mencari sebuah solusi dalam memecahkan
masalah kebijakan berdasarkan pemahaman pelaksana analisis
terhadap dunia pendidikan. Dengan melakukan analisis pen-
didikan hasil akhir yang diharapkan adalah berupa saran dan
tindakan akankan kebijakan pendidikan yang diterapkan saat ini
15 Dedi Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), hal. 10.
-
20
akan dilanjutkan dengan sebuah catatan perbaikan atau
dihentikan dengan mengganti yang lain.
Setiap lembaga pendidikan memiliki komponen yang
berfungsi secara integral dengan kebijakan pendidikan yang di-
tetapkan secara nasional maupun secara lokal. Lembaga pen-
didikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan vokasi, pen-
didikan agama, dan pendidikan tinggi mengandung komponen-
komponen yang penting sebagai penunjang terlaksananya sistem
pendidikan. Secara internal komponen lembaga pendidikan
digerakkan oleh kebijakan yang diambil oleh pimpinan masing-
masing lembaga. Secara eksternal komponen lembaga pen-
didikan terintegrasi dengan kebijakan yang diambil secara
nasional oleh sistem pendidikan nasional dan kebijakan
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan baik sosial budya,
ekonomi, politik, dan teknologi.
Perubahan sistem pemerintahan membawa perubahan
pada pola pendidikan. Beberapa generalisasi terjadi pada sifat
reformasi pendidikan. Perubahan pendidikan terkait dengan
adanya perubahan politik pemerintahan merupakan sebuah
faktor kontekstual yang sangat penting. Dimana kebijakan imple-
mentasi pendidikan diambil secara terpusat oleh pemerintah
barulah didistribusikan dan dikembangkan di lini lembaga.
Perubahan yang juga mempengaruhi kestabilan pendidikan
yakni perubahan ekonomi yang berdampak pada besarnya nilai
pembiayaan pendidikan. Kekuasaan politik mampu mengatur
ulang dan menata pergeseran pendidikan pada tiap kelasnya.
Kecenderungan perubahan pendidikan berfokus pada
serangkaian perubahan pada tingkat sekolah yang terbatas pada
tujuan jangka pendek. Perubahan ini seringkali mengandung
penyebutan contoh-contoh asing dalam pengemasan retori-
kanya. Perubahan pendidikan mengandung banyak sumber
daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Ber-
bagai aspek perubahan sumber daya manusia berkonten unsur
budaya, cita-cita, dan adat istiadat dalam praktek pendidikan.
-
21
Perubahan pendidika pada konten cita-cita ini lahir dan
berkembang dari cita-cita awal seluruh rakyat Indonesia, inilah
yang dilakukan oleh elemen pemerintah dan juga pelkasana
pendidikan dengan mengintegrasikan perubahan pendidikan
dengan cita-cita awal pendidikan bangsa Indonesia. Sebuah cita-
cita membangun negara dengan peradaban yang kuat dan nilai-
nilai moral, menjadi sebuah budaya yang mengakar dengan kuat.
Cita-cita bangsaa berperadapan inilah menguatkan sistem
pendidikan yang diperbaharui dengan pendidikan berkarakter.
Pola-pola pendidikan terus dikembangkan untuk menjawab
tantangan zaman yang menjadi semakin pesat.
Bentuk dan perubahan pendidikan menurut William K.
Cummings muncul dalam dua dimensi. Bentuk sistem tersebut
yaitu diferensiasi atau integrasi berbagai peluang pendidikan.
Keduanya muncul melalui divisi vertikal dan horizontal dan
pemisahan atau inklusi yang berbeda dari kelompok sosial yang
ada dalam berbagai peluang pendidikan terutama melalui
horisontal segmentasi atau pelacakan. Sebuah perbedaan khas
harus dihadirkan dari kedua struktur sistem masing-masing dan
dalam cara masing-masing negara yang dapat diandalkan untuk
membangun arah. Di antara cara yang tersedia untuk negara
untuk mempengaruhi arah adalah standar pendirian, akreditasi,
keuangan, penerimaan, dan sistem ujian pendidikan.16
Berbagai kemajuan yang ditampilkan oleh bidang
pendidikan akhir-akhir ini sangat pesat. Penemuan-penemuan
baru banyak dilahirkan melalui proses pembelajaran dan ekspe-
rimen para penggiat pendidikan baik peserta didik maupun
pendidik. Setiap pelaksanaan pendidikan telah diatur ber-
dasarkan kebijakan termasuk mengenai pelaksanaan pendidikan
karakter. Namun dalam implementasinya tidak dapat dipungkiri
bahwa masih terdapat banyak masalah atau hambatan yang terus
masuk ke dalam nasib pendidikan.
16 Joseph Zajda dan Macleans A. Geo-JaJa, The Politics of Education Reforms, (New York:
Springer, 2010), hal 22
-
22
Berbagai masalah yang sedang melanda dunia pen-
didikan saat ini sangatlahh kompleks. Kebijakan peningkatan
anggaran pendidikan yang telah dilakukan oleh pemerintah se-
hingga mengalami kenaikan sebesar 27,4% masih belum men-
jangkau secara rata untuk seluruh daerah apalagi daerah yang
jauh dari perkotaan atau pusat pemerintah. Penyebaran tenaga
pendidik yang ahli pada bidangnya juga masih belum tercapai
secara maksimal. Masih banyak tenaga pendidik yang meng-
ampu mata pelajaran tidak sesuai bidang keahlian. Hal ini akan
menyebabkan tidak maksimalnya implementasi kebijakan sistem
pendidikan yang terus diperbaharui melalui perubahan kuri-
kulum pendidikan. Permasalahan tenaga pendidik juga tidak
berhenti hanya sebatas bidang keahlian karena masih dihadap-
kan pada kebutuhan sarana dan prasaran pembelajaran. Ter-
dapat ketimpangan dan belum terpenuhi secara maksimal
fasilitas pendidikan antara daerah sehingga berdampak pada
kualitas pendidikan yang diselenggarakan tidak optimal
sebagaimana yang diharapkan secara nasional.
Kenaikan anggaran pendidikan diharapkan mampu
meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Pada realita-
nya tidak didorong dengan peningkatan jumlah anak yang
mampu mengenyam pendidikan, sehingga angka putus sekolah
anak pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah masih
tinggi. Tingginya angka putus sekolah ini dipengaruhi oleh
banyak faktor baik karena kondisi ekonomi keluarga peserta
didik maupun karena kenakalan yang berdampak pada drop out
atau pemberhentian anak oleh pihak sekolah.
Pada tahap penyelenggaraan, fungsi dan tujuan pen-
didikan nasional dijabarkan ke dalam kurikulum pendidikan,
standar nasional pendidikan, progam dan kebijakan pendidikan,
proses pelaksanaan pembelajaran, dan sistem evaluasi. Pada
perkembangan dunia pendidikan saat ini, fungsi dan tujuan
tersebut tidak dapat dijawab secara operasional dalam kegiatan
-
23
pendidikan bahkan seolah-olah memiliki sifat parsial terhadap
program dan kebijakan pendidikan.
