7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.Gaya Kepemimpinan
2.1.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu elia paling populer yang banyak
menarik perhatian orang untuk dibahas dan diteliti. Hal tersebut didapat dari
banyak penelitian, diskusi serta pembahasan tentang kepemimpinan di setiap
negara yang dilakukan oleh para ahli, akademisi maupun praktisi
industri/organisasi. Para peneliti mendefinisikan kepemimpinan berdasarkan
perilaku, pengaruh, peran, karakteristik dari pemimpin itu sendiri.
Menurut Robbins dalam Tambunan (2015:43), kepemimpinan adalah
“Kemampuan mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran”.
Menurut Griffin dalam Tambunan (2015:43), mendefinisikan kepemimpinan
adalah “Penggunaan pengaruh tanpa paksaan untuk membentuk tujuan-tujuan
grup atau organisasi, memotivasi perilaku ke arah tujuan tersebut dan membantu
mendifinisikan kultur grup atau organisasi”.
Pengetahuan tentang teori kepemimpinan telah berkembang sangat cepat pada
beberapa eliab terakhir ini. Penelitian-pemelitian dan pengembangan teori-teori
kepemimpinan yang terbaru telah dikemas oleh banyak penulis dalam bentuk
buku-buku. Sehingga memudahkan siapapun untuk mempelajari teori-teori
kepemimpinan.
Dalam kepemimpinan seorang pemimpin juga dituntut untuk memiliki etika
dalam memimpin yaitu Etika berasal dari bahasa Yunani, yang diambil dari kata
8
“ethos” dan bila diterjemahkan berarti norma, perilaku, moral atau karakter. Etika
dikaitkan dengan pedoman perilaku atau norma-norma tata hubungan antar eliab
individu. Etika juga terkait dengan integritas individu dan motivasi mereka.
Menurut Griffin dalam Tambunan (2015:60) berpendapat etika merupakan
“keyakinan pribadi seseorang mengenai apakah suatu perilaku, tindakan atau
keputusan adalah benar atau salah”.
Sedangkan gaya kepemimpinan merupakan setidaknya cara pemimpin dalam
menggerakkan dan mengarahkan para bawahannya untuk melakukan tindakan-
tindakan yang terarah dalam mendukung pencapaian tujuan. Gaya kepemimpinan
yang digunakan seorang pemimpin tergatung pada kapasitas kepribadian, situasi
yang dihadapinya dan pengalamannya. Menurut Dr. Sudaryono (2014:312) “Gaya
kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku
dari seroang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin.”
Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Faktor
yang sering mempengaruhi gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin adalah
kepribadian pemimpin itu sendiri. Kepribadian yang bersifat alamiah dan tumbuh
sejak lahir, akan membawa sifat kepribadian tersendiri dari sifat seorang
pemimpin itu sendiri. Sifat yang ada sejak lahir tersebut, tidak dapat berubah
dengan sendiri. Perubahan tersebut membutuhkan proses dan jangka waktu yang
cukup lama.
Menurut Utomo (2016:339) sebuah perusahaan dapat mencapai tujuan dengan
baik jika perusahaan mampu menjalankan gaya kepemimpinan dan menerapkan
kompensasi yang layak bagi karyawan,
9
Menurut Erlangga (2017:25) Gaya kepemimpinan merupakan ”perilaku yang
digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba memengaruhi orang lain
seperti yang dilihat. Kebanyakan orang menganggap gaya kepemimpinan
merupakan tipe kepemimpinan”.
Menurut Kartono dalam Rohaeni (2016:34) Kepemimpinan merupakan
“penetralisasian satu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep
kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-
musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi pemimpin, sifat-sifat
utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika profesi
kepemimpinan”.
2.1.2. Gaya-Gaya Kepemimpinan
Dalam ilmu kepemimpinan saat ini, ada beberapa gaya yang dikenal secara
umum, yaitu:
1. Kepemimpinan Otokratis/Diktatorial (autocratic leadership)
Dalam menjalankan kepemimpinannya, seorang pemimpin otokratis selalu
bersikap keras kepada bawahan, menuntut bawahan untuk disiplin dan taat
sesuai peraturannya, serta menggunakan pendekatan kepada bawahan bersifat
memaksa dan menghukum. Dengan adanya pemimpin otoriter dalam suatu
organisasi, maka tujuan untuk mensejahterakan karyawan dan memberikan
kenyamanan bagi karyawan tidaklah mungkin dapat terjadi. Bagi organisasi
maupun negara yang memiliki pemimpin otoriter kurang disukai oleh
karyawan ataupun masyarakat dari suatu negara. Tipe pemimpin otoriter
bukan tipe pemimpin yang ideal dan efektif bagi kelangsungan hidup
organisasi maupun negara. Jadi pemimpin autokratis merupakan pemimpin
yang berorientasi pada kepentingan dan kekuasaan dari pemimpin itu sendiri.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah seorang pemimpin yang mempunyai
ciri sebagai berikut:
10
a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi.
