1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 adalah
meningkatkan kesadaran, keamanan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal, terciptanya masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia yang ditandai dengan perilaku yang sehat dan
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang optimal
di seluruh Indonesia (Depkes, RI, 2010).
Salah satu permasalahan gizi yang tergolong klasik di Indonesia sampai
saat ini belum dapat ditanggulangi secara tuntas adalah masalah gizi kurang
atau lebih dikenal dengan Kurang Energi Protein (KEP). Jumlah balita yang
kekurangan gizi di Indonesia saat ini sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut
merupakan 4,5 persen dari jumlah balita Indonesia, yakni 23 juta jiwa.
Jumlah kasus balita gizi buruk di Aceh pada tahun 2012 mencapai 427 kasus.
Dari jumlah tersebut, angka tertinggi berasal dari Kabupaten Aceh Tamiang
yaitu 96 kasus, Aceh Utara 54 kasus, Pidie 48 kasus, Bireuen 35 kasus dan
Langsa 36 kasus. Sisanya terbagi di beberapa kabupaten seperti Simeulue,
Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Lhokseumawe dan beberapa kabupaten lain.
Berdasarkan Laporan Kinerja Kegiatan Pembinaan Gizi Tahun 2011
diketahui bahwa jumlah balita gizi buruk yaitu di Kabupaten Aceh Besar
sebanyak 19 orang.
Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF
merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk mencapai
1
2
tumbuh kembang optimal pada anak, yaitu : (1) memberikan air susu ibu
kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, (2) memberikan
hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir
sampai bayi berusia 6 bulan, (3) memberikan makanan pendamping air susu
ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan (4)
meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.
Rekomendasi tersebut menekankan, secara sosial budaya MP-ASI hendaknya
dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah
setempat (indigenous food) (Azwar, 2007).
Melalui penerapan perilaku Keluarga Sadar Gizi, keluarga didorong
untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan
dan memberikan MP-ASI yang cukup dan bermutu kepada bayi dan anak usia
6-24 bulan. Bagi keluarga mampu, pemberian MP-ASI yang cukup dan
bermutu relatif tidak bermasalah. Pada keluarga miskin, pendapatan yang
rendah menimbulkan keterbatasan pangan di rumah tangga yang berlanjut
kepada rendahnya jumlah dan mutu MP-ASI yang diberikan kepada bayi dan
anak (Depkes, 2006).
Pemberian MP-ASI berarti memberikan makanan lain sebagai
pendamping ASI yang diberikan pada bayi dan anak usia 6 sampai 24 bulan.
MP-ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan
optimal. MP-ASI diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak, melalui
dari MP-ASI jenis lumat, lebik samapai anak menjadi terbiasa dangan
makanan keluarga. Di samping MP-ASI, pemberian ASI terus dilanjutkan
3
sebagai sumber zat gizi dan faktor pelindung penyakit hingga mencapai anak
usia dua tahun atau lebih (Kemenkes, 2012)
Program perbaikan gizi yang bertujuan meningkatkan jumlah dan mutu
MP-ASI, diantaranya dapat dilakukan dengan pemberian MP-ASI kepada
bayi dan anak usia 6–24 bulan dari keluarga miskin. Secara umum terdapat
dua jenis MP-ASI yaitu hasil pengolahan pabrik atau disebut dengan MP-ASI
pabrikan dan yang diolah di rumah tangga atau disebut dengan MP-ASI lokal.
Studi-studi di banyak negara berkembang mengungkapkan bahwa penyebab
utama terjadinya gizi kurang dan hambatan pertumbuhan pada anak-anak usia
3-15 bulan berkaitan dengan rendahnya pemberian ASI dan buruknya praktek
pemberian makanan pendamping ASI (Shrimpton, 2001).
Penelitian lain yang mendukung seperti yang dilakukan oleh Maulida
(2009) tentang ”faktor-faktor yang Berhubungan dengan Praktik Pemberian
MP-ASI Lokal pada Balita Usia 6 sampai 24 bulan di Kota Semarang”. Hasil
uji korelasi diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan pengetahuan ibu,
sikap ibu, dan sumber informasi dengan praktik pemberian MP-ASI lokal,
sedangkan tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga,
dukungan sosial, dan budaya pemberian makanan tidak ada hubungan dengan
praktik pemberian MP-ASI lokal.
Pemberian makanan pendamping ASI pada bayi sangat dipengaruhi
oleh pengetahuan ibu. Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
4
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Berdasarkan data awal yang didapatkan dari Puskesmas Blang Bintang,
jumlah bayi 6 - 24 bulan adalah 321 orang yang terdiri dari 125 orang bayi
berat badan kurang.
Salah satu permasalahan dalam pemberian makanan pada bayi adalah
terhentinya pemberian ASI dan pemberian MP-ASI yang tidak cukup. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh pola MP-ASI yang diberikan (Depkes, RI, 2000).
Kurangnya asupan zat gizi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang
MP-ASI, dan perilaku terhadap pemberian jenis MP-ASI yang diberikan. Saat
ini selain MP-ASI yang dibuat sendiri juga telah banyak digunakan MP-ASI
komersial/pabrikan atau kombinasi antara MP-ASI tradisional dan MP-ASI
pabrikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 ibu yang mempunyai bayi
diatas 6 bulan di Wilayah Puskesmas Blang Bintang diketahui 7 dari 10 ibu-
ibu yang memberikan pisang dikerok dan bubur tim, dan 3 orang lainya
memberikan bubur instan yang mereka diperoleh dari warung-warung
terdekat. Mereka menyebutkan bahwa pemberian makanan tersebut dilakukan
sebanyak 2 kali sehari dan tidak menggunakan takaran, hanya memberikan
sesuka bayi sampai bayi tersebut kenyang. Kurangnya pengetahuan ibu dapat
berpengaruh terhadap status gizi bayi pada umur 6 – 24 bulan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini
ditentukan judul: “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ibu
5
Terhadap Status Gizi Bayi Umur 6 – 24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasakan latar belakang yang telah diuraikan, dirumuskan masalah
penelitian: “Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengetahuan ibu
terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu terhadap
status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang
Bintang Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemberian ASI terhadap status
gizi bayi umur 6 – 24 bulan
b. Untuk mengetahui pengaruh jumlah Pemberian Makanan Pendamping
Air Susu Ibu (MP-ASI) terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
c. Untuk mengetahui pengaruh jenis Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI) terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
d. Untuk mengetahui pengaruh komposisi bahan sumber zat gizi pada
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) terhadap status gizi
bayi umur 6 – 24 bulan
6
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Puskesmas Blang Bintang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak
puskesmas dalam melakukan intervensi dan pemantauan ke Posyandu-
posyandu berkaitan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI) bagi ibu-ibu yang baru menyusui.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan
dan sebagai pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah didapat
dibangku kuliah, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan ibu tentang status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini sudah pernah dilakukan oleh Sri Khayati (2010) tentang
Faktor yang berhubungan dengan status gizi balita pada keluarga Buruh Tani di
Desa Situwangi Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara. Variabel penelitian
terdiri dari tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, status pekerjaan
ibu, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, kepemilikan lahan atau tanah
pertanian, pemanfaatan lahan pekarangan, penyakit infeksi, tingkat konsumsi
energi dan protein dengan status gizi balita. yang membedakan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah variabel independen. Sedangkan
persamaannya adalah status gizi (variabel dependen)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau
kelompok- kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi
dan zat-zat energi lain yang belum diperoleh. Dari pangan dan makanan yang
dampak fisiknya dapat diukur secara antropometri (Suhardjo, 2003).
