7
BAB II
LANDASAN TEORITIK
2.1. Prestasi Belajar
2.1.1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang
berupa ilmu pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan sikap yang mengakibatkan
perubahan dalam diri individu sebagai hasil akhir dari aktivitas belajar. Hasil
merupakan pembuktian kompetensi dari proses belajar yang dinyatakan dengan
nilai atau angka pencapaian kompetensi yang berupa pengalaman baru yang
didapat dari proses belajar yang mengakibatkan perubahan dalam diri siswa dari
tidak kompeten menjadi kompeten, menjadi terampil, dan mampu menjadi
manusia yang mampu menggunakan akal pikirannya sebelum bertindak dan
mengambil keputusan sebelum melakukan sesuatu (Gagne , dalam Djamarah
2011).
Gordon (dalam Mulyasa, 2006) mengungkapkan aspek yang terkandung
dalam kompetensi sebagai berikut: (1) pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman
(understanding), (3) keterampilan (skills), (4) nilai (value), (5) sikap (attitude), (6)
minat (interest).
Dalam proses belajar mengajar diperlukan adanya prestasi belajar untuk
dijadikan tolok ukur usaha belajar yang telah dicapai siswa setelah melakukan
kegiatan belajar-mengajar selama waktu yang telah ditentukan. Apabila
pemberian materi dirasa cukup, guru dapat melakukan ulangan yang hasilnya akan
8
digunakan sebagai ukuran dari prestasi belajar siswa. Salah satu ulangan untuk
mengukur prestasi belajar siswa adalah ulangan semester, yang berfungsi melihat
sejauhmana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program
pelajaran selama satu semester (Azwar, 2011).
Untuk melakukan pengukuran prestasi belajar siswa dilakukan penjabaran
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada menjadi indikator-indikator.
Penilaian oleh pendidik bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar
peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran dan
disampaikan dalam bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran yang
disampaikan pada akhir proses belajar mengajar. Setiap pendidik melaporkan nilai
pada satuan pendidikan dalam bentuk nilai prestasi belajar peserta didik disertai
deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh (Depdiknas, 2008).
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor- faktor yang mempengaruhi prestasi belajar diungkap oleh Gagne
(1977), dalam Nasution (1993), yang dijelaskan kembali oleh Djamarah (2011)
sebagai berikut:
1. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa
a. Motivasi
Menurut Nasution (dalam Djamarah 2011) menyatakan bahwa:
“Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu”
9
Motivasi merupakan dorongan yang menyebabkan siswa tergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Dengan kata lain, seseorang mempunyai tujuan tertentu dari segala
aktivitasnya. Ada tidaknya motivasi individu untuk belajar sangat
berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Siswa yang
tidak mempunyai motivasi belajar, tidak akan mungkin melakukan
aktifitas belajar dan prestasi belajarnya pun akan rendah. Sebaliknya
siswa yang mempunyai motivasi belajar, akan dengan baik melakukan
aktivitas belajar dan memiliki prestasi belajar yang lebih baik.
b. Bakat
Sunarto & Hartono (dalam Djamarah 2011) mengungkapkan:
“Bakat memang diakui sebagai kemampuan bawaan yang
merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau latihan.”
Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi, akan
tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman dan dorongan atau
motivasi agar bakat dapat terwujud. Jadi setiap siswa memiliki bakat
dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi ketingkat tertentu sesuai
kemampuan masing-masing. Apabila bakat siswa dikembangkan
secara optimal, prestasi belajarnya akan tinggi. Akan tetapi sebaliknya
apabila bakat siswa tidak dikembangkan secara optimal, maka prestasi
siswa tidak akan meningkat.
10
c. Minat
Minat adalah kecenderungan atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap
sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan, sehingga apa
yang diinginkannya dapat dicapai sesuai dengan keinginannya.
Pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan
disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Apabila siswa
kurang berminat dalam mata pelajaran yang diajarkan, dapat memakai
insentif untuk menumbuhkan minat siswa. Djamarah (2011)
menyatakan bahwa :
“Insentif merupakan alat yang dipakai untuk membujuk seseorang
agar melakukan sesuatu yang tidak mau melakukannya atau yang
tidak dilakukannya dengan baik. Diharapkan pemberian insentif akan
membangkitkan motivasi anak didik dan mungkin minat terhadap
bahan yang diajarkan akan muncul.”