b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
c. Kepercayaan dirinya terlalu besar.
d. Mengganggap bawahan sebagai alat semata-mata.
e. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat.
f. Terlalu mengandalkan kekuasaan formalnya.
g. Dalam tindakan penggerakannya sering menggunakan pendekatan yang
mengandung unsur paksaan.
h. Cenderung memberi hukuman pada bawahan.
2. Kepemimpinan Militeralis (militerisme leadership)
Kepemimpinan ini banyak dijumpai pada organisasi-organisasi militer atau
organisasi sistem komando. Seorang pemimpin yang bertipe militeralis ialah
seorang pemimpin yang memiliki ciri-ciri :
a. Dalam menggerakkan bawahan lebih cenderung menggunakan sistem
perintah.
b. Dalam menggerakkan bawahan selalu dikaitkan kepada pangkat dan
jabatan.
c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan.
d. Sukar menerima kritikan dari bawahannya.
e. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai peristiwa.
Terlihat dari ciri tersebut bahwa sifat pemimpin yang militeralistis
bukanlah cara memimpin yang ideal untuk setiap situasi tetapi masih dapat
dipakai untuk suatu pendekatan apabila situasi dan kondisi memerlukannya.
11
3. Kepemimpinan Paternalistik (paternalistic leadership)
Pemimpin ini menganggap bahwa melalui peran kepemimpinannya akan
memberikan harapan para pengikutnya, dimana pemimpin tersebut diharapkan
menjadi “bapak” bagi para pengikutnya, sehingga pemimpin tersebut menjadi
tempat untuk bersandar, berlindung, bertanya serta untuk memperoleh
nasihat/petunjuk dan memberikan kepedulian terhadap kebutuhan para
pengikutnya. Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang
paternalistis ialah seseorang yang :
a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
b. Bersikap terlalu melindungi (over protective).
c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan.
d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
inisiatif, mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
e. Cenderung bersifat maha tahu.
4. Kepemimpinan Partisipatif (participatice leadership)
Kepemimpinan yang berusaha untuk melibatkan, mengikut sertakan,
memberdayakan semua anggota organisasi di dalam mendukung peran dan
tanggung jawab seorang pemimpin. Pemimpin partisipatif beranggapan bahwa
dia bisa sukses dalam memimpin, bila melibatkan dan di dukung oleh para
anggota atau pengikutnya. Oleh karenanya, pemimpin yang partisipatif akan
terus melibatkan para anggotanya untuk bekerja bersama-sama dengan
pemimpin tersebut.
12
5. Kepemimpinan Laissez Faire
Pemimpin yang laissez faire beranggapan bahwa kehidupan organisasi akan
berjalan dengan sendirinya melalui peran, tugas dan tanggung jawab para
anggota organisasi. Seorang pemimpin yang termasuk tipe laissez faire
mempunyai ciri sebagai berikut:
a. Tidak mempunyai keyakinan diri dalam kapasitas kepemimpinannya.
b. Sebagai pemimpin ia tidak menetapkan tujuan untuk kelompok yang
dipimpinnya.
c. Pengambilan keputusan dan penetapan tujuan diserahkan kepada
kelompok.
d. Kelompok menjadi kurang bersemangat dan kurang minat untuk bekerja.
Pada umumnya pemimpin yang termasuk tipe ini tidak produktif, tetapi
terhadap orang-orang tertentu dalam menghadapi tugas-tugas tertentu dapat
dipergunakan pendekatan laissez faire ini dengan syarat:
a. Pemimpin yakin bahwa kelompok terdiri dari orang-orang yang mampu
bekerja secara produktif walaupun pemimpin lepas tangan.
b. Pemimpin yakin bahwa kelompok terdiri dari orang-orang yang jujur,
loyal, besar rasa tanggung jawabnya dan berintegritas tinggi.
Sebagai catatan penggunaan pendekatan laissez faire tidak dapat diterapkan
secara terus-menerus dan dalam segala situasi. Pendekatan ini hanya efektif
untuk tugas-tugas tertentu dnegan syarat-syarat tersebut.
