I-1
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini membahas landasan teori yang terkait dengan judul tugas akhir.
Adapun landasan teori yang terkait dengan pada bab mengenai jaringan distribusi
tegangan menengah, proteksi sistem tenaga listrik, relai pengaman arus lebih,fungsi
utama relai pengaman, jenis – jenis relai proteksi dan jenis relai berdasarkan
karakteristik waktu.
2.1 Sistem Proteksi [7]
Secara umum pengertian sistem proteksi yaitu cara untuk mencegah
kerusakan peralatan terhadap gangguan, sehingga kelangsungan penyaluran tenaga
listrik dapat dipertahankan.
2.1.1 Definisi Sistem Proteksi
Pada sistem tenaga listrik, sistem proteksi adalah perlindungan atau isolasi
pada bagian yang memungkinkan akan terjadi gangguan atau bahaya. Tujuan utama
proteksi adalah untuk mencegah terjadinya gangguan atau memadamkan gangguan
yang telah terjadi dan melokalisirnya, dan membatasi pengaruh-pengaruhnya,
biasanya dengan mengisolir bagian-bagian yang terganggu tanpa mengganggu
bagian-bagian yang lain.
Sistem proteksi merupakan suatu sistem yang terdiri dari satu atau lebih
peralatan proteksi, transformator pengukuran, pengawatan (wiring), rangkaian
tripping, catu daya dan sistem komunikasi bilan tersedia.
II-2
2.1.2 Fungsi Sistem Proteksi
Fungsi Proteksi adalah memisahkan bagian sistem yang terganggu
sehingga bagian sistem lainnya dapat terus beroperasi dengan cara sebagai
berikut:
1) Mendeteksi adanya gangguan atau keadaan abnormal lainnya pada bagian
sistem yang diamankannya (fault detection ).
2) Melepaskan bagian sistem yang terganggu (fault clearing ).
3) Memberitahu operator adanya gangguan dan lokasinya (announciation)
2.1.3 Zona Proteksi
Zona proteksi adalah bagian dari jaringan sistem tenaga, dimana telah
diaplikasikan proteksi tertentu.
Zona proteksi membagi sistem tenaga listrik menjadi zona-zona tertentu
yang setiap zona tersebut dibatasi oleh PMT (seperti pada gambar II.1). Pembagian
zona tersebut berfungsi untuk membatasi luasnya sistem yang terputus saat
gangguan. Pada zona perbatasan, zona proteksi harus tumpang tindih (overlap)
sehingga tidak ada bagian dari sistem yang tidak beroperasi.
1
2
3
4
P1
B
P2A C
D
E
Gambar II. 1. Pembagian Daerah Proteksi
II-3
2.2 Pengamanan Utama dan Cadangan
Setiap proteksi pasti memiliki pengaman utama dan cadangan. Keduanya
saling berkaitan untuk kontribusi menjaga peralatan supaya lebih aman.
2.2.1 Proteksi Utama [3]
Proteksi Utama adalah pertahanan terdepan dari sistem dimana gangguan
di daerah proteksi dari suatu relai dapat diatasi secepat mungkin. Untuk relai
proteksi utama harus bekerja secara cepat dalam pemutusan beban untuk mulai
terjadinya gangguan sampai selesainya pembukaan yaitu 20-40 ms dan waktu
pembukaan pemutus beban 40-60 ms.
2.2.2 Proteksi Cadangan
Proteksi cadangan adalah proteksi yang akan bekerja ketika gangguan
pada sistem tenaga listrik tidak dapat dibebaskan/diisolasi oleh proteksi utama
(SPLN T5.002-1:2010).
Proteksi cadangan akan bekerja jika proteksi utama gagal bekerja, selain
itu juga melindungi daerah pengaman berikutnya. Relai cadangan mempunyai
penundaan waktu yang cukup panjang yaitu 20-100 ms sehingga memungkinkan
proteksi utama bekerja terlebih dahulu. Ciri-ciri pengaman cadangan :
1) Waktu kerjanya lebih lambat atau ada waktu tunda (time delay), untuk memberi
kesempatan kepada pengaman utama bekerja lebih dahulu
2) Relai pengaman cadangan harus dikoordinasikan dengan relai proteksi
pengamanan cadangan lainnya di sisi lain.
3) Secara sistem, proteksi cadangan terpisah dari proteksi utama
2.3 Perangkat Sistem Proteksi [10]
Gangguan pada jaringan distribusi tenaga listrik sebagian besar merupakan
gangguan hubung singkat, yang menimbulkan arus listrik cukup besar. Semakin
besar sistemnya, semakin besar pula arus gangguannya.
