1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar
perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat
Indonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala
mikro, kecil dan menengah yang sering disingkat dengan UMKM. UMKM
mampu bertahan dan semakin berkembang hingga saat ini. Keberadaan UMKM
kini banyak diminati oleh sebagian besar wirausaha di Indonesia. Meskipun
terdapat usaha dengan skala besar, namun jumlahnya tidak sebanding dengan
jumlah UMKM yang ada. “Jumlah UMKM hingga tahun 2013 mencapai
56.534.592 unit yang merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha nasional dan
jumlah usaha dengan skala besar hingga tahun 2013 yaitu 4.968 unit usaha”1.
Usaha dengan skala mikro, kecil dan menengah ini mencakup berbagai
sektor usaha, baik sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, serta jasa,
sehingga kemajuan UMKM memberikan kontribusi pada pertumbuhan masing-
masing sektor. Usaha dengan skala mikro, kecil dan menengah ini berdiri baik
secara kelompok maupun individu. Perkembangan UMKM yang ditandai dengan
makin banyaknya jumlah unit UMKM menunjukkan adanya peningkatan
lapangan kerja. Bertambahnya lapangan kerja merupakan salah satu cara yang
1Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia,
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=file&id=335:data-usaha-mikro-kecil-menengah-umkm-dan-usaha-besar-ub-tahun-2012-2013&Itemid=93, diunggah pada tanggal 1 Februari 2014.
2
mendukung penyerapan tenaga kerja, sehingga dapat menekan naiknya angka
pengangguran yang relatif tinggi.
“Penyerapan jumlah tenaga kerja pada UMKM hingga tahun 2012 mencapai 101.722.458 orang yang merupakan jumlah dari penyerapan tenaga kerja usaha mikro sebanyak 94.957.797 orang, usaha kecil sebanyak 3.919.992 orang, dan usaha menengah 2.844.669 orang. Penyerapan jumlah tenaga kerja pada UMKM hingga tahun 2013 mencapai 107.657.509 orang yang merupakan jumlah dari penyerapan tenaga kerja usaha mikro sebanyak 99.859.517 orang, usaha kecil sebanyak 4.535.970 orang, dan usaha menengah 3.262.023 orang. Sedangkan penyerapan tenaga kerja pada usaha besar hingga tahun 2012 sebanyak 2.891.224 orang dan tahun 2013 mencapai 3.150.645 orang”2.
Penyerapan tenaga kerja ini mengalami perkembangan secara menyeluruh
dari tahun 2012 hingga 2013 mencapai 5,92 persen. UMKM menyerap tenaga
kerja 97,2 persen dan sisanya diserap oleh usaha besar. Usaha mikro merupakan
usaha yang menyerap jumlah tenaga kerja terbanyak pada tahun 2012 hingga
tahun 2013 dan meningkat sebesar 5,16 persen. Penyerapan tenaga kerja terbesar
kedua yaitu usaha kecil yang mengalami peningkatan dari tahun 2012 hingga
2013 sebesar 15,71 persen. Tahun 2012 jumlah penyerapan jumlah tenaga kerja
pada usaha besar lebih besar dari pada usaha menengah, namun pada tahun 2013
usaha menengah lebih unggul dari pada usaha besar sebesar 1,74 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha dengan skala mikro, kecil dan menengah semakin
berkembang.
Penyerapan tenaga kerja bukan satu-satunya dampak dari perkembangan
UMKM. UMKM juga berkontribusi secara signifikan terhadap Produk Domestik
2Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia, ibid, diunggah pada tanggal 1 Februari 2014.
3
Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). “PDB Indonesia tahun 2013
tumbuh sebesar 5,78 persen dibandingkan dngan tahun 2012”3. Peningkatan PDB
di Indonesia pada tahun 2013, 59,08% dari PDB tersebut merupakan kontribusi
dari UMKM.
“Dari total PDB tahun 2013 atas harga berlaku mencapai Rp9.084,0 triliun, sedangkan atas harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp2.770,3 triliun. PDB ini sebanyak 59,08% berasal dari UMKM (Usaha Mikro: 35,81%, Usaha Kecil: 9,68%, Usaha Menengah: 13,59%), sedangkan dari Usaha Besar adalah 40,92%”4.
