23
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Penegakan Hukum
1. Pengertian Penegakan Hukum
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agutus
1945, kemerdekaan ini memiliki arti yang sangat penting untuk berdirinya
suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekaligus sebagai pernyataan
politik bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum.
Dasar pijakannya jelas terdapat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45), yang berbunyi “Negara
Indonesia adalah negara hukum”.35
Negara hukum merupakan negara yang menjalankan seluruh
pemerintahannya dengan berlandaskan hukum. Indonesia termasuk salah satu
negara yang menganut konsep negara hukum, dalam penyelenggaraannya
tidak boleh menyalahi Undang-Undang Dasar dan Pancasila. Tujuannya
adalah agar tercipta keadilan serta kemakmuran yang dapat dirasakan oleh
seluruh golongan masyarakat.
Tipologi negara hukum merefleksi konsep hukum dari Qur’an dan Sunnah
atau tipologi negara hukum nomokrasi Islam, negara hukum konsep Eropa
35 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang
Bentuk dan Kedaulatan.
24
Kontinental (rechtsstaat), tipologi negara hukum Anglo-Saxon (rule of law),
tipologi negara hukum sosialis legality dan tipologi negara hukum Pancasila.
Negara hukum seperti diatas memiliki ciri dan karatkter hukum tersendiri
dalam merefleksi nilai konstitusi yang ada. Meskipun banyak tipe negara
hukum, akan tetapi substansi negara hukum adalah menjalankan sistem
pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.36
Tipe tindakan negara hukum harus merujuk kepada dimensi yang hakiki
dalam masyarakat, bahwa masyarakat sebagai basis sosial menjadikannya
sebagai subyek dalam kata lain mereka yang menjalankan tetapi pada sisi
yang lain masyarakat juga bisa menjadi “obyek”, nantinya mereka akan
dijerat oleh sanksi yang dibuat untuk keteraturan tersebut.37 Sanksi yang
diberikan dapat berupa denda, kurungan penjaran serta sanksi sosial dari
masyarakat seperti teguran dan cemoohan.
Permasalahan hukum yang sering muncul merupakan sesuatu hal yang
wajar terjadi dalam kehidupan dan dalam perkembangan sosial masyarakat.
Permasalahan hukum yang sering muncul dalam masyarakat karena kurang
tegasnya para penegak hukum serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk
mematuhi aturan hukum. Perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini lebih
36 Tahir Azhary, Negara Hukum, Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi
Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, 1992, hlm. 63. 37 Fajlurrahman Jurdi, Teori Negara Hukum, Malang, Setara Press, 2016, hlm. 14.
25
mengarah pada kemunduran atau merosotnya wibawa hukum sehingga
penegakan hukum masih sulit untuk ditegakkan.38
Perlindungan yang telah dijanjikan oleh hukum yang pada hakikatnya
harus ditegakkan oleh seluruh masyarakat merupakan ide yang sangat abstrak
karena tersebut tidak akan menjadi kenyataan apabila hukum hanya sekedar
diumumkan kepada masyakarat atau hanya tersusun rapi dilembaran-lembaran
naskah. Maka untuk mewujudkan gagasan dan rancangan yang telah ada dan
diidealkan menjadi kenyataan perlu adanya suatu upaya dan proses
penyelarasan. Proses tersebut yang dinamakan dengan penegakan hukum.39
Penegakan hukum secara sederhana dapat dipahami sebagai suatu proses
untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum atau nilai-nilai idealita
undang-undang yang telah dituangkan ke dalam peraturan-peraturan itu
sendiri.40
Munir Fuady merumuskan pengertian penegakan hukum sebagai kegiatan
untuk menyelaraskan hubungan nilai-nilai yang telah dijabarkan dalam
kaidah-kaidah yang sempurna dan mengejawantah, sikap tindak sebagai suatu
rangkaian pejabaran nilai-nilai tahapan akhir untuk dapat menciptakan,
memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.41 Untuk
38 Abdul Halim Barakatullah, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 85. 39 Zulfatun Ni’mah, Sosiologi…, Op.Cit., hlm. 106-107. 40 Ronny Hanitijo Soemitro, Politik, Kekuasaan dan Hukum
(Pendekatan Manajemen Hukum), Semarang, Penerbit Universitas Diponegoro, 1998, hlm. 67. 41 Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis, Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 2003, hlm. 5.
26
mempermudah, Munir Fuady merumuskan penegakan hukum adalah segala
segala daya dan upaya untuk menjabarkan kaidah-kaidah hukum ke dalam
kehidupan masyarakat, dengan demikian dapa terlaksana suatu tujuan hukum
ke dalam masyarakat berupa perwujudan nilai-nilai keadilan, kesebandingan,
kepastian hukum, perlindungan hak, ketentraman masyarakat dan lain
sebagainya.42
Satjipto Rahardjo juga mengatakan bahwa penegakan hukum itu sudah
dapat dimulai ketika peraturan hukum itu dibuat. Penegakan hukum
merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum
menjadi suatu kenyataan. Keinginan yang berujung pada tercapainya nilai-
nilai bagi kehidupan masyarakat yang ideal. Pikiran-pikiran hukum tersebut
akan menentukan bagaimana hukum itu naantinya akan ditegakkan.43
2. Faktor Penegakan Hukum
Dalam melakukan penegakan hukum diperlukan empat faktor yang
mempengaruhi efektif atau tidaknya suatu penegakan hukum dalam
masyarakat yang disebut dengan kaidah hukum, penegak hukum, sarana atau
fasilitas dan warga masyarakat. Sebagaimana dijabarkan dalam buku Zulfatun
Ni’mah Sosiologi Hukum Sebuah Pengantar, sebagai berikut:
a. Faktor Kaidah Hukum:44
42 Ibid, hlm. 6. 43 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta, Genta
Publishing, 2009, hlm. 24. 44 Zulfatun Ni’mah, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 113.
27
Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa kaidah hukum itu dapat
berlaku efektif apabila kaidah hukum tersebut telah memenuhi syarat
keberlakuan dalam unsur filosofis, unsur sosiologis maupun unsur yuridis.
