1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini perhatian terhadap lembaga yang dikenal secara luas
sebagai “museum” terasa begitu meningkat. Hal itu tercermin dari banyaknya
kritik yang dilontarkan kepada lembaga permuseuman dan juga dari
peningkatan partisipasi masyarakat dalam menunjang kegiatan museum
melalui organisasi-organisasi sahabat museum (Friends of museu ). Indikasi
meningkatnya museum juga terlihat dari kegairahan pemerintah daerah untuk
mendirikan museum diwilayah masing-masing. Tentu saja, fenomena ini
merupakan suatu hal yang sangat menguntungkan bagi dunia permuseuman
di Indonesia. Setelah begitu lama lembaga museum di Indonesia seolah-olah
diacuhkan oleh masyarakat, kini masyarakat mulai menaruh perhatian yang
semakin menggembirakan. Karena itu, momentum yang baik ini seharusnya
dimanfaatkan oleh dunia permuseuman Indonesia untuk bangkit dengan
melakukan penataan kembali. Yang dimaksudkan “Penataan Kembali” disini
tentu saja tidak hanya terbats pada merancang dan mengatur kembali
tampilan-tampilan di gedung museum, tetapi juga menata kembali kerangka
pikir dan cara pandang terhadap museum. Dunia permuseuman Indonesia
perlu menyegarkan kembali atau bahkan meremajakan pemahaman akan misi
dan tugas-tugas museum (Museografia-Majalah Ilmu Permuseuman, 2007:
15).
1
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
2
Jika kita melacak asal-usulnya, kata “museum” berakar dari kata Latin
“mouseion”, yaitu kuil untuk sembilan Dewi Muses, anak-anak Dewa Zeus
yang tugas utamanya adalah menghibur. Jadi, museum masih saudara sepupu
dari Amuse atau Amusement (dalam bahasa Inggris) yang merujuk pada
perbuatan atau sesuatu yang membuat orang lain gembira. Namun, ketika
kata “Museum” mulai banyak digunakan pada Masa Renaissance (sekitar
abad ke-16 dan ke-17), kata ini bukannya semata-mata merujuk pada kegiatan
bersenang-senang saja. Sebaliknya, kata museum lebih dikaitkan dengan citra
ilmiah. Museum justru digunakan untuk menyebut lembaga yang menyimpan
dan memelihara koleksi benda-benda seni atau benda bernilai sejarah dan
ilmu pengetahuan. Koleksi museum ditampilkan untuk pembelajaran dan
kesenangan masyarakat (Museografia-Majalah Ilmu Permuseuman, 2007:
15).
Pada dasarnya museum adalah wadah pelestarian nilai-nilai luhur
warisan budaya, Museum antara lain berfungsi sebagai media pendidikan
yang hendak memberikan pendidikan kepada segenap pengunjung.
Kunjungan ke museum diharapkan dapat menjadi sarana pelestarian nilai-
nilai warisan budaya. Selain itu juga sebagai tempat wisata budaya yang
dapat menimbulkan pemahaman dan rasa ikut memiliki unsur-unsur dan
aspek budaya bangsa. Dengan demikian museum juga merupakan pusat studi
warisan budaya dan pusat informasi edukatif. Dalam era globalisasi ini terjadi
peningkatan kontak-kontak budaya tidak saja antar kebudayaan-kebudayaan
daerah, tetapi juga dengan kebudayaan asing. Gejala ini harus mendapat
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
3
perhatian sejak awal sebab jika tidak, akan mengakibatkan tumbuhnya gejela
disintegrasi karena masing-masing mempunyai persepsi yang berbeda
mengenai jati diri (Museografia-Majalah Ilmu Permuseuman, 2000: 12).
Masyarakat Indonesia sebenarnya sekarang ini sedang berada pada poros
perkembangan untuk menjadi suatu “negara bangsa” (Nation State) yang
mantap. Ternyata dalam proses tersebut kita lihat bahwa sekarang ini terjadi
hambatan-hambatan yang menuju kearah disintegrasi. Oleh karena itu dalam
proses perkembangan menjadi “negara bangsa” tersebut yang harus tetap
dipegang teguh adalah kesatuan dan persatuan bangsa. Salah satu dasar yang
penting dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa tersebut adalah adanya
pemahaman dan saling menghargai kebudayaan antar suku-suku bangsa.
Dalam konteks ini museum harus dapat berperan dalam memberikan
pemahaman kepada masyarakat tidak hanya mengenai kebudayaan-
kebudayaan suku bangsa tetapi juga kontak-kontak budaya yang telah terjadi.
Oleh karena itu, museum harus menyuguhkan informasi yang sistematis dan
terarah sehingga tercapai pemahaman atas unsur-unsur budaya bangsa
(Museografia-Majalah Ilmu Permuseuman, 2000: 12).
Museum Soesilo Soedarman terletak pada Jalan Temu Giring Nomor 1
Desa Gentasari Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. Museum ini dibuka
setiap hari dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Harga tiket
masuk Museum Soesilo Soedarman untuk anak-anak Rp 1.000,00 per orang
dan untuk dewasa Rp 2.000,00 per orang. Untuk rombongan anak-anak
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
4
sekolah di potong beberapa persen dari harga tiket, sedangkan untuk
masyarakat di sekitar komplek museum tidak dikenakan biaya masuk.
Museum Soesilo Soedarman merupakan museum kebanggaan
masyarakat Cilacap, khususnya di Desa Gentasari Kecamatan Kroya
Kabupaten Cilacap, karena merupakan salah satu tempat melestarikan aset-
aset yang dimiliki oleh Bapak Soesilo Soedarman dari beliau kecil hingga
beliau wafat, sekaligus sebagai sarana pendidikan bagi para generasi penerus.
Museum Soesilo Soedarman sangat cocok dikunjungi wisatawan terutama
bagi para pelajar karena memiliki banyak koleksi sejarah yang dapat
menambah pengetahuan bagi pelajar. Museum Soesilo Soedarman termasuk
museum lokal karena museum Soesilo Soedarman dikelola oleh pihak swasta
yaitu yayasan dari keluarga Bapak Soesilo Soedarman itu sendiri.
Arsitektur bangunan Museum Soesilo Soedarman merupakan kombinasi
arsitektur tradisional bergaya “Joglo” dan arsitektur modern. Dibangun diatas
tanah seluas 1,5 ha. Museum Soesilo Soedarman menempati bangunan lama
peninggalan dari kakek Soesilo Soedarman terdiri dari 3 bangunan inti yaitu
2 Joglo bagian tengah disebut Lojen dan disebelah timur ada bangunan
tambahan yaitu gandok serta yang direnovasi 1 gedung berlantai 2, dilantai
bawah untuk kafe dan dilantai 2 perpustakaan. Museum ini menampung lebih
dari 200 buah koleksi yang disajikan secara rapi dan baik didalam maupun
diluar ruangan. Diluar ruangan terdapat koleksi alat-alat perang diantaranya
koleksi Meriam, Tank, Pesawat Tempur, Panser, Ranjau Laut dan Rudal.
Didalam Ruangan terdapat benda-benda koleksi diantaranya Piagam
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
5
Penghargaan, Foto-foto kenangan perjalanan Soesilo Soedarman didalam
maupun diluar negeri, Peristiwa-peristiwa penting bersejarah yang
didokumentasikan seperti Peristiwa Peresmian Gedung. Hasil kajian koleksi
baik yang bersifat deskriptif maupun yang bersifat analisis, sangat penting
untuk dipublikasikan kepada masyarakat agar dapat memperoleh pengetahuan
tentang makna dan arti penting benda warisan budaya tersebut utamanya bagi
perkembangan kehidupan budaya sekarang dan yang akan datang.
Museum Soesilo Soedarman memiliki Visi, yaitu Membantu
mencerdaskan generasi penerus bangsa yang bernilai ketauladanan. Selain itu,
Museum Soesilo Soedarman mempunyai Misi, yaitu Meningkatkan
Pendidikan berbudaya dan Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap
budaya. Hal itu menarik perhatian peneliti untuk menelusuri peranan
pendidikan museum ini melalui penelitian yang hendak dilakukan. Apalagi
jumlah yang berkunjung ke museum ini setelah dibuka untuk umum sering
dikunjungi oleh khalayak baik siswa sekolah, mahasiswa, dan masyarakat
umum (Brosur Museum Soesilo Soedarman, 2012).
Museum Soesilo Soedarman memiliki peranan pendidikan yang dapat
berkembang di Cilacap khususnya di Desa Gentasari. Untuk mengetahui
lebih dalam lagi mengenai peranan pendidikan terhadap Museum Soesilo
Soedarman maka penulis mengangkat judul “PERANAN MUSEUM
SOESILO SOEDARMAN TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER
TAHUN 2000-2013“.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
sebagai masalah pokok dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Latar belakang pendirian museum ?
2. Bagaimana Peranan museum Soesilo Soedarman terhadap pendidikan
karakter ?
3. Apa saja Hambatan yang dihadapi oleh pihak pengelola dan bagaimana
cara mengatasinya ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran kondisi dilokasi pada
perumusan masalah diatas, oleh karena itu penelitian ini lebih
memprioritaskan untuk :
1. Mengetahui Latar belakang pendirian museum.
2. Mengetahui peranan museum Soesilo Soedarman terhadap pendidikan
karakter.
3. Mengetahui Hambatan apa yang dihadapi oleh pihak pengelola dan
bagaimana cara mengatasinya
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Peranan Museum
Soesilo Soedarman terhadap pendidikan karakter.
b. Sebagai wacana bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
7
c. Mengetahui aset-aset peninggalan Bapak Soesilo Soedarman sebagai
nilai-nilai sejarah yang perlu dilestarikan.
2. Manfaat Aplikatif
a. Menambah wahana pendidikan terhadap museum, khususnya museum
Soesilo Soedarman.
b. Memberikan informasi kepada pelajar dan mahasiswa terutama
mahasiswa Sejarah dalam meningkatkan pengetahuan tentang peranan
pendidikan.