Salah satu daerah di Indonesia yang mengalami kemajuan di bidang
UMKM yaitu Salatiga. Berdasarkan data UMKM binaan tri wulan IV tahun 2013
yang diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM kota
Salatiga, jumlah UMKM yang terdaftar mencapai 1.008 unit dengan jenis usaha
peternakan, pertanian, industri pengolahan, perdagangan, hotel, restoran,
bangunan, pertambangan dan galian, komunikasi, gas, air bersih, dan jasa-jasa
lain. UMKM Salatiga juga ikut berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja,
sehingga dapat menekan naiknya angka pengangguran di Indonesia pada
umumnya dan wilayah salatiga pada khususnya.
“Penyerapan jumlah tenaga kerja pada UMKM Salatiga pada tahun 2013 mencapai 4.063 orang yang merupakan jumlah dari penyerapan tenag kerja usaha mikro sebanyak 3.129 orang, usaha kecil 928 orang, usaha menengah sebanyak 6 orang”5.
3Indonesia, Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id/brs_file/pdb_05feb14.pdf,
diunggah pada tanggal 18 Maret 2014. 4Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia,
http://www.depkop.go.id/phocadownload/Rakornas_2013/komisi%20vi%20dpr-ri.pdf, diunggah pada tanggal 18 Maret 2014.
5Salatiga, Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Maret 2014, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM kota Salatiga, Salatiga, tabel . 7B.
4
Disamping itu, UMKM Salatiga juga berkontribusi terhadap pembentukan
PDB/GDP. “Saat ini perekonomian nasional masih bertumpu pada wilayah Jawa
yaitu 57,6% terhadap GDP”6. PDB/GDB yang dikontribusikan ke Indonesia dari
wilayah Jawa, ada 16,09% berasal dari Salatiga. “PDRB Salatiga atas dasar
harga berlaku hingga tahun 2013 yaitu Rp 2.239.538,12 milyar atau 10,36%
dan PDRB Salatiga atas dasar harga konstan 2000 yaitu Rp 1.016.053,15 milyar
atau 5,73%”7. Perkembangan dan kontribusi yang diberikan oleh UMKM ini
mendorong adanya upaya pemberdayaan UMKM dalam mengembangkan
usahanya. Proses pemberdayaan UMKM akan membutuhkan modal baik berupa
dana maupun sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk usaha tersebut.
Jika ada kebutuhan dana bagi keberlangsungan UMKM, maka UMKM
dapat menyiasatinya dengan membentuk dan menjadi anggota Koperasi Simpan
Pinjam (kospin) untuk mengurangi atau menghilangkan penghambat kemajuan
UMKM. Koperasi simpan pinjam adalah “menerima simpanan dan memberi
pinjaman modal kepada para anggota yang memerlukan modal dengan syarat-
syarat yang mudah dan bunga yang ringan”8. Keberadaan kospin dapat
membantu terpenuhinya kebutuhannya berupa dana. “Anggota koperasi
mendirikan koperasi karena adanya dorongan untuk menyatukan kepentingannya,
yaitu menyatukan usahanya agar dapat memperoleh manfaat lebih baik”9.
6Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia,
op.cit. diunggah tanggal 18 Maret 2014. 7Badan Pusat Statistik Kota Salatiga, 2013, Salatiga dalam Angka 2013, Putra Kaya,
Salatiga, hal. 261-262, http://salatigakota.bps.go.id/?hal=publikasi_detil&id=14, diunggah pada 19 Maret 2014.
8Entri Sulistari, 2003, Ekonomi Koperasi, Widya Sari Press, Salatiga, hal.108. 9Entri Sulistari, 2003, ibid, hal 27.
5
Kospin mempunyai usaha menghimpun dana dari masyarakat atau
anggotanya dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat atau
anggotanya dalam bentuk kredit atau simpan pinjam khususnya bagi kegiatan
produktif. Kredit yang diberikan oleh kospin kepada para pelaku UMKM akan
mewujudkan pengembangan UMKM khsususnya pelaku UMKM di Salatiga,
sehingga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kospin merupakan salah satu bentuk Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) yang berdasarkan bentuk dikelompokkan kedalam
institusi semi formal.
“LKM semi-formal adalah lembaga-lembaga keuangan resmi yang biasanya mendapat izin dan pengawasan dari instansi-instansi pemerintah lain, tetapi tidak terikat oleh undang-undang umum yang serupa dengan lembaga formal, yang diatur oleh Undang-Undang Perbankan”10.
Berdasarkan data koperasi kota Salatiga pada Maret 2013 yang diperoleh
dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM kota Salatiga,
jumlah kospin di kota Salatiga yaitu 25 koperasi. Jumlah kospin dan LKM-LKM
lainnya yang relatif banyak serta menawarkan jasa sejenis, menyebabkan adanya
persaingan antar LKM khususnya kospin untuk memenangkan persaingan dalam
mendapatkan anggota sekaligus nasabah. Masyarakat berminat untuk menjadi
anggota jika koperasi tersebut memberikan kualitas pelayanan yang baik.
“Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”11.
10Lincolin Arsyad, , 2008, Lembaga Keuangan Mikro, Andi Offset, Yogyakarta, hal. 89. 11Goetsh dan Davis dalam Fandy Thiptono, 1996, Manajemen Jasa, Andi Offset,
Yogyakarta, hal. 51.
6
Kualitas pelayanan yang baik berhubungan oleh banyak faktor, salah satu
diantaranya adalah kepuasan anggota. Kualitas pelayanan yang brorientasi pada
anggota merupakan syarat utama untuk menunjang keberhasilan suatu KSP.
Keberhasilan dan ketahanan kospin yang bergerak di bidang jasa banyak
tergantung pada tingkat kepuasan yang diterima anggotanya dalam proses
pemberian kredit. “Dalam implementasi pelayanan prima ini akan berhasil jika
didukung oleh kesadaran dan budaya dari Pengurus, Pengelola dan Koperasi
yang berfokus kepada nasabah sebagai pelanggan jasa simpan pinjam”12.
Pelayanan yang baik dalam pemberian kredit akan membuat anggota
merasa puas, sehingga akan berpengaruh kepada besar kecilnya permintaan kredit
di koperasi tersebut. Permintaan kredit tersebut dapat berupa permintaan dalam
nominal yang besar maupun bertambahnya jumlah anggota. Proses dalam
pemberian kredit sering menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pada masing-
masing orang. “Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka”13.
Kepuasan anggota yang dapat dicapai dalam pelayanan dapat menciptakan
loyalitas atau kesetiaan anggota dan akhirnya menguntungkan bagi kospin
tersebut. “Konsumen yang loyal merupakan aset yang tidak ternilai bagi
perusahaan selain mendatangkan keuntungan dan biaya komunikasi dari mulut ke
mulut yang positif juga dapat memperluas pangsa pasar serta menekan biaya
12Tatik Suryani, Sri Lestari, Wiwik Lestari, 2008, Manajemen Koperasi: Teknik
Penyusunan laporan Keuangan, Pelayanan Prima dan Pengelolaan SDM, Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 13.
13 Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Persepsi, diunggah pada 28 Januari 2013.
7
pemasaran”14. Jika anggota mendapatkan tingkat kepuasan yang tinggi maka
anggota tetap menggunakan jasa kredit di koperasi tersebut. Koperasi harus
berusaha mewujudkan kepuasaan anggotanya, sebab jika kepuasan tidak dicapai
maka anggota akan meninggalkan koperasi tersebut. Permasalahan yang
menyebabkan anggota meninggalkan koperasi yaitu “pelayanan yang tidak
memuaskan, poduk yang tidak baik, ingkar janji dan tidak tepat waktu serta biaya
yang relatif mahal”15. Hal ini akan berakibat pada menurunnya laba dan bahkan
bisa menyebabkan kerugian.
1.2. Permasalahan Penelitian
Koperasi Simpan Pinjam (kospin) merupakan usaha yang bergerak di
bidang jasa simpan pinjam non perbankan yang aktif dalam memberikan bantuan
kredit kepada masyarakat. Masyarakat yang telah bergabung menjadi anggota
pada kospin tertentu akan melakukan penilaian pada pelayanan yang diberikan,
baik secara lansung maupun tidak langsung. Salah satu kospin di Salatiga yaitu
Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga. Kospin ini menawarkan jasa
simpan/menabung dan pinjam/kredit kepada pelaku UMKM di kota Salatiga dan
Kabupaten Semarang yang telah menjadi anggota di kospin tersebut.
Kospin ini dalam kegiatan operasionalnya selalu berusaha melakukan
peningkatan mutu pelayanan sehingga dapat memenuhi harapan anggota akan
pelayanan yang berkualitas. Peningkatan mutu pelayanan dilakukan dengan
melayani anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga dengan
14Philip Kotler dalam Agus Tri Hasto, 2009, “Hubungan Kualitas Layanan dengan Loyalitas Konsumen”, Skripsi Sarjana, Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, hal. 3.
15Kasmir, 2004, Etika Customer Service, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 63.
8
baik, mendengarkan keluhan anggota, memenuhi kebutuhan dan keinginan
anggota dalam proses penyaluran kredit dan pembayaran angsuran kredit. Tujuan
dari peningkatan mutu tersebut yaitu untuk memenuhi harapan-harapan anggota
agar anggota merasa puas. Jika anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun
Santoso Salatiga merasa puas, maka akan tercipta sikap loyal pada anggota.
