8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Jenis dan Perkembangan Teknik Batik
Batik adalah upaya pembuatan ragam hias pada permukaan kain
dengan cara menutup bagian-bagian yang tidak dikehendaki berwarna dengan
lilin malam. Batik termasuk dalam kelompok teknik desain permukaan, yaitu
penciptaan desain dengan cara memberi hiasan berupa motif dan warna diatas
permukaan kain setelah melalui proses penenunan.
Teknik produksi batik pada awalnya menggunakan bubur ketan
sebagai perintang warna yang terkenal dengan nama kain simbut. Alat untuk
membatiknya semacam pensil dari bambu. Kemudian ditemukan bahan
perintang dari malam tawon (bees-wax), yang lama kelamaan dikembangkan
menjadi lilin batik dengan menggunakan berbagai campuran bahan seperti
damar mata kucing, lemak hewan, paraffin, gondorukem, micro-wax, lilin
lenceng, lilin kote dan minyak kelapa dengan takaran tertentu.
Jenis batik yang dihasilkan pada mulanya adalah batik tulis yang
diwarnai dengan pewarnaan alami dan dibuat secara terbatas. Canthing tulis
diperkirakan diciptakan di lingkungan kraton Mataram pada abad ke 17
(Doellah, 2002: 10). Batik cap kemudian mulai dirintis pada tahun 1815
dengan menggunakan stempel dari tembaga, tetapi meluas Perang Dunia I,
yaitu sekitar tahun 1920-an. Pada tahun 1920 pernah dibuat stempel dari kayu,
9
namun alat ini tidak dapat berkembang pada pembatikan di Jawa (Soesanto,
1980 : 22).
Pada tahun 1960-an para pelukis mempelopori berkembangnya batik
modern, yang disebut batik bukan tradisional (Yahya, 1985 : 22). Tepatnya
pada tahun 1966 mulai munculnya batik modern ini dengan teknik batik lukis
atau batik painting. Pembuatan batik dengan teknik lukisan terkenal dengan
nama “batik kreasi baru” atau “batik gaya bebas” dimana sebagian lilin batik
dilukiskan diatas kain membentuk gambaran-gambaran yang abstrak
(Soesanto, 1973:5). Alat untuk melukisnya yakni kuas atau sendok.
Batik tulis, cap dan lukis berkembang berdampingan sampai
munculnya teknologi cetak kain pada awal tahun 1970-an yang menyebabkan
banyaknya produk tekstil bermotif batik dipasaran dan menyebabkan
kemuduran batik tulis dan cap. Tetapi batik tetap dapat bertahan dan terus
mengalami perkembangan meskipun mengalami pasang surut. Pemaduan
unsur seni, sains, dan teknologi senantiasa mewarnai perkembangan batik.
Batik terbagi menjadi beberapa jenis, setiap jenis satu dengan yang
lainnya terdapat perbedaan. Baik mulai dari bentuk motif, maupun proses
pengerjaannya. Menurut Soesanto (1980), ada 3 jenis batik dilihat dari
tekniknya, yaitu diantaranya:
a. Batik Tulis.
Batik tulis dibuat dengan cara menuliskan lilin batik dengan alat
canting semacam pena berbentuk khusus untuk tulis lilin terbuat dari plat
tembaga. Mulanya pada umumnya pekerjaan membuat batik tulis
10
dikerjakan oleh wanita, adapula beberapa daerah dimana membatik tulis
dilakukan oleh pria. Pada batik ini biasanya masih mengikuti batik
pendahulunya batik klasik, yang memiliki pakem dari kraton.
b. Batik Cap.
Batik cap adalah batik yang dalam proses pembuatan polanya
menggunakan alat bantu berupa cetakan sendiri terbuat dari tembaga. Cap
ini biasa disebut canting cap, berbentuk stempel. Pembuatan batik ini
sedikit lebih cepat dari pada batik tulis yang masih menggunakan tangan
dalam membuat polanya.
c. Batik Lukis.
Batik lukis dalam proses pembuatannya tidak terpaku oleh suatu
aturan yang ada seperti pada batik klasik. Spontanitas langsung dilakukan
oleh pembuatnya yang mahir. Kebebasan memilih teknik merupakan ciri
dari batik lukis. Untuk alat yang digunakan pada batik lukis biasanya yang
digunakan adalah kuas lukis, walaupun tidak menutup kemungkinan
menggunakan alat lain untuk menghasilkan efek-efek goresan tertentu.
Menurut Handoyo (2008: 16), batik lukis termasuk batik kreasi
baru. Pola-pola batik kreasi baru tidak terikat oleh ketentuan-ketentuan
seperti batik klasik. Batik kreasi baru berpola bebas. Polanya dapat
diambil dari seni primitive, bentuk patung, bentuk dari alam, atau kesenian
daerah.
Selain 3 jenis batik diatas, jenis batik dilihat dari tekniknya
berkembang hingga memunculkan jenis Batik Kombinasi. Batik kombinasi
11
adalah kain batik yang motifnya mengkombinasikan antara teknik batik cap
dengan tulis, cap dengan lukis, maupun lukis dengan tulis. Tujuan
pencampuran teknik-teknik batik ini untuk menekan harga jual supaya lebih
rendah dibanding dengan batik tulis murni.
Seiring perkembangan waktu dan zaman, saat ini muncul jenis batik
dengan teknologi lebih modern yang praktis sehingga dalam pembuatannya
memakan waktu lebih singkat dan hasil produksi yang didapat lebih banyak
dibanding menggunakan cara tradisional, jenis batik tersebut yaitu batik print
atau sablon.
Pada metode batik print atau yang sering dikenal dengan teknik malam
dingin dapat dikatakan perpaduan antara sablon dan batik. Pada batik dengan
teknik malam dingin ini, materi yang diprintkan pada kain adalah malam
(lilin) dan bukan pasta warna seperti batik print konvensional.