6. Kepemimpinan Bebas-Kendali (free-rein leadership)
Pemimpin sebagian besar bergantung pada kelompok untuk menetapkan
tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri. Anggota kelompok melatih
13
dan menyediakan motivasi bagi diri mereka sendiri. Pemimpin hanya
memainkan peran kecil, serta hanya memikirkan terlebih dulu akan
kebutuhannya sendiri. Jenis kepemimpinan seperti ini kurang efektif di dalam
menjalankan organisasi yang menghadapi persaingan.
7. Kepemimpinan Karismatis (charismatic leadership)
Sampai saat ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa
seorang pemimpin memiliki eliable, yang diketahui adalah bahwa pemimpin
yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan oleh karenanya
pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun
para pengikut itu sering pula tidak menjelaskan mengapa mereka menjadi
pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab-
musabab seseorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering hanya
dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib.
Sebaliknya kekayaan, kekuasaan, kesehatan, profil, tidak dapat dipergunakan
sebagai kriteria untuk kharisma.
8. Kepemimpinan Demokratis (democtrasic leadership)
Beberapa tentang kepemimpinan, banyak yang berpendapat bahwa tipe
pemimpin yang demokratis adalah yang paling tepat untuk organisasi modern
karena:
a. Dalam proses penggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat
bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia.
b. Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya.
c. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya.
14
d. Selalu berusaha mengutamakan kerja sama dan Team Work yang kompak
dalam usaha mencapai tujuan.
e. Dengan ikhlas memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
bawahan untuk memperbaiki kesalahan mereka.
f. Selalu berusaha mengembangkan kemampuan bawahannya.
Secara jelas tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis
bukanlah suatu hal yang mudah untuk dicapai. Hal ini hendaknya juga
dipertimbangkan, bahwa tidak semua situasi dan kondisi menuntut pendekatan
demokratis. Bahkan untuk situasi tertentu tidak tepat apabila diterapkan
pendekatan demokratis, oleh karena itu pemimpin yang termasuk tipe
demokratis harus waspada pula bahwa pada suatu situasi tertentu ia dituntut
untuk menetapkan pendekatan yang lain.
Dengan pesatnya perkembangan atau persaingan dalam organisasi,
menyebabkan gaya kepemimpinan seseorang tidak bersifat tetap atau dengan kata
lain selalu berubah-ubah, sehingga menimbulkan gaya-gaya kepemimpinan yang
baru sesuai ruang lingkup, dan tuntutan situasi dalam suatu organisasi ataupun
negara. Berdasarkan hal tersebut, beberapa ahli mencoba melakukan kajian-kajian
dengan pendekatan penelitian untuk mengetahui gaya-gaya kepemimpinan yang
baru. Bila dilihat pengertian atau uraian atas gaya kepemimpinan dari para ahli,
beberapa memiliki kesamaan sifat dan peranan dari gaya kepemimpinan yang
sudah ada sebelumnya. Gaya-gaya kepemimpinan yang baru tersebut, sebagai
berikut:
15
1. Kepemimpinan Transformasional (transformational leadership)
Griffin dalam Tambunan (2015:57) menjelaskan kepemimpinan yang
melampaui tranformasional adalah ”kepemimpinan yang melampaui
ekspektasi-ekspektasi biasa dengan cara menanamkan sense of mission,
menstimulasi pengalaman pembelajaran, dan mengilhami pola pikir-pola pikir
baru”.
Robbbins dalam Tambunan (2015:57) menyebutkan pemimpinan
transformasional adalah “pemimpin yang memberikan pertimbangan dan
rangsangan intelektual yang diindividualkan dan yang memiliki karisma”.
2. Kepemimpinan Transaksional (transaksional leadership)
Robbins dalam Tambunan (2015:57) menyebutkan pemimpin transaksional
adalah “pemandu yang memandu atau memotivasi pengikut mereka dalam
arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas”.
Dalam mencapai tujuan yang diinginkan bersama, pemimpin harus
mengajak atau merangkul semua orang-orang yang dipimpinnya untuk bekerja
bersama-sama guna mencapai tujuan tersebut, dan menjelaskan secara rinci
peran dan tanggung jawab dari masing-masing individu di dalam pekerjaan.
Dengan penjelasan yang diterima tersebut, para bawahan akan memiliki
ketertarikan akan pentingnya tercapai suatu tujuan.