Berdasarkan tujuan Undang-Undang tersebut dan Tujuan
Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2007 maka pemerintah membuat Kebijakan
Pendidikan Karakter yang tertuang dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan
Pendidikan Karakter. Peraturan ini selanjutnya direalisasikan
oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia dalam bentuk aturan turunannya; Peraturan
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun
2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pen-
didikan Formal. Selanjutnya, kebijakan nasional tentang
pendididkan karakter tersebut difahami, diwujuddkan dan
diimplementasikan secara parsial dan berbeda oleh satuan
pendidikan formal setingkat Madrasah Aliyah Negeri di Kota
Jambi sesuai dengan visi misi madrasah tersebut.
Berbagai perubahan kebijakan pendidikan dan kurikulum
pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah sampai pada tahap
penyelenggara namun belum menjawab tantangan kualitas
proses dan mutu lulusan yang berkarakter. Setiap tahun peme-
rintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan pada semua jenjang dan jalur pendidikan. Semua
pihak terlibat dalam setiap perubahan kebijakan yang dilakukan
termasuk pimpinan pendidikan, orang tua, dan masyarakat.
Namun kualitas proses dan lulusan pendidikan di sekolah belum
mencapai tujuan pembetukan karakter sebagaimana tercantum
dalam tujuan pendidikan nasional.
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide,
konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis
sehingga memberikan dampak baik berupa perubahan
-
24
pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap.17 Imple-
mentasi atau penerapan pendidikan karakter merupakan
aktualisasi konsep dan program pendidikan karakter dalam
pembelajaran atau aktivitas di sekolah sehingga peserta didik
mengalami perubahan pada aspek afektif dan juga kognitif dan
psikomotorik. Penerapan pendidikan karakter di lembaga
pendidikan atau biasa dikenal dengan pendidikan budi pekerti
ditujukan untuk membangun lulusan pendidikan yang memiliki
nilai-nilai agama yang kuat dan moral yang positif.
Pada tahap jenjang pendidikan menengah atas atau
Madrasah Aliyah, konsep yang relevan untuk membentuk
karakter peserta didik adalah “Ing Madya Mangun Karsa”,
artinya pada jenjang ini guru merupakan fasilitator bagi peserta
didik untuk memberi semangat belajar. Guru tidak mendikte
atau menekan peserta didik, melainkan membakar semangat
belajar keras peserta didik. Ketika guru memfasilitasi atau men-
dampingi peserta didik dalam proses pembelajaran, maka
peserta didik akan menginternaslisasikan nilai-nilai karakter
seperti rasa ingin tahu, belajar keras, disiplin, mandiri, dan
karakter lainnya.18
Pengembangan sikap peserta didik (attitude), pengem-
bangan watak (character) dan penanaman akhlak mulia (budi
pekerti) adalah beberapa unsur sentral dari tujuan besar
pendidikan Indonesia yang sudah termaktub dii dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional. Secara garis besar tujuan
tersebut terkait dengan pembentukan karakter dan moral
pendidikan peserta didik sehingga menjadi generasi penerus
bangsa yang memiliki pondasi kuat baik dari pengetahuan,
keterampilan, keagamaan, dan nilai-nilai kebangsaan.
17 Muhammad Rohman dan Sofan Amri, Manajemen Pendidikan: Analisis dan Solusi
terhadap Kinerja Manajemen Kelas dan Strategi Pengajaran yang Efektif, (Jakarta: Pustaka Prestasi, 2012), hal. 233.
18 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), hal. 17.
-
25
Taktik dan gerakan organisasi yang dihasilkan pada
pelajar Indonesia yang menimba ilmu di Mesir mengembalikan
gagasan sistem pembelajaran character formation and religious
education atau pembentukan karakter dan pendidikan agama
(tarbiyah) adalah cara terbaik untuk membangun sebuah gerakan
untuk perubahan sosial. Cara paling efektif untuk melakukan
pembentukan karakter pada pelajar atau siswa ini adalah melalui
formation of intimate learning circles atau pembentukan lingkaran
belajar yang intim (halaqah) dan kelompok pendukung (usrah,
"keluarga") dimana mereka mencoba untuk menerapkan hukum
Tuhan dalam semua aspek kehidupan mereka.19
Prinsip pertama implementasi pendidikan Islam terin-
tegrasi telah dilakukan pada kurikulum pembelajaran di sekolah.
Sebagian besar pihak yang mendukung konsep sistem integrasi
pendidikan Islam melihat adanya pola pencampuran sebagai
sebuah penerapan komitmen dari prinsip yang menyentuh
antara hubungan sekolah Islam dengan masyarakat. Secara
khusus, sekolah berfungsi untuk memberikan pelayanan, tidak
hanya sebagai tempat untuk melatih anak didik, tetapi sebagai
penggerak penanaman nilai-nilai Islam dan karakter akhlakul
karimah di lingkungan masyarakat.
Pemahaman dalam integrasi pendidikan Islam dengan
kurikulum di sekolah dikembangkan melalui keterpaduan orang
tua secara aktif di sekolah. Orang tua sebagai stakeholder yang
langsung berhubungan dengan kepentingan anak di sekolah
berkesinambungan dengan peran aktif guru dalam komunitas-
komunitas bentukan sekolah. Ini merupakan cara efektif untuk
melibatkan orang tua yang tidak terhenti hanya sebatas pada
tanggung jawab di pintu pendaftaran. Sehingga terlahir rasa
bertanggung jawab terhadap perubahan pada peserta didik dan
sistem pendidikan. Mengingat kembali bahwa orang tua
19 Robert W. Hefner, Making modern Muslims: the politics of Islamic education in Southeast
Asia (USA: University of Hawai‘i, 2009), hal. 74.
-
26
memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak didik
dan keberhasilan implementasi kebijakan pendidikan.
Seiring berkembangnya tuntutan output atau keluaran
pendidikan yang siap diterima oleh berbagai bidang stakeholder
terjadi karena semakin banyak problema yang menjangkit pada
dunia anak-anak baik dari tingkat dasar sampai anak remaja.
Seringnya terjadi kasus tindakan pelecahan seksual, kekerasan,
bullying, diskriminasi, dan penggunaan obat-obat terlarang
melahirkan tanda tanya apa sebenarnya pendidikan karakter
yang selama ini digencarkan untuk diimplementasikan di
seluruh lembaga pendidikan. Terlebih lagi mereka akan menjadi
generasi pengganti para elit pemerintah, elit politik, pemerhati
pendidikan, kelompok keluarga baru yang seharusnya sudah
benar-benar disiapkan sejak mereka menempuh pendidikan.
Nilai-nilai karakter yang harus dikembangkan dan ditanamkan
kepada peserta didik masih tidak memberikan perubahan pada
degradasi moral yang merajalela di seluruh lini lembaga.
Bagaimana cara pendidikan karakter ditanamkan sesung-
guhnya sudah dijelaskan secara praktis di dalam kurikulum.
Karakter-karakter yang harus dikembangkan pada setiap jenjang
pendidikan diturunkan dari konsep dasar nilai-nilai karakter
yang dirumuskan oleh kementerian pendidikan melalui pen-
dekatan nilai-nilai moralitas yang terdiri dari 18 unsur. Secara
umum nilai keteladanan dan pembiasaan diinternalisasikan
melalaui enerapan budaya sekolah sehingga terdapat integrasi
seluruh unsur sekolah baik dari kepala sekolah, guru, peserta
didik, dan orang tua. Idealnya pembiasaan di sekolah didukung
dengan pembiasaan di rumah bersama orang tua.