Penelitian mengenai malam dingin pernah beberapa kali dilakukan
oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta, salah satunya pada
tahun 2004 dengan judul “Pengembangan Sistem Pembatikan dengan Metode
Screen” yang membahas tentang komposisi bahan malam dingin, screen
printing yang dapat digunakan pada teknik malam dingin dan tahapan singkat
mengenai pembatikan malam dingin.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa malam dingin
adalah suatu teknik pembatikan menggunakan screen yang merupakan proses
pelekatan lilin batik menggunakan (alat) screen, yang biasa digunakan untuk
proses sablon (screen printing). Agar proses pembatikan screen dapat berjalan
12
dengan baik, yang perlu diperhatikan adalah persyaratan untuk lilin batik dan
screen yang digunakan. Lilin batik yang digunakan harus berupa lilin pasta
pada suhu kamar yang kekentalannya dapat diatur dengan pelarut, sedangkan
screen yang digunakan harus cukup jarang sehingga dapat dilalui oleh lilin
pasta (Sulaeman, 2004: 4).
Pada tahun 2016 BBKB kembali melakukan penelitian dengan judul
“Ratio Komposisi Penggunaan Lilin Batik Dingin Cair pada Pembatikan Kain
Katun Dengan Zat Warna Naphtol” yang membahas tentang pengujian
pembuatan berbagai variasi komposisi malam dingin dan pelarutnya,
kelancaran proses pembatikan sablon, waktu pengeringan dan daya tolak
warna terhadap zat warna batik dengan berbagai bahan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa berbagai variasi
komposisi malam dingin dan pelarutnya serta penggunaan screen printing
dengan ukuran tertentu mempengaruhi kelancaran proses pembatikan sablon.
Semakin besar ukuran kasa yang digunakan, hasil printingnya semakin tebal
dan hal ini juga akan mempengaruhi waktu pengeringan lapisan malam dingin
yang menempel pada permukaan kain. Selain itu yang juga dianggap memiliki
peranan besar terhadap pengeringan lapisan malam pada permukaan kain
adalah ratio penggunaan dempul dan pelarut (terpentin dan toluen). Sedangkan
berkaitan dengan daya tolak pasta print terhadap zat warna batik, faktor yang
dianggap berperanan adalah jumlah komponen perintang yang menyusun
formulasi pasta malam yaitu: gondorukem, lilin bekas, damar mata kucing,
parafin, kote dan microwax (Suheryanto, 2016: 6)
13
Dalam buku Seni Kerajinan Batik Indonesia, yang dimaksud dengan
„teknik membuat batik‟ adalah proses-proses pekerjaan dari permulaan, yaitu
dari kain (mori) sampai menjadi kain batik. Pengerjaan dari mori batik
menjadi kain batik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Persiapan, yaitu macam-macam pekerjaan pada mori sehingga menjadi
kain yang siap untuk dibuat batik, pekerjaan persiapan ini antara lain
meliputi:
a) Nggirah (mencuci) atau ngetel
b) Nganji (menganji)
c) Ngemplong (setrika, kalander)
2) Membuat batik, yaitu macam-macam pekerjaan dalam pembuatan batik
yang sebenarnya, dan pekerjaannya meliputi 3 macam pekerjaan utama,
yaitu:
a) Pelekatan lilin batik pada kain untuk membuat motif batik yang
dikehendaki. Pelekatan lilin batik ada beberapa cara, dengan ditulis
dengan canting tulis, dengan dicapkan dengan canting cap, dilumurkan
dengan kuas atau jegul dan yang paling modern adalah dengan
disablonkan dengan alat screen printing. Fungsi dari lilin batik ini
ialah untuk resist (menolak) terhadap warna yang diberikan pada kain
pada pengerjaaan berikutnya. Yang dimaksud dengan lilin batik adalah
campuran unsur-unsur lilin batik, pada umumnya terdiri dari
gondorukem, mata kucing, parafin atau microwax, lemak atau minyak
nabati dan kadang-kadang ditambah lilin dari tawon atau dari lanceng.
14
b) Pewarnaan batik, pekerjaan pewarnaan ini dapat berupa mencelup,
dapat secara coletan atau lukisan (painting). Pewarnaan dilakukan
secara dingin (tanpa pemanasan) dan zat warna yang dipakai tidak
hilang warnanya pada saat pengerjaan menghilangkan lilin atau tahan
terhadap tutupan lilin.
c) Menghilangkan lilin, yaitu menghilangkan lilin batik yang telah
melekat pada permukaan kain. Menghilangkan lilin batik ini berupa
penghilangan sebagian pada tempat-tempat tertentu dengan cara
mengerok (mengerik) atau menghilangkan lilin batik secara
keseluruhan dan pengerjaan ini disebut “melorod” (disebut pula:
nglorod, ngebyok, mbabar)
Dengan tiga macam proses utama tersebut orang dapat membuat batik
dengan beberapa macam cara pembuatan batik, yaitu disebut “teknik
pembuatan batik” atau “proses pembuatan batik”.
Teknik pembuatan batik tradisional yang proses pembuatannya mulai
dari kain mori sampai kain jadi, yakni:
a) Teknik Bedesan
Cara Bedesan, cara ini merupakan cara yang digunakan dalam pembuatan
batik secara cepat, jadi cara ini biasanya digunakan dalam proses
pembuatan batik cap. Proses pembuatan batik ini urutan pengerjaan dibalik
dan tidak terdapat pengerjaan ngerok atau nglorod dan mbironi kain
(Soesanto, 1980: 11). Pada batik cara ini tidak akan terdapat warna biru
karena warna yang dihasilkan nantinya adalah warna hitam dan coklat.