3. Kepemimpinan Autentik (authentic leadership)
Terry dalam Tambunan (2015:58) “menuliskan bahwa kata authentic pada
mulanya diturunkan dari kata dalam Yunani yang berarti seseorang yang
menyelesaikan”.
16
Untuk menjadi autentik berarti seseorang harus bertindak, mewujudkan,
melibatkan, dan berpartisipasi dalam kehidupan. Keautentikan mengacu pada
karakteristik tertentu yang dipenuhi dari suatu tindakan; ketulusan berfokus
pada tujuan dan motif. Keautentikan diarahkan dan dinilai berdasarkan
kemurnian maksud. Suatu pujian yang tulus itu merupakan maksudnya; suatu
pujian yang autentik memenuhi misi untuk memberikan pujian. Akhirnya,
keautentikan membuka kemungkinan; ketulusan membatasi kemungkinan.
2.2.Disiplin Kerja
2.2.1. Definisi Disiplin Kerja
Penyesuaian diri dari tiap individu terhadap segala sesuatu yang ditetapkan
kepadanya, akan menciptakan suatu masyarakat yang tertib dan bebas dari
kekacauan-kekacauan. Demikian juga kehidupan dalam suatu perusahaan akan
sangat membutuhkan ketaatan dari anggota-anggotanya pada peraturan dan
ketentuan yang berlaku pada perusahaan tersebut. Dengan kata lain, disiplin kerja
pada karyawan sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi tujuan perusahaan
akan sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja.
Seharusnya karyawan mengerti bahwa dengan dipunyainya disiplin kerja yang
baik, berarti akan dicapai pula suatu keuntungan yang berguna, baik bagi
perusahaan maupun bagi karyawan sendiri. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran
para karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku. Selain itu,
perusahaan sendiri harus mengusahakan agar peraturan itu bersifat jelas, mudah
dipahami dan adil, yaitu berlaku baik bagi pemimpin yang tertinggi maupun bagi
karyawan yang terendah.
17
Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri
karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Dengan demikian bila
peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan, atau sering
dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila
karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi
disiplin yang baik.
Menurut Irawan (2018:1) “Untuk membantu mekanisme kerja yang baik dan
meningkatkan kualitas karyawan perusahaan perlu melakukan pelaksanaan
disiplin kerja terhadap karyawan. Karena adanya pelaksanaan disiplin kerja maka
suatu perusahaan akan mengetahui bagaimana kondisi karyawannya”.
Menurut Hasibuan dalam Taryaman (2016:99) berpendapat bahwa
“kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan
organisasi dan norma-norma eliab yang berlaku”.
Menurut Suhardoyo (2017:50) mengatakan bahwa “Pegawai yang memiliki
prestasi dan disiplin kerja yang bagus akan mampu memberikan andil yang besar
pula terhadap pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan”.
Menurut Yuliantari & Ulfa (2016:355) mengatakan bahwa “Disiplin adalah
suatu hal yang mutlak harus ditanamkan pada yang paling dasar dalam
kedisiplinan karyawan adalah manajemen waktu, dalam hal ini yaitu jam kerja”.
Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi. Tanpa dukungan
disiplin karyawan yang baik, sulit organisasi untuk mewujudkan tujuannya. Jadi,
kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya.
18
2.2.2. Faktor-Faktor Disiplin Kerja
Asumsinya bahwa pemimpin mempunyai pengaruh langsung atas sikap
kebiasaan yang diperoleh karyawan. Kebiasaan itu ditentukan oleh pemimpin,
baik dengan iklim atau suasana kepemimpinan maupun melalui contoh diri
pribadi. Karena itu, untuk mendapat disiplin yang baik, maka pemimpin harus
memberikan kepemimpinan yang baik kepada karyawan. Faktor yang
mempengaruhi disiplin pegawai adalah:
1. Besar kecilnya pemberian kompensasi
Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para
karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa
mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah
dikontribusikan bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang
memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha
bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa kompensasi yang
diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berpikir untuk mendua, dan
berusaha untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar, sehingga
menyebabkan ia sering mangkir, sering minta ijin keluar.
Namun demikian, pemberian kompensasi yang memadai belum tentu pula
menjamin tegaknya disiplin. Karena pemberian kompensasi hanyalah
merupakan salah satu cara merendam kegelisahan para karyawan, di samping
banyak lagi hal-hal yang di luar kompetensi yang harus mendukung tegaknya
disiplin kerja dalam perusahaan. Realitanya dalam praktik lapangan, memang
dengan pemberian kompensasi yang mencukupi, sedikit banyak akan
19
membantu karyawan untuk bekerja tenang, karena dengan menerima
kompensasi yang wajar kebutuhan primer mereka akan dapat terpenuhi.