Implementasi kebijakan pendidikan karakter di sekolah
diarahkan melalui pembentukan kurikulum karakter yang
dilaksanakan dengan strategi yang mikro dalam kegiatan intra
maupun ekstrakurikuler yang masih mengandung modus nilai
konvensional. Urgensi pemberian orientasi bagaimana dan apa
pendidikan karakter dan nilai-nilai moral yang harus
-
27
dikembangkan pada ranah afektif dan psikomotorik peserta
didik mengharuskan keterlibatan langsung dan praktik peserta
didik dalam kegiatan sekolah.
Studi kasus yang telah dilakukan oleh beberapa ahli
mencakup kebijakan pendidikan yang mempengaruhi reformasi
kurikulum, kecenderungan evaluasi dan asesmen, desentralisasi
dan privatisasi di pendidikan Indonesia, pendidikan teknis dan
kejuruan, pendidikan anak usia dini, serta keunggulan dan
kualitas dalam pendidikan. Serangkaian tawaran temuan terbaru
mengenai isu-isu penting pada arah pendidikan dan kebijakan
komparatif sangat dibutuhkan.
Pengembangan berbagai strategi baru dalam internal
sekolah seperti mode pembelajaran yang lebih komprehensif,
fleksibel, dan inovatif, harus memperhitungkan kebutuhan
peserta didik yang selalu berubah dan berkembang. Seluruh
perkembangan termuat dalam perubahan kebijakan pendidikan
untuk mengatasi disparitas dan ketidaksetaraan pendidikan
yang sering terjadi karena adanya perbedaan sosial-ekonomi.
Pengembangan strategi ditujukan agar kualitas pendidikan
mengalami peningkatan secara signifikan. Oleh karena itu
berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan sebuah pola pem-
belajaran pada pendidikan yang sesuai kebutuhan peserta didik
dan pertumbuhan kualitas sumber daya manusia dengan menye-
laraskan pendidikan dan budaya lokal. Penguatan pendidikan di
sekolah dengan didukung budaya lokal untuk melestarikan nilai-
nilai hubungan peserta didik dengan sosial masyarakat. Strategi
ini memberikan arah pendidikan yang berciri khas budaya lokal.
Dan untuk menjawab tantangan yang lebih kompleks, lembaga
pendidikan melakukan kolaborasi sistem pembelajaran lokal
dengan kerjasama internasional sehingga kebijakan pendidikan
merata dengan perubahan dan reformasi pendidikan di seluruh
daerah.
-
28
Budaya sekolah memberikan gambaran bagaimana
seluruh aktivitas akademika bergaul, bertindak dan menyele-
saikan masalah dalam segala urusan di lingkungan sekolahnya.
Kebiasaan mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas diri
merupakan kultur yang seharusnya hidup sebagai suatu tradisi
yang tidak lagi dianggap sebagai beban bagi peserta didik.
Sekolah sebagai sebuah kesatuan lembaga formal dan mem-
punyai sasaran masing-masing, cenderung memiliki kekhasan
dalam interaksi yang terjadi di antara sesama peserta didik, guru,
dan para pegawai. Suatu budaya tidak dapat dikategorikan
bernilai baik atau buruk. Kesan baik atau buruk itu timbul ketika
seseorang berinteraksi dengan orang lain dengan menggunakan
budayanya sendiri tanpa memperhatikan dan menyesuaikan
dengan budaya lawan bicaranya.
Pemberian pendidikan agama merupakan salah satu
persyaratan mata pelajaran wajib yang sempat mengalami
pengurangan jumlah jam pelajaran. Kebijakan pemerintah tidak
berpihak pada kebutuhan pembinaan peserta didik. Pendidikan
agama menjadi bagian kurikulum nasional yang diatur oleh
kebijakan kementerian pendidikan. Tujuan, konten atau isi dan
pendekatan pendidikan agama ditentukan oleh banyak pihak
yang terlibat berdasarkan aturan pada Undang-Undang sistem
pendidikan nasional. Esensi sistem pendidikan terdapat pada isi
kurikulum yang diuraikan dalam silabus. Kurikulum nasional
secara umum dituntut untuk memuat perkembangan spiritual,
moral, budaya, mental dan fisik peserta didik di sekolah.
Fleksibilitas dalam perumusan pendidikan sangat penting
dimana kebijakan pendidikan melibatkan seluruh unsur aka-
demisi, praktisi, dan pemerhati sosial masyarakat. Konten pen-
didikan disepakati dan disusun dari tingkat nasional dan
diselenggarakan di tingkat lokal. Lembaga pendidikan diharus-
kan untuk membuat ketentuan bersifat kolektif. Berbagai hal
-
29
harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pen-
didikan termasuk latar belakang dengan memperhatikan latar
belakang darah, keluarga, etnis, ekonomi, dan sosial.
Kegiatan pendidikan di sekolah menjadi wadah pemuatan
pendidikan karakter. Setiap lembaga pendidikan pasti memiliki
kegiatan kurikuler, kegiatan kokurikuler, dan kegiatan ekstra-
kurikuler terintegrasi secara menyuluruh bukan hanya dalam
pelajaran Agama Islam atau Pendidikan Kewarganegaraan.
Pengintegrasian ini menjadi sangat penting untuk mencpai
kebeehasilan penerapan kebijakan pendidikan karakter. Sebuah
narasi baru muncul yang mengangkat kebutuhan penetapan
pendidikan karakter menjadi sebuah mata pelajaran tersendiri.
Lembaga pendidikan memiliki kebijakan internal untuk
mengembangkan pola penerapan pendidikan karakter yang
sesuai dengan potensi dan ruang lingkup lembaga. Sebuah pola
yang akan melatih pengembangan peserta didik dalam me-
numbuhkan semangat untuk menjalankan kehidupan sosial
yang sehat, menegakkan nilai kebangsaan, menjaga lingkungan
sekitar keberadaan mereka, melakukan dialog-dialog pendi-
dikan, dan melakukan kegiatan dengan masyarakat sekitar
sekolah maupun sekitar tempat tinggal. Kegiatan bersifat sosial
juga akan meningkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan
peserta didik. Interaksi peserta didik dalam aktivitas sosial
menumbuhkan kepakaan terhadap kondisi lingkungan yang ada
di sekitar.
Kebijakan pendidikan karakter di sekolah yang sudah
dimasukkan ke dalam kurikulum masih dilematis. Penerapan
pendidikan karakter akan memberikan hasil maksimal ketika
sejalan dengan jumlah jam pelajaran agama. Dimana nilai-nilai
karakter yang dikemas kementerian pendidikan sesungguhnya
ada pada nilai pelajaran agama. Pada saat ini porsi jam pelajaran
agama di sekolah sangat sedikit hanya berkisar dua sampai tiga
jam. Kebijakan pemerintah ini tidak seiring sejalan dengan
kebutuhan pelaksanaan pendidikan karakter. Jumlah jam
-
30
pelajaran agama yang saat ini dialokasikan di sekolah hanya
cukup untuk menyampaikan atau mengajarkan nilai kognitif
peserta didik yang bersifat klasikan dan teoretis. Isi pembelajaran
menguatkan unsur hafalan teori dibandingkan dengan
pemahaman peserta didik dalam nilai terapan.
