5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hasil Belajar
Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu
dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui hasil yang diperoleh siswa
setelah proses belajar mengajar berlangsung. Hasil belajar adalah kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana,
2011:22). Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.
Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru
tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui
kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan
membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas
maupun individu.
Menurut Winkel dalam Purwanto (2010: 45), mengemukakan bahwa “hasil
belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan
tingkah lakunya”. Penekanan dari pendapat Winkel dalam Purwanto ini yaitu hasil
belajar adalah perubahan sikap dan tingkah laku. Hasil belajar merupakan
perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar
(Catharina, 2006:5). Hasil belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi 3 aspek
ranah yakni kognitif, afektif, psikomotorik. Sebaliknya hasil belajar kurang
memuaskan apabila hasil belajar apabila tidak memenuhi 3 aspek tersebut.
Pendapat ini sependapat dengan usulan Benyamin S. Bloom. Pendapat Benyamin
S. Bloom dalam Catharina 2006:6, mengusulkan hasil belajar dikelompokkan ke
dalam tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar yaitu ranah kognitif,
ranah afektif, ranah psikomotorik. Sedangkan menurut Dimyati dan Mujiono
(2006 : 3) merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari
6
sisi siswa hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses
belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil dari
proses kegiatan belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran untuk mencapai
kompetensi yang berupa aspek kognitif dengan hasil yang dinyatakan dalam
bentuk nilai, aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti
pembelajaran berupa diskusi, menyimak dan belajar kelompok, dan aspek
psikomotorik yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan bertindak siswa
dalam mengikuti pembelajaran.
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk menjadikan ukuran atau kriteria
dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar diperoleh dari
aktivitas pengukuran. Secara sederhana, pengukuran diartikan sebagai kegiatan
atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa, atau benda. Pengukuran adalah (measurement) adalah membandingkan
sesuatu yang diukur dengan alat ukurnya dan kemudian menerapkan angka
menurut sistem aturan tertentu (Kerlinger dalam Purwanto, 2010:2). Hopkins
dan Antes dalam Purwanto (2010:2), mendefinisikan pengukuran sebagai
pemberian angka pada atribut dari obyek, orang atau kejadian yang dilakukan
untuk menunjukan perbedaan dalam jumlah. Untuk menetapkan angka dalam
pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia
pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.
Berdasarkan pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil
belajar siswa digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penerapan berbagai cara
dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang
sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi rangkaian
kemampuan siswa (Endang Poerwanti, 2008). Teknik yang dapat digunakan
dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa dengan
menggunakan teknik tes dan non tes, antara lain:
7
1. Tes
Secara sederhana tes dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan
yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi,
atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk
mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan
pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi
(Endang Poerwanti, dkk. 2008). Dalam penelitian ini, tes yang digunakan
adalah tes formatif pada pertemuan kedua tiap siklusnya. Bentuk tes terdiri
dari pilhan ganda dan uraian.
2. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah
afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan
pada aspek kognitif. Penelitian ini juga menggunakan tekhnik non tes yang
berupa menyimak, diskusi, self assesing, dan jurnal belajar.
a. Self assesing (penilaian diri)
Penilaian diri adalah suatu tekhnik penilaian dimana siswa diminta untuk
menilai dirinya sendiri berkaitan dengan proses dan tingkat pencapaian
kompetensi yang dipelajari.
b. Jurnal Belajar
Jurnal belajar adalah tulisan yang dibuat siswa yang mencatat apa yang
telah dipelajari, Susilo dalam Poerwati(2008:5-8)
Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran
dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrumen butir-butir soal
apabila cara pengukurannya menggunakan tes, apabila pengukurannya dengan
cara mengamati atau mengobservasi akan menggunakan instrumen lembar
pengamatan atau observasi, pengukuran dengan cara/teknik skala sikap akan
menggunakan instrumen butir-butir pernyataan.
Instrumen sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian
tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah
valid, artinya instrumen ini adalah instrumen yang dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Maka perlu digunakan kisi-kisi untuk ketercapaian tujuan
8
pembelajaran. Membuat kisi-kisi yang mencanangkan tentang perincian SK/KD
dan indikator. Jenis instrumen yang akan digunakan untuk mengukur setiap
indikator yang bersangkutan. Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman
dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Kisi-kisi (test blue-print atau table of
specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan
distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi
dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini
dimaksudkan sebagai pedoman merakit atau menulis soal menjadi perangkat tes.