2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan
Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan
perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan
dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia mengendalikan dirinya
dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang
sudah ditetapkan. Misalnya, bila aturan jam kerja pukul 08.00, maka si
pemimpin tidak akan masuk kerja terlambat dari waktu yang sudah ditetapkan.
Peranan keteladanan pimpinan sangat berpengaruh besar dalam perusahaan,
bahkan sangat dominan dibandingkan dengan semua faktor yang
mempengaruhi disiplin dalam perusahaan, karena pimpinan dalam suatu
perusahaan masih menjadi panutan para karyawan. Para bawahan akan selalu
meniru yang dilihatnya setiap hari. Apa pun yang dibuat pimpinannya. Oleh
sebab itu, bila seorang pemimpin menginginkan tegaknya disiplin dalam
perusahaan, maka ia harus lebih dulu mempraktikkan, supaya dapat diikuti
dengan baik oleh para karyawan lainnya.
3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak
ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama.
Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan dibuat hanya berdasarkan
instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi.
Para karyawan akan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan
diinformasikan kepada mereka. Bila aturan disiplin hanya menurut selera
20
pimpinan saja, atau berlaku untuk orang tertentu saja, jangan diharap bahwa
para karyawan akan mematuhi aturan tersebut. Oleh karena itu, disiplin akan
dapat ditegakkan dalam suatu perusahaan, jika ada aturan tertulis yang telah
disepakati bersama. Dengan demikian, para karyawan akan mendapat suatu
kepastian bahwa siapa saja dan perlu dikenakan sanksi tanpa pandang bulu.
4. Keberanian pimpinan dalam mengambil keputusan
Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada
keberanian pimpinan untuk mangambil keputusan yang sesuai dengan tingkat
pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar
disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa
terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa.
Dalam situasi demikian, maka semua karyawan akan benar-benar terhindar
dari sikap sembrono, asal jadi seenaknya sendiri dalam perusahaan.
Sebaliknya, bila pimpinan tidak berani mengambil tindakan, walaupun sudah
terang-terangan karyawan tersebut melanggar disiplin, tetapi tidak ditegur atau
dihukum, maka akan berpengaruh kepada suasana kerja dalam perusahaan.
Para karyawan akan berkata: “Untuk apa disiplin, sedangkan orang yang
melanggar disiplin saja tidak pernah dikenakan sanksi.”
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan,
yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan
dengan tepat dan sesuai dengan yang telah diterapkan. Namun sudah menjadi
tabiat manusia pula bahwa mereka selalu ingin bebas, tanpa terikat atau diikat
oleh peraturan apa pun juga. Dengan adanya pengawasan seperti demikian,
21
maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja.
Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah manyadari arti disiplin,
pengawasan seperti ini tidak perlu agak dipaksakan, agar mereka tidak berbuat
semaunya dalam perusahaan.
Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin ini
tentulah atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini
disebabkan para atasan langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat
dengan para karyawan yang ada dibawahnya. Pengawasan yang dilaksanakan
atasan langsung ini sering disebut WASKAT. Pada tingkat mana pun ia
berada, maka seorang pemimpin bertanggung jawab melaksanakan
pengawasan melekat ini, sehingga tugas-tugas yang dibebankan kepada
bawahan tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan.
6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan
Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang
satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan
penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga
mereka masih membutuhkan perhatian yang berasal dari pimpinannya sendiri.
Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan keluarnya,
dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada
para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena ia
bukan hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai jarak dekat
dalam artian jarak batin. Pimpinan demikian akan selalu dihormati dan
dihargai oleh para karyawan, sehingga akan berpengaruh besar kepada
prestasi, semangat kerja, dan moral kerja karyawan.
22
7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin
Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain:
a. Saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan.
b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para
karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut.
c. Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi
pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka.
d. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja,
dengan menginformasikan, ke mana dan untuk urusan apa, walaupun
kepada bawahan sekaligus. Pemimpin yang kurang baik, akan memakai
kekuasaannya dengan sewenang-wenang dan menggunakan ancaman
terus-menerus, kadang dapat memperoleh apa yang tampak sebagai
disiplin yang baik, namun rasa gelisah dan tidak tenteram yang timbul
dari peraturan yang keras dan paksaan saja, dapat meledak di muka
pemimpin setiap waktu.