Karakter anak didik yang berkembang di lingkungan
sekolah terjalin melalui interaksi dan komunikasi berbagai pihak
baik guru dan sesama anak didik. Pentingnya membangun
sebuah komunikasi dalam aspek afektif juga telah dijabarkan
Islam dalam sebuah surah yaitu:
ُ غََِنٌّ َحِلمٞي ّللَّٱن َصَدقَٖة يَتۡبَُعهَآ ٱَٗذۗى َوٱ ِمِ
َوَمۡغِفَرةٌ َخۡۡيٞٞ
ۡعُروف مَّٞ ٢٦٣۞قَۡول
Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari pada
sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah
Mahakaya, Maha Penyantun. (Q.S Al-Baqarah: 263)20
Strategi pengajaran yang akan mendukung kebijakan
pendidikan karakter adalah sebuah strategi yang besifat praktek
dan konkret bukanlah sebuah startegi teoretis yang tentu tidak
dapat berdampak langsung nilai karakter pada peserta didik.
Untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilannyapun harus
dilakukan evaluasi yang bersifat otentik. Evaluasi yang bersifat
telaah terhadap penguasaan kompetensi secara menyeluruh
tidak sebatas pada akademik. Oleh karena itu guru pendidikan
agama harus menguasai pengetahuan, sikap yang memang layak
sebagai suri teladan bagi peserta didik, dan keterampilan dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Dengan pembagian jumlah
jam pelajaran masing-masing merujuk kepada kurikulum
nasional, menguatkan aspek ajaran pendidikan karakter.
Sebuah estetika mampu mengakomodir penerapan pen-
didikan karakter di sekolah. Proses sebuah pendidikan estetika
atau pendidikan seni mengembangkan daya imajinatif dan
20 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Op.Cit., hal. 77.
-
31
kreativitas peserta didik yang akan menciptakan kesehatan
pikiran dan jiwa peserta didik. Melalui pola pendidikan estetika
yang biasanya diterapkan dalam pendidikan seni maka menjadi
sangat efektif penanaman karakter peserta didik. Penggunaan
pola pengajaran menjadi lebih kreatif dan luas. Penanaman
karakter pada peserta didik membutuhkan sebuah kelembutan
dari para pendidik sehingga endorong mereka menyadari betapa
pentingnya perilaku atau sikap yang berakhlakul karimah di
tengah kemampuan kognitifnya. Sebuah keindahan memberikan
stimulus kepada peserta didik sehingga lebih mudah menerima
nilai karakter yang ditanamkan.
Sejatinya pendidikan dan karakter adalah satu nyawa,
tidak dapat dipisahkan. Pendidikan membentuk karakter se-
dangkan karakter memperkuat pendidikan. Inilah yang men-
jadikan pendidikan dan karakter itu penting untuk terus di-
evaluasi prosesnya dalam pembelajaran sehari-hari. Akan tetapi,
dalam praktiknya di lapangan, pendidikan karakter kerap kali
menghadapi berbagai macam persoalan mulai dari yang bersifat
teknis hingga pragmatis. Ini banyak terjadi di lembaga pen-
didikan formal binaan pemerintah mulai dari sekolah dasar
hingga sekolah menengah atas. Peristiwa pemukulan seorang
siswa terhadap gurunya sendiri di Sampang Madura Jawa Timur
lalu membuka fakta betapapun canggihnya kurikulum pen-
didikan karakter yang selama ini diajarkan di kelas, moral siswa
masih belum tersentuh. Akibatnya kekerasan baik terhadap
sesama maupun gurunya sendiri akan tetap terjadi. Hal ini juga
berpotensi terjadi di daerah lain. Dengan demikian dapat kita
pahami bahwa sejatinya pendidikan karakter di Indonesia yang
dijalankan di sekolah umum belum selesai. Ada banyak
hambatan dalam implementasinya yang perlu didiskusikan
bersama.21
21 Muhamad Bari Baihaqi, http://www.neraca.co.id/article/97888/hambatan-
dalam-implementasi-pendidikan-karakter, Sabtu, 03 Maret 2018.
-
32
Sebuah studi yang dilakukan Prof.Dr.H. Irwan Prayitno,
PSi, MSc mengenai pendidikan karakter sebagai solusi mengatasi
masalah moral dan hilangnya rasa malu di Sumatera Barat.
Dunia pendidikan Indonesia saat ini masih berkutat pada
domain peningkatan aspek kognitif. Krisis moral yang terus
bergulir menimpa semua elemen bangsa tidak kunjung ter-
selesaikan. Berbagai krisis moral yang merebak antara lain
meningkatnya pergaulan bebas baik pada tingkat anak sekolah
dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Bahkan marak angka
kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman,
pencurian remaja, kebiasaan mencontek yang berakibat pada
rusaknya mental peserta didik. Penyalahgunaan obat-obatan,
pornografi, perusakan milik orang lain, dan budaya korupsi
sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat
diatasi secara tuntas.22
Semua permasalahan pendidikan di atas merupakan
akibat tidak langsung dari kurangnya penghayatan nilai-nilai
karakter yang ada dalam pembelajaran. Oleh karena itu
penguatan pendidikan karakter sangat relevan untuk mengatasi
krisis moral anak bangsa saat ini. Konsep pendidikan karakter
yang ditawarkan oleh Irwan Prayitno bertumpu pada ajaran
agama, adat dan budaya, dan nasionalisme. Irwan menekankan
pada keterpaduan antara kognitif, afektif dan psikomotorik
dalam pembentukan kurikulum
Latar belakang pembangunan karakter dalam rangka
mewujudkan realisasi amanat Pancasila dan Pembukaan UUD
1945 karena adanya permasalahan kebangsaan yang berkembang
saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai
Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam
mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran
terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa;
22 Irwan Prayitno, http://irwan-prayitno.com/2015/11/pendidikan-karakter-solusi-
atasi-masalah-moral/ 19 November 2015.
-
33
dan melemahnya kemandirian bangsa. Untuk mendukung per-
wujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana di-
amanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta
mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah
menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program
prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit
ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana pendidikan karakter
ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pem-
bangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan
falsafah Pancasila.”
Sebuah generasi pasti akan mengalami pergantian, dan di
kemudian hari akan lahir generasi-generasi muda sebagai
penerus bangsa yang lahir atas harapan menjadi bangsa yang
lebih maju. Generasi muda merupakan penggerak yang sangat
mempengaruhi perputaran tata kehidupan sebuah bangsa.
Sehingga ada sebuah jargon yang menyatakan bahwa jika rusak
sebuah generasi muda maka akan hancur suatu bangsa dan
sebaliknya jika baik sebuah generasi muda maka sebuah bangsa
akan terus maju dan berkembang dengan inovasi-inovasi baru
yang lahir dari daya pikir dan kreativitas generasi muda.
Kurikulum pendidikan karakter merupakan produk besar
dari kepentingan pemerintah dan kebutuhan masyarakat untuk
melanggengkan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Output
dari lembaga pendidikan akan diserap oleh lingkungan tersebut.
Pembekalan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan akan
menunjukkan tingkat keberhasilan melalui lulusan yang di-
keluarkan. Mata pelajaran yang dipilih dalam kurikulum, peng-
ajaran pendekatan yang digunakan, bahkan bahasa yang di-
gunakan oleh guru di ruang kelas, dianggap sebagai peserta
didik yang istimewa dan memfasilitasi masuknya mereka ke pen-
didikan lebih lanjut. Peserta didik menjadi pelaku pendidikan
yang disorot akhir-akhir ini. Sebuah kegagalan produk
-
34
pendidikan dimana banyak sekali terjadi tindakan korupsi yang
dilakukan oleh para pejabat pemerintah dan tindakan asusila
oleh para oang dewasa. Ini adalah kegagalan produk pendidikan
pada masa lampau yang tidak mampu memberikan penguatan
nilai-nilai karakter peserta didik. Pendidikan masa lalu masih
telalu berfokus kepada peningkatan kognitif sehingga nilai-nilai
sikap tidak menjadi perhatian besar.