Sedangkan menurut Supariasa, status gizi adalah keadaan akibat dari
keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-
zat gizi dalam seluler tubuh. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentukvariabel tertentu atau perwujudan dan nutritur
dalam bentuk variabel tertentu.
Status gizi merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi dan
dapat dimonitor dari pertumbuhan fisik anak. Perlu dipahami bahwa antara
status gizi dan indikator status gizi terdapat suatu perbedaan yaitu indikator
tidak hanya merefleksikan status gizi tetapi juga dapat memberikan refleksi
terhadap pengaruh-pengaruh faktor non gizi (Ahmad, 2009).
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Status gizi balita dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat
komplek dan saling terkait, akan tetapi faktor yang secara langsung dapat
mempengaruhi gizi balita adalah intik makanan dan penyakit infeksi.
Adanya ketidakseimbangan dalam mengkonsumsi zat gizi dari segi
7
8
kualitas dan kuantitas akan menimbulkan masalah gizi, karena makanan
yang baik merupakan dasar utama bagi kesehatan. Makanan adalah unsur
terpenting pada masa sekarang dan akan mempengaruhi kondisi kesehatan
di masa mendatang (Abunain, 2000).
Riyadi (2001) membagi determinan status gizi anak kedalam 3
level penyebab, yaitu determinan langsung (immediate determinants),
determinan tidak langsung (underlying determinants), dan determinan
dasar (basic determinants). Determinan langsung dari status gizi anak
merupakan faktor yang terdapat pada level individu (level paling mikro).
Determinan langsung ini adalah intik makanan (energi, protein, lemak dan
mikronutrien) dan status kesehatan. Kedua faktor ini sebenarnya saling
tergantung satu dengan yang lainnya (Riyadi, 2001).
Seorang anak dengan intik makanan kurang akan lebih rentan
terhadap penyakit. Sebaliknya, penyakit tertentu akan menekan nafsu
makan (appetite), menghambat penyerapan zat gizi, dan meningkatkan
kebutuhan energi anak. Jumlah mutu intik makanan harus cukup.
Sedangkan yang termasuk determinan tidak langsung antara lain adalah
ketahanan pangan, perawatan ibu dan anak yang cukup, lingkungan
kesehatan yang tepat, termasuk pelayanan kesehatan. Faktor kunci yang
mempengaruhi semua determinan tidak langsung adalah kemiskinan
(Riyadi, 2001).
Karyadi dan Susanto (2006) menyebutkan bahwa masih relatif
tingginya masalah gizi masyarakat menunjukkan bahwa aspek kemampuan
9
ekonomi (daya beli) berpengaruh paling dominan dalam timbulnya
masalah gizi masyarakat, disamping fakor kurangnya kesadaran akan gizi,
kondisi sanitasi lingkungan dan keterbatasan akses pelayanan kesehatan
bagi masyarakat kurang mampu.
2. Penilaian Status Gizi
Untuk menentukan status gizi seseorang, dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu :
a. Cara Konsumsi Pangan
Penilaian konsumsi pangan merupakan cara penilaian keadaan / status
masyarakat secara tidak langsung. Informasi tentang konsumsi pangan
dapat dilakukan dengan cara survey dan akan menghasilkan data yang
kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif akan deketahui jumlah dan
jenis pangan yang dikonsumsi.
b. Cara Biokimia
Beberapa tahapan perkembangan kekurangan gizi dapat diidentifikasi
dengan cara biokimia dan lazim disebut cara laboratorium. Dengan
demikian, cara biokimia dapat digunakan mendeteksi keadaan defisiensi
subklinis yang semakin penting dalam era pengobatan preventif. Metode
ini bersifat sangat obyektif, bebas dari faktor emosi dan subyektif lain
sehingga biasanya digunakan untuk melengkapi cara penilaian status gizi
lainnya.
10
c. Cara Antropometri
Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara
luas dalam penelitian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan
kronik antara energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua
dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi
tubuh mencakup komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak
tubuh (non-fat mass) (Yayuk Farida, 2004). Antropometri sebagai
indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia antara
lain; umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala,
lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa,
2002). Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara parameter disebut indek antropometri, terdiri dari :
1) Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan
gambaran massa tubuh yang sangat sensitif terhadap perubuhan-
perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit
infeksi, maka nafsu makan atau jumlah makan yang dikonsumsi akan
berkurang dan akan mengakibatkan menurunnya berat badan.
Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U
lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional
status).
11
2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Perubahan tinggi badan tidak seperti
berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi
dalam jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan akan nampak dalam jangka waktu relatif lama. Berdasarkan
karakteristik tersebut, maka indeks ini menggambarkan status gizi
masa lalu.
3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB
merupakan indeks yang independent terhadap umur. Penilaian ini lebih
peka daripada penilaian berdasarkan berat badan menurut umur.
4) Lingkar Lengan Atas menurut Umur (LILA/U)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan jaringan lemak bawah kulit. Lingkar Lengan atas
berkolerasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. LILA merupakan
parameter antropometri yang sangat sederhana dan mudah dilakukan
oleh tenaga bukan profesional. LILA sebagaimana dengan berat badan
merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat.
Indeks LILA sulit untuk melihat perkembangan anak.
12
5) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Masalah kekurangan dan kelebihan pada gizi orang usia 18 tahun
keatas merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko
penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas
kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tertentu perlu
mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Dalam hal ini
indeks massa tubuh digunakan untuk melakukan pengukuran.
6) Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur
Pengukuran tebal lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan
lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh,
misalnya pada bagian lengan atas triseps dan biseps, lengan bawah
(foream), tulang belikat (subscapular), dan pertengahan tungkai bawah
(medial calf). lemak tubuh dapat diukur secara mutlak dinyatakan
dalam kilogram maupun secara perkiraan dinyatakan dalam persen
tubuh total.
7) Rasio Lingkar pada Pinggul
Pengukuran lingkar pinggang dan pimggul harus dilakukan oleh
tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus tepat (Supariasa, 2002).
d. Cara Klinis
Riwayat medis dan pengujian fisik merupakan metode klinis yang
digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda pengamatan yang dibuat dokter
dan gejala-gejala manifestasi yang dilaporkan oleh pasien yang
berhubungan dengan manifestasi. Tanda-tanda dan gejala-gejala ini sering
13
tidak spesifik dan hanya berkembang selama tahap deplesi (pengosongan
cadangan zat gizi dalam tubuh) yang sudah parah. Karena alasan tersebut,
diagnosis defisiensi gizi tidak mengandalkan hanya pada metode klinis,
oleh karena itu, metode laboratorium harus digunakan sebagai pelengkap
metode klinis (Yayuk Farida, 2004)
Penelitian yang dilakukan oleh Rosita (2001) mengenai “hubungan
pengetahuan ibu tentang pola makanan sapihan, tingkat kecukupan energi dan
protein dengan status gizi anak umur 3-24 bulan (studi di kelurahan Ngalian
Kota Semarang)”, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: 1) Tidak ada
hubungan bermakna dari pengetahuan ibu tentang pola makanan sapihan dan
tingkat kecukupan energi dengan status gizi anak; dan 2) Ada hubungan
bermakna dari tingkat kecukupan energi dengan status gizi anak.
