Download - asuransi dan managed care
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan hal esensial yang harus diperhatikan oleh manusia,
dan hal ini juga telah disadari oleh pemerintah. Terbukti dengan terbentuknya
badan yang khusus melayani dibidang kesehatan yaitu PT. Askes (Persero) yang
telah beroperasi kurang lebih selama 40 tahun di Indonesia sejak 15 Juli 1968.
Program yang dijalankan oleh PT. Askes (Persero) yaitu askes sosial dan askes
komersial. Kini, PT. Askes telah bertransformasi berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
SJSN secara singkat adalah program kesehatan rakyat dengan pendekatan
sistem. Tujuannya untuk menanggulangi resiko ekonomi karena sakit, PHK,
pensiunan, usia lanjut dan lain-lain. PT. Askes (persero) dituntut bertransformasi
menjadi perusahaan nirlaba yang khusus menangani layanan kesehatan sosial
secara nasional. Berdasarkan peraturan pemerintah yang baru tersebut, program
askes komersial tidak dapat dijalankan lagi oleh PT. Askes (Persero) karena PT.
Askes (Persero) harus fokus dengan asuransi kesehatan di bidang sosial.
Hal inilah yang melatarbelakangi terbentuknya PT. Asuransi Jiwa Inhealth
Indonesia (untuk seterusnya ditulis inhealth) yang berorientasi pada profit.
Inhealth yang mendapat izin usaha tertanggal 20 Maret 2009 merupakan layanan
asuransi kesehatan yang diposisikan memiliki jaringan terluas di Indonesia dan
merupakan anak perusahaan PT. Askes (Persero). Perusahaan ini didirikan
berdasarkan akte perseroan terbatas PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia nomor 2
tanggal 6 Oktober 20082. Modal setor awal sebesar 300 miliar digunakan inhealth
untuk menjalankan kegiatan usaha asuransi jiwa dengan produk unggulan asuransi
kesehatan dengan bentuk managed care maupun indemnity yang memberikan
nilai manfaat tertinggi bagi perusahaan.
Inhealth memberi solusi sistem pembiayaan kesehatan perusahaan, dengan
langkah awal membantu merancang skema manfaat asuransi sesuai kebutuhan
perusahaan sehingga dapat mengurangi beban administrasi, meningkatkan
efisiensi dan efektivitas anggaran biaya perusahaan. Jaringan inhealth memastikan
1
kesehatan 24 jam setiap hari untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan
tersebar luas di seluruh Indonesia. Inhealth juga menjalin kerjasama dengan
berbagai rumah sakit di dalam maupun di luar negeri.
Secara garis besar, inhealth menawarkan dua bentuk produk unggulan
yaitu inhealth managed care dan inhealt indemnity. Inhealth managed care adalah
produk asuransi kesehatan yang diselenggarakan dengan sistem managed care.
Tingkatan produk yang ditawarkan sangat beragam, mulai dari inhealth silver,
inhealth gold, inhealth platinum dan inhealth diamond, yang disesuaikan dengan
tingkat jabatan atau golongan karyawan, serta dapat disesuaikan dengan
kemampuan perusahaan. Jenis jaminan adalah Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
dengan cakupan layanan kesehatan menyeluruh dengan tingkat premi tertentu.
Produk inhealth yang kedua, inhealth indemnity adalah layanan kesehatan dengan
sistem memberikan kebebasan kepada peserta untuk dapat mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan keinginannya dan diberi batas biaya (limit).
Visi inhealth yang ingin menjadi market leader di Indonesia masih
membutuhkan jangka waktu yang lama, selain karena perusahaan ini baru
terbentuk pada April 2009, perusahaan asuransi yang telah lebih dahulu
menguasai pasar tentu saja akan menjadi penghambat, di antaranya Allianz, AXA
dan Prudential. Kompetitor perusahaan dalam negeri yaitu Jamsostek dan
Jiwasraya. Kepercayaan masyarakat mengenai perusahaan asuransi inhealth
kemungkinan besar masih belum terbentuk, oleh karena itu inhealth dituntut
untuk lebih agresif dalam merebut kepercayaan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan, dapat dirumuskan beberapa
masalah, yaitu:
1. Apakah definisi asuransi?
2. Apa sajakah prinsip-prinsip asuransi?
3. Apakah perbedaan antara asuransi dengan asuransi kesehatan?
4. Apakah yang dimaksud dengan asuransi sosial dan asuransi komersial?
5. Bagaimana contoh penerapan asuransi kesehatan?
6. Apakah definisi managed care?
2
7. Apa sajakah ciri-ciri managed care?
8. Apa sajakah teknik-teknik managed care?
9. Bagaimana mekanisme pembayaran provider?
10. Bagaimana implementasi UU SJSN dan UU BPJS di Indonesia ?
1.3 Tujuan
Ada pun tujuan umum diadakannya kegiatan observasi dan laporan hasil
kegiatan adalah untuk mengobservasi lingkungan Rumah Sakit Bedah Surabaya.
Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi asuransi?
2. Mengetahui prinsip-prinsip asuransi?
3. Mengetahui perbedaan antara asuransi dengan asuransi kesehatan?
4. Memahami maksud dari asuransi sosial dan asuransi komersial?
5. Memahami penerapan asuransi kesehatan?
6. Mengetahui definisi managed care?
7. Mengetahui ciri-ciri managed care?
8. Memahami teknik-teknik managed care?
9. Mengetahui mekanisme pembayaran provider?
10. Memahami implementasi UU SJSN dan UU BPJS di Indonesia?
3
BAB 2
ASURANSI
2.1. Konsep dan Definisi Asuransi
2.1.1. Definisi Asuransi
Terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli
mengenai definisi asuransi. Adapun beberapa definisi asuransi tersebut
adalah :
a. Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Republik
Indonesia
"Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa
yang tak tertentu"
Apabila mengacu pada pengertian asuransi tersebut maka
setidaknya dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat empat
unsur, yaitu :
1) Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang
premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-
angsur.
2) Pihak penanggung (insure) yang berjanji akan membayar sejumlah
uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara
berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur
tak tertentu.
3) Suatu peristiwa (accident) yang tak terntentu (tidak diketahui
sebelumnya).
4) Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian
karena peristiwa yang tak tertentu. (Rahman, nd)
4
b. Robert I Mehr dalam Andriani, 2009
“A device for reducing risk by combining sufficient number of exposure unit to make their individual loses collectively, predictable. The
predictable lost is then shared by or distributed proportionately among all units in the combination”
Menurut pegertian ini maka dapat disimpulkan bahwa asuransi
merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengurangi terjadinya
resiko dengan cara mendata berbagai paparan yang mungkin terjadi
agar kerugian pada individu yang mungkin terjadi karena suatu
peristiwa dapat diperkirakan. Sehingga apabila terjadi kerugian maka
kerugian akan ditanggung oleh unit yang tergabung.
c. Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggun, yang
timbul dari suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan.”
Dijelaskan bahwa asuransi merupakan sebuh perjanjian yang
dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dengan membayar premi
tertentu sehingga apabila terjadi kerugian maka orang tersebut akan
mendapatkan penggantian biaya dari kerugian yang dialami. Asuransi
atau pertanggung merupakan suatu upaya dalam rangka
menanggunlangi adanya resiko, yaitu kemungkinan kehilangan atau
kerugian atau kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak
menguntungkan karena kemungkinan penyimpangan harapan
merupakan suatu kehilangan.
d. Abdul Kadir Muhammad dalam Purwanto, 2006
Abdul Kadir Muhammad menterjemahkan definisi asuransi
berdasarkan Wetboek van Kopenhandel. Menurut Muhammad,
pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk
5
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya
akibat dari suatu evenemen.
Berdasarkan ketiga pengertian yang telah dikemukakan oleh ahli
dan undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa asuransi adalah
sebuah perjanjian yang dilakukan oleh pihak tertanggung kepada pihak
penanggung untuk menghindari terjadinya kerugian atas suatu peristiwa
yang mungkin dialami oleh pihak tertanggung.
Berdasarkan pengertian dari asuransi yang telah dipaparkan
sebelumnya, Pangaribuan dalam Purwanto, 2006 menyatakan bahwa
perjanjian asuransi memiliki beberapa sifat khusus yaitu :
1. Perjanjian asuransi atau pertanggungan pada dasarnya adalah suatu
perjanjian penggantian kerugian. Penanggung mengingatkan diri
untuk menggantikan kerugian karena pihak tertanggung menderita
kerugian dan kerugian yang diganti adalah seimbang sesuai
kerugian yang dialami.
2. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat.
Kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan
apabila peristiwa yang terjadi sesuai dengan kesepakatan perjanjian.
3. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal
balik. Kewajiban penanggug mengganti rugi diharapkan sesuai
dengan kewajiban tertanggung membayar premi.
4. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang
tidak tertentu sesai dengan perjanjian yang dilakukan.
2.1.2. Jenis Asuransi
Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Peransuransian dikenal ada tiga jenis usaha perasuransian yaitu:
a) Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan
resiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa tidak pasti.
6
b) Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan
resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan
c) Usaha reasuransi yang memverikan jasa dalam pertanggungan ulang
terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan
atau perusahaan asuransi jiwa.
Selain itu secara lebih jelas dalam pasal 247 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang, asuransi dapat meliputi :
a. Bahaya kebakaran
b. Bahaya terhadap hasil pertanian yang belum dipanen
c. Jiwa satu orang atau lebih
d. Bahaya laut dan bahaya perbudakan
e. Bahaya pengangukatan di darat, di sungai dan perairan pedalaman.
2.2. Prinsip Asuransi
a) Insurable interest
Insurable interest merupakan hak berdasarkan hukum untuk
mempertanggungkan suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan yang
diakui sah secara hukum antara yang tertanggung dengan sesuatu yang
dipertanggungkan. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:
1. Kerugian tidak dapat diperkirakan
2. Kewajaran
Risiko yang dipertanggungkan adalah benda yang memiliki nilai material
baik bagi penanggung maupun tertanggung.
3. Catastrophic
Risiko yang mungkin terjadi tidak akan menimbulkan kemungkinan
kerugian yang sangat besar.
4. Homogeneous
Barang yang akan dipertanggungkan harus homogeny/sejenis.
7
b) Itikad baik (duty of disclosure)
Adanya penjelasan tentang hak dan kewajiban pihak penanggung dan
pihak tertanggung selama masa asuransi. Faktor-faktor yang melanggar
prinsip duty of disclosure adalah sebagai berikut:
1. Non disclosure
Adanya data-data penting yang tidak diungkapkan
2. Concealment
Melakukan kebohongan dan tidak mengungkapkan fakta penting secara
sengaja.
3. Fraudulent misrepresentation
Sengaja memberikan gambaran yang tidak cocok dengan kondisi riil.
4. Innocent misrepresentation
Secara tidak sengaja memberi gambaran yang salah yang memiliki
pengaruh besar dalam proses asuransi.
c) Indemnity (ganti kerugian)
Mekanisme penanggung untuk mengkompensasi risiko yang menimpa
tertanggung dengan ganti rugi financial dengan cara pembayaran tunai,
penggantian, perbaikan dan pembangunan kembali.
d) Proximate cause
Suatu sebab yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai
atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain.
e) Subrogation
Hak penanggung yang telah membarikan ganti rugi kepada tertanggung untuk
menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami
suatu perisiwa kerugian.
f) Kontribusi
Penanggung berhak mengajak penanggung lain yang memiliki kepentingan
yang sama untuk ikut membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung
meskipun jumlah tanggungan masing-masing tidak sama besarnya.
8
2.3. Perbedaan Asuransi dan Asuransi Kesehatan
Asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada
perekonomian dengan cara manggabungkan sejumlah unit yang terkena resiko
yang sama atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas
kerugiannya dapat diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi akan
dibagi secara proposional oleh semua pihak dalam gabungan itu.
Asuransi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu asuransi kerugian dan
asuransi jiwa. Asuransi kerugian adalah asuransi yang hanya mengatur
penggantian kerugian yang dapat dinilai dengan uang dan ganti rugi ini harus
seimbang dengan kerugian yang dideritanya, dimana kerugian itu adalah akibat
dari peristiwa untuk mana pertanggungan diadakan.
Sedangkan asuransi jiwa menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Pasal 1, adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang diasuransikan. Asuransi kesehatan merupakan salah satu bentuk
dari asuransi jiwa.