II-4
Arus gangguan yang besar bila tidak segera dihilangkan akan merusak
peralatan yang dilalui arus gangguan. Untuk melepaskan daerah yang terganggu
diperlukan alat pengaman. Di sini jelas bahwa alat pengaman bertujuan untuk
melepaskan atau membuka sistem yang teganggu sehingga arus gangguan ini akan
padam. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka diperlukan sistem proteksi.
Yang dimaksud dengan sistem proteksi tenaga listrik adalah suatu suatu
sistem pengamanan kepada peralatan-peralatan listrik dan saluran terhadap kondisi
abnormal. Sistem proteksi diperlukan untuk menghindari ataupun untuk
mengurangi kerusakan peralatan listrik akibat gangguan. Semakin cepat reaksi
perangkat proteksi yang digunakan maka akan semakin sedikitlah pengaruh
gangguan kepada kemungkinan kerusakan alat. Disamping itu dengan bekerjanya
sistem proteksi maka daerah yang terganggu bisa dilokalisir sehingga dapat
memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumen, dan
juga untuk mengamankan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh listrik.
Suatu sistem proteksi terdiri dari beberapa komponen peralatan yang
membentuk satu rangkaian yang masing-masing komponen mempunyai tugas
sesuai dengan fungsinya. Sistem proteksi terdiri dari beberapa komponen peralatan
yang membentuk satu rangkaian yang masing-masing komponen mempunyai tugas
sesuai dengan fungsinya. Komponen peralatan pada sistem pengaman adalah
sebagai berikut :
1) Circuit Breaker/Pemutus tenaga
Circuit Breaker atau pemutus tenaga adalah peralatan listrik yang berfungsi
menghubungkan atau memutuskan rangkaian listrik dalam keadaan normal atau
tidak normal yang dilengkapi alat pemadam busur api.
Ketika terjadi gangguan atau keadaan tidak normal, CB sebagai saklar
otomatis harus dapat memisahkan bagian yang terganggu dengan bagian yang tidak
terganggu. Proses pengoperasian CB ini menggunakan suatu rangkaian trip
(tripping coil) yang mendapat sinyal dari relai pengaman.
II-5
2) Relay
Relay proteksi suatu alat yang mengawasi keadaan sebuah rangkaian dan
memberikan perintah untuk membuka rangkaian saat kondisi tidak normal . Relay
proteksi harus bekerja sesuai dengan yang diharapkan dengan waktu yang cepat
sehingga tidak akan mengakibatkan kerusakan, ataupun kalau suatu peralatan
terjadi kerusakan secara dini telah diketahui, dari uraian tersebut maka relay
proteksi pada sistem tenaga listrik berfungsi untuk :
a) Merasakan, mengukur dan menetukan bagian sistem yang terganggu serta
memisahkan secepatnya sehingga sistem lain yang tidak terganggu dapat
beroperasi secara normal.
b) Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang terganggu.
c) Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem yang lain yang tidak
terganggu di dalam sisem tersebut serta mencegah meluasnya gangguan.
d) Memperkecil bahaya bagi manusia.
3) Trafo Arus (Current Transformator)
Trafo arus berfungsi untuk untuk menurunkan arus. Pada umumnya arus
nominal sekunder trafo arus adalah 5A atau 1A.
Trafo arus dalam sistem tenaga listrik digunakan untuk keperluan
pengukuran dan proteksi, batas kejenuhan trafo arus untuk proteksi lebih tinggi dari
pada trafo arus untuk pengukuran.
II-6
B
H
Untuk Proteksi
Untuk Pengukuran
Gambar II. 2. Kurva BH transformator arus untuk proteksi dan pengukuran
4) Trafo Tegangan (Potential Transformator)
Trafo tegangan adalah trafo satu fasa step-down yang mentransformasi
tegangan tinggi atau tegangan menengah ke suatu tegangan rendah yang layak
untuk perlengkapan indikator, alat ukur, relay, dan alat sinkronisasi. Hal ini
dilakukan atas pertimbangan harga dan bahaya yang dapat ditimbulkan tegangan
tinggi. Tegangan perlengkapan seperti indikator, meter, dan relay dirancang sama
dengan tegangan terminal sekunder trafo tegangan.
5) Sumber Tegangan DC
Untuk menjaga stabilitas sistem proteksi dibutuhkan sumber tenaga yang
mempunyai keandalan dan stabilitas yang tinggi. Karena persyaratan tersebut maka
dipakai baterai sebagai sumber arus searah yang dipakai untuk menyuplai daya ke
relai proteksi agar relai tersebut dapat mengolah informasi yang diterima dan
memberikan perintah trip ke PMT. Hal ini penting agar tidak terjadi kegagalan
proteksi yang diakibatkan tidak tersedianya sumber tenaga (out of service).