Format kisi-kisi soal berisi antara lain identitas sekolah, Kompetensi Dasar,
Indikator, proses berfikir, tingkat kesukaran, dan bentuk instrumen.
Berdasarkan uraian diatas hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian
adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes formatif dan ditambahkan
dengan skor klarifikasi individu, skor diskusi kelompok, dan skor laporan LKS.
2.1.2 Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI)
Menurut Robert E. Slavin (2010) model pembelajaran TAI diprakarsai
sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa
menyelesaikan masalah-masalah yang membuat model pengajaran individual
menjadi tidak efektif. Dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim
pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan
memeriksa secara rutin, saling memberi dorongan untuk maju, maka guru dapat
membebaskan diri mereka dari memberikan pengajaran langsung kepada
sekelompok kecil siswa yang homogen yang berasal dari kelompok heterogen.
Dalam model pembelajaran TAI, siswa dikelompokkan berdasarkan
kemampuannya yang beragam. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa dan
ditugaskan untuk menyelesaikan materi pembelajaran atau PR tertentu. Pada
awalnya, jenis model ini dirancang khusus untuk mengajarkan matematika SD
kelas 3-6. Akan tetapi, pada perkembangan berikutnya, model ini mulai
diterapkan pada materi-materi pelajaran yang berbeda.(Huda, 2011:128)
Model pembelajaran kooperatif TAI merupakan model pembelajaran yang
membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir
9
yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan
bantuan (Suyitno,2002:10). Dalam model ini, diterapkan bimbingan antar teman
yaitu siswa yang pandai bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah.
Disamping itu dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa
yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan
siswa yang lemah dapat terbantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Menurut Suyitno model pembelajaran TAI memiliki 8 (delapan) komponen,
yaitu :
a. Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4
sampai 6 siswa.
b. Placement test, yakni pemberian pre-tes kepada siswa atau melihat rata-
rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa dalam
bidang tertentu.
c. Student Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan
menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau
dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
d. Team Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan
oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada
siswa yang membutuhkannya.
e. Team Scores and Team Recognition, yaitu pemberian skor terhadap
hasil kerja kelompok dan memberikan criteria penghargaan terhadap
kelompok yang berhasil secara cemerang dan kelompok yang
dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
f. Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru
menjelang pemberian tugas kelompok.
g. Facts Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang
diperoleh siswa.
h. Whole Class Units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir
waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
Dari kedelapan komponen tersebut maka Suyitno memberikan langkah-langkah
dalam model pembelajaran TAI sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh
kelompok siswa.
2. Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai
harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang
tertentu. (Mengadopsi komponen Placement Test).
3. Guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen
Teaching Group).
10
4. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis
berdasarkan nilai ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa.
(Mengadopsi komponen Teams).
5. Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah
dirancang sendiri sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara
individual bagi yang memerlukannya. Siswa terlebih dahulu diberikan
kesempatan untuk mengerjakan LKS secara individu, baru setelah itu
berdiskusi dengan kelompoknya. (Mengadopsi komponen Team Study).
6. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan
mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh
guru.
7. Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu.
8. Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang
berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen
Team Score and Team Recognition).
9. Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang
ditentukan.
Pendapat Suyitno tidak jauh berbeda dengan pendapat Slavin. Menurut
Slavin, (2010: 128) Pembelajaran TAI merupakan model pembelajaran dengan
kelompok heterogen yang memberikan informasi untuk memahami suatu konsep
matematika.
Menurut Slavin (2010: 128) TAI merupakan pembelajaran yang terdiri
dari beberapa komponen yang dapat digunakan sebagai langkah-langkah, yaitu:
a. Teams. Para siswa dalam TAI dibagi kedalam tim-tim yang
beranggotakan 4 sampai 5 orang, seperti STAD dan TGT.
b. Tes Penempatan. Para siswa diberikan tes pra program dalam
bidang operasi matematika pada permulaan pelaksanaan program.