Slameto (dalam Djamarah 2011) mengungkapkan bahwa cara yang
paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang
baru adalah dengan membangkitkan minat-minat siswa yang telah
ada. Misalnya, beberapa orang anak didik menaruh minat pada olah
raga balap mobil. Sebelum mengajarkan percepatan gerak, guru dapat
menarik perhatian anak didik dengan menceritakan sedikit mengenai
balap mobil yang baru saja berlangsung, kemudian sedikit demi
sedikit diarahkan ke materi pelajaran yang sesungguhnya.
11
Minat belajar yang tinggi akan berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa tinggi. Sebaliknya minat belajar yang rendah akan
berdampak pada prestasi belajar siswa rendah.
d. Disiplin belajar
Disiplin yang sejati harus datang dari dalam diri siswa itu sendiri,
jika dipaksa dari luar hanya akan berlangsung selama orang yang
memaksakannya ada atau memberikan ancaman hukuman. Dengan
demikian agar siswa belajar lebih maju, siswa harus disiplin didalam
belajar baik dalam menetapkan waktu belajar. Siswa yang mempunyai
disiplin belajar dapat mengatur waktu belajar dan prestasi belajar yang
baik akan dicapainya, sebaliknya siswa yang tidak mempunyai
disiplin belajar akan membuang waktunya untuk kegiatan yang
kurang bermanfaat, seperti bermain game, jalan-jalan dan prestasi
belajar siswa akan menurun.
e. Kecerdasan/ Inteligensi
Kecerdasan merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang
siswa dalam mencapai prestasi belajarnya. Dalyono (dalam Djamarah
2011) mengungkapkan:
“seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ-nya tinggi)
umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik.
Sebaliknya, orang yang intelegensinya rendah, cenderung mengalami
kesukaran dalam belajar, lambat berfikir sehingga prestasi belajarnya
pun rendah.”
Kecerdasan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan
berhasil dan tidaknya seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti
12
suatu program pendidikan dan pengajaran. Dan orang yang lebih
cerdas pada umumnya akan lebih mampu belajar daripada orang yang
kurang cerdas, (Nasution dalam Djamarah 2011).
f. Kesehatan
Proses belajar siswa akan terganggu jika kesehatan seseorang
terganggu seperti: cepat lelah, mudah pusing, ngantuk dan gangguan-
gangguan kesehatan lainnya. Agar siswa dapat belajar dengan baik
haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan
cara selalu mengindahkan ketentuan- ketentuan tentang belajar, tidur,
makan, olah raga dan rekreasi. Apabila siswa dalam belajar
kesehatannya terganggu maka siswa tersebut tidak akan dapat
menerima materi, akibatnya prestasi belajarnya akan menurun.
g. Kemandirian belajar
Kemandirian belajar akan tercapai apabila didukung oleh faktor-
faktor seperti: motivasi, minat, disiplin, kesehatan, fasilitas. Djamarah
(2011), mengungkapkan bahwa:
“belajar anak didik tidak mesti harus selalu berinteraksi dengan
guru dalam proses interaksi edukatif. Dia juga bisa belajar mandiri
tanpa harus menerima pelajaran dari guru disekolah. Bagi anak didik
belajar seorang diri merupakan kegiatan yang dominan. Setelah
pulang sekolah, siswa harus belajar di rumah. Mereka mungkin
menyusun jadwal belajar pada malam, pagi atau sore hari.
Demikianlah siswa selalu belajar dengan jadwal belajar yang telah
diprogramkan”.
13
Siswa yang mempunyai kemandirian belajar prestasi belajarnya
akan jauh lebih baik dibandingkan siswa yang kurang mempunyai
kemandirian belajar.
