4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sumber Pustaka
1. Rujukan (Konsep Sejenis)
a. Konsep Sejenis
Setiap seniman biasanya memiliki karakteristik tersendiri dalam
menciptakan sebuah karya seni yang didapatnya dari dalam dan luar dirinya.
Seperti yang ditulis oleh Nooryan Bahari dalam bukunya menjelaskan:
“...Karena pribadi manusia yang terbentuk kokoh dan kuat, dan
dibina oleh unsur internal dan eksternal, atau unsur subjektif dan
objektif, maka para seniman yang bermutu akan menghasilkan
karya-karya yang mempunyai ciri khas dengan simbol-simbol
pribadi dalam dunia kesenirupaan...”(Bahari, 2008: 21).
Begitu juga dengan karya yang bertemakan permainan tradisional anak-anak
ini. Ada juga karya yang bertemakan serupa dengan ini. Niken Larasati, pelukis
asal Yogyakarta yang menampilkan karyanya yang bertemakan “Dolanan Bocah
Tradisional Indonesia” di Jepang. Untuk karya lainnya yang berupa tulisan dari H.
Overbeck yaitu Javaansche Meisjesspelen en Kinderliedjes Beschrijving der
Spelen Javaansche Liederteksten Vertaling dan Seniman Amerika Alec
Monopoly.
5
1) Niken Larasati
Gambar 1: “Main Bakiak”
(Sumber. http://junantoherdiawan.com/tag/niken-larasati/ 07/06/2016)
Niken datang ke Tokyo bersama dengan karyanya yang bertemakan
Dolanan Bocah Tradisional Indonesia dalam pameran tunggalnya. Beliau
membuat karya ini berdasarkan kegelisahannya dalam perkembangan
permainan tradisional ini. Merasakan perbedaannya dengan membandingkan
permainan dulu yang masih bermain dengan manusia dan alam hingga saat ini
cenderung bermain dengan mesin.
Ciri khas dari karyanya juga sangat terlihat dengan pola titik-titik yang
berbentuk lingkaran sebagai dasar. Hal ini dimaksudkan dengan gambaran
kehidupan yang terus berputar dari satu titik ke titik lainnya dan tak bisa
kembali ke titik awal.
6
2) H. Overbeck
Gambar 2: “Javaansche Meisjesspelen en Kinderliedjes. Beschrijving der Spelen
Javaansche Liederteksten Vertaling”
(Sumber. http://tembi.net/bale-dokumentasi-naskah-kuno/javaansche meisjesspelen-
en-kinderliedjes-beschrijving-der-spelen 07/06/2016 )
Banyaknya kekayaan budaya yang dalam hal ini adalah permainan
tradisional anak, membuat tertarik tak hanya dari masyarakat Indonesia, tetapi
juga untuk orang asing. H. Overbeck yang mempelajari dan menulisnya dalam
sebuah buku tentang dolanan permainan (anak) gadis Jawa dan dolanan anak-
anak biasa yang mulai dikerjakan pada 1933 yang kemudian diterbitkan pada
1938.
Buku ini berisi penjelasan mengenai lagu dan dolanan anak-anak Jawa
mulai dari cara bermain, hukuman bagi yang kalah dan lain-lain dengan
menggunakan Bahasa Belanda. Karya ini juga sudah mendapat apresiasi dari
Bentara Budaya Yogyakarta dengan mengangkatnya menjadi sebuah pameran
7
yang bertema Ilir-Ilir: Ilustrasi Tembang Dolanan yang menampilkan gambar
ilustrasi yang digambar ulang dari buku ini
3) Alec Monopoly
Gambar 3: Alec Monopoly | Piano Graffiti
(Sumber: http://www.artnet.com/artists/alec-monopoly/piano-graffiti 27/06/2016)
Alec Monopoli yang merupakan nama alias dari seniman grafiti yang
berasal dari Negara Amerika yang terkenal dengan karakter dari maskot
permainan monopoli yang bernama Rick Uncle Pennybags atau disingkat Mr.
Monopoly sebagai karakter utamanya. Dia tinggal dan bekerja di Los Angeles.