Mereka ditempatkan pada tingkat yang sesuai dalam program
individual berdasarkan kinerja mereka dalam tes ini.
c. Materi-materi Kurikulum. Untuk sebagian besar dari pengajaran
matematika mereka, para siswa bekerja pada materi-materi
kurikulumindividual yang mencakup penjumlahan, pengurangan,
perkalian , pembagian, angka, pecahan, decimal, rasio, persen,
statistik, dan aljabar. Masalah-masalah kata dan strategi
penyelesaian masalah ditekankan pada seluruh materi. Tiap unit
mempunyai bagian-bagian sebagai berikut:
Halaman Panduan
Beberapa halaman untuk latihan kemampuan
Tes formatif
Tes Unit
Halaman jawaban untuk halaman latihan kemampuan dan tes-tes
unit dan formatif.
11
d. Belajar Kelompok. Langkah berikutnya yang mengikuti tes
penempatan adalah guru mengajar pelajaran pertama. Selanjutnya
para siswa diberikan tempat untuk memulai dalam unit matematika
individual. Para siswa mengerjakan unit-unit mereka dalam
kelompok mereka, mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Para siswa membentuk kelompok yang terdiri dari 2 atau 3 orang
dalam tim mereka untuk melakukan pengecekan.
2. Para siswa membaca halaman panduan mereka dan meminta
teman satu tim atau guru untuk membantu bila diperlukan.
Selanjutnya mereka akan memulai latihan kemampuan yang
pertama dalam unit mereka.
3. Para siswa mengerjakan empat soal pertama dalam latihan
kemampuannya sendiri selanjutnya jawabannya dicek oleh
teman satu timnya dengan halaman jawaban yang sudah tersedia,
yang dicek dengan urutan terbalik didalam buku
4. Apabila siswa sudah dapat menyelesaikan keempat soal dengan
benar dalam latihan kemampuan terakhir, dia akan mengerjakan
tes formatif A yaitu kuis yang terdiri dari sepuluh soal yang
mirip dengan latihan kemampuan terakhir.
5. Tes formatif para siswa ditandatangani oleh siswa pemeriksa
yang berasal dari tim lain supaya bisa mendapatkan tes unit yang
sesuai. Siswa tersebut kemudian menyelesaikan tes unitnya, dan
siswa pemeriksa akan menghitung skornya. Tiap hari 2 murid
bergantian menjadi pemeriksa.
e. Skor tim dan Rekognisi Tim. Pada setiap akhir minggu, guru
menghitung jumlah skor tim. Skor ini didasarkan pada jumlah rata-
rata unit yang bisa dicakupi oleh tiap anggota tim dan jumlah tes-tes
unit yang berhasil diselesaikan dengan akurat. Kriterianya dibangun
dari kinerja tim. Kriteria yang tinggi ditetapkan bagi sebuah tim
untuk menjadi tim super, kriteria sedang untuk menjadi tim sangat
baik, dan kriteria minimum untuk menjadi tim baik.
f. Kelompok Pengajaran, Setiap hari guru memberikan pengajaran
selama sekitar 10 -15 menit kepada dua atau tiga kelompok kecil
siswa yang terdiri dari siswa-siswa dari tim berbeda yang tingkat
pencapaian kurikulumnya sama. Guru menggunakan konsep
pengajaran yang spesifik yang telah disediakan oleh program.
Tujuan dari sesi ini adalah untuk mengenalkan konsep-konsep utama
kepada para siswa. Pelajaran tersebut dirancang untuk membantu
para siswa memahami hubungan antara pelajaran matematika yang
mereka kerjakan dengan soal-soal yang sering mereka temui dan
merupakan soal-soal dalam kehidupan nyata.
g. Tes Fakta. Seminggu dua kali, para siswa diminta mengerjakan tes-
tes fakta selama tiga menit. Para siswa tersebut diberikan lembar-
lembar fakta untuk dipelajari dirumah untuk persiapan menghadapi
tes-tes ini.
12
Unit seluruh Kelas. Pada akhir tiap tiga minggu guru menghentikan
program individual dan menghabiskan satu minggu mengajari
seluruh kelas kemampuan semacam geometri, ukuran, serangkaian
latihan, dan strategi penyelesaian masalah.
Penekanannya adalah dalam TAI Siswa bekerja sama antar kelompok dalam
usaha memecahkan masalah. Dengan demikian dapat memberikan peluang kepada
siswa yang berkemampuan rendah untuk dapat meningkatkan kemampuannya
karena termotivasi oleh siswa lain yang mempunyai kemampuan yang lebih
tinggi. Diharapkan partisipasi siswa dalam pembelajaran akan meningkat sehingga
hasil belajar siswa juga akan meningkat.
