-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum berlaku di masyarakat sebagai pedoman setiap manusia dalam
melakukan kehidupan, masyarakat sendiri mengakui dan mentaati hukum
tersebut, tentu saja adanya aturan hukum yang berlaku tentu saja ada
pelaksana hukum atau penegak hukum, penegak hukum sendiri adalah proses
atau upaya untuk tegakanya atau berfungsinya norma secara nyata.
Penegakan hukum dalam arti luas ini melibatkan semua subjek hukum dan
dalam arti sempit ini adalah dari segi subjek nya. Penegakan hukum hanya di
artikan sebagai langkah aparatur penegak hukum tertentu untuk memastikan
bahwa suatu aturan berjalan sebagaimana yang sebenarnya. Dalam upaya
tegaknya suatu aturan hukum maka di perlukan aparatur penegak hukum
sendiri.
Penegakan hukum dan aparatur yang terlibat dalam pengakan hukum itu
mulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan lembaga
pemasyarakatan, setiap aparat terkait penegak hukum sendiri memiliki peran
menerima laporan pengaduan, penyelidikan, penyidikan, pembuktian,
penjatuhan vonis dan pemberian sanksi. Dalam hal ini peran polisi yang mana
di berikan kewenangan sebagai aparat penegak hukum dalam hal menerima
pengaduan, penyelidikan, penyidikan.
-
2
Peranan polisi dalam penegakan hukum dapat di temukan di dalam
perundang-undangan yang mengatur tentang hak dan kewajiban polisi yaitu
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Tugas-Tugas Polisi yang bersifat prefentif atau mencegah,
mengatur atau melakukan tindakan-tindakan yang berupa usaha, kegiatan
demi terciptanya keamanan, ketertiban, kedamaian dan ketenangan di dalam
masyarakat. Usaha-usaha yang dilakukan Polisi itu berupa kegiatan patroli.
Penyuluhan, pantauan dan pertolongan pada masyarakat dimana bila di
kaitkan dengan perundang-undangan disebut sebagai pengayom, pelindung
dan pengayom masyarakat.1
Sesuai dengan pasal 1 ayat 2 KUHAP dikatan bahwa penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan cara yang di atur dalam undang-
undang ini untuk mencari serta pengumpulan bukti yang dengan bukti
tersebut membuat terang tentang suatu tindak pidana yang terjadi guna
menentukan tersangkanya.2
Penyidik adalah pejabat Polisi negara Republik Indonesia atau pegawai
negeri sipil yang di berikan wewenagan khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan yang sesuai pasal 1 ayat 1 KUHAP. Penyidikan
sendiri di mulai dari penyelidikan, pencarian barang bukti sampai dengan
berita acara pemeriksaan selesai dengan penyerahan barang bukti dan berkas.
1 Polri, tugas dan fungsi Polri, http://www.polri.go.id, di akses tanggal 8 November 2018. 2 Ibid.
http://polri.go.id/
-
3
Dalam proses penyidikan ada satu unit khusus yang menjadi ujung tombak
kepolisian untuk mengumpulkan bukti guna membantu proses penyelidikan
suatu perkara, unit khusus ini di sebut dengan INAFIS ( Indonesia Automatic
Fingerprint System). Unit ini merupakan unsur pelaksana teknis pada di
Reskrim, yang berada di bawah naungan payung di rektorat Reserse dan
Kriminal unit identifikasi bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi
identifikasi yang meliputi kegiatan Dastiloskopi kriminal, Dastiloskopi
umum, dan fotografi kepolisian. Unit ini di pimpin oleh kepala bidang/sie
ident yang bertanggung jawab kepada Direktorat Reskrim dan dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah wadir reskrim.3
Penyidikan sendiri tidak selamanya berjalan baik karena banyak hambatan
yang di temui oleh penyidik dalam pengungkapan suatu tindak pidana, dalam
hal ini mulai dari tidak adanya saksi yang terdapat di tempat kejadian perkara
serta tidak di temukan bukti petunjuk yang membuat pengungkapan suatu
perkara menjadi jelas. Tempat kejadian perkara sendiri dimungkinkan untuk
di temukan petunjuk berupa saksi, rekamanan CCTV, alat yang di gunakan
untuk melakukan tindak pidana, darah korban/ pelaku, tanda sidik jari korban
atau pelaku, maupun rambut pelaku atau korban.
Dalam proses penyidikan tidak jarang di jumpai tempat kejadian perkara
yang dapat dikatakan rusak, rusaknya suatu tempat kejadian perkara ini
karena terbakar, tentu saja hal ini akan membuat penyidik kesulitan untuk
menemukan sebab akibat yang di timbul di tempat kejadian perkara tersebut.