Sikap loyal dari anggota dapat diketahui dari sikap, pengaduan maupun
dampak yang akan dialami oleh koperasi. Loyalitas dapat dikategorikan menjadi
tiga kategori pendekatan, yaitu:
“Pendekatan perilaku memfokuskan pada perilaku purnapembelian dan mengukur loyalitas berdasarkan tingkat pembelian, frekuensi, dan kemungkinan melakukan kembali pembelian. Pendekatan sikap menyimpulkan loyalitas pelanggan dari aspek keterlibatan psikologis, favoritisme, dan senses of goodwill pada jasa tertentu. Sementara itu, dan pendekatan terintegrasi mengombinasikan sikap senang pelanggan (customer’s favorable attitude) dan perilaku pembelian ulang”16.
Di samping itu, sikap loyal akan menciptakan promosi positif untuk kospin
secara gratis. “Anda mendapatkan efek promosi gratis dari nasabah Anda yang
puas yang jauh lebih eketif dibandingkan dengan promosi yang dilakukan oleh
pengurus, pengelola dan pegawai KSP Anda”17.
Berdasarkan kategori loyalitas, loyalitas anggota akibat kualitas pelayanan
dapat disimpulkan dalam beberapa indikator. Indikator ini menjadi dasar yang
menunjukkan anggota bersikap loyal pada sebuah kospin, yaitu:
1. Kesediaan untuk tetap menggunakan jasa;
16 Rambat Lupiyoadi, 2013, Manajemen Pemasaran Jasa, Salemba Empat, Jakarta, hal.
231-232. 17Tatik Suryani, Sri Lestari, Wiwik Lestari, op.cit. hal 12.
9
2. Pilihan pertama dalam mengambil pinjaman; dan
3. Menyebar informasi positif ke pihak lain.
Sikap loyalitas yang melekat pada anggota merupakan dampak dari
pelayanan pengurus yang berkualitas. Kualitas pelayanan pengurus yang baik
menjadi cara yang efektif untuk mempertahankan anggotanya. Jika kualitas
pelayan pengurus yang diterima baik, maka tingkat kepuasaan yang diharapkan
oleh anggota akan tercapai. Ada lima dimensi dalam analisis kualitas pelayanan
dalam pencapaian kepuasan anggota, sehingga anggota dapat bersikap loyal.
Dimensi kualitas pelayanan tersebut yaitu “tangibles, reliability, responsiveness,
assurance, empathy”18.
Penulis melakukan analisis dan pengamatan pada anggota dan aktivitas
anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga. Berdasarkan hasil
analisis dan pengamatan pendahuluan yang dilakukan penulis, ditemukan
beberapa gejala problematis dalam penelitian ini, diantaranya:
1. Ibu KJ merupakan anggota di Kospin Hikmah. Ibu KJ pada Juni 2013 tidak
lagi mengajukan kredit di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso
Salatiga dan mengajukan permohonan kredit dan mendapatkan kredit dari
LKM swasta di wilayah Salatiga, dengan tingkat bunga yang lebih tinggi.
2. Bapak SA merupakan anggota di Kospin Hikmah. Bapak SA pada Agustus
2013 tidak lagi mengajukan kredit di Kospin Hikmah setelah melunasi kredit
yang diajukan pada April 2013, disamping itu Bapak SA mengajukan
permohonan dan mendapatkan dana kredit dari kospin lain di wilayah
18Valarie A. Zeithaml, A. Parasuraman, Leonard L. Berry, 2003, Service Marketing
(Integrating Customer Focus Across The Firm), McGraw-Hill/Irwin, New York, hal. 53.
10
Kabupaten Semarang dengan tingkat bunga yang sama dengan Kospin
Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga.
3. Bapak TTS merupakan anggota di Kospin Hikmah. Bapak TTS pada
November 2013 mengajukan kredit ke LKM milik Pemerintah yang bunga
kreditnya lebih tinggi dari bunga kredit di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun
Santoso Salatiga, setelah melunasi kredit yang diajukan pada Juli 2013.
4. Berdasarkan pengamatan di Kospin Hikmah, ditemukan ada beberapa
anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga menceritakan
pelayanan pengurus yang kurang memuaskan di Kospin Hikmah Paguyuban
Rukun Santoso Salatiga kepada orang lain saat hendak melakukan
pembayaran angsuran kredit pada 15 Februari 2014.