Saminanto (2010: 43) menyatakan bahwa model pembelajaran TAI (Team
Assisted Individualization) merupakan kombinasi pembelajaran kelompok dan
individual yang dikembangkan oleh Slavin pada tahun 1985. Langkah-langkah
model pembelajatan TAI menurut Saminanto (2010:43) adalah sebagai berikut:
1. Disampaikan tujuan pembelajaran
2. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen.
3. Setiap siswa belajar pada aspek khusus pembelajaran secara individual.
4. Anggota kelompok menggunakan lembar jawab yang digunakan untuk
saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
5. Semua bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban pada akhir
kegiatan sebagai tanggung jawab bersama.
6. Validasi kelas hasil diskusi kelompok.
7. Guru memberikan penilaian.
8. Kesimpulan dan penutup.
Dari pendapat ketiga peneliti diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran TAI merupakan model pembelajaran dengan membentuk kelompok
kecil yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen dengan kemampuan berpikir yang
berbeda, dimana siswa bekerja secara berkelompok, tetapi tetap bekerja dengan
kecepatan dan kemampuan masing-masing sehingga siswa yang berkemampuan
rendah dapat terbantu oleh temannya yang berkemampuan tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, maka untuk menerapkan TAI dengan menggunakan
langkah-langkah yang telah dimodifikasi sebagai berikut:
1. Siswa menyimak penjelasan tentang tujuan pembelajaran dan
langkah-langkah pembelajaran.
13
2. Siswa membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa berdasarkan
nilai ulangan harian.
3. Setiap anggota kelompok mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru
secara individu.
4. Setiap anggota yang telah selesai mengerjakan LKS terlebih dahulu
membantu menyelesaiakan LKS anggota yang belum selesai.
5. Masing-masing anggota kelompok saling menjelaskan hasil
penyelesaian LKS yang telah dikerjakan.
6. Setiap kelompok melaporkan keberhasilan penyelesaian LKS dalam
pembahasan dikelas.
7. Siswa bersama guru melakukan penegasan hasil LKS.
8. Siswa mengerjakan post test.
Keuntungan model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI )
adalah sebagai berikut.
1. Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah;
2. Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok;
3. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan
ketarmpilannya;
4. Adanya rasa tanggung jawab dalam kelompok dalam menyelesaikan
masalah.
Kelemahan model pembelajaran (Team Assisted Individualization) TAI
adalah sebagai berikut.
1. Siswa yang kurang pandai secara tidak langsung akan
menggantungkan pada siswa yang pandai;
2. Tidak ada persaingan antar kelompok.
14
2.1.3 Mata Pelajaran Matematika
Latar Belakang Matematika
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di
bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.
Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan
matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi
tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun
sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di
atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan
menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan
ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah
terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara
penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu
dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika,
menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan
mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk
15
menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran,
sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti
komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Tujuan Matematika
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Ruang Lingkup Matematika
Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi
aspek-aspek sebagai berikut.
1. Bilangan
2. Geometri dan pengukuran
3. Pengolahan data
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Pencapaian tujuan Matematika dapat dimiliki oleh kemampuan
peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan
dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan
16
standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan
menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.
Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran
Matematika yang d2tujukan bagi bagi siswa kelas V SD disajikan melalui
tabel 2.1.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
Kelas V Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Bilangan
5. Menggunakan pecahan
dalam pemecahan masalah
5.1 Mengubah pecahan ke bentuk
persen dan desimal serta
sebaliknya
5.2 Menjumlahkan dan
mengurangkan berbagai bentuk
pecahan
5.3 Mengalikan dan membagi
berbagai bentuk pecahan
5.4 Menggunakan pecahan dalam
masalah perbandingan dan skala
Geometri dan Pengukuran
6. Memahami sifat-sifat bangun
dan hubungan antar bangun
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat
Sifat-sifat Bangun Datar
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat
bangun ruang
6.3 Menentukan jaring-jaring
berbagai bangun ruang
sederhana
6.4 Menyelidiki sifat-sifat
kesebangunan dan simetri
6.5 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan Sifat-sifat
Bangun Datar dan bangun ruang
sederhana
17
2.1.4 Hubungan Matematika dan Model Pembelajaran TAI
Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar
untuk berfikir agar memahami apa yang dipelajari (Sugandi, 2006: 9).