15
b) Teknik Radioan
Cara Radion, batik cara ini biasanya digunakan dalam pembuatan batik
secara cap dan hanya untuk pembuatan batik yang berkualitas sedang atau
kasar. Dalam teknik radioan ini ada perusakan warna yang dilakukan
dengan cara memutihkan warna menggunakan cairan pemutih yang
nantinya pada bagian putih itu dibiarkan tetap putih. Biasanya pemutihan
dikerjakan dengan larutan Kalium permanganat dalam keadaan asam dan
larutan natrium hydrosulfit, yaitu direndam pertama dengan 3 gram per
liter kalium permanganat dan 2 cc per liter asam clorida, kemudian
dikerjakan kedua dengan larutan dari 9 gram natrium hydrosulfit per liter
dalam keadaan dingin, lalu dibilas sampai bersih (Soesanto, 1980: 12).
Teknik pembuatan batik tradisional yang tekniknya hanya diterapkan
pada satu proses tertentu, yakni:
(1) Teknik Kerokan
Cara Kerokan, menghilangkan sebagian lilin dari lukisan yaitu bagian
yang akan berwarna soga atau warna lain pengganti soga, dengan cara
mengerok bagian lilin ditempat-tempat tertentu. Agar mudah lilin itu
dilepas, kain lebih dulu direndam sebentar pada larutan kostik soda. Alat
yang dipakai untuk melepaskan lilin dengan mengerok ini adalah plat besi
dilengkung disebut “cawuk” (Soesanto, 1980: 16).
(2) Teknik Lorodan
Cara Lorodan, cara ini hampir sama dengan cara kerokan, dimana
menghilangkan sebagian lilin pada tengah-tengah proses dikerjakan
16
dengan cara melorod (Soesanto, 1980: 16). Cara ini menghasilkan efek
yang berbeda dengan teknik kerokan, batik yang dibuat dengan cara ini
batas antara warna putih dan soga akan tegas, begitu pula batas antara
warna dasar dan gambar sebagian besar merupakan batas yang tegas. Cara
ini lebih cocok untuk lukisan atau corak yang banyak menggunakan isen
garis-garis kecil dan cecek.
Seiring dengan perkembangan zaman kini ada teknik membuat batik
modern, bila ditinjau dari berbagai cara membuat batik modern, menurut
Sewan Soesanto dalam bukunya berjudul Seni Kerajinan Batik Indonesia
sebagai proses dasar dapat dibedakan atas beberapa macam proses dasar,
sebagai berikut:
(a) Cara Kelengan, cara ini merupakan cara pewarnaan batik yang hanya
dengan satu warna yang zaman dulu berwarna biru tua. Sebagai variasi
dan perkembangan dari batik kelengan ini, pada suatu saat (sekitar tahun
1964) terkenallah apa yang disebut “batik ganefo” yaitu suatu tipe batik
semacam batik kelengan tetapi tidak berwarna biru tua melainkan warna-
warna tajam seperti merah, hijau, violet, oranye, dan sebagainya
(Soesanto, 1980: 13)
(b) Cara Pekalongan, batik cara ini biasanya berwarna cerah dan tajam serta
tidak ada proses medel didalamnya. Cara ini awalnya hanya digunakan
dalam pembuatan sarung saja. Batik Pekalongan pada umumnya berbentuk
sarung, yang mempunyai motif dan cara pembuatan yang khusus
(Soesanto, 1980: 12)
17
(c) Cara remukan wonogiren, pembuatan batik dengan cara ini pertama kain
dilipat atau digulung kemudian dikerjakan agar lilin yang menempel pada
kain pecah-pecah, misalnya dengan diinjak-injak atau dibanting-banting.
Bila lilin itu sukar pecah, sebaiknya lebih dulu direndam sebentar dalam
larutan kostik soda (Soesanto, 1980: 16). Untuk membuat batik dengan
proses ini sebaiknya dipakai jenis lilin yang mudah pecah. Hasil dari
remukan wonogiren ini batik yang berwarna putih diatas warna dasar
dengan pecah-pecah pada gambar dengan warna soga atau warna lain.
Efek pecah-pecah pada gambar itu dapat dibuat variasi dengan pekerjaan
“pecah-celup” sampai dua kali atau lebih dimana warnanya dibuat makin
lebih muda.
(d) Cara pelarutan kostik soda, pada proses ini cara menghilangkan lilin
sebagian pada tengah-tengah proses dengan melarutkan dengan kostik
soda. Lilin batik itu pada dasarnya terlarut oleh kostik soda. Untuk
mempercepat lepasnya lilin dari kain dibantu dengan disikat. Bagian
lapisan lilin yang tipis akan lebih larut dan akan lebih dulu terlepas dari
kain, sedangkan pada bagian yang tebal masih menutup kain meskipun
pada bagian muka terlarut pula oleh kostik soda (Soesanto, 1980: 17).
Hasil dari proses ini ialah bagian warna putih dan warna soga (atau warna
penggantinya) tidak teratur, karena sewaktu lilin dilepaskan secara disikat
bagian-bagian tipis yang lepas jadi susunan warna putih dan warna soga
tergantung pada tebal tipisnya lilin pada lukisan.
18
(e) Cara lorodan magel, untuk mudahnya digunakan istilah magel yang
artinya setengah matang atau belum matang. Lorodan magel artinya
lorodan yang belum selesei, atau sebagian lilin sudah lepas, tetapi
sebagian lilin belum lepas (Soesanto, 1980: 17). Bila waktu kain sedang
dilorod dan dihentikan, maka pada lapisan lilin yang tipis sudah lepas dari
kain, dan pada bagian lilin yang tebal atau kuat masih menempel pada
kain. Maka terjadilah tempat-tempat yang terbuka dan tertutup susunan
secara tidak teratur. Keadaan ini dipergunakan sebagai salah satu cara
menghilangkan sebagian lilin pada proses pembuatan batik modern. Hasil
kain yang dibuat secara proses lorodan magel ini ialah bahwa warna soga
(atau warna lain) dan warna putih tersusun secara tidak teratur. Tetapi efek
ini bagi orang yang dapat memainkan justru akan memberi keadaan yang
menguntungkan dan menghasilkan lukisan atau gambar yang indah.