B. Makanan Pendamping ASI
Makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan yang
diberikan pada bayi disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai
umur 6-24 bulan (Aritonang, 2006). Untuk menyesuaikan kemampuan bayi
terhadap makanan tersebut maka pemberian MP-ASI dilakukan secara bertahap,
baik bentuk, jumlah maupun macam (Aritonang, 2004).
Saat ini dikenal beberapa jenis MP ASI diantaranya adalah pisang lumat
halus, pepaya lumat, air jeruk manis, tomat saring, dan bubur susu (Soetjiningsih,
2001). Didalam pengaturan makanan untuk bayi ini terdapat dua tujuan. Pertama
adalah memberikan zat gizi bagi kebutuhan hidup yaitu untuk pemeliharaan dan
perkembangan fisik atau psikomotorik, serta melakukan aktifitas fisik. Dan kedua
14
adalah untuk mendidik kebiasaan makan yang baik. Makanan untuk bayi dan
anak haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut yaitu : memenuhi
kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai umur, susunan hidangan disesuaikan
dengan menu seimbang, bahan makanan setempat dan kebiasaan makan
(Supariasa, 2008).
Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi diberikan pada bayi/ anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
Makanan pendamping ASI diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan.
Semakin meningkat umur bayi/ anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah
untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi
kebutuhan gizi (Depkes RI, 2005).
Makanan pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke
makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian makanan pendamping ASI harus
dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan
kemampuan pencernaan bagi bayi/ anak. Pemberian makanan pendamping ASI
yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini (Depkes RI,
2005).
Pemberian MP-ASI berarti memberikan makanan lain sebagai
pendamping ASI yang diberikan pada bayi dan anak usia 6 sampai 24 bulan. MP-
ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang dapat mememnuhi kebutuhan
gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan optimal. MP-ASI
diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak, mulai dari MP-ASI jenis
15
lumat, lembik sampai anak menjadi terbiasa dengan makanan keluarga. Di
samping MP-ASI, pemberian ASI terus dilanjutkan sebagai sumber zat gizi dan
faktor pelindung penyakit hingga anak mencapai anak usia dua tahun atau lebih.
Tujuan pemberian makanan tambahan adalah sebagai komplemen terhadap
ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein dan zat-zat gizi lainnya (vitamin
dan mineral) untuk tumbuh dan berkembang. Penting untuk diperhatikan agar
pemberian ASI dilanjutkan terus selama mungkin, karena ASI memberikan
sejumlah energi dan protein yang bermutu tinggi. Untuk mengajarkan anak
mengunyah dan terbiasa dengan makanan baru, pertama-tama berikan satu atau
dua sendok teh makanan tmbahan (weaning foods).
Pola makan bayi dan anak dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Berapa banyak makanan diberikan kepada anak
Usia Bentuk Makanan Berapa kali sehari Berapa banyak setiap
kali makan
6-8 bulan a. ASI
b. Makanan Lumat
(bubur lumat,
sayuran, daging
dan buah yang
dilumatkan,
makanan yang
dilumatkan,
biskuit dan lain-
lain
a. Teruskan
pemberian ASI
sesering
mungkin
b. Makanan lumat
2-3 kali sehari
c. Makanan
selingan 1-2 kali
sehari (just buah,
biskuit)
2-3 sendok makan secara
bertahap bertambah
hingga mencapai 1/2
gelas atau 125 cc setiap
kali makan
9-11 bulan a. ASI
b. Makanan lembik
atau dicincang
yang mudah
ditelan anak
c. Diberi makanan
selingan yang
dapat dipegang
anak diberikan di
antara waktu
a. Teruskan
pemberian ASI
b. Makanan lembik
3-4 kali sehari
c. Makanan
selingan 1-2 kali
sehari
1/2 gelas/mangkuk atau
125 cc
16
makan lengkap
12-24 bulan a. Makanan
keluarga
b. Makanan yang
dicincang atau
dihaluskan jika
diperlukan
c. ASI
a. Makanan
keluarga 3-4 kali
sehari
b. Makanan
selingan 2 kali
sehari
c. Teruskan
pemberian ASI
a. ¾ gelas nasi/penukar
(200 cc)
b. 1 potong kecil
ikan/daging/ayam/tel
ur
c. 1 potong kecil
tempe/tahu atau 1
sdm kacang-
kacangan
d. ¼ gelas sayur
e. 1 potong buah
f. ½ gelas bubur/1
potong kue/1 potong
buah
Menurut Oetami (2003) perilaku ibu hamil dalam memberikan Makanan
Pendamping Air Susu Ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
frekuensi pemberian, jumlah pemberian, dan jenis MP-ASI yang diberikan dan
komposisi pemberian.
2. Frekuensi Pemberian
Untuk pertumbuhan yang baik, anak membutuhkan 2-4 kali makan
utama disertai makanan selingan 1-2 kali dan berikan makanan beraneka
ragam. Makanan selingan (snacks) akan memberikan tambahan energi dan zat
gizi lainnya misalnya susu, roti atau biskuit yang di oles margarin atau
mentega, selai kacang atau madu, buah, kue kacang, kentang rebus, adalah
berbagai berbagai jenis makanan selingan yang sehat bergizi (Depkes RI,
2010)
Minuman bersoda, minuman buah yang manis, permen, es lilin dan
kue/biskuit manis adalah makanan selingan yang tidak baik diberikan kepada
anak, karena banyak mengandung gula tetapi harus waspada bahkan anak
17
masih membutuhkan bantuan dan pengawasan/perhatian ketika sedang makan
untuk memastikan makanan selingan dihabiskan (Depkes RI, 2010).
3. Jumlah Pemberian
Seiring dengan pertumbuhan anak , jumlah makanan yang dibutuhkan
meningkat. Bila anak sudah mulai mengkonsumsi MP-ASI, anak memerlukan
waktu untuk membiasakan diri pada rasa maupun tekstur makanan baru
tersebut. Anak perlu belajar cara makan yang benar. Anjurkan pada pengasuh
untuk mulai dengan 2 sampai 3 sendok kecil makanan yang diberikan 2 kali
dalam sehari. Ketika anak bertambah besar, jumlah makanan yang diberikan
juga bertambah, berikan makanan sebanyak yang diiinginkan anak dengan
cara memberikan semangat (membujuknya) secara aktif.
4. Jenis MP-ASI
Jenis-jenis MP-ASI yang diberikan pada bayi sebagai berikut (Depkes RI,
2010) :
a) Pisang.
Banyak bayi yang memulai makanan padatnya dengan pisang yang
dihaluskan. Pisang yang dipilih sebaiknya pisang kepok merah yang
memang umumnya diberikan pada bayi. Untuk awal mula mungkin 1 buah
pisang kecil sudah cukup dan bisa anda kerik dengan sendok kecil agar
halus dan mudah ditelan bagi anak anda yang belum punya gigi saat ini
18
b) Bubur beras merah.