E. Tinjauan Pustaka
Pengertian museum yang dikutip dalam buku Panduan dan Lembar
Kerja Kunjungan Museum Jawa Tengah Ronggowarsito (Sunarto, 2008: 1–2)
adalah sebagai berikut :
Pengertian museum hanya dapat dipahami oleh karena fungsi dan
kegiatannya.Kata ”museum” berasal dari kata Yunani Kuno ”museion” yang
berarti kuil atau rumah persembahan untuk Dewi Muze. Muze adalah putra
Zeus, dewa penguasa yang bersemayam di bukit Olimpus. Muze merupakan
pelindung sembilan dewa pengetahuan dan seni, yaitu : Dewi Cleo menguasai
sejarah; Dewi Euterpe penguasa seni musik; Dewi Melphorone menguasai
seni panggung; Dewi Thalic menguasai seni komedi; Dewi Terpisichore
menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne
menguasai syair rindu dendam; Dewi Uranik menguasai ilmu falak dan
Deewii Calliops menguasai seni syair epos. Sedang menurut ICOM
(International Council of Museum) dalam musyawarah ke II di Copenhagen
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
8
14 Juni 1974 merumuskan : ”a museum is non profit making, permanent
institution in service of society and of its development, and open the public,
wich aquires, conserves, communicates, and exhibit for purposes of study,
education and enjoyment, material evidence of human and enviroment.”
Devinisi tersebut menjelaskan bahwa museum adalah sebuah lembaga yang
bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan
perkembangannya, terbuka untuk umum yang memperoleh, merawat,
menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan studi, pendidikan dan
rekreasi, barang pembuktian manusia dan lingkungannya.
Melengkapi pengertian museum seperti yang di uraikan di atas, ICOM
menjelaskan bahwa museum meliputi :
a. Lembaga-lembaga konservasi dan ruangan-ruangan pameran yang secara
tetap diselenggarakan oleh perpustakaan dan pusat-pusat kearsipan.
b. Peninggalan dan tempat-tempat alamiah, arkeologi dan etnografis,
peninggalan dan tempat bersejarah yang mempunyai corak museum,
karena kegiatan-kegiatannya dalam hal pengadaan, perawatan dan
komunikasinya dengan masyarakat.
c. Lembaga-lembaga yang memamerkan makhluk-makhluk hidup seperti,
kebun, tanaman dan binatang, akuarium dan sebagainya.
d. Suaka alam.
e. Pusat-pusat pengetahuan dan planetarium.
Peran Museum yang dikutip dalam buku Informasi Museum Negeri
Provinsi Jawa Tengah Ronggowarsito ( AG.Puji Suci Indiah, dkk, 1991 : 9 )
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
9
yaitu, museum bertugas melestarikan warisan sejarah alam dan budaya,
dengan cara mengumpulkan, merawat, meneliti, mengkaji,
mengkomunikasikan dan memamerkan untuk kepentingan masyarakat guna
studi ( penelitian ), pendidikan dan rekreasi dalam rangka ikut mencerdaskan
bangsa.
Peran museum Ronggowarsito sebagai lembaga pelestarian warisan
budaya bangsa yang mengkhususkan diri dibidang pelayanan studi dan media
pembelajaran, serta sarana rekreasi budaya (Sumber : Brosur Museum
Ronggowarsito)
Menurut jurnal Wallenae Balai Arkeologi Perlahan tapi pasti program
tersebut memberikan dampak positif terhadap perkembangan museum di
Indonesia, salah satu indikatornya berupa peningkatan jumlah pengunjung
museum, khususnya museum yang tersentuh program ini. Selain itu, kegiatan
revitalisasi dibeberapa museum negeri cukup memberikan warna baru
terhadap tampilan museum yang selama ini terkesan suram dan angker.
Bahkan satu gebrakan baru terkait dengan pengembangan museum yaitu
berupa iklan tentang museum yang dapat kita saksikan dimedia elektronik,
salah satunya iklan tentang Museum Geologi Bandung yang sempat
ditayangkan di stasiun Televisi Republik Indonesia. Sosialisasi dan publikasi
tentang museum yang mendorong munculnya beberapa komunitas
masyarakat yang peduli dengan museum, seperti Sahabat Museum, dan
Museum Lovers.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
10
Sayangnya, konsep museum yang berorientasi pada masyarakat ini
masih belum terealisasi secara utuh dilapangan. Hal inilah yang kemudian
menjadi salah satu faktor pemicu kurang maksimalnya peran museum dalam
hal membangun kesadaran masyarakat akan pentngnya pelestarian warisan
atau cagar budaya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari, belum terbangunnya
relasi yang positif antara koleksi dalam museum dengan masyarakat secara
langsung. Museum menyajikan beragam koleksi yang merefleksikan sejarah
maupun budaya yang berasal dari berbagai wilayah. Selama ini, koleks
museum selain berasal dari hibah juga merupakan hasil penelitian yang
dilakukan oleh para ahli diberbagai tempat dan wilayah di Indonesia. Tetapi
disisi lain, tempat dimana koleksi museum itu ditemukan kurang
mendapatkan perhatian. Sehingga bukan hal yang aneh, apabila masyarakat
ditempat tersebut, tidak menyadari bahwa wilayah mereka itu penting karena
menjadi tempat ditemukannya warisan budaya.
Hal tersebut terjadi di berbagai tempat di Indonesia, misalnya
masyarakat di Sikendeng Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, tidak
menyadari bahwa tempatnya itu penting karena disinilah ditemukannya Arca
Budha berlanggam Amarawati yang saat ini menjadi salah satu koleksi
Museum Nasional di Jakarta. Demikian pula, kawasan gua-gua prasejarah di
Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan yang perlu untuk dilestarikan dan
dilindungi dari ancaman aktifitas tambang, belum mendapatkan perlakuan
yang memadai, padahal telah banyak temuan artefak batu dari kawasan ini
yang menjadi koleksi museum. Dalam satu kesempatan diskusi dengan salah
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
11
satu tokoh masyarakat dikawasan gua prasejarah Belae Kabupaten Pangkep,
kenyataan betapa masyarakat memiliki keinginan yang kuat tentang cagar
budaya yang ada disekitar mereka.
Dalam skripsi yang berjudul Perkembangan Monumen Jenderal
Soedirman dan Fungsinya sebagai Sarana Pembelajaran Nilai-nilai Sejarah
Perjuangan Bangsa Di Desa Bantarbarang Kecamatan Rembang Kabupaten
Purbalingga yang ditulis oleh Awal Tri Riyadi (2014), Merujuk pada
pangertian monumen yaitu, sebuah bangunan atau tanda yang mengabadikan
bentuk cuplikan peristiwa bersejarah atau tokoh pelaku sejarah yang dapat
mewakili sebuah peristiwa sehingga dipakai sebagai penerus jiwa semangat
juang dan pewarisan nilai-nilai kejuangan bagi penerusnya, monumen
mempunyai berbagai macam fungsi. Diantaranya yaitu, fungsi edukatif,
inspiratif, rekreatif, dan fungsi untuk menanamkan nilai-nilai keteladanan.
F. Landasan Teori dan Pendekatan
1. Deskripsi teori
a. Pengertian Museum
Menurut Direktorat Museum Direktorat Jendral Sejarah dan
Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2009) Museum
adalah lembaga permanen yang tidak mencari keuntungan,
diabdikan untuk kepentingan masyarakat dan perkembangannya,
terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, melestarikan, meneliti,
mengkomunikasikan dan memamerkan bukti-bukti bendawi nanusia
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
12
dan lingkungannya untuk tujuan studi, penelitian, dan kesenangan
(International Council of Museums, 2006). Kata Museum berasal dari
mouseion, yang berarti kuil untuk sembilan Dewi Muses, anak-anak
dewa Zeus yang melambangkan ilmu dan kesenian. Kata museum
mulai banyak digunakan pada masa Renaissance, sekitar abad ke 16
dan 17. Kata museum itu, dikaitkan dengan ciri ilmiah disamping
bersenang-senang.
Museum merupakan lembaga tempat penyimpanan, perawatan,
pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya
manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya
perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Benda-benda
bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya
tersebut merupakan koleksi museum yang pada dasarnya adalah benda
cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang. Pemanfaatan
koleksi museum antara lain dapat melalui pameran dan penelitian.
Pameran dan penelitian yang dilakukan oleh museum atau lembaga
lain yang terkait sering menggunakan koleksi yang disimpan
dimuseum-museum lain, baik didalam maupun diluar negeri dengan
cara melakukan peminjaman koleksi. Dewasa ini praktik peminjaman
koleksi sering dilakukan oleh museum atau lembaga tanpa adanya
pedoman yang mengaturnya (Tim Penyusun, 2008: 15).
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
13
b. Fungsi Museum
Menurut Moh Amir Sutarga, gambaran perkembangan museum,
dan Permuseuman (1997-1998) dapat dibuat ikhtisar singkatnya
sebagai berikut.
1. Museum sebagai tempat kumpulan barang aneh
2. Museum pernah digunakan sebagai istilah kumpulan pengetahuan
dalam bentuk karya tulis pada zaman ensiklopedis
3. Museum sebagai tempat koleksi realia bagi lembaga atau
perkumpulan-perkumpulan ilmiah
4. Museum dan Istana setelah revolusi Perancis dibuka untuk umum
dalam rangka demokratisasi ilmu dan kesenian
5. Museum menjadi urusan yang perlu ditangani pembinaan,
pengarahan dan pengembangannya oleh pemerintah sebagai
sarana pelaksanaan kebijakan politik dibidang kebudayaan (Moh
Amir Sutaarga, 1983: 17).
Dalam sejarahnya, museum mengalami perubahan dalam arti
fungsi museumnya. Dari fungsi awal sebagai gudang barang, tempat
disimpan benda warisan budaya yang bernilai luhur meluas fungsinya
pada pemeliharaan, pengawetan, penyajian atau permanen.