Perbedaan antara asuransi kerugian dan asuransi kesehatan adalah sebagai
berikut :
1. Subyek yang terlibat
Dalam asuransi kerugian, subyek yang terlibat ada dua pihak yaitu pihak
penanggung dan tertanggung. Pihak penanggung adalah pihak yang wajib
menanggung risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh
pembayaran premi, sedangkan pihak tertanggung adalah pihak yang wajib
membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika terjadi suatu
kerugian atas harta milik yang telah diasuransikannya.
Dalam asuransi kesehatan, selain pihak penanggung, pihak tertanggung
dapat memecah diri menjadi 3 yaitu pihak sebagai penutup asuransi, pihak
sebagai badan tertanggung (pemilik asuransi) dan pihak sebagai penikmat
dalam hal ini adalah ahli waris dari pihak tertanggung.
9
2. Obyek yang dipertanggungkan
Obyek yang dipertanggungkan dalam asuransi kerugian adalah berupa
barang/benda, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, sedangkan dalam
asuransi kesehatan obyek yang dipertanggungkan adalah berupa jiwa
manusia/orang.
3. Kewajiban penanggung
Kewajiban penanggung asuransi kerugian adalah mengganti kerugian
yang benar-benar diderita oleh tertanggung, sedangkan dalam asuransi
kesehatan kewajiban penanggung adalah membayar sejumlah uang tertentu
yang besarnya telah ditetapkan pada saat penutupan asuransi.
4. Mengenai premi
Dalam premi asuransi kerugian hanya terdapat unsur proteksi, tidak ada
unsur tabungan dari premi yang dibayarkan. Jika sampai waktu pertanggungan
selesai tidak jadi musibah, maka perusahaan asuransi tidak memberikan
pembayaran sejumlah uang kepada tertanggung. Sedangkan dalam asuransi
kesehatan, selain unsur proteksi juga terdapat unsur tabungan yaitu jika
sampai waktu pertanggungan selesai tidak terjadi musibah, maka perusahaan
asuransi akan tetap membayarkan sejumlah uang kepada tertanggung sesuai
dengan yang tertera dalam perjanjian awal.
5. Jumlah uang santunan
Jumlah uang santunan dari asuransi kerugian akan ditentukan oleh nilai
kerugian yang diderita tertanggung setelah musibah terjadi dan tergantung
pada jumlah tabungan ditambah bunga, sedangkan dalam asuransi kesehatan
jumlah uang santunan yang diberikan telah ditetapkan dan sesuai dengan awal
perjanjian, dengan kata lain jumlah santunan yang akan diterima sudah pasti
meskipun baru membayar premi yang lebih kecil.
6. Kontrak/masa berlaku
Kontrak asuransi kerugian pada umumnya berlaku perperiode,
tergantung pada keadaan obyek yang dipertanggungkan, dapat per tahun, per
kegiatan, dan dapat diperpanjang. Sedangkan dalam asuransi kesehatan pada
umumnya kontrak berlaku untuk jangka panjang.
10
7. Mengenai evenement
Evenement adalah peristiwa yang menurut pengalaman manusia normal
tidak dapat dipastikan terjadi, atau walaupun sudah pasti terjadi, saat
terjadinya itu tidak dapat ditentukan dan juga tidak diharapkan akan terjadi,
karena jika terjadi juga mengakibatkan kerugian. Ciri-ciri evenement adalah
sebagai sebagai berikut :
a) Peristiwa yang terjadi menimbulkan kerugian
b) Terjadinya tidak diketahui, tidak dapat diprediksi lebih dahulu.
c) Berasal dari faktor ekonomi, alam, dan manusia.
d) Kerugian terhadap diri, kekayaan, dan tanggungjawab seseorang.
Dalam asuransi kerugian evenement adalah terjadinya peristiwa yang
menimbulkan kerugian tertanggung, sedangkan dalam asuransi kesehatan
evenement adalah meninggalnya badan tertanggung atau lampaunya waktu
tanpa meninggalnya badan tertanggung.
8. Azas Indemnitas
Indemnitas adalah mengembalikan kedudukan finansial seorang
tertanggung setelah terjadinya kerugian dengan kekedudukan finansial seperti
yang dinikmati sebelum terjadinya kerugian. Azas ini hanya dapat berlaku
pada asuransi kerugian dan tidak berlaku pada asuransi kesehatan.
2.4. Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial
2.4.1. Asuransi Sosial
2.4.1.1. Definisi Asuransi Sosial
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
asuransi, disebutkan bahwa program asuransi sosial adalah
program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan
suatu undang-undang, dengan tujuan memberikan perlindungan
dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Disebutkan dalam undang-
undang ini bahwa program asuransi sosial hanya dapat
dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
11
“Social insurance is any government insurance intended to protect people in low income groups again economic and industrial
hazard: in includes accident insurance, unemployment insurance, health insurance, old age pensions, and maternity insurance.”
(Hasbullah Thabrani, 1998)
Asuransi ditawarkan melalui beberapa bentuk oleh
pemerintah dan bersifat wajib (compulsory basis). Asuransi sosial
didesain untuk memberikan manfaat kepada seseorang yang
pendapatannya terputus karena kondisi sosial dan ekonomi atau
karena ketidakmampuan mengendalikan solusi secara individu.
Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman
bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh,
dengan membayar sejumlah kontribusi (premi), tertanggung berhak
memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.
2.4.1.2. Unsur-Unsur Asuransi Sosial
Asuransi sosial berdasarkan peraturan perundang-undangan,
bukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dengan
penanggung. Menurut Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang
(1993), unsur-unsur asuransi sosial antara lain :
1. Diselenggarakan karena ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan.
2. Perikatan yang terjadi antara para pihak lahir karena undang-
undang mengharuskan.
3. Mempunyai sifat wajib bagi mereka yang memenuhi
persyaratan perundang-undangan yang bersangkutan.
4. Umumnya yang bertindak sebagai penyelenggara atau
penanggung adalah pemerintah.
5. Lebih diutamakan perlindungan kepada hal-hal yang
berhubungan dengan risiko sosial daripada risiko individual.
6. Ditujukan untuk memberikan suatu jaminan sosial kepada
masyarakat atau kelompok masyarakat dan bukan dimaksudkan
untuk mencari keuntungan.
12
7. Perbandingan antara premi dan santunan (benefit) diatur secara
progresif.
8. Besarnya premi ditetapkan oleh pemerintah dengan peraturan
perundang-undangan dan lebih ditetapkan kepada kepantasan
masyarakat (social adequacy) daripada keadilan pribadi
(private equaty).
9. Tidak ada pilihan mengenai masalah kepentingan dan peristiwa
(evenement).
2.4.1.3. Prinsip dalam Asuransi Sosial
a) Compulsion (wajib)
b) Set level of benefit (manfaat yang merata/sama)
c) Floor of protection (perlindungan mendasar)
d) Subsidy (subsidi)
e) Unpredictability of loss (kerugian sulit diprediksi)
f) Conditional benefits (manfaat bersyarat)
g) Contribution required (harus ada kontribusi)
h) Attachment to labor force (terkait dengan tenaga kerja)
i) Minimal advance funding (minimum dalam penyisihan dana)
2.4.1.4. Lingkup Asuransi Sosial
a. Jaminan Pertanggungan Kecelakaan
b. Jaminan Pertanggungan Hari Tua dan Pensiun
c. Jaminan Pelayanan Kesehatan
d. Jaminan Pertanggungan Kematian
e. Jaminan Pertanggungan Pengangguran
13
2.4.1.5. Jenis Asuransi Sosial di Indonesia
a) Asuransi Sosial Tenaga Kerja
1. Peserta
Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja
sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar
upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerja pada
Program Jamsostek (PP No. 14/1993)
a. Untuk Pegawai Negeri
Dikelola oleh PT Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri
b. Untuk Pegawai Perusahaan Swasta
Dikelola oleh PT Jaminan Asuransi Sosial Tenaga
Kerja
c. Untuk Anggota ABRI/TNI
Dikelola oleh Perum Asuransi Sosial ABRI
2. Program Jaminan yang diberikan
1) Jaminan berupa uang yang meliputi
a. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Program JPK memberikan perlindungan bagi
tenaga kerja terhadap risiko mengidap gangguan
kesehatan atau penyakit yang berakibat
terganggunya kemampuan produktifitas kerja.
Manfaat JPK berupa pelayanan kesehatan untuk
tindak pengobatan yang bersifat promotif serta
kuratif.
Tindak pengobatan yang dijamin mencakup
rawat jalan, rawat inap, persalinan serta
imunisasi/vaksinasi. Bentuk program JPK
dilaksanakan dalam 3 model, yaitu program
Jamsostek yang diselenggarakan oleh PT.
Jamsostek, program Asuransi Kesehatan yang
14
diselenggarakan oleh lembaga Asuransi yang
ditunjuk oleh pemberi kerja, serta program JPK
Mandiri yang diselenggarakan langsung oleh
pemberi kerja secara swakelola.
b. Jaminan Kecelakaan Kerja
Program JKK memberikan perlindungan bagi
tenaga kerja terhadap risiko mengalami kecelakaan
kerja serta mengidap berbagai penyakit yang timbul
akibat hubungan kerja. Manfaat JKK berupa
pelayanan kesehatan menyeluruh serta rehabilitasi
medis sehubungan kecelakaan yang diderita tenaga
kerja. Selain itu, tenaga kerja mendapatkan santunan
tidak mampu bekerja selama menjalani masa
pembayaran iuran kepada pihak penyelenggara yang
ditanggung oleh pemberi kerja.
c. Jaminan Kematian
Program JK memberikan perlindungan bagi
tenaga kerja terhadap risiko meninggal dunia akibat
sakit atau kecelakaan kerja. Manfaat JK berupa
pemberian santunan sekaligus kepada keluarga atau
ahli waris pada saat tenaga kerja meninggal dunia.
Pemberiaan santunan kematian bertujuan membantu
meringankan beban finansial pihak keluarga atau
ahli waris yang ditinggalkan. Pembiayaan program
JK melalui pembayaran iuran kepada pihak
penyelenggara yang ditanggung oleh pemberi kerja.
d. Jaminan Hari Tua
Program JHT memberikan perlindungan bagi
tenaga kerja pada saat memasuki masa purna bhakti.
Manfaat JHT berupa pemberian bekal dana tunai
dalam bentuk pembayaran sekaligus kepada tenaga
kerja atau keluarga dan ahli waris. Pembiayaan
15
program JHT melalui pembayaran iuran kepada
pihak penyelenggara yang ditanggung bersama oleh
tenaga kerja dan pemberi kerja.
e. Jaminan Pensiun
Program pensiun memberikan jaminan
kesinambungan pembayaran penghasilan bagi
tenaga kerja pada saat memasuki usia pensiun.
Manfaat program pensiun berupa pembayaran uang
pensiun berkala kepada tenaga kerja atau keluarga
atau ahli waris pada saat tenaga kerja memasuki
masa usia pensiun. Pembiayaan program pensiun
melalui pembayaran iuran kepada pihak
penyelenggara yang ditanggung bersama oleh
tenaga kerja dan pemberi kerja. Penyelenggara
program pensiun dapat dilakukan melalui 2 instansi,
yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) yang
merupakan lembaga pengelola dan pensiun yang
didirikan oleh pemberi kerja. Jenis program pensiun
terdiri dari Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) dan
Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)
f. Asuransi Kecelakaan Diluar Hubungan Kerja
Asuransi AKDHK adalah jaminan yang
memberi perlindung bagi tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan kerja pada waktu di luar
hubungan kerja. Program ini sebagai pelengkap dari
program JKK yang diselenggarakan PT. Jamsostek
yang menjamin tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan pada waktu hubungan kerja. Asuransi
AKDHK ditetapkan berdasarkan Perda Nomor 7
Tahun 1989 serta SK Gubernur DKI Nomor 2
Tahun 1990 dan sebagai penyelenggaraan ditunjuk
PT. Asuransi Bumi Putera Muda (BUMIDA). Guna
16
memenuhi ketentuan normatif di bidang
ketenagakerjaan, maka pemberi kerja wajib
menyertakan tenaga kerja dalam asuransi AKDHK.
2) Jaminan berupa pelayanan, yaitu
a. Asuransi Kesehatan
Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis
produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya
kesehatan atau perawatan pada anggota asuransi
tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami
kecelakaan. Secara garis besar ada dua jenis
perawatan yang ditawarkan perusahaan asuransi,
yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat
jalan (out-patient treatment). Produk asuransi
kesehatan diselenggarakan baik oleh perusahaan
asuransi sosial, perusahaan asuransi jiwa, maupun
juga perusahaan asuransi umum.