3 Jogja polri, inafis, http://www.jogja.polri.go.id, diakses tanggal 8 november 2018.
http://www.jogja.polri.go.id/
-
4
Tempat kejadian perkara yang rusak tentu saja penyidik tidak dapat menemui
adanya bekas darah maupun sidik jari korban maupun pelaku di lokasi yang
terbakar tersebut, tentu saja dibutuhkan saksi mata yang melihat suatu
kejadian tersebut. Di sisi lain faktor rusak nya suatu tempat kejadian perkara
karena adanya warga yang mungkin ingin melihat akibat kejahatan tersebut,
tentu saja hal ini membuat bekas bekas yang di tinggalkan oleh pelaku
kejahatan menjadi hilang yang berada di sekitar tempat kejadian tersebut.
Faktor penghambat suatu pengungkapan perkara ini tidak lepas dari tempat
kejadian perkara itu sendiri. Bilamana di temukan korban dalam kondisi tidak
bernyawa membuat penyidik tidak dapat menyimpulkan bahwa hilangnya
nyawa pada korban karena suatu perbuatan adanya benda tumpul maupun
runcing yang melukai korban sehingga membuat korban kehilangan nyawa,
ada juga korban di temukan dengan adanya racun di sekitar tubuh di tempat
kejadian perkara tetapi dengan kondisi korban penuh dengan bekas hantaman
benda tumpul maupun runcing, tentu saja hal ini membuat penyidik tidak
dapat menyimpulkan secara langsung, perlu adanya otopsi maupun visum et
repertum guna mengetahui faktor utama hilangnya nyawa pada korban
sendiri, bilamana terdapat perbedaan yang di dapat oleh INAFIS dan hasil
otopsi maupun visum et repertum ini tentu saja hal ini menjadikan lamanya
waktu pengungkapan suatu tindak pidana. Oleh karena itu tempat kejadian
perkara dan hasil dari penyidikan oleh INAFIS serta hasil dari kedokteran
forensik bila di lakukanya otopsi maupun visum et repertum ini juga untuk
mencari titik terang dari sebab akibat yang di timbulkan dari pelaku kejahatan
-
5
itu sendiri. Maka berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk
meneliti dan memberikan hasilnya dalam skripsi yang berjudul” Analisis
Yuridis Perbedaan Hasil Outopsi Kedokteran Forensik Dan Unit Inafis Dalam
Proses Penyidikan Tindak Pidana Pembunuhan”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran unit INAFIS dan Kedokteran Forensik dalam proses
penyidikan tindak pidana pembunuhan ?
2. Bagaimana penyelesaian bila terjadi perbedaan hasil unit INAFIS dengan
Kedokteran Forensik dalam penyidikan tindak pidana pembunuhan ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran unit INAFIS dan Kedokteran Forensik dalam
proses penyidikan tindak pidana.
2. Untuk mengetahui penyelesaian bila terjadi perbedaan hasil unit INAFIS
dengan Kedokteran Forensik dalama proses penyidikan tindak pidana
pembunuhan.
D. Manfaat Penelitian
1. Mamfaat Teoritis
Penulis berharap dengan penelitian ini diharapkan akan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan hukum dalam bidang acara pidana terutama
dalam hal kajian ilmu hukum Pidana khususnya dalam hal identifikasi.
2. Mamfaat praktis
a. Bagi Mahasiswa
-
6
Hasil penlitian ini dapat memberikan wawasan tentang penyidikan
tindak pidana pembunuhan.
b. Bagi Penyidik
Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan dan cara untuk
melakukan penyidikan.
c. Bagi Kedokteran Forensik
Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang acuan dalam
proses otopsi maupun visum et repertum.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
khusunya bagi mahasiswa maupun akademisi hukum mengenai peran dan
fungsi INAFIS dalam pengungkapan kasus pembunuhan serta memberi
masukan terhadap kepolisian tentang penyidikan, tentu saja menjadi
sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pidana.
F. Metode Penulisan
Dalam penyusunan Penulisan karya ilmiah ini, untuk memberikan
kebenaran dari penulis, metode penelitian sangat penting dalam penulisan
karya ilmiah di gunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan analisa
terhadap data-data dari penelitian untuk menghasilkan jawaban atas
permasalahan yang dibahas.
-
7
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan,
dan juga pustaka dengan menggunakan metode-metode tertentu. adapun
metode yang digunakan adalah :
1. Metode Pendekatan
Dalam penulisan ini yang digunakan adalah metode yuridis
sosiologis adalah mengidentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai
institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang
nyata, artinya suatu penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap
keadaan nyata dengan mengikuti kegiatan penyidik dengan maksud
menemukan suatu fakta didalamnya. berarti Setelah itu menuju pada
identifikasi terhadap suatu permasalahan sehingga nantinya menuju pada
penyelesaian terhadap proses pengungkapan pelaku tindak pidana
pembunuhan.