Unsur filosofis artikan sebagai suatu pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang nantinya akan dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang
meliputi suasana batin serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Unsur sosiologis diartikan untuk menggambarkan bahwa
peraturan yang telah dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
berbagai aspek. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan
hukum harus mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah,
atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
yang akan diterima masyarakat.45 Apabila suatu kaidah hukum telah
memenuhi ketiga unsur diatas maka jika terjadi suatu pelanggaran
terhadapnya akan mudah untuk ditegakkan.
Secara filosofis, kaidah hukum akan berlaku efektif dan mudah
ditegakkan apabila kaidah itu merupakan penjabaran dari suatu nilai filosofis
yang telah termaktub dalam falsafah dasar masyarakat yang bersangkutan.
45 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt59394de7562ff/arti-landasan-filosofis--
sosiologis--dan-yuridis/. Diakses pada tanggal 18 Juli 2019, pukul 15:20 WIB.
28
Secara sosiologis, kaidah hukum dapat berlaku efektif dan mudah ditegakkan
apabila kaidah hukum itu dapat diterima oleh masyarakat sekitar. Secara
yuridis, kaidah hukum harus mematuhi kaidah hukum yang lebih tinggi
tingkatannya atau berbentuk atas dasar yang telah ditetapkan dan juga harus
sesuai dengan prosedur perundangan yang ada.
b. Faktor Penegak Hukum:46
Agar terwujudnya suatu ide hukum tidak cukup hanya dengan membuat
kaidah hukumnya saja, harus didorong juga oleh ketegasan para penegaknya.
Negara sebagai penyelenggara hukum telah membentuk suatu badan atau
organisasi yang mempunyai tugas untuk menerapkan hukum, seperti Lembaga
Hak Asasi Manusia, Kepolisan, Kementrian Hukum, Pengadilan, Kejaksaan,
Kepaniteraan, Lembaga Permasyarakatan dan lain sebagainya. Seluruh badan-
badan yang telah dicontohkan diatas pada dasarnya memiliki satu tujuan yang
sama yaitu agar terwujudnya kaidah-kaidah hukum yang telah diterapkan
dalam kehidupan bermasyarakat dengan kata lain agar terwujudnya suatu
penegakan hukum yang sesuai dengan aturan yang ada. Tanpa adanya
lembaga-lembaga kemasyarakatan diatas bisa dipastikan bahwa penegakan
hukum tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
Pembuatan lembaga-lembaga hukum seperti diatas tidak akan ada artinya
apabila para penegak hukum tidak menjalankan isi tujuan dari hukum tersebut
dengan maksimal. Apabila penegak hukum bekerja sesuai dengan tugas yang
46 Ibid, hlm. 118.
29
telah diberikan, dapat dipastikan hukum itu akan efektif atau berjalan dengan
semestinya. Namun, apabila para penegak hukum ini tidak bekerja
sebagaiamana mestinya, maka dapat dipastikan pula bahwa hukum tersebut
tidak efektif dan tidak berjalan dengan semestinya. Persoalan-persoalan
penegak hukum meliputi banyak hal, contohnya seperti:
1) Rendahnya kualitas hakim, jaksa, polisi dan advokat.
2) Tidak mengindahkan prinsip “orang yang tepat di tempat yang tepat”,
contohnya karena proses perekrutan yang tidak didasarkan pada kualifikasi
yang tepat, melainkan hanya didasarkan pada hubungan dan kedekatan
dengan atasan atau dengan para pejabat yang biasa disebut dengan nepotisme
dan kolusi.
3) Para penegak hukum tidak berkomitmen terhadap penegakan hukum itu
sendiri.
4) Kuatnya pengaruh serta hasutan politik dan kekuasaan ke dalam dunia
penegakan hukum.
5) Tidak terdapat mekanisme penegakan hukum yang baik dan benar.
c. Faktor Fasilitas Hukum47:
Fasilitas hukum merupakan suatu sarana yang memungkinkan hukum
untuk dapat diterapkan dan agar tujuan hukum itu dapat tercapai. Fasilitas
hukum meliputi segala sarana yang nantinya berfungsi untuk mencegah
tindakan pelanggaran hukum terjadi dan berfungsi untuk melindungi para
47 Ibid, hlm. 121.
30
korban. Apabila tidak terdapat fasilitas yang memadai, bisa dipastikan bahwa
hukum sebagai fakta yang telah dikatakan oleh para ahli hukum sacara
teoritis (law in book), dan bukan menjadi hukum sebagai fakta yang
senyatanya, yaitu hukum yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat
(law in action).
Fasilitas hukum ini penting untuk menjalakan aturan tertentu yang telah
dibuat dan telah disepakati. Fasilitas yang nantinya untuk menjalankan
penegakan hukum tidak terbatas hanya pada fasilitas yang digunakan ketika
hukum itu telah dilanggar, tetapi dimulai dari sejak hukum itu telah disahkan.
Apabila hukum telah disahkan, maka setelah itu harus dilakukan sosialisasi.
Agar sosialiasi dapat berjalan merata sebagaimana mestinya, perlu adanya
fasilitas yang memadai seperti beragam media yang sesuai dengan sasaran,
transportasi dan biaya. Sosialisasi ini dilakukan untuk mencegah kejahatan
supaya tidak terjadi tindakan pelanggaran hukum. Ketika fasilitas telah
memadai, hukum akan lebih mudah untuk ditegakkan, namun sebaliknya
apabila fasilitas tidak memadai maka hukum dirasa kurang maksimal.
d. Kesadaran Masyarakat48:
Kesadaran masyarakat sejatinya dapat diartikan sebagai kerelaan
masyarakat untuk tunduk dan patuh terhadap hukum dalam artian dapat
mematuhi segala larangan yang telah dibuat dan menjalankan perintah yang
sudah tercantum dalam aturan hukum yang ada. Upaya-upaya telah dilakukan
48 Ibid, hlm. 123.
31
oleh pemerintah untuk membangun kesadaran hukum masyarakat. Seperti
penyuluhan yang diselenggarakan oleh pemerintah serta penyuluhan yang
diselenggarakan oleh lembaga-lembaga hukum.