Dengan kepemimpinan yang baik, seorang pemimpin dapat berbuat banyak
untuk menciptakan lingkungan kerja yang memungkinkan penegakan disiplin
sebagai proses yang wajar, karena para kebijakan-kebijakan sebagai pelindung
bagi keberhasilan pekerjaan dan kesejahteraan pribadi mereka.
Secara umum beranggapan bahwa pelaksanaan disiplin kerja harus
memperhitungkan juga keadaan karyawan. Kebanyakan pemimpin mengetahui
bahwa dari waktu ke waktu para karyawan membawa serta masalah-masalah
pribadi ke tempat kerja. Oleh sebab itu, penerapan disiplin secara membabi buta
23
tanpa meninjau sebab-sebab dan suatu pelanggaran terlebih dahulu, akan
menimbulkan hasil yang tidak menguntungkan.
Oleh karena itu, organisasi yang baik harus berupaya menciptakan peraturan
dan tata tertib yang akan menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh seluruh
pegawai dalam organisasi. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan
bahwa tinggi rendahnya disiplin kerja karyawan antara lain dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal, seperti kepemimpinan, keadaan karyawan itu sendiri, serta
peraturan-peraturan yang diberlakukan dalam organisasi tersebut.
2.3.Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan
2.3.1. Kisi-Kisi Operasional Variabel
1. Kisi-Kisi Operasional Variabel Gaya Kepemimpinan
Menurut Tambunan (2015:67) enam prinsip-prinsip kepemimpinan sebagai
berikut:
a. Melayani
Seorang pemimpin adalah memberikan pelayanan yang baik sebagai
tujuan utama. Menjadi pemimpin adalah tugas pengabdian.
b. Membuat Keputusan
Pembuatan keputusan merupakan tugas paling utama yang harus dilakukan
oleh seorang pemimpin. Pembutan keputusan dan pemecahan masalah
adalah salah satu tugas dari seeorang pemimpin.
c. Keteladanan
Pemimpin dinilai dari apa yang telah dilakukan atau diberikannya kepada
organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya. Keteladanan seorang
pemimpin ditunjukkan melalui sikap dalam memberikan inspirasi,
24
membimbing dan memotivasi bawahan, memiliki kemampuan luas,
kreatif, visioner, bekerja secara jujur dan ikhlas, serta memiliki perhatian
dan kepedulian.
d. Bertanggung Jawab
Menjadi pemimpin merupakan tanggung jawab besar yang harus diemban
sebagai bentuk dari amanah, dukungan atau kepercayaan orang lain yang
memiliki harapan kepada seorang pemimpin tersebut untuk melaksanakan
perubahan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.
e. Bekerja Sama
Pemimpin yang efektif akan mampu menciptakan budaya kerja sama tim
yang baik di antara anggota organisasi, melakukan komunikasi yang
efektif dengan para bawahan, serta menciptakan lingkungan kerja yang
baik.
f. Menciptakan Perubahan
Pemimpin harus mampu membuat terobosan-terobosan baru sehingga
tercipta suatu pembaruan fundamental baik di tubuh organisasi, produk
atau jasa, maupun bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Tabel II.1
Tabel Dimensi dan Indikator Variabel Gaya Kepemimpinan
No Dimensi Variabel
Gaya Kepemimpinan Indikator Pernyataan
Butir
Item
1. Melayani
Mendegarkan
Pemimpin BRI Kantor
Cabang Pekayon
berkomunikasi dengan
mendegarkan para karyawan
terlebih dahulu.
1
Empati
Pemimpin BRI Kantor
Cabang Pekayon memahami
apa yang dirasakan karyawan.
2
25
Perhatian
Pemimpin BRI Kantor
Cabang Pekayon peduli
dengan karyawan
3
2. Membuat keputusan Strategis
Pemimpin BRI Kantor
Cabang Pekayon menentukan
kebijakan yang ingin
ditetapkannya dengan cepat
4
3. Keteladanan
Inspirasi
Pemimpin BRI Kantor
Cabang Pekayon memberikan
inspirasi kepada karyawan.
5
Memotivasi
Pemimpin BRI Kantor
Cabang Pekayon memberikan
motivasi kepada karyawan
6
4. Bertanggung Jawab Amanah
Pemimpin BRI Kantor
Cabang Pekayon mempunyai
amanah untuk bertanggung
jawab dalam melakukan
perubahan yang lebih baik.