Anda dapat membuat sendiri dengan cara membeli beras merah yang ada
di supermarket dan menjadikan bubur. Cara pemberiannya pun mudah,
anda dapat mencampurkan bubur beras merah yang kaya dengan vitamin
ini dengan susu formula bayi - agar lidah bayi anda tidak merasa asing.
Untuk pertama kali, buatlah sedikit dahulu dan ini bisa dijadikan variasi
makanan agar bayi tidak bosan.
c) Sayuran.
Sayuran yang dapat anda berikan bisa berupa wortel, brokoli atau bayam
yang dihaluskan, bisa dengan dicincang atau di blender. Anda dapat
mencampurkan sayuran ini pada bubur bayi. Cucilah terlebih dahulu
sayurannya dengan pencuci sayuran agar pestisida yang terdapat di
sayuran terbuang.
d) Sereal/biscuit bayi.
Cara pemberiannya dapat dicampur dengan susu formula bayi atau jika itu
biscuit agar tidak terlalu manis anda dapat menghancurkannya cukup
dengan air hangat (majalahnikita.co.id, 2010).
5. Komposisi Bahan Makanan Pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2006) komposisi bahan Makanan Pendamping ASI
adalah sebagai berikut :
a) Energi
Konsumsi energi sebanyak 115 Kkal per kgberat badan (sekitar 95-145
Kkal/kg) nampaknya mencukupi kebutuhan bayi untuk bulan pertama
19
kehidupannya. Dari jumlah energi yang dikonsumsi bayi, 50% digunakan
untuk energi basal (energi yang dibutuhkan untuk bekerjanya organ-organ di
dalam tubuh, peredaran darah, dan sebagainya), 25% untuk aktivitasnya, 25%
lainnya untuk pertumbuhan badan yang berkisar antara 5 sampai 7 gr per
hari.untuk umur 6 bulan energi yang dibutuhkan turun menjadi 95 Kkal/kg
berat badan. Bayi yang pendiam membutuhkan energi sebesar 71 Kkal/kg BB,
sedangkan bayi yang aktif membutuhkan sampai 133 Kkal/kg BB.
b) Protein
Protein dalam tubuh merupakan zat pembengun yang sangat dibutuhkan
tubuh untuk pertumbuhan tubuh, menggantikan sel-sel yang rusak, memelihara
keseimbangan metabolisme tubuh. Kebutuhan protein bagi bayi relatif lebih
besar dari orang dewasa, karena bayi mengalami pertumbuhan yang pesat.
Kebutuhan akan protein selama periode pertumbuhan tulang rangka dan otot
yang cepat pada masa bayi, relatif tinggi. Konsumsi sebanyak 2,2 gr protein
bernilai gizi tinggi per kg BB per hari menghasilkan retensi nitrogen sekitar
45%, jumlah ini cukup unuk pertumbuhan bayi yang normal. Pada minggu
ketiga, sekitar 60%-75% dari jumlah protein yang dikonsumsi digunakan untuk
pertumbuhan dan sisanya digunakan untuk pemeliharaan. Pada umur 4 bulan,
proporsinya adalah 45% dan 55%. Pada umur 5 bulan, kebutuhan proteinnya
turun menjadi 2 gr/kg BB perhari.
c) Vitamin Larut Air
Kebutuhan bayi akan vitamin yang larut dalam air sangat dipengaruhi
oleh makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi harus memperoleh 0,5 mg ribovlavin
20
per 1000 Kkal energi yang dikonsumsi untuk memelihara kejenuhan jaringan,
berarti bahwa bayi yang berumur 3-6 bulan membutuhkan 0,4 mg tiamin dan
pada umur 6-12 bulan membutuhkan 0,6 mg tiamin perhari. Konsumsi
sebanyak 5-6 NE (niacin equivalent) dapat dibutuhkan oleh ASI yang
menyediakan 0,15 mg niasin dan 21 mg triptofan per 100 ml.bayi
membutuhkan 0,005 mg folasin/kg BB. Untuk vitamin C, bayi memperolehnya
dari ASI.
d) Vitamin Larut Lemak
Jumlah vitamin A yang dibutuhkan bayi sebanyak 375ug RE.
perhari.konsumsi vitamin D pada bayi akan meningkat pada waktu terjadinya
kalsifikasi tulang dan gigi yang cepat. Konsumsi vitamin D dianjurkan
sebanyak 400 IU/ hari. Disarankan untuk memberikan vitamin E pada bayi
sebanyak 2-4 mg TE (tocopherol equivalent) per hari. Untuk vitamin K,
defisiensi vitamin K dapat terjadi pada beberapa hari pertama.
e) Mineral
Karena terjadinya kalsifikasi yang cepat pada tulang untuk menunjang
berat badan pada waktu bayi mulai belajar berjalan, kalsium sangat dibutuhkan.
ASI mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat mensuplai
sekitar 210 mg kalsium perhari. Kebutuhan bayi akan zat besi sangat
ditentukan oleh umur kehamilan. Bayi yang dikandung cukup umur akan
menerima sejumlah zat besi dari ibunya selama kandungan. Tingginya kadar
seng dalam kolostrum (4 mg per liter yang menurun jumlahnya menjadi 2
21
mg/liter pada air susu putih setelah 6 bulan, dan menjadi 0,5 mg/liter setelah 1
tahun) dapat mengkompensasi kebutuhan bayi yang diberi ASI akan seng.
6. Kebutuhan Gizi Balita
Pengaturan makanan anak usia dibawah lima tahun mencakup dua aspek
pokok, yaitu pemanfaatan ASI secara tepat dan benar dan pemberian makanan
pendamping ASI dan makanan sapihan serta makanan setelah usia setahun.
menurut Oomen terhadap 415 usia balita dibawah lima tahun di Jakarta
menunjukkan bahwa anak-anak yang disusui ibunya, keadaan gizinya tidak lebih
baik dari gizi anak yang tidak diberi ASI. Masalahnya bukan dikarenakan mutu
gizi ASI, akan tetapi karena penggunaan ASI yang tidak tepat dan salah.
Penilaian konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan
makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tinkat
kelompok, rumah tangga dan perorangan, serta faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap konsumsi makanan tersebut. Menurut I Nyoman Supariasa (2001),
beberapa metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu anatara lain :
a. Metode Riwayat Makanan
Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola
kunsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bias 1
minggu, 1 bulan, 1 tahun). Metode ini terdiri dari 3 komponen yaitu :
wawancara, frekuensi jumlah bahan makanan, pencatatan konsumsi.
b. Metode Frekuensi Makanan (food frequensi)
Metode ini untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi
sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu.
22
Meliputi hari, minggu, bulan, atau tahun, sehingga diperoleh gambaran
pola konsumsi makanan secara kualitatif. Kuesioner frekuensi makanan
memuat tentang daftar bahan makanan dan frekuensi penggunaan
makanan tersebut pada periode tertentu.
7. Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI
a. Pendapatan
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh
kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak
baik yang primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 2001).
b. Besar Keluarga
Laju kelahiran yang tinggi berkaitan dengan kejadian kurang gizi,
karena jumlah pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar
mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga
tersebut. Akan tetapi tidak ukup untuk mencegah gangguan gizi pada
keluarga yang besar tersebut (Suhardjo, 2003). Pada keluarga dengan
keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan
mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian anak, juga
kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahanpun tidak
terpenuhi oleh karena itu keluarga berencana tetap diperlukan
(Soetjiningsih, 2001)
c. Pembagian dalam Keluarga
Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah
dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Untuk bayi dan anak-anak,
23
pengaruh tambahan dari pembagian pangan yang tidak merata dalam unit
keluarga bagi kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk
menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari merupakan
sebab penting dari gangguan gizi (Suhardjo, 2006). Ketidaktahuan tentang
cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang
merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi
penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya
pada umur dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2000).