Menurut Soetandoyo, beliau berpendapat bahwa kebijakan-kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah tak lebih hanya menjadikan masyarakat sebagai
objek penegakan hukum semata. Dizaman yang modern seperti sekarang ini,
upaya untuk membangun kesadaran hukum mengalami perubahan paradigma
menjadi lebih ke arah upaya untuk penyadaran hak. Kesadaran masyarakat
akan hak-haknya dapat dikatakan sebagai suatu hal yang penting sebab hal
itulah yang akan menjadikan warga masyarakat bisa terhindar dari perlakuan
diskriminatif dari orang lain, termasuk pemerintah. Selain itu nantinya mereka
akan dapat menempuh langkah yang benar apabila dalam prakteknya mereka
mengalami pelanggaran hak.
3. Peran Penegak Hukum
Negara yang baik adalah negara yang menjalankan fungsi hukumnya
secara merdeka dan bermartabat. Maksud dari kata merdeka dan bermartabat
adalah dalam melaksanakan penegakan hukum, para penegak hukum harus
tunduk dan patuh pada aturan yang ada dan wajib berpihak kepada keadilan.
Didalam bukunya Baharuddin Lopa mengatakan bahwa untuk menegakkan
32
suatu keadilan hukum dan penegakan hukum perlu adanya tiga unsur yang
harus terpenuhi, yaitu:49
a. Adanya peraturan hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat;
b. Adanya aparat penegak hukum yang profesional dalam menjalankan
tugasnya serta selalu turut mendengarkan aspirasi masyarakat.
c. Adanya kesadaran hukum masyarakat yang membuat penegakan hukum
itu sendiri dapat terlaksana dengan baik dan maksimal.
Untuk terlaksananya penegakan hukum dengan baik dan benar di dalam
masyarakat, perlu adanya para penegak hukum yang nantinya akan berfungsi
untuk menjamin penegakan hukum di masyarakat, sehingga nantinya akan
tercipta suasana yang tertib, aman dan nyaman. Para penegak hukum yang
memiliki tugas untuk menanamkan kepatuhan hukum harus memberikan
contoh yang baik serta memberikan pengaruh positif bagi setiap kelompok
masyarakat agar pada pelaksanaanya masyarakat tidak melakukan melakukan
pelanggaran.50
Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum di
masyarakat meliputi ruang lingkup yang sangat luas karena menyangkut
petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya, dalam melaksanakan
tugas menerapkan hukum, para petugas ini seharusnya memliki pedoman
49 Baharuddin Lopa, Permasalahan Pembinaan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta,
Bulan Bintang, 1987, hlm. 3. 50 Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial,
Bandung, Penerbit Alumni, 1982, hlm. 166.
33
yang jelas seperti peraturan tertulis yang meliputi tugas-tugasnya. Dalam
pelaksanaan penegakan hukum, biasanya para penegak hukum menjumpai
beberapa hal sebagai berikut, yaitu:51
a. Sejauh mana para penegak hukum terikat dari peraturan-peraturan yang
ada?
b. Batas-batas mana petugas berkenan untuk memberikan kebijakan?
c. Teladan seperti apakah yang seharusnya diberikan oleh para penegak
hukum kepada masyarakat?
Penegakan hukum bukan merupakan suatu kegiatan yang dapat berdiri
sendiri, tetapi penegakan hukum ini mempunyai hubungan yang erat dengan
masyarakat berupa hubungan timbal balik sehingga nantinya proses
penegakan hukum yang tidak berpihak kepada kebenaran secara langsung
akan melukai hati masyarakat. Seandainya setiap penegak hukum mampu
berperilaku sesuai dengan apa yang mereka yakini sebagai tugas dan
panggilannya, maka keadilan dan kebenaran akan tetap tegak di bumi
Indonesia.52
Para penegak hukum memiliki kedudukan dan peranan dalam
menjalankan tugasnya. Kedudukan adalah posisi tertentu di dalam struktur
kemasyarakatan di mana kedudukan itu sendiri menjadi tempat yang
didalamnya berisi hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban diatas merupakan
51 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2016, hlm. 63. 52 Satjipto Raharjo, Masalah…, Op. Cit., hlm. 52.
34
suatu peranan. Hak yang sebenarnya merupakan kewenangan atau wewenang,
sedangkan kewajiban merupkan suatu beban atau tugas yang harus dilakukan.
Peranan para penegak hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu:53
a. Peranan Seharusnya (Expected Role)
Peranan seharusnya merupakan suatu peranan yang dilakukan oleh
seseoang atau lembaga kemasyarakatn yang berdasarkan norma yang ada dan
berlaku didalam kehidupan bermasyarakat.
b. Peranan Ideal (Ideal Role)
Peranan ideal merupakan suatu peranan yang dilakukan seseorang atau
lembaga kemasyarakatan yang berdasarkan nilai-nilai ideal yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan kedudukannya didalam masyarakat.
Hukum di Indonesia saat ini membutuhkan para penegak hukum yang
lebih banyak bertanya kepada hati nuraninya daripada perutnya, sehingga apa
yang disebut benar dan adil oleh masyarakat nantinya dapat diwujudkan oleh
para penegak hukum contohnya melalui putusan-putusan hakim di
pengadilan.54
4. Upaya Penegakan Hukum
Supaya tercipta penegakan hukum yang sesuai dengan peraturan hukum
serta kaidah hukum, perlu adanya upaya yang harus dilakukan untuk
menegakkannya. Penegakan hukum dilakukan tidak hanya melihat kepada
53 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Pers, 2017, hlm. 244. 54 Zainuddin Ali, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 61.
35
peraturannya saja, namun bagaimana fasilitas hukum memenuhi semua itu
serta bagiamana para aparat dapat mengerjakan tugasnya dengan baik dan
benar.55
Upaya untuk menegakkan hukum dapat dilakukan dengan dua acara,
yaitu:
a. Upaya Preventif
Upaya preventif adalah suatu upaya yang dapat dilakukan sebelum
pelanggaran itu terjadi. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya perilaku
menyimpang dalam masyarakat dan dapat dikendalikan supaya tidak terjadi
pelanggaran yang dapat merugikan berbagai pihak.
b. Upaya Represif
Upaya represif merupakan upaya yang dapat dilakukan ketika pelanggaran
tersebut sudah terjadi dan supaya keadaan dapat kembali seperti semula.