Karyanya rata-rata dibuat berdasarkan kritik budaya dan permasalahan sosial,
tetapi dengan wujud visual dari permainan monopoli.
Alec berbeda dari seniman jalanan lain dalam berkarya. Dia menghindari
vandalisme dengan sering melukis di bangunan yang ditinggalkan dan gudang-
gudang dari pada di fasilitas pemerintah atau tempat bisnis. Hampir semua
8
karya yang dihasilkannya memiliki figur permainan monopoli dengan makna
kritik yang berbeda.
b. Permainan Tradisional
Semakin berkembangnya teknologi dan menguatnya arus globalisasi di
Indonesia membuat perubahan pola kehidupan dan hiburan yang baru. Secara
langsung, hal ini juga berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan budaya dari
masyarakat Indonesia tarmasuk di dalamnya kelestarian dari berbagai ragam
permainan tradisional anak-anak. Keadaan semacam ini bagi beberapa kalangan
menganggap bahwa permainan tradisional sebagai aset yang semakin perlu untuk
diperhatikan eksistensinya (Dharmamulya, 2008: 28).
Sejarah telah membuktikan bahwa Indonesia sejak dahulu kaya dengan
budaya yang bernilai tinggi. Seperti yang dijelaskan di atas, salah satu di
antaranya adalah permainan tradisional anak-anak. Sebagai salah satu dari bentuk
budaya bangsa yang tersebar luas di berbagai daerah di Indoneaia, perlu dilakukan
penyelamatan dan pemeliharaan, karena budaya satu ini menempati tempat
penting dalam kehidupan masyarakat dan sumber daya yang amat besar di
samping mempunyai arti yang tidak kecil guna menanamkan sikap dan
keterampilan sebagai wadah hiburan atau penyalur kreatifitas di waktu luang serta
sebagai sarana sosialisasi (Suwondo, 1983: 1).
“...mengingat pentingnya fungsi permainan dalam suatu
masyarakat, maka setiap masyarakat, betapa pun sederhananya,
pasti mempunyai permainan tradisional, yaitu permainan yang
diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya...”(Sujarno, 2011: 2).
9
Pada masa lalu dapat dikatakan anak-anak sangat akrab dengan berbagai
permainan tradisional yang ada di masyarakatnya. Peralatan yang diperlukan
untuk bermain pun tidak didapat dengan membeli, melainkan membuatnya sendiri
dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya. Permainan tradisional
cukup hanya dengan menggunakan peralatan sederhana dan dilakukan oleh dua
orang atau lebih. Permainan tradisional tidak memunculkan egoisme tetapi lebih
menekankan pada harmoni atau keharmonisan hubungan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat.
Permainan tradisional sudah ada sejak zaman dahulu yang diwariskan secara
turun-temurun dari generasi ke generasi. Namun kapan tradisi ini bermula, sulit
diketahui secara pasti. Permainan tradisional dibagi menjadi dua golongan besar,
yaitu permainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (game).
Perbedaan dari keduanya adalah, play lebih bersifat mengisi waktu senggang atau
rekreasi, sedangkan game kurang mempunyai sifat itu. Game hampir selalu
mempunyai lima sifat khusus, yaitu: 1) terorganisasi, 2) perlombaan, 3) harus
dimainkan paling sedikit dua orang pemain, 4) mempunyai kriteria yang
menentukan pemain yang menang dan pemain yang kalah, 5) mempunyai
peraturan permainan yang telah diterima bersama oleh para pesertanya. Permainan
bertanding (game) dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu: 1) game bersifat
keterampilan fisik, dan 2) game yang bersifat keterampilan siasat (Sujarno, 2011:
2-7).
10
c. Anak Usia Sekolah Dasar
“...Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi
rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang
menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan
kognitif...”(Yusuf, 2008: 178).
Proses belajar menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi
dan moral yang sangat diperlukan dalam perkembangan sosial anak untuk
mencapai kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial ini ditandai
dengan bertambahnya gerak sosial yang dibentuk di luar keluarga. Pada masa ini
anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri untuk bekerja sama
dan mau memperhatikan kepentingan orang lain. Mulai berminat untuk mengikuti
kegiatan teman sebayanya dan memiliki keinginan kuat untuk diterima ke dalam
suatu kelompok dan tidak terima ketika ditolak.