Pembelajaran merupakan usaha guru menciptakan kondisi yang memudahkan
siswa untuk belajar dan memperdayakan potensinya sehingga menguasai
kompetensi secara optimal. Dalam pembelajaran matematika guru berusaha untuk
menciptakan iklim pembelajaran yang mempernudah siswa belajar dalam
mengajarkan matematika pada peserta didiknya. Khususnya pada materi sifat-sifat
bangun datar dan bangun ruang untuk mempermudah siswa dalam
mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam memamahi materi tersebut.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru lebih berperan sebagai pembimbing
daripada sebagai pemberi informasi saja.
TAI merupakan model pembelajaran dengan membentuk kelompok kecil
yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen dengan kemampuan berpikir yang
berbeda, dimana siswa bekerja secara berkelompok, tetapi tetap bekerja dengan
kecepatan dan kemampuan masing-masing sehingga siswa yang berkemampuan
rendah dapat terbantu oleh temannya yang berkemampuan tinggi. Cara ini
merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab
individual dalam kelompok. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerja sama mereka. Kerjasama merupakan proses
interaksi siswa dengan siswa lain untuk mengerjakan sesuatu secara bersama-
sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Niat dan kiat
(will and skill) dari anggota kelompok dibutuhkan dalam model pembelajaran TAI
sehingga masing-masing siswa harus memiliki niat untuk saling membantu dan
bekerja sama dengan anggota lainnya (Slavin, 2010: 94). Dengan bekerja sama
dengan baik di dalam kelompoknya, maka siswa dapat menghargai pendapat
orang lain, mendorong berpartisipasi, berani bertanya, mendorong teman untuk
bertanya, dan berbagai tugas. Oleh karena itu kerjasama dalam kelompok
merupakan hal yang penting untuk tercapainya tujuan pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar.
18
Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TAI dapat
meningkatkan hasil belajar matematika, karena didalam pembelajaran TAI siswa
diberikan kesempatan untuk menyatukan pendapat menyelesaikan masalah yang
ada yaitu tentang sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang kemudian meyakinkan
tiap anggota kelompok mengetahui atas jawaban pertanyaan tersebut. Siswa
dalam kelompok saling bekerjasama untuk memahami suatu materi atau
menyelesaikan masalah yang ada.
2.2 Kajian Hasil yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian orang lain yang relevan
dijadikan titik tolak penelitian kita dalam mencoba melakukan pengulangan,
merevisi, memodifikasi dan sebagainya. Penelitian yang relevan dengan penelitian
penulis yaitu oleh Nia Kurnia Asih Pendidikan Ilmu Komputer FPMIPA UPI
berjudul “Penerapan Metode Kooperatif Learning Tipe Team Assisted
Individualization (TAI) Berbasis Multimedia Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Dalam Pembelajaran TIK Kelas V2I SMP Negeri 15 Bandung
Tahun Ajaran 2009/2010”. Hasil penelitian tingkat hasil belajar sebelum
mendapatkan pembelajaran mengenai materi rumus dan fungsi Microsoft Excel
masih rendah. Setelah diterapkan metode cooperative learning TAI berbasis
multimedia, model pembelajaran tersebut berpengaruh terhadap peningkatan hasil
belajar siswa pada pembelajaran TIK di SMP Negeri 15 Bandung Kelas V2I pada
aspek kognitif. Sehingga terdapat peningkatan hasil belajar yang signifikan antara
sebelum dan sesudah diterapkannya metode cooperative learning TAI. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya perolehan keberhasilan guru dalam penerapan model
TAI pada siklus I yaitu 82,36% dan meningkat pada siklus 2 menjadi 91,43%.
Hasil belajar juga meningkat dari rata-rata 64,3 dan ketuntasan kelas 52,33% pada
siklus I menjadi rata-rata 78,29 dan ketuntasan kelas mencapai 85,45% pada
siklus 2.
Kelebihan dalam penelitian ini yaitu siswa dapat mengembangkan kemampuan
dan ketrampilannya dalam menggunakan rumus dan fungsi microsoft exel yang
selanjutnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran TIK.
19
Kelemahan dalam penelitian ini yaitu siswa yang berkemampuan berfikir rendah
tentang rumus dan fungsi microsoft exel secara tidak langsung akan
menggantungkan pada siswa yang pandai dikelompoknya padahal untuk
pembelajaran TIK dibutuhkan ketrampilan, dan keahlian siswa dalam
menggunakan media yang ada, sehingga diwajibkan siswa pandai atau setidaknya
terampil, penelitian ini akan memperbaiki masalah teresebut.