Anak-anak dididik di sekolah dan para orang tua mem-
percayakan pendidikan anak mereka di sekolah karena mereka
meletakkan harapan bahwa anak-anak akan terhindar dari
pengaruh pergaulan bebas yang salah dan mendapat didikan
moral yang baik. Harapan orang tua sebagaimana harapan
seluruh rakyat suatu bangsa agar mereka memiliki kehidupan
berbudaya yang berkontribusi pada pembentukan sumber daya
manusia yang unggul dari kompetensi dan karakter hidup.
Anak-anak harus tumbuh menjadi individu yang berkarakter
karena saat ini sesungguhnya bangsa Indonesia sedang meng-
hadapi penjajah yang merongrong melalui pengrusakan karakter
anak didik. Sehingga bangsa Indonesia menjadi lemah dan
mudah diprovokasi untuk memecah belah persatuan.
Berdasarkan hasil pengamatan awal yang dilakukan
peneliti di lapangan, maka beberapa grandtour ditemukan dari
Madrasah Aliyah di kota Jambi yang menjadi tempat
keterwakilan penelitian. Grandtour dilakukan peneliti dengan
menggunakan observasi langsung terhadap sumber informasi
utama terkait implementasi pendidikan karakter di sekolah.
Hasil pengamatan pertama yakni pelaksanaan pendidikan
karakter tidak semudah mendesain pendidikan karakter itu
sendiri. Permasalahan perilaku anak di madrasah yang sering
terjadi dalam penanaman nilai-nilai disiplin, jujur, dan toleran.
Anak-anak madrasah yang sedang berada pada tahap remaja
awal dan merupakan fase dimana mereka mencari jati diri, tidak
patuh pada aturan-aturan madrasah. Sikap melanggar aturan
madrasah yang dilakukan oleh peserta didik sebagai bentuk
-
35
pergolakan anak terhadap peraturan yang tidak disetujui oleh
pendapat mereka. Sikap ketidaksiplinan yang menimbulkan
masalah peserta didik sehingga mereka harus menerima hukum-
an sesuai dengan tindakannya.23
Hasil pengamatan kedua yaitu adanya kebiasaan merokok
dikalangan anak-anak madrasah yang masuk dalam kategori
usia remaja. Menurut keterangan yang diberikan oleh guru bim-
bingan konseling, peserta didik yang terlibat tindakan merokok
selalu menganggap bahwa merokok merupakan sebuah simbol
kehebatan dan kekuatan. Peserta didik yang merokok men-
dapatkan pengaruh dari teman sebaya ketika mereka bergaul di
lingkungan luar madrasah. Kebiasaan merokok dikalangan
pelajar madrasah dapat membahayakan keadaan sosial dan
emosional. Beberapa hal yang lebih menghawatirkan tindakan
tersebut dapat burujung kepada penggunaan narkotika dan obat-
obat terlarang. Penggunaan narkoba akan merusak psikologi
anak dan menjatuhkan mental mereka dalam berkarya dan
membangun sebuah kreativitas. Anak-anak yang telah memakai
narkoba akan mengalami penurunan tingkat konsentrasi dalam
belajar dan dapat memberikan pengaruh terhadap teman lain-
nya. Sekolah menindak tegas terhadap anak yang menggunakan
obat-obat terlarang.24
23 Observasi, Karakter Peserta Didik, Januari 2019. 24 Wawancara, Karakter Peserta Didik, Januari 2019.
-
36
Diagram Permasalahan Karakter Peserta Didik pada
Madrasah
Peserta didik pada masa sekolah menengah mengalami
fase perubahan yang sangat besar dimana cara berpikir dan
pergaulan mereka sangat rentan dengan perkembangan ling-
kungan sosial dan pengaruh digitalisasi. Berbagai permasalahan
perilaku yang dialami peserta didik di madrasah menjadi suatu
hal yang kompleks sehingga harus diberikan perlakuan yang
baik melalui aktivitas peserta didik di madrasah sehingga tidak
merugikan dirinya sendiri dan orang lain termasuk madrasah.
Perilaku bermasalah peserta didik akan membuat menurunnya
prestasi mereka dan madrasah. Menjadi perhatian penting
masalah karakter peserta didik karena mereka menjadi output
Permasalahan
Peserta Didik
Perbuatan Awal
Pencurian
Berbohong
Perkelahian Antar Siswa
Mengganggu Teman
Berkata kasar dan
tidak hormat
Merokok
Menonton Pornografi
Kurang Disiplin Waktu
Tidak Mengindah
kan Peraturan
Berbuat Amoral
-
37
lembaga dan generasi masa depan yang akan memangku
kepentingan bangsa.
B. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Tujuan penulisanini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui alasan pemerintah mengeluarkan
kebijakan pendidikan karakter di Madrasah Aliyah di
Provinsi Jambi
2. Untuk mengetahui hasil analisis kebijakan pendidikan
karakter di Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi
3. Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter di
Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi
4. Untuk mengetahui kendala implementasi kebijakan nasional
belum mampu mencapai standar pendidikan karakter di
Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi
Selanjutnya penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi:
1. Kepentingan Ilmiah, dapat menjadi contributions to knowledge
bagi para pemerhati pendidikan dan memperkaya bidang
kajian analisis kebijakan pendidikan di Indonesia.
2. Kepentingan akademik, manfaatnya dapat dijadikan sebagai
referensi dalam bentuk rumusan tentang perencanaan,
pelaksanaan, pengorganisasian, dan pengawasan terhadap
kebijakan nasional tentang pelaksanaan pendidikan karakter
di sekolah-sekolah.