Selanjutnya, fungsi museum diperluas lagi sampai pada fungsi
pendidikan dalam rangka untuk kepentingan umum. Namun demikian,
walaupun terjadi perubahan dan perluasan fungsi museum, tetapi
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
14
hakekat pengertian museum itu tidak berubah. Ciri ilmiah dan kesenian
serta bersenang-senang tetap menjiwai arti museum sampai saat ini.
Para pengelola museum tentunya sadar bahwa salah satu fungsi
museum adalah sebagai sumber pengetahuan, dan sumber belajar.
Dalam upaya untuk meningkatkan fungsi tersebut, para pengelola
khususnya kurator museum, perlu membayangkan diri sebagai seorang
yang membutuhkan informasi sekitar koleksi museum tersebut. Hal-
hal yang dibutuhkan dari informasi itu adalah : kelengkapannya,
akurasinya serta kecepatannya dapat diperoleh. Ini semua
membutuhkan sistem yang tangguh dan ketuntasan dalam pengelolaan
informasi. Kualitas informasi itulah yang menentukan tingkat
kepuasan dari “Klien” museum.
Seorang peneliti akan sangat menghargai ketuntasan data dasar
yang ada dibalik koleksi yang terpajang. Seorang wisatawan akan lebih
mengandalkan data yang siap tersaji tidak saja pada label, pada skema,
dan peta yang ikut dipajang, melainkan juga pada terbitan-terbitan
khusus mulai dari kartu pos, kalender, slide, buklet, brosur, dan buku.
Dalam hal ini daya tarik terbitan-terbitan itu perlu didongkrak oleh
tampilan visual yang menarik, yang berlandaskan pada perencanaan
tata rupa yang profesional. Disamping terbitan-terbitan tercetak
tersebut dapat pula dikeluarkan terbitan-terbitan dalam media audio-
visual.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
15
Museum dapat juga meningkatkan daya tariknya sebagai sumber
pengetahuan melalui penyusunan program kegiatan pameran khusus,
kegiatan-kegiatan tatap muka seperti festival, basar, dan kontes yang
dapat dijadwalkan dan diumumkan sekurang-kurangnya setahun
sebelumnya. Dengan adanya penjadwalan jauh sebelum kegiatan
tersebut dilaksanakan, maka dapat diharapkan rencana acara itu dapat
tersampaikan lebih dahulu kepada para calon wisatawan. Akan lebih
baik jika jadwal kegiatan pertahun itu dapat dikeluarkan dua kali
dalam setahun, sehingga setiap kali ada overlap enam bulanan seperti
estafet. Ini berarti bahwa perencana harus siap dengan rencana tahun
depan (sekurang-kurangnya semester pertama) enam bulan sebelum
tahun yang sekarang berakhir ( Museografia - Majalah Ilmu
Permuseuman, 2000: 9).
c. Peranan
Levinson dalam Soekanto (2009:213) mengatakan peranan
mencakup tiga hal, antara lain sebagai berikut.
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini
merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan bermasyarakat,
b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi,
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
16
c. Peranan juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat,
Kata peranan berasal dari kata peran yang berarti seperangkat
tingkat yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yang mempunyai
kedudukan dimasyarakat. Peran seseorang tidak lah mungkin
dilaksanakan dengan baik kalau tidak jelas kedudukan yang
bersangkutan dalam suatu pola kehidupan tertentu. Setiap manusia
yang menjadi warga masyarakat senantiasa mempunyai kedudukan
tertentu dan berperan menurut kedudukannya. Kedudukan dan peran
tidak mungkin dipisahkan karena peranan adalah aspek dinamis dari
kedudukan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada
kedudukan tanpa peranan yang memberikan hak dan kewajiban kepada
orang yang bersangkutan (http://kaghoo.blogspot.com/2010/11/
pengertian-peranan.html diakses pada tanggal 29 Maret 2014).
Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status).
Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara
kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkaan karena yang
satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya ( Soekanto, 2009: 212-
213).
Merton dalam Raho (2007:67) mengatakan bahwa peranan
didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
17
dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut
sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran
adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang
dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus.
Wirutomo (1981:99-101) mengemukakan pendapat David Berry
bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang
diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan
dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai
seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang
menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-
norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk
melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat didalam pekerjaan
kita, didalam keluarga, dan didalam peranan-peranan yang lain.
Selanjutnya dikatakan bahwa didalam peranan terdapat dua
macam harapan, yaitu : pertama, harapan-harapan dari masyarakat
terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang
peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran
terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan
dengannya dan menjalankan peranannya atau kewajiban-
kewajibannya. Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat
dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur
masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling
berhubungan.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
18
Kesimpulan pengertian peranan adalah seperangkat tingkat yang
dimiliki oleh seseorang yang mempunyai kedudukan dalam suatu
masyarakat. Peranan seseorang tidak mungkin dilaksanakan dengan
baik kalau orang yang bersangkutan tidak mempunyai kedudukan yang
berkaitan dalam kehidupan masyarakat tertentu. Tidak ada peranan
tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan.
d. Kebudayaan
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti
cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa
Sansekerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi
atau akal (Setiadi, dkk, 2009: 27).
Koentjaraningrat (1990:7) menyatakan bahwa kebudayaan
sebagai berikut :
Keseluruhan yang kompleks yang mengandung ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, dan kebiasaan yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Ada tujuh unsur
kebudayaan yang bersifat universal yang ada diseluruh bangsa yang
ada didunia, yaitu sistem peralatan, perlengkapan hidup, sistem mata
pencaharian, sistem masyarakat, pengetahuan, sistem religius, bahasa
dan sansekerta.
Berdasarkan definisi tersebut terdapat 3 macam unsur
kebudayaan yaitu : (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dan
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya,
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
19
(2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat, (3) Wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud (1) bersifat abstrak yang terdapat dalam alam pikiran
warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan hidup. Ide
dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu
masyarakat, memberi jiwa terhadap masyarakat. Gagasan tersebut
terwujud dalam adat istiadat. Wujud (2) dari kebudayaan disebut pula
sebagai sistem sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu
sendiri. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu sama lainnya. Sebagai
rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat yang bersifat
konkret (Koentjaraningrat, 1990:186). Wujud (3) dari sistem
kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan ini bersifat
konkret karena berupa keseluruhan hasil dari aktivitas, perbuatan dan
hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 1990:187-188).
Kebudayaan adalah sebuah konsep yang definisinya sangat
beragam. Pada abad ke-19, istilah kebudayaan umumnya digunakan
untuk seni rupa, sastra, filsafat, ilmu alam, dan musik yang
menunjukan semakin besarnya kesadaran bahwa seni dan ilmu
pengetahuan dibentuk oleh lingkungan sosialnya (Peter Burke, 2001 :
176-177).
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
20
Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu
bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal (Hari Poerwanto,
2000 : 51). Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan: hal-hal yang
bersangkutan dengan akal (Koentjaraningrat, 2000 : 9).karena itu
mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan.
Budaya adalah daya dari budi, yang berupa cipta, rasa dan karsa.
Sedangkan kebudayaaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara
formal, budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, waktu,
peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi
dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke
generasi melalui usaha individu dan kelompok (Dedy Mulyana,
2001:18). Dalam Antropologi Budaya, perbedaan itu ditiadakan. Kata
budaya disini dipakai sebagai singkatan dari kebudayaan dengan
pengertian yang sama.
Sisi lain mengemukakan bahwa kebudayaan = cultuur (bahasa
Belanda)=culture (bahasa Inggris)=tsaqafah (bahasa Arab), berasal
dari perkataan latin colere yang artinya mengolah, mengerjakan,
menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau
bertani (Joko Tri Prasetyo, 1998 : 28). Dari segi arti ini berkembanglah
arti culture sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah
dan mengubah alam. E.B. Taylor dalam sebuah bukunya yang berjudul
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
21
Primitive Cultur yang dikutip oleh AAGN Ari Dwipayana
mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat,
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat (2001:38). Betapapun goyahnya
konsep tentang budaya (cultures, cultural forms) tidak ada
kemungkinan lain baginya kecuali terus bertahan lestari (cliiord
Geertz, 1999:67).
e. Pendidikan
Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai
macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Jadi, banyak hal
yang dibicarakan ketika kita membicarakan pendidikan. Aspek-aspek
yang biasanya paling dipertimbangkan antara lain sebagai berikut.
a. Penyadaran
b. Pencerahan
c. Pemberdayaan
d. Perubahan perilaku
Berbagai teori dan konsep pendidikan memberikan arti yang
berbeda tentang konsep tersebut. Mereka mendiskusikan apa dan
bagaimana tindakan yang paling efektif mengubah manusia agar
terberdayakan, tercerahkan, tersadarkan, dan menjadikan manusia
sebagaimana mestinya manusia. Pada titik yang terakhir, kita akan
menemui berbagai macam pandangan filsafat tentang manusia.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
22
Karenanya, pendidikan berkaitan dengan bagaimana manusia
dipandang. Dalam hal ini, pandangan ilmiah tentang manusia memiliki
implikasi terhadap pendidikan. Ini merupakan wilayah studi
antropologi pendidikan. Antropologi sendiri merupakan ilmu tentang
asal usul, perkembangan, karakteristik jenis (spesies) manusia atau
studi tentang manusia.
Juga banyak aspek lain yang harus kita pahami untuk memahami
makna pendidikan. Arti pendidikan itu sendiri juga menimbulkan
berbagai macam pandangan, termasuk bagaimana pendidikan harus
diselenggarakan dan metode seperti apa yang harus dipakai (Nurani
Soyomukti, 2013: 27-28).