C. Kerangka Teori Penelitian
Menurut Oetami (2003) perilaku ibu dalam memberikan MP-ASI
terhadap status gizi balita umur 6-24 bulan di pengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah frekuensi pemberian, jumlah pemberian dan jenis MP ASI
yang diberikan serta komposisi bahan MP ASI. Berikut ini adalah gambar
kerangka teori penelitian :
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian
Jumlah Pemberian
Jenis MP- ASI Status gizi
Frekuensi Pemberian
Teknik pemberian
MP- ASI
Penyakit Infeksi
Asupan Makanan
24
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori
Oetami (2003), kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
E. Hipotesa
1. Ada pengaruh frekuensi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi
umur 6 – 24 bulan
2. Ada pengaruh jumlah pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur
6 – 24 bulan
3. Ada pengaruh jenis MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
4. Ada pengaruh komposisi bahan sumber zat gizi terhadap status gizi bayi
umur 6 – 24 bulan
Jumlah Pemberian
Jenis MP- ASI
Status gizi
Frekuensi Pemberian
Komposisi bahan
sumber zat gizi
Variabel Independen Variabel dependen
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan disain penelitin cross
sectional untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu
terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita
umur 6-24 bulan pada bulan Mei di Wilayah Kerja Puskesmas Blang
Bintang Kabupaten Aceh Besar tahun 2013 yang berjumlah 321 orang.
2. Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus slovin
(Notoatmodjo, 2005):
)(1 2dN
Nn
Dimana :
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
25
26
77
2,76
21,4
321
21,31
321
)01,0(3211
321
)1,0(3211
3212
n
n
n
n
n
n
Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, maka didapatlah besar sampel
sebanyak 77 orang. Selanjutnya sampel ini diambil menggunakan proporsional
random sampling
Tabel 3.1
Perkiraan Jumlah Sampel Di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Aceh Besar
No Desa Populasi Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Lamsiem
Cot Puklat
Lamme
Melaya
Cot Geundreut
Cot Madhi
Paya Ue
Cot Manraya
Cot Karieng
Mon Malem
Kampung Blang
Cot Jambo
Cot Hoho
Cot Rumpun
Cot Nambak
Cot Sayun
Cot Leot
Data Makmur
Kaye Kunyit
Teping Bate
Empe Bata
9
10
20
18
21
8
10
20
1
10
20
7
8
10
6
4
12
21
20
15
12
3
3
4
4
5
3
3
4
0
3
4
2
2
3
2
1
3
5
4
3
3
27
22
23
24
25
26
Bung Page
Cot Bagi
Cot Meulangen
Cot Mancang
Bung Sidom
13
15
14
10
7
2
3
3
3
2
Jumlah 321 77
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Blang
Bintang Kabupaten Aceh Besar tahun 2013.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 19 s/d 26 Agustus 2013
D. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
sebagai berikut :
a. Data Primer
Data yang didapatkan dari hasil pembagian kuesioner kepada
responden.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data berupa gambaran umum lokasi penelitian
2. Instrumen Penelitian
Sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan kuesioner yang terdiri dari dua bagian yaitu :
28
a. Bagian A merupakan data demografi yang terdiri dari nama, usia dan
berat badan.
b. Bagian B merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti
dengan mengacu pada kerangka konsep dan berdasarkan literature
yang telah disusun digunakan untuk mengukur pengaruh pengetahuan
ibu tentang frekuensi pemberian MP-ASI, jumlah pemberian MP-ASI,
jenis MP-ASI dan Komposisi bahan MP-ASI terhadap status gizi Bayi
umur 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Aceh Besar yang terdiri dari 20 pernyataan yang dibagi
dalam 2 (dua) bagian yaitu :
1) Bagian pertama merupakan pernyataan mengenai Status Gizi bayi
yang diukur dengan menggunakan antropometri.
2) Bagian kedua merupakan pernyataan mengenai pengetahuan ibu
tentang frekuensi pemberian MP-ASI, jumlah MP-ASI, jenis MP-
ASI, dan komposisi MP-ASI yang disusun dalam bentuk
dikotomi yang terdiri dari masing-masing 5 item pertanyaan
dengan 2 (dua) alternative jawaban dengan nilai yaitu : “ya”
dengan nilai 1 dan “tidak” dengan nilai 0.
29
E. Definisi Operasional
Variabel
Penelitian
Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat Ukur Hasil
Ukur
Skala
Ukur
Variabel Dependen
Status Gizi Tingkat kesehatan
bayi yang diukur
dengan indikator
BB/U dan dihitung
dengan cara
perhitungan z-score
dikelompokkan
menurut standar
baku WHO 2005
Menimbang berat
badan bayi dengan
menggunakan dacin
hasilnya 2 SD, -
2s/d 2 SD, -3 SD s/d
< -2 SD, < - 3SD
Dan menghitung
umur bayi
Timbangan
berat badan
(dacin)
- Gizi Baik
- Gizi Kurang
Ordinal
Frekuensi
pemberian
MP-ASI
Jumlah kali
pemberian MP-ASI
Membagi kuesioner
pada responden
dengan kriteria :
- Sesuai jika x ≥ 2,81
- Tidak sesuai, jika x
< 2,81
Kuesioner - Sesuai
- Tidak sesuai
Ordinal
Jumlah
pemberian
MP-ASI
Besar pemberian
MP-ASI
Membagi kuesioner
pada responden
dengan kriteria :
- Sesuai jika x ≥ 2,92
- Tidak sesuai, jika x
< 2,92
Kuesioner - Sesuai
- tidak sesuai
Ordinal
Jenis MP-
ASI yang
diberikan
Macam-macam jenis
MP-ASI
Membagi kuesioner
pada responden
dengan kriteria:
- Komersil, jika x
≥2,792
- Tradisional, jika
x<2,92
Kuesioner - Komersil
- Tradisional
Ordinal
Komposisi
bahan MP
ASI
Kandung dalam MP-
ASI
Membagi kuesioner
pada responden
dengan kriteria:
- Ada, jika x ≥ 2,922
- Tidak Ada, jika x <
2,922
Kuesioner - Ada
- Tidak ada
Ordinal
30
F. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Teknik pengolahan data dilakukan melalui suatu proses dengan
tahapan, adapun tahapan tersebut adalah :
a. Editing data (memeriksa) yaitu dilakukan setelah semua data
terkumpul melalui pengecekan daftar isian. Tahap ini bertujuan untuk
memeriksa kelengkapan isian data.
b. Coding data (memberikan kode) yaitu memberi tanda kode terhadap
check list dan kuesioner yang telah diisi dengan tujuan untuk
mempermudah proses pengolahan data selanjutnya.
c. Transfering data adalah tahap untuk memindahkan data ke dalam
tabel pengolahan data
d. Tabulasi data adalah melakukan klarifikasi data yaitu
mengelompokkan data variabel masing-masing berdasarkan kuisioner
dan check list untuk dimasukkan ke dalam tabel.