-
38
-
39
BAGIAN KEDUA
STUDI TEORETIS KEBIJAKAN
PENDIDIKAN KARAKTER
A. Analisis Kebijakan
Secara etimologi kata kebijakan (policy) diturunkan dari
bahasa Yunani, yaitu polis yang artinya kota. Kebijakan juga
mengacu kepada cara-cara dari semua bagian pemerintahan
mengarahkan untuk mengelola kegiatan mereka. Dalam hal ini,
kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan
merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/
lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar
tujuannya.25
Analisis kebijakan adalah suatu proses yang dapat meng-
hasilkan informasi teknis sebagai salah satu masukan bagi
perumusan beberapa alternatif kebijakan yang didukung oleh
informasi teknis.26 Penelitian kebijakan (policy research) secara
spesifik ditujukan untuk membantu pembuat kebijakan (policy
maker) dalam menyusun rencana kebijakan, dengan jalan
memberikan pendapat atau informasi yang mereka perlukan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Kebijakan dan kemampuan menjadi poin penting bagi
sebuah institusi untuk mewujudkan keunggulan atas pesaing
utama dalam memberikan proposisi nilai. Terdapat dua dimensi
25 Mukhtar dkk, Analisis Kebijakan Pendidikan: Standar Kompetensi Manajerial Kepala
Sekolah/Madrasah (Jambi: Salim, 2018), hal. 16. 26Ali Masykur Musa, Politik Anggaran Pendidikan Pasca Perubahan UUD 1945, (Jakarta :
Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2009), hal.27
-
40
bagaimana memenangkan kebijakan yaitu pertama dimensi
rantai nilai infrastruktur. Hal ini berkaitan dengan sumber daya
dan kemampuan internal telah dibuat institusi untuk men-
dukung proposisi nilai yang dipilih dan target pasar, jaringan
mitra kerjasama yang dibentuk untuk mendukung model pene-
rapan kebijakan di badan penyelenggara, dan kebijakan
diorganisasikan ke dalam model penciptaan dan pengiriman
nilai yang koheren secara keseluruhan. Kedua adalah dimensi
manajemen. Hal ini meliputi pilihan institusi tentang struktur
organisasi, struktur keuangan, dan kebijakan manajemen. Gaya
organisasi dan manajemen terkait erat satu sama lain. Pada
sebuah institusi yang dikelola terutama di sekitar manajemen
bidang produk atau keluaran sering sangat tersentralisasi. Bagi
instaitusi yang beroperasi dengan struktur organisasi yang lebih
geografis biasanya dikelola dengan dasar yang lebih
terdesentralisasi.27
Dalam perpspektif Islam dapat diselaraskan tentang dasar
pijakan pelaksanaan tahapan kebijakan publik yang disandarkan
pada surat al-Nahl ayat 125 yakni:
َِِّت ِِهَ ٱَۡحَسُنُۚ لٱِدلۡهُم ِبٱ نَِةِۖ َوَج َٰ لَۡحس َ
ٱلَۡمۡوِعَظِة ٱ
ٱلِۡحۡۡكَِة َوٱ
ٱَِِك ِبٱ ََلٰ َسِبيِل َرب
ِۡدُع إ
ٱٱ
لُۡمهۡتَ ٱۦ َوُهَو ٱَعَۡۡلُ ِبٱ ََّك ُهَو ٱَعَۡۡلُ ِبَمن َضلَّ َعن َسِبيِِلِ نَّ َرب
ِ ١٢٥ِديَن إ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang apa yang tersesat dari jalanNya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”28.
27 Cornelis A. de Kluyver dan John A. Pearce II, Strategic Management: An Executive
Perspective (New York: Business Expert Press, LLC, 2015), hal. 2. 28 Departeman Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, ( Jakarta : Proyek Depag RI,
2007). Hlm. 270.
-
41
Pemahaman yang terkandung dalam ayat di atas bahwa
Allah memerintahkan kepada kita agar melakukan dakwah dan
komunikasi dengan suatu kebijaksanaan (policy) dan penyam-
paian saran atau masukan yang baik dan benar sehingga
berlangsung sebaik mungkin. Atas dasar pemahaman ini, maka
kebijakan publik merupakan bagian dari keputusan yang harus
ditetapkan dan disampaikan dengan bijak (policy) dan dengan
cara yang baik serta komunikasi persuasif. Konsep dasar dari
makna ayat ini merupakan tahapan pelaksanaan dari kebijakan
publik yang menjadi fokus penelitian disertasi ini. Pada surat Al-
Syuura ayat 38 dikatakan:
لَٰوَة َوٱَۡمُرُُهۡ ُشوَرٰى بَيََۡنُۡم َومِ لصَّٱۡم َوٱَقَاُموْإ ٱ ِ تََجابُوْإ ِلَرِّبِ س ۡ
ٱيَن ٱ ِ َّلَّ
ٱۡم َوٱ ا َرَزقََۡن َُٰ مَّ
٣٨يُنِفُقوَن
Artinya: "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka."
Setelah ayat yang lalu menguraikan hal-hal yang selalu
dihindari oleh orang-orang yang wajar memperoleh kenikmatan
yang abadi, ayat ayat diatas mengemukakan apa yang selalu
menhiasi diri mereka. Ayat diatas bagaikan menyatakan : Dan
kenikmatan abadi itu disiapkan juga bagi orang orang yang
benar benar memenuhi seruan tuhan mereka dan merekan
melaksanakan shalat secara bersinambung dan sempurna, yakni
sesuai rukun serta syaratnya juga dengan khusyuk kepada Allah.
Dan semua urusan yang berkaitan dengan masyarakat mereka
adalah musyawarah antara mereka, yakni mereka memutus-
kannya (membuat keputusan) dengan cara musyawarah, tidak
ada diantara mereka yang bersifat otoriter dengan memaksakan
pendapatnya ; dan disamping itu mereka juga dari sebagian
rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, baik harta
-
42
maupun selainnya, mereka senantiasanya nafkahkan secara tulus
serta bersinambung baik nafkah wajib maupun sunnah. Kata
Syura’, terambil dari kata syaur. Kata syuura bermakna meng-
ambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan mem-
perhadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain. Kata ini
terambil dari kata Syirtu Al-‘Asal yang bermak na : saya
mengeluarkan madu (dari wadahnya). Ini berarti mempersama-
kan pendapat yang terbaik dengan madu dan bermusyawarah
adalah upaya meraih madu itu di manapun I ditemukan. Atau
dengan kata lain, pendapat siapa pun yang dinilai benar tanpa
mempertimbangkan siapa yang menyampaikannya.
Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana bentuk syuura
yang dianjurkannya. Ini untuk memberi kesempatan kepada
setiap masyarakat menyusun bentuk syuura yang mereka
inginkan sesuai dengan perkembangan. Perlu diingat bahwa ayat
ini turun pada periode belum lagi terbentuk masyarakat Islam
yang memiliki kekuasaan politik sebelum terbentuknya negara
madinah dibawah pemimpin Rasulullah SAW dan turunnya ayat
yang menguraikan syuura pada periode makkah menunjukan
bahwa bermusyawarah adalah anjuran Al-Quran dalam segala
waktu dan untuk berbagai persoalan yang belum ditemukan
petunjuk Allah di dalamnya. Mengambil keputusan dengan jalan
musyawarah merupakan pelaksanaan perintah Allah.29
Menurut Subarsono bahwa kebijakan public dapat berupa
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan pemerintah
provinsi, peraturan pemerintah kabupaten/ kota, dan keputusan
walikota/bupati30. Kebijakan pemerintah atau kebijakan public
merupakan hasil interaksi intensif antara para aktor pembuat
kebijakan berdasarkan pada fenomena yang harus dicarikan
solusinya. Meski demikian, aspek yang juga sangat penting
29 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,(Jakarta Pusat : Lentera hati, 2002), Hlm.177-
179. 30 Riant D Nugroho, Kebijakan Publik Evaluasi: Implementasi dan Evaluasi, (Jakarta : Elex
Media Komputindo, 2003) Lihat Juga: Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
-
43
adalah partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan
kebijakan.