(f) Cara Kombinasi, batik dengan cara ini adalah proses pembuatan batik
yang mengkombinasikan berbagai macam teknik batik. Sebagai contoh
teknik batik remukan wonogiren dikombinasikan dengan teknik batik
lorodan. Hasil kain batik yang dibuat secara proses kombinasi ini ialah
bahwa warna soga dua macam, yaitu sebagai bayangan yang lain disertai
efek pecahan wonogiren ditengah-tengahnya (Soesanto, 1980: 18)
Selama lebih dari 150 tahun terakhir, produksi batik terlibat dengan
berbagai perkembangan gagasan, baik pada aspek estetis, teknologi maupun
fungsionalnya (Asti Musman, 2011: 9). Teknik yang digunakan dalam proses
pembuatan batik sangat terkait dengan produk batik yang akan dihasilkan.
19
2. Struktur dan Jenis Motif Batik.
Diksi Rupa, buku karangan Mikke Susanto menuliskan bahwa motif
adalah pola; corak; ragam. Motif hias adalah corak hiasan pada kain, bagian
rumah dan sebagainya (2002: 75). Secara umum, batasan tentang motif
memang demikian, tetapi pada ornamen, motif memiliki arti khusus. Motif
sangat erat hubungannya dengan pola karena motif merupakan
pangkal/dasar/titik tolak dari terbentuknya sebuah pola apabila motif tersebut
mengalami pengulangan secara simetris atau pengulangan non simetris
(Affanti, 2008: 19).
Motif terdiri atas unsur bentuk atau objek, skala atau proporsi, dan
komposisi. Motif menjadi pangkalan atau pokok dari suatu pola. Motif itu
mengalami proses penyusunan dan diterapkan secara berulang-ulang sehingga
diperoleh sebuah pola. Pola itulah yang nantinya akan diterapkan pada benda
lain yang nantinya akan menjadi sebuah corak (Setiati, 2008: 43). Corak
adalah seluruh motif yang memenuhi permukaan juga dapat diartikan sebagai
colour design, type, feature, and character. Merupakan identitas yang telah
normatif, suatu tanda khusus untuk membedakan dengan yang lainnya. Corak
dipakai dalam pembahasan objek-objek mati (Affanti, 2008: 17)
Dalam desain ada beberapa komposisi motif diantaranya desain
allover, desain border, desain mirror, desain panel, desain jumping, desain
spot (Permana, 2009: 9-12).
Desain motif allover adalah desain yang bentuk standar dan umum,
biasanya layout motif penuh. Desain motif border adalah desain yang layout
20
motifnya disalah satu sisi atau kedua sisinya ada motif garis ataupun yang
membentuk garis. Desain motif mirror adalah desain yang layout motifnya
membentuk garis pada kedua belah sisinya, ukuran sama persis dan letaknya
berseberangan, berhadapan seperti berdiri didepan cermin dan selalu simetris.
Desain motif panel adalah desain yang layout motifnya ada garis atau yang
membentuk garis pada keempat sisinya. Desain motif jumping adalah desain
yang layoutnya penuh ada border dan ada motif allovernya, biasanya desain
dibagi menjadi dua atau tiga bagian karena ukurannya sangat besar. Desain
motif spot adalah desain yang layout motifnya hanya ada pada beberapa
tempat tertentu yang diinginkan seperti pada bagian baju depan, bawah atau
atas biasanya dipakai untuk teknik painting.
Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara
keseluruhan. Motif batik disebut juga corak batik atau pola batik (Soesanto,
1980: 212). Keberagaman jenis motif pada batik dipengaruhi oleh beberapa
unsur yang meliputi:
a. Ornamen
Berdasarkan ornamennya jenis motif batik dibagi menjadi tiga
yakni ornamen utama, ornamen pengisi dan isen.
1) Ornamen utama
Ornamen utama adalah suatu ragam hias yang menentukan dari
pada motif tersebut dan pada umunya ornamen-ornamen utama
tersebut masing-masing mempunyai arti, sehingga susunan ornamen-
ornamen tersebut dalam suatu motif membuat jiwa atau arti dari pada
21
motif itu sendiri. (Soesanto, 1980: 212) Bentuk motif ini sering kali
dijadikan sebagai nama motif batik.
Ornamen utama dalam motif batik adalah Meru, Pohon Hayat,
Tumbuhan, Garuda, Burung, Bangunan, Lidah Api, Naga, Binatang
dan Kupu-kupu.
a) Meru
Meru adalah bentuk gambaran gunung dilihat dari samping.
Kadang-kadang digambarkan rangkaian dari tiga gunung, bagian
tengah sebagai gunung puncak. (Soesanto, 1980: 259)
b) Pohon Hayat
Pohon hayat berupa suatu bentuk pohon khayalan yang
bersifat perkasa dan sakti, lambang dari kehidupan. Pohon hayat
digambarkan dengan bentuk lengkap dengan batang, dahan,
kuncup dan daun, berakar tanjung atau sobrah. (Soesanto, 1980:
260)
Seiring perkembangannya pada motif batik, pohon hayat ini
digambarkan bervariasi, ada yang dikombinasi dengan motif lain
seperti motif Meru hingga ada pula digambarkan dengan
penggambaran yang sederhana.
c) Tumbuhan
Ornamen tumbuhan digambarkan stilir dari salah satu
bagian, misalnya bunga, sekelompok daun atau kuncup, atau
rangkaian dari daun dan bunga. Pada motif batik klasik ornamen
22
tumbuhan pegang penranan, baik sebagai ornamen pokok maupun
sebagai ornamen pengisi. (Soesanto, 1980: 261)
Kadang-kadang Tumbuhan digambarkan semacam tanaman
menjalar, bentuk berlengkung-lengkung, bentuk ini disebut lung-
lungan, dalam seni ornamentik disebut pilin atau spiral.
d) Garuda
Ornamen Garuda didalam motif batik digambarkan sebagai
bentuk stilir dari Burung Garuda, suatu bentuk burung yang
perkasa seperti Rajawali. Kadang-kadang sebagai stilir semacam
burung merak.