B. KESADARAN HUKUM
1. Pengertian Kesadaran Hukum
Masyarakat sering berpendapat bahwa kesadaran hukum yang tinggi akan
muncul ketika warga masyarakat mematuhi seluruh peraturan yang ada dan
berlaku. Sebaliknya, apabila masyarakat tidak mematuhi seluruh peraturan
55 Ibid, hlm. 61.
36
yang ada dan berlaku, maka derajat kesadaran masyarakat akan hukum itu
tergolong rendah.56
Seseorang dapat menghargai suatu norma hukum apabila mereka telah
memahami, mengetahui, dan mentaatinya. Artinya, seseorang dapat
merasakan bahwa nantinya hukum tersebut akan membuat kenyamanan,
ketertiban serta ketentraman didalam dirinya. Sejatinya, hukum yang baik
adalah hukum yang bukan hanya berkaitan dengan sisi lahiriah saja, akan
tetapi juga dari segi batiniah.57
Perlu adanya pemahaman dari masyarakat atas hukum yang sedang
berlaku, melalui pemahaman hukum yang lebih mendalam diharapkan dapat
memahami tujuan dari sebuah peraturan serta manfaat yang akan diperoleh
bagi masyarakat yang kehidupannya diatur oleh peraturan yang dibuat oleh
pemerintah.58
Kesadaran hukum merupakan nilai-nilai yang telah hidup di dalam jiwa
masyarakat mengenai sesuatu yang berkaitan dengan hukum, meliputi
pengetahuan pemahaman, penghayatan, kepatuhan atau ketaatan seseorang
terhadap hukum yang berlaku.59
Paul Scholten mengartikan bahwa kesadaran hukum merupakan kesadaran
atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau
56 Zainuddin Ali, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 66. 57 Ibid, hlm. 68. 58 Abdul Halim Barakatullah, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 37. 59 Ok Chairuddin, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 101.
37
tentang hukum yang diharapkan ada, sebenarnya yang ditekankan adalah
nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian tentang hukum
terhadap suatu kejadian yang nyata dalam lingkungan masyarakat.60
2. Faktor Kesadaran Hukum
Soerjono Soekanto pernah melakukan telaah mengenai kesadaran hukum
pada tahun 1982 bahwa keterlibatan masyarakat itu sangat dibutuhkan untuk
patuh dan tunduk secara sadar mengenai peraturan hukum yang telah disahkan
dan dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat.61
Hukum dapat melindungi kepentingan manusia, oleh karena itu menurunnya
kesadaran hukum masyarakat bisa saja disebabkan karena orang tidak mau melihat
atau menyadari bahwa hukum melindungi kepentingannya, kurangnya pengawasan
kepada para petugas penegak hukum, kurangnya sistem pendidikan untuk
menanamkan tentang betapa pentingnya kesadaran hukum.62
Kenyataan yang sering dijumpai adalah masyarakat yang taat dan patuh
terhadap hukum bukan karena kesadaran yang datang dari dalam diri sendiri,
melainkan karena adanya suatu paksaan. Ketidak patuhan terhadap hukum ini
sebenarnya merupakan hasil atau akibat dari kurang tegasnya para penegak
hukum karena merekalah yang menjadi panutan bagi masyarakat.63
60 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta, Liberty, 2003, hlm. 121. 61 Saifulloh, Refleksi Sosiologi Hukum, Bandung, Aditama, 2007, hlm. 105. 62http://www.academia.edu/12185104/apa_itu_kesadaran_hukum_masyarakat_faktor_faktor_
apa_saja_dan_upaya-upaya_apa_saja_untuk_meningkatkan_kesadaran_hukum_masyarakat. Diakses
pada tanggal 20 Juli 2019, pukul 23:27 WIB. 63 Ok Chairuddin, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 100.
38
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesadaran hukum
masyarakat, yaitu:64
a. Faktor pengetahuan:
Peraturan yang telah disahkan dengan sendirinya peraturan tersebut akan
berlaku secara mutlak kepada seluruh golongan masyarakat tanpa terkecuali,
sering kali masyarakat tidak mengetahui atau kurang mengetahui tentang
peraturan yang telah berlaku.
b. Faktor pengakuan:
Masyarakat mengetahui isi dan guna dari norma hukum tertentu, namun
dengan mengetahui hal ini belum menjadi jaminan bahwa masyarakat dapat
mematuhi ketentuan hukum tersebut, tetapi juga perlu adanya pengakuaan
bahwa orang yang memahami suatu ketentuan hukum cenderung untuk lebih
mematuhi ketentuan hukum yang ada.
c. Faktor penghargaan:
Sejauh mana tindakan atau perbuatan yang dilarang oleh hukum dapat
diterima sebagian besar masyarakat. Masyarakat mematuhi atau terkadang
menentang hukum yang berlaku, karena terdapat kepetingan mereka yang
telah terjamin pemenuhannya.
d. Faktor pentaatan:
64 Warsito, Menumbuhkan Kesadaran Hukum di Masyarakat dan Dunia Perguruan Tinggi,
2016, hlm. 5.
39
Tugas hukum yang terpenting adalah untuk mengatur kepetingan warga
masyarakatnya, kepentingan warga masyarakat ini bersumber pada norma dan
nilai yang berlaku, tentang apa yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan
apa yang senyatanya dilakukan (das sein).
e. Faktor ketaatan:
Kesadaran hukum disebabkan karena terdapat rasa takut akan sanksi yang
akan didapatkan, terkadang mematuhi aturan hanya ingin memelihara
hubungan baik dengan rekan-rekan sekelompok atau orang yang lebih tinggi
derajatnya karena kepentingannya terlindung serta cocok dengan nilai dan
norma yang dianutnya.
3. Upaya Peningkatan Kesadaran Hukum
Menurunnya kesadaran hukum pada masyarakat merupakan gejala
perubahan sosial, perlu adanya upaya untuk mengatasi perubahan tersebut.