Penetapan suatu strategi dipengaruhi pula oleh kebijakan
dan program. Apabila kebijakan dan programnya baik,
futuristik, dan bersifat kompetitif, maka pimpinan suatu lembaga
akan mudah menerjemahkannya ke dalam strategi. Pearce me-
mandang pentingnya merumuskan suatu kebijakan. Merumus-
kan kebijakan yang baik, antara lain memuat hal-hal berikut:
a. Merumuskan misi, meliputi rumusan umum tentang
maksud keberadaan (purpose), filosofi (philosophy), dan
tujuan (goal).
b. Mengembangkan profil yang mencerminkan kondisi intern
dan kapabilitas.
c. Menilai lingkungan ekstern meliputi pesaing, dan faktor-
faktor kontekstual umum.
d. Mengalisis opsi dengan mencocokkan sumber dayanya
dengan lingkungan ekstern.
e. Mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki.
f. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi
umum (grand strategy) yang diharapkan dapat mencapai
pilihan yang paling dikehendaki.
g. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka
panjang yang sesuai dengan strategi jangka panjang dan
strategi umum yang dipilih.
h. Mengimplementasikan pilihan strategis dengan cara
mengalokasikan sumber daya anggaran yang menekankan
pada kesesuaian anara tugas, SDM, struktur, teknologi, dan
sistem imbalan.
i. Mengevaluasi keberhasilan proses strategis sebagai
masukan bagi pengambil keputusan yang akan datang.31
31 Dedi Mulyasana., Op.Cit., hal. 215.
-
44
Sebuah upaya yang dilakukan forum pelajar atau National
Further Learner Forum (NFLF) untuk mengkolaborasikan suara
pelajar dalam praktek kebijakan pendidikan. Penelusuran sejarah
peran NFLF sebagai sarana untuk merefleksikan beberapa man-
faat dan tantangan membawa pelajar sebagai bagian penting
dalam pengambilan kebijakan pendidikan. Forum pelajar ini
menghadirkan debat pendidikan tentang proses suara pem-
belajar bersama debat kebijakan publik. Hal tersebut membahas
seputar peran data kualitatif dalam proses pengambilan keputus-
an untuk mengekspos perspektif yang berbeda tentang seperti
apa proses suara pelajar seharusnya. Menjelajahi bagaimana per-
debatan ini telah membentuk NFLF dan membahas apa arti suara
pelajar dalam kebijakan pelatihan dan pendidikan yang lebih
lanjut. NFLF bertransformasi dengan memasukkan hak suara
pelajar dalam tinjauan kebijakan dan penilaian badan peme-
rintah. Pelajar adalah subjek pelaksana kebijakan pendidikan
sehingga menjadi komponen penting untuk pengembangan
kebijakan yang suaranya harus didengarkan oleh para pembuat
kebijakan dan administrator di tingkat lokal, regional, dan
nasional. Kebijakan pendidikan akan lebih tepat sasaran dalam
sebuah transformasi pendidikan yang langsung melibatkan
pelaksana dan pelaku kebijakan.32
Analisis kebijakan pendidikan yang digunakan di
Indonesia, kebanyakan menggunakan model analisis kebijakan
politik-publik. Indikatornya yaitu:
a. Pertama, ketidakjelasan dalam asumsi yang digunakan ter-
hadap permasalahan pendidikan. Kompleksitas dan hetero-
genitas jenis, sifat, dan situasi yang disebut sekolah selalu
diidentikan dengan pendidikan. Sehingga tidak meng-
herankan ketika dibahas mengenai sistem pendidikan maka
32 Leah Dowdall, Edel Sheerin, Niamh O’reilly, The National Further Education and
Training (FET) Learner Forum: The Benefits and challenges of Transforming Learner Voice into Policy Change, Adult Learner (0790-8040) is the property of AONTAS: The National Adult Learning Organisation 2019, pp.148-162. 15.
-
45
yang dibahas adalah sistem persekolahan. Menganalisis
kebijakan pendidikan yang dianalisis ternyata kebijakan
penyelenggaraan persekolahan. Akibatnya paradigma
pendidikan yang universal dipandang secara sempit dan
lebih banyak adaptif dari pada inisiatif.
b. Kedua, dalam melakukan analisis kebijakan pendidikan
kurang kontekstual sebagai suatu kebijakan yang utuh dan
terintegrasi secara empirical, evaluative, normative, pre-
diktive, yang memberi pedoman yang jelas bagi penge-
jawantahan formulasi, evaluasi, dan implementasi ke-
bijakan. Sebagai suatu produk kebijakan pendidikan tidak
difromulasikan berdasarkan elemen-elemen yang perlu
diintegrasikan secara sinergi bukan sebagai komponen yang
terdikotomi. Artinya apakah rumusan-rumusan kebijakan
tersebut telah memenuhi kriteria kebijakan yang utuh atau
masih ada butir-butir yang lepas dari ruang lingkupnya.33
Analisis situasi merupakan awal proses dalam meru-
muskan strategi. Leader harus menemukan kesesuaian strategis
antara peluang-peluang eksternal dan kekuatan-kekuatan
internal, disamping memperhatikan ancaman eksternal dan
kelemahan internal. Lingkungan internal meliputi kekuatan
(strengths) yaitu situasi dan kemampuan internal yang bersifat
positif yang memungkinkan organisasi memenuhi keuntungan
strategik dalam mencapai visi dan misi. Kelemahan internal
(weaknesses) adalah situasi dan faktor-faktor luar organisasi yang
bersifat negatif, yang menghambat organisasi mencapai atau
mampu melampaui pencapaian visi dan misi. Lingkungan
eksternal meliputi peluang (opportunities) adalah situasi dan
faktor luar organisasi yang bersifat positif, yang membantu
organisasi mencapai atau mampu melampaui pencapaian visi
dan misi. Tantangan/ancaman (threats) adalah faktor luar
33Yoyon Bachtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan Pendidikan, (Jakarta : RajaGrafindo
Persada, 2012), hal. 44-45.
-
46
organisasi yang bersifat negatif yang dapat mengakibatkan
organisasi gagal dalam mencapai visi dan misi.34
Analisis kebijakan menghadapi sebuah tantangan besar
karena sangat kompleks kaitannya dengan berbagai bidang yang
masing-masing memiliki konstruksi masalah kebijakan. Analisis
kebijakan bekerja pada konteks kebijakan kehidupan yang real,
salah satu contoh dalam bidang pendidikn dalam meng-
klarifikasi formulasi atau perumusan masalah dalam publikasi
llembaga pendidikan. Semua permasalahan menjadi pertim-
bangan yang didistribuskan dalam proses pengambilan
keputusan oleh para pemangku kepentingan. Aspek internal dan
eksternal lembaga pendidikan akan mempengaruhi bagaimana
keputusan kebijakan pendidikan.
Terdapat beberapa model analisis kebijakan salah satunya
menurut Eugene Bardach yang biasa dikenal dengan istilah
Bardach’s Eightfold Path karena terdapat delapan mekanisme
analisis kebijakan. Menemukan masalah menjadi sebuah starting
place yang tepat dan akhir yang tepat pada sebuah analisis adalah
telling the story. Bardach’s Eightfold path yaitu:
34Akdon, Strategic Management for Educational Management, (Bandung : Alfabeta, 2011),
hal. 111-112.
-
47
Gambar Model Analisis Kebijakan The Eightfold Path dari
Eugene Bardach35
Ilmuwan penelitian analisis kebijakan pertama yakni
William N. Dunn mengemukakan aspek-aspek kunci metodologi
proses analisis kebijakan. Model dasar sumber pertama tulisan
William N. Dunn penelitian ini:
35 Eugene Bardach, A Practical Guide for Policy Analysis: The Eightfold Path to More
Effective Problem Solving (New York: Seven Bridges Press, 2000), hal. Xiv.