Sebagai proses kehidupan, banyak filsuf dan pemikir
mempertahankan pendidikan dalam maknanya yang luas dan menolak
reduksi pendidikan kedalam arti sempit, seperti pelembagaan
pendidikan melalui sekolah dan kelompok belajar yang terlalu
menekankan pada metode dan pengadministrasian yang kaku. Mereka
berusaha mengenang kembali pendidikan sebagai proses yang alamiah
sekaligus bagian dari kehidupan yang tidak membutuhkan rekayasa.
Konsep-konsep yang dilahirkan misalnya.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
23
1. Long-life Education
Pendidikan seumur hidup bermakna bahwa pendidikan
adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Pendidikan adalah hidup.
Pengalaman belajar dapat berlangsung dalam segala lingkungan
dan sepanjang hayat. Pendidikan adalah segala sesuatu dalam
kehidupan yang mempengaruhi pembentukan berpikir dan
bertindak individu. Kurun waktu kehidupan yang panjang dan
saling berkaitan dengan perubahan-perubahan cara berpikir
masyarakat juga turut menjadi pembentuk seorang individu.
Pendidikan merupakan proses tanpa akhir yang diupayakan
oleh siapapun, terutama (sebagai tanggung jawab) negara. Sebagai
sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran dan ilmu
pengetahuan, pendidikan telah ada seiring dengan lahirnya
peradaban manusia. Dalam hal inilah, letak pendidikan dalam
masyarakat sebenarnya mengikuti perkembangan corak sejarah
manusia. Tidak heran jika R.S Peters dalam bukunya The
Philosophy of Education menandaskan bahwa pada hakikatnya
pendidikan tidak mengenal akhir karena kualitas kehidupan
manusia terus meningkat (Siti Murtiningsih, 2004:3).
Perjalanan sejarah masyarakat telah mencatat perkembangan
yang terus berubah yang akhirnya menciptakan lembaga
pendidikan dalam hubungannya dalam struktur ekonomi, sosial,
dan politik yang berkembang. Pada hubungan antara manusia yang
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
24
belum dilandasi oleh klaim-klaim kepemilikan pribadi, pada zaman
kuno, tidak ada lembaga pendidikan yang dibakukan. Proses
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan seiring
dengan cara kerja manusia dalam memenuhi dan mengembangkan
kebutuhan hidup, yaitu menghadapi alam.
Proses dialektika dengan alam membuat manusia belajar,
belajar, dan mendapatkan pengalaman dari apa yang dialami dalam
berhubungan secara langsung dengan alam. Pengetahuan dan
teknologi meningkat karena proses mengalami dan mengambil
kesimpulan yang kemudian mewariskan pada generasi dan
dikembangkan seiring dengan ditemukannya cara berproduksi yang
baru.
2. Pendidikan Alam
Suatu pandangan bahwa alam kehidupan dengan ruang dan
lingkungannya yang berisi berbagai macam benda-benda dan
melahirkan pengalaman-pengalaman merupakan tempat
pendidikan bagi tiap manusia. Pengalaman akan ruang dan waktu
adalah pendidikan yang baik bagi semua orang. Bentuk kegiatan
adalah apapun yang terentang mulai dari bentuk-bentuk yang
misterius atau tidak disengaja hingga kegiatan-kegiatan yang
terprogram. Jadi, pendidikan berlangsung dalam beraneka ragam
bentuk, pola, dan lembaga. Pendidikan dapat terjadi sembarang,
kapa dan dimana pun dalam hidup. Tujuan pendidikan terkandung
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
25
dalam setiap pengalaman belajar dari alam dan lingkungan. Tujuan
pendidikan adalah pertumbuhan diri, bersama-sama dengan tujuan
hidup manusia.
Pendidikan dalam makna yang luas sebagai proses umum
manusia ini didukung oleh tokoh-tokoh romantik. Disebut aliran
romantisme karena mereka sangat mengenang sejarah pendidikan
lama yang berbarengan dengan alam. Mereka melihat pendidikan
khusus yang direduksi dalam pelembagaan seperti sekolah pada
abad modern ini justru mengasingkan manusia dari kehidupan.
Kaum Humanis romantik seperti John Holt, William Glasser,
Jonathan Kozol, Charles E. Silberman, Herbert Kohl, Neil
Postman, Charles Weingartner, George Leonard, Carl Rogers,
Ivan Illich, John Dewey. Cenderung mendefinisikan pendidikan
dalam arti mahaluas dan mengecam praktik pendidikan disekolah
yang mereka jumpai. Sekolah, menurut mereka justru
mendehumanisasikan kemanusiaan. Mereka, misalnya, mengkritik
pola hubungan antara guru dengan murid yang otoriter dan sekolah
yang memasung perkembangan individualitas.
Sekolah tidak mengembangkan kegiatan belajar ataupun
mengajarkan keadilan, sebab para pendidik lebih menekankan
pengajaran yang sudah dijadikan paket-paket bersama dengan
sertifikat. Disekolah kegiatan belajar dan penentuan peran sosial
dilebur jadi satu. Padahal, belajar berarti memperoleh keterampilan
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
26
atau wawasan baru, sedangkan promosi peran atau jenjang sosial
tergantung pada pendapat yang dibentuk oleh orang-orang lain.
Belajar sering merupakan hasil dari pengajaran, tetapi seleksi untuk
menduduki suatu peran atau jabatan dalam pasar kerja semakin
tergantung pada sekedar lama tidaknya mengikuti pendidikan
disekolah.
Pengajaran adalah pemilihan situasi yang memudahkan
kegiatan belajar. Peran-peran diberikan dengan meramu suatu
daftar syarat yang harus dipenuhi oleh calon kalau dia mau lolos
dan naik kelas. Sekolah mengaitkan pengajaran dan bukan belajar
dengan peran-peran ini. Ini tidak masuk akal dan juga tidak
membebaskan. Tidak masuk akal karena cara ini tidak mengaitkan
kualitas atau kemampuan yang relevan dengan peran, melainkan
hanya mengaitkan proses yang memungkinkan kualitas tersebut
diperoleh dengan peran. Tidak membebaskan ataupun mendidik
karena sekolah menyediakan pengajaran hanya bagi orang-orang
yang telah melewati jenjang-jenjang pendidikan sebelumnya yang
sesuai dengan tolak ukur kontrol sosial yang disepakati.
Kurikulum selalu digunakan untuk menentukan rangking
sosial. Kadang-kadang malahan kedudukan seseorang telah
ditentukan sebelum lahir, karena menempatkan anda pada suatu
kasta tertentu dan silsilah menempatkan anda pada garis ningrat-
aristokrat. Kurikulum bisa berbentuk sebuah penobatan ritual,
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
27
sakral dan susul menyusul. Atau, kurikulum bisa terdiri dari
rangkaian kemahiran berperang atau berburu, atau kenaikan
pangkat lebih tinggi tergantung pada kebaikan hati raja pada zaman
dulu. Kewajiban bersekolah yang bersifat universal dimaksudkan
untuk melepaskan peran sosial dari riwayat hidup pribadi, ini
dimaksudkan untuk memberi setiap orang kesempatan yang sama
untuk jabatan manapun. Bahkan kini banyak orang secara keliru
percaya bahwa sekolah menjamin bahwa kepercayaan publik
tergantung pada prestasi belajar yang relevan. Akan tetapi,
bukannya memberi kesempatan yang sama, sistem sekolah justru
memonopoli distribusi kesempatan tersebut (Ivan Illich, 2008:15-
16).
Lebih jauh, Ivan Illich berpendapat bahwa suatu sistem
penddidikan yang baik harus mempunyai tiga tujuan, yaitu :
a. Memberikan kesempatan pada semua orang agar bebas dan
mudah memperoleh sumber belajar pada setiap saat.
b. Memungkinkan semua orang yang ingin memberikan
pengetahuan mereka kepada orang lain dapat dengan mudah
melakukannya, demikian pula bagi yang ingin
mendapatkannya.
c. Menjamin tersedianya masukan umum yang berkenaan dengan
pendidikan.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
28
Tampaknya pendidikan justru dekat dengan hidup jika ide
Ivan Illich terwujud dalam keseharian. Bayangkan jika ada
masyarakat yang tiap hari, tanpa ada sekolah yang kaku dan
formal, setiap orang yang pengetahuannya lebih matang bisa
menjadi guru. Setiap orang dapat belajar saban waktu dan
dimanapun tempatnya, membicarakan dunia kehidupannya, alam
yang terjadi dengan kontradiksinya, dan masalah sosial yang
tengah melandanya. Bayangkan akan ada banyak guru bagi anak-
anak, dengan mendapatkan pengetahuan dan keteladanan ditempat
manapun berada. Anak menghadapi kawan-kawan yang
menantangnyauntuk bernalar, bersaing tanpa distandardisasi
dengan rapor, bekerja sama, dan memperoleh pengertian bersama.
Apabila anak beruntung, dia akan tampil untuk diperhadapkan
dengan anak yang lebih tua yang berpengalaman dan mampu
membimbing.
Benda-benda, contoh-contoh, kawan-kawan sebaya, dan
orang-orang yang lebih tua adalah empat macam sumber belajar,
yang masing-masing memerlukan cara pengelolaan yang berbeda-
beda, agar dapat menjamin setiap orang mempunyai keleluasaan
untuk memanfaatkannya. Dengan demikian, sekolah manusia
adalah alam.
Dilihat dari maknanya yang sempit pendidikan identik
dengan sekolah. Berkaitan dengan hal ini, pendidikan adalah
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
29
pengajaran yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga
tempat mendidik (mengajar). Pendidikan merupakan segala
pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja (usia
sekolah) yang diserahkan kepadanya (sekolah) agar mempunyai
kemampuan kognitif dan kesiapan mental yang sempurna dan
berkesadaran maju yang berguna bagi mereka untuk terjun
kemasyarakat, menjalin hubungan sosial, dan memikul tanggung
jawab mereka sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
Jadi, cara pandang sempit ini membatasi proses pendidikan
berdasarkan waktu atau masa pendidikan, lingkungan pendidikan,
maupun bentuk kegiatan. Pendidikan berlangsung dalam waktu
yang terbatas, yaitu masa anak dan remaja. Anak-anak yang tidak
masuk sekolah dianggap menakutkan. Bahkan, orang tua takut
terlambat menyekolahkan anaknya. Lingkungan pendidikan pun
diciptakan secara khusus dengan standar dan syarat-syarat bagi
penyelenggaraan pendidikan. Ada ruang kelas, ruang administrasi,
ruang guru, tempat latihan olahraga dan seni, ada laboratorium
untuk melakukan tes dan penelitian.