Anak pada usia sekolah dasar mulai menyadari bahwa bersikap kasar
tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, anak mulai belajar
mengendalikan ekspresi emosinya. Kemampuan untuk mengendalikan ini
diperoleh anak dari meniru dan latihan. Untuk perkembangan motoriknya, sudah
dapat terkoordinasi dengan baik seiring dengan perkembangan fisiknya. Setiap
gerakannya sudah selaras dengan kebutuhannya. Aktivitas motorik yang lincah
dan kelebihan gerak pada usia ini, menjadikan masa ini sebagai masa yang ideal
untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini seperti menulis,
menggambar, berenang, main bola dan atletik (Yusuf, 2008: 180-184).
Pada usia sekolah dasar ini juga, anak melewati tiga tahapan bermain
menurut Jean Piaget yaitu, Symbolic atau Make Believe Play (±2-7 tahun) yang
ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura seperti contoh ketika anak
11
menganggap sebuah pipet sebagai roket angkasa atau sapu sebagai kuda mereka.
Tahap yang kedua adalah Social Play Games with Rules (±8-11 tahun) yang
ditandai dengan penggunaan simbol yang diwarnai oleh nalar, logika yang bersifat
objektif dimana kegiatan mereka akan dikendalikan dengan aturan bermain seperti
ketika bermain kejar-kejaran atau alif jongkok. Ketiga adalah tahap Games With
Rules and Sports (11 tahun ke atas) yang ditandai dengan bermain menggunakan
aturan yang ketat. Tidak dilakukan hanya sebatas kesenangan saja melainkan
mulai melakukan persaingan untuk menjadi yang terbaik juga (Tedjasaputra,
2001: 25-27).
2. Referensi (Kajian Teoritis Seni Rupa)
a. Seni Grafis
“...Dalam seni grafis peranan teknik sangat jelas kepentingannya
kerena pengertian seni grafis itu sendiri telah melibatkan masalah
teknik-tekniknya. Teknik tersebut antara lain adalah seni karya
grafislahir dari konsep-konsep, bahwa karya seni grafis merupakan
pengembangan dari suatu karya gambar yang kemudian
diselesaikan melalui metode cetak...”(Budiwirman, 2012: 94).
Pengertian umum dari istilah seni grafis adalah bentuk seni visual yang
diwujudkan pada permukaan dua dimensional seperti pada lukisan atau fotografi.
Lebih spesifik lagi istilah ini bersinonim dengan printmaking atau cetak-
mencetak. Pada penerapannya, karya seni grafis ini meliputi gambaran orisinalitas
apa pun atau desain yang dibuat untuk kemudian diproduksi kembali oleh
seniman dengan menggunakan berbagai proses cetak (Marianto, 1988: 15).
Pada prinsip dasarnya sendiri, seni grafis memindahkan atau mereproduksi
pola yang sudah dibuat pada suatu klise ke media lain dengan proses penekanan
12
yang disebut dengan mencetak (Budiwirman,2012:95). Adapun cabang yang
lebih luas dari seni grafis ini dibedakan berdasarkan keadaan klise serta sebaran
tinta yang digunakan:
1) Cetak Tinggi atau Relief Print
Pada cabang ini, terdapat bagian yang memiliki tinggi dan rendah.
Keadaan klise yang menonjol atau yang lebih tinggi ini lah yang nantinya
akan menjadi tempat tinta sekaligus yang akan menempel pada media
lainnya. Contoh dari cabang ini: woodcut, wood engraving, linocut, dll.
2) Cetak Dalam atau Intaglio
Teknik ini juga memiliki bagian tinggi dan rendah. Namun, untuk
cetak dalam, sebaran tinta yang nantinya akan berpindah ke media yang
lainnya adalah bagian yang rendah atau dalam cekungan bukan yang di luar.