Define the Problem
Assemble Some Evidence
Construct the Alternatives
Select the Criteria
Project the Outcomes
Confront the Trade Offs
Decide
Tell Your Story
-
48
Gambar Model Dasar Aspek Metodologi Analisis
Kebijakan William N. Dunn36
36 William N. Dunn, Methods of The Second Type: Copying with The Wilderness of
Conventional Policy Analysis (Policy Studies of Review, 1988), Volume 7 No. 4, pp. 720-737 725
-
49
Penjelasan dari gambar di atas yakni:
a. Problem sensing and problem structuring. Proses analisis
kebijakan tidak berawal dari permasalahan yang jelas, tetapi
dari pemikiran kecemasan yang menyebar dan tanda-tanda
munculnya ketegangan sebagai bentuk dari persoalan
situasi. Permasalahan kebijakan adalah hasil tindakan
pemikiran atas lingkungan, elemen persoalan situasi inilah
abstrak sebagai sebuah konstruk konseptual.
b. Problem structuring and problem solving. Analisis kebijakan
adalah sebuah proses multilevel meliputi metode pertama
problem solving dan metode kedua problem structuring yang
disebut sebagai desain kebijakan.
c. Problem resolving, problem unsolving, dan problem dissolving,
menunjuk kepada tiga jenis proses error correcting di dalam
analisis kebijakan. Problem resolving melibatkan reanalysis
struktur masalah secaa benar untuk mengurangi error kali-
berasi. Problem unsolving menunjukkan ketertinggalan solusi
berdasarkan masalah yang salah dan hasil problem
structuring untuk memformulasikan permasalahan yang
tepat. Problem dissolving menunjukkan formulasi per-
masalahan yang salah terhadap beberapa upaya untuk
memecahkan masalah tersebut.
Secara umum, perkembangan proses analisis kebijakan
menempuh enam jenjang metode, sebagaimana yang dikemuka-
kan William N. Dunn dalam Mukhtar, yaitu:
1. Perumusan masalah, yaitu menyadari adanya masalah dan
memiliki potensi pemecahan masalah yang timbul tersebut,
yang juga berfungsi sebagai pusat pengatur seluruh proses
analisis kebijakan.
2. Peliputan, yaitu alternatif yang memungkinkan seseorang
menghasilkan informasi mengenai sebab dan akibat
kebijakan pada masa telah lalu.
-
50
3. Peramalan, yaitu alternatif yang memungkinkan seseorang
menghasilkan informasi mengenai akibat dari kebijakan
yang akan di ambil pada masa yang akan datang.
4. Evaluasi yaitu pemberian informasi mengenai hasil
kebijakan yang telah diambil pada masa lalu dan masa yang
akan datang.
5. Rekomendasi yaitu informasi mengenai kemungkinan arah
tindakan kebijakan yang akan diambil pada masa yang akan
datang sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna.37
Prosedur-prosedur analisis kebijakan seperti yang
dikemukakan oleh William N. Dunn digambarkan sebagai
berikut:
Penjelasan dari setiap prosedur analisis kebijakan seperti
yang dikemukakan oleh William N. Dunn yaitu: 38
37 Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada
Pers, 2009), hal. 33. 38 Nanang Fatah, Analisis Kebijakan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013),
hal. 8-9
Perumusan masalah
Peramalan
Rekomendasi
Pemantauan
Penilaian
-
51
1. Perumusan masalah. Perumusan masalah dapat memasok
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan memersoalkan
asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan
memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan
agenda (agenda setting). Perumusan masalah dapat mem-
bantu menentukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,
mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan
yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan
yang bertentangan dan merancang peluang kebijakan baru.
Beberapa aktivitas dalam merumuskan kebijakan
pendidikan:
a. Pengenalan masalah diawali dengan pengakuan atau
dirasakannya keberadaan situasi masalah. Situasi
masalah dapat dilakukan dengan menemukan dan
mengenali masalah
b. Pencarian masalah, biasanya yang didapat adanya
tumpuk masalah yang saling mengkait. Kumpulan
masalah yang saling mengkait namun belum ter-
struktur tersebut disebut meta masalah
c. Pendefinisian dari setumpuk masalah yang belum
terstruktur menghasilkan masalah substantif
d. Spesifikasi masalah dari masalah subtantif kemudian
dilakukan spesifikasi masalah dan menghasilkan
masalah formal sebagai masalah kebijakan
e. Perancangan tindakan dengan dihasilkannya masalah
formal maka tahapan berikutnya adalah perancangan
tindakan yang akan dilakukan pemerintah dalam
rangka memberikan solusi terhadap masalah kebijakan
proses ini disebut usulan kebijakan39
39 Abd Madjid, Analisis Kebijakan Pendidikan (Yogyakarta: Samudra Biru, 2018), hal. 37.
-
52
2. Peramalan, menyediakan pengetahuan baru yang relevan
dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi pada
masa mendatang sebgai akibat dari diambilnya alternatif,
termasuk tidak melakukan sesuatu. Ini dilakukan pada
tahap formulasi kebijakan. Peramalan dapat menguji masa
depan yang plausible, potensial, dan secara normatif bernilai
estimasi akibat dari kebijakan yang ada atau diusulkan,
mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi
dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi kelayakan
politik dari berbagai pilihan
3. Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya berbagai
alternatif yang akibatnya pada masa mendatang telah
diestimasi melalui peramalan. Ini membantu pengambil
kebijakan pada adobsi kebijakan. Rekomendasi membantu
mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenali
eksternalitas dan akibat ganda, menentukan kriteria dalam
pembuatan pilihan, dan menentukan pertanggung jawaban
administrasi bagi implementasi kebijakan.
4. Pemantauan menyediakan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang
diambil sebelumnya. Ini membantu pengambil kebijakan
pada tahap implementasi. Banyak badan secara teratur
memantau hasil dan dampak kebijakan dengan meng-
gunakan berbagai indikator kebijakan. Misalnya indikator
kesehatan, pendidikan, perumahan, kesejahteraan, kri-
minalitas, serta ilmu dan teknologi. Pemantauan membantu
menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang
tidak diinginkan dari kebijakan dan program, meng-
identifikasi hambatan dan rintangan implementasi, serta
menemukan letak pihak-pihak yang bertanggung jawab
pada setiap tahap
-
53
5. Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan
yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Jadi
ini membantu pengambil kebijakan pada tahap penilaian
kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan. Evaluasi
tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa
jauh masalah telah terselesaikan tetapi juga menyumbang
pada klasifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang
mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan
perumusan kembali masalah.
Indikator implementasi kebijakan dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Komunikasi
Keberhasilan komunikasi dapat diukur dengan melihat tiga
indikator yaitu tranmisi, penyaluran komunikasi yang baik
akan menghasilkan suau implementasi yang baik pula.
Kejelasan komunikasi yang diterima pelaksana kebijakan
harus jelas dan tidak membingungkan.
b. Sumber daya
Sumber daya utama implementasi kebijakan adalah staf
yang ahli dan mampu mengimplementasikan suatu ke-
bijakan. Kedua yaitu informasi yang berhubungan dengan
cara melaksanakan kebijakan, implementator harus menge-
tahui apa yang harus mereka lakukan saat mendapat
perintah untuk melaksanakan tindakan.
c. Diposisi
Pelaksanaan kebijakan akan efektif jika pelaksana tidak
hanya mengetahui apa yang akan dilaksanakan tetapi juga
memiliki kemampuan untuk melakukannya sehingga dalam
praktik kebijakan tidak terjadi bias.
d. Struktur birokrasi