Untuk kebutuhan operasi relai dan kontrol di PLN sendiri, terdapat dua
sistem catu daya pasokan arus searah yaitu DC 110 V dan DC 220 V. Catu daya
DC bersumber dari rectifier dan baterai yang terpasang pada instalasi secara paralel
dengan beban, sehingga dalam operasionalnya disebut sistem DC.
II-7
6) Pengawatan (Wiring)
Setelah semua elemen-elemen sistem proteksi diatas terpenuhi maka
dibutuhkan suatu elemen terakhir sebagai unsur penyempurna dari semua aspek
diatas yang berfungsi mengintegrasikan semua elemen tersebut dan membentuk
suatu sistem proteksi. Elemen penting tersebut yaitu pengawatan (wiring).
CT
PT
Batere
Relai
TC ( Tripping Coil )
CB
Gambar II. 3. Komponen peralatan pada sistem pengaman
Pada gambar II.3 memperlihatakan sistem pengaman pada sistem tenaga
listrik. Bila terjadi gangguan pada saluran maka CT dan PT akan memberikan
indikasi adanya gangguan kepada relai dan relai akan merasakan adanya gangguan
tersebut. Kemudian relai akan bekerja sehingga kontak relai menutup dan
menghubungkan Triping coil dengan batere kemudian Circuit Breaker membuka.
2.4 Syarat-Syarat Sistem Proteksi [2]
Sistem proteksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Kepekaan (Sensitifitas)
Sistem proteksi harus mampu mendeteksi sekecil apapun
ketidaknormalan sistem dan beroperasi dibawah nilai minimum gangguan.
Pada prinsipnya relai harus cukup peka terhadap gangguan di kawasan
pengamanannya, termasuk kawasan pengamanan cadangan-jauhnya,
meskipun dalam kondisi yang memberikan deviasi yang minimum.
II-8
2) Selektifitas (Selectivity)
Sistem proteksi harus mampu menentukan daerah kerjanya dan atau
fasa yang terganggu secara tepat. Zona proteksi harus tepat dan memadai
untuk memastikan bahwa hanya bagian yang terganggu yang dipisahkan
dari sistem pada saat terjadi gangguan atau kondisi abnormal.
Pengamanan sedemikian disebut pengamanan yang selektif. Jadi relai
harus dapat membedakan apakah :
a) Gangguan terletak di kawasan pengamanan utamanya dimana ia harus
bekerja cepat
b) Gangguan terletak di bagian berikutnya dimana ia harus bekerja dengan
waktu tunda (sebagai pengaman cadangan) atau menahan diri untuk
trip.
c) Gangguannya diluar daerah pengamanannya, atau sama sekali tidak ada
gangguan, dimana ia harus tidak bekerja sama sekali.
Untuk relai-relai, yang didalam system terletak secara seri, dikoordinir
dengan mengatur peningkatan waktu (time grading) atau peningkatan
setting arus (current grading), atau gabungan dari keduanya.
Untuk itulah relai di buat dengan bermacam-macam jenis dan
karakteristiknya.Dengan pemilihan jenis dan karakteristik relai yang tepat,
spesifikasi trafo arus yang benar, serta penentuan setting relai yang
terkoordinir dengan baik, selektifitas yang baik dapat diperoleh.
3) Kecepatan
Untuk memperkecil kerusakan/ kerugian akibat gangguan, maka
bagian yang terganggu harus dipisahkan secepat mungkin dari bagian sistem
lainnya. Waktu total pembebasan sistem dari gangguan adalah waktu sejak
munculnya gangguan, sampai bagian yang terganggu benar-benar terpisah
dari bagian sistem lainnya. Kecepatan itu penting untuk : Menghindari
II-9
kerusakan secara thermis pada peralatan yang dilalui arus gangguan serta
membatasi kerusakan pada alat yang terganggu.
1) Mempertahankan kestabilan sistem
2) Membatasi busur api pada gangguan disaluran udara yang akan berarti
memperbesar kemungkinan berhasilnya penutupan balik PMT dan
mempersingkat dead time (interval waktu buka dan tutup)
4) Keandalan
Kemungkinan suatu sistem proteksi dapat bekerja benar sesuai fungsi
yang diinginkan dalam kondisi dan jangka waktu tertentu.
Proteksi diharapkan bekerja pada saat kondisi yang diharapkan
terpenuhi dan tidak boleh bekerja pada kondisi yang tidak diharapkan.
(SPLN T5.002-1:2010). Keandalan sistem proteksi terbagi menjadi tiga
yaitu :
a) Keterpercayaan (Dependability) yaitu keandalan kemampuan dalam
bekerja. Pada prinsipnya pengaman harus dapat diandalkan bekerjanya
(dapat mendeteksi dan melepaskan bagian yang terganggu), tidak boleh
gagal bekerja.
b) Keterjaminan (Security) yaitu tingkat kepastian untuk tidak salah kerja.