Terdapat dua upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum, yaitu:65
a. Tindakan (action)
Tindakan untuk meningkatan kesadaran hukum pada masyarakat dapat
dilakukan melalui tindakan drastis. Tindakan drastis yaitu memperberat
sanksi-sanksi hukum atau melakukan pengawasan terhadap masyarakat
tentang ketaatannya terhadap undang-undang. Upaya ini merupakan tindakan
yang tepat untuk meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat.
b. Pendidikan (education)
65 Ibid, hlm. 10-12.
40
Pendidikan dapat dilakukan dengan dua cara baik pendidikan secara
formal maupun nonformal. Pendidikan formal biasa disebut dengan
pendidikan sekolah, pendidikan mengenai kesadaran hukum di sekolah harus
ditanamkan dari sekolah dasar sampai jenjang pendidikan selanjutnya.
Pendidikan nonformal lebih ditujukan kepada masyarakat luas dari segala
lapisan, pendidikan nonformal dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya
dengan melakukan penyuluhan hukum. Hal yang terpenting yang harus
ditanamkan baik dalam pendidikan formal maupun nonformal yaitu tentang
bagaiamana menjadi warga negara yang baik serta tentang apa hak dan
kewajiban warga negara. Menanamkan kesadaran hukum sama saja dengan
menanamkan nilai-nilai kebudayaan, nilai kebudayaan dapat dicapai dengan
pendidikan. Upaya ini merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan
kesadaran hukum dalam masyarakat.
4. Indikator Kesadaran Hukum
Setiap manusia pada dasarnya memiliki kesadaran hukum dalam dirinya,
yang menjadi permasalahan adalah taraf dari kesadaran hukum tiap orang itu
berbeda-beda, ada yang tinggi, sedang, dan rendah.66 Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa untuk mengetahui indikator kesadaran hukum dalam
masyarakat terdapat empat indikator, yaitu:67
a. Pengetahuan hukum:
66 Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung, Alumni, 2007, hlm. 56. 67 Soerjono Soekanto, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 140.
41
Pengetahuan hukum merupakan pengetahuan yang harus diketahui oleh
tiap-tiap manusia yang memiliki akal sehat mengenai beberapa perilaku yang
telah diatur oleh hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis.68 Pengetahuan
tentang hukum memiliki hubungan yang erat dengan perilaku keseharian
masyarakat yang dilarang dan perilaku yang diperbolehkan oleh hukum,
pengetahuan hukum erat kaitannya dengan suatu asumsi yang mengatakan
bahwa apabila suatu peraturan telah disahkan maka saat itu juga masyarakat
dianggap telah mengetahui isi suatu peraturan tersebut.
b. Pemahaman hukum:
Pemahaman hukum dapat diartikan sebagai suatu informasi mengenai isi
peraturan dari hukum, pengertian mengenai pemahaman hukum adalah
pengertian terhadap isi dan tujuan peraturan dalam suatu hukum serta manfaat
bagi pihak-pihak tertentu yang kehidupannya di atur oleh peraturan-peraturan
tersebut.69 Indikator pengetahuan hukum menuntut seseorang untuk
mengetahui peraturan, baik peraturan yang tertulis maupun peraturan yang
tidak tertulis. Pemahaman hukum ini tidak disyratakan seseorang harus
mengetahui terlebih dahulu peraturan yang ada, yang dilihat disini adalah
bagaimana tanggapan mereka dalam menghadapi berbagai hal yang ada
kaitannya dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
c. Sikap hukum:
68 Otje Salman, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 40. 69 Ibid, hlm. 41.
42
Sikap hukum merupakan kecenderungan seseorang untuk menerima
hukum karena terdapat penghargaan terhadap hukum sebagai suatu hal yang
bermanfaat dan menguntungkan apabila hukum tersebut dijalankan sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan. Sikap hukum melibatkan pilihan
masyarakat terhadap hukum yang sesuai dengan nilai dan norma yang ada
dalam dirinya, sehingga masyarakat dapat menerima hukum berdasarkan
penghargaan terhadapnya.70
d. Pola perilaku hukum:
Pola perilaku hukum merupakan hal utama yang harus ada dalam
kesadaran hukum, untuk melihat apakah suatu peraturan yang ada berlaku
atau tidak dalam masyarakat, dengan demikian dapat dilihat sejauh mana
kesadaran hukum dalam masyarakat dari pola perilaku hukum.71
Keempat indikator yang sudah dijelaskan diatas menunjukkan tingkat-
tingkatan kesadaran hukum tertentu dalam perwujudannya. Indikator-
indikator kesadaran hukum pada dasarnya menunjukkan taraf kesadaran
hukum, apabila masyarakat hanya mengetahui tentang adanya suatu hukum
dapat dikatakan bahwa kesadaran hukum yang dimiliki oleh seseorang itu
tergolong rendah, sebaliknya apabila masyarakat mengetahui tentang adanya
suatu hukum dan dijalankan dengan baik sebagaimana mestinya maka
kesadaran hukum yang dimiliki oleh seseorang itu tergolong tinggi. Perlu
70 Ibid, hlm. 42. 71 Ibid.
43
adanya pemahaman yang mendalam terhadap hukum yang telah berlaku,
sehingga masyarakat memiliki tujuan dari peraturan yang ada bagi dirinya,
orang lain, serta bagi negara sebagai suatu wadah kehidupan.72
C. KEPATUHAN HUKUM
1. Pengertian Kepatuhan Hukum
Kepatuhan menurut KBBI yaitu sifat patuh yang berarti taat, menurut
perintah, taat pada hukum, taat pada peraturan serta berdisiplin.73 Kepatuhan
hukum merupakan perwujudan dari sikap seseorang yang mematuhi atau tidak
mematuhi aturan-aturan yang sudah disahkan dan berlaku di masyarakat.
Artinya, apabila derajat kepatuhan seseorang terhadap suatu peraturan lalu
lintas adalah tinggi maka peraturan-peraturan lalu lintas itu memang berfungsi
sebagaimana mestinya.74
Berbicara mengenai warga masyarakat sedikit menyangkut masalah
derajat tentang kepatuhan masyarakat, secara sempit dapat dikatakan bahwa
derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan.