Bentuk kegiatan mencerminkan isi pendidikan yang disusun
secara terprogram dengan kurikulum. Kegiatan pendidikan
berorientasi pada kegiatan guru sehingga tetaplah guru yang
mempunyai peranan sentral. Kegiatannya terjadwal, waktu, dan
tempatnya sudah ditentukan. Hal yang paling penting, tujuan
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
30
pendidikan ditentukan oleh pihak luar dan ada pembatasan-
pembatasan kemampuan.
Cara pandang sempit terhadap pendidikan ini, menurut
penulis, membawa dampak-dampak buruk sebagai berikut :
a. Karena hampir semua orang menganggap pendidikan dipahami
melalui lembaga sekolah, maka cara berpikir formalistik
merasuk dalam pemikiran orang. Pada akhirnya para orangtua
melihat pendidikan anaknya hanya dapat diandalkan dari
sekolah. Mereka melihat disekolahlah tempat satu-satunya bagi
anak-anaknya untuk memperoleh pengetahuan, pelatihan, dan
pembentukan mental dan karakter. Hal jeleknya adalah
orangtua tidak mau mendidik anaknya karena merasa anaknya
sudah mendapatkan pendidikan disekolah dan tidak
mempedulikan pendidikannya di luar sekolah
b. Sekolah dijadikan satu-satunya lembaga yang sah bagi
masyarakat sebagai jalan meningkatkan mobilitas sosial
vertikalnya. Seakan sudah baku bahwa jika ingin mendapatkan
pekerjaan harus masuk dan lulus sekolah terlebih dahulu.
Syarat formalnya adalah mendapatkan ijazah. Jika tidak, maka
hampir tidak ada pekerjaan yang bisa didapatkannya. Efeknya
sangat buruk, yakni banyak orang memilih jalan pintas, yaitu
tidak mau masuk sekolah, yang penting mendapatkan ijazah.
Tidak heran jika banyak bisnis ijazah atau bisnis pendidikan
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
31
tanpa melibatkan si terdidik dalam proses belajar mengajar.
Tiba-tiba orang tersebut mendapatkan sertifikat dengan jalan
membelinya dengan harga mahal. Gaya berpikir logika-formal
berlawanan dengan pikiran esensial dan dialektis sering
menyesatkan. Padahal formalitas bukanlah esensi. Oleh sebab
itu, ijazah ataupun (keluaran) sekolah tidak menunjukan adanya
mutu. Tidak jarang orang yang bersekolah dengan tingkatan
tinggi, tetapi kecerdasannya rendah, mentalnya rusak,
karakternya kerdil, pengecut, dan jiwanya koruptif. Sekolah
justru akan melahirkan manusia-manusia dehuman yang akan
merampok seluruh potensi kemanusiaan manusia yangg hidup
dalam sebuah komunitas (negara-bangsa).
c. Hal yang dominan kemudian adalah semaraknya komersialisasi
sekolah atau jual beli pendidikan. Yang formal, simbolik, dan
yang kosmetik biasanya merupakan hal yang mudah dijadikan
alat untuk memanipulasi dan selebihnya adalah pertukaran
(yang dalam iklim ekonomi kapitalis) akan menjadi hubungan
komersial. Sekolah mahal artinya hanya orang-orang tertentu
yang bisa memasukinya karena mereka bisa membayar dengan
uang yang lebih besar. Diluar sekolah, namanya bukanlah
pendidikan sehingga dianggap bukan tempat untuk belajar.
Tempat ini diisi oleh anak-anak kaum tak berpunya.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
32
d. Luar sekolah atau alam dunia yang seharusnya bisa
dimanfaatkan untuk proses pendidikan, malah dianggap
sebagai tempat non-pendidikan. Dikarenakan bukan sebagai
tempat pendidikan, akibatnya anak-anak yang tidak dapat
masuk sekolah merasa frustasi. Oleh sebab itu, sebagian besar
lari pada kegiatan-kegiatan negatif, seperti terjun dijalanan
dengan mengemis dan mengamen, mengutuki nasib dirinya,
ada yang lari pada Tuhan, atau memasuki alam pendidikan
mistik dan religi fatalistik. Fatalisme, dan mistik adalah lahan
penyemaian cara berpikir kuno yang membuat masyarakat
harus tunduk pada sesuatu diluarnya dan mudah diatur.
Ideologi kuno ini juga menghalangi masyarakat untuk melihat
situasi secara objektif dan ilmiah. Dikarenakan pengalamannya
tidak didapat dari mengolah pikiran kritis, tetapi langsung
disalurkan dengan dunia atas langit dan dunia gaib (luar dunia
nyata). Oleh sebab itu, yang lahir dari dunia itu biasanya anak-
anak yang mudah diarahkan untuk kepentingan non-manusiawi
dan tindakan tidak masuk akal. Lihatlah, tidak sedikit anak
muda yang mempunyai pikiran bahwa kelompok lain diluar
agamanya adalah salah dan kelompok yang harus dibasmi
mereka dengan senjata bom dan pedang melakukan tindakan
destruktif.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
33
e. Inilah yang terjadi pada era sekarang ini. Logika formal
“nyambung” dengan logika kapitalistik yang berbasis ekonomi
budaya liberal-individualistik. Seharusnya siapapun bisa
belajar, meskipun mereka tidak dapat masuk sekolah. Akan
tetapi, mengapa mereka tidak melakukannya? Dikarenakan
logika formal membuat hampir semua orang beranggapan
bahwa belajar atau mencari pendidikan diluar sekolah itu tidak
berkualitas. Sekolah itu tempat yang indah, bukan karena
tempat belajar saja, melainkan juga didalamnya ada teman-
teman, anak-anak muda yang merayakan eksistensi palsunya.
Disekolahan tempatnya mencari gebetan atau pacar, tempatnya
remaja putri pamer rambut yang baru saja di-rebounding,
pamer mobil untuk menunjukan orangtuanya kaya dan pejabat
tinggi, tempat cantik-cantikan, seksi-seksian, ganteng-
gantengan (macho-machoan), tempat bagi godaan hidup anak
muda disemai menjadi satu dimensi “gaul”, “keren”, dan itu
menjadi bagian dari sekolah.
f. Artinya, jika tidak bersekolah, kecil kemungkinan bagi anak
muda agar dapat menikmati dunia remaja, yang disekolah
sebenarnya lebih banyak mendapatkan pelajaran akademik
yang menekan dan terstandarisasi, dan pada saat yang samajuga
bisa saling berinteraksi untuk menonjolkan eksistensi dirinya
yang telah didesain oleh budaya konsumen kapitalistik. Artinya
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
34
lagi, diluar sekolah, kkegiatan belajar menjadi tidak menarik.
Tidak bersekolah jelas karena miskin. Tetapi, siapakah yang
akan menolong? Diluar sekolahpun tidak ada tempat belajar,
terutama belajar yang terbimbing dan mendapatkan fasilitas.
Celakanya, karena pendidikan oleh pemerintah dianggap
sebagai sekolah, maka diluar sekolah jelas tidak adaa fasilitas.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sendiri yang seharusnya
dipenuhi justru tidak menghasilkan kegiatan apa-apa.
Pendidikan dalam arti sempit yang mereduksi proses
pendidikan menjadi pengajaran ini jelas merupakan manifestasi
dari proses ideologisasi kelas, terutama kelas dominan yang
merupakan penguasa sumber daya ekonomi dalam masyarakat.
Keluaran sekolah tidak akan diabdikan untuk kebersamaan, tetapi
direduksi demi kepentingan pribadi, mencari pekerjaan atau
kesuksesan pribadi dalam persaingan (kapitalistik).
Pendidikan dalam arti sekolah ini kemudian dibutuhkan
berbagai macam metode pengajaran yang dipilih agar efektif dalam
membentuk kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotorik siswa.
Berbagai pendekatan disiplin ilmu pun digunakan untuk membuat
pengajaran mendapatkan manajemen yang tepat guna. Manajemen
ilmiah dibidang pendidikan dibangun untuk menyukseskan proses
pengajaran dilembaga pendidikan.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
35
Pandangan tersebut memang sangat vulgar, menyamakan
anak dan siswa dengan benda dipabrik. Berharap bantuan teknologi
akan lahir manusia hasil rekayasa. Cara pandang inilah yang
kemudian memunculkan banyak reaksi dari para tokoh pendidikan
lainnya di Barat sendiri. Banyak yang menuduh aliran ini sebagai
model pendidikan konservatif karena beririsan dengan
langgengnya masyarakat industrilisasi kapitalis yang mana
kekuasaan kaum modal ingin menguasai anak-anak dan
membentuk generasi melalui sekolah-sekolah yang merekayasa
kurikulum demi kepentingannya. Dari kalangan liberalis dan
progresif, model pendidikan dan sekolah ala Behavioris ini
membahayakan subjektivitas anak-anak dan memasung
perkembangan jiwa mereka.
Aliran psikologi Behavioris sendiri mendapatkan tantangan
dari para psikolog, yang salah satunya melahirkan mazhab lain,
yaitu aliran psikologi humanistik yang salah satu tokohnya yang
terkenal adalah Dr. Abraham Maslow. Aliran ini menyebut dirinya
juga sebagai aliran psikologi Mazhab Ketiga. Artinya, sebagai
sintesis dari dua Mazhab lainnya. Dua Mazhab tersebut adalah
aliran Freudianisme yang menekankan teori instinktivisme dan
Behaviorisme itu sendiri.