Proses perpindahan tintanya pun memakai mesin press khusus yang
memiliki tekanan yang kuat. Contohnya drypoint, mezzotint,dll. Tetapi ada
juga jenis yang menggunakan asam yaitu etsa, aquatint, dll.
3) Cetak Datar atau Planografi
“...planografi salah satu teknik cetak dengan media acuan batu
(litho) sehingga teknik ini sering disebut lithografi. Prinsip
dasarnya adalah air dan minyak dalam satu bidang datar tidak dapat
bercampur. Bagian pada acuan plat yang ingin tercetak digambar
dengan bahan yang mengandung minyak dan menolak air;
sedangkan bagian yang tidak ingin tercetak akan menyerap air dan
menolak minyak. Proses pencetakannya juga memerlukan mesin
press khusus. Pada perkembangan selanjutnya, teknik ini tidak
hanya dapat diterapkan pada batu litho, melainkan juga pada plat
metal atau paper plate. Salah satu yang banyak digunakan untuk
cetakan komersial yaitu offset...”(Susanto, 2012: 310).
13
4) Cetak Saring atau Serigraphy
“...cetak saring (serigrafi) adalah teknik cetak dengan acuan cetak
yang terbuat dari kain nylon atau monyl yang dilapisi obat afdruk,
sehingga ketika dilakukan penyinaran, bagian-bagian yang tidak
kena sinar secara langsung akan berlubang yang nantinya dilewati
tinta cetak dan yang akan tercetak dalam proses
pencetakan...”(Bahari, 2008: 84).
“...Serigrafi adalah metode rentangan kain sutera (silk screen –
streched across an open frame – method of print making). Disebut
juga metode cetak warna, karena menggunakan sejumlah silk
screen sesuai dengan warna-warna yang dibutuhkan. Warna-warna
(tintanya) dibubuhkan sesuai dengan teknik stensil, artinya warna-
warna itu dibiarkan melewati “lubang-lubang” pada kain suteranya.
A serigraph differs from most other graphic arts proofs in that its
color areas are paint films rather than printing ink stains. Setiap
warna membutuhkan silk screen sendiri...”(Sahman, 1993: 106).
b. Kajian Elemen Seni Rupa
Elemen kesenirupaan merupakan bagian yang cukup penting dalam
penciptaan sebuah karya. Melalui elemen seni rupa ini juga, menjadi syarat
bagi pencipta dan kritikus seni untuk memahami secara tuntas mengenai
seluruh cakupan medium yang tidak hanya bahan tetapi juga peralatan, teknik
yang diperlukan serta kelebihan dan kekurangannya (Bahari, 2008: 90). Ada
beberapa unsur-unsur atau elemen-elemen dasar dalam seni rupa yang meliputi
unsur visual atau yang dapat dilihat dan unsur yang tidak terlihat tetapi dapat
dirasakan (Hakim, 1997: 3). Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1) Garis
“...Wujud suatu garis terdiri dari garis aktual/garis formal (grafis,
tergambar, sungguh, nyata, kongkrit) dan garis ilusif/ sugestif
(khayal, semu)...”(Hakim, 1997: 42).
14
Ada tiga pengertian garis dan asal muasalnya, pertama garis yang
terbentuk dari perpaduan sejumlah titik-titik yang sejajar dan sama besar.
Garis tidak ditandai dengan pengukuran sentimeter atau lainnya, tetapi
dengan ukuran yang bersifat nisbi atau tidak mutlak. Hal ini dikarenakan
garis memiliki dimensi memanjang dan punya arah. Kedua, garis dapat
dibentuk juga dari perpaduan antara dua warna. Ketiga, garis dapat
terbentuk karena lekungan, sudut yang memanjang atau karena teknik atau
bahan. Garis merupakan salah satu unsur yang dominan dalam karya seni
karena fungsinya dapat disejajarkan dengan warna dan tekstur (Susanto,
2012: 148).
2) Bidang
“...Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi
oleh sebuah kontur (garis) dan atau dibatasi oleh adanya warna
yang berbeda atau oleh gelap terang pada arsiran atau karena
adanya tekstur...”(Dharsono, 2004: 102).