2. Alasan Pemilihan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Polres Malang Kota karena dalam
pengungkapan kasus pembunuhan yang di tangani oleh Polres Malang
Kota selalu bekerja sama dengan Kedokteran Forensik juga INAFIS, pada
saat menempuh magang di Polres Malang Kota mendapatkan banyak
pengalaman mengenai peran INAFIS.
-
8
3. Jenis Data/Bahan Hukum
Pengumpulan data dalam penelitian dimaksudkan supaya peneliti
dapat memperoleh data yang relevan dan akurat. Adapun pengambilan
data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Data Primer
Merupakan data yang diperoleh oleh peneliti secara
langsung dari sumber datanya. Data primer di sebut sebagai data
asli atau data baru. Data primer adalah data yang didapat dari
PAUR IDENT RESKRIM POLRES Malang Kota yang tentunya
berkaitan dengan pokok penulisan. Teknik penelitian untuk
pengumpulan data primer dengan cara penelitian, wawancara,
dan diskusi bersama sumbernya langsung. Dengan hal ini
melakukan wawancara langsung dengan PAUR IDENT INAFIS
POLRES Malang Kota.
b) Data Sekunder
Merupakan data yang didapat peneliti dari berbagai sumber
yang telah ada, hal ini dapat dilakukan dengan cara mempelajari
buku-buku tentang tindak pidana pembunuhan dan juga peran
kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban maupun
dokumen tentang tindak pidana pembunuhan dan peran dan
kewenangan kepolisian serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun
-
9
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
berlaku dan berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
c) Data Tersier
Jenis data mengenai pengertian baku bahan hukum yang
dapat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun sekunder
yang diperoleh dari Ensiklopedi tentang hukum pidana maupun
peran kepolisian, peran kedokteran forensik Kamus hukum
pidana maupun acara pidana , dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara mencari :
a. Data primer
Data Primer adalah data yang didapat dari lokasi penelitian
data yang bersumber dan berasal dari narasumber yang
berkaitan dengan peranan dan fungsi INAFIS dalam menangani
tindak pidana pembunuhan beserta kekuatan hukum dari hasil
kerja INAFIS. Setelah itu mencari data secara sekunder untuk
membantu peneliti dalam hal teori.
Dalam pengumpulan data primer yang dilakukan oleh
peneliti dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap
IPTU Subandi selaku PAUR IDENT RESKRIM POLRES
Malang Kota yang mana mempunyai tugas di bidang
-
10
identifikasi khususnya INAFIS, serta mengikuti sebagian
kegiatan dalam hal peran INAFIS di lokasi tempat kejadian
perkara.
b. Data Sekunder
Merupakan data yang didapat peneliti dari berbagai sumber
yang telah ada, hal ini dapat dilakukan dengan cara
mempelajari buku-buku tentang tindak pidana pembunuhan dan
juga peran kepolisian khusunya unit INAFIS dalam menjaga
keamanan dan ketertiban maupun dokumen tentang tindak
pidana pembunuhan dan peran dan kewenangan kepolisian
serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berlaku dan
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
c. Data Tersier
Jenis data mengenai pengertian baku bahan hukum yang
dapat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun sekunder
yang diperoleh dari Ensiklopedi tentang hukum pidana maupun
peran kepolisian, Kamus hukum pidana maupun acara pidana ,
dan lain-lain.
5. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data deskriptif kualitatif adalah peneliti
memaparkan data yang didasarkan pada kualitas yang relevan dengan
-
11
permaslahan yang dibahas dalam penulisan penelitian ini berkaitan dengan
peranan dan fungsi pihak penyidik Kepolisian Kota Malang khusunya
INAFIS dengan menguraikan data secara teratur dan runtut.
G. Rencana Sistematika Penulisan.
Sistematika Penulisan terdiri dari IV Bab, yakni :
Bab I : PENDAHULUAN
Pada bab I ini berisi latar belakang yang menjadi dasar
maupun alasan pemikirian penulis untuk mengangkat
masalah yang berkaitan dengan persoalan yang sedang
dibahas, serta dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penulisan, metode penelitian dan
sistematika penelitian.
Bab II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab II ini penulis menguraikan mengenai tinjauan
umum tentang peradilan, teori tentang perananan,
pengertian INAFIS, pengertian kedokteran forensik,
penyidikan, pengertian tentang tindak pidana pembunuhan
dan pengetian sistem pembuktian dalam hukum acara di
Indonesia.
-
12
Bab III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab III ini penulis akan menjelaskan tahapan
penyelesaian dari permasalahan yang muncul, dalam hal
ini disajikan pembahasan mengenai jawaban atas
perumusan masalah yang diungkapkan.
Bab IV : PENUTUP
Dalam bab IV ini berisikan tentang kesimpulan dan saran-
saran dari pembahasan serta saran-saran yang disampaikan
oleh peneliti.