Ada dua jenis Asuransi Kesehatan:
a) Hospital Cash Plan
Yaitu tidak memerlukan kwitansi asli,
dapat berupa fotocopy yang dilegalisir rumah
sakit biasanya yang diganti hanya biaya kamar
per hari, baik untuk kamar biasa atau ICU.
Terdapat juga penggantian untuk operasi yang
jumlahnya sudah ditentukan. Biaya penggantian
tidak tergantung dari kwitansi tetapi dari per
hari rawat inap atau per kejadian operasi sesuai
polis yang diambil. Sistem penggantian berupa
reimburse, jadi nasabah membayar dulu baru
kemudian klaim ke perusahaan asuransi premi
yang relatif lebih murah karena nilai
penggantian juga kecil.
17
b) Hospital Benefit
Memerlukan kwitansi asli dimana jika
memiliki 2 asuransi kesehatan maka harus
melalui prosedur berikut yaitu pertama kali
menentukan dahulu klaim akan ditujukan ke
perusahaan asuransi yang mana, jika kemudian
nilai klaim belum mencukupi untuk membayar
rumah sakit maka bisa minta kwitansi asli sisa
pembayaran untuk diklaim ke perusahaan
asuransi yang kedua. Demikian juga jika
mempunyai 3 atau lebih asuransi kesehatan,
biaya yang diganti meliputi kamar, dokter
umum, dokter spesialis, obat-obatan, biaya
operasi (jika ada). Semua dibayarkan sesuai
kwitansi dengan maksimum sesuai plafon yang
diambil di polis. Sistem klaim biasanya
langsung di rumah sakit, tidak perlu reimburse.
Misalnya, tagihan rumah sakit sebesar 10 juta
sementara plafon dari asuransi total hanya 8
juta, maka kita langsung membayar sisanya 2
juta di rumah sakit tersebut. Hal ini bisa terjadi
hanya di rumah sakit rekanan dari perusahaan
asuransi yang preminya lebih tinggi. Asuransi di
pihak juga memberikan uang premi kita 100%
kembali bila tidak ada klaim sakit, itu bisa
dikategorikan hospital cash plan.
Manfaat Asuransi Kesehatan :
a. Santunan perawatan rumah sakit karena
penyakit atau kecelakaan.
b. Santunan pembedahan karena penyakit atau
kecelakaan.
c. Pelayanan Konsultasi Opini Medis Kedua.
18
d. Tidak memerlukan pemeriksaan kesehatan saat
pendaftaran.
b) Asuransi Kecelakaan
Adalah sebuah pertanggungan dimana pihak
penanggung adalah PT. Jasa Raharja dan pihak
tertanggung adalah penumpang atas kecelakaan
penumpang dan jalan raya. Pihak tertanggung
membayarkan premi kepada penanggung sebagai
kontra prestasi. PT. Jasa Raharja (Persero) adalah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak
di bidang perasuransian, pembinaanya di bawah
Departemen Keuangan Tugas dan tanggungjawabnya
adalah melakukan pemupukan dana melalui iuran
dan sumbangan wajib untuk selanjutnya disalurkan
kembali melaui santunan jasa raharja kepada korban
atau ahli waris korban kecelakaan lalu lintas di jalan
raya. Premi asuransi penumpang melalui pengusaha
angkutan yang disatukan dengan karcis penumpang
Berakhirnya pertanggungan jika tidak diajukan
tagihan dalam waktu 6 (enam) bulan setelah
terjadinya kecelakaan.
2.4.2. Asuransi Komersial
2.4.2.1. Definisi Asuransi Komersial
Asuransi komersial adalah suatu perjanjian asuransi yang
bersifat sukarela diselenggarakan atas kehendak pribadi dengan
maksud untuk melindungi dirinya dari kemungkinan terjadi
kerugian karena suatu peristiwa yang tidak tentu.
Umumnya private insurance dikelola oleh badan usaha
swasta yang bertujuan untuk mencari keuntungan (profitable
business), tetapi terdapat pula beberapa contoh yang
diselenggarakan oleh pemerintah. Jadi, sebenarnya yang dimaksud
19
dengan private insurance sama dengan commercial insurance.
Dengan demikian, pengertian asuransi pribadi (private insurance),
asuransi sukarela (voluntary insurance) dan asuransi komersial
(commercial insurance) mempunyai maksud dan arti yang sama.
Asuransi komersial terjadi berdasarkan perjanjian antara
tertanggung dengan penanggung, sehingga berlaku syarat-syarat
dan asas-asas hukum perjanjian. Asuransi komersial lebih
ditujukan untuk kepentingan risiko pribadi tertanggung terhadap
risiko kerugian yang dihadapi. Hal ini diharapkan agar apabila
terjadi kerugian tertanggung secara ekonomis akan memperoleh
ganti rugi dari penanggung. Jadi lebih tertuju kepada kepentingan
ekonomi.
Pada asuransi komersial, pihak asuransi bertindak sebagai
pedagang yang menawarkan paket asuransi kepada masyarakat
sebagai calon pembeli. Jika paket yang ditawarkan sesuai dengan
apa yang diperlukan masyarakat, maka paket tersebut akan dibeli
dalam jumlah besar sehingga pihak pedagang akan memperoleh
laba yang besar pula. Namun sebaliknya, jika paket tersebut tidak
diminati masyarakat, maka dengan sendirinya tidak akan laku dan
nantinya akan menyebabkan kerugian bagi pihak
asuransi/pedagang.
2.4.2.2. Unsur-Unsur Asuransi Komersial
Menurut Arief Suryono (2003), dengan menggunakan teori
contrario, unsur-unsur asuransi komersial adalah sebagai berikut:
a. Diselenggarakan bukan karena ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan
b. Perikatan yang terjadi antara tertanggung dengan penanggung
berdasarkan perjanjian
c. Bersifat sukarela bagi mereka yang bersangkutan
d. Penanggung bias swasta atau pemerintah
e. Diutamakan untuk perlindungan terhadap risiko individual
20
f. Ditujukan untuk kepentingan individual (pada umumnya) dan
dimaksudkan untuk mencari keuntungan
g. Perbandingan antara premi dan santunan proporsional
h. Besarnya premi ditetapkan berdasarkan perjanjian
i. Besarnya santunan ditetapkan berdasarkan perjanjian
j. Adanya pilihan bagi tertanggung mengenai kepentingan dan
peristiwa (evenement) yang akan diasuransikan.
2.4.3. Perbandingan Asuransi Sosia dan Asuransi Komersial
Menurut Arif Rahman, persamaan antara asuransi sosial dan
asuransi komersial adalah sebagai berikut :
1. Adanya unsur premi yang merupakan kewajiban tertanggung dan
berkaitan erat dengan haknya untuk menerima pembayaran dari
penanggung.
2. Penanggung mempunyai kewajiban untuk melakukan prestasi berupa
pembayaran kepada tertanggung. Maksud dari prestasi penanggung
tersebut agar pihak tertanggung kembali kepada kedudukan semula
seperti sebelum peristiwa kerugian terjadi.
3. Ada suatu peristiwa yang belum pasti terjadi dengan demikian, peristiwa
dimaksudkan merupakan bahaya atau risiko yang dapat menimbulkan
kerugian kepada tertanggung.
4. Adanya suatu kepentingan, yaitu kekayaan atau bagian kekayaan,
termasuk hak-hak subyektif yang dapat terkena bahaya, sehingga
menimbulkan kerugian kepada tertanggung.
5. Bertujuan mengalihkan atau membagi resiko.
6. Menimbulkan suatu perikatan bagi kedua belah pihak.
7. Terkandung prinsip gotong-royong antara mereka yang menghadapi
risiko tinggi dan mereka menghadapi risiko rendah, yang muda
membantu yang lebih tua, yang sehat membantu yang sakit, yang tidak
terkena musibah membantu yang terkena musibah.
21
Inilah yang membedakan sistem asuransi komersial dengan sistem
asuransi sosial yang berbasis regulasi. Asuransi komersial merespon
demand (permintaan) masyarakat, sedangkan asuransi sosial merespon need
(kebutuhan) masyarakat. Tujuan utama dari penyelenggaran asuransi
komersial ini adalah untuk memenuhi permintaan perorangan yang
berbeda-beda.
Tabel 1. Perbedaan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial
Aspek Asuransi Sosial Asuransi KomersialKepesertaan Wajib SukarelaSifat gotong royong antar golongan
Muda – TuaKaya – MiskinSehat – Sakit
Sehat – Sakit
Seleksi Bias Tidak ada Adverse selection atau favourable selection, tergantung keahlian insurer
Premi Not risk related, biasanya proporsional terhadap upah
Risk related, biasanya dalam jumlah harga tertentu
Paket jaminan/benefit
Sama untuk semua peserta
Bervariasi sesuai dengan premi yang dibayar
Keadilan/equity Egaliter, social Liberter, individualRespon pelayanan medis
Pemenuhan kebutuhan medis (medical needs)
Pemenuhan permintaan medis (medical demand)
Penyimpangan asuransi sosial yang berfungsi sebagai jaminan sosial
terhadap ketentuan asuransi komersial, diantaranya adalah:
a) Kepesertaan yang bersifat sukarela pada asuransi komersial diubah
menjadi kepesertaan yang bersifat wajib dalam asuransi sosial.
b) Perikatan yang terjadi antara para pihak dalam asuransi komersial
bersumber pada perjanjian, berlainan dengan perikatan pada asuransi
sosial yang bersumber pada undang-undang.
c) Penutupan perjanjian asuransi komersial yang bersifat individual, dalam
asuransi sosial diubah menjadi bersifat kolektif (pada umumnya).
d) Dalam asuransi komersial mengenai masalah risiko dan evenement
merupakan hak tertanggung untuk memilihnya. Dalam asuransi sosial
tentang risiko dan evenement sudah ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan.
22
e) Dalam asuransi komersial diadakan perimbangan antara uang asuransi
dan premi yang dititikberatkan kepada keadilan individu (individual
equity). Untuk asuransi sosial hal tersebut diubah dengan
mempergunakan sistem progresif. Hal ini berarti, uang asuransi
(santunan) dalam asuransi sosial tidak selalu proposional dengan
besarnya premi yang dibayar oleh peserta (tertanggung).
f) Untuk ditutupnya perjanjian asuransi komersial oleh penanggung
diadakan seleksi mengenai risiko yang dalam asuransi sosial, bagi mereka
yang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada dasarnya
tidak dilakukan seleksi oleh penyelenggara.
23
BAB 3
CONTOH PENERAPAN ASURANSI KESEHATAN
Implementasi Program Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN)
di Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes
3.1. ASKESKIN (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin)
Pemerintah dalam rangka program subsidi bagi masyarakat miskin
mengalihkan subsidi BBM untuk sektor kesehatan menjadi program asuransi
kesehatan (ASKES) bagi masyarakat miskin. Sekitar 60 juta jiwa keluarga di
Indonesia diasuransikan oleh pemerintah. Keluarnya Surat Keputusan Menkes
Nomor 332/menkes/SK/V/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin 2006 atau lebih dikenal dengan
Program Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN), merupakan
jaminan kesehatan bagi keluarga kurang mampu di Indonesia.
Program ini adalah salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan
akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan
masyarakat tidak mampu yang membutuhkan pelayanan kesehatan agar tercapai
derajat kesehatan masyarakat setinggitingginya. Program ini bersumber dari dana
kompensasi pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) yang hanya
ditujukan bagi kalangan masyarakat miskin dan tidak mampu yang merupakan
anggota masyarakat yang paling rentan dalam menghadapi kenaikan harga sebagai
dampak dari pengurangan subsidi bahan bakar minyak, terutama jika mereka
mengalami sakit.
ASKESKIN (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) adalah suatu
konsep dan metode penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dengan mutu yang
terjamin serta pembiayaan yang dibiayai oleh pemerintah. Sasaran dari program
ini adalah masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu yang membutuhkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya, Posyandu serta layanan
rujukannya medis lanjutan Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang ditunjuk,
BP4 (Balai Kesehatan Mata Masyarakat) atau BKIM (Balai Kesehatan Indera
Mata), kecuali masyarakat yang memiliki jaminan pemeliharaan/asuransi
kesehatan lainnya.