Salah kerja adalah kerja yang semestinya tidak harus kerja, misalnya
karena lokasi gangguan di luar lokasi pengamanya atau sama sekali tidak
ada gangguan atau kerja yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Salah
kerja mengakibatkan pemadaman yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Jadi pada prinsipnya pengaman tidak boleh salah kerja, dengan kata lain
security-nya harus tinggi.
c) Availability yaitu perbandingan antara waktu dimana pengaman dalam
keadaan berfungsi/siap kerja dan waktu total dalam operasinya.
5) Ekonomis [7]
Sistem pengaman peralatan juga harus mempertimbangkan sisi
ekonomis dari pemasangan peralatan pengaman tersebut. Karena itu tidak
II-10
semua peralatan harus dilengkapi dengan pengaman yang lengkap karena
harga peralatan pengaman juga harus diperhitungkan tanpa menghilangkan
efektivitas penyaluran daya listrik. Sisi ekonomis perlu dipertimbangkan
setelah aspek teknik telah terpenuhi untuk kelayakan operasi peralatan.
2.5 Relai Pengaman [8]
Relai pengaman adalah susunan peralatan yang direncanakan untuk dapat
merasakan atau mengukur adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidak
normalan pada peralatan atau bagian sistem tenaga listrik dan segera secara
otomatis membuka Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) untuk
memisahkan peralatan atau bagian dari sistem yang terganggu dan memberi isyarat
berupa lampu atau alarm (bel). Disamping itu maka relai pengaman pada sistem
tenaga listrik berfungsi untuk :
1) Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta
memisahkan secepatnya sehingga sistem lainnya tidak terganggu dan dapat
beroperasi secara normal.
2) Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan atau bagian sistem yang
terganggu.
3) Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem yang lain yang tidak
terganggu di dalam sistem tersebut serta mencegah meluasnya gangguan.
4) Memperkecil bahaya bagi manusia.
Selain relai pengaman memiliki fungsi, sistem pengaman juga harus memiliki
sistem yang baik yaitu :
1) Melakukan koordinasi dengan sistim pengaman yang lain
2) Mengamankan peralatan dari kerusakan yang lebih luas akibat gangguan
3) Membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaaan
4) Secepatnya membebaskan pemadaman karena gangguan
5) Membatasi daerah pemadaman akibat gangguan
6) Mengurangi frekuensi pemutusan permanen karena gangguan
II-11
2.5.1. Klasifikasi Relai [2]
Beberapa macam relai yang ada kita dapat membedakan menurut
klasifikasinya sebagai berikut :
1) Berdasarkan prinsip Kerjanya:
a) Relai elektro-magnetis; tarikan dan induksi
b) Relai termis
c) Relai eIektronis
2) Berdasarkan Konstruksinya:
a) Tipe angker tarikan
b) Tipe batang seimbang
c) Tipe cakram induksi
d) Tipe kap induksi
e) Tipe kumparan yang bergerak
f) Tipe besi yang bergerak
3) Berdasarkan Besaran yang Diukur
a) Relai tegangan
b) Relai arus
c) Relai impedansi
d) Relai frekwensi
4) Berdasarkan cara kerja kontrol elemen :
a) Direct acting : kontrol elemen bekerja langsung memutuskan aliran.
b) Indirect acting : kontrol elemen hanya digunakan untuk menutup
kontak suatu peralatan lain digunakan memutus rangkaian / aliran.
5) Berdasarkan karakteristiknya :
a) Instantaneous, yaitu relai arus lebih yang tidak mempunyai waktu
tunda/waktu kerja sesaat.
b) Definite time delay, yaitu relai yang bekerjanya dengan kelambatan
waktu.
c) Inverse, yaitu relai dimana waktu tundanya mempunyai karakteristik
tergantung pada besarnya arus gangguan.
II-12
6) Berdasarkan fungsinya :
a) Relai arus lebih, berfungsi mendeteksi kelebihan arus yang mengalir di
zona proteksinya.
b) Relai diferensial, berfungsi membandingkan arus sekunder CT yang
terpasang di terminal listrik dan akan aktif jika ada perbedaan pada arus
sirkulasi.
c) Relai arah, berfungsi mengenali perbedaan fasa antar arus atau antara
arus dan tegangan dan dapat mengenali arah arus gangguan.
d) Relai jarak,berfungsi untuk membaca impedansi pada suatu zona apakah
sesuai dengan nilai setting.
e) Relai gangguan tanah, berfungsi untuk mendeteksi gangguan ke tanah
dengan mengukur arus residu tanah.