Freudianisme dianggap berusaha mereduksi tingkah laku
manusia kedalam ukuran kimiawi atau fisik belaka. Bagi Moslow,
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
36
minat Freud ada pada orang-orang yang mengalami gangguan
mental, sedangkan laboratoriumnya tidak lain adalah pasien-pasien
mentalnya sendiri. Freud dianggap kurang menaruh minat pada
implikasi sosial dari teori-teorinya, meski jumlah karya-karyanya
tidak sedikit. Freud menarik alam bawah sadar dan implikasinya
bagi tingkah laku manusia. Jiwa dilukiskannya sebagai gunung es
yang puncaknya, yaitu bagian yang sadar, merupakan bagian kecil
dibandingkan bagian yang tak tampak, yang merupakan bagian tak
sadar (alam bawah sadar, unconscious mind). Alam bawah sadar
adalah letak insting primitif. Dan, dari asal binatangnya itu
manusia memperoleh aneka dorongan dasar yang bersifat turunan
dan naluriah (instingtif). Freud juga menolak pendidikan moral
sebab menurutnya penyakit mental adalah akibat patokan-patokan
moral yang terlampau tinggi bagi kodrat binatang yang ada pada
manusia.
Abraham Maslow sangat keberatan dengan Sigmund Freud.
Ia terutama menyayangkan Freud yang memusatkan diri pada
penyelidikan tentang orang-orang yang mengalami gangguan
neurotik dan psikotik. Maslow yakin orang tidak akan memahami
penyakit mental sebelum ia mengerti kesehatan mental. Freud,
Hamilton, Hobbes, dan Schopenhauer dianggap sebagai ilmuwan
yang sampai pada kesimpulan masing-masing tentang kodrat
manusia dengan mengamati sifat-sifat buruk manusia dan bukan
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
37
sifat-sifat terbaiknya. Akhirnya, berbeda pula dengan Behavioris,
Maslow mengemukakan keyakinannya bahwa kita dapat belajar
jauh lebih banyak tentang tingkah laku manusia dengan
mempertimbangkan segi-segi subjektif maupun segi-segi
objektifnya. Jika aspek subjektif itu diabaikan, banyak tingkah laku
manusia yang kehilangan maknanya.
Freud dianggap cenderung mengabaikan adanya proses
belajar secara asosiasi dan tingkah laku stimulus-resspon,
sementara kaum Behavioris secaraa dogmatik menolak segala
bentuk naluri, baik atau buruk. Jika tingkah laku manusia,
sebagaimana diyakini kaum Behavioris, hampir seluruhnya berupa
usaha defensif menghilangkan aneka ketegangan baru yang lebih
banyak lagi. Lalu bagaimana mungkin orang menjadi semakin arif
dan semakin baik?Bagaimana mungkin orang memiliki semangat
hidup jika hidup sekadar upaya menghindari ketegangan?Mungkin
terlalu terpukau menyelidiki binatang, kaum Behavioris melupakan
adanya bentuk-bentuk motivasi positif pada manusia, seperti
harapan, kegembiraan, dan optimisme.
Kaitannya dengan pendidikan, selama lima puluhan tahun,
topik tentang potensialitas manusia oleh para peneliti dibidang
ilmu-ilmu sosial dan psikologi Behavioris diabaikan sebagai suatu
fokus kegiatan penelitian. Sementara Maslow menyambut baik
pada penyelidikan yang diarahkan pada penemuan potensialitas
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
38
manusia beserta perkembangannya menuju kehidupan yang lebih
bergairah, lebih kreatif, dan lebih memuaskan secara produktivitas.
Maslow menyetujui eksperimen yang dilakukan oleh Dr. Otto
lewat kelas-kelas dan kelompok eksperimentalnya yang
menekankan pada teknik yang paling produktif, yakni teknik yang
memberi tekanan pada berbagai kemampuan dan pengalaman
positif para peserta. Memberi tekanan pada kekuatan-kekuatan
mereka bukan pada kelemahan mereka.
Dr. Otto menyatakan, Setiap orang mendambakan pengakuan
dan pujian atas tugas yang telah dilaksanakan dengan baik. Dalam
kebudayaan kita yang berorientasi pada pattologi dan masalah,
yang selalu ditonjol-tonjolkan adalah kekurangan, kelemahan,
kesalahan, dan serba ketidaksempurnaan orang. Padahal, hasil tes
psikologis pada anak-anak dengan jelas menunjukan bahwa jika
anak-anak diberi satu kata pujian atau penghargaan disaat mereka
itu sedang kelelahan, maka mereka itu akan segera memperoleh
kekuatan baru. (Kasus-kasus yang tak terbilang banyaknya dapat
disebutkan yang menunjukan bahwa pujian serta bimbingan dari
seorang guru memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah dan
perkembangan hidup seorang anak). Sebaliknya, jika anak-anak
dikecam atau dibuat berkecil hati, kekuatan fisik yang mereka
miliki akan menurun secara dramatis (Goble, 1991:250).
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
39
Penelitian Dr. Otto itu memiliki arti penting bagi Mazhab
Ketiga dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Posisi Abraham
Maslow dalam bidang pendidikan bisa diwakili melalui
pernyataannya.” Saya ingin menunjukan bahwa nilai-nilai spiritual
memiliki makna yang sangat wajar, bahwa nilai-nilai tersebut
bukan merupakan monopoli gereja-gereja, bahwa untuk
mensahkannya tidak diperlukan konsep-konsep adikodrati, bahwa
mereka ada dalam batas yuridiksi ilmu pengetahuan, karenanya
juga merupakan tanggung jawab seluruh umat manusia. Jika
demikian, maka kita harus meninjau kembali kedudukan nilai-nilai
spiritual dan nilai-nilai moral dalam pendidikan. Sebab, nilai-nilai
tidak laggi ddipandang sebagai bidang wewenang khusus gereja,
maka pengajaran nilai-nilai disekolah-sekolah tidak perlu
menghapuskan tembok pemisah antara Gereja dan Negara” (Goble,
1991:250).
Bagi Maslow, pendidikan baik formal maupun non-formal
memainkan peranan penting dalam pengembangan watak.
Pendidikan yang benar harus diarahkan bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak, bukan hanya mengekang dan menjinakannya
demi meringankan beban guru. Maslow mengatakan kita harus
lebih banyak belajar tentang cara menanamkan kekuatan, harga
diri, sikap berani karena benar, sikap tidak menyerah pada
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
40
dominasi dan pemerasan, sikap tidak menyerah pada propoganda
dan ketidakbenaran (Goble, 1991:250).
Pendidikan nasional yang ditetapkan dalam Undang-undang
ini mengungkapkan satu sistem sebagai berikut :
a. Berakar pada kebudayaan nasional dan berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945 serta melanjutkan dan
meningkatkan pendidikan Pedoman Penghayatan dan
Pengalaman Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa).
b. Merupakan satu keseluruhan dan dikembangkan untuk ikut
berusaha mencapai tujuan nasional.
c. Mencakup, baik jalur pendidikan sekolah maupun jalur
pendidikan luar sekolah.
d. Mengatur bahwa jalur pendidikan sekolah terdiri atas 3 (tiga)
jenjang utama, yang masing-masing terbagi pula dalam jenjang
atau tingkatan.
e. Mengatur bahwa kurikulum, peserta didik, dan tenaga
kependidikan terutama guru, dosen, atau tenaga pengajar
merupakan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam
kegiatan belajar mengajar.
f. Mengatur secara terpusat (sentralisasi), namun
penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan
secara tidak terpusat (desentralisasi).
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
41
g. Menyelenggarakan satuan dan kegiatan pendidikan sebagai
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan
pemerintah.
h. Mengatur bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat
berkedudukan serta diperlakukan dengan penggunaan ukuran
yang sama.
i. Mengatur bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang
diselenggarakannya sesuai dengan ciri atau kekhususan
masing-masing sepanjang ciri itu tidak bertentangan dengan
Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan
ideologi bangsa dan negara.
j. Memudahkan peserta didik memperoleh pendidikan yang
sesuai dengan bakat, minat, dan tujuan yang hendak dicapai
serta memudahkannya menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan.
Fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan
kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat
manusia Inddonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan
nasional (Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989).
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indpnesia seutuhnya yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
42
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
(Pasal 4 UU No. 2 Tahun 1989). Sistem Pendidikan Nasional
termasuk dalam kategori sistem buatan manusia, artinya sistem
pendidikan nasional lahir dari suatu usaha sadar yang dirancang,
diatur, dan dilaksanakan secara sengaja dalam rangka mencapai
tujuan nasional pendidikan. Sistem pendidikan nasional
dimunculkan sebagai wahana pembinaan dan pengembangan
bangsa, wahana sistem bagi pendidikan bangsa.
Sistem pendidikan nasional sesuai dengan lingkungannya,
tentulah harus bersifat menyeluruh, semesta dan terpadu yang
membawa implikasi makna yaitu sebagai berikut :
1. Terbukanya pendidikan nasional bagi seluruh rakyat.
2. Beragamnya program pendidikan sesuai kebutuhan-kebutuhan
pendidikan yang hidup dan berkembang dimasyarakat.
3. Terjalinnya totalitas fungsional diantara komponen-komponen
yang berperan didalam upaya pendidikan bangsa.
4. Fungsionalnya sistem pendidikan dengan sistem-sistem lainnya
antara lain sistem politik, ekonomi, pemerintahan, pertahanan,
keamanan, dan sebagainya didalam mengembangkan bangsa
kearah tujuan nasinal kehidupan bangsa dan negara (Sanapiah
Faisal, 1981 :27).