24
3.2. Gambaran ASKESKIN di Kecamatan Brebes
Pada tahun 2006 jumlah penduduk di Kecamatan Brebes adalah sebesar
155.089 jiwa dengan 40.724 KK. Jumlah masyarakat miskin yang termasuk dalam
kategori miskin di Kecamatan Brebes adalah sebanyak 89.723 jiwa atau 57,9 %
dari jumlah seluruh masyarakat di Kecamatan Brebes. Jumlah terbanyak di Desa
Pasarbatang, yaitu sebanyak 16.312 jiwa. Dari seluruh masyarakat miskin yang
ada di Kecamatan Brebes, yaitu sebanyak 154.785 jiwa terdapat peserta
ASKESKIN sebanyak 52.986 jiwa atau hanya 59,1 % dari jumlah masyarakat
miskin yang berhak mendapatkan bantuan. Artinya, pelaksanaan Program
ASKESKIN di Kecamatan Brebes dinilai kurang berhasil karena belum semua
masyarakat miskin di Kecamatan Brebes dapat menikmati pelayanan kesehatan
(Komariyah, 2010).
Menurut Komariyah (2010), masalah lainnya adalah dalam hal cara
perolehan kartu ASKESKIN. Meskipun masyarakat mengetahui adanya program
ASKESKIN, namun masyarakat miskin belum sepenuhnya memahami bagaimana
prosedur untuk memperoleh kartu ASKESKIN, sehingga meskipun mereka
memenuhi kriteria sasaran program ASKESKIN, tetapi mereka tidak mengurus
kepemilikan kartu ASKESKIN. Masyarakat baru mendaftar sebagai peserta
ASKESKIN setelah mereka atau anggota keluarganya sakit dan mengalami
kesulitan dalam hal pembiayaan pengobatan di puskesmas atau rumah sakit.
Rendahnya sikap masyarakat Kecamatan Brebes terhadap pelaksanaan
program diduga disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat miskin atas
pentingnya kesehatan yang membuat masyarakat kurang berinisiatif untuk
memperoleh kartu ASKESKIN (Komariyah, 2010). Masyarakat melakukan
pengurusan untuk memperoleh kartu ASKESKIN hanya pada kondisi mendesak,
terutama apabila mengalami kesulitan terutama dalam hal pembiayaan.
25
3.3. Implementasi ASKESKIN di Kecamatan Brebes
3.3.1. Implementasi
Implementasi program ASKESKIN di Kecamatan Brebes dinilai
berhasil. Implementasi program ASKESKIN di Kecamatan Brebes dapat
berhasil karena adanya peran serta dan dukungan dari para pamong desa
(pemimpin non formal) serta adanya kesadaran dari masyarakat miskin
sendiri untuk mengurus kepemilikan dan menggunakan kartu ASKESKIN
untuk menikmati pelayanan kesehatan secara gratis. Selain itu, juga
disebabkan karena masyarakat telah mengikuti prosedur untuk
mendapatkan kartu ASKESKIN dan memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan. Manfaat dari program ASKESKIN telah dirasakan oleh pemilik
kartu ASKESKIN, sehingga ada kesediaan mereka untuk menggunakan
kartu ASKESKIN untuk berobat (Komariyah, 2010).
Sementara itu, beberapa masyarakat ada yang menilai bahwa
implementasi program ASKESKIN di Kecamatan Brebes kurang berhasil
bahkan masih ada juga yang menyatakan tidak berhasil. Menurut mereka,
ketidakberhasilan program tersebut disebabkan kurangnya pengetahuan
masyarakat akan program ASKESKIN. Kurangnya informasi dan
sosialisasi yang diterima oleh masyarakat membuat mereka kurang
memahami program ASKESKIN. Bahkan masih ada pemilik kartu
ASKESKIN yang tidak mengetahui prosedur untuk mendapatkan kartu
ASKESKIN. Mereka juga ada yang kurang atau bahkan tidak mengetahui
syarat-syarat untuk mendapatkan kartu ASKESKIN dengan alasan kartu
yang mereka miliki dibuatkan oleh orang lain. Selain itu, proses untuk
mendapatkan kartu ASKESKIN juga ada yang belum sesuai dengan
peraturan yang berlaku., sehingga belum semua masyarakat miskin
memiliki kartu ASKESKIN untuk mendapatkan kesehatan gratis
(Komariyah, 2010).
26
3.3.2. Komunikasi
Komunikasi program ASKESKIN di Kecamatan Brebes dinilai baik.
Hal tersebut dikarenakan banyak masyarakat yang beranggapan bahwa
informasi yang mereka peroleh sudah cukup baik. Mereka umumnya adalah
orang-orang yang sering menikmati pelayanan kesehatan gratis di
Puskesmas maupun di Rumah Sakit Umum serta aktif dalam pertemuan
warga sehingga dapat memperoleh informasi dengan mudah terutama
mengenai program ASKESKIN (Komariyah, 2010).
Komunikasi dalam implementasi program ASKESKIN di Kecamatan
Brebes dalam kategori baik juga disebabkan karena kebanyakan masyarakat
merasa mengetahui informasi mengenai kartu ASKESKIN. Informasi yang
tersampaikan dengan lengkap membuat mereka mengetahui berbagai
informasi mengenai program ASKESKIN. Keaktifan petugas membuat
responden memahami tentang program ASKESKIN. Media yang dapat
diakses oleh sebagian besar masyarakat mempermudah masyarakat untuk
mendapatkan informasi terbaru (Komariyah, 2010).
Adanya masyarakat yang menyatakan komunikasi kurang baik
disebabkan masih adanya responden yang kurang mengetahui informasi
mengenai kartu ASKESKIN. Dalam menyampaikan informasi, petugas
kurang aktif dalam memberikan informasi terbaru mengenai program
langsung kepada masyarakat, serta dalam menjelaskan pelaksanaan
program dan petunjuk pengurusan maupun penggunaan kartu ASKESKIN.
Media yang digunakan kurang berfungsi dan bahkan tidak berfungsi. Selain
itu, sosialisasi mengenai program ASKESKIN dilakukan hanya kadang-
kadang. Informasi yang diterima oleh masyarakat kurang jelas dan kurang
dapat dipahami (Komariyah, 2010).
3.3.3. Sikap Masyarakat
Sikap pelaksana di Kecamatan Brebes dinilai kurang mendukung
pelaksanaan program ASKESKIN. Sikap masyarakat yang tinggi
(mendukung) disebabkan adanya masyarakat yang menyatakan mengetahui
perkembangan program ASKESKIN. Mereka menilai pelaksanaan program
27
ASKESKIN di puskesmas maupun rumah sakit sudah cukup baik dan
membantu masyarakat miskin. Sehingga perlu untuk dilanjutkan. Selain itu,
mereka bersedia menggunakan kartu ASKESKIN untuk memelihara
kesehatan mereka dan sumbang saran yang diberikan untuk membantu
keberhasilan pelaksanaan program ASKESKIN (Komariyah, 2010).
Sikap masyarakat yang rendah (kurang mendukung) dalam
implementasi program ASKESKIN di Kecamatan Brebes disebabkan masih
banyaknya masyarakat yang menganggap program tersebut hanya dapat
dirasakan pada saat-saat tertentu saja (sakit), saat tidak sakit tentunya
program tersebut tidak cukup banyak membantu masyarakat miskin dalam
menanggung beban hidupnya yang semakin sulit. Banyak dari mereka yang
tidak mengetahui perkembangan program ASKESKIN, selain itu juga
karena belum semua pemilik kartu ASKESKIN bersedia menggunakan
kartunya untuk memelihara kesehatan. Banyak pemilik kartu yang
mendukung pelaksanaan program ASKESKIN tetapi tidak memberikan
sumbang saran untuk membantu keberhasilan program (Komariyah, 2010).
28
BAB 4
MANAGED CARE
4.1. Definisi Managed Care
Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan
pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya
meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik sedangkan upaya
preventif merupakan upaya pencegahan. Sebab itu pelayanan kesehatan
masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit
saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya pencegahan (preventif) dan
peningkatan kesehatan (promotif). Bentuk pelayanan kesehatan tidak hanya
puskesmas ataupun balai kesehatan saja, tetapi juga berbagai bentuk kegiatan lain,
baik yang langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit,
maupun yang secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan.
Managed care adalah suatu konsep yang masih terus berkembang,
sehingga belum mempunyai definisi yang satu dan universal. Namun secara
umum managed care dapat didefinisikan sebagai suatu sistem dimana pelayanan
kesehatan terlaksana secara terintegrasi dengan sistem pembiayaan yang
mempunyai lima elemen (Juanita, 2002), yaitu:
a) Penyelenggaraan pelayanan oleh provider tertentu
b) Memiliki kriteria khusus untuk penetapan provider
c) Memiliki program pengawasan mutu dan manajemen utilisasi
d) Penekanan pada upaya promotif dan preventif
e) Adanya financial insentive bagi peserta yang melaksanakan pelayanan sesuai
prosedur.
Menurut International Foundation of Employee Benefit Plans (2003),
managed care merupakan pengaturan perawatan/pelayanan kesehatan yang
mencakup strategi biaya, alokasi risiko antara proses asuransi, penyedia dan
pengusaha, serta klaim administrasi dan pelaporan. Tujuan dari pengaturan ini
adalah untuk membantu masyarakat atau sekelompok orang untuk memenuhi
kebutuhan dalam pelayanan kesehatan.
29
Menurut WHO (2000), managed care adalah suatu sistem yang mencoba
mengintegrasikan antara pembiayaan dan pemberian pelayanan kesehatan yang
sesuai bagi anggotannya. Managed care merupakan pendekatan komprehensif
yang melibatkan perencanaan, pendidikan, pemantauan, koordinasi, pengendalian
kualitas, akses, pembiayaan, serta kontrol pemanfaatan terlibat.
Pada umumnya managed care sebagai alternatif pebiayaan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan, misalnya Health Maintenance Organization
(HMO), Preferred Provider Organization (PPO), Utilization Review (UR),
ataupun kombinasi. HMO merupakan sebuah perencanaan kesehatan dengan
menyediakan layanan medis yang komprehensif kepada para anggotan tetap.
Anggota harus berpartisipasi dan terdaftar untuk jangka waktu tertentu serta dapat
dilakukan baik untuk mencari profit ataupun non profit. PPO merupakan
organisasi perawatan yang dikelola untuk menyediakan pelayanan kesehatan
melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi atau pihak ketiga untuk
menyediakan cakupan asuransi kesehatan kepada pemegang polis/dokumen
kesepakatan. Pemegang polis memiliki diskon yang signifikan dari penyedia
layanan kesehatan yang telah bermitra dengan PPO tersebut. Jika pemegang polis
menggunakan dokter di luar rencana PPO maka harus membayar lebih untuk
perawatan medis. Sedangkan untuk UR adalah proses pengelolaan rencana
perawatan yang digunakan untuk mengevaluasi kebutuhan medis, kesesuaian, dan
biaya layanan perawatan kesehatan serta rencana perawatan.
Perlu dikembangkannya asuransi kesehatan nasional dengan managed
care sebagai bentuk operasional dengan cakupan asuransi yang akan semakin luas
maka diperlukan juga jaringan pelayanan yang semakin luas pula. Akan semakin
banyak tuntutan terhadap pelayanan yang berkualitas baik terhadap
penyelenggaraan asuransi kesehatan maupun penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.
4.2. Ciri Managed Care
a. Control utilisasi yang ketat sesuai mekanisme kontrak
b. Monitoring dan control pelayanan yang diberikan
c. Memakai dokter umum dan tenaga medis lainnya untuk mengelola pasien
30
d. Menciptakan layanan kesehatan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan
e. Ada program perbaikan kualitas
f. System reimburse yang membuat sarana pelayanan kesehatan (dokter,
puskesmas, rumah sakit, dll) dapat mempertanggungjawabkan biaya dan
kualitas layanan kesehatan
4.3. Teknik-Teknik Managed Care
Salah satu bentuk paling mendasar mengenai managed care adalah
Penyelenggara Pelayanan Kesehatan (PPK) untuk memberikan perawatan dan
pelayanan kesehatan kepada pasien. Sistem ini dilakukan secara terpadu
mencakup satu atau lebih terhadap hal berikut ini:
a. Dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang ditunjuk sebagai
Penyelenggara Pelayanan Kesehatan (PPK) bagi pendaftar (pasien).
b. Standar yang jelas untuk memilih penyelenggara pelayanan kesehatan.
c. Adanya program tinjauan pemanfaatan (utilization review) dan program
peningkatan kualitas.
d. Menekankan pada penanganan promotif dan preventif.
e. Adanya financial insentive untuk mendorong pasien menggunakan pelayanan
kesehatan secara efisien serta Penyelenggara Pelayanan Kesehatan (PPK)
dapat mempertanggungjawabkan biaya dan kualitas layanan kesehatannya.