Shape bisa berupa wujud alam (figur) dan bukan wujud alam (non
figur). Keduanya akan terjadi menurut kemampuan seniman mengolah
objek. Pada pengolahan objek akan terjadi perubahan wujud sesuai selera
dan latar belakang seniman. Perubahan itu antara lain: stilisasi, distorsi,
transformasi, dan deformasi.
Stilisasi yang merupakan cara penggambaran untuk mencapai bentuk
keindahan dengan cara menggayakan objek dan atau benda yang digambar
dengan menggayakan setiap kontur pada objek atau benda tersebut. Distorsi
merupakan penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian
karakter dengan cara menyangatkan wujud-wujud tertentu pada benda atau
15
objek yang digambar. Transformasi merupakan penggambaran bentuk yang
menekankan pada pencapaian karakter dengan cara memindahkan wujud
atau objek lain ke objek yang digambar. Terakhir deformasi yang
merupakan penggambaran bentuk yang menekankan pada interpretasi
karakter dengan mengubah bentuk objek dengan cara menggambarkan objek
tersebut dengan hanya sebagian yang dianggap mewakili karakter hasil
interpretasi yang sifatnya sangat hakiki (Dharsono, 2004: 102-103).
3) Warna
Warna didefinisikan sebagai getaran atau gelombang yang diterima
indera pengelihatan manusia yang berasal dari pancaran cahaya melalui
sebuah benda. Ada terdapat lima klasifikasi warna yaitu primer (warna
pokok biru, kuning, merah), sekunder (percampuran dari dua warna primer),
intermediet (warna diantara primer dan sekunder), tersier (percampuran dari
dua warna sekunder) dan kuarter (percampuran dari dua warna tersier)
(Susanto, 2012: 433).
Warna menjadi hidup tidak hanya dipengaruhi oleh cahaya saja,
melainkan juga pengaruh dari warna lain yang ada di sekitarnya. Dari
pengaruh warna lain disekitar mereka, maka akan dapat terlihat warna
tersebut akan menjadi lebih terang atau pucat. Begitu juga ketika
mencampur warna-warna baik primer atau pun sekunder. Bukanlah
pekerjaan yang mudah untuk mendapatkan warna yang diinginkan ketika
mencampurkan beberapa warna menjadi satu. Ada beberapa warna yang
16
peka sehingga ketika dicampurkan sedikit saja dapat mengubah warna
asalnya (Gollwitser, 1995: 81,83).
Ada beberapa fungsi warna yang secara garis besar terbagi menjadi
tiga macam. Pertama sebagai ilmu semiotik atau ilmu tanda seperti warna
hijau yang dimaknai sebagai kehidupan, warna jingga yang dimaknai
sebagai keceriaan atau semangat. Kedua warna sebagai lambang atau simbol
kesepakatan bersama atau konsensus seperti warna hitam yang menandakan
kematian. Ketiga warna sebagai ikon seperti biru untuk warna awan dan
coklat untuk warna tanah (Bahari, 2008: 100-101).
4) Tekstur atau Barik
“...Texture (tekstur) adalah unsur rupa yang menunjukkan rasa
permukaan bahan, yang sengaja dibuat dan dihadirkan dalam
susunan untuk mencapai bentuk rupa, sebagai usaha untuk
memberikan rasa tertentu pada permukaan bidang pada perwajahan
bentuk pada karya seni rupa secara nyata atau semu...”(Dharsono,
2004: 107).
Berdasarkan wujudnya, tekstur dibagi atas tekstur nyata dan tekstur
semu. Tekstur nyata atau aktual adalah tekstur yang permukaannya dapat
dirasakan langsung. Tekstur semu atau simulated texture yaitu tekstur yang
dihasilkan dari penggunakan alat tertentu misalnya kuas atau pena pada
suatu bidang gambar dengan teknik tertentu lalu terlihat seolah-olah gambar
itu memiliki tekstur yang kasar, tetapi saat disentuh ternyata bidang gambar
itu sangat halus (Hakim, 1997: 100).