Ornamen Garuda digambarkan dengan beberapa macam
bentuk, antara lain bentuk dengan dua sayap dan lengkap dengan
ekor atau biasa disebut sawat, bentuk garuda disusun dengan dua
sayap yang biasa disebut mirong, dan garuda digambarkan dengan
satu sayap seolah-olah digambarkan dari samping dan sebagai
variasi pada pangkal sayap digambarkan kepala burung. Pada
bentuk sayapnya sendiri ornamen garuda dibedakan menjadi dua
macam, yaitu sayap terbuka dan sayap tertutup. (Soesanto, 1980:
263)
e) Burung
Ornamen burung dipakai sebagai ornamen pokok dan
ornamen pengisi. Didalam motif batik ornamen burung dibagi
menjadi tiga tipe, yaitu tipe burung merak, tipe burung phoenix dan
23
tipe burung khayalan. Ornamen burung pada umumnya terdapat
pada Semen, sebagian kecil saja terdapat pada motif ceplok atau
motif yang lain. Burung sebagai ornamen pengisi digambarkan
dengan bentuk kecil. (Soesanto, 1980: 265)
f) Bangunan
Ornamen bangunan ialah bentuk yang menggambarkan
semacam rumah, terdiri dari lantai atau dasar dan atap. Pada
penggambarannya sebagai variasi biasanya dibagian bawah
terdapat semacam bentuk bagian tumbuhan. Variasi lain terdapat
pada tingkatan dari bagian dasar, dari satu tingkat sampai tiga
tingkat. (Soesanto, 1980: 267)
g) Lidah api
Lidah api dalam seni batik atau motif batik digambarkan
dengan dua macam bentuk, yaitu:
(1) sebagai deretan nyala api, biasa dipakai untuk hiasan pinggir
atau batas antara bidang bermotif dan bidang tidak bermotif.
Bentuk ini dalam pembatikan disebut cemukir atau modang.
(2) Bentuk yang berupa deretan ujung lidah api membentuk seperti
blumbangan memanjang.
Ornamen lidah api ini seperti halnya ornamen bangunan,
sangat terbatas dapat ditemui pada motif batik. Ornamen ini hanya
akan ditemui pada motif-motif batik klasik yang digunakan pada
kain kemben, dodot maupun ikat kepala. (Soesanto, 1980: 269)
24
h) Naga
Ornamen naga adalah bentuk khayalan seperti halnya
Garuda dan Pohon hayat. Dalam pengertian symbol, Naga
melambangkan dunia bawah, air, perempuan, bumi, yoni, pintu dan
musik.
Pada penggambarannya biasanya naga digambarkan
memakai mahkota, kadang-kadang bersayap, kadang-kadang
bersayap dan berkaki, kadang juga digambarkan dua naga disusun
simetris sehingga menyerupai ornamen Garuda atau bentuk
lainnya. (Soesanto, 1980: 270)
i) Binatang
Ornamen binatang yang sering digambarkan dalam
ornamen seni berupa Lembu, Kijang, Gajah, Singa atau Harimau.
Binatang-binatang tersebut kadang-kadang juga digambarkan
dengan bentuk aneh atau khayalan, misalnya digambarkan singa
bersayap, gajah bersayap, kuda atau lembu berbelalai, atau
binatang dengan ekor berbunga.
Didalam motif batik dari daerah Yogya dan Solo ornamen
binatang digambarkan secara stilir yaitu bentuk khusus dalam
motif batik, namun didaerah lain terutama didaerah pantai utara
Jawa, binatang digambarkan riil atau bentuk nyata. (Soesanto,
1980: 272)
25
j) Kupu-kupu
Ragam hias yang bentuknya semacam kupu, biasanya
digambarkan penampang dari sebelah atas punggung pada keadaan
terbang. Ornamen dalam golongan ini terdapat pula bentuk-bentuk
yang aneh, seperti ekor seperti daun, dirangkai dalam tumbuhan,
sayapnya mendekati bentuk pohon hayat, badannya seperti susunan
daun dan bunga, sayangnya seperti rangkaian daun, dan lain
sebagainya. (Soesanto, 1980: 274)
2) Ornamen tambahan atau pengisi.
Ornamen tambahan adalah suatu ragam hias yang tidak
mempunyai arti dalam pembentukan motif dan berfungsi sebagai
pengisi bidang. (Soesanto, 1980: 212) Pada ornamen tambahan ini
umumnya bentuknya digambarkan lebih kecil dan lebih sederhana,
sedang dari pada ornamen utama. Ornamen tambahan atau pengisi ini
juga sering disebut motif selingan.