Sebuah survei yang diterbitkan oleh America’s Health Insurance pada tahun
2009 menyebutkan bahwa pasien yang tidak mendaftar sebagai anggota pelayanan
kesehatan terkadang dikenakan biaya perawatan yang sangat tinggi dibandingkan
yang telah mendaftar sebagai anggota. Terdapat beberapa teknik managed care
yang dapat digunakan baik untuk program yang berbasis PPK dan yang bukan
berbasis PPK. Berikut adalah teknik-teknik managed care menurut Wikipedia:
1. Care and Disesase Management (C/DM)
C/DM adalah sebuah sistem intervensi kesehatan yang terkoordinasi
diperuntukkan bagi pasien yang memerlukan upaya perawatan diri (self-care)
yang signifikan. Menurut Green (2009), care management merupakan suatu
rancangan program kesehatan yang menangani pasien dengan kondisi kronis
yang dianggap beresiko tinggi akibat kombinasi dari berbagai masalah
31
kesehatan, sosial, dan fungsional. Sedangkan disease management merupakan
program yang mengelola pasien dengan penyakit tertentu seperti diabetes atau
hipertensi (Green, 2009). Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa care and disease management sangat cocok diperuntukkan bagi pasien
yang mengalami masalah penyakit kronis seperti diabetes, gagal ginjal, gagal
jantung, dan hipertensi.
Konsep dari C/DM adalah saling berbagi pengetahuan, membangun
pengetahuan, tanggung jawab dan rencana perawatan dengan praktisi
kesehatan atau kerabat dekat (keluarga, teman, pengasuh). Agar program ini
efektif, diperlukan implementasi sistem secara menyeluruh dengan dukungan
sosial masyarakat, profesional klinis selaku penyedia pelayanan kesehatan
bersedia untuk bertindak sebagai mitra bagi pasien, serta sumberdaya yang
memadai.
Secara keseluruhan, program C/DM berpotensi untuk mengurangi biaya
perawatan kesehatan dengan mengurangi penggunaan pelayanan medis yang
tidak perlu. Selain itu program C/DM telah mampu meningkatkan kesehatan
dan kualitas pelayanan kesehatan bagi penderita penyakit kronis dengan cara
mencegah atau meminimalkan efek dari penyakit melalui peningkatan
pengetahuan, keterampilan, mengontrol gaya hidup untuk meminimalkan
gejala penyakit, dan pemberian perawatan yang integratif. Jadi, manfaat yang
diperoleh pasien dengan teknik care and disease management (C/DM) adalah
meskipun dengan biaya perawatan kesehatan yang minimal dan masa
perawatan yang singkat namun pasien akan memperoleh hasil perawatan yang
optimal.
2. Case management
Menurut Powell (1996) dalam tesis Kgasi (2010), case management
adalah proses mendapatkan layanan yang tepat terhadap klien yang tepat.
Artinya, sebuah proses kolaboratif yang menilai, merencanakan,
mengimplementasikan, mengkoordinasi, memonitoring dan mengevaluasi
pilihan dan layanan untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan kesehatan
individu melalui komunikasi dan ketersediaan sumber daya. Proses pelayanan
32
kesehatan ini betujuan untuk memberikan kualitas kesehatan dan
meningkatkan kualitas hidup klien dengan biaya yang minimal.
Case management mengembangkan sistem untuk mengidentifikasi dan
menangani kasus beresiko tinggi dan berbiaya tinggi. Kasus beresiko tinggi
yang ditangani dengan case management adalah kanker, HIV/AIDS, insiden
pembuluh darah otak, transplantasi organ, luka bakar parah, kehamilan
beresiko tinggi, neonatus resiko tinggi, luka bakar parah, cedera tulang
belakang dan penyakit neuromuskular. Kasus beresiko tinggi ini telah
meningkatkan potensi komplikasi medis dan masa perawatan di rumah sakit
yang berkepanjangan sehingga meningkatkan biaya perawatan.
Menurut Applebaum dan Austin (1990) dalam Scharlach, et al. (2001),
tujuan case management dapat dilihat berdasarkan client-oriented,
administrative-oriented, dan system-oriented.
a) Client-oriented
Tujuan client-oriented adalah memastikan bahwa klien menerima
layanan yang tepat yang mendukung perawatan secara informal,
meningkatkan akses terhadap perawatan formal dan meningkatkan
kesejahteraan individu dan keluarga.
b) Administrative-oriented
Administrative-oriented menyangkut biaya, penyediaan, dan
pemanfaatan jasa dalam rangka meningkatkan pemanfaatan layanan dan
pembatasan biaya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan biaya,
mengurangi penggunaan layanan yang lebih mahal, atau meningkatkan
atau menurunkan jumlah klien yang dilayani.
c) System-oriented
System-oriented bertujuan untuk mengatasi seluruh sistem pelayanan
yang efisien dan berkualitas tinggi. Tujuan system-oriented mencakup hal
lebih luas dan berfokus jangka panjang dari administrative-oriented, yaitu
sistem pemberian perawatan berbasis masyarakat secara keseluruhan. Hal
ini meliputi penyediaan rangkaian perawatan yang berkesinambungan,
meningkatkan akses pelayanan, dan meningkatkan ketepatan waktu
pelayanan.
33
3. Workplace Wellness
Workplace wellness merupakan program kegiatan promosi kesehatan
atau kebijakan organisasi yang dirancang untuk mendukung perilaku hidup
sehat di tempat kerja dan untuk meningkatkan kesehatan pekerja. Workplace
wellness terdiri dari berbagai kegiatan promosi kesehatan seperti pameran
kesehatan, pendidikan kesehatan, pemeriksaan medis, pembinaan kesehatan,
program kebugaran, serta program manajemen berat badan. Sedangkan
kebijakan organisasi workplace wellness, mencakup penyediaan fasilitas
kesehatan bagi pekerja, penyediaan dapur dan kantin, menawarkan pilihan
makanan sehat, dan sebagainya. Workplace wellness telah diperluas sebagai
budaya hidup sehat dalam lingkup tempat kerja.
Manfaat yang diperoleh dengan penerapan workplace wellness adalah
peningkatan kesehatan bagi pekerja sehingga resiko cedera lebih rendah,
ketidakhadiran pekerja rendah, dan ketahanan pekerja lebih besar.
4. Patient Education
Patient education adalah salah satu dari beberapa inisiatif yang bertujuan
untuk membuat orang berpartisipasi dalam manajemen penyakit kronis
mereka sendiri. Langkah yang dilakukan adalah memberikan kompetensi
terhadap pasien yang memungkinkan mereka untuk mengelola penyakit kronis
mereka menjadi lebih baik.
Menurut Olga (2010), patient education dapat dibagi menjadi dua
kategori yaitu clinical patient education (atau clinical teaching and learning)
dan health education. Clinical patient education merupakan proses belajar-
mengajar yang diberikan oleh penyedia layanan kesehatan kepada pasien dan
keluarga pasien mengenai seluruh tatacara klinis secara sistematis, sekuensial,
dan logis. Tujuan pengajaran dan pembelajaran klinis ini didasarkan pada
penilaian pasien, evaluasi, diagnosis, prognosis, dan kebutuhan individu, serta
persyaratan yang terkait dengan intervensi.
Proses health education mirip dengan clinical patient education. Namun,
lebih berfokus pada kesehatan, pencegahan, dan promosi kesehatan. Selain itu,
health education dapat diberikan kepada individu, kelompok, serta
masyarakat. Fokus dasarnya adalah untuk mengubah dan meningkatkan
34
perilaku kesehatan masyarakat dalam hal pendidikan klinis dan kesehatan;
serta pengambilan keputusan terkait siapa yang mengambil peran yang lebih
tepat dan aktif dalam perawatan kesehatan.
Manfaat dari penerapan patient education adalah meningkatkan
keselamatan pasien dan kepatuhan terhadap intervensi serta kepuasan pasien.
Bagi penyedia layanan kesehatan, manfaat yang diperoleh adalah
menghasilkan hasil (outcome) yang lebih baik dan meningkatkan kualitas
pelayanan.
5. Utilization Management (UM)
Utilization management merupakan proses evaluasi terhadap kesesuaian
kebutuhan medis dan efisiensi prosedur layanan kesehatan dan fasilitas
kesehatan, berdasarkan kriteria (pedoman) yang ditetapkan dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku oleh National Committee of Quality Assurance
(NCQA). Utilization management bekerja sama dengan penyedia layanan
kesehatan untuk mempromosikan dan mendokumentasikan penggunaan yang
tepat terhadap sumberdaya kesehatan. Dalam hubungannya dengan penyedia
layanan kesehatan, UM membantu dalam memberikan perawatan yang tepat
kepada anggota yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam aturan yang
sesuai.
6. Utilization Review (UR)
Utilization review merupakan suatu metode untuk memantapkan kualitas
pelayanan dari penyedia layanan kesehatan yang berfokus pada kontrol biaya
dengan mengkaji perlu atau tidaknya pelayanan secara medis diberikan, serta
layak atau tidaknya jika dilihat dari segi biaya atau sumberdaya. UR
digunakan pada kondisi medis yang rumit, serius, dan katastropik (penyakit
berbiaya tinggi dan mengancam jiwa), misalnya kanker, AIDS, dan trauma
hebat.
4.4. Mekanisme Pembayaran Provider
Konsep yang diusung pemerintah Indonesia dalam rangka penerapan
Universal Health Coverage (UHC) melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) adalah kendali biaya, kendali mutu (managed care). Diharapkan dengan
35
konsep ini, SJSN dapat menekan biaya pelayanan yang diikuti dengan
peningkatan kualitas derajat kesehatan masyarakat. Berangkat dari komsep
managed care tersebut, pemerintah berupaya menyusun mekanisme pembayaran
kepada penyedia layanan kesehatan (health provider) yang sesuai dengan prinsip
managed care.
Mekanisme pembayaran merupakan suatu cara untuk menetapkan insentif
perilaku bagi pelaku pelayanan yang kompleks, yang mempengaruhi hubungan
antara pelaku dan pembayar, baik pasien atau pihak ketiga. Mekanisme
pembayaran ini menentukan jumlah dan aliran uang dari pembayar pihak ketiga
atau pasien, atau keduanya, ke pelaku pelayanan dalam pemberian pelayanan.
Mekanisme pembayaran menetapkan baik unit atau kombinasi pelayanan yang
merupakan dasar pembayaran pelaku maupun tarif yang harus dibayarkan untuk
pemberian pelayanan (Patriajati, 2013).
Secara umum mekanisme pembayaran pelayanan kesehatan terbagi dua
yaitu pembayaran prospektif dan retrospektif. Pembayaran prospektif merupakan
pembayaran yang telah ditetapkan sebelum pelayanan tersebut diberikan.
Sedangkan jika pembayaran ditetapkan setelah pelayanan tersebut diberikan maka
disebut pembayaran retrospektif (Hafidz dkk, 2012). Contoh pembayaran
prospektif adalah pembayaran case-based dan pembayaran kapitasi. Pembayaran
prospektif akan meningkatkan jumlah insentif jika penyadia pelayanan kesehatan
dapat melaksanakan pelayanan secara efisien dan efektif. Penyedia layanan
kesehatan menghadapi risiko keuangan yang tinggi. Sedangkan pada pembayaran
retrospektif tidak ada insentif bagi pemberi layanan kesehatan untuk
melaksanakan layanan secara efisien. Hal ini memberikan peluang untuk
terjadinya “moral hazard”- kecenderungan untuk memberikan pelayanan secara
berlebihan - dapat memberikan dampak kenaikan biaya pelayanan.
Terdapat 6 metode pembayaran utama yang sering digunakan di beberapa
negara, yaitu:
1. Pembayaran berdasar Pelayanan (Fee for Service) yaitu pembayaran per jenis
pelayanan yang diidentifikasi satu per satu.
2. Pembayaran berdasar Kasus (Case Payment) atau dengan paket pelayanan.
Sebagai contoh: diagnosis-related groups (DRG).
36
3. Pembayaran berdasar Hari (Daily Charge) dengan jumlah tetap per hari
layanan.