5) Cahaya dan Bayang-bayang
“...Seperti halnya dengan ruang, citra cahaya dalam seni rupa juga
terdiri dari dua jenis, yaitu cahaya nyata dan cahaya semu. Cahaya
nyata dalam karya seni rupa tiga dimensional menerangi benda-
17
benda karya secara alamiah dan memisahkan efek visual dari
benda-benda tersebut menjadi bagian – bagian yang terang dan
bagian-bagian yang gelap. Sementara citra cahaya pada karya-
karya dua dimensional, ilusi terang yang diakibatkan oleh
pembubuhan warna terang pada bagian tertentu dari subyek
gambar atau lukisan yang membedakannya dengan warna gelap
pada bagian lain secara bergradasi...”(Bahari, 2008: 103).
c. Kajian Prinsip-Prinsip Seni Rupa
1) Kesatuan (Unity)
Prinsip kesatuan sesungguhnya ialah adanya saling hubungan antar
unsur yang disusun. Jika dalam sebuah susunan terdapat saling hubungan
antar satu atau beberapa unsur, maka kesatuan telah tercapai. Beberapa
hubungan tersebut antara lain: hubungan kesamaan-kesamaan, hubungan
kemiripan kemiripan, hubungan keselarasan-keselarasan, hubungan
keterkaitan, hubungan kedekatan. Kesemua hubungan ini, kemudian dapat
digunakan sebagai pendekatan untuk mencapai kesatuan (Sanyoto, 2009:
213).
Terjadinya sebuah proses penyatuan unsur-unsur untuk mendapatkan
suatu kesatuan dari karya yang utuh yang pada akhirnya memberi gambaran
dari penghayatan secara individu untuk menghubungkan sejumlah fakta-
fakta visual. Keberhasilan dalam mancapai kesatuan di dalam sebuah karya
merupakan hal yang mutlak sangat diperlukan. Jika tidak, maka karya
tersebut akan sulit untuk diserap dan mungkin akan menimbulkan
kebosanan bagi penghayatnya. Kesatuan ini, jika tercapai akan membuat
penghayat menikmati karya secara keseluruhan (Hakim, 1997: 4-5).
18
2) Keseimbangan (Balance)
“...Asas keseimbangan (the principle of balance) adalah kesamaan
dari unsur-unsur yang berlawanan atau bertentangan. Dalam karya
seni, meskipun unsur-unsurnya tampak bertentangan tapi
sesungguhnya saling memerlukan untuk bersama-sama
menciptakan suatu kebulatan sebagai unsur-unsur yang saling
berlawanan itu tidak perlu sama, karena paling utama ialah
kesamaan dalam nilai. Dengan kesamaan nilai-nilai dari unsur-
unsur yang saling bertentangan, keseimbangan secara estetis akan
dapat tercipta...”(Bahari, 2008: 97).
Keseimbangan dibagi menjadi dua jenis yaitu keseimbangan simetris
dan keseimbangan asimetris. Keseimbangan simetris yaitu keseimbangan
yang paling nyata dan sederhana dimana satu bagian merupakan cermin dari
bagian yang lain. Keseimbangan asimetris adalah keseimbangan yang
mempunyai banyak bentuk visual yang berbeda-beda dan jenis ini terlihat
lebih menarik perhatian, dinamis dan hidup apabila pencipta karya
mempunyai kepekaan optimal untuk merasakan keseimbangan tersebut
karena keseimbangan asimetris lebih rumit (Hakim, 1997: 9,11).
3) Keselarasan (Harmony)
Harmoni merupakan paduan unsur-unsur yang berbeda dekat. Jika
unsur-unsur estetika dipadu secara berdampingan, maka akan timbul
kombinasi tertentu dan timbul keserasian (Dharsono, 2004: 113). Dalam
keselarasan terdapat Irama atau Rhythm yang merupakan faktor yang
esensil untuk mencapai keselarasan tersebut. Dalam seni rupa, irama atau
rhythm atau ritme merupakan sebuah susunan yang teratur yang disebabkan
oleh pengulangan satu atau beberapa unsur sehingga menimbulkan kesan
keterhubungan yang berlanjut serta kesan gerak.