Dalam ornamen pengisi yang digambarkan dapat berbagai
macam seperti bentuk burung, bentuk binatang sederhana atau bentuk
tumbuhan, seperti kuncup, daun, bunga atau lung-lungan. Dalam satu
motif, ornamen pengisi itu dapat hanya satu macam ornamen pengisi,
dapat pula diisi dengan beberapa macam ornamen pengisi. (Soesanto,
1980: 276)
26
3) Isen
Isen motif adalah berupa titik-titik, garis-garis, gabungan titik
dan garis, yang berfungsi sebagai pengisi bidang ornamen dari motif
atau mengisi bidang diantara ornamen-ornamen tersebut. (Soesanto,
1980: 212)
Isen motif berguna untuk memperindah pola batik secara
keseluruhan. Isen ini memiliki nama-nama tertentu sesuai bentuknya,
dan tidak jarang nama isen ini disertakan pada nama motif batik.
b. Bentuk
Sedangkan jika berdasarkan susunan dan bentuk-bentuk ornamen
didalam motif batik, maka motif-motif tersebut dapat digolongkan dalam
pembagian sebagai berikut:
1) Golongan geometris
Motif geometri secara umum adalah motif yang mengandung
unsur-unsur garis dan bangun, seperti garis miring, bujur sangkar,
persegi panjang, trapezium, belah ketupat, jajaran genjang, lingkaran
dan bintang yang disusun secara berulang dan membentuk satu
kesatuan motif (Wulandari, 2011: 106). Yang termasuk kedalam jenis
golongan motif geometris adalah sebagai berikut:
a) Motif banji.
Motif banji berdasar pada ornamen swastika, dibentuk atau
disusun dengan tiap ujung dari: swastika tersebut dihubungkan satu
27
sama lain dengan garis-garis, sehingga tersusun suatu motif yang
diberi nama Banji. (Soesanto, 1980: 218).
Batik banyumas adalah daerah yang masih membuat motif
banji ini, dengan proses bedesan sehingga hanya terdapat warna
hitam dan coklat. Motif ini tergolong motif klasik. Nama-nama
motif banji antara lain banji guling, banji bengkok, banji kerton,
dan banji lancip.
b) Motif ganggong
Banyak orang beranggaan motif ganggong adalah motif
ceplok karena sepintas hampir sama. Namun jika diperhatikan
dengan detail akan terlihat perbedaan antara motif ganggong
dengan motif ceplok (Wulandari, 2011: 107).
Ciri khas yang membedakan corak ganggang dengan
ceplok adalah adanya bentuk isen yang terdiri atas seberkas garis
yang panjangnya tidak sama dan ujung garis yang paling panjang
berbentuk serupa tanda salib. (Soesanto: 1980: 219) Nama-nama
motif ganggong antara lain ganggong sari, ganggong rejuna,
ganggong madusari, gsnggong branto, dan masih banyak lagi.
c) Motif ceplok atau ceplokan
Motif ceplok atau ceplokan adalah motif-motif batik yang
didalamnya terdapat gambaran-gambaran berbentuk lingkaran,
roset, binatang dan variasinya. Oleh karena gambaran-gambaran
28
tersebut terletak pada bidang-bidang berbentuk segi empat,
lingkaran dan variasinya.
Beberapa nama motif ceplok, yaitu: ceplok nogosari,
ceplok supit urang, ceplok truntum, ceplok kembang pepe, ceplok
banyu, dan masih banyak lagi. (Soesanto, 1980: 221)
d) Motif nitik atau anyaman.
Motif nitik adalah motif yang tersusun atas garis-garis
putus, titik-titik dan variasinya, sehingga motif nitik disebut juga
motif anyaman. Motif ini diangga motif asli dan tergolong motif
tua (Soesanto, 1980: 224)
Motif-motif dalam golongan nitik pada umumnya tersusun
menurut bidang geometris, seperti halnya motif ceplok, ganggong
dan banji. Kain batik golongan ini yang terkenal adalah kain
cinden atau cinde.
e) Motif kawung.
Motif kawung yaitu motif yang tersusun dalam bentuk
bundar, lonjong atau elips. Susunan memanjang menurut garis
diagonal miring kekiri dan kekanan secara berselang-seling
(Soesanto, 1980: 226). Motif kawung digambarkan berupa
lingkaran-lingkaran yang saling berpotongan atau bentuk bulat
lonjong yang saling mengarah kesatu titik yang sama. Makna
filosofis dari motif kawung adalah lambing dari kesempurnaanm
kemurnian dan kesucian.
29
Nama-nama dari motif kawung didasarkan pada besar
kecilnya kawung tersebut, misalnya:
(1) Kawung yang berbentuk kecil-kecil disebut kawung picis. Picis
adalah nama mata uang dari logam yang paling kecil.
(2) Kawung yang berukuran agak besar disebut kawung bribil.
Bribil adalah mata uang logam yang besarnya lebih besar dari
picis.
(3) Kawung yang berukuran lebih besar dari kawung bribil disebut
kawung sen.
(4) Kawung yang terbesar adalah motif kawung beton atau kawung
kemplong.
f) Motif parang dan lereng,
Motif parang dan lereng terdiri atas satu atau lebih ragam
hias yang tersusun membentuk garis-garis sejajar dengan sudut
kemiringan 45o. Contoh motif parang dan lereng adalah parang
rusak dan lereng ukel. (Wulandari, 2011: 107)
Pada bidang miring antara dua deret parang yang bertolak
belakang digambar deretan segi empat yang disebut mlinjon. Jika
tidak terdapat mlinjon berarti bukan parang tetapi lereng atau liris.
Kalinggo Hanggopuro berpendapat bahwa batik parang dan lereng
mempunyai ciri tersendiri:
(1) Ciri batik parang ialah bentuk lereng diagonal 45o, memakai
mlinjon, memakai sujen da nada mata gareng.
30
(2) Ciri batik lereng ialah bentuk miring diagonal 450, tidak selalu
memakai mlinjon, sujen dan mata gareng, hanya dibatasi garis
lurus dan bisa memakai motif lung-lungan atau diselingi
dengan bentuk parangan yang disebut glabangan.