2. Analisa Data
Untuk mengukur hubungan pengetahuan ibu tentang frekuensi,
jumlah, jenis dan komposisi bahan MP-ASI dengan status gizi bayi
dilakukan analisa silang dengan menggunakan tabel silang (cross
tabulation) dengan tingkat kemaknaan 0,05 (5%). Pengujian dilakukan
dengan menggunakan software SPSS Ver 17.00 dengan metode statistik
Chi-square test. Analisa data yang dilakukan meliputi :
31
a. Analisa univariat
Digunakan dengan metode statistic deskriptif untuk masing-masing
variabel penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi berdasarkan
persentase dari masing-masing variabel.Untuk menilai persentase
kategori, pengelompokkan kata dipakai rumus persentase sebagai berikut
(Sudjana,2005)
%100xn
fiP
Keterangan :
P = Persentase
fi = Jumlah responden menurut kategori
n = Jumlah sampel
100% = bilangan tetap
b. Analisa Bivariat
Untuk mengukur pengaruh variabel independen dengan variabel dependen
dilakukan analisa silang dengan menggunakan tabel silang (cross
tabulation) dengan tingkat kemaknaan 0,05 (5%). Pengujian dilakukan
dengan menggunakan software SPSS Ver 17 dengan metode statistik Chi-
square test.
Penilaian dilakukan sebagai berikut :
1. Jika p value ≤ 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
variabel bebas dengan variabel terikat.
2. Jika p value> 0,05, maka disimpulkan tidak ada pengaruh variabel
bebas dengan variabel terikat.
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Blang Bintang merupakan Kecamatan pemekaran dari Kecamatan
Ingin Jaya, Montasik dan Kuta Baro. Pemekaran Kecamatan Blang Bintang
dituangkan dalam Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor: 3 tahun 2006.
Kecamatan Blang Bintang mempunyai luas wilayah 70,51 km2
terletak pada
posisi garis lintang -3,7861 dan garis bujur 119.651 dan ketinggian < 500
meter diatas permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas
Blang Bintang sebagai berikut;
a. Sebelah Barat : Kecamatan Ingin Jaya
b. Sebelah Timur : Kecamatan Mesjid Raya
c. Sebelah Utara : Kecamatan Kuta Baro
d. Sebelah Selatan : Kecamatan Montasik
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tanggal 19 sampai
dengan 26 Agustus 2013 dengan jumlah sampel 77 orang. Pengumpulan data
dilakukan pada Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh
Besar. Adapun hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
33
1. Analisa Univariat
a). Status Gizi
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Bayi 6-24 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar
No Status Gizi Frekuensi %
1
2
Gizi Baik
Gizi Kurang
46
31
59,7
40,3
Jumlah 77 100
Sumber : Diolah Tahun 2013
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa dari 77 responden, mayoritas yang
mempunyai status gizi baik pada bayi 6-24 bulan yaitu sebanyak 46 orang
(59,7).
b) Frekuensi Pemberian MP-ASI
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Pemberian MP-ASI pada bayi 6-24 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Aceh Besar
No Frekuensi Pemberian MP-
ASI
Frekuensi %
1
2
Sesuai
Tidak Sesuai
50
27
64,9
35,1
Jumlah 77 100
Sumber : Diolah Tahun 2013
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa dari 77 responden, mayoritas yang
mempunyai frekuensi pemberian yang sesuai yaitu yaitu sebanyak 50 orang
(64,9%).
32
34
c) Jumlah Pemberian MP-ASI
Tabel 4.3
Distribusi Jumlah Pemberian MP-ASI pada bayi 6-24 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Aceh Besar
No Jumlah Pemberian MP-ASI Frekuensi %
1
2
Sesuai
Tidak Sesuai
51
26
66,2
33,8
Jumlah 77 100
Sumber : Diolah Tahun 2013
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa dari 77 responden yang mempunyai jumlah
pemberian yang sesuai yaitu sebanyak 51 orang (66,2%).
d) Jenis Pemberian
Tabel 4.4
Distribusi Jenis Pemberian MP-ASI pada bayi 6-24 bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Aceh Besar
No Jensi Pemberian MP-ASI Frekuensi %
1
2
Komersial
Tradisional
49
28
63,6
36,4
Jumlah 77 100
Sumber : Diolah Tahun 2013
Dari tabel 4.4 diketahui bahwa dari 77 responden, mayoritas yang jenis
pemberian komersial yaitu sebanyak 49 orang (63,6%).
35
e) Komposisi Pemberian MP-ASI
Tabel 4.5
Distribusi Komposisi Pemberian MP-ASI pada bayi 6-24 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Aceh Besar
No Komposisi Pemberian MP-
ASI
Frekuensi %
1
2
Ada
Tidak Ada
57
20
74
26
Jumlah 77 100
Sumber : Diolah Tahun 2013
Dari tabel di atas diketahui bahwa dari 77 responden, mayoritas yang
mempunyai komposisi pemberian yaitu sebanyak 57 orang (74%).
2. Analisa Bivariat
a. Pengaruh Frekuensi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
Tabel 4.6
Pengaruh Frekuensi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Aceh Besar
No
Frekuensi
Pemberian
MP-ASI
Status Gizi
Jumlah
%
%
p
Gizi Baik Gizi Kurang
f % f %
1
2
Sesuai
Tidak Sesuai
36
10
72
37
14
17
28
63
50
27
100
100
0,006
Total 46 59,7 31 40,3 77 100
36
Sumber : Diolah Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 50 responden yang
frekuensi pemberian MP-ASI sesuai ternyata 36 orang (72%) mengalami status
gizi baik sedangkan dari 27 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI tidak
sesuai ternyata 17 orang (63%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji
chi square test diperoleh nilai p value 0,006, hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh frekuensi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
b. Pengaruh Jumlah Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
Tabel 4.7
Pengaruh Jumlah Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Acef Besar
No
Jumlah
Pemberian
MP-ASI
Status Gizi
Jumlah
%
p
Gizi Baik Gizi Kurang
f % f %
1
2
Sesuai
Tidak Sesuai
38
8
74,5
30,8
13
18
25,5
69,2
51
26
100
100
0,001
Total 46 59,7 31 40,3 77 100
Sumber : Diolah Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 51 responden yang jumlah
pemberian MP-ASI sesuai ternyata 38 orang (74,5%) mengalami status gizi baik
sedangkan dari 26 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI tidak sesuai
ternyata 18 orang (69,2%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi
square test diperoleh nilai p value 0,001, hal ini menunjukkan bahwa ada
37
pengaruh jumlah pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
c. Pengaruh Jenis Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
Tabel 4.8
Pengaruh Jenis Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Aceh Besar
No
Jenis
Pemberian
MP-ASI
Status Gizi
Jumlah
%
p
Gizi Baik Gizi Kurang
f % f %
1
2
Komersial
Tradisional
36
10
73,5
35,7
13
18
26,5
64,3
49
28
100
100
0,003
Total 46 59,7 31 40,3 77 100
Sumber : Diolah Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 49 responden yang jenis
pemberian MP-ASI secara komersial ternyata 36 orang (73,5%) mengalami
status gizi baik sedangkan dari 28 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI
tradisional ternyata 18 orang (64,3%) mengalami status gizi kurang. Hasil
analisis uji chi square test diperoleh nilai p value 0,003, hal ini menunjukkan
38
bahwa ada pengaruh jenis pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6
– 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
d. Pengaruh Komposisi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
Tabel 4.9
Pengaruh Komposisi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Aceh Besar
No
Komposisi
Pemberian
MP-ASI
Status Gizi
Jumlah
%
p
Gizi Baik Gizi Kurang
f % f %
1
2
Ada
Tidak Ada
40
6
70,2
30,0
17
14
29,8
70,0
57
20
100
100
0,004
Total 46 59,7 31 40,3 77 100
Sumber : Diolah Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 57 responden yang ada
komposisi pemberian MP-ASI ternyata 40 orang (70,2%) mengalami status gizi
baik sedangkan dari 20 responden yang tidak ada komposisi pemberian MP-ASI
ternyata 14 orang (70,0%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi
square test diperoleh nilai p value 0,004, hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh komposisi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
B. Pembahasan
1. Pengaruh Frekuensi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden yang frekuensi
pemberian MP-ASI sesuai ternyata 36 orang (72%) mengalami status gizi baik
39
sedangkan dari 27 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI tidak sesuai
ternyata 17 orang (63%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi
square test diperoleh nilai p value 0,006, hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh frekuensi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
Untuk pertumbuhan yang baik, anak membutuhkan 2-4 kali makan utama
disertai makanan selingan 1-2 kali dan berikan makanan beraneka ragam.