Kepatuhan terhadap hukum bisa didapatkan apabila seseorang telah
memiliki kesadaran hukum, sebaliknya jika seseorang belum memiliki
kesadaran hukum maka belum bisa dikatakan bahwa seseorang itu telah patuh
72 Warsito, Menumbuhkan…, Op. Cit., hlm. 7. 73 Tim Prima Pena, Kamus…, Loc. Cit., hlm. 667. 74 Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi…, Loc. Cit., hlm. 18.
44
terhadap hukum yang ada. Kepatuhan hukum memiliki kaitan yang sangat
erat dengan kesadaran hukum, tetapi kesadaran hukum merupakan wujud
primer sedangkan kepatuhan hukum hanya bisa diperoleh ketika seseorang
memiliki kesadaran terhadap hukum
Kepatuhan masyarakat terhadap hukum dapat digambarakan sebagai suatu
perilaku yang sesuai dengan aturan yang ada. Kepatuhan hukum atau ketaatan
hukum dapat dilihat dari perilaku nyata yang dilakukan masyarakat, apabila
masyarakat mengikuti apa yang telah diatur dalam hukum maka disitulah
terjadi kepatuhan hukum.75
2. Jenis Kepatuhan Hukum
Untuk menuju masyarakat yang patuh akan hukum, diperlukan
pengetahuan tentang betapa pentingnya hukum dalam kehidupan sosial
masyarakat. Semakin tinggi taraf kepatuhan hukum seseorang maka semakin
tinggi juga taraf kesadaran, ketaatan serta kepatuhan terhadap hukum yang
ada, begitu pula sebaliknya.76
Kepatuhan menurut H.C. Kelman dan L. Pospisil pada dasarnya dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:77
a. Kepatuhan yang memiliki sifat compliance (penanaman kepatuhan secara
sengaja):
75 Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial,
Alumni, Bandung, 1982, hlm. 162 76 Abdurrahman, Aneka…, Loc. Cit., hlm. 14. 77 Achmad Ali, Menguak…, Loc.Cit., hlm. 194.
45
Ketika seseorang itu taat terhadap suatu aturan, hanya karena takut
nantinya akan terkena sanksi. Kelemahan untuk kepatuhan jenis ini
membutuhkan pengawasan yang harus dilakukan secara berkala atau terus-
menerus. Pengawasan ini dilakukan agar penerapan hukum merata keseluruh
lapisan masyarakat dari golongan bahwa sampai ke golongan atas, sehingga
kepatuhan hukum yang diinginkan dapat terwujud.
b. Kepatuhan yang memiliki sifat identification (pembiasaan perilaku):
Ketika seseorang itu taat terhadap suatu aturan, hanya karena takut
nantinya hubungan baik yang telah terjalin dengan pihak lain nantinya
menjadi rusak. Perlu adanya pembiasaan perilaku bersosialisasi sejak dini,
lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasan untuk selalu mematuhi aturan-
aturan yang ada, pada awalnya akan terasa berat dalam pelaksanaanya karena
merasa tidak ada kebebasan, namun akhirnya akan berdampak baik bagi diri
sendiri apabila peraturan itu telah dipatuhi
c. Kepatuhan yang memiliki sifat internalization (pemanfaatan dari kaidah
yang dipatuhi):
Ketika seseorang itu taat terhadap suatu aturan karena merasa aturan yang
ada sangat sesuai dengan nilai-nilai yang dijalankan. Pada hakikatnya
manusia memiliki kecenderungan untuk hidup pantas dan teratur, akan tetapi
yang menurut kita pantas dan teratur belum tentu orang lain berpendapat
sama.
46
Jenis-jenis kepatuhan hukum diatas akan menjadikan masyarakat menjadi
taat dan patuh terhadap aturan-aturan yang ada, aturan-aturan tersebut harus
dipatuhi oleh masyarakat agar tidak terjadi kekacauan, timbul kenyamanan
dan ketertiban dalam masyarakat.
Berdasarkan 3 jenis kepatuhan hukum diatas banyak masyarakat yang
menaati suatu aturan atau undang-undang mengenai kepatuhan hukum yang
bersifat compliance atau identification, diartikan bahwa kedaran hukum dalam
mematuhi aturan atau perundang-undangan tersebut masih rendah. Namun
jika sebagian besar masyarakat menaati aturan dan perundang-undangan
dengan kepatuhan hukum yang bersifat internalization, berarti kualitas
kesadaran akan hukumnya semakin tinggi.78
3. Dasar-dasar Kepatuhan Hukum
Berbicara mengenai kepatuhan hukum pastinya tidak pernah terlepas dari
kesadaran hukum, keduanya memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya
karena apabila seseorang telah memiliki kesadaran hukum maka kepatuhan
terhadap hukum akan muncul dengan sendirinya. Perilaku masyarakat yang
dilakukan sehari-hari, yang terkait dengan hukum harus berpedoman pada
aturan-aturan yang telah dibuat oleh para penegak hukum. Menanggapi suatu
78 Ibid, hlm. 194.
47
aturan yang telah dibuat, masyarakat dapat menanggapi aturan yang menurut
mereka tidak sesuai dengan keinginan melalui ucapan atau tindakan.79
Kepatuhan hukum merupakan bagian dari budaya hukum, budaya hukum
adalah suatu bagian dari kebudayaan manusia dan tanggapan yang sama dari
masyarakat tertentu terhadap suatu gejala hukum. Budaya hukum
menunjukkan tentang pola perilaku setiap orang sebagai anggota masyarakat
yang menggambarkan tanggapan yang sama terhadap kehidupan hukum yang
sedang terjadi dalam masyarakat. Budaya hukum dapat terlihat dari perilaku
keseharian yang dilakukan masyarakat 80
Pada dasarnya permasalahan-permasalahan hukum selalu melekat pada
masyarakat, karena itulah hukum hadir untuk menyelesaikan seluruh
permasalahan-permasalahan hukum tersebut. Hukum sangat mudah untuk
ditegakkan apabila masyarakatnya selalu tunduk dan patuh terhadap aturan
yang ada, tapi tidak jarang kita temui bahwa masih banyak masyarakat yang
acuh tak acuh terhadap peraturan yang sudah dibuat oleh pemerintah karena
ketidakpatuhan masyarakat ini sejatinya bukan menjadi persoalan yang baru,
maka dari itu diperlukan sanksi yang benar-benar tegas dari para penegak
hukum agar para pelaku tidak mengulang kesalahan yang sama.81
79 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta, Rajawali Press.