2.6 Fungsi Umum Relai Pengaman
1) Untuk menentukan dengan segera pemutusan atau penutupan
pelayanan penyaluran setiap elemen sistem tenaga listrik bila
mendapatkan gangguan atau kondisi kerja yang abnormal, yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada peralatan atau mempengaruhi sistem
yang masih beroperasi normal.
2) Untuk mengetahui letak dan jenis gangguan, sehingga dari pengaman
ini dapat dipakai untuk pedoman perbaikan peralatan yang rusak.
2.7 Relai Arus Lebih [2]
2.7.1 Pengertian Relai Arus Lebih
Relai arus lebih adalah suatu relai yang bekerja berdasarkan adanya
kenaikan arus yang melebihi nilai pengamanan tertentu (setting/setelan arus dan
waktu tertentu).
Over Current Relay ( OCR ) ini berfungsi untuk memproteksi peralatan
listrik terhadap arus lebih yang disebabkan oleh gangguan arus hubung singkat
atau dapat pula dikatakan bahwa relai ini berfungsi merasakan adanya arus lebih
II-13
dan kemudian memberi perintah/isyarat kepada PMT untuk membuka rangkaian
apabila terjadi gangguan hubung singkat sehingga kerusakan alat akibat
gangguan dapat dihindari. Selain itu Over Current Relay juga berfungsi untuk
mengamankan transformator dari arus yang melebihi dari arus yang dibolehkan
lewat dari transformator tersebut.
Umumnya Over Current Relay digunakan pada jaringan tegangan
menengah atau saluran transmisi, jaringan sub-radial, pengaman untuk motor-
motor tegangan menengah yang kecil, pengaman cadangan (untuk transformator
daya, generator, motor yang besar, jaringan transmisi tegangan tinggi), bila
dilengkapi dengan relai arah dapat digunakan sebagai pengaman saluran
transmisi sirkuit ganda dan pengaman gangguan tanah sampai tegangan ektra
tinggi, hanya disini yang membedakan adalah fungsi dari relai tersebut. Adapun
yang dimaksud fungsi disini adalah :
1) Berfungsi sebagai pengaman utama (Main Protection) sebagai pengaman
utama SUTM / SKTM bertujuan untuk :
a) Mencegah kerusakan SUTM/SKTM dari gangguan hubung singkat.
b) Membatasi luas daerah terganggu (pemadaman sekecil mungkin).
c) Berfungsi sebagai pengaman cadangan (Backup Protection).
2) Sebagai pengaman cadangan trafo atau SUTT bertujuan sama dengan
yang diatas yaitu mencegah kerusakan trafo atau SUTT dari gangguan
hubung singkat dan membatasi luas daerah terganggu (pemdaman)
sekecil mungkin, hanya bekerja apabila pengaman utama di peralatan
tersebut tidak bekerja. Selain itu OCR dijadikan pengaman cadangan
karena untuk mengkoordinasi sulit untuk mendapatkan selektifitas yang
baik. Pengaman yang menggunakan OCR mempunyai beberapa
keuntungan yaitu :
a) Dapat mengamankan arus lebih yang terjadi karena hubung singkat
atau beban lebih.
b) Penyetelannya mudah untuk jaringan radial.
c) Pengamannya sederhana.
II-14
d) Dapat sebagai pengaman utama dan berfungsi juga sebagai pengaman
cadangan.
e) Harganya relatif murah.
Adapun beberapa kerugian/kekurangan pengaman dengan menggunakan
OCR adalah untuk jaringan dengan sirkuit ganda tanpa dilengkapi dengan relai
arah tidak dapat selektif. Untuk jaringan yang interkoneksi tidak dapat sebagai
pengaman utama, karena sukar untuk dapat selektif bila tidak dilengkapi dengan
relai arah.
2.7.2 Prinsip Kerja Relai Arus Lebih
Prinsip kerja relai arus lebih adalah berdasarkan adanya arus lebih yang
dirasakan oleh relai, baik disebabkan adanya gangguan hubung singkat atau
overload (beban lebih) untuk kemudian memberikan perintah trip ke PMT sesuai
dengan karakteristik waktunya.
Gambar II. 4. Rangkaian Pengawatan OCR
Cara kerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Pada kondisi normal arus beban (Ib) mengalir pada SUTM/SKTM dan oleh trafo
arus besaran arus ini ditransformasikan ke besaran sekunder (Ir). Arus Ir
mengalir pada kumparan relai tetapi karena arus ini masih lebih kecil daripada
suatu harga yang ditetapkan (setting), maka relai tidak bekerja.