Hasil penelitian Tindakan Kelas Tyas Deviana tentang “Peningkatan
Pembelajaran IPA Melalui Model TAI (Team Assisted Individualy) pada Siswa
Kelas IV SDN I Pinggirsari Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung
tahun 2010/2011”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran Team Assisted Individualy (TAI) untuk pembelajaran IPA siswa
kelas IV SDN I Pinggirsari dengan kompetensi dasar "mendeskripsikan energi
panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya" dapat
dilaksanakan dengan efektif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perolehan
keberhasilan guru dalam penerapan model TAI pada siklus I yaitu 86,79% dan
meningkat pada siklus 2 menjadi 91,51%. Aktivitas siswa meningkat, siklus I
diperoleh 61,24 menjadi 79,3 pada siklus 2. Hasil belajar juga meningkat dari
rata-rata 66,2 dan ketuntasan kelas 54,55% pada siklus I menjadi rata-rata 76,27
dan ketuntasan kelas mencapai 84,85% pada siklus 2.
Kelebihan dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan aktivitas siswa
yang diperoleh dari siklus 1 dan siklus 2. Ada kelebihan, ada juga kelemahan yang
terjadi yaitu siswa terlalu aktif semua menjadikan waktu pelajaran kurang, karena
pembahasannya akan menarik dan menantang siswa, penelitian ini akan
memperbaiki masalah tersebut.
Hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Age Putra Wilyono
tentang Peningkatan Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SDN Sumbersari 1
Malang Melalui Model Team Assisted Individualy (TAI) tahun 2010/2011
menyimpulkan bahwa model Team Assisted Individualization dapat
meningkatkan pembelajaran IPA kelas V SDN Sumbersari 1 Malang. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas siswa dalam penerapan model Team
Assisted Individualization. Pada pertemuan 1 memperoleh nilai (56,41),
20
pertemuan 2 (71,79), pertemuan 3 (84,61), pertemuan 4 (97,43). Meningkatnya
aktivitas belajar dalam pembelajaran IPA pertemuan 1 sampai 4 mencapai taraf
keberhasilan klasikal baik, pada pertemuan 1 memperoleh nilai (53,17%),
pertemuan 2 (56,74%), pertemuan 3 (59,12%), pertemuan 4 (62,03%).
Meningkatnya hasil belajar ditunjukkan pada nilai rata-rata setiap pertemuan yang
meningkat. Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus
1 (64,1), siklus 2 (91,02).
Kelebihan dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan yang luar biasa
pada nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus 1 dan siklus 2. Kelemahannya
adalah aktivitas siswa dalam pertemuan 1 ke pertemuan 2 menunjukkan hasil yang
tidak menunjukkan keberhasilan yang meningkat drastis, tetapi peningkatan
aktivitas siswa terlihat secara klasikal dimulai dari pertemuan 1, meningkat sedikit
pada pertemuan 2, meningkat ke pertemuan 3, dan menunjukkan hasil yang sangat
memuaskan pada pertemuan ke 4 dalam penelitian ini akan memperbaiki masalah
tersebut, penelitian ini akan akan memperbaiki masalah tersebut.
Hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Budi Lestariningsih
tentang “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X-6 SMA N 1 Grabag
Kabupaten Magelang Pokok Bahasan Trigonometri Melalui Implementasi
Model Pembelajaran Kooperatif TAI berbantuan LKS”. Hasil Penelitian ini
menunjukkan bahwa Pada siklus 1 rata-rata kelasnya mencapai 67.31, siswa yang
tuntas sebanyak 20 anak (51.28%) dan yang tidak tuntas sebanyak 19 anak
(48.72%) dengan nilai tertinggi 98 dan nilai terendah 45. Pada siklus 1 untuk nilai
rata-rata hasil belajar yang diperoleh sudah mencapai indikator yang ditetapkan,
tetapi untuk prosentasi ketuntasan masih dibawah indikator yang ditetapkan. Pada
siklus 2 rata-rata kelasnya mencapai 75, siswa yang tuntas sebanyak 33 anak
(84.62%) dan yang tidak tuntas sebanyak 6 anak (15.38%) dengan nilai tertinggi
95 dan nilai terendah 53. Pada siklus 2 hasil belajar yang diperoleh sudah
mencapai indikator yang ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat
disimpulkan bahwa melalui implementasi model pembelajaran kooperatif TAI
berbantuan LKS dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-6 SMA N 1
Grabag Kabupaten Magelang pokok bahasan Trigonometri. Kelebihan dalam
21
penelitian ini adalah terjadi peningkatan nilai siswa yang diperoleh dari siklus 1
dan siklus 2
Hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Imron Aprulloh
tentang “Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Metode Kooperatif
TAI (Team Assisted Individualization) Pada Operasi Hitung Campuran Siswa
Kelas IV SDN Makam Haji 03 Kartasura Pada Semester Genap Tahun Ajaran
2010/2011”. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari hasil pelaksanaan
pembelajaran pada ranah afektif yaitu adanya peningkatan dari kemampuan
bertanya: 62.5% pada siklus I, 66.6% pada siklus 2, 87.5% pada siklus 2I.