4. Kapitasi, pembayaran dengan jumlah yang ditetapkan berdasarkan jumlah
orang yang menjadi tanggung jawab dokter
5. Line Item Budget, yang merupakan anggaran yang dirancang dan ditetapkan di
muka dengan masih ada kemungkinan untuk digunakan secara fleksibel dalam
batasan tertentu.
6. Global Budget, yaitu pembayaran yang diatur melalui kekuatan pasar tanpa
selalu terkait dengan indikator kinerja.
Perbedaan metode pembayaran akan mempunyai konsekuensi risiko
finansial yang berbeda pula di antara pihak health provider dan pembayar. Health
provider cenderung menanggung risiko lebih jika pembayarannya dalam agregat
dan prospektif. Tidak ada satu jawaban yang benar-benar pas untuk menjawab
pertanyaan tentang mekanisme pembayaran apa yang paling baik. Seringkali
kombinasi dari berbagai jenis pembayaran menjadi sebuah pilihan untuk
menyesuaikan kondisi budaya dan politik di suatu negara (Pusat KP-MAK UGM,
2013).
37
Tabel 2. Perbedaan Metode Pembayaran beserta Kelebihan dan Kekurangannya
Metode Pembayaran
Unit Pembayaran
Prospektif atau
RetrospektifDeskripsi Efisiensi
Kualitas dan Ekuitas
Manajemen dan Sistem Informasi
Line item budget/ Mata Anggaran
Kategori Fungsi anggaran, biasanya tahunan
Keduanya Anggaran dialokasikan berdasarkan kategori spesifik dari fungsi, biasanya tahunan. Kategori meliputi: gaji, obat, alat, makanan, overhead, dan administrasi
(-) Fleksibilitas yang kecil dari penggunaan sumber daya (-) Terdapat tendensi untuk penghabiskan anggaran
(-) Rasionalisasi terjadi jika anggaran sangat rendah. (-) Jika rasionalisasi terjadi, kasus yang lebih kompleks akan dirujuk ke tempat lain.
Relatif sederhana
Global Budget/ Anggaran Global
Fasilitas kesehatan: rumah sakit, klinik, Puskesmas
Prospektif Pembayaran total yang tetap di awal untuk periode waktu tertentu. Beberapa penyesuaian di akhir tahun bisa dilakukan perubahan. Berbagai formula dapat digunakan: histori anggaran sebelumnya, angka per kapita dengan penyesuaian (umur, jenis kelamin, tingkat utilisasi pada
(+) Fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya (-) Pengeluaran diatur secara artifisial, bukan melalui kekuatan pasar. (-) Tidak selalu dikaitkan dengan indikator kinerja (contoh: volume, kualitas, casemix) (-) Cost-shifting/ pengalihan biaya
(-) Rasionalisasi terjadi jika anggaran sangat rendah. (-) Jika rasionalisasi terjadi, kasus yang lebih kompleks akan dirujuk ke tempat lain. (+) Penyesuaian case-mix dalam formula global berhubungan dengan
Diperlukan kemampuan untuk melihat efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya di masing-masing bagian, dan mekanisme untuk menukar sumber daya yang ada untuk
38
Metode Pembayaran
Unit Pembayaran
Prospektif atau
RetrospektifDeskripsi Efisiensi
Kualitas dan Ekuitas
Manajemen dan Sistem Informasi
tahun sebelumnya) dimungkinkan jika anggaran global mencakup layanan terbatas; PPK dapat merujuk pasien ke tempat lain untuk mengurangi pengeluaran dari anggaran global
kompleksitas kasus yang ditangani; penyesuaian lain dapat digunakan untuk populasi khusus
pengguanaan yang paling tepat guna
Kapitasi Per orang per tahun
Prospektifper tahun
Pembayaran langsung kepada PPK untuk masing-masing individu yang terdaftar di PPK tersebut. Pembayaran tersebut mencakup biaya paket tertentu dan dalam periode tertentu. Pembayaran dilakukan langsug kepada PPK. Dalam beberapa kasus, PPK
(+) Adanya fleksibikitas penggunaan sumber daya (+) Semakin banyak layanan yang dimasukkan dalam paket maka lingkup pengalihan biayanya juga semakin sempit (+) Sumber daya terkait erat dengan besarnya populasi yang dilayani dan berbagai kebutuhan
(-) Penyedia layanan kesehatan dapat mengesampingkan kualitas dalam rangka menekan biaya (-) Rasionalisasi dapat dilakukan jika kapitasi terlalu rendah (-) Kapitasi juga dapat mendorong penyedia layanan untuk menarik pasien
Perlu adanya sistem manajemen guna memastikan bahwa tiap penerima manfaat/ beneficiary
terdaftar pada satu penyedia layanan dan mengutamakan untuk
39
Metode Pembayaran
Unit Pembayaran
Prospektif atau
RetrospektifDeskripsi Efisiensi
Kualitas dan Ekuitas
Manajemen dan Sistem Informasi
memilih membeli layanan yang tidak dapat diberikan (atau memilih untuk tidak memberikan layanan tersebut) dari penyedia lainnya.
kesehatan mereka yang lebih sehat (-) Pilihan pasien atas penyedia layanan pada umumnya dibatasi (+) Pihak yang menyesuaikan/ adjusters dapat menyesuaikan pembayarannya ke kelompok populasi khusus pada formula kapitasi(-) Penyedia layanan kesehatan dapat mengesampingkan kualitas dalam rangka menekan biaya (-) Rasionalisasi dapat dilakukan jika kapitasi terlalu rendah(-) Kapitasi juga
menggunakan penyedia layanan tersebut
Perlu adanya manajemen penggunaan dan program jaminan atas kualitas guna mencegah kurangnya layanan yang diberikan.
Bila pembayarannya mencakup layanan primer dan sekunder, maka para penyedia layanan pada berbagai tingkatan sistem
40
Metode Pembayaran
Unit Pembayaran
Prospektif atau
RetrospektifDeskripsi Efisiensi
Kualitas dan Ekuitas
Manajemen dan Sistem Informasi
dapat mendorong penyedia layanan untuk menarik pasien yang lebih sehat (-) Pilihan pasien atas penyedia layanan pada umumnya dibatasi(+) Pihak yang menyesuaikan/ adjusters dapat menyesuaikan pembayarannya ke kelompok populasi khusus pada formula kapitasi
harus bekerjasama dalam suatu ikatan kontrak antara satu sama lain
Pembayaran menurut kasus/ Case-based payment
Per kasus atau episode
Prospektif Pembayaran tetap yang mencakup semua layanan untuk kasus atau penyakit yang bersifat spesifik. Sistem pengelompokkan
(-) Ada kecenderungan bagi rumah sakit untuk melakukan overdiagnosis (dengan cara menambah
(+) Pembayaran menurut kasus memiliki kaitan erat dengan kompleksitas kasusnya
PPK perlu memiliki kemampuan untuk mencatat dan membuat tagihan sesuai
41
Metode Pembayaran
Unit Pembayaran
Prospektif atau
RetrospektifDeskripsi Efisiensi
Kualitas dan Ekuitas
Manajemen dan Sistem Informasi
pasien (contohnya Kelompok Diagnosis terkait atau DRG) mengelompokkan pasienenurut diagnosis dan prosedur utama yang dilakukan. Paling sering diterapkan kepada pasien rawat inap, meskipun untuk kelompok pasien rawat jalanjuga masih disusun
pendaftaran atau penghitungan ganda untuk pendaftaran kasus) yang dilakukan untuk menambah pendapatan (+) Adanya fleksibilitas penggunaan sumber daya ketika meningkatnya jumlah kasus (+) Sistem pengelompokan pasien dapat digunakan untuk memantau kinerja
dengan kasusnya, biasanya disertai dengan sejumlah informasi yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai karakteristik pasien, diagnosis dan prosedurnya
Per diem (Daily Charge)
DIberikan per hari kepada berbagai bagian yang ada di rumah sakit
Prospektif Pembayaran agregat yang mencakup semua pengeluaran yang terjadi dalam satu hari rawat inap.
(+) Adanya fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya (-) Adanya kecenderungan bagi pihak rumah sakit
(+) Biaya per diem memungkinkan pasien untuk rawat inap lebih lama untuk kasus-kasus yang berat
Perlu mengumpulkan data untuk jumlah hari pasien dirawat di semua bagian rumah
42
Metode Pembayaran
Unit Pembayaran
Prospektif atau
RetrospektifDeskripsi Efisiensi
Kualitas dan Ekuitas
Manajemen dan Sistem Informasi
untuk menambah jumlah hari rawat inap Agar dapat menambahpendapatan
sakit dan memastikan bahwa semua biaya sudah dimasukkan.
Biaya layanan/ Fee-for-service
Per unit Layanan
Retrospektif Biaya terpisah untuk item layanan yang berbeda misalnya konsultasi obat, dan beberapa tes.
(+) Adanya fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya (-) Adanya kecenderungan bagi PPK untuk meningkatkan jumlah layanan yang diberikan untuk meningkatkan pendapatan
(+) Pembayaran terkait erat dengan intensitas layanan kesehatan yang dibutuhkan(-) Terdapat kecenderungan untuk memberikan pelayanan kesehatan melebihi kebutuhan yang sebenarnya atau memberikan pelayanan atau intervensi yang kurang perlu.
PPK harus mencatat dan membuat tagihan untuk setiap transaksi layanan medis yang dilakukan
(Sumber: Hafidz dkk, 2012).
43
BAB 5
IMPLEMENTASI MANAGED CARE DI INDONESIA
(UU SJSN DAN UU BPJS)
Transformasi menjadi kosa kata penting sejak tujuh tahun terakhir di
Indonesia, tepatnya sejak diundangkannya UU SJSN pada 19 Oktober 2004.
Transformasi akan menghadirkan identitas baru dalam penyelenggaraan program
jaminan sosial di Indonesia.
UU BPJS membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan
program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia
termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia.
Empat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial – PT
ASKES (Persero), PT ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero), dan PT
TASPEN (Persero) akan bertransformasi menjadi BPJS. UU BPJS telah
menetapkan PT ASKES (Persero) untuk bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan
dan PT JAMSOSTEK akan bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan. UU
BPJS belum mengatur mekanisme transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT
TASPEN (Persero) dan mendelegasikan pengaturannya ke Peraturan Pemerintah.
5.1. Perintah Transformasi
Perintah transformasi kelembagaan badan penyelenggara jaminan sosial
diatur dalam UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(UU SJSN). Penjelasan Umum alinea kesepuluh UU SJSN menjelaskan
bahwa, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dibentuk oleh UU
SJSN adalah transformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial yang
tengah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru.
44
Transformasi badan penyelenggara diatur lebih rinci dalam UU No. 24
tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). UU
BPJS adalah pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No.
007/PUU-III/2005.
Penjelasan Umum UU BPJS alinea keempat mengemukakan bahwa UU
BPJS merupakan pelaksanaan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi. Kedua pasal ini mengamanatkan
pembentukan BPJS dan transformasi kelembagaan PT ASKES (Persero), PT
ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero) dan PT TASPEN (Persero)
menjadi BPJS. Transformasi kelembagaan diikuti adanya pengalihan peserta,
program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban.
5.2. Makna Transformasi
UU SJSN dan UU BPJS memberi arti kata ‘transformasi’ sebagai
perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan
sosial, menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik
badan penyelenggara jaminan sosial sebagai penyesuaian atas perubahan
filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial. Perubahan karakteristik
berarti perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian, ruang
lingkup kerja dan kewenangan badan yang selanjutnya diikuti dengan
perubahan struktur organisasi, prosedur kerja dan budaya organisasi.
5.2.1. Perubahan Filosofi Penyelenggaraan Jaminan Sosial
BUMN Persero penyelenggara jaminan sosial terdiri dari PT
ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN. Keempatnya
adalah badan hukum privat yang dirikan sesuai ketentuan UU No. 19
Tahun 2003 Tentang BUMN dan tatakelolanya tunduk pada ketentuan
yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Misi yang dilaksanakan oleh keempat Persero tersebut merujuk
pada peraturan perundangan yang mengatur program-program jaminan
sosial bagi berbagai kelompok pekerja. Walaupun program-program
jaminan sosial yang tengah berlangsung saat ini diatur dalam peraturan
perundangan yang berlainan, keempat Persero mengemban misi yang
45
sama, yaitu menyelenggarakan program jaminan sosial untuk
menggairahkan semangat kerja para pekerja.