II-15
2) Bila terjadi gangguan hubung singkat, arus Ib akan naik dan menyebabkan arus
Ir naik pula, apabila arus Ir naik melebihi suatu harga yang telah ditetapkan
(diatas setting) maka relai akan bekerja dan memberikan perintah trip pada
tripping coil untuk bekerja dan membuka PMT, sehingga SUTM/SKTM yang
terganggu dipisahkan oleh jaringan.
2.7.3 Setting OCR
2.7.3.1 Setting Waktu (TD/TMS)
Hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat, selanjutnya digunakan
untuk menentukan nilai setelan waktu (TD/TMS). Rumus untuk menentukan nilai
setelan waktu bermacam-macam sesuai dengan desain pabrik pembuatan relai.
Dalam hal ini ada yang menggunakan standar ANSI atau IEC.
Gambar II. 5. Kurva/ Karakteristik Invers standar IEC
II-16
Terdapat 4 macam karakteristik relay inverse menurut standar IEC yaitu :
a) Standard Normal Inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja relai yang standard, ditulis dengan rumus :
t = 0,14
𝐼0,02−1tms ..................................................................(2.1)
b) Very inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja Relai yang lebih cepat/tinggi dari standard inverse, ditulis
dengan rumus :
t = 13,5
𝐼−1tms ......................................................................(2.2)
c) Extremely inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari standard inverse dan very
inverse, ditulis dengan rumus :
t = 80
𝐼2−1tms ....................................................................(2.3)
d) Long Time Inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja relai yang lebih lambat/rendah diantara karakteristik yang lain,
ditulis dengan rumus :
t = 120
𝐼−1tms ................................................................(2.4)
Terdapat 5 macam karakteristik relay inverse menurut standar ANSI/ IEEE yaitu :
[7]
a) Short Time Inverse
Karakteristik ini digunakan untuk sistem yang membutuhkan waktu
pemutusan gangguan yang cepat dimana koordinasi relai tidak , ditulis dengan
rumus:
tp = TD (0.00262 + 0.00342
𝑀0.02−1) .................................(2.5)
II-17
b) Moderately inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja relai yang standard, ditulis dengan rumus:
tp = 𝑇𝐷(0.0226 +0.0104
𝑀0,02−1)..........................................(2.6)
c) Inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari short-timeinverse dan
moderately inverse, ditulis dengan rumus :
tp = TD (0.18 + 5.95
𝑀2−1)...........................................(2.7)
d) Very inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari moderately inverse dan
inverse, ditulis dengan rumus :
tp = TD (0.0963 + 3.88
𝑀2−1) .................................(2.8)
e) Extremely inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus dengan
waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari inverse dan very inverse, ditulis
dengan rumus :
tp = TD (0.0352 + 5.67
𝑀2−1) ...................................................(2.9)
Keterangan :
M = 𝐼 𝑢𝑗𝑖
𝐼 𝑠𝑒𝑡
II-18
Gambar II. 6. Kurva karakteristik waktu inverse ANSI
2.7.4 Sambungan Relai Arus Lebih
Relai arus lebih untuk gangguan antar fasa yaitu gangguan 3 fasa atau
2 fasa, digunakan 3 buah relai arus lebih atau 2 buah relai arus lebih. Relai arus
lebih dapat juga digunakan sebagai pengaman gangguan fasa-tanah seperti pada
gambar dibawah ini.
II-19
Gambar II. 7. Sambungan Tipe 3 OCR + 1 GFR
Gambar II. 8. Sambungan Tipe 2 OCR + 1 GFR
Relai ini bekerja dengan membaca input berupa besaran arus kemudian
membandingankandengan nilai setting, apabila nilai arus yang terbaca oleh relai
melebihi nilai setting, maka releakan mengirim perintah trip (lepas) kepada
Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker(CB) setelah tunda waktu yang
diterapkan pada setting.
II-20
2.7.5 Jenis Relai Berdasarkan Karakteristik Waktu [3]
2.7.5.1 Relai Arus Lebih Waktu Seketika (Instantaneous Relay)
Adalah relai arus lebih yang tidak mempunyai waktu tunda/ waktu kerja
sesaat. Relai bekerja pada gangguan yang paling dekat dengan lokasi dimana relai
terpasang.
Bus-bar
TC
DC
A
CT
P
R
PMT
I
Ir
IIr
t
Gambar II. 9. Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Seketika
Keterangan :
P : pegas TC : triping coil CT : current transformer
R : relai A : alarm
Dari kurva karakteristik diatas, ketika OCR merasakan ada arus
gangguan sebesar apapun gangguan tersebut, maka OCR akan men-trip-kan PMT
secara seketika/instant tanpa adanya setting waktu.