Menjawab pertanyaan: 58.3% di siklus I, 75% di siklus 2, 91.6% pada siklus 2I.
Mengerjakan soal didepan kelas: 58.3% siklus I, 70.8% siklus 2, 87.5% siklus 2I.
Mengerjakan soal-soal latihan: 62.5% pada siklus I, 66.6% pada siklus 2, 83.3%
pada siklus 2I. Sedangkan pada ranah kognitif yaitu: sebelum tindakan sebesar
29% dan setelah dilakukan tindakan sebesar 54% pada siklus I, kemudian 75%
pada siklus 2 dan 87.5% di siklus 2I dengan siswa sebanyak 24. Hasil penelitian
ini diperoleh dari hasil tes dengan KKM sebesar ≥ 65. Kesimpulan penelitian ini
adalah bahwa penerapan metode kooperatif TAI (Team Assisted
Individualization) pada mata pelajaran Matematika dalam pokok materi operasi
hitung campuran dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri
Makam Haji 03 Kartasura. Kelebihannya siswa berkemampuan rendah dalam
belajarnya dapat meningkat dengan diterapkannya TAI.
Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan peneliti di atas maka
dengan menggunakan model pembelajaran TAI dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Dengan analisis tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan
menerapkan model pembelajaran TAI pada pelajaran matematika untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
2.3 Kerangka Pikir
Rutinitas pembelajaran yang berlangsung di kelas, adalah pembelajaran
yang berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan
menyampaikan materi pelajaran Matematika melalui ceramah dan langsung
22
penugasan. Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru adalah
diam, mendengarkan, bermain sendiri, dan mengantuk, tidak segera dapat peduli
dengan situasi yang ada baik yang diadakan oleh guru atau siswa yang lain,
sehingga siswa cenderung untuk pasif saja dan hanya mendengarkan penjelasan
guru. Kondisi ini jika siswa diberi pertanyaan atau tes, hasilnya tidak dapat
mengerjakan secara optimal, sehingga skor yang diperoleh rendah.
Perubahan paradigma pembelajaran menuntut siswa aktif, agar kompetensi
yang diharapkan dalam KTSP 2006 dapat tercapai. Suatu pembelajaran akan
efektif bila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri secara langsung dalam
proses pembelajaran. Siswa diharapkan dapat menemukan sendiri atau memahami
sendiri konsep yang telah diajarkan yaitu dengan mengalami langsung.
Pembelajaran dengan model konvensional yang pada umumnya dilaksanakan oleh
guru masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi siswa. Guru masih
dominan sehingga membuat siswa menjadi pasif. Siswa tidak mengalami
pengalaman belajar sendiri untuk mendapatkan pengalaman baru dalam kegiatan
belajar mengajar di sekolah, akibatnya hasil belajar siswa rendah. Untuk
mengatasi paradigma di atas, peneliti mencoba menerapkan suatu model
pembelajaran TAI. Model pembelajaran TAI merupakan model pembelajaran
dengan membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 5 siswa yang heterogen
dengan latar belakang cara berpikir yang berbeda, dimana siswa bekerja secara
berkelompok, tetapi tetap bekerja dengan kecepatan dan kemampuan masing-
masing sehingga siswa yang berkemampuan rendah dapat terbantu oleh temannya
yang berkemampuan tinggi. Untuk memperbaiki paparan tersebut digunakan KD
setelah pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru. KD yang digunakan
untuk pembelajaran TAI pada siklus I yaitu Mengidentifikasi Sifat-sifat bangun
datar dan KD untuk siklus 2 adalah Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang.