5. Dimensi tangible, lima anggota Kospin Hikmah mengatakan bahwa ruang
pelayanan di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga kurang
nyaman karena harus menunggu dilayani hingga di luar ruangan.
6. Dimensi reliability, pada September 2013 terjadi kesalahan pencatatan
keuangan pada buku pembantu piutang yaitu pembayaran angsuran kredit
yang dilakukan oleh Ibu KJ, tetapi pencatatan dilakukan pengurangan pada
piutang Ibu KN. Terjadi kesalahan pencatatan pada Januari 2014, pengurus
salah mencatat jumlah angsuran pada kartu utang anggota.
7. Dimensi responsiveness, tiga anggota menemui ada pengurus yang tidak
cepat untuk menanggapi anggota yang memerlukan informasi tentang kredit.
11
8. Dimensi assurance, terdapat dua anggota yang mengatakan bahwa pengurus
mau melayani anggota setelah anggota memintanya, tidak secara langsung
tanggap kepada anggota yang membutuhkan bantuan.
9. Dimensi empathy, dua anggota Kospin Hikmah mengeluhkan bahwa mereka
tidak menerima penjelasan atau informasi yang mereka butuhkan secara
lengkap dari pengurus Kospin Hikmah. Disamping itu, ada empat anggota
yang mengalami pemberian jumlah kredit lebih kecil dari pada jumlah kredit
yang diajukan.
10. Ibu KJ tidak lagi mengajukan kredit di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun
Santoso Salatiga dan beralih ke LKM swasta karena Ibu KJ kecewa terhadap
pengurus Kospin Hikmah yang salah dalam melakukan pencatatan serta
mengalami pemberian jumlah kredit yang lebih kecil dari jumlah kredit pada
yang diajukan.
11. Bapak SA tidak lagi mengajukan kredit di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun
Santoso Salatiga dan beralih ke kospin lain karena pengurus Kospin Hikmah
tidak cepat dalam melayani anggotanya.
12. Bapak TTS tidak lagi mengajukan kredit di Kospin Hikmah Paguyuban
Rukun Santoso Salatiga dan beralih ke LKM milik pemerintah karena
pengurus Kospin Hikmah tidak memberikan informasi yang lengkap tentang
kredit di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga.
Berdasarkan analisis dan gejala problematis, penelitian ini hendak
menjawab beberapa pertanyaan, diantaranya:
12
1. Seberapa jauh tingkat loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun
Santoso Salatiga?
2. Seberapa jauh tingkat kualitas pelayanan pengurus di Kospin Hikmah
Paguyuban Rukun Santoso Salatiga?
3. Seberapa jauh hubungan antara kualitas pelayanan koperasi dengan loyalitas
anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tingkat loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun
Santoso Salatiga.
2. Mengetahui tingkat kualitas pelayanan pengurus di Kospin Hikmah Paguyuban
Rukun Santoso Salatiga.
3. Mengetahui hubungan antara kualitas pelayanan pengurus dengan loyalitas
anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga.
1.4. Signifikansi Penelitian
1.4.1. Signifikansi Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat mendukung pendapat dari Lupiyoadi yang
menyatakan bahwa:
“...meningkatkan kualitas atribut produk dan pelayanan maka kepuasan pelanggan juga akan meningkat. Meningkatnya kepuasan pelanggan ini diharapkan dapat meningkatkan upaya mempertahankan pelanggan (customer retention) yang pada akhirnya akan menghasilkan profit yang lebih besar”19.
19Rambat Lupiyoadi, op.cit. hal. 229.
13
1.4.2. Signifikansi Praktis
1. Bagi Dunia Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
bentuk penelitian kuantitatif serta pengembangan ilmu tentang hubungan antara
kualitas pelayanan pengurus dengan loyalitas anggota.
2. Bagi Koperasi
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh Kospin Hikmah Paguyuban
Rukun Santoso Salatiga sebagai bahan dalam menerapkan strategi kospin yang
berkaitan dengan pelayanan guna menciptakan sikap loyal pada anggota.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi penulis dibidang kualitas
pelayanan koperasi dan loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun
Santoso Salatiga.
1.5. Keterbatasan
Mengingat akan keterbatasan kemampuan, jangkauan penulis dalam
meneliti, perolehan ijin meneliti, dan waktu maka penelitian ini dibatasi pada:
1. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini yaitu hanya dilakukan di Kospin Hikmah
Paguyuban Rukun Santoso Salatiga.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini hanya pada hubungan kualitas pelayanan pengurus
dengan loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso
Salatiga.