2.7.5.2 Relai Arus Lebih Waktu Tertentu (Definite Relay)
Adalah relai dimana waktu tundanya tetap, tidak tergantung pada
besarnya arus gangguan. Jika arus gangguan telah melebihi arus settingnya
berapapun besarnya arus gangguan relai akan bekerja dengan waktu yang tetap.
II-21
Gambar II. 10. Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Tertentu
Keterangan :
CB : circuit breaker / PMT top : waktu operasi
CT : current transformer Ip : arus setting (arus kerja)
TC : tripping coil T : relai waktu tunda
C : relai arus lebih A : relai bantu
S : relai sinyal
Dari kurva karakteristik diatas, ketika OCR merasakan ada arus
gangguan yang lebih besar dari arus setting, maka OCR akan men-trip-kan PMT
sesuai dengan setting waktu yang telah diatur. Besarnya arus gangguan tidak
mempengaruhi waktu kerja OCR.
2.7.5.3 Relai Arus Lebih Waktu Berbanding Terbalik (Inverse Relay)
Adalah relai dimana waktu tundaya mempunyai karakteristik tergantung
pada besarnya arus gangguan. Sehingga semakin besar arus gangguan maka waktu
kerja relai akan semakin cepat, arus gangguan berbanding terbalik dengan waktu
kerja relai.
II-22
Gambar II. 11. Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Berbanding Terbalik
Keterangan :
CB : circuit breaker / PMT C : relai arus lebih
CT : current transformer T : relai waktu tunda
TC : tripping coil
Dari kurva karakteristik diatas, ketika OCR merasakan ada arus
gangguan yang lebih besar dari arus setting, maka OCR akan men-trip-kan PMT
sesuai dengan setting waktu yang telah diatur. Semakin besar arus gangguan
tersebut maka waktu kerjanya semakin cepat.
II-23
2.7.6 Relai Hubung Tanah (Ground Fault Relay) [2]
Relai hubung tanah yang lebih dikenal sebagai GFR pada dasarnya
mempunyai prinsip kerja sama dengan relai arus lebih (OCR) namun memiliki
perbedaan dalam kegunaannya. Bila relai OCR mendeteksi adanya hubungan
singkat antara fasa, maka GFR mendeteksi adanya hubung singkat ke tanah.
Dibawah ini merupakan gambar rangkaian pengawatan GFR.
2.7.7 Prinsip Kerja GFR (Ground Fault Relay)
Pada kondisi normal beban seimbang Ir, Is, It sama besar sehingga pada
kawat netral tidak timbul arus dan relai hubung tanah tidak dialiri arus. Bila terjadi
ketidak seimbangan arus atau terjadi gangguan hubung singkat ke tanah, maka akan
timbul arus urutan nol pada kawat netral, sehingga relai hubung tanah akan bekerja.
2.8 Prinsip Dasar Perhitungan Penyetelan Arus (IS)
2.8.1 Batas penyetelan minimum relay arus lebih
Batas penyetelan minimum dinyatakan bahwa relai arus tidak boleh
bekerja pada saat terjadi beban maksimum, sehingga:
Is = Kfk
Kd × Imaks ...........……………………………… (2.10)
Gambar II. 12. Pengawatan GFR
II-24
dimana:
Is = Penyetelan arus
Kfk = Faktor keamanan, mempunyai nilai antara 1,1 ≈ 1.2
Kd = Faktor arus kembaIi, Id antara 0,7sampai dengan 0,9 untuk relai definite
Ip = 1,0 untuk relai inverse
Imaks = Arus maksimum yang diijinkan pada peralatan yang diamankan, dimana
pada umumnya diambil nilai arus nominalnya.
2.8.2 Batas penyetelan maksimum relai arus lebih
Batas penyetelan maksimum relai arus lebih adalah bahwa relai harus
bekerja bila terjadi gangguan hubung singkat pada rel seksi berikutnya.
Gambar II. 13. Jaringan Listrik Terbagi dalam 3 Zone Pengaman
Relai yang terdapat di A merupakan pengaman utama zone AB, sebagai
pengaman cadangan untuk zone berikutnya (BC dan C). Batas penyetelan
maksimumnya adalah:
Is≈ Ihs_2fasa pada pembangkitan minimum
Cara penyetelan arus relaiarus lebih definite. Penyetelan arus Is:
Is = k . In ........................................................(2.11)
dimana:
k = suatu konstanta perbandingan, harganya tergantung dari pabrik pembuat relai,
umumnya nilainya adalah 0,6 ≈ 1,4 atau 1,0 ≈ 2,0
In = arus nominal, dapat merupakan dua nilai yang merupakan kelipatannya.
Misalnya 2,5 A atau 5,0 A ; 1,0 A atau 2,0 A dan seterusnya.