19
Irama ini memiliki beberapa jenis yaitu, repetitif atau pengulangan
dengan unsur-unsur baik garis, bidang, warna, dan lain-lain, yang sama atau
hampir sama. Alternatif yang disebabkan dari pergantian antara unsur-unsur
yang bertentangan atau kontras. Progresif yang disebabkan oleh
pengulangan suatu elemen dengan perubahan besar atau kecil ukuran.
Terakhir yaitu flowing yang disebabkan oleh pengulangan yang teratur dari
suatu perbedaan jarak ruang yang menerus dan peralihan lembut dari bentuk
satu ke yang lain yang selaras dalam gerak (Hakim, 1997: 18-19).
4) Gradasi
Gradasi merupakan satu sistem paduan dari laras ke kontras dengan
meningkatkan masa dari unsur yang dihadirkan. Gradasi juga merupakan
paduan dari interval kecil ke interval besar yang dilakukan dengan
penambahan atau pengurangan secara selaras dan bertahap. Perpaduan
antara antara kehalusan dan kekasaran yang menciptakan keselarasan yang
dinamik. Gradasi juga merupakan penggambaran susunan yang monoton
menuju dinamika yang menarik (Dharsono, 2004: 116).
5) Perbandingan (Proporsi)
Proporsi yang berasal dari kata Inggris proportion yang berarti
perbandingan, proporsional yang artinya seimbang, sebanding. Proporsi
dapat diartikan sebagai perbandingan atau kesebandingan yakni dalam satu
objek antara bagian satu dengan yang lainnya sebanding. Proporsi
merupakan salah satu prinsip dasar seni untuk memperoleh keserasian.
20
Karya seni harus serasi agar enak dinikmati. Karya yang tidak serasi tentu
tidak sedap dipandang (Sanyoto, 2009: 249).
6) Komposisi
Merupakan kombinasi berbagai elemen gambar atau karya seni untuk
mencapai suatu kesesuaian antara garis, warna, bidang atau unsur-unsur
karya seni lain untuk mencapai susunan yang dinamis termasuk tercapainya
proporsi yang menarik dan artistik. Sifat dari suatu komposisi dapat
dibedakan ke dalam beberapa hal diantaranya: komposisi terbuka yaitu
komposisi yang tidak memiliki batasan. Figur atau objek dapat berada di
luar atau di dalam frame secara acak dan objek dapat disajikan melebihi
pandangan mata penonton. Kedua adalah komposisi tertutup yaitu objek
atau figur semuanya berada di dalam bidang gambar dan disajikan dalam
batas pandangan mata penonton (Susanto, 2012: 227).
Ada juga komposisi statis yang bersifat pasif dan komposisi dinamis
yang memberi kesan hidup, aktif dan tidak dingin. Ada lagi komposisi
piramidal yang meletakkan tiga unsur atau bentuk pokok dalam suatu
bidang komposisi sehingga membentuk susunan segitiga yang titik
puncaknya berada di atas. Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan
hubungan yang saling berdialog satu sama lain. Kesan yang berada pada
komposisi piramidal adalah kesan kemantapan, kestabilan serta gerak
mengikuti arah jalur vertikal, ke atas. Komposisi berikutnya yaitu piramidal
terbalik yang merupakan kebalikan dari piramidal di mana titik puncak
21
berada dibawah. Kesan yang ditangkap dalam komposisi ini juga kebalikan
dari kesan yang ditimbulkan komposisi piramidal (Hakim, 1997: 36-37).
7) Kontras
Merupakan perbedaan mencolok dan tegas antara elemen-elemen
dalam sebuah tanda yang ada pada komposisi. Kontras dapat dimunculkan
dengan menggunakan warna, bentuk, tekstur, ukuran dan ketajaman yang
digunakan untuk memberi ketegasan dan mengandung oposisi-oposisi
seperti gelap-terang, cerah-buram, kasar-halus, besar-kecil, dan lain-lain
yang cukup mencolok (Susanto, 2012: 227-228). Kontras juga merupakan
esensi yang dinamis pada semua eksistensi dan pada semua bentuk seni
sebagai dramatisasi. Kontras juga merupakan hal yang esensial untuk
mencapai kesatuan dalam sebuah karya (Hakim, 2012: 27).