7
5. Bekerja Sama Komunikasi
Pemimpin BRI Kantor
Cabang Pekayon melakukan
komunikasi agar kerja sama
berjalan dengan lancar
8
6 Menciptakan
Perubahan
Inovatif
Pemimpin BRI Kantor
Cabang Pekayon berani
menghadapi tantangan-
tantangan besar.
9
Kreatifitas
Pemimpin BRI Kantor
Cabang Pekayon mampu
menciptakan peluang-
peluang.
10
Sumber: Tambunan (2015:67)
2. Kisi-Kisi Operasional Variabel Disiplin Kerja
Pada dasarnya banyak dimensi dan indikator yang mempengaruhi tingkat
kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya:
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan.
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan
(pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan
26
kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan
disiplin dalam mengerjakannya.
Akan tetapi, jika pekerjaan itu di luar kemampuan atau jauh di bawah
kemampuannya maka kesungguhan dan kesidiplinan karyawan rendah.
2. Teladan Pemimpin
Teladan pemimpin sangat berperan dalam menentukan kedisplinan karyawan
karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.
Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta
sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik,
kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik
(kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. Pimpinan jangan
mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin.
Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani
bawahannya.
3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan
karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan
terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik
terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.
Untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus
memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak
mungkin baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarga.
27
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan
sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan inta diperlakukan sam
dengan manusia lainnya.
Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa
(pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan
karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha
bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan
menciptakan kedisiplinan yang baik pula.
5. Waskat
Waskat adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah atau mengetahui
kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan
prestasi kerja, mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistem-
sistem kerja yang paling efektif, serta menciptakan sistem internal kontrol
yang terbaik dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan,
dan masyarakat.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut
melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner
karyawan akan berkurang.
Berat atau ringannya sanksi hukuman yang akan ditetapkan ikut
mempengaruhi baik atau buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman
harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan
28
diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan. Sanksi hukuman
seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu
mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya
cukup wajar untuk setiap tingkatan yang indispliner dalam perusahaan.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap karyawan yang
indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada perusahaan.
8. Hubungan kemanusiaan
Kedisiplinan adalah fungsi MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) yang
terpenting dan menjadi tolak ukur untuk mengukur atau mengetahui apakah
fungsi-fungsi MSDM secara keseluruhan telah dilaksanakan dengan baik atau
tidak. Kedisiplinan karyawan yang baik, mencerminkan bahwa fungsi-fungsi
MSDM lainnya telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Sebaliknya juka
kedisiplinan karyawan kurang baik, berarti penerapan fungsi-fungsi MSDM
pada perusahaan kurang baik.
Tabel II.2
Tabel Dimensi dan Indikator Variabel Disiplin Kerja
No Dimensi Variabel
Disiplin Kerja Indikator Pernyataan
Butir
Item
1. Tujuan dan
Kemampuan Pekerjaan
Pekerjaan yang diberikan kepada
karyawan harus yang sesuai dengan
kemampuan agar mendorong
karyawan untuk berdisiplin.
1
2.
Teladan
Pemimpin Panutan
Pemimpin berperan dalam
kedisiplinan karena pemimpin
dijadikan panutan dalam hal kedisiplinan kerja
2
3.
Balas Jasa Kepuasan
Kepuasan balas jasa secara
finansial langsung (gaji) yang layak
mendorong karyawan untuk
berdisiplin.
3
29
4. Keadilan Kebijaksana
an
Karyawan BRI Kantor Cabang
Pekayon diberikan hukuman yang
sesuai dengan tingkat
kesalahannya.
4
5. Waskat
Tindakan
Nyata
Karyawan BRI Kantor Cabang
Pekayon mencegah terjadinya
kesalahan.
5
Prestasi
Kerja
Karyawan BRI Kantor Cabang
Pekayon meningkatkan prestasi
dalam bekerja
6
6. Sanksi Hukuman Mendidik
Pemimpin BRI Kantor Cabang
Pekayon menghukum karyawan
dengan cara yang lebih mendidik
agar melakukan perubahan yang
lebih baik.
7
7. Ketegasan Menegur
Pemimpin BRI Kantor Cabang
Pekayon menegur kepada karyawan
yang kurang disiplin.
8
8. Hubungan
Kemanusiaan
Suasana
Pemimpin BRI Kantor Cabang
Pekayon mampu menghadirkan
suasana yang dapat membangun
hubungan kemanusiaan.