II-25
2.9 Prinsip Dasar Perhitungan Penyetelan Waktu
Penyetelan arus pada relai arus lebih pada umumnya didasarkan pada
penyetelan batas minimumnya, dengan demikian adanya gangguan hubung singkat
di beberapa seksi berikutnya, relai arusnya akan bekerja. Untuk mendapatkan
pengamanan yang selektif, maka penyetelan waktunya dibuat secara bertingkat.
Selain hal itu persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah bahwa pengamanan
sistem secara keseluruhan harus rnasih bekerja secepat mungkin, akan tetapi masih
selektif.
2.9.1 Relai arus lebih definite time
Gambar II. 14. Prinsip Dasar Penyetalan Waktu Sistem Radial
Karena untuk penyetelan arus lebih pada umumnya didasarkan pada batas
minimum, maka adanya gangguan di titik F terdapat kemungkinan:
If di F > Ip di A > Ip di B > Ip di C
Dengan demikian seluruh relay di A, B dan C akan pick-up. Untuk
mendapatkan pengamanan yang selektif, maka:
tA > tB > tC
Karena pada relai arus lebih definite time waktu kerja relai tidak dipengaruhi
oleh besarnya arus, maka untuk mendapatkan pengamanan yang baik, yang paling
penting adalah menentukan beda waktu (tingkat waktu, ∆ t) antara 2 tingkatan
pengamanan. Jadi penyetelan waktu pada rangkaian gambar II.15 di bawah ini:
tc = t1............................................................(2.12)
II-26
tb = t2 = t1 + ∆ t...........................................(2.13)
ta = t3 = t1 + 2 ∆ t.........................................(2.14)
Gambar II. 15. Karakteristik Arus-Waktu Relai Definite Jaringan
1) Relai arus lebih inverse
Syarat untuk men-setting waktu (dalam hal ini adaIah Td / Time delay atau
TMS/Time Multiple Setting) dari relai arus Iebih dengan karakteristik waktu
berbalik, harus diketahui data berikut:
a) Besarnya arus hubung singkat pada setiap seksi.
b) Penyetelan/setting arusnya Is.
c) Kurva karakteristik relai yang dipakai.
Ketentuan-ketentuan yang berlaku pada relai waktu tertentu, berlaku pula
pada penyetelan relai ini, yaitu bahwa kerja relai secara keseluruhan harus cepat
bereaksi, tetapi harus tetap selektif. Sehingga waktu kerja relai untuk dua seksi
yang berurutan pada lokasi gangguan yang sama harus mernpunyai beda waktu ∆ t
minimum 0,4 ≈ 0,5 detik.
Adapun untuk ternpat/lokasi gangguan yang berlainan pada satu jaringan
(maksudnya untuk satu pengamanan), maka relai akan bekerja sesuai dengan arus
perkaliannya.
2.10 Parameter Relai Arus Lebih
Beberapa parameter pada relai arus lebih sebagai penunjang penggunaan
relai arus lebih yaitu :
II-27
1) I Pick Up – Ip
Ip = Arus kerja ( Arus Pick Up ) adalah arus minimum yang
menyebabkan relai bekerja atau pick-up.
2) I reset ( Ir atau Id)
Id = Ir = arus kembali (arus drop-off/Id, arus reset/Ir) adalah arus
maksimum yang menyebabkan relai kembali tidak bekerja.
3) In = Arus minimum relai
In adalah besarnya kemampuan relai untuk dialiri arus secara terus
menerus.
4) I set = Arus setelan relai
Iset adalah besarnya suatu harga penetapan arus kerja relai sesuai
dengan yang diharapkan relai harus pick-up.
5) Im = Arus moment/arus kerja sesaat
Im adalah besarnya suatu harga penetapan arus kerja relai sesuai yang
diharapkan relai harus bekerja sesaat (instantaneous).
6) I sett (time delay) = waktu tunda
I sett atau waktu tunda adalah periode waktu yang sengaja diberikan
pada relai untuk memperlambat trip ke PMT sejak relai itu pick-up. Waktu
tunda ini dimaksudkan untuk koordinasi dengan relai lainnya.
7) TMS / Ko = Time multiple setelan
TMS / Ko adalah besarnya kelipatan waktu tunda ( t set ), istilah ini
hanya terdapat pada relai dengan karakteristik inverse time.
8) Starting
Starting adalah suatu tanda bahwa relai pick-up atau merasakan adanya
suatu besaran arus yang sama dengan atau lebih besar dari I set.
9) Trip
Trip adalah suatu tanda bahwa relai bekerja dan telah memberi
perintah pada tripping coil untuk bekerja melepas kontak PMT.