2) Golongan non-geometris
Pada golongan ini memiliki susunan motif tidak terukur,
artinya motifnya memiliki pola yang tidak dapat diukur secara pasti,
meskipun dalam bidang luas dapat terjadi pengulangan seluruh motif
(Wulandari: 2011: 109). Motif yang termasuk dalam golongan ini
yaitu:
a) Motif semen
Motif utama yang merupakan ciri motif semen adalah
meru, suatu gubahan menyerupai gunung. Meru berasal dari nama
Gunung Mahameru. Hakikat meru adalah lambang gunung atau
tempat tumbuh-tumbuhan bertunas (bersemi) hingga corak ini
disebut semen. Semen berasal dari kata dasar semi. Ragam hias
utama semen adalah garuda, sawat, lar maupun mirong. Contoh
corak semen adalah semen jolen dan semen gurdha atau garuda.
(Wulandari: 2011: 109).
b) Motif lung-lungan
Sebagian besar corak lung-lungan mempunyai ragam hias
serupa dengan corak semen. Berbeda dengan corak semen, ragam
hias motif lung-lungan tidak selalu lengkap dan tidak mengandung
31
ragam hias meru. Motif lung-lungan diantaranya adalah grageh
waluh dan babon angrem. (Wulandari: 2011: 110).
c) Motif buketan
Motif buketan mudah dikenal lewat rangkaian bunga atau
kelopak bunga dengan kupu-kupu, burung, atau berbagai bentuk
dan jenis satwa kecil yang mengelilinginya. Berbagai unsur
tersebut tampil sebagai satu susunan yang membentuk satu
kesatuan motif. (Wulandari: 2011: 111).
Motif buketan ialah motif dengan tumbuhan atau lung-
lungan yang panjang selebar kain. Bentuk tumbuhan pada kain
buketan tidak banyak variasinya, biasanya digambarkandengan
gaya realis, dikombinasikan dengan bentuk burung atau binatang
lainnya. Motif ini biasanya terdapat pada bagian kain sarung dari
Pekalongan, Lasem, Tegal dan Cirebon atau daerah-daerah lainnya.
(Soesanto, 1980: 240)
d) Motif pinggiran
Motif ini disebut corak pinggiran karena unsur hiasan
pinggir atau hiasan pembatas antara bidang yang memiliki hiasan
dan bidang kosong pada dodot, kemben, dan udheng. (Wulandari:
2011: 111)
e) Motif dinamis
Motif dinamis adalah motif-motif yang masih dapat
dibedakan menjadi unsur-unsur motif, tetapi ornamen didalamnya
32
tidak lagi berupa ornamen-ornamen tradisionil, melainkan berupa
ornamen-ornamen yang bergaya dinamis dan mendekati abstrak.
Motif ini merupakan peralihan motif batik klasik dan modern, yaitu
batik tanpa pola (Soesanto, 1980: 249)
Motif-motif ini terus mengalami perkembangan dan perluasan
sehingga semakin memperbanyak motif batik di Indonesia. Namun secara
umum, motif batik masih berkisar pada corak-corak tersebut. Selain itu
untuk mengembangkan kreatifitas, motif-motif dibuat untuk memperoleh
pelanggan baru yang akan meningkatkan pemasaran batik.
c. Tempat Pembuatan
Berdasarkan tempat atau lokasi pembuatannya jenis motif batik
terbagi menjadi dua jenis, yakni batik pedalaman dan batik pesisiran.
1) Batik Pedalaman
Batik yang berasal dari keraton atau batik yang mendapat
pengaruh sangat kuat dari keraton (Doellah, 2002: 21).
2) Batik pesisiran
Batik jenis ini berbeda dengan batik pedalaman. Karena dibuat
didaerah pesisir yang sarat pengaruh dari luar, batik pesisir memiliki
motif dan warna yang mengandung budaya dari luar. (Doellah, 2002:
21)
33
d. Pembuat
Berdasarkan pembuatnya jenis batik dibagi menjadi dua yaitu batik
keraton dan batik rakyat.
1) Batik Kraton
Batik kraton adalah wastra batik dengan pola tradisional,
terutama yang semula tumbuh dan berkembang di kraton-kraton Jawa.
Tata susun ragam hias dan pewarnaannya merupakan paduan
mengagumkan antara matra seni, adat, pandangan hidup, dan
kepribadian lingkungan yang melahirkannya, yaitu lingkungan kraton
(Doellah, 2002: 54).
Pada umunya, motif batik kraton mengandung makna filosofi
hidup. Batik-batik ini pada mulanya dibuat oleh para puteri keraton
dan juga pembatik-pembatik ahli yang hidup dilingkungan keraton.
Dan pada umunya motif yang dipakai adalah motif larangan.
2) Batik Rakyat
Batik rakyat adalah batik yang berkembang diluar tembok
kraton dan dikerjakan oleh rakyat yang hidup dilingkungan sekitar
tembok keraton. Batik Rakyar dibedakan menjadi 2 jenis yaitu batik
saudagaran dan batik petani,
a) Pedagang (Saudagar)
Batik saudagar adalah wastra batik yang dihasilkan oleh
kalangan saudagar batik, polanya bersumber pada pola-pola batik
kraton, baik pola larangan maupun pola batik kraton lainnya yang
34
ragam hias utana serta isen-isennya digubah sedemikian rupa
sesuai dengan selera kaum saudagar (Doellah, 2002: 126).
b) Petani
Batik petani atau batik pedesaan adalah batik yang
digunakan oleh kaum petani setelah pemakainan batik sebagai
bahan busana menembus tembok keraton dan merambah
masyarakat pedesaan. (Doellah, 2002: 126).
Motif batik petani bersumber pada motif batik kraton dan
digubah oleh para petani dengan motif yang berasal dari alam
sekitar berupa tunbuh-tunbuhabm buah-buahan dan bahkan
burung-buring kecil.