9
Harmonis
Pemimpin BRI Kantor Cabang
Pekayon mampu menciptakan
keharmonisan dalam eliab
karyawan untuk mewujudkan
kedisiplinan yang baik. 10
Sumber : Hasibuan (2016:194)
2.3.2. Uji Instrument Penelitian
1. Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2013:267), validitas merupakan derajat ketepatan antara
data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh
peneliti.
30
R
NN
N
yxxy
yyxx2222
Sumber: Sugiyono (2013)
Gambar II.1
Rumus Uji Validitas
Keterangan:
r : nilai korelasi
N : Jumlah Subyek
X : Skor item
Y : Skor total
∑X : Jumlah skor keseluruhan item pernyataan x
∑Y : Jumlah skor keseluruhan item pernyataan y
∑XY : Jumlah skor hasil kali item pernyataan x dan item pernyataan y
∑X2 :
Jumlah kuadrat skor item pernyataan x
∑Y2 :
Jumlah kuadrat skor item pernyataan y
2. Uji Reabilitas
Uji Reabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suaut tes tetap konsisten
setelah dilakukan berulang-ulang terhadap suatu subjek dan dalam kondisi yang
31
sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten
untuk pengukuran yang sama.
2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan
1. Populasi Dan Sampel
a. Pengertian Populasi
Fatimah (2016:60) mengartikan populasi sebagai keseluruhan subjek
penelitian. Populasi juga diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri
atas objek maupun subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
untuk diteliti.
b. Pengertian Sampel
Fatimah (2016:61) mengartikan sampel sebagai bagian dari jumlah dan
karakteristik yang ada dalam populasi. Apabila populasi yang ditentukan
sangat besar dan tidak memungkinkan untuk meneliti semua yang ada pada
populasi, maka sampel inilah yang dapat digunakan oleh periset untuk
dijadikan objek atau subjek riset.
c. Metode Penarikan Sampel
Secara garis besar terdapat dua metode yang dapat digunakan periset untuk
menarik sampel dari populasi dalam riset mereka. Kedua metode yang dibuat
berdasarkan ada atau tidaknya peluang tersebut yaitu probability dan non
probability sampel. Dikatakan probability sampel apabila memungkinkan
setiap anggota dalam populasi untuk terpilih menjadi sampel penelitian.
Sedangkan non probability sampel hanya memberikan peluang bagi anggota
tertentu saja dalam populasi.
32
Metode penarikan sampel simple random sampling (SRS) adalah metode
yang memungkinkan seluruh anggota dalam populasi untuk terpilih menjadi
sampel dalam riset.
2. Skala Likert
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala ini
berinterasi 1-5 dengan pilihan jawaban sebagai berikut :
a. Sangat Tidak Setuju (STS)
b. Tidak Setuju (TS)
c. Netral (N)
d. Setuju (S)
e. Sangat Setuju (SS)
Pemberian skor untuk masing-masing jawaban dalam kuesioner sebagai
berikut:
a. Pilihan pertama, memiliki nilai skor 1 (satu)
b. Pilihan kedua, memiliki nilai skor 2 (dua)
c. Pilihan ketiga, memiliki nilai skor 3 (tiga)
d. Pilihan keempat, memiliki nilai skor 4 (empat)
e. Pilihan kelima, memiliki nilai skor 5 (lima)
33
3. Koefisien Korelasi product moment
a. Koefisien Korelasi
r
NN
N
yxxy
yyxx2222
Gambar II.2
Rumus Koefisien Korelasi
Keterangan:
r : nilai korelasi
N : Jumlah Subyek
X : Skor item
Y : Skor total
∑X : Jumlah skor keseluruhan item pernyataan x
∑Y : Jumlah skor keseluruhan item pernyataan y
∑XY : Jumlah skor hasil kali item pernyataan x dan item pernyataan y
∑X2 :
Jumlah kuadrat skor item pernyataan x
∑Y2 :
Jumlah kuadrat skor item pernyataan y
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi pada regresi linear sering diartikan sebagai seberapa
besar kemampuan semua variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel
34
terikatnya. Secara sederhana koefisien determinasi dihitung dengan
mengkuadratkan koefisien korelasi
5. Persamaan Regresi
Analisis regresi mempelajari bentuk hubungan antara satu atau lebih antara
variabel bebas (X) dengan satu variabel tak bebas (Y). Dalam penelitian variabel
bebas (X) biasanya variabel yang ditentukan oleh peneliti secara bebas.