Program JAMSOSTEK diselenggarakan dengan pertimbangan
selain untuk memberikan ketenangan kerja juga karena dianggap
mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin
dan produktifitas tenaga kerja. Program JAMSOSTEK
diselenggarakan untuk memberikan perlindungan dasar untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan
keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang
telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan
tempat mereka bekerja.
Begitu pula dengan Program ASKES dan Program TASPEN,
penyelenggaraan kedua program jaminan sosial bagi pegawai negeri
sipil adalah insentif yang bertujuan untuk meningkatkan kegairahan
bekerja. Program ASABRI adalah bagian dari hak prajurit dan anggota
POLRI atas penghasilan yang layak.
Sebaliknya di era SJSN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) merepresentasikan Negara dalam mewujudkan hak
konstitusional warga Negara atas jaminan sosial dan hak atas
pengidupan yang layak. Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis
kepada hak konstitusional setiap orang dan sebagai wujud tanggung
jawab Negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara RI
Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2).
Penyelenggaraan sistem jaminan sosial berdasarkan asas antara lain
asas kemanusiaan yang berkaitan dengan martabat manusia.
BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk
terpenuhinya kehidupan dasar warga Negara dengan layak. Yang
dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial
setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Transformasi BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk
memenuhi prinsip dana amanat dan prinsip nir laba SJSN, di mana
46
dana yang dikumpulkan oleh BPJS adalah dana amanat peserta yang
dikelola oleh BPJS untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
peserta.
Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BUMN Perseroan
tidak sesuai dengan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial
pasca amandemen UUD NRI 1945. Pendirian BUMN Persero antara
lain bertujuan untuk memberikan sumbangan pada perekonomian
nasional dan pendapatan negara serta untuk mengejar keuntungan guna
meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan pendirian BUMN jelas
bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan sistem jaminan sosial
nasional sebagaiman diuraikan di atas.
5.2.2. Perubahan Badan Hukum
Keempat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial
– PT ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, adalah
empat badan privat yang terdiri dari persekutuan modal dan
bertanggung jawab kepada pemegang saham. Keempatnya bertindak
sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh dan sesuai dengan
keputusan pemilik saham yang tergabung dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh
penguasa Negara dengan Undang-Undang, melainkan ia didirikan oleh
perseorangan selayaknya perusahaan umum lainnya, didaftarkan pada
notaris dan diberi keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Menteri mendirikan persero setelah berkonsultasi dengan Presiden dan
setelah dikaji oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
Sebaliknya, pendirian BPJS oleh penguasa Negara dengan
Undang-undang, yaitu UU SJSN dan UU BPJS. Pendirian BPJS tidak
didaftarkan pada notaris dan tidak perlu pengabsahan dari lembaga
pemerintah.
RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi
dalam Persero dan memegang wewenang yang tidak diberikan kepada
47
Direksi atau Komisaris. Transformasi kelembagaan jaminan sosial
mengeluarkan badan penyelenggara jaminan sosial dari tatanan Persero
yang berdasar pada kepemilikan saham dan kewenangan RUPS,
menuju tatanan badan hukum publik sebagai pelaksana amanat
konstitusi dan peraturan perundangan.
Selanjutnya, perubahan berlanjut pada organisasi badan
penyelenggara. Didasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan
saham tidak dikenal dalam SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam
organ BPJS.
Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan
Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas
BPJS, sedangkan Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan
kegiatan operasional BPJS. Anggota Direksi diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. Berbeda dengan Dewan Pengawas
BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS ditetapkan oleh Presiden.
Pemilihan Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh Presiden dan DPR.
Presiden memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pemerintah,
sedangkan DPR memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pekerja,
unsur Pemberi Kerja dan unsur tokoh masyarakat.
Sebagai badan hukum privat, keempat BUMN Persero tersebut
tidak memiliki kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh
badan penyelenggara jaminan sosial. Hambatan utama yang dialami
oleh keempat BUMN Persero adalah ketidakefektifan penegakan
hukum jaminan sosial karena ketiadaan kewenangan untuk mengatur,
mengawasi maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta. Sebaliknya,
BPJS selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan dan
kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat
peraturan-peraturan yang mengikat publik.
Sebagai badan hukum publik, BPJS wajib menyampaikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik
yang diwakili oleh Presiden. BPJS menyampaikan kinerjanya dalam
bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan
48
yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden, dengan
tembusan kepada DJSN, paling lambat 30 Juni tahun berikutnya.
Perubahan terakhir dari serangkaian proses transformasi badan
penyelenggara jaminan sosial adalah perubahan budaya organisasi.
Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan
penyelenggaraan jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan
penyelenggara. Pasal 40 ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS
memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat
(3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana Jaminan Sosial bukan
merupakan aset BPJS. Penegasan ini untuk memastikan bahwa Dana
Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang
tidak merupakan aset BPJS.
Tabel 3. Karakteristik BPJS sebagai Badan Hukum PublikBPJS merupakan badan hukum publik karena memenuhi persyaratan sebagai berikut:1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS)2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS)
3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum (Pasal 48 ayat (3) UU BPJS)
4. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS)
5. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU BPJS)
6. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS)
7. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 11 huruf f UU BPJS).
Pengangkatan Angggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh Presiden, setelah melalui proses seleksi publik (Pasal 28 s/d Pasal 30 UU BPJS).
49
5.3. Proses Transformasi
UU BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan PT
ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan pembubaran
BUMN Persero tidak berlaku bagi pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT
JAMSOSTEK (Persero). Pembubaran kedua Persero tersebut tidak perlu
diikuti dengan likuidasi, dan tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah. Namun, UU BPJS tidak jelas mengatur apakah ketentuan ini
juga berlaku bagi pembubaran dan transformasi PT ASABRI (Persero) dan
PT TASPEN (Persero).
Proses transformasi keempat BUMN Persero tersebut tidaklah
sederajat. Ada tiga derajat transformasi dalam UU BPJS.
Tingkat tertinggi adalah transformasi tegas. UU BPJS dengan tegas
mengubah PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan,
membubarkan PT JAMSOSTEK (Persero) dan mencabut UU No. 3 Tahun
1992 tentang JAMSOSTEK.
Tingkat kedua adalah transformasi tidak tegas. UU BPJS tidak secara
eksplisit mengubah PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan, maupun
pencabutan peraturan perundangan terkait pembentukan PT ASKES
(Persero). UU BPJS hanya menyatakan pembubaran PT ASKES (Persero)
menjadi BPJS Kesehatan sejak beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari
2014. Perubahan PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan tersirat
dalam kata pembubaran PT ASKES (Persero) dan beroperasinya BPJS
Kesehatan.
Tingkat ketiga adalah tidak bertransformasi. UU BPJS tidak
menyatakan perubahan maupun pembubaran PT ASABRI (Persero) dan PT
TASPEN (Persero). UU BPJS hanya mengalihkan program dan fungsi kedua
Persero sebagai pembayar pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan selambatnya
pada tahun 2029. Bagaimana nasib kedua Persero tersebut masih menunggu
rumusan peraturan Pemerintah yang didelegasikan oleh Pasal 66 UU BPJS.
Di samping terdapat tingkatan transformasi, UU BPJS menetapkan dua
kriteria proses transformasi BPJS. UU BPJS memberi tenggat 2 tahun sejak
pengundangan UU BPJS pada 25 November 2011 kepada PT ASKES
50
(Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero) untuk beralih dari Perseroan
menjadi badan hukum publik BPJS. Namun, saat mulai beroperasi BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan terpaut 1,5 tahun.
Kriteria pertama adalah transformasi simultan. PT ASKES (Persero)
pada waktu yang sama bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan
beroperasi. Mulai 1 Januari 2014 PT ASKES (Persero) berubah menjadi
BPJS Kesehatan dan pada saat yang sama BPJS Kesehatan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan sesuai ketentuan UU SJSN.
Kriteria kedua adalah transformasi bertahap. PT JAMSOSTEK
(Persero) bertransformasi dan beroperasi secara bertahap. Pada 1 Januari
2014, PT JAMSOSTEK (Persero) bubar dan berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan, namun tetap melanjutkan penyelenggaraan tiga program PT
JAMSOSTEK (Persero) – jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan
jaminan hari tua. BPJS Ketenagakerjaan diberi waktu 1,5 tahun untuk
menyesuaikan penyelenggaraan ketiga program tersebut dengan ketentuan
UU SJSN dan menambahkan program jaminan pensiun ke dalam
pengelolaannya. Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS
Ketenagakerjaan telah menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun sesuai UU SJSN.
5.3.1. Transformasi PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan
Masa persiapan transformasi PT ASKES (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November
2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Dalam masa persiapan,
Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) ditugasi untuk
menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta menyiapkan
pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT
Askes (Persero) ke BPJS Kes.
Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup:
1. penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS Kesehatan
2. sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentinganpenentuan
program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU SJSN.
51
3. Koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengalihkan
penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas)
4. Kordinasi dengan KemHan,TNI dan POLRI untuk mengalihkan
penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota
TNI/POLRI dan PNS di lingkungan KemHan,TNI/POLRI.
5. koordinasi dengan PT Jamsostek (Persero) untuk mengalihkan
penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan
Jamsostek.
Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan
kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan, mencakup
penunjukan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas:
1. laporan keuangan penutup PT Askes(Persero),
2. laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kes,
3. laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan.
Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014,
PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Semua asset dan
liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi
asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan,
dan semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS
Kesehatan.
Pada saat yang sama, Menteri BUMN selaku RUPS
mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero)
setelah dilakukan audit kantor akuntan publik. Menteri Keuangan
mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kes dan laporan
keuangan pembuka dana jaminan kesehatan. Untuk pertama kali,
Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi
Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu
paling lama 2 tahun sejak BPJS Kesehatan mulai beroperasi.
Mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan
sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada
BPJS Kesehatan. Kementerian kesehatan tidak lagi menyelenggarakan
52
program Jamkesmas. Kementerian Pertahanan,TNI dan POLRI tidak
lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya,
kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan
operasionalnya yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. PT
Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan
kesehatan pekerja.
5.3.2. Transformasi PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan
Berbeda dengan transformasi PT ASKES (Persero), transformasi
PT Jamsostek dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama adalah masa peralihan PT JAMSOSTEK
(Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun,
mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap
pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1
Januari 2014.
Tahap kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi BPJS
Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai
dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung
selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan
beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan keempat
program tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN selambatnya pada
1 Juli 2015.
Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT
Jamsostek (Persero) ditugasi untuk menyiapkan:
1. pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS
Kesehatan
2. pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program
jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) ke BPJS
Kesehatan.
53
3. Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa
pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan
jaminan kematian, serta sosialisasi program kepada publik.
4. pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban
PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan.
Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan
kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan
mencakup penunjukan kantor akuntan publik untuk melakukan audit
atas:
1. laporan keuangan penutup PT Askes(Persero),
2. laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kes,
3. laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan.
Seperti halnya pembubaran PT ASKES (Persero), pada 1 Januari
2014 PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT
Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan
Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT
Jamsostek (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan
kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT
Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan.
Pada saat pembubaran, Menteri BUMN selaku RUPS
mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero)
setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik. Menteri Keuangan
mengesahkan posissi laporan keuangan pembukaan BPJS
Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana
jaminan ketenagakerjaan.
Sejak 1 Januari 2014 hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015,
BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan tiga program
yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), yaitu
54
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan
kematian, termasuk menerima peserta baru. Penyelenggaraan ketiga
program tersebut oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada
ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3 Tahun 1992
tentang Jamsostek.
Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan
beroperasi sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Seluruh pasal UU
Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai
dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai
Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI.
Untuk pertama kali, Presiden mengangkat Dewan Komisaris dan
Direksi PT Jamsostek (Persero) menjadi aggota Dewan Pengawas dan
anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling
lama 2 tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi. Ketentuan
ini berpotensi menimbulkan kekosongan pimpinan dan pengawas
BPJS Ketenagakerjaan di masa transisi, mulai saat pembubaran PT
JAMSOSTEK pada 1 Januari 2014 hingga beroperasinya BPJS
Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.
5.3.3. Transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero)
menjadi BPJS Ketenagakerjaan
UU BPJS tidak membubarkan PT ASABRI (Persero) dan PT
TASPEN (Persero), juga tidak mengalihkan kedua Persero tersebut
menjadi BPJS. UU BPJS tidak mengatur pembubaran badan,
pengalihan asset dan liabilitas, pengalihan pegawai serta hak dan
kewajiban PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).