2. Faktor yang berasal dari luar diri siswa
a. Metode belajar
Penggunaan suatu metode dapat membawa suasana interaksi
pengajaran yang edukatif, menempatkan peserta didik pada
keterlibatan aktif belajar, maupun menumbuhkan dan
mengembangkan minat belajar dan membangkitkan semangat belajar
dapat mempertinggi perolehan hasil belajar dan menghidupkan proses
pengajaran yang sedang berlangsung.
b. Kurikulum
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program
pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara
pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan
kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan
(Wikipedia,2011). Djamarah, (2011) menyatakan bahwa muatan
kurikulum akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar siswa.
kurikulum yang kurang baik berpengaruh kurang baik terhadap belajar
siswa. Kurikulum yang kurang baik itu misalnya kurikulum yang
terlalu padat di atas kemampuan siswa menyebabkan siswa kurang
14
mengatur waktu belajar dengan baik. Sebagai contoh, Sejumlah bahan
pelajaran yang seharusnya diberikan dalam waktu yang panjang, akan
tetapi untuk mencapai target kurikulum diberikan kepada siswa dalam
waktu yang masih sedikit tersisa, hal ini dapat menyebabkan prestasi
belajar menurun.
c. Tata tertib
Tata tertip erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam
sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup
kedisiplinan seluruh staf dalam sekolah. Seluruh staf dalam sekolah
yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin membuat siswa
menjadi disiplin pula, selain itu juga memberi pengaruh yang positif
terhadap belajarnya. Dengan demikian agar siswa belajar lebih maju
siswa harus disiplin didalam belajar baik di sekolah, di rumah dan di
perpustakaan. Agar siswa disiplin haruslah guru berserta staf yang lain
disiplin pula sehingga proses dan hasil belajar siswa dapat dicapai
seperti yang diharapkan. Apabila dalam sekolah tidak ada tata tertib
maka proses belajar tidak akan berjalan dengan baik, dan akhirnya
prestasi belajar siswa pun berkurang.
d. Keluarga
Perilaku siswa di dalam kelas merupakan pencerminan dari
keadaan keluarganya. Kebiasaan yang kurang baik dilingkungan
keluarga seperti tidak patuh pada disiplin, kebebasan yang berlebihan
ataupun terlampau dikekang merupakan latar belakang yang tidak
15
memungkinkan anak belajar dengan baik. Dari sikap tersebut akan
sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa, jadi siswa belajar
perlu dorongan dan pengertian dari orang tua agar hasil belajar siswa
akan tercapai sesuai yang diharapkan.
e. Teman sekelas
Menciptakan relasi yang baik dengan teman sekelas adalah perlu,
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.
misalnya saling bertukar pendapat atau memberikan arahan apabila
menemukan materi pelajaran yang sulit/ kurang bisa dimengerti dan
hal ini akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Apabila
relasi dengan teman sekelas kurang baik maka siswa akan malas
berangkat sekolah karena teman sekelas yang mempunyai perilaku
yang tidak menyenangkan dan ini akan mempengaruhi prestasi belajar
siswa.
f. Fasilitas
Fasilitas dalam hal ini mencakup sarana dan prasarana sekolah
seperti: buku- buku di perpustakaan, laboratorium atau media-media
lain. Dengan adanya fasilitas yang lengkap maka guru dapat mengajar
dengan baik sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik
serta dapat belajar dengan baik pula dan mendapatkan prestasi yang
memuaskan. Media pembelajaran dalam hal ini mencakup suara guru,
teks tertulis, dan objek riil- ringkasnya setiap sarana fisik yang
mengkomunikasikan pesan pembelajaran. Jika fasilitas kurang, maka
16
siswa akan terganggu dalam belajarnya dan prestasi belajar akan
menurun.
2.1.3. Pengukuran Prestasi Belajar
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 66 Tahun 2013
tentang Standar Penilaian Pendidikan, Mengukur prestasi belajar diperoleh
melalui Ulangan. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran, untuk mamantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran,
dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Ulangan meliputi Ulangan
Harian, Ulangan Tengah Semester, Ulangan Akhir Semester.
Ulangan Harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu
Kompetensi Dasar (KD) atau lebih; Ulangan Tengah Semester adalah kegiatan
yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta
didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran; Ulangan Akhir
Semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester.