1982, hlm. 34. 80 Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, Bandung, Alumni, 2010, hlm. 137. 81 Soerjono Soekanto, Kesadaran…, Op. Cit., hlm. 37.
48
Zaman modern seperti saat ini, hukum secara langsung sangat dibutuhkan
apalagi dalam kehidupan sehari-hari, salah satu contohnya untuk melakukan
aktifitas seperti perdagangan. Perlu adanya interaksi antara satu dengan yang
lainnya dalam berdagang, maka kepatuhan hukum sangat dibutuhkan agar
tidak terjadi kesalahpahaman antara pihak yang satu dengan yang lain. Perlu
adanya dasar-dasar dalam melaksanakan kepatuhan hukum, berikut dasar-
dasar kepatuhan hukum tersebut:82
a. Penanaman kepatuhan secara sengaja (Indoctrination):
Sebuah doktrin yang ditanamankan secara sengaja kepada masyarakat
mengenai peraturan hukum. Doktrin ini dilakukan agar penerapan hukum ini
merata sampai keseluruh lapisan masyarakat, dari yang terendah hingga yang
tertinggi, supaya mendapatkan kepatuhan hukum sesuai dengan apa yang
diinginkan.
b. Pembiasaan perilaku (Habituation):
Seseorang dapat mematuhi suatu peraturan hukum karena keseharian
yang mereka lakukan. Hal ini dapat terjadi karena adanya proses sosialiasi
yang dilakukan sejak kecil, karena sejak kecil sudah terbiasa untuk mematuhi
kaidah-kaidah hukum yang ada.
c. Pemanfaatan dari kaidah yang dipatuhi (Utility):
Manfaat yang didapatkan oleh seseorang apabila mereka telah mematuhi
aturan-aturan yang berlaku.
82 Zainuddin Ali, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 351-352.
49
d. Mengidentifikasikan dalam kelompok tertentu (Group Identification):
Seseorang akan patuh terhadap hukum karena melihat atau mengacu pada
kelompok lain yang telah melaksanakan aturan tersebut. Hal ini dilakukan
untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok. Seseorang mematuhi aturan
yang ada dalam kelompoknya bukan karena kelompok tersebut lebih unggul
dari kelompok yang lain, akan tetapi kembali ke tujuan awal untuk
mengadakan identifkasi terhadap kelompok tersebut.
4. Faktor Kepatuhan Hukum
Hukum dapat dipandang sebagai senjata untuk melindungi kepentingan
seseorang, namun terkadang seseorang patuh terhadap hukum karena terdapat
kepentingan didalamnya. Hal ini terjadi karena manusia hidup berdampingan
satu dengan yang lainnya dan tiap-tiap orang memiliki kepentingan yang
berbeda-beda.
Menurut Ernst Utrech ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang
akan patuh terhadap hukum, yaitu:83
a. Masyarakat merasakan bahwa peraturan yang berlaku dapat dirasakan
sebagai hukum yang sesungguhnya, artinya benar bahwa terdapat kepentingan
mereka dalam hukum tersebut.
83 Erns Utrech, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia Cet VI, Jakarta, Balai Buku
Ichtiar, 1963, hlm. 72.
50
b. Masyarakat menghendaki peraturan yang berlaku, sebab pada dasarnya
seseorang dapat merasakan hukum ketika kepentingannya dibatasi oleh
peraturan yang ada.
c. Masyarakat menerima peraturan yang berlaku supaya mendapatkan
ketentraman, artinya ketika seseorang memilih untuk mematuhi segala
peraturan yang ada supaya tidak banyak mendapatkan masalah.
d. Masyarakat harus mematuhi aturan yang berlaku karena adanya paksaan
atau sanksi, umunya seseorang akan merasa malu apabila dia setelah
melakukan pelanggaran hukum mendapatkan sanksi.
Menurut Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, masyarakat memiliki
suatu kecenderungan yang kuat untuk mematuhi hukum yang ada karena rasa
takut terkena sanksi negatif apabila melanggar aturan hukum. Hukum tidak
akan dipatuhi oleh masyarakat apabila pada pelaksanaannya para penegak
hukum tidak mengawasi secara ketat. Proses sosialisasi terhadap suatu aturan
hukum memiliki peran yang penting dalam masyarakat agar dalam
pelaksanannya dapat berjalan dengan baik dan seluruh masyarakat dapat
mematuhi seluruh aturan yang berlaku.84
D. PANDANGAN ISLAM TENTANG KEPATUHAN HUKUM
Sumber hukum islam yang berisi tentang hukum dan agama merupakan
suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Terdapat berbagai macam sumber
84 Soerjono Sukanto, Sosiologi…, Op. Cit., hlm. 23.
51
hukum islam dalam kepustakaan hukum islam, diantaranya adalah Al-Quran.
As-Sunnah (Hadits), Ijma’ dan Qiyas. Aturan dalam agama Islam maupun
hukum islam sendiripun bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Ijma’ dan
Qiyas yang merupakan hasil ijtihad (manusia) adalah sumber ketiga dan
keempat bagi hukum islam.85
Prinsip ketaatan pada dasarnya sudah Allah SWT tetapkan di dalam Al-
Qur’an. Prinsip ketaatan dalam Al-Qur’an memiliki makna bahwa seluruh
rakyat tanpa terkecuali berkewajiban untuk mentaati para pemimpinnya.86
Dapat dimaknai bahwa selama para pemimpin ini bersikap selayaknya
pemimpin dan tidak mendzalimi rakyatnya, selama itu pula rakyat wajib taat,
patuh dan tunduk kepada seluruh aturan yang ada. Telah dijelaskan dalam Al-
Qur’an bahwa kita sebagai rakyat harus mematuhi seluruh aturan yang telah
dibuat oleh pemerintah, sebagaimana yang telah tercantum dalam QS. An-
Nisa ayat 59 yang berbunyi:
Artinya:
85 Moh. Padil dan M. Fahim, Ushul Fiqih, Madani, Malang, 2017, hlm. 39. 86 Muhammad Tazir Azhary, Negara Hukum, Bogor, Kencana, 2003, hlm. 60.