Makanan selingan (snacks) akan memberikan tambahan energi dan zat gizi
lainnya misalnya susu, roti atau biskuit yang di oles margarin atau mentega, selai
kacang atau madu, buah, kue kacang, kentang rebus, adalah berbagai berbagai
jenis makanan selingan yang sehat bergizi (Depkes RI, 2010).
Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan
informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebab penting dari
gangguan gizi (Suhardjo, 2006). Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan
bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung
dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada
anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2000).
Minuman bersoda, minuman buah yang manis, permen, es lilin dan
kue/biskuit manis adalah makanan selingan yang tidak baik diberikan kepada
anak, karena banyak mengandung gula tetapi harus waspada bahkan anak masih
membutuhkan bantuan dan pengawasan/perhatian ketika sedang makan untuk
memastikan makanan selingan dihabiskan (Depkes RI, 2010).
40
Menurut asumsi peneliti mayoritas responden mempunyai pengetahuan
tentang frekuensi pemberian MP-ASI yang sesuai sehingga status gizinya baik,
hal ini menunjukkan bahwa frekuensi pemberian juga salah satu faktor penentu
status gizi pada anak. Jika frekuensi yang tidak sesuai dalam pemberian bisa
mengalami status gizi kurang. Pengetahuan ibu sangat berpengaruh terhadap gizi
pada anak, jika orang tua mempunyai pengetahuan yang baik tentang pemberian
MP-ASI maka anaknya akan mengalami status gizi baik. Pemberian MP-ASI
yang sesuai juga menyebabkan status gizi kurang, walaupun ibu sudah sesuai
dalam memberikan MP-ASI tetapi anak tetap menolak untuk memakannya, rasa
apapun yang diberikan ibu anak tetap menolaknya dan bisa menyebabkan gizi
kurang pada anaknya.
2. Pengaruh Jumlah Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 51 responden yang jumlah
pemberian MP-ASI sesuai ternyata 38 orang (74,5%) mengalami status gizi baik
sedangkan dari 26 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI tidak sesuai
ternyata 18 orang (69,2%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi
square test diperoleh nilai p value 0,001, hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh jumlah pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
Seiring dengan pertumbuhan anak, jumlah makanan yang dibutuhkan
meningkat. Bila anak sudah mulai mengkonsumsi MP-ASI, anak memerlukan
waktu untuk membiasakan diri pada rasa maupun tekstur makanan baru tersebut.
41
Anak perlu belajar cara makan yang benar. Anjurkan pada pengasuh untuk mulai
dengan 2 sampai 3 sendok kecil makanan yang diberikan 2 kali dalam sehari.
Ketika anak bertambah besar, jumlah makanan yang diberikan juga bertambah,
berikan makanan sebanyak yang diiinginkan anak dengan cara memberikan
semangat (membujuknya) secara aktif.
Pendidikan berpengaruh besar terhadap masalah yang dihadapi, termasuk
masalah kesehatan, bila pendidikan tinggi maka kemungkinan akan mengambil
keputusan sendiri untuk memecahkan masalah kesehatan, sebaliknya bila
pendidikan rendah maka untuk membuat suatu keputusan dalam menghadapi
masalah kesehatan membutuhkan bimbingan atau pendapat orang lain
Menurut asumsi peneliti mayoritas responden yang memberikan MP-ASI
dengan jumlah yang sesuai mengalami status gizi baik, hal ini menunjukkan bawa
jumlah pemberian MP-ASI harus sesuai dengan kebutuhan anak, jika jumlah
pemberian sesuai bisa menyebabkan status gizi baik. Sedangkan jumlah
pemberian yang tidak sesuai bisa menyebabkan status gizi kurang. Hal ini juga
berpengaruh terhadap pendidikan ibu, jika pendidikan ibu menengah maka akan
memberikan MP-ASI yang sesuai dengan takaran yang sudah ditetap pada
kemasan MP-ASI tersebut.
3. Pengaruh Jenis Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 49 responden yang jenis
pemberian MP-ASI secara komersial ternyata 36 orang (73,5%) mengalami status
gizi baik sedangkan dari 28 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI
tradisional ternyata 18 orang (64,3%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis
42
uji chi square test diperoleh nilai p value 0,003, hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh jenis pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
Jenis-jenis MP-ASI yang diberikan pada bayi sebagai berikut (Depkes RI,
2010) : 1) Pisang. Banyak bayi yang memulai makanan padatnya dengan pisang
yang dihaluskan. Pisang yang dipilih sebaiknya pisang kepok merah yang
memang umumnya diberikan pada bayi. Untuk awal mula mungkin 1 buah pisang
kecil sudah cukup dan bisa anda kerik dengan sendok kecil agar halus dan mudah
ditelan bagi anak anda yang belum punya gigi saat ini. 2) Bubur beras merah.
Anda dapat membuat sendiri dengan cara membeli beras merah yang ada di
supermarket dan menjadikan bubur. Cara pemberiannya pun mudah, anda dapat
mencampurkan bubur beras merah yang kaya dengan vitamin ini dengan susu
formula bayi - agar lidah bayi anda tidak merasa asing. Untuk pertama kali,
buatlah sedikit dahulu dan ini bisa dijadikan variasi makanan agar bayi tidak
bosan.
Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru,
pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketrampilan,
sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa
penyesuaian dengan hidup baru, masa kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh
adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental, semakin bertambah umur
seseorang keinginan pengetahuan tentang kesehatan. Umur yang lebih cepat
menerima pengetahuan adalah 18-40 tahun.
43
Menurut asumsi peneliti mayoritas responden yang mempunyai
pengetahuan tentang jenis pemberian MP-ASI yang komersial bisa mengalami
status gizi baik, sedangkan yang jenis pemberian tradisional bisa menyebabkan
status gizi kurang. Jika jenis pemberian MP-ASI komersial sudah ditetapkan
takarannya sehingga status gizi baik. Sedangkan jenis pemberian tradisional hanya
menduga-duga saja jenis pemberian sehingga bisa mengalami status gizi kurang.