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
43
Adapun corak pembangunan dari sistem pendidikan nasional
yang menyeluruh, semesta dan terpadu tentu saja perlu diikuti
dengan kebijakan politik yang mempunyai kekuatan mengatur
terhadap seluruh abdi negara (Pemerintah dan seluruh warga
negara). Setelah lahir sebagai kebijakan politik,selanjutnya perlu
diterapkan secara konsekuen dan konsisten, sehingga benar-benar
terwujud haluan pendidikan nasional. Dalam hubungan ini, hasil
kerja komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional merupakan salah
satu bahan yang berharga guna memantapkan konsepsi dari sistem
pendidikan nasional yang menyeluruh, semesta, dan terpadu.
Sistem pendidikan nasional Indonesia dewasa ini
menghendaki berlakunya konsep pendidikan seumur hidup, yaitu
konsep pendidikan terpadu yang mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Pendidikan berlangsung dalam seluruh tahapan perkembangan
hidup seseorang, lahir sampai mati pendidikan tidak mengenal
batas usia.
b. Pendidikan mencakup perkembangan semua aspek kepribadian
(fisik, intelektual, afektif, spiritual) dan semua aspek peranan
dalam kehidupan (pribadi, sosial, profesional).
c. Pendidikan melalui berbagai bentuk pengalaman belajar, dan
diselaraskan dengan keragaman individu baik perbedaan dalam
kemampuan, motivasi, maupun kesempatan.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
44
d. Pendidikan terjadi dalam semua pengalaman hidup baik yang
berlangsung dalam bentuk pendidikan formal, informal,
maupun non formal (Redja Mudyanharjo, 1992 : 27).
Ditinjau dari konsep pendidikan seumur hidup, sistem
pendidikan nasional Indonesia terdiri atas tiga subsistem, yaitu
subsistem pendidikan formal, subsistem pendidikan informal, dan
subsistem pendidikan nonformal. Batas antara ketiga subsistem
tersebut tidak jelas, karena sistem pendidikan adalah sistem yang
terbentuk dari rangkaian peristiwa yang terus berkembang. Zahara
Idris mengemukakan Pendidikan Nasional sebagai suatu sistem
adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yang
mempunyai hubungan fungsional dalam rangka membantu
terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku
seseorang sesuai dengan tujuan nasional tercantum dalam Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Fuad Ihsan, 2001 :
115).
Redja Mudyaanharjo dan Waini Rosyidin mengemukakan,
Pendidikan Nasional Indonesia merupakan sistem sosial dan salah
satu sektor dalam keseluruhan kehidupan bangsa yang sedang
membangun. Lalu menurut Katz dan Khan, sistem sosial
merupakan sebuah kesatuan peristiwa, atau kejadian yang
dilakukan sekelompok orang untuk mencapai suatu hasil yang
diharapkan. Sebagai sistem sosial, pendidikan merupakan suatu
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
45
sistem yang terbuka yang oleh Katz dan Khan diberi definisi
sebagai sistem yang memperoleh masukan dari lingkungan dan
memberikan hasil transformasinya kepada lingkungan (Fuad Ihsan,
2001 : 116).
f. Karakter
Penulis paparkan tentang beberapa pengertian karakter itu dari
beberapa sumber literatur yang dikemukakan oleh para ilmuwan,
diantaranya sebagai berikut.
1) Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak
atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus
yang menjadi pendorong dan penggerak, serta yang membedakan
dengan individu lain (Hidayatullah, 2010: 13).
2) Secara bahasa, karakter berasal dari bahasa Yunani, Charassein,
yang artinya mengukir (Munir, 2010: 2).
3) Karakter adalah sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi
secara progresif dan dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan
(Khan, 2010: 1).
4) Karakter atau watak adalah ciri khas seseorang sehingga
menyebabkan ia berbeda dari orang lain secara keseluruhan
(Sastrowardoyo dalam Said, 2011: 11) .
Dari beberapa pengertian karakter di atas sebenarnya dapat
disimpulkan bahwa karakter itu dapat berbeda jauh dengan pengertian
budi pekerti dan juga akhlak bahkan dapat diartikan sama antara
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
46
karakter, budi pekerti dengan akhlak. Hal ini dikuatkan dengan
pendapatnya Sa‟aduddin dalam Hidayatullah (2010: 11), yang
mengemukakan bahwa akhlak mengandung beberapa arti, antara lain ;
tabi‟at, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa
dikehendaki dan tanpa diupayakan, dapat berarti adat, yaitu sifat dalam
diri yang diupayakan manusia melalui latihan yakni berdasarkan
keinginannya dan juga dapat diartikan watak cakupannya meliputi hal-
hal yang menjadi tabi‟at dan hal-hal yang diupayakan hingga menjadi
adat. Dengan kata lain pengertian karakter, akhlak, moral dan budi
pekerti tidak memiliki perbedaan yang signifikan, sehingga menurut
Munir (2010: 5), karakter itu dapat dibentuk, jika karakter bukan
merupakan seratus persen turunan dari orang tuanya, namun jika gen
hanyalah salah satu faktor pembentuk karakter, kita akan menyakini
bahwa karakter bisa dibentuk semenjak lahir, jadi disini peran orang
tua sangat besar dalam pembentukan karakter.
Timbul pertanyaan yang menarik berdasarkan pengertian
karakter di atas yaitu dapatkah karakter itu dirubah dari diri seseorang
pada umumnya dan remaja pada khususnya. Munir (2010: 9),
menjelaskan jika karakter diartikan sebagaimana asalnya, yakni
Charassein, tentunya akan sulit untuk dirubah, namun jika menilik
bahwa karakter bisa dibentuk atau dibangun, ia pasti dapat dirubah.
Sebab pembangunan dan pembentukan itu sendiri sejatinya adalah
perubahan. Hanya saja, jika bangunan itu adalah bangunan yang
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
47
kokoh, buutuh waktu lama dan energi yang tidak sedikit untuk
mengubahnya.
g. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru
dan berpengaruh kepada karakter siswa yang di ajarnya (Samani, 2012:
43).
Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja
untuk mengembangkan karakter yang baik (good character)
berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara
objektif baik bagi individu maupun masyarakat. Sedikitnya, ada empat
alasan mendasar mengapa sekolah pada masa sekarang perlu lebih
bersungguh-sungguh menjadikan dirinya tempat terbaik bagi
pendidikan karakter. Keempat alasan itu adalah.
a. Karena banyak keluarga (tradisional maupun non tradisional) yang
tidak melaksanakan pendidikan karakter.
b. Sekolah tidak hanya bertujuan membentuk anak yang cerdas, tetapi
juga anak yang baik.
c. Kecerdasan seorang anak hanya bermakna manakala dilandasi
dengan kebaikan.
d. Karena membentuk anak didik agar berkarakter tangguh bukan
sekadar tugas tambahan bagi guru, melainkan tanggung jawab yang
melekat pada perannya sebagai seorang guru (Saptono, 2011: 23-
24).
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
48
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengajarkan kebiasaan
cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan
bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat dan bernegara dan
membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat di
pertanggung jawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter
mengajarkan anak didik berpikir cerdas, mengaktivitas otak tengah
secara alami (Khan, 2010: 1).
2. Teori dan Pendekatan
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang
melibatkan aspek teori pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan
tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak
akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis
dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter seorang anak akan menjadi
cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam
mempersiapkan anak menyongsong masa depan. Dengan kecerdasan
emosi seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam
tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis (Muslich,
2011: 29).
Menurut Hidayatullah (2010:39), bahwa strategi pendidikan karakter
dapat dilakukan dengan melalui sikap-sikap sebagai berikut.
1) Keteladanan
Begitu pentingnya keteladanan sehingga Tuhan menggunakan
pendekatan dalam mendidik umatnya melalui metode yang harus dan
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
49
layak dicontoh. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keteladanan
merupakan pendekatan pendidikan yang paling ampuh. Setidaknya ada
3 unsur agar seseorang dapat diteladani atau menjadi teladan, yaitu.
a. Kesiapan untuk dinilai
b. Memiliki kompetensi minimal
c. Memiliki integritas moral
Dalam pendidikan karakter tugas seorang guru selaku pendidik
amat sangat penting sekali, menurut Musbikin (2010: 35), bahwa salah
satu tugas khusus seorang guru adalah harus tampil sebagai teladan
atau panutan yang baik dihadapan murid-muridnya.
2) Penanaman kedisiplinan
Kedisiplinan menjadi alat yang ampuh dalam mendidik karakter.
Banyak orang sukses karena menegakkan kedisiplinan. Sebaliknya,
banyak upaya membangun sesuatu tidak berhasil karena kurang atau
tidak disiplin. Penegakan kedisiplinan antara lain dapat dilakukan
dengan beberapa cara, seperti peningkatan motivasi, pendidikan dan
latihan, kepemimpinan, penerapan penghargaan dan hukuman dan
penegakan aturan.
3) Pembiasaan
Anak memiliki sifat yang paling senang meniru. Orang tuanya
merupakan lingkungan terdekat yang selalu mengitarinya dan
sekaligus menjadi idolanya. Bila mereka melihat kebiasaan baik dari
ayah dan ibunya, maka mereka pun akan dengan cepat mencontohnya.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
50
Orang tua yang berperilaku buruk akan ditiru perilakunya oleh anak-
anak. Anak-anak pun paling mudah mengikuti kata-kata yang keluar
dari mulut orang tuanya.
4) Menciptakan suasana yang kondusif
Pada dasarnya tanggung jawab pendidikan karakter ada pada semua
pihak yang mengitarinya, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat,
maupun pemerintah. Maka menciptakan suasana yang kondusif di
lingkungan mana saja merupakan upaya membangun kultur atau
budaya yang memungkinkan untuk membangun karakter.