Dalam teknik ini, siswa bekerja sama dalam suasana gotong royong dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru, mula mula siswa menyimak
tujuan pembelajaran dan langkah-langkah kegiatan serta materi yang disampaikan
guru, kemudian siswa dibentuk kelompok yang beranggotakan 5 orang
berdasarkan nilai ulangan harian. Setelah terbentuk kelompok guru membagikan
23
LKS kepada setiap siswa dan siswa secara individu menyelesaikan LKS. siswa
yang telah selesai mengerjakan LKS terlebih dahulu membantu mengerjakan LKS
kepada teman yang belum selesai (penilaian proses). Setelah semua siswa selesai
mengerjakan LKS, siswa bergabung kedalam kelompok dan masing-masing siswa
saling mengklarifikasi tentang hasil kerja LKS (penilaian proses) dan
membandingkan jawaban yang sudah terjawab dan menyelesaikan permasalahan
yang ada. Setelah selesai siswa membuat kesimpulan yang dilanjutkan dengan
membuat laporan kelompok yang akan dilaporkan pada pembahasan kelas.
Kemudian siswa diberikan tes formatif sebagai penilaian hasil belajar. Dengan
penggunaan model pembelajaran TAI akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam TAI ini siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar menyelesaikan
masalah maka akan terbantu oleh teman sekelompoknya. Pembelajaran TAI ini
memberikan kebebasan bagi siswa untuk aktif membangun pengetahuannya
sendiri melalui kerja sama dan saling ketergantungan satu sama lain. Dengan
demikian, karakteristik TAI di antaranya adalah pembelajaran yang berpusat pada
anak, menekankan pada pembentukan kerjasama, tanggu jawab dalam kelompok
untuk melaporkan hasil kerja mereka. Hasil yang diharapkan adalah optimal. Oleh
karena itu, untuk mengukurnya keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran, maka pengukuran dilakukan dengan unjuk kerja dan tes formatif.
Skor capaian pengukuran ini akan menunjukkan kenaikan skor yang signifikan.
Untuk itu, perlu dilakukan dengan pemantapan tindakan yaitu mengulang kembali
dengan model pembelajaraan TAI dengan kompetensi dasar yang lain sehingga
tujuan pembelajaran yang lebih meningkat. Dalam pembelajaran ini diharapkan
pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa menjadi aktif dalam
pembelajaran serta siswa yang berkemampuan rendah dapat terbantu oleh
temannya yang berkemampuan tinggi sehingga hasil belajar siswa dapat
meningkat.
Penjelasan lebih rinci disajikan dalam gambar 2.3 tentang hubungan antara
proses belajar mengajar, pembelajaran konvensional dan model pembelajaran
TAI.
24
Gambar 2.1
Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Model
Pembelajaran TAI
KD : 5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala.
Penilaian proses
Hasil belajar : > KKM
Keaktifan klarifikasi
Kerja Kelompok
Penilaian Hasil Belajar Tes Formatif
Klarifikasi siswa tentang bangun datar dan bangun ruang
Laporan kelompok (presentasi)
Menyimak tujuan pembelajaran tentang sifat-sifat bangun datar dan sifat-sifat bangun ruang serta langkah-langkah
kegiatan
Memberikan bantuan pada siswa yang belum selesai
Mengerjakan LKS secara individu
Membentuk kelompok berdasarkan nilai ulangan harian 5
PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
Siswa :diam
mendengarkan, bermain sendiri, mengantuk
Guru : mendominasi PBM dg ceramah, langsung penugasan
Proses berfikir: Abstrak
ke abstrak (Siswa mendengar penjelasan guru, siswa tidak mengalami proses identifikasi secara langsung
Hasil belajar : < KKM
Model Pembelajaran TAI
Guru :sebagai
fasilitator dan pendamping siswa, membantu siswa yg kurang paham
Proses Belajar Matematika KD: 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar 6.2 Mengidentifikasi Sifat-sifat bangun ruang
25
2.4 Hipotesis Tindakan
Dari refleksi kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka pikir
masalah maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut :
Peningkatan hasil belajar matematika dicapai melalui model pembelajaran
TAI siswa kelas V SD N Bantir Candiroto Temanggung Semester 2 Tahun
2011/2012.