B. Teori dan Kerangka Pikir.
Pada penelitian ini mencoba meneliti fenomena batik dengan teknik
malam dingin dengan pendekatan desain. Teori tentang desain yang dikemukakan
oleh Agus Sachari akan digunakan untuk membahas permasalahan dalam
penelitian ini.
1. Teori Desain
Definisi desain sendiri adalah suatu proses kreatif yang menghasilkan
bentuk-bentuk yang bernilai serta diperlukan oleh manusia. Desain pada
hakekatnya adalah kegiatan yang berupaya untuk mencari mutu yang lebih baik
dari material teknis performansi dan bentuk untuk memenuhi sasaran kebutuhan
35
yang paling maksimal (Sachari, 1986: 84-85). Desain yang baik adalah desain
yang mampu memenuhi kebutuhan manusia.
Namun kenyataannya muncul kesulitan-kesulitan dalam menciptakan
sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Akhirnya desain melengkapi diri
dengan metodologi dan basis keilmuan. Dilihat dari lingkup pengerjaannya,
desain merupakan integrasi dari kegiatan sains (metode riset, ilmu fisika,
matematika, ilmu bahan, ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu psikologi, ilmu budaya
dan seterusnya). Teknologi (ilmu konstruksi, teknologi produksi, teknologi mesin,
teknologi material dan seterusnya) dan seni rupa (ilmu bentuk, filsafat, estetika,
teknik presentasi dan seterusnya). Yang pada intinya semua kegiatan itu akan
tertuang dari kreatifitas setiap individu atau manusia (Sachari, 1986: 136)
Hal serupa juga telah dikemukakan oleh Imam Buchori dalam bukunya
Wacana Desain (2011: 208) bahwa desain memang mengandung unsur Seni
karena adanya unsur heuristic dan estetik, mengandung unsur Sains alami karena
berkaitan dengan prinsip dan sifat, fisikokemikal dari material, mengandung unsur
teknologi karena melipatgandakan kemampuan manusia, dan ilmu sosial.
Pertimbangan desain diatas diperkuat kembali oleh tulisan Agus sachari
dalam bukunya Paradigma Desain Indonesia bahwa: Akar dari ilmu desain itu
mencerap dari suatu kondisi yang mengharuskan terjadi perkawinan dua disiplin
yang mulanya agak tabu dilakukan yakni pendidikan ekonomi dan pendidikan
senirupa (Sachari, 1986: 135)
Dapat diartikan bahwa desain itu tidak hanya indah atau memiliki nilai
estetis, tetapi juga harus memiliki nilai ekonomi. Yaitu desain itu harus laku,
36
harus bermasyarakat. Demikian pula dikalangan industri dan ahli ekonomi, sadar
betul bahwa produk itu tidak cuma sekedarnya, tapi pula harus mengundang minat
beli, mengandung roh budaya serta dinamis menghadapi pelbagai cuaca
perdagangan (Sachari, 1986: 136).
Kegiatan desain selalu bermula dari riset atau penelitian pasar. Hasil dari
penelitian pasar tersebut kemudian diolah dan dipergunakan untuk meramalkan
bentuk desain yang dibutuhkan (Sachari, 1986: 149)
Pendapat Baylay dalam Walker(2010: 29) juga mengemukanan definisi
yang serupa bahwa desain dapat dilihat berdasar beberapa disiplin ilmu seperti
seni dan ekonomi yaitu desain adalah sesuatu yang muncul ketika seni bertemu
industri, ketika orang mulai membuat keputusan mengenai seperti apa seharusnya
produk-produk yang dibuat secara massal. Industri disini sangat erat kaitannya
dengan disiplin ilmu ekonomi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat diketahui bahwa desain
adalah kegiatan menciptakan suatu barang atau meningkatkan kualitas suatu
produk menjadi lebih indah dan menarik yang harus memiliki nilai proyeksi
pemecahan suatu masalah dari kebutuhan fisik manusia dalam menjalani
kehidupannya. Teknologi, seni rupa dan sains merupakan tiga hal yang saling
berhubungan dalam proses desain. Seni rupa yang didalamnya terdapat unsur-
unsur rupa salah satunya estetika, dalam hal ini digunakan untuk mengkaji
karakter visual produk batik yang dihasilkan dengan teknik malam dingin.
Teknologi digunakan untuk mengkaji teknik produksi batik malam dingin. Sains
yang memiliki banyak cabang ilmu, pada penelitian ini hanya menggunakan ilmu
37
ekonomi untuk mengkaji latar belakang kemunculan produk batik dengan teknik
malam dingin dan daya saing batik malam dingin terhadap batik konvensional.
Seperti diketahui bahwa suatu produk batik saat ini dibuat untuk memenuhi
kebutuhan para konsumen, walaupun tidak dapat dipungkiri ada pengaruh sosial
budaya dalam memproduksi batik.
2. Kerangka Pikir Penelitian
Pada dasarnya sebuah kerangka berfikir bertujuan sebagai pedoman atau
arahan dalam pengetahuan dasar pada penelitian. Penggunaan kerangka berfikir
bertujuan untuk memfokuskan proses penelitian yang akan dilaksanakan atau
yang telah dilaksanakan.
Penelitian ini mengkaji pada produk batik teknik malam dingin dengan
pendekatan desain. Pada tahap awal penelitian dilakukan penelitian mengenai
latar belakang kemunculan batik malam dingin dan awal perkembangan batik
malam dingin. Pada tahap kedua dilakukan penelitian mengenai teknik produksi
dan karakter visual yang mampu dihasilkan dengan teknik malam dingin. Pada
tahap terakhir dilakukan penelitian mengenai daya saing batik dengan teknik
malam dingin terhadap batik dengan teknik konvensional, dalam tahap ini akan
diketahui perbandingan biaya produksi antar keduanya dan kualitas produk.