8) Penekanan (Dominans)
Setiap bagian dari sebuah karya seni harus memiliki tingkat kekuatan
atau dominans yang layak. Bagian yang dominan dalam suatu karya seni
akan menjadi pusat perhatian yang menonjol. Kelayakan tingkat pusat
perhatian dari unsur-unsur pendukung suatu karya akan mencapai
keselarasan dan akhirnya kesatuan hubungan (Hakim, 1997: 19).
B. Sumber Ide
a. Jacob Lawrence
Seniman yang lahir di Atlantic City pada 7 September 1917 adalah seorang
seniman Amerika Afrika pertama yang karyanya dijadikan koleksi Museum of
22
Modern Art, New York. Ia telah menunjukkan bakat awalnya sejak usia yang
muda. Ia menyelesaikan karya The Migration Series (1940-1941) yang berjumlah
60 panel ketika berumur 23 tahun. Karya ini menceritakan tentang migrasi besar
Afrika. Melalui karya ini Ia juga menceritakan penjelajahan kehidupan barunya di
perkotaan. Seniman ini telah dihargai dengan mengembangkan estetis unik yang
dikenal dengan “Dynamic Cubism”.
Hal yang menjadi sumber ide penulis pada karya Jacob Lawrance adalah
penggunaan warnanya yang sangat menarik. Menggunakan dua warna atau lebih
dalam satu bentuk benda atau karakter menjadi keasikan tersendiri ketika
melihatnya. Alasan lainnya, teknik yang digunakannya sebagian besar
menggunakan teknik dari seni grafis seperti lithografi dan cetak saring. Seperti
pada karya Supermarket-Flora, 1996, Toussaint et Ennery, 1989 dan The Burning,
1997 yang semuanya menggunakan teknik silk screen.
Gambar 4: Jacob Lawrence | Supermarket-Flora, 1996
(Sumber: http://www.artnet.com/artists/jacob-lawrence/supermarket-flora-a- 27/06/2016)
23
b. Keith Haring
Gambar 5: Keith Haring |Flowers, 1990 (Sumber: http://www.artnet.com/artists/keith-haring/flowers-a- 27/06/2016)
Seniman Amerika yang lahir pada tahun 1958 di Pennsylvania, mengikuti
Ivy School of Art di Pittsburgh selama dua tahun dan berencana menjadi seniman
komersial. Berhadapan dengan keadaan yang tidak memuaskan, ia berganti
pilihan untuk belajar di School of Visual Arts di New York di mana dia bertemu
dengan sesama seniman, Jean Michel Basquiat dan Kenny Scharf. Ia
menenggelamkan diri pada budaya jalanan kota dan klub-klub dan pada 1980,
mengisi dinding kereta bawah tanah dengan gambar kapurnya.
Karya Haring mulai menarik perhatian beberapa galeri dan awal 1980 ia
melukis karya Neo-Pop dan mural yang besar penuh waktu. Agar karya seninya
dapat diakses secara luas, Haring membuka Pop Shop tahun 1986 di pusat kota
24
New York yang menjual barang-barang komersial yang dibubuhi tanda
tangannya.
Karyanya yang sangat peduli dengan isu sosial, menjadi semakin
konfrontatif pada tahun 1987 ketika dirinya didiagnosis terkena AIDS. Haring
memutuskan untuk bekerja lebih keras disisa hidupnya dengan menciptakan
karya-karya dan mengabadikan seni untuk aksi sosial. Pada tahun 1989 dia
mendirikan Keith Haring Foundation yang salah satu tujuannya adalah untuk
meningkatkan kesadaran tentang AIDS. Haring meninggal pada 16 Februari 1990
di New York pada usia yang ke-31.
Karya Haring memiliki ciri khas yang sangat identik dengan garis tebal dan
warna-warna yang sederhana yang lembut. Beberapa karyanya menampilkan garis
yang memberi kesan gerak yang menjadi inspirasi penulis, juga figur manusia
yang khas, tanpa wajah. Bentuk geometri lingkaran menyerupai gelang dan
lubang juga hadir dibeberapa karyanya.