5) Integrasi dan internalisasi
Pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai,
karena pendidikan karakter harus mewarnai seluruh aspek kehidupan
dan terintegrasi, karena pendidikan karakter memang tidak dapat
dipisahkan dengan aspek lain dan merupakan landasan dari seluruh
aspek kehidupan. Untuk itu diperhatikan pembiasaan diri untuk masuk
kedalam hati agar tumbuh dari dalam. Pentingnya pendidikan atau
pembelajaran terintegrasi atau terpadu didasarkan pada beberapa
asumsi dan dasar pemikiran sebagai berikut.
a. Fenomena yang tidak berdiri sendiri, maksudnya fenomena yang
ada di dalam kehidupan dan di lingkungan kita selalu terkait
dengan fenomena atau aspek yang lain.
b. Memandang objek sebagai suatu keutuhan, dalam memandang dan
mengkaji suatu objek harus secara utuh dan tidak secara parsial.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
51
c. Tidak dikolomi, jika objek dipandang sebagai fenomena yang tidak
berdiri sendiri dan sekaligus merupakan suatu keutuhan, maka
objek tidak dapat dipisahkan (Asmani, 2011: 50).
Bila berbicara mengenai pendidikan (edukasi) di museum, maka
tidak dapat dipisahkan dari teori yang mendasarinya. Hein dalam bukunya
yang berjudul Learning in the Museum menjelaskan bahwa teori
pendidikan (edukasi) terdiri atas teori belajar (learning theories) dan teori
pengetahuan (theories of knowledge) (Hein, 1998:16). Ada dua pandangan
yang saling berlawanan dalam teori pengetahuan, yang pertama
berpendapat bahwa pengetahuan itu berada di luar atau terpisah dari diri si
pelajar, pandangan ini disebut dengan realisme. Sementara itu, lawan dari
realisme, yaitu idealisme menyatakan bahwa pengetahuan itu berada
dalam pikiran dan dibangun oleh si pelajar (Hein, 1998:17 – 18; 1994;73 –
74; 1995:21; Hooper-Greenhill, 1994:68). Dua pendapat tersebut dapat
digambarkan dalam sebuah kontinum seperti berikut.
Gambar 2.1 Teori Pengetahuan
(Sumber: Hein, 1995:21)
Selanjutnya, teori belajar yang mendasari pemikiran mengenai
bagaimana seseorang belajar juga terdiri atas dua pandangan yang berbeda.
Pandangan yang pertama berasumsi bahwa belajar terdiri atas asimilasi
Teori Pengetahuan
Pengetahuan
berada terpisah
dari pelajar
(Realisme)
Pengetahuan berada
dalam pikiran,
dibangun oleh
pelajar (Idealisme)
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
52
incremental dari berbagai informasi, fakta dan pengalaman, hingga
akhirnya menghasilkan pengetahuan (behaviorisme). Sementara itu,
menurut konstruktivisme, belajar terdiri atas seleksi dan organisasi data
yang relevan dari pengalaman, dalam hal ini mereka meyakini bahwa
orang belajar dengan membentuk pengetahuannya (Hein, 1998: 21 – 23;
1994:74; Hooper-Greenhill, 1994:21). Seperti teori pengetahuan, teori
belajar ini juga dapat ditampilkan dalam kontinum seperti berikut:
Gambar 2.2 Teori Belajar
(Sumber: Hein, 1995:25)
Behaviorisme berpendapat bahwa Guru memiliki 2(dua) tanggung
jawab, yang Pertama Guru harus memahami struktur subjek pengetahuan
yang akan diajarkan. Banyak karya intelektual barat sejak Renaissance
dikhususkan untuk mengelaborasi sistematis pengetahuan dengan asumsi
bahwa skema yang dihasilkan secara independen dari pikiran yang
terorganisir itu. Karya intelektual ini berusaha untuk mengembangkan
hukum yang mengatur pergerakan tata surya, klasifikasi tanaman dan
hewan, atau aturan untuk organisasi masyarakat dalam semua kondisi.
Tanggung jawab Kedua Guru menyajikan pengetahuan yang diajarkan
tepat, sehingga siswa dapat belajar. Dengan demikian, ada urutan logis
Belajar secara incremental
Belajar dengan
ditambahkan sedikit
membangun
demi sedikit (behaviorisme)
Belajar dengan
membangun makna
(Konstruktivisme) Teori Belajar
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
53
dari mengajar ditentukan oleh subjek yang akan diajarkan membuatnya
mudah untuk belajar.
Konstruktivisme berpendapat bahwa baik pengetahuan yang telah
diperoleh tergantung pada pikiran peserta didik. Dimana pada saat mereka
belajar, mereka tidak hanya menambahkan fakta baru untuk apa yang
dikenal dan menciptakan pemahaman dan kemampuan untuk belajar saat
mereka berinteraksi dengan dunia.
Oleh Hooper-Greenhil, dua pendekatan pada teori pengetahuan dan
teori belajar ini dapat mendukung interpretasi peran dari pengajar. Jika kita
berpikir bahwa pengetahuan berada di luar diri orang yang belajar, dan
proses belajar tersebut menjadi bagian dari pengetahuan, maka tugas bagi
pengajar adalah untuk mengirimkan pengetahuan itu kepada orang yang
belajar. Orang yang belajar dianggap sebagai „botol kosong yang harus
diisi‟, pasif dan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan oleh
pengajar. Sementara jika kita berpikir bahwa pengetahuan dihasilkan oleh
orang yang sudah memiliki pengetahuan tersebut, dan prosesnya sebagai
aktivitas pikiran dengan kerangka sosial budaya, maka peran pengajar
adalah sebagai fasilitator (Hooper-Greenhill, 1994:68).
Dalam pandangan konstruktivis, peran edukator di museum adalah
untuk memfasilitasi cara belajar aktif lewat penanganan objek dan diskusi,
yang dihubungkan dengan pengalaman konkret. Dalam konteks edukasi di
museum, dengan didasarkan pada paradigma konstruktivis, museum atau
edukator dapat bertindak sebagai fasilitator. Walaupun demikian, pihak
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
54
museum dapat menggunakan cara didaktik sebagai aspek lain dalam
hubungannya dengan publiknya (Hooper-Greenhill, 1994:68).
Berdasarkan konsep dan teori pendidikan (edukasi) di museum
tersebut, maka dalam penentuan strategi edukasinya, museum dapat
menggunakan strategi belajar aktif (active learning) yang dapat melibatkan
seluruh indra dan pengalaman pengunjung lewat konsep edutainment.
Dalam pelaksanaannya, dan dalam rangka memperluas akses masyarakat,
museum dapat menerapkan strategi edukasi di dalam dan di luar museum,
atau bahkan perpaduan keduanya. Dengan cara ini, diharapkan museum
dapat membuat strategi edukasi dengan tepat, yang dapat menjangkau
semua lapisan masyarakat.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Sejarah Lokal. Metode yang
digunakan adalah metode sejarah kritis. Metode sejarah itu sendiri merupakan
sekumpulan prinsip dan aturan yang memberikan bantuan secara efektif
dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan sejarah, menilai secara kritis, dan
kemudian menyajikan suatu sintesis dan hasil-hasilnya dalam bentuk ilmiah
(Gottschalk, 1975:34).
Untuk menelaah Peranan Museum Soesilo Soedarman Terhadap
Pendidikan Tahun 2000-2013 digunakan metode sejarah. Dalam metode
sejarah langkah-langkah penelitian terdiri dari 4 tahap, yaitu Heuristik atau
Pengumpulan Sumber, Kritik Sumber baik Kritik Intern maupun Ekstern,
Interpretasi, dan Historiografi atau Penulisan.
Sehubungan dengan metode penelitian tersebut, kegiatan penelitian ini
diawali dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berupa literatur,
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
55
dokumen yang berbentuk Militair Journal serta wawancara dengan pengelola
museum dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan Soesilo
Soedarman.
Kritik sumber dilakukan secara objektif, yaitu menyelidiki sumber-
sumber sejarah secara cermat dan menekankan pada sumber primer sehingga
diperoleh data yang akurat. Kritik Ekstern , melalui tahap ini dapat diperoleh
sumber yang dikehendaki, artinya otentik tidaknya atau sejati tidaknya suatu
sumber. Asli atau tidaknya sumber, Artinya setelah dianalisa sumber itu asli
atau turunan.Utuh tidaknya sumber, artinya kritik teks untuk mengetahui
bagaimana sesungguhnya keutuhan (Otentisitas) isi sumber asli. Kritik Intern
mulai bekerja setelah kritik ekstern selesai menentukan bahwa sumber yang
dihadapi memang sumber yang dicari. Kritik Intern harus membuktikan
bahwa kesaksian yang diberikan oleh suatu sumber dapat dipercaya.
Buktinya diperoleh dengan cara penilaian Intrinsik terhadap sumber-
sumber dan membandingkan kesaksian dari berbagai sumber. Interpretasi
fakta dilakukan dengan menghubungkan data dari sumber tertulis dengan data
hasil wawancara. Penyajian merupakan kegiatan penulisan sejarah dalam
bentuk publikasi hasil Interpretasi data dengan menggunakan prinsip-prinsip
historiografi (Notosusanto, 1978:39-40).
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman mengenai isi pembahasan laporan ini,
maka penulis membuat sistematika penulisan pada laporan Tugas Akhir
sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
56
Dalam bab ini meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori dan
Pendekatan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II Latar Belakang Pendirian Museum Soesilo Soedarman
Menguraikan tentang Perjalanan Hidup Soesilo Soedarman, latar
belakang berdirinya Museum Soesilo Soedarman, dan Fungsi Museum
Soesilo Soedarman.
BAB III Peranan Museum Soesilo Soedarman terhadap Pendidikan Karakter
Pada bab ini menguraikan tentang Peranan Museum Soesilo
Soedarman terhadap Pendidikan Karakter
BAB IV Hambatan apa saja yang dihadapi oleh pihak Pengelola dan
bagaimana cara mengelolanya
BAB V Penutup
Merupakan bab terakhir yang berisi penutup dan didalam penutup ini
akan diuraikan kesimpulan dari uraian yang telah dibahas dalam bab-bab
sebelumnya, serta menguraikan saran yang bermanfaat bagi pengembangan
Museum Soseilo Soedarman.
Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014