Jika ibu mempunyai umur 18-40 tahun sudah tentu memberikan MP-ASI komersil
dibandingkan dengan ibu yang sudah berumur > 45 tahun. Jika mempunyai umur
ibu di atas 45 tahun tentu memberikan MP-ASI tradisional kepada bayinya.
4. Pengaruh Komposisi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 52 responden yang ada komposisi
pemberian MP-ASI ternyata 40 orang (76,9%) mengalami status gizi baik
sedangkan dari 25 responden yang tidak ada komposisi pemberian MP-ASI
ternyata 19 orang (76,0%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi
square test diperoleh nilai p value 0,000, hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh komposisi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
Pemberian MP-ASI berarti memberikan makanan lain sebagai
pendamping ASI yang diberikan pada bayi dan anak usia 6 sampai 24 bulan. MP-
ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang dapat mememnuhi kebutuhan
gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan optimal. MP-ASI
diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak, mulai dari MP-ASI jenis
lumat, lembik sampai anak menjadi terbiasa dengan makanan keluarga. Di
44
samping MP-ASI, pemberian ASI terus dilanjutkan sebagai sumber zat gizi dan
faktor pelindung penyakit hingga anak mencapai anak usia dua tahun atau lebih.
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang
anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang
primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 2001)
Menurut asumsi peneliti mayoritas responden yang mempunyai
pengetahuan tentang komposisi pemberian MP-ASI yang ada ternyata mengalami
status gizi baik, hal ini menunjukkan bahwa ibu memberikan makanan yang
mempunyai komposisi dalam MP-ASI sehingga bayi tumbuh sehat. Pendapatan
juga berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI pada bayi. Jika orang tua
mempunyai pendapatan rendah maka komposisi yang bisa diberikan sesuai
dengan pendapatan yang dimilikinya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ada pengaruh frekuensi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur
6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh
Besar.
2. Ada pengaruh jumlah pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur
6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh
Besar.
45
3. Ada pengaruh jenis pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur
6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh
Besar.
4. Ada pengaruh komposisi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi
umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten
Aceh Besar.
B. Saran
1. Bagi Institusi Puskesmas Blang Bintang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak
Puskesmas dalam melakukan intervensi dan pemantauan ke Posyandu-
posyandu berkaitan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI) bagi ibu-ibu yang baru menyusui.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan sebagai
pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah didapat dibangku kuliah,
khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu
tentang status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
44
46
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN IBU
TERHADAP STATUS GIZI BAYI UMUR 6 – 24 BULAN DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS BLANG BINTANG
KABUPATEN ACEH BESAR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi
Diploma IV Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
47
Oleh:
SEFTI HERITA
NIM : 121010210032
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PROGRAM STUDI
DIPLOMA IV KEBIDANAN BANDA ACEH
TAHUN 2013
Kuesioner Penelitian
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN IBU
TERHADAP STATUS GIZI BAYI UMUR 6 – 24 BULAN DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS BLANG BINTANG
KABUPATEN ACEH BESAR
TAHUN 2013
A. Identitas Responden
Hari / tanggal :
No. Responden :
Nama Bayi :
Umur :
TB :
48
Jenis Kelamin :
B. Pertanyaan Khusus
Petunjuk pengisian : Isilah pernyataan berikut ini dengan memberikan tanda
silang (x) pada salah satu jawaban yang Anda anggap
paling tepat.
I. Pengetahuan tentang Frekuensi Pemberian MP ASI
1. Menurut ibu, berapa kali frekuensi pemberian MP ASI pada bayi berusia 6-
8 bulan?
a. Sekali sehari
b. 1-2 kali sehari
c. 3 kali sehari
2. Menurut ibu, berapa kali frekuensi pemberian MP ASI pada bayi berusia 8-
9 bulan?
a. 1 kali sehari
b. 2-3 kali sehari
c. 4kali sehari
3. Menurut ibu, berapa kali frekuensi pemberian MP ASI pada bayi berusia 9-
12 bulan?
a. 3-4 kali sehari
b. 2 kali sehari
c. > 5 kali sehari
4. Menurut ibu, berapa kali frekuensi pemberian MP ASI pada anak berusia
12-24 bulan?
a. 3-4 kali sehari
b. 2 kali sehari
c. > 5 kali sehari
II. Pengetahuan tentang Jumlah Pemberian MP ASI
1. Menurut ibu, berapa banyak MP ASI yang diberikan pada bayi berusia 6-8
bulan?
a. 2-3 sendok teh
b. 1-2 sendok teh
c. > 4 sendok teh
2. Menurut ibu, berapa banyak MP ASI yang diberikan pada bayi berusia 8-9
bulan?
a. 2-3 sendok makan
49
b. 3-4 sendok makan
c. > 5 sendok makan
3. Menurut ibu, berapa banyak MP ASI yang diberikan pada bayi berusia 9-12
bulan?
a. 2-3 sendok makan
b. 3-4 sendok makan
c. > 5sendok makan
4. Menurut ibu, berapa banyak MP ASI yang diberikan pada bayi berusia 12-
24 bulan?
a. sendok makan
b. sendok makan atau lebih
c. 1 gelas
III. Pengetahuan tentang Jenis MP ASI
1. Menurut ibu, berapa jenis bahan dasar untuk pemberian MP ASI pada
bayi berusia 6-8 bulan?
a. 1-2 jenis bahan dasar
b. 2-3 jenis bahan dasar
c. > 4 jenis bahan dasar
2. Menurut ibu, berapa jenis bahan dasar untuk pemberian MP ASI pada
bayi berusia 8-9 bulan?
a. 1-2 jenis bahan dasar
a. 2-3 jenis bahan dasar
b. > 4 jenis bahan dasar
3. Menurut ibu, berapa jenis bahan dasar untuk pemberian MP ASI pada
bayi berusia 9-12 bulan?
a. 1-2 jenis bahan dasar
b. 3-4 jenis bahan dasar
c. > 5 jenis bahan dasar
4. Menurut ibu, berapa jenis bahan dasar untuk pemberian MP ASI pada
bayi berusia 12-24 bulan?
a. 3-4 jenis bahan dasar
b. Sudah bisa diberikan makanan orang dewasa (makanan keluarga)
c. 5 jenis bahan dasar
IV. Pengetahuan tentang Komposisi Bahan MP ASI
1. Menurut ibu, komposisi bahan makanan pendamping ASI terdiri dari
a. Energi, protein, vitamin, mineral
b. Energi, protein, kalori
c. Kalori saja
50
2. Menurut ibu, komposisi bahan makanan pendamping ASI untuk
menggantikan sel-sel yang rusak adalah
a. Protein
b. Vitamin larut air
c. Lemak
3. Menurut ibu, komposisi bahan makanan pendamping ASI untuk
meningkatkan aktifitas anak adalah
a. Energi
b. Protein
c. Lemak
4. Menurut ibu, komposisi bahan makanan pendamping ASI seperti vitamin
A dan vitamin D termasuk juga vitamin
a. Vitamin larut lemak
b. Vitamin larut air
c. Vitamin yang tidak larut dalam air