Untuk mendapatkan prestasi belajar siswa akhir semester SMA N 3
Salatiga Tahun 2012/2013 digunakan rumus berikut ini:
P bel = 2UH + UTS + TG + US 1
5
17
Keterangan :
P bel = Prestasi Belajar Siswa Akhir Semester
UH = Ulangan Harian
UTS = Ulangan Tengah Semester
TG = Tugas
US = Ulangan Semester satu
Dari perhitungan rumus Ulangan Akhir Semester, maka akan diperoleh
suatu nilai pencapaian kompetensi dalam bentuk angka yang dicantumkan dalam
sebuah buku laporan pendidikan. Nilai pencapaian kompetensi harus
diinformasikan kepada siswa untuk mengetahui tingkat pencapaian keberhasilan
siswa dalam proses belajar mengajar dalam kurun waktu tertentu. Apabila siswa
yang bersangkutan mendapatkan nilai di bawah KKM, maka siswa tersebut harus
mengikuti remedial untuk mencapai kompetensi.
Ulangan Akhir Semester masih merupakan skor mentah yang merupakan
terjemahan langsung dari hasil performansi siswa dalam bentuk tes,yang
dinyatakan dalam bentuk angka. Menurut Azwar (2011), skor mentah tidak
banyak dimiliki oleh siswa dan tidak pula menceritakan posisi siswa didalam
kelasnya dan skor mentah sangat mudah disalahartikan. Agar skor tes lebih
mempunyai arti dalam kaitannya dengan posisi atau kedudukan relatif (relative
standing) para siswa secara individual, diperlukan adanya skor yang dapat
dibandingkan (comparable) satu sama lain yang disebut skor standar. Skor standar
18
adalah skor mentah yang telah diubah atau ditranformasikan secara linier kedalam
bentuk lain berdasarkan mean dan deviasi standar distribusinya.
Salah satu skor standar yang paling popular adalah skor-z. konversi skor
skor mentah menjadi skor standar z dilakukan dengan menggunakan rumusan
konversi z, yaitu:
z = (X – M )/ s
Keterangan:
z = Skor standar z
X = Skor mentah yang diperoleh siswa
M = Rata-rata kelompok
s = Standart deviasi
Dari konversi skor z akan diperoleh disrtibusi skor z yang mempunyai
mean 0 dan deviasi standar 1. Arti setiap skor yang diperoleh oleh masing-masing
siswa dapat mengacu kepada besar dan arah penyimpangannya dari harga 0, yaitu
mean distribuasi skor z. Distribusi skor yang mempunyai mean dan deviasi
standar yang berbeda, akan dapat diperbandingkan setelah melalui konversi skor z
(Azwar, 2011).
Bentuk Ulangan yang diberikan di SMA N 3 Salatiga dengan menggunakan
dua cara sebagai berikut :
1. Pilihan ganda. Untuk menskor bentuk tes ini yaitu item yang benar diberi
skor 1 dan yang salah diberi skor 0. Untuk menghitung skor terakhir
digunakan rumus berikut ini:
19
X = B – S / (a – 1)
Keterangan:
X = Skor setelah dikoreksi
B = Banyaknya item yang dijawab benar
S = Banyaknya item yang dijawan salah
a = Banyaknya pilihan jawaban ( alternatif)
2. Soal essay. Untuk menskor bentuk tes ini adalah membuat terlebih dahulu
pedoman pemberian skor yang berisi garis besar atau pokok- pokok
jawaban yang dikehendaki. Kalau menghendaki jawaban yang panjang,
batasi cakupan jawaban yang dianggap benar sesuai dengan pernyataan
dan hasil belajar yang ingin diukur. Kemudian tentukan bobot nilai untuk
setiap item, yang dapat didasarkan pada banyaknya pokok jawaban yang
harus terjawab atau didasarkan pada kisaran angka (misalnya antara 0
sampai 5) untuk setiap item, yang merupakan “rating” terhadap cakupan
isi jawaban dan relevansinya dengan pernyataan.
2.2. Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar merupakan sikap dan sifat serta kemampuan yang
terbentuk akibat rancangan proses belajar yang cermat. Agar kemandirian belajar
dapat terbentuk, siswa dituntut untuk mengerjakan sendiri hal-hal yang
sebenarnya mereka mampu untuk mengerjakan dengan petunjuk seperlunya dari
guru.
20
Menurut Hiemstra (1998) kemandirian belajar adalah:
Kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai
suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah dan dibangun dengan
bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki melalui: 1) penetapan
tujuan belajar; 2) memiliki keterampilan belajar; 3) memiliki pendekatan
ilmiah dalam belajar; 4) memiliki standar keberhasilan dalam belajar, dan
5) memiliki prakarsa untuk belajar.
Dari pengertian Hiemstra (1998), yang dimaksud belajar aktif adalah
kegiatan belajar yang membuat siswa menjadi aktif, siswa diajak menyelesaikan
masalah dengan menggunakan pengetahuan yang mereka miliki dan menerapkan
apa yang telah mereka pelajari melalui:
1) Penetapan tujuan belajar, tujuan belajar adalah sesuatu yang ingin dicapai
dalam belajar. Penetapan tujuan belajar harus dirumuskan secara spesifik
dan jelas supaya tidak kehilangan arah dan fokus.
2) Memiliki keterampilan belajar, keterampilan belajar adalah suatu cara
yang dipakai untuk mendapat, mempertahankan, dan mengungkapkan
pengetahuan serta merupakan cara untuk menyelesaikan masalah.
Hiemstra (1998) mengungkapkan keterampilan yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
1) Keterampilan bertanya, pencaritahuan dan memecahkan masalah
2) Keterampilan untuk tetap berpikir terbuka terhadap sudut pandang
orang lain
21
3) Keterampilan menjaring data, dan kemudian memilih sumber- sumber
yang relevan secara tepat
4) Keterampilan untuk mengumpulkan data tentang kinerja, melalui
mawas diri dan feedback dari orang lain
5) Keterampilan menaksir kinerjanya sekarang dengan menggunakan data
yang ada
6) Keterampilan menjabarkan kebutuhan hidup menjadi tujuan, rencana
dan aktifitas belajar
7) Keterampilan menetapkan tujuan untuk meningkatkan kinerjanya
sekarang
8) Keterampilan untuk mengamati dan meneladani kinerja orang lain,
dengan tujuan untuk memajukan diri sendiri
9) Keterampilan untuk komitmen dengan tegas terhadap usaha kerja yang
hanya untuk mencapai tujuan
10) Keterampilan mempertahankan motivasi diri secara terus menerus.
3) Memiliki pendekatan ilmiah dalam belajar, pendekatan ilmiah berarti
konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan
metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah.
4) Memiliki standart keberhasilan dalam belajar, standar keberhasilan dapat
dijadikan tolok ukur berhasil atau tidak. Standart keberhasilan yang
ditetapkan dapat menjadi pemicu semangat dalam belajar.
5) Memiliki prakarsa untuk belajar, prakarsa untuk belajar merupakan usaha
untuk belajar. Prakarsa menimbulkan kehendak untuk mewujudkan suatu
yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
Hiemstra (dalam Slameto 2002) menyatakan bahwa kemandirian belajar
menjadi keinginan dari adanya studi mandiri adalah kemampuan belajar mandiri
yang terungkap melalui proses intensif yang dilakukan siswa untuk mencapai
tujuan atau penguasaan materi pelajaran yang menggunakan berbagai
22
keterampilan dan teknik yang kreatif atas prakarsa (inisiatif dan motivasi) siswa
yang bersangkutan.
Klein (dalam Slameto 2002) mengungkapkan bahwa belajar mandiri
merupakan proses atau tujuan kegiatan sekolah, dan tidak mensyaratkan
pengetahuan sebelumnya. Dalam kaitan ini kemandirian belajar terutama
dimotivasi oleh sasaran siswa itu sendiri, diberi imbalan atas jerih payahnya
secara intrinsik, dilakukan dibawah pengawasan sekolah, dan diselenggarakan
secara mandiri oleh siswa yang bersangkutan dan atau dalam kelas biasa, atas
prakarsa guru yang bersangkutan.
Dalam setiap kegiatan belajar mandiri dapat terjadi kendala-kendala
belajar, seperti kurangnya sumber daya atau kurangnya waktu untuk belajar yang
dapat menyebabkan terganggunya proses belajar mandiri siswa. Proses belajar
mandiri memerlukan tanggung jawab, inisiatif dan keberanian dalam
melaksanakannya. Selanjutnya Hiemstra (1998) mengemukakan ada 6 langkah
kegiatan untuk membantu individu menjadi lebih mandiri dalam belajar, yaitu:
1) Preplanning atau aktivitas sebelum proses pembelajaran;
2) Menciptakan lingkungan belajar yang positif;
3) Mengembangkan rencana pembelajaran;
4) Mengidentifikasi aktivitas pembelajaran yang sesuai;
5) Melaksanakan kegiatan pembelajaran dan monitoring,
6) Mengevaluasi hasil pembelajar individu.
Hiemstra (1998) menggambarkan model tersebut di atas dalam bagan
sebagai berikut:
23
Gambar 2
Model Pembelajaran individual (Sumber: Hiemstra. 1998)
Hiemstra (dalam Keegan 1990) menyatakan bahwa derajat kemandirian
belajar yang diberikan kepada pembelajar dapat dilihat dari 3 aspek :
1. Kemandirian dalam menentukan tujuan : apakah penentuan tujuan belajar
ditentukan oleh guru atau siswa
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai
dalam kegiatan belajar. Guru harus memiliki kemandirian dalam menentukan
tujuan belajar untuk mencapai keberhasilan belajar. Hal ini seperti
kemampuan untuk mengenali sumber-sumber baik manusia, materi dan atau
pengalaman.
2. Kemandirian dalam menentukan metode belajar: apakah pemilihan dan
penggunaan sumber belajar dan media lain keputusannya dilakukan oleh guru
atau siswa
Guru berkewajiban menyediakan lingkungan belajar anak didik dikelas.
Salah satu kegiatan yang harus guru lakukan adalah melakukan pemilihan dan
penentuan metode belajar. Hal ini seperti kemampuan membuat rancangan
24
strategi guna memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada untuk
memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan belajar.
3. Kemandirian dalam menentukan evaluasi : apakah keputusan tentang metode
evaluasi serta kriteria yang digunakan ditentukan oleh guru atau siswa.
Evaluasi adalah proses pengukuran dan penilaian untuk mengetahui hasil
pekerjaan atau usaha yang telah dicapai seseorang sehingga diketahui
kekurangannya, yang nantinya dapat diperbaiki untuk meningkatkan prestasi
belajar berikutnya. Dalam hal ini guru melakukan evaluasi tingkat
keberhasilan siswa dalam menguasai bahan pelajaran, sehingga diketahui
seberapa persenkah materi yang dikuasai siswa
2.3. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Slameto (2002) melakukan penelitian kepada siswa unggulan di SMU
Laboratorium UKSW Salatiga dengan sampel 118 siswa, hasil penelitian
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemandirian belajar
dengan prestasi belajar siswa.
Putriningrum (2012) melakukan penelitian dengan judul hubungan
pemanfaatan sumber belajar dan kemandirian belajar dengan prestasi belajar
mahasiswa program studi D III kebidanan kusuma husada Surakarta tahun ajaran
2010/2011 dengan sampel 140 mahasiswa dengan teknik disproportionate
stratified random sampling. Analisis data yang digunakan adalah korelasi product
moment dengan hasil analisis menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
25
antara kemandirian belajar dengan prestasi belajar dengan r hitung 0,634 r tabel
0,176.
Sari (2010) melakukan penelitian tentang hubungan antara kemandirian
belajar matematika dengan prestasi belajar matematika pada siswa kelas XI IPA
SMA N 1 Salatiga semester satu tahun ajaran 2009/2010 dengan sampel 224
orang siswa. pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner
kemandirian belajar matematika berdasarkan teori Thoha (1996). Data prestasi
belajar diambil berdasarkan nilai ulangan harian terpadu, UTS 1 dana nilai tes
akhir semester 1. Hasil analisis menyatakan bahwa terdapat hubungan positif
signifikan antara kemandirian belajar matematika dengan prestasi belajar
matematika dengan koefisien korelasi r = 0,242 dengan p = 0,000 0,05.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdulkahar (1990) di
SMA Negeri 2 Bandar Lampung dengan sampel 68 orang siswa, hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kemandirian belajar
dengan prestasi belajar siswa dengan koefisien korelasi rxy = 0,073 dengan p
0,05.
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
Ada hubungan yang signifikan antara kemandirian belajar dengan
prestasi belajar siswa kelas XI SMA Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran
2012/2013.