UU BPJS hanya mengalihkan fungsi kedua Persero, yaitu
penyelenggaraan program perlindungan hari tua dan pembayaran
pensiun yang diselenggarakan oleh keduanya ke BPJS
Ketenagakerjaan paling lambat pada tahun 2029. UU BPJS
55
mendelegasikan pengaturan tatacara pengalihan program yang
diselenggarkan oleh keduanya ke Peraturan Pemerintah. Berikut
kutipan ketentuan yang mengatur pengalihan program ASABRI dan
program TASPEN:
Pasal 65 ayat 1, “PT ASABRI (Persero) menyelesaikan
pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan
paling lambat tahun 2029.”
Pasal 65 ayat 2, “PT TASPEN (Persero) menyelesaikan
pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran
tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN
(Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.”
UU BPJS mewajibkan PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN
(Persero) untuk menyusun roadmap tansformasi paling lambat tahun
2014.
5.4. Kelengkapan Peraturan Perundangan
Transformasi PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero)
menjadi BPJS memerlukan koridor hukum yang diatur oleh peraturan
pelaksanaan UU BPJS. Untuk penyelenggaraan program, BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan memerlukan peraturan pelaksanaan UU SJSN.
5.4.1. Peraturan Pelaksanaan UU BPJS
Telah enam berlalu sejak pengundangan UU BPJS, belum
satupun peraturan pelaksanaan UU BPJS selesai diundangkan.
Terdapat duapuluh satu pasal UU BPJS mendelegasikan pengaturan
teknis operasional ke peraturan di bawah undang-undang. Delapan
pasal mendelegasikan peraturan pelaksanaan ke dalam Peraturan
Pemerintah. Delapan pasal mendelegasikan ke dalam Peraturan
Presiden. Satu pasal mendelegasikan ke Keputusan Presiden. Satu
pasal mendelegasikan ke Peraturan BPJS. Dua pasal mendelegasikan
56
ke Peraturan Direktur dan 1 pasal mendelegasikan ke Peraturan Dewan
Pengawas.
Delapan pasal mendelegasikan ke dalam Peraturan Pemerintah
untuk mengatur hal-hal di bawah ini:
1. Tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemberi kerja
selain penyelenggara Negara dan setiap orang yang tidak
mendaftarkan diri kepada BPJS; pendelegasian dari pasal 17 ayat
(5).
2. Besaran dan tata cara pembayaran iuran program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan
kematian; pendelegasian dari pasal 19 ayat (5) huruf b.
3. Sumber aset BPJS dan penggunaannya; pendelegasian dari pasal
41 ayat (3).
4. Sumber aset dana jaminan sosial dan penggunaannya;
pendelegasian dari pasal 43 ayat (3).
5. Presentase dana operasional BPJS dari iuran yang diterima
dan/atau dari dana hasil pengembangan; pendelegasian dari pasal
45 ayat (2).
6. Tata cara hubungan BPJS dengan lembaga-lembaga di dalam
negeri dan di luar negeri, serta bertindak mewakili Negara RI
sebagai anggota organisasi/lembaga internasional; pendelegasian
dari pasal 51 ayat (4).
7. Tatacara pengenaan sanksi administratif kepada anggota Dewan
Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar ketentuan
larangan; pendelegasian dari pasal 53 ayat (4).
8. Tata cara pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun
dari PT ASABRI (Persero) dan pengalihan program tabungan hari
tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero)
ke BPJS Ketenagakerjaan; pendelegasian dari pasal 66.
Delapan pasal mendelegasikan ke Peraturan Presiden untuk
mengatur hal-hal di bawah ini:
57
1. Tata cara penahapan kepesertaan wajib bagi Pemberi Kerja untuk
mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS
sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti; pendelegasian
dari pasal 15 ayat (3).
2. Besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan
kesehatan; pendelegasian dari pasal 19 ayat (5) huruf a.
3. Tata cara pemilihan dan penetapan Dewan Pengawas dan Direksi;
pendelegasian dari pasal 31.
4. Tata cara pemilihan dan penetapan calon anggota pengganti
antarwaktu; pendelegasian dari pasal 36 ayat (5).
5. Bentuk dan isi laporan pengelolaan program; pendelegasian dari
pasal 37 ayat (7).
6. Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi
anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi; pendelegasian dari
pasal 44 ayat (8).
7. Daftar pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan
operasional Kementerian Pertahanan, TNI dan POLRI dan tidak
dialihkan kepada BPJS Kesehatan; pendelegasian dari pasal 57
huruf c dan pasal 60 ayat (2) huruf b.
Satu pasal mendelegasikan ke keputusan Presiden untuk
menetapkan keanggotaan panitia seleksi untuk memilih dan
menetapkan anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi;
pendelegasian dari pasal 28 ayat (3).
Satu pasal mendelegasikan ke Peraturan BPJS untuk mengatur
pembentukan unit pengendali mutu dan penanganan pengaduan
Peserta serta tatakelolanya; pendelegasian dari pasal 48 ayat (3).
Dua pasal mendelegasikan ke Peraturan Direktur untuk
mengatur:
1. Tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi;
pendelegasian dari pasal 24 ayat (4).
2. Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi
karyawan BPJS; pendelegasian dari pasal 44 ayat (7).
58
Satu pasal mendelegasikan ke Peraturan Dewan Pengawas untuk
mengatur tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Dewan
Pengawas.
5.4.2. Peraturan Pelaksanaan UU SJSN
Setelah hampir delapan tahun pengundangan UU SJSN pada 19
Oktober 2004, baru satu perintah pendelegasian yang dilaksanakan
dari 22 pasal yang memerintahkan pengaturan lanjut materi muatan
UU SJSN. Perintah yang telah dilaksanakan adalah pembentukan
Peraturan Presiden tentang susunan organisasi dan tatakerja Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Perintah lainnya yang telah
dilaksanakan adalah putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No.
007/PUU-III/2005, yaitu membentuk UU BPJS.
Duapuluh satu perintah pengaturan lanjut tentang
penyelenggaraan jaminan sosial dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Tujuh Peraturan Pemerintah:
1. Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
2. Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
3. Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun
4. Penyelenggaraan Program Jaminan Kematian
5. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial
6. Tata cara pengelolaan dan pengembangan dana jaminan sosial
7. Cadangan Teknis
Dua Peraturan Presiden:
1. Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
2. Penahapan pendaftaran peserta
Mencermati ruang lingkup pengaturan transformasi badan penyelenggara
jaminan sosial yang diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS, keberhasilan
transformasi bergantung pada ketersediaan peraturan pelaksanaan yang harmonis,
konsisten dan dilaksanakan secara efektif. Kemauan politik yang kuat dari
Pemerintah dan komitmen pemangku kepentingan untuk melaksanakan
59
trasnformasi setidaknya tercermin dari kesungguhan menyelesaikan agenda-
agenda regulasi yang terbengkalai.
Peraturan perundangan jaminan sosial yang efektif akan berdampak pada
kepercayaan dan dukungan publik akan transformasi badan penyelenggara.
Publik hendaknya dapat melihat dan merasakan bahwa transformasi badan
penyelenggara bermanfaat bagi peningkatan efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan SJSN, sebagai salah satu pilar untuk mewujudkan kesejahteraan
sosial. Pembangunan dukungan publik diiringi dengan sosialisasi yang intensif
dan menjangkau segenap lapisan masyarakat. Sosialisasi diharapkan dapat
menumbuhkan kesadaran pentingnya penyelenggaraan SJSN dan penataan
kembali penyelenggaraan program jaminan sosial agar sesuai dengan prinsip-
prinsip jaminan sosial yang universal, sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan
UU SJSN.
60
BAB 6
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
6.2. Saran
61
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Asuransi Kesehatan. [online] Available at: <http://www.slideshare.net/marlboroman348/asuransi-kesehatan-copy> [Accessed September 30, 2013]
Anthem Blue Cross and Blue Shiled Healthy Indiana Plan. 2007. Chapter: 7 Utilization Management. Available at: <http://www.anthem.com/provider/in/f2/s5/t0/pw_ad091568.pdf> [Accessed October 6, 2013]
Dreeben, Olga. 2010. Patient Education in Rehabilitations. United States: Jones and Bartlett Publishers
Green, Lisa H. 2009. Evaluation of Care and Disease Management Under Medicare Advantage. Interim Report Final, Contract HHSM-500-2006-00091/TO4. L&M Policy Research, LLC. Washington DC, United States. http://www.cms.gov/Research-Statistics-Data-and-Systems/Statistics-Trends-and-Reports/Reports/downloads/Green_2009.pdf , diakses tanggal 7 Oktober 2013
Hadi, A. 2010. Manajemen Risiko Memindahkan Risiko Kerugian - Asuransi. [pdf] Available at: <http://hadiborneo.files.wordpress.com/2011/01/11-mrisiko_asuransi.pdf> [Accessed October 1, 2013]
Hafidz, Firdaus dkk. 2012. Mekanisme Pembayaran Fasilitas Kesehatan dalam Asuransi Kesehatan. Yogyakarta: Pusat KP-MAK
International Foundation of Employee Benefit Plans www.ifebp.org/pdf/harker/Managed_Care.pdf
Juanita. 2002. Peran Asuransi Kesehatan dalam Benchmarking Rumah Sakit dalam Menghadapi Krisis Ekonomi. [pdf] Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Available at: <http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-juanita5.pdf> [Accessed October 12, 2013]
Kgasi, KM. 2010. The Role of a Case Manager in a Managed Care Organisation. [pdf] University of South Africa. Available at: <http://uir.unisa.ac.za/bitstream/handle/10500/4101/dissertation_kgasi_k.pdf?sequence=1> [Accessed October 7, 2013]
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. [pdf] Available at: <http://bppt.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/KUHD_new_version.pdf> [Accessed October 12, 2013]
62
Komariyah, A. 2010. Implementasi Program Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN) di Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes [pdf]. Availabe at: <http://eprints.undip.ac.id/13140/1/D2A004012_Anis_Komariyah.pdf> [Accessed October 14, 2013].
Legal Banking. Dasar-Dasar Hukum Asuransi. [online] Available at: <http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dsar-dasar-hukum-asuransi/> [Accessed October 1, 2013]
Patriajati, Sutopo. 2013. Pembayaran Provider dalam Asuransi Kesehatan. [online] Available at: <http://www.slideshare.net/spjati/pembayaran-provider-dalam-asuransi-kesehatan#btnLast> [Accessed October 14, 2013]
Purwanto. 2006. Pembaharuan Definisi Asuransi dalam Sistem Hukum di Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Mulawarman.
Pusat KP-MAK UGM. 2013. Mekanisme Pembayaran terhadap Health Provider yang Berkeadilan Sebagai Kunci Sukses JamKesNas. Newsletter. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Model Bahan Ajar Asuransi. [pdf] Available at: <http://www.puskurbuk.net/downloads/viewing/Produk_Puskurbuk/2008/03_Model+Bahan+Ajar/Model+Bahan+Ajar+Asuransi/Model+Bahan+Ajar+Asuransi.pdf/> [Accessed September 30, 2013]
Rahman, Arif. 2010. Diktat Hukum Asuransi. [pdf] Available at: <http://jaksikula.files.wordpress.com/2010/04/diktat-hukum-asuransi.pdf> [Accessed October 1, 2013]
Scharlach, AE., Giunta, N. Mills-Dick, K. 2001. Case Management in Long-Term Care Integration: An Overview of Current Programs and Evaluations. [pdf] University of California. Available at: <http://www.cdihp.org/training/CaseManLTC.pdf> [Accessed Oktober 7, 2013]
Sekhri, NK. 2000. Managed Care: The US Experience. Bulletin of World Health Organization [e-bulletin] Available at: <http://www.who.int/bulletin/archives/78(6)830.pdf> [Accessed October 12, 2013]
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. [pdf] Available at: <http://www.inhealth.co.id/uploads/UUPerasuransianNo2Th1992ttgUsahaPerasuransian.pdf> [Accessed October 12, 2013]
Wikipedia. 2013. Managed Care. [online] (update September 18, 2013) Available at: <http://en.wikipedia.org/wiki/Managed_care> [Accessed Oktober 6, 2013]
63
Wikipedia. 2013. Utilization Management. [online] (update September 22, 2013] Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Utilization_management [Accessed October 6, 2013]
Wikipedia. 2013. Workplace Wellness. [online] (update September 19, 2013) Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Workplace_wellness> [Accessed October 6, 2013]
64