52
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-NYA, dan
ulilamri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” – (Q.S An-
Nisa: 59)
Makna Surat An-Nisa ayat 59 tersebut adalah:87
Kata طاعة (Tha’ah) dalam bahasa Al-Quran memiliki arti tunduk, menerima
dengan tulus dan menemani. Kata ي merupakan bentuk jama’nya dari (Uli) أول
kata ي .yang memilki arti pemilik (yang mengurus) dan menguasai (Waliy) ول
Kali ini dapat dipahami dalam arti bahwa mereka adalah kelompok tertentu
dalam suatu badan yang berwenang menetapkan dan juga membatalkan
sesuatu. Kata ا أل ل أيولويأ adalah perintah atau utusan. Rangkaian kata (Al amr) ر
اوأ أل ل artinya yaitu orang-orang yang berwenang dalam mengurus (Ulil amri) ر
urusan kaum muslimin.
Surat ini memerintahkan kita agar menaati Allah SWT. Perintah Rasul dan
ulil amri. Khusus mengenai ulil amri ini terdapat banyak pendapat,
diantaranya menurut Ahmad Mustafa al-Maraghi, yang berarti ulil amri
adalah sebutan untuk ulama, ahli hikmah dan pemimpin pasukan. Allah SWT
sendiri memang memerintahkan kita untuk taat kepada ulil amri, namun
menurut Quraish Shihab tidak dibenarkan untuk taat kepada ulil amri jika
terdapat perintah yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan Rasul-
Nya. Disebutkan pula dalam hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh
Muslim, yang artinya: “Dari Abi Abdurrahman, dari Ali sesungguhnya
87 https://tabbayun.com/kandungan-surat-an-nisa-ayat-59/. Dikases pada tanggal 22 Juli 2019,
pada pukul 19:44 WIB.
53
Rasulullah bersabda…. Tidak boleh taat terhadap perintah bermaksiat
kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang ma’ruf.”88
Berdasarkan pengertian di atas telah nyata diberitahukan bahwa umat
islam diwajibkan menaati ulil amri (pemimpinnya), namun hal itu berlaku jika
yang diperintahkan berupa hal yang baik, tidak melanggar syariat dan bukan
hal yang menimbulkan mudharat. Harus sesuai dengan prinsip amar ma’ruf
nahi mungkar yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran: 110)
Istilah amar ma’ruf nahi mungkar berkaitan dengan konteks
kemasyarakatan daripada urusan individu. Secara harfih ma’ruf berarti diakui,
diketahui dan dimaklumi, yang berarti adalah perbuatan baik itu berdasarkan
pengakuan nurani masyarakat. Istilah ma’ruf sendiri berasal dari kata ‘urf
yang berarti kebiasaan umum di masyarakat. Sementara itu arti munkar
memiliki makna yang berarti ditentang, dilawan dan diingkari. Pada
pembahasan kali ini yang dimaksud mungkar adalah setiap perkara yang
88 https://www.bacaanmadani.com/2018/01/kandungan-al-quran-surat-nisa-ayat-59.html.
Diakses pada tanggal 22 Juli, pada pukul 20:05 WIB.
54
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya yang mengandung kemaksiatan.89 Hal
tersebut dimuat dalam surat Ali-Imran 104:
Artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.”
Sebagaimana yang tertuang dalam kitab Raudlatut Thalibin, menurut
pandangan Imam Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf an-Nawawi hal ini
selaras dengan pembahasan diatas, yakni:90
فويلأ ولأ ويأ يل يكميأ لونملأ رلظعل يميأ أأل فويلأ ولأ ،واللاوأ وهرلا اراةيأ يل للوأ يوأ عع ادأ لونملأ رلل والسو ااوأ رلكهل
Artinya:
“Tidak cukup memberi nasihat (secara lisan) bagi orang yang mampu
menghilangkan kemungkaran dengan tangan. Dan tidak cukup ingkar di
dalam hati bagi orang yang mampu mencegah kemunkaran dengan lisan.”
Hadits ini memberi pelajaran bahwa untuk membenahi sesuatu jangan
hanya terbatas dengan lisan saja, namun lakukanlah dengan tangan/kekuasaan
yang dimiliki. Ahli ushul juga menyepakati bahwa syariat Islam bertujuan
untuk memelihara 5 hal, yaitu:91
89 https://islam.nu.or.id/post/read/84670/cara-mengamalkan-hadits-amar-maruf-nahi-munkar.
Diakses pada tanggal 23 Juli 2019, pada pukul 16:00 WIB. 90 Ibid.
55
a. Memelihara agama;
b. Memelihara jiwa;
c. Memelihara akal;
d. Memelihara keturunan, dan;
e. Memelihara harta.
Agama Islam pun memberikan beberapa aturan terkait dengan penjagaan
5 hal tersebut, yakni:
a. Larangan membunuh;
b. Larangan mencuri;
c. Larangan berzina, dan;
d. Larangan membahayakan diri dan orang lain.
Segala perintah dan larangan tersebut dibuat dan ditujukan untuk
kemaslahatan manusia, bukan ditujukan untuk kepentingan Allah sendiri.
Terkait oleh aturan tersebut dalam hal penyelenggaraan kehidupan,
masyarakat dan pemondok wajib mematuhi peraturan yang sudah dibuat oleh
pemerintah
Hal tersebut harus dilakukan oleh masyarakat sebagai baktinya terhadap
pemerintah atau penguasa (ulil amri) demi terwujudnya kemaslahatan umum
dan tegaknya hukum tersebut. Peraturan tersebut dibuat untuk dipatuhi oleh
masyarakat dan dijauhkan dari